Makalah Pemenuhan Kebutuhan Seksual Dan Penyimpangannya
Makalah Pemenuhan Kebutuhan Seksual Dan Penyimpangannya
Ditunjukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu dasar
Keperawatan II
DOSEN PEMBIMBING
Popon Haryeti, S.Kep.,Ners.,M.H.Kes.
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
1. Muhamad Seisar Arasyied Zailani (1910105507)
2. Tiara Agnestiani Syafitri Rustandi (1910105527)
3. Sinta Irawati (1910105522)
4. Jatnika Alfiansyah (1910105502)
5. Yanuar Fajar Ramadan (1910105536)
i
Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................ i
Daftar Isi .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3
2.1 Pengertian ........................................................................................... 3
2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Seksual ...................... 4
2.3 Pola Perkembangan Seksual ................................................................ 6
2.4 Perilaku Seksual .................................................................................. 8
2.5 Tahapan Respon Seksual ..................................................................... 8
2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Masalah Seksual .......................... 10
2.7 Tindakan Perawat ............................................................................... 11
2.8 Macam-macam Penyimpangan Seksual ............................................... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................... 14
3.1 Simpulan ............................................................................................. 14
3.2 Saran ................................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu seks?
1.2.2 Apa itu penyimpangan seksual?
1.2.3 Apa faktor – faktor yang mempengaruhi kebutuhan seksualitas?
1.2.4 Bagaimana pola perkembangan seksual?
1.2.5 Apa itu perilaku seksual?
1.2.6 Apa saja tahapan respon seksual?
1.2.7 Apa faktor – faktor yang mempengaruhi masalah seksual?
1.2.8 Bagaimana tindakan perawat?
1.2.9 Apa saja macam - macam penyimpangan seksual?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
A. Kebutuhan Seksual
Istilah seks secara etimologis, berasal dari bahasa latin “sexus”
kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe” istilah ini
merupakan teks bahasa inggris pertengahan yang bisa dilacak pada periode
1150-1500 M. “Sex” secara leksikal bisa berkedudukan sebagai kata benda
(noun), kata sifat (adjektive) maupun kata kerja transitif (verb of transitive)
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi
perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai,
memerhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi sebuah hubungan timbal
balik antara dua individu tersebut.
Seksualitas dan seks merupakan hal yang berbeda:
1. Seksualitas adalah bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan
bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang
lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, pelukan,
ataupun perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerakan tubuh, cara
berpakaian, dan pembendaharaan kata, termasuk pikiran, pengalaman,
pikiran, nilai, fantasi, emosi.
2. Seks adalah menjelaskan ciri jenis kelamin secara anatomi dan fisiologi
pada laki-laki dan perempuan, hubungan fisik antar individu (aktivitas
seksual genital)
B. Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual adalah segala bentuk penyimpangan seksual baik
arah, minat maupun orientasi seksual. Penyimpangan adalah gangguan atau
kelainan. Sedangkan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama
jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam mulai dari
perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.
3
Obyek seksualnya juga bisa berupa orang lain, diri sendiri maupun obyek
dalam khayalan.
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang memiliki perilaku seksual
yang menyimpang atau parafilia. Sebagian ahli berpendapat bahwa kelainan
perilaku seksual disebabkan oleh trauma masa kecil, seperti pelecehan seksual.
Ada pula yang mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh kelainan saraf
di otak. Atas dasar itu, perilaku menyimpang seksual biasanya ditangani
dengan konseling dan terapi untuk mengubah perilakunya. Obat juga bisa
digunakan untuk membantu proses itu. Sebab, tak menutup kemungkinan jika
seseorang memiliki lebih dari satu perilaku seksual yang menyimpang.
Perilaku menyimpang ini perlu mendapat penanganan dengan segera, sebelum
pelakunya menyakiti diri sendiri atau menimbulkan masalah hukum. Sebab, di
berbagai negara, beberapa jenis perilaku menyimpang seksual dianggap
tindakan krimina dan dapat dijatuhi hukuman pidana.
