Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KARDIOVASKULER

“Resume Penyakit TFO (Tetralogi Of Fallot)


Dan Penyakit ASD (Atrium Septal Defect)”

Disusun oleh:

MONICHA YUZA UTAMI


183110221
IIB

Dosen Pembimbing
Tisnawati,S.St.M.Kes

D-III KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES PADANG
TAHUN 2019 / 2020

1
1. Konsep Dasar TOF
A. Pengertian TOF
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung bawaan dengan gangguan
sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek
septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel
kanan.
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital dengan
gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi empat hal yang abnormal
meliputi Defek Septum Ventrikel, Stenosis Pulmonal, Overriding Aorta dan
Hipertrofi Ventrikel Kanan. (Buku Ajar Kardiologi Anak, 2002).
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya
penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis
pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat. Frekuensi TF lebih kurang
10 %. Derajat stenosis pulmonal sangat menentukan gambaran kelainan; pada
obstruksi ringan tidak terdapat sianosis, sedangkan pada obstruksi berat sianosis
terlihat sangat nyata.
Pada klien dengan TF, stenosis pulmonal menghalangi aliran darah ke
paru-paru dan mengakibatkan peningkatan ventrikel kanan sehingga terjadi
hipertropi ventrikel kanan. Sehingga darah kaya CO2 yang harusnya dipompakan
ke paru-paru berpindah ke ventrikel kiri karena adanya celah antara ventrikel
kanan akibat VSD (ventrikel septum defek), akibatnya darah yang ada di ventrikel
kiri yang kaya akan O2 dan akan dipompakan ke sirkulasi sistemik bercampur
dengan darah yang berasal dari ventrikel kanan yang kaya akan CO2. Sehingga
percampuran ini mengakibatkan darah yang akan dipompakan ke sirkulasi
sistemik mengalami penurunan kadar O2

Empat kelainan anatomi sebagai berikut :

1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua
rongga ventrikel.

2
2. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang
keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan
menimbulkan penyempitan
3. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel
kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta  keluar dari
bilik kanan
4. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena
peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.

B. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak
diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor
–faktor tersebut antara lain :
1. Faktor endogen
a. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom, contohnya down
syndrome, marfan syndrome.
b. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan misalnya
VSD, pulmonary stenosis, and overriding aorta.
c. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.

3
2. Faktor eksogen
a. Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine.
aminopterin, amethopterin, jamu).
b. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
c. Efek radiologi (paparan sinar X).
d. Ibu mengonsumsi alcohol dan merokok saat mengandung.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90%
kasus penyebab adalah multifaktor.

C. Patofisiologi
Tetralogy fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan” yang terdiri atas
defekseptup ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertropi ventrikel kanan
secara anatomis sesungguhnya tetralogy fallot merupakan suatu defek ventrikel
subaraortik yang disertai defiasi ke anteriol septum infundibuler (bagian basal dekat
aorta). Defiasi ini menyebabkan akar aorta bergesek kedepan (dekstro posisi aorta),
sehingga terjadi over riding aorta terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian
infundibuler ventrikel kanan dan hypoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogy fallot,
overriding aorta biasanya tidak melebihi 50%. Apabila overriding aorta melebihi 50%,
hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya suatu outlet ganda ventrikel kanan.
Defiasi septup infundibuler kearah anteriol ini sesungguhnya merupakan bagian
yang paling esensial pada tetralogy fallot. Itu sebabnya suatu defek septum ventrikel dan
over riding aorta yang disertai stenosis pulmonal valvuler, misalnya, tidak dapat disebut
sebagai tetralogy fallot apabila tidak terdapat defiasi septum infundibuler ke anteriol.
Terkadang tetralogy fallot disertai pada adanya septum antrium sekunder dan kelompok
kelainan ini disebut sebagai tetralogy fallot.
Adanya obstruksi infundibuler menyebabkan tekanan dalam ventrikel kanan
meningkat, tetapi dengan adanya defek septum ventrikel pada tetralogy fallot tekanan
dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan aorta relative menjadi sama. Oleh sebab itu,
pada tetralogy fallot jarang terjadi gagal jantung kongestif, berbeda dengan stenosis
pulmonal yang berat tanpa disertai defek septum ventrikel, gagal jantung kongestif dapat
saja melebihi tekanan sistemik.

