KELAS : 2A KEPERAWATAN
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang
dilimpahkan-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Sindrom Stevens-Johnson” dengan tepat
waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak mungkin terwujud
apabila tidak ada bantuan dari berbagai pihak, melalui kesempatan ini izinkan
penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu. Dewi Puspa Rianda, SST., MPH selaku dosen Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II;
2. Kedua Orang tua penulis yang selalu mendoakan, memberikan motivasi
dan pengorbanannya baik dari segi moril, ataupun materi kepada sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini; dan
3. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan Penulis dalam pembuatan
makalah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi Penulis apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan serta
perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni:
1. Bagi Penulis
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai “Asuhan Keperawatan Sindrom Steven
Jhonson” dan meningkatkan kemampuan tentang menulis sebuah
makalah.
2. Bagi Akademis
Tulisan ini dapat digunakan sebagai referensi dan bahan masukan
dalam penulisan mengenai “Asuhan Keperawatan Sindrom Steven
Jhonson.”
3. Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk penyuluhan
dalam meningkatkan kesadaran, kepedulian, dan meningkatkan
kewaspadaan masyarakat dalam mencegah terjadinya penyakit
Sindrom Stevens Jhonson.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
persamaan dengan NET yang hanya dibedakan atas tingkat keparahannya dari
luas epidermolisis yang terkena (Zahra. 2019).
2.1.2 Etiologi
Etiologi Sindroma Steven Johnson tidak diketahui, tetapi kemungkinan
berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi terhadap obat
atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik, antikonvulsan,
butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering terlibat (Anang
Setyadi dkk, 2017).
Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Nurarif &
Kusuma, 2013):
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes
simpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus
EpsteinBarr, atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole,
valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin,
azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide,
carbamazepin).
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma).
4. Faktor idiopatik (hingga 50%).
5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek
samping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng.
Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan oleh karena
penggunaan kokain.
6. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi
alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena
penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara
turun menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom
Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide
(antibiotik), penisilin (antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigin
4
(antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin
dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.
5
pecahnya vesikel dan bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan,
ulcerasi, dan dan terbentuk krusta kehitaman.
3. Kelainan pada mata
Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang
sering terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi
conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus cornea,
iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga
dikenal trias yaitu stomatitis, conjunctivitis, balanitis, uretritis.
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi Sindrom Steven Jhonson belum jelas, diperkirakan karena
reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi sehingga
terjadi aktivasi system komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi netrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan
pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang
tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian
limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Arif Muttaqin &
Kumala Sari, 2011)
6
2.1.5 Pathways
Kerusakan integritas
kulit
7
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sindrom Stevens-Johnson didasarkan atas tingkat
keparahan penyakit yang secara umum meliputi :
1. Rawat inap
Rawat inap bertujuan agar dokter dapat memantau dan mengontrol
setiap hari keadaan penderita.
2. Preparat Kortikosteroid
Penggunaan preparat kortikosteroid merupakan tindakan life saving.
Kortikosteroid yang biasa digunakan berupa deksametason secara
intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Masa kritis
biasanya dapat segera diatasi dalam 2-3 hari, dan apabila keadaan umum
membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami
involusi, maka dosis segera diturunkan 5mg secara cepat setiap hari.
Setelah dosis mencapai 5mg sehari kemudian diganti dengan tablet
kortikosteroid, misalnya prednisone, yang diberikan dengan dosis 20 mg
sehari, kemudian diturunkan menjadi 10mg pada hari berikutnya
selanjutnya pemberian obat dihentikan. Lama pengobatan preparat
kortikosteroid kira-kira berlangsung selama 10 hari.
3. Antibiotik
Penggunaan preparat kortikosteroid dengan dosis tinggi menyebabkan
imunitas penderita menurun, maka antibiotic harus diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, misalnya broncopneneumonia
yang dapat menyebabkan kematian. Antibiotik yang diberikan
hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, ber spektrum luas, bersifat
bakterisidal, dan tidak nefrotoksik. Antibiotik yang memenuhi syarat
tersebut antara lain siprofloksasin dengan dosis 2 x 400mg intravena,
klindamisin dengan dosis 2 x 600mg intravena dan gentamisin dengan
dosis 2 x 80 mg.