4
3. Peran dan Hubungan
a. Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat
mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya.
b. Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi rasa
nyaman seseorang terhdap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan
seseorang yang dicintai dan dipercayainya.
c. Pengalaman dalam berhubungan seksual sering kali ditentukan oleh
dengan siapa individu tersebut berhubungan seksual.
4. Konsep diri
Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak
langsung terhadap seksualitas.
5. Budaya, Nilai dan Keyakinan
a. Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentangseksualitas dapat
mempengaruhi individu.
b. Tiap budaya mempunyai norma-normatertentu tantang identitas dan
perilaku seksual.
c. Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual
dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual.
6. Agama
a. Pandangan agama tertentu yang diajarkan, ternyata berpengaruh
terhadap ekspresi seksualitas sesrorang.
b. Berbagai bentuk ekspresi seksualitas yang diluar kebiasaan, dianggap
tidak wajar.
c. Konsep tentang keperawanan dapat diartikan sebagai kesucian dan
kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu.
7. Etik
a. Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997)
tergantung pada terbebasnya individu dari rasa bersalah dan ansietas.
b. Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain.
5
2.3 Pola Perkembangan Seksual
1. Masa prenatal dan bayi
Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang.
Berkembangnya organ seksual mampu merespon rangsangan, seperti
adanya ereksi penis pada laki-laki dan adanya pelumas vagina pada wanita.
Perilaku ini terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaan senang.
Menurut Sigmund Freud, terhadap perkembangan psikoseksual pada masa
ini adalah:
a. Tahap Oral, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan, kesenangan atau
kenikmatan dapat dicapai dengan cara menghisap, mengigit, mengunyah,
atau bersuara. Anak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi dan
selalu meminta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Maslah yang
diperoleh pada masa ini adalah masalah menyapih dan makan.
b. Tahap Anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi
pada saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukan keakuannya,
sikapnya sangat narsiti (cinta terhadap diri sendiri), dan egois. Anak juga
mulai mempelajari struktur tubuhnya, pada tahap ini anak sudah dapat
dilatih dalam hal kebersihan.
2. Masa Kanak-kanak
Masa ini dibagi dengan usia prasekolah, dan sekolah. Perkembangan
seksual pada masa ini diawali secara biologis atau fisik, sedangkan
perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:
a. Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun, kepuasan anak
terletak pada rasangan otoeritis, yaitu meraba-raba, merasakan
kenikmatan dari beberapan erogennya. Anak juga mulai menyukai lain
jenis. Anak laki-laki cenderung lebih suka pada ibunya daripada
ayahnya, sebaliknya anak perempuan lebih suka pada ayahnnya. Anak
mulai dapat mengidentifikasi jenis kelamin dirinya, apakah laki-laki atau
perempuan, belajar melalui interaksi dengan figur orang tua, serta mulai
mengembangkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya.
6
b. Tahap Laten, terjadi pada umue 5-12 tahun. Kepuasan anak muali
terintegrasi, mereka memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung
pada tuntutan soaial, seperti suka berhubungan dengan kelompoknya
atau teman sebaya, dorongan libido mulai berbeda. Pada masa sekolah
ini, anak sudah banyak bertanya tentang hal seksual melalui interaksi
dengan orang dewasa, membaca atau berfantasi.
3. Masa Pubertas/ Remaja
Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan
akan terjadi kematangan secara psikososial. Terjadinya perubahan secara
psikologis ini ditandai dengan adanya perubahan dalam citra tubuh (body
image), perhatian yang cukup besar terhadap fungsi tubuh, pembelajaran
tentng perilaku, kondisi sosial, dan perubahan laim, seperti perubahan berat
badan, tinggi badan, perkembangan otot, bulu dipubis, buah dada atau
menstruasi bagi wanita. Tahap yang disebut Freud sebagai tahap genital ini
terjadi pada umur 12-18 tahun. Kepuasan anak pada tahap ini akan kembali
bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan
jenis.