4
Sianosis merupakan gejala tetralogy fallot yang utama. Berat ringannya sianosis
tergantung dari tingkat keparahan stenosis infundibuler yang terjadi pada tetralogy fallot
dan arah pirau interventrikuler. Sianosis dapat timbul semenjak lahir dan ini menandakan
adanya suatu stenosis pulmonal yang berat atau bahkan atresia pulmonal atau dapat pula
sianosis timbul beberapa bulan kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis
biasanya berkembang perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan
adanya peningkatan usia hipertropi infundibuler pulmonal yang memperberat obstruksi
pada bagian itu.
Stenosis infundibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis bagi
ventrikel kanan, sehingga semakin lama ventrikel kanan mengalami hipertrofi.
Disamping itu dengan meningkatnya usia dan meningkatnya tekanan dalam ventrikel
kanan, kolateralisasi aorta pulmonal sering tumbuh luasa pada tetralogy fallot, melalui
cabang mediastinal, bronkial, esofagus, subklavika dan anomaly arteri lainnya.
Kolateralisasi ini disebut MAPCA (Major Aorta Pulb monary Collateral Arteries).

D. Perubahan Sistem Haemodinamik TOF


Dlm Keadaan Normal

Drh Mengalir Dr Daerah Bertekanan Tinggi Ke Daerah Yg Bertekanan


Rendah

Dr Jantung Ki Ke Jantung Ka

Sistem Sirkulasi Paru Tahanannya Rendah

Sistem Sirkulasi Sistemik Tahanannya Tinggi

Adanya Defek Pd Sekat Ventrikel

Terjadi Alirn Drh Dr V.Ki Ke V. Ka

5
Pirau Shunt Ki Ke Ka

Obstruksi Arteri Pulmonalis Dan Defek Septum Ventrikel

Tekanan Rongga Jantung Ka Lbh Tinggi Dr Tkn Jntg Ki

Drh Mengalir V.Ka Ke V.Ki

Pirau Dr Ka Ke Ki

Berkurangnya O2 Pd Sirkulasi Sistemik

Sianosis

GGN HEMODINAMIK TFO :


Penyempitan PulmonalàPeninggian Tek. V.KaàDrh Mengalirà Dr V. Ka Ke V. KiàKerja
Jantung Ka Meningkatà Hipertropi Ventrikel KaàAorta Menerima Drh Dari V.Ka V.Ki

E. Manifestasi Klinis
a. Murmur mungkin merupakan tanda pertama yang biasa ditemukan oleh dokter.
Ia merupakan suara tambahan atau tidak biasa yang dapat didengar pada
denyut jantung si bayi. Kebanyakan bayi yang menderita tetaralogy of fallot
mempunyai suara murmur jantung.
b. Cyanosis juga merupakan pertanda umum pada tetralogy of fallot. Cyanosis
adalah suatu keadaan di mana pada sirkulasi bayi kekurangan darah yang telah
mengalami oksigenasi sehingga dapat timbul dengan kulit, kuku, serta bibir
yang pucat.
c. Warna kulit pucat
d. Frekuensi pernafasan yang meninggi
e. Kulit terasa dingin
f. BB yang rendah

6
g. Susah untuk diberi makan karena klien cepat lelah ketika diberi makan
h. Clubbing finger’s

F. WOC

Terpapar faktor eksogen dan endogen

Kelainan Jantung Kongenital Sianosis: Tetralogy of fallot

Stenosis Pulmonal Defect Sputum Ventrikel Overriding Aorta

Obstruksi Penurunan Curah Jantung Suplai Darah Preload,


Overload

Aliran darah ke paru-


paru Pasokan Darah Tidak Seimbang

Obstruksi Aliran Pencampuan Darah


Kaya O2 dan CO2
darah keluar
ventrikel kanan

Dalam Darah Hipertrofi vent kanan Aliran darah aorta

Hipoksemi

Sesak Sianosis

Kebutuhan O2
Gg. Pertukan Gas Perubahan status kesehatan

Kelelahan Tubuh
Ansiateas
7

Intoleransi Aktivitas
G. Komplikasi TOF

1. Thrombosis Serebri
Biasanya terjadi dalam sinus duralis dan terkadang dalam arteri serebrum, lebih
sering ditemukan pada polisitemia hebat. Dapat juga dibangkitkan oleh dehidrasi.
Thrombosis lebih sering ditemukan pada usia 2 tahun. Penderita ini lpaling sering
mengalami anemia defisiensi besi dengan kadar Hb dan Ht dalam batas normal.
2. Abses Otak
Komplikasi abses otak biasanya dialami oleh pasien yang telah mencapai usia di
atas 2 tahun. Awitan penyakit sering kali tersembunyi di sertai demam derajat
rendah. Mungkin ditemukan nyeri tekan setempat pada cranium. Laju endap darah
dan hitung jenis leukosit dapat meningkat. Penderita juga dapat mengalami
serangan seperti epilepsy. Tanda neurologis yang terlokalsasi tergantung dari
tempat dan ukuran abses tersebut.
3. Endocarditis Bakterialis
Komplikasi ini terjadi pada penderita yang tidak mengalami pembedahan, tetapi
lebih sering ditemukan pada anak yang menjalani prosedur pembuatan pintasan
selama masa bayi.
4. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif dapat terjadi pada bayi yang mengalami atresia paru dan
memiliki aliran darah kolateral yang besar. Kondisi ini hamper tanpa
pengecualian, akan menaglami penurunan selama bulan pertama kehidupan dan
penderita menjadi sianosis akibat sirkulasi paru yang menurun.
5. Hipoksia
Hipoksia terjadi akibat stenosis pulmonal yang menyebabkan aliran darah dalam
paru menurun.