4. Infuse dan Transfusi Darah
Hal yang perlu diperhatikan kepada penderita adalah mengatur
keseimbangan cairan atau elektrolit tubuh, karena penderita sukar atau
8
tidak dapat menelan makanan atau minuman akibat adanya lesi oral dan
tenggorokan serta kesadaran penderita yang menurun. Infuse yang
diberikan berupa glukosa 5% dan larutan Darrow. Apabila terapi yang
telah diberikan dan penderita belum menampakkan perbaikan dalam
waktu 2-3 hari, maka penderita dapat diberikan transfuse darah sebanyak
300 cc selama 2 hari berturut-turut, khususnya pada kasus yang disertai
purpura yang luas dan leucopenia.
5. KCl
Penderita yang menggunakan kortikosteroid umumnya mengalami
penurunan kalium atau hipokalemia, maka diberikan KCl dengan dosis 3
x 500 mg sehari peroral.
6. Adenocorticotropichormon (ACTH)
Penderita perlu diberikan ACTH untuk menghindari terjadinya supresi
korteks adrenal akibat pemberian kortikosteroid. ACTH yang diberikan
berupa ACTH sintetik dengan dosis 1 mg.
7. Agen Hemostatik
Agen hemostatik terutama diberikan pada penderita disertai purpura
yang luas. Agen hemostatik yang sering digunakan adalah vitamin K.
8. Diet
Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang
dianjurkan kepada penderita. Akibat penggunaan preparat kortikosteroid
dalam jangka waktu lama, penderita mengalami retensi natrium dan
kehilangan protein, dengan diet rendah garam dan tinggi protein
diharapkan konsentrasi garam dan protein penderita dapat kembali
normal. Penderita selain menjalani diet rendah garam dan tinggi protein,
dapat juga diberikan makanan yang lunak atau cair, terutama pada
penderita yang sukar menelan.
9. Vitamin
Vitamin yang diberikan berupa vitamin B kompleks dan vitamin C.
Vitamin B kompleks diduga dapat memperpendek durasi penyakit.
Vitamin C diberikan dengan dosis 500 mg atau 1000 mg sehari dan
9
ditujukan terutama pada penderita dengan kasus purpura yang luas
sehingga pemberian vitamin dapat membantu mengurangi permeabilitas
kapiler.
(Sri Ramayanti, 2011)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan
Sindrom Steven Jhonson biasanya mengeluh demam, malaise, kulit
merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami eritema, vesikel, bula dan terjadi purpura dan
terbentuk krusta pada bibir. Pada pemeriksaan mata, didapatkan
kelainan mata konjungtivitis.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi, riwayat konsumsi obat-obatan, riwayat penyakit
yang sebelumnya pernag dialami klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien ada yang mengalami penyakit
yang sama.
10
2) Apakah klien memiliki riwayat merokok, alcohol, dan konsumsi
obat-obatan tertentu?
3) Bagaimanakah pandnagan klien terhadap pentingnya kesehatan?
b. Pola nutrisi – metabolic
1) Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit?
2) Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
3) Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah
sakit?
4) Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
5) Apakah klien mengalami mual dan muntah?
6) Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau
sebaliknya?
Pada klien dengan Sindrom Steven Johnson, biasanya mengalami
penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.
c. Pola eliminasi
1) Bagaimana pola BAB dan BAK klien?
2) Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
3) Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
4) Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
Klien dengan Sindrom Steven Johnson, biasanya akan mengalami
retensi urin, konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari
keluarga atau perawat.
d. Pola aktivitas – latihan
1) Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di
rumah sakit?
2) Kaji aktivitas yang daoat digunakan klien secara mandiri
3) Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
11
3 = membutuhkan bantuan orang lain
4 = ketergantungan
4) Apakah klien mengeluh mudah lelah?
Klien dengan Sindrom Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan
merasa lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.
e. Pola Istirahat – Tidur
1) Apakah klien mengalami gangguan tidur?
2) Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
3) Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
Klien dengan Sindrom Steven Johnson, akan mengalami kesulitan
untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan
gatal-gatal pada kulit
f. Pola Kognitif – Persepsi
1) Kaji tingkat kesadaran klien
2) Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah
mengalami perubahan?
3) Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
4) Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
Klien dengan Sindrom Steven Johnson akan mengalami kekaburan
pada penglihatan, serta rasa nyeri dan panas di kulit.
g. Pola Persepsi Diri – Konsep Diri
1) Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang
dialaminya?
2) Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
3) Apakah klien merasa rendah diri?