4. Masa Dewasa Muda dan Pertengahan Umur
Pada tahap ini perkembangan secara fisik sufah cukup dan ciri seks
sekunder mencapai puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa
pertengahan umur terjadi perubahan hormonal; Pada wanita ditandai dengan
penurunan estrogen, pengcilan payudara dan jaringan vagina, penurunan
cairan vagina, selanjutnya akan terjadi penurunan ereksi. Pada pria ditandai
dengan penurunan ukuran penis serta penurunan semen. Dari perkembangan
psikososial, sudah mulai terjadi hubungan intim antara lawan jenis, proses
pernikahan dan memiliki anak, sehingga terjadi perubahan peran.
5. Masa Dewasa Tua
Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita diantaranya adalah
atrofi pada vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina, dan
penurunan intensitas orgasme pada wanita, sedangkan pada pria akan
7
mengalami penurunan produksi sperma, berkurangnya intensitas orgasme,
terlambatnya pencapaian ekresi, dan pembesaran kelenjar prostat.
8
2. Fase 2: Dataran tinggi (plateau)
a. Organ intim wanita yang semakin mengembang karena meningkatnya
aliran darah serta perubahan kulit sekitar organ intim menjadi keunguan
dan menjadi lebih gelap.
b. Klitoris yang menjadi semakin sensitif (bahkan terkadang nyeri bila
disentuh) dan kadang kembali masuk tertutup klitoris untuk menghindari
perangsangan oleh penis.
c. Napas, denyut jantung dan tekanan darah yang terus meningkat.
d. Otot mengejang di kaki, muka dan tangan.
e. Tekanan otot meningkat.
3. Fase 3: Orgasme
a. Kontraksi otot yang tak beraturan dan tak terkontrol.
b. Tekanan darah, denyut jantung dan napas berada dalam kondisi puncak
dengan kebutuhan oksigen yang maksimal.
c. Otot sekitar kaki yang mengejang penuh.
d. Pelepasan yang tiba-tiba dari tekanan seksual.
e. Pada wanita organ intim akan berkontraksi, rahim akan terus
berkontraksi.
f. Pada pria, kontraksi ritmis otot pada pankal penis akan mengakibatkan
ejakulasi dan mengeluarkan semen.
g. Gerakan tubuh tak beraturan akan berlanjut dan keringat akan cenderung
keluar dari pori-pori tubuh.
4. Fase 4: Resolusi
Selama fase ini, tubuh akan kembali pada kondisi normal. Bagian-
bagian tubuh yang mengembang dan meregang lambat laun akan kembali
normal pada ukuran dan warna semula. Tahap ini juga ditandai dengan
perasaan puas oleh pasutri, keintiman dan bahkan kelelahan.
9
Beberapa wanita mampu melanjutkan fase orgasme tersebut dengan
sedikit rangsangan dan inilah yang disebut multiple orgasm. Sebaliknya pria
memerlukan waktu setelah orgasme yang disebut dengan periode refraksi,
dimana pada waktu ini pria tidak akan mampu orgasme lagi. Periode refraksi
ini berlangsung berbeda-beda pada pria, biasanya semakin tua umur makan
periode refraksi ini akan semakin lama.
10
2.7 Tindakan Perawat
Untuk memenuhi kebutuhan seksual, perawat dapat melakukan tindakan
berikut:
1. Melakukan cara-cara / teknik menciptakan lingkungan privasi.
2. Mengajarkan pola seksualitas yang sehat.
3. Mengajarkan perubahan fisiologis kehamilan.
4. Mengajarkan pendidikan seks pada usia remaja, dewasa, dan lanjut usia.
5. Mengajarkan cara pemilihan kontrasepsi.
6. Menciptakan hubungan teurapetik dalam mendiskusikan masalah seks.
7. Memperkenalkan alat-alat bantu pemenuhan dalam kebutuhan seks.
8. Melaksanakn rujukan masalah seksualitas.
9. Menerima konseling masalah seksual.
11
seperti bus atau kereta. Perilaku ini cenderung mengundang masalah hukum
karena terjadi kontak alat kelamin tanpa izin.