H. Penatalaksanaan
a. Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
a. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah

8
b. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipneu.
c. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
d. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat
karena permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena
aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak
lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini
tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian :
1) Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut
jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10
ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila
serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit
berikutnya.
2) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative
3) penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan
aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan selanjutnya yaitu :
a. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik.
b. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi.
c. Hindari dehidrasi.

b. Tindakan Bedah
Merupakan suatu keharusan bagi semua penderita TF. Pada bayi dengan
sianosis yang jelas, sering pertama-tama dilakukan operasi pintasan atau langsung
dilakukan pelebaran stenosis trans-ventrikel. Koreksi total dengan menutup VSD
(Ventrikel Septum Defek) seluruhnya dan melebarkan PS pada waktu ini sudah
mungkin dilakukan. Umur optimal untuk koreksi total pada saat ini ialah 7-10

9
tahun. Walaupun kemajuan telah banyak dicapai, namun sampai sekarang operasi
semacam ini selalu disertai resiko besar.

c. Pengobatan Konservatif
Anak dengan serangan anoksia ditolong dengan knee-chest position, dosis
kecil morfin (1/8-1/4 mg) disertai dengan pemberian oksigen. Dengan tindakan ini
serangan anoksia sering hilang dengan cepat. Pada waktu ini diberikan pula obat-
obat pemblok beta (propanolol) untuk mengurangi kontraktilitas miokard.
Pencegahan terhadap anoksia dilaksanakan pila dengan mencegah atau mengobati
anemia defisiensi besi relative, karena hal ini sering menambah frekuensi
serangan. Asidosis metabolic harus diatasi secara adekuat.

10
2. Konsep Dasar ASD
A. Defenisi
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum
interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum
interatrial semasa janin.
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada
dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium
kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum
antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih
ringan dibanding VSD.
ASD menunjukkan terdapatnya (lubang) abnormal antara atrium kanan dan
atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup. Berdasarkan letak defek dikenal defek
sinus venosus, defek ostium sekundum, dan defek ostium primum. Atrium septal
defect merupakan adanya hubungan ( lubang ) abnormal pada sekat yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui
sekatnya karena kegagalan pembekuan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus
venosus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada
umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekunder yaitu
kegagalan pembentukan septum sekunder dan efek septum primum adalah
kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antara bilik atau
pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat ini harus ditutupi dengan
tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini
dari kanan ke kiri sebagai tindakan timbulnya syndrome Eisemenger. Bila sudah
terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraidikasikan. Tindakan
bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau
dengan menambah defek dengan sepotong dakron.
Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka
adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara
serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan
sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava

11
superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah
kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum
sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum
yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam
defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya
pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda
timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah,
maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan
dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek
dengan sepotong dakron.

A.       Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:
a.       Faktor Prenatal.
1)      Ibu menderita infeksi Rubella
2)      Ibu alkoholisme
3)      Umur ibu lebih dari 40 tahun
4)      Ibu menderita IDDM
5)      Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
b.      Faktor genetic
1)      Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
2)      Ayah atau ibu menderita PJB
3)      Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
4)      Lahir dengan kelainan bawaan lain

B. Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan
banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester
pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status,

12
saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal
untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat
ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak
begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) .
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri
pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah
melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik, dengan adanya kenaikan tekanan,
maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15
-25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising
sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ).
Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga
terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik. Karena
adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama
kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya
sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD I.
Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah
dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan
pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II Arah shunt pun bisa
berubah menjad dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung
darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Darah arterial dari atrium kiri masuk ke atrium kanan. Aliran tidak deras karena
perbedaan tekanan atrium kiri dan kanan tidak besar (tekanan atrium kiri lebih besar dari
tekanan atrium kanan. Beban pada atrium kanan, atrium pulmonalis kapiler paru, dan
atrium kiri meningkat, sehingga tekanannya meningkat. Tahanan katup pulmonal naik,
timbul bising sistolik karena stenosis relative katup pulmonal, Juga terjadi stenosis
relative katup trikuspidal, sehingga terdengar bising diastolic. Penambahan beban atrium
pulmonal bertambah, sehingga tahanan katup pulmonal meningkat dan terjadi kenaikan
tekanan ventrikel kanan yang permanen. Kejadian ini berjalan lambat. Pada ASD primum
bisa terjadi insufisiensi katup mitral atau trikuspidal sehingga darah dari ventrikel kiri
atau kanan kembali ke atrium kiri atau kanan saat sistol.