Dengan keadaan kulit yang mengalami kemerahan, klien merasa malu
dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan citra dirinya.
h. Pola Peran - Hubungan
1) Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
2) Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
12
3) Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat
sekitarnya?
i. Pola Reproduksi dan Seksual
1) Bagaimanakah status reproduksi klien?
2) Apakah klien masih mengalami siklus menstruasi (jika wanita)?
j. Pola koping dan toleransi stress
1) Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
2) Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
3) Apakah klien mengkonsumsi obat penenamg?
k. Pola nilai dan kepercayaan
1) Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
2) Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
4. Pemeriksaan Fisik
a. Mata
Penglihatan kabur buram, conjungtiva anemis kelainan mata
kongjungtivitis, mata berair, edema,mata terasa gatal, menganjal,
pedih, dan lengket.
b. Mulut
Kotor, terdapat krusta, mukosa bibir kering, terdapat bula dan
purpura.
c. Kulit
Sawo matang (warna kulit), turgor kulit jelek, kering , eritema,
vesikel, bula dan terjadi purpura dan ada pula yang disertai tanda-
tanda infeksi.
I : Warna, suhu, kelembapan, kekeringan, faktor
P : Turgor kulit, edema
13
5. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a. Laboratorium : Biasanya dijumpai Leukositosis atau
eosinophilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat
dilakukan kultur darah.
b. Hiptopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear,
oedema, dan eskstravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan
basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema
intrasel di epidermis.
c. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di Pembuluh darah
dermal superficial serta terdapat komplek imun yang
mengandung IgG, IgM, IgA.
(Azna Yuliana dkk, 2019).
14
2.2.3 Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertermia b.d Proses NOC NIC
penyakit (Infeksi) Thermoregulation Temperature regulation
- Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Kriteria Hasil : - Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Suhu tubuh dalam rentang normal - Monitor TTV
Nadi dan RR dalam rentang normal - Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
- Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
akibat panas
- Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan efek negative dari
kedinginan
- Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
15
Vital sign monitoring
- Monitor TD, Nadi, Suhu dan RR
- Monitor VS saat pasien terbaring, duduk dan
berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, Nadi, RR sebelum, selama dan
setelah aktivitas
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
2. Nyeri b.d adanya bula NOC NIC
Pain level Pain Management
Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil : - Observasi reaksi nonverbal dari
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab, ketidaknyamanan
mampu menggunakan teknik - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, menemukan dukungan
16
mencari bantuan) - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
frekuensi dan tanda nyeri) - Menyatakan kebisingan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang - Kurangi faktor presipitasi nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
berkurang intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
dingin
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Tingkatkan istirahat
Analgetic Administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
- Cek riwayat elergi
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pertama kali
17
- Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas analgetik, tanda dan gejala
3. Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management
tubuh Nutritional Status : Nutrient Intake - Kaji adanya alergi makanan
Weight control - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Kriteria Hasil : - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Adanya peningkatan berat badan sesuai - Anjurkan pasien untuk mengingkatkan protein
dengan tinggi badan dari vitamin C
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi - Berikan makanan yang terpilih
badan - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
Penunjukkan peningkatan fungsi nutrisi yang dibutuhkan
pengecapan dari menelan Nutrition Monitoring
Tidak terjadi penurunan berat badan yang - BB pasien dalam batas normal
berarti
18
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nutrisi
4. Kerusakan integritas kulit NOC NIC
b.d bula yang mudah pecah Tissue integrity : Skin and mucous Pressure Management
membranes - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Hemodyalisis akses yang longgar
- Hindari kerutan pada tempat tidur pasien
Kriteria Hasil : - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Integritas kulit yang baik bisa kering
dipertahankan (sensasi, elastisitas, - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
temepratur, hidrasi, pigmentasi) - Monitor status nutrisi pasien
Tidak ada luka/lesi pada kulit
19
Perfusi jaringan baik Insision site care
Menunjukkan pemahaman dalam proses - Membersihkan, memantau dan meningkatkan
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya proses penyembuhan pada luka yang ditutup
cedera berulang dengan jahitan, klip, atau staples
Mampu melindungi kulit dan - Monitor proses kesembuhan area insisi
mempertahankan kelembaban kulit dan - Monitor tanda dan gejala infeksi pada area
perawatan alami insisi
- Gunakan preparat, antiseptic, sesuai program
- Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai
atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut)
selama program
5. Resiko infeksi b.d efek NOC NIC
samping terpasangnya infus Immune Status Infection Control (Kontrol Infeksi)
dan terapis steroid Knowledje : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Risk control lain
- Batasi pengunjung jika perlu
Kriteria Hasil : - Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci
Pasien terbebas dari tanda gejala infeksi tangan saat dan setelah mengunjungi pasien
Mendeskripsikan proses penularan - Monitor tanda dan gejala infeksi
20
penyakit, factor yang mempengaruhi - Monitor keadaan lokia (warna,jumlah dan bau)
penularan serta penatalaksanaannya - Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
Menunjukkan kemampuan untuk tindakan keperawatan
mencegah timbulnya infeksi - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
Jumlah leukosit dalam batas normal pelindung
Menunjukkan prilaku hidup sehat - Pertahankan lingkungan aseptic selama
pemasangan alat
- Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih
- Inspeksi balutan luka terhadap perdarahan
berlebihan.