4. Paedofilia
Pelaku memiliki fantasi, ketertarikan, bahkan melibatkan aktivitas
seksual dengan anak di bawah usia 13 tahun. Perilaku tersebut antara lain
memaksa anak menonton si pelaku yang sedang masturbasi, memegang
kelamin anak, sampai melakukan hubungan seksual dengan si anak. Banyak
kasus paedofilia terjadi pada keluarga sendiri. Si pelaku menjadikan anak
atau anggota keluarga lain sebagai korban.
5. Sadomasokis
Pelaku mendapat kepuasan seksual dari rasa sakit. Rasa sakit akibat
kekerasan verbal atau non-verbal yang sengaja disebabkan oleh diri sendiri
atau disebabkan oleh pasangan. Kata-kata kasar dan makian merupakan
kepuasan seksual bagi si pelaku.
Aktivitas seksual yang dilakukan sering kali menyerempet bahaya.
Misalnya, mencekik hingga tubuh mencapai kondisi kekurangan oksigen
dengan tujuan mencapai orgasme. Tindakan memukul, mengiris, gigitan,
diikat, mencekik, bahkan dicambuk yang berbahaya justru menjadi
kepuasan tersendiri bagi si pelaku. Biasanya sudah ada kesepakatan di
antara pasangan tersebut untuk melakukan aktivitas seperti ini. Hingga
pelaku jarang terjerat masalah hukum.
6. Sadisme
Pelaku mendapat kepuasan seksual ketika menyiksa pasangannya.
Penderitaan fisik atau psikologis pasangan akan membawa kesenangan bagi
si pelaku. Penderitaan korban bukan motif si pelaku. Rasa sakit korban juga
tak meningkatkan gairah si pelaku.
Orang dengan kelainan ini merasa dirinya berkuasa atas pasangannya.
Tujuannya adalah berkuasa sehingga tak jarang terjadi pemerkosaan,
bahkan pembunuhan. Pada kasus ekstrem, kematian pasangan akan
membawa kegembiraan bagi si pelaku.
12
7. Transvetitisme
Pelaku adalah pria heteroseksual yang mendapat kepuasan seksual
dengan berdandan sebagai wanita. Dandanan tersebut bisa cukup hanya
mengenakan pakaian wanita, bisa juga berdandan dengan make-up hingga
menata rambut.
8. Nekrofilia
Pelaku mendapat kepuasan seksual ketika melakukan aktivitas seksual
pada mayat. Parafilia jenis ini jarang ditemukan atau diungkap ke umum.
9. Zoofilia
Pelaku mendapat kepuasan ketika melakukan aktivitas seksual dengan
binatang. Tak sebatas fisik, pelaku juga menjalin hubungan emosi dengan
binatang tersebut. Ini yang membedakannya dengan beastiality.
10. Beastiality
Pelaku mendapat kepuasan ketika melakukan aktivitas seksual dengan
binatang. Perilaku ini hanya sebatas kontak fisik, tanpa melibatkan
hubungan emosi.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi
perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai,
memerhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik
antara dua individu tersebut.
Penyimpangan seksual adalah segala bentuk penyimpangan seksual baik
arah, minat maupun orientasi seksual.
3.2 Saran
Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu untuk
memenuhi kebutuhan seksual dengan baik dan menghindari adanya
penyimpangan seksual, maka tindakan perawat /tenaga kesehatan lainnya
tentunya:
1. Mengajarkan pola seksualitas yang sehat.
2. Mengajarkan pendidikan seks pada usia remaja, dewasa, dan lanjut usia.
3. Menciptakan hubungan teurapetik dalam mendiskusikan masalah seks.
4. Memperkenalkan alat-alat bantu pemenuhan dalam kebutuhan seks.
5. Melaksanakn rujukan masalah seksualitas.
6. Menerima konseling masalah seksual.
14