13
C. Perubahan Sitem Haemodinamik ASD

Dlm Keadaan Normal

Drh Mengalir Dr Daerah Bertekanan Tinggi Ke Daerah Yg Bertekanan


Rendah

Dr Jantung Ki Ke Jantung Ka

Sistem Sirkulasi Paru Tahanannya Rendah

Sistem Sirkulasi Sistemik Tahanannya Tinggi

Adanya Defek Pd Sekat Ventrikel

Terjadi Alirn Drh Dr V.Ki Ke V. Ka

Pirau Shunt Ki Ke Ka

Obstruksi Arteri Pulmonalis Dan Defek Septum Ventrikel

Tekanan Rongga Jantung Ka Lbh Tinggi Dr Tkn Jntg Ki

Drh Mengalir V.Ka Ke V.Ki

Pirau Dr Ka Ke Ki

Berkurangnya O2 Pd Sirkulasi Sistemik

Sianosis

14
GGN HEMODINAMIK ASD :

Tekanan Atrium Kiri Yang Lebih Tinggi Menyebabkan Darah Mengalir Ke


Atrium Kanan Dispnoe Dan Lekas Lelah

D. Manifestasi Klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :
a.       Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
b.      Tidak memiliki nafsu makan yang baik
c.       Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
d.      Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
a.       Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
b.      Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
c.       Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
d.      Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat

15
E. Pathway

Factor genetic/keturunan
Factor selama prenatal Mempengaruhi perkembangan janin / bayi
Infeksi tertentu

Terdapat defect antara atrium kanan dan Perkembangan atrium yang


kiri (ASD) abnormal

Peningkatan volume Penurunan tahanan vas Kompensasi hipertropi Penurunan volume


atrium kanan paru ventrikel kanan ventrikel kiri

Peningkatan Peningkatan Peningkatan beban Kerja jantung


workload metabolisme kerja jantung melemah
Peningkatan
aliran darah

Penurunan
Penurunan Cerebral COP
otak enchelopati
Peningkatan suplai darah palsi
kapiler paru

Penurunan darah ke Ketidak adekuatan o2


Penurunan daya dan nutrisi ke jaringan
pulmonal
Peningkatan hisap
tekanan hidrostatis
Penurunan kadar
o2 sistemik Intake in Penurunan
Ekstravasasi adekuat metabolisme sel
cairan
Foto torax Penurunan
DEFISIT NUTRISI
perfusi jaringan GANGGUAN
Cairan keluar ke TUMBUH KEMBANG
alveolus Udema
paru Penurunan o2 dan GANGGUAN PERFUSI
nutrisi sel JARINGAN

GANGGUAN Dypsnue
Penurunan
PERTUKARAN GAS metabolisme Kelemahan INTOLERAN AKTIVITAS
sel fisik

16
G. Komplikasi
a.       Gagal Jantung
b.      Penyakit pembuluh darah paru
c.       Endokarditis
d.      Aritmia

H. Penatalaksanaan
a.       Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli
bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung
yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan
terhadap data dari pada alasan yang diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat
atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3
tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus
memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat
adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau
kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan
menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang
dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah
penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan masalah irama di kemudian
hari dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi
dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini
terjadi. Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas
sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit
Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit
yang mengalami pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan
tidak sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah
pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium.
Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal
yang sangat menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit
ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam

17
beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan
perbaikan bedah semua defek sekat atrium.
b.      Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang
digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan
terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata
yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena
kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup
besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari
pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting
pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat
mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada
diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus
venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang
dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan
dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan.
Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek.
Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi
dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan
dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan
dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan
dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan
ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak
dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai
penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan
sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal
jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi
pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat
ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik
dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari

18
40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat,
menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary
bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak
terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan
survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27
tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia
kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin
menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru
c.       Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum
secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat
pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram
yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat
nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya
ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga
lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.

19
DAFTAR PUSTAKA

Lynn Betz Cecily dan A. Sowden Linda. Buku saku keperawatan pediatri, Edisi 5;
Jakarta, 2004. Penerbit Buku Kedokteran ECG
Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009.
Penerbit Buku Kedokteran ECG
Mutaqin, Arief. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Karso. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Yogyakarta : Nuha
Medika

20

Anda mungkin juga menyukai