- Kolaborasi pemberian antibiotic
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
21
2.2.4 Implementasi
Dalam melaksanakan rencana perawatan, perawat menggunakan
berbagai implementasi yang dirancang untuk mencegah masalah kesehatan
mental dan fisik serta mempromosikan, memelihara, dan memulihkan
kesehatan mental dan fisik. Perawat memilih implementasi sesuai dengan
level praktik (Yustiana Olfah, 2016).
2.2.5 Evaluasi
Menurut (Dinarti & Yuli Mulyati, 2017), evaluasi adalah
membandingkan secara sistematik dan terencana tentang kesehatan klien
dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada klien,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan
dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment, planning).
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahan di atas adalah :
1. Sindrom Stevens Johnson merupakan kumpulan gejala klinis yang ditandai
oleh trias kelainan pada kulit, mukosa orifium (oral, konjungtiva dan
anogenital), serta mata disertai oleh gejala umum yang berat (Komang
Ayu Witarini, 2019).
2. Beberapa penyebab sindrom steven jhonson adalah: Infeksi, efek samping
obat-obatan, keganasan, faktor idiopatik, suplemen herbal yang
mengandung gingseng, dan penggunaan kokain (Nurartif & Kusuma,
2013).
3. Secara umum gejala klinis sindrom Stevens-Johnson didahului gejala
prodromal yang tidak spesifik seperti demam, malaise, batuk, sakit kepala,
nyeri dada, diare, muntah dan arthralgia (Sri Ramayanti, 2011). Selain itu,
pada sindrom steven jhonson terdapat kelainan pada kulit, kelainan selaput
lendir di orifisium, dan kelainan pada mata (Anang Setyadi dkk, 2018).
4. Patofisiologi Sindrom Steven Jhonson belum jelas, diperkirakan karena
reaksi alergi tipe III dan IV (Azna Yuliana, 2019).
5. Penatalaksanaan sindrom steven jhonson meliputi rawat inap, preparat
kortikosteroid, antibiotic, infuse dan Transfusi darah, KCl,
Adenocorticotropichormon (ACTH), Agen Hemostatik, Diet, dan vitamin
(Sri Ramayanti, 2011).
6. Pengkajian pada sindrom steven jhonson terdiri dari: identitas, riwayat
kesehatan, pola fungsional Gordon, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium dan penunjang (Azna Yuliana dkk, 2019).
7. Diagnosa keperawatan yang lazim muncul adalah : Hipertermia b.d Proses
penyakit (Infeksi); Nyeri b.d adanya bula; Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh; Kerusakan integritas kulit b.d bula yang
23
mudah pecah; dan Resiko infeksi b.d efek samping terpasangnya infus dan
terapis steroid (Nurarif & Kusuma, 2013).
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat memerikan masukan bagi rekan- rekan
sesama mahasiswa calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami
mengenai Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Jhonson dan dapat
pengaplikasian serta mempraktikan bila menghadapi pasien dengan kasus
tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anang Setyadi, dkk. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sindrom
Steven Johnson.
https://www.academia.edu/36756426/ASUHAN_KEPERAWATAN_SI
NDROM_STEVEN_JOHNSON. 4 Februari 2021
Azna Yuliana, dkk. 2019. Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan
Sindrom Stevens Johnson (SSJ).
https://id.scribd.com/document/416125411/Lp-Askep-Steven-Johnson-
NANDA-NIC-NOC. 4 Februari 2021
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
25
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/download/96/92. 4
Februari 2021
26