Anda di halaman 1dari 9

I.

PENGARUH JUMANTIK TERHADAP KEJADIAN DENGUE


HEMORRHAGIC FEVER

Masalah : Tingginya Angka Kejadian Dengue Haemorhagic Fever


Data :
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti merupakan vektor yang paling utama, namun spesies lain seperti
Ae.Albopictus juga dapat menjadi vektor penular. Nyamuk penular dengue ini
terdapat hampir diseluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang memiliki
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD banyak
dijumpai terutama di daerah tropis dan sering menimbulkan KLB.[1]

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


menunjukkan angka kejadian DBD di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 129.650
kasus dengan jumlah kematian 1.071 orang, dan mengalami peningkatan pada tahun
2016 menjadi 204.171 kasus dengan jumlah kematian 1.598 orang, akan tetapi pada
tahun 2017 kasus DBD mengalami penurunan menjadi 68.407 kasus, dengan jumlah
kematian sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DBD tahun 2017 menurun
dibandingkan tahun 2016, yaitu dari 78,85 menjadi 26,10 per 100.000 penduduk.
Namun, penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun 2016 ke tahun 2017 tidak
terlalu tinggi, yaitu 0,78% menjadi 0,72%. [2]

Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan tempat penampungan air


menjadikan salah satu faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya kejadian
Demam Berdarah Dengue makin marak dewasa ini (Wahyudi, dkk., 2013; Lagu dkk.,
2017). Kurangnya kesadaran tersebut biasanya terjadi pada masyarakat yang memiliki
tingkat pendidikan yang rendah (Saputro dkk., 2016) atau pada masyarakat pedesaan.
Selain kurangnya kesadara, faktor lain yang memengaruhi meningkatnya kejadian
DBD dewasa ini adalah adanya alih fungsi lahan dari ruang terbuka menjadi
pemukiman warga (Kusuma & Sukendra, 2016; Kirana & Pawenang, 2017). [3]

Pada saat ini pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting dalam


penyelenggaraan upaya kesehatan (Depkes RI, 2009). Begitu juga dengan masalah
DBD, dimana pemberdayaan masyarakat melalui Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
merupakan subjek atau penyelenggara yang sangat penting dalam pengendalian
vektor DBD (Tairas, dkk, 2015). [4]

Peran dari juru pemantau jentik (jumantik) yaitu seseorang yang melakukan
dan pemantauan pemeriksaan, pemberantasan jentik nyamuk. Tindakan peran dari
Jumantik ini merupakan tugas dan tanggung jawab dalam bidang kesehatan untuk
penanggulangan DBD yaitu salah satu faktor penting untuk menjaga lingkungan serta
menurunkan kejadian demam berdarah dengue (Kemenkes RI, 2016). [5]
DAFTAR PUSTAKA

[1] B. B. R. Tri Hartiyanti, “Pengembangan Model Jumantik Bergilir Berbasis


Dasa Wisma Dan Pengaruhnya Terhadap Angka Bebas Jentik,” J. Heal. Educ.,
vol. 3, no. 2, pp. 118–125, 2018.
[2] U. Riau, “G s r s j (saruju) k p m ii b c k k,” vol. 8, no. 1, pp. 95–104, 2019.
[3] I. Luqmana, I. Putra, R. Yunus, B. I. Kurnia, and A. F. Thiago, “Penyuluhan
JUMANTIK di dusun Ploso I , Karangtritis , dan Klayu II , desa
Sumberwungu,” vol. 3, no. 1, pp. 9–16, 2019.
[4] S. S. Adhytia Bagus Adnan, “Peran Kader Jumantik Terhadap Perilaku
Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Kelurahan Tebet Timur Tahun 2019,” Jukmas, vol. 3,
no. 204–2018, 2019.
[5] D. P. Mullo, E. M. Mantjoro, W. P. J. Kaunang, F. Kesehatan, M. Universitas,
and S. Ratulangi, “JENTIK ( JUMANTIK ) DENGAN KEJADIAN DEMAM
BERDARAH DENGUE DI PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue
( DBD ) adalah suatu penyakit oleh infeksi virus menular dengue yang yang
ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk betina dari spesies nyamuk
Aedes aegypt,” vol. 8, no. 7, pp. 234–241, 2019.
II. PENGARUH TERAPI NON FARMAKOLOGI YOGA DISMENORE DAN
AROMATHERAPY LAVENDER TERHADAP TINGKAT NYERI
DISMENORE PADA REMAJA

Masalah : Nyeri Saat Menstruasi (Dismenore)


Data :
Dismenore merupakan gangguan ginekologi yang sekarang ini sering terjadi
dikalangan wanita yang menginjak remaja. Nyeri haid atau dismenore merupakan
ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan rasa
nyeri timbul, faktor psikologis juga ikut berperan terjadinya dismenore pada beberapa
wanita. Wanita pernah mengalami dismenore sebanyak 90%. Masalah ini setidaknya
mengganggu 50% wanita masa reproduksi dan 60-85% pada usia remaja, yang
mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah maupun kantor. Pada umumnya 50-
60% wanita diantaranya memerlukan obat-obatan analgesik untuk mengatasi masalah
dismenore ini (Annathayakheisha, 2009). Keluhan yang paling sering dirasakan
adalah sakit menusuk, nyeri yang hebat di sekitar bagian perut bawah dan bahkan
kadang mengalami kesulitan berjalan sering dialami ketika dismenore menyerang.[1]
dan dismenore merupkan keluhan utama remaja putri yang menstruasi.
Dismenore dapat dikurangi secara farmakologis dan nonfarmakologis. Salah
satunya adalah dengan gerakan yoga (Arifin, 2008). Yoga merupakan salah satu jenis
tekhnik relaksasi yang dapat menurunkan intensitas nyeri dengan merilekskan otot-
otot skelet yang mengalami spasme dan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme (Smeltzer dan Bare, 2002).[2]
Hasil penelitian Cakir M, et al., (2000) di Amerika presentase kejadian
dismenore merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar 63,5%, diikuti
oleh ketidak teraturan menstruasi 31,2% [3]
Angka kejadian dismenorea menurut Proverawati (2012) di Indonesia
diperkirakan sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36%
dismenorea sekunder.[4] Manfaat berlatih yoga diantaranya, meningkatkan sirkulasi
darah keseluruh tubuh, meningkatkan kapasitas paru saat bernafas, mengurangi
ketegangan tubuh, fikiran dan mental, serta mengurangi rasa nyeri. Selain itu yoga
juga dipercaya dapat mengurangi cairan yang menumpuk di bagian pinggang yang
menyebabkan nyeri saat haid. [4]
Dari uraian diatas dan mengingat sering timbulnya masalah dismenore pada
remaja yang dapat mengganggu aktivitas belajar mengajar maka perlu adanya
penelitian untuk mencari alternative terapi yang mudah dilakukan dan tidak
memerlukan biaya untuk mencegah dan mengatasi masalah dismenore tersebut
dengan senam dismenore dalam mengurangi maupun mengatasi masalah nyeri haid
ini.[5]
DAFTAR PUSTAKA

[1] N. P. Ningrum, “Efektifitas Senam Dismenore Dan Yoga Untuk Mengurangi


Dismenore,” Glob. Heal. Sci., vol. 2, no. 4, pp. 325–331, 2017, doi:
10.1177/0883073818776157.
[2] W. Astuti, Rahayu, Dewi, Ayu Mustika, “Pengaruh Gerakan Yoga Terhadap
Penurunan Nyeri Dismenore Pada Siswi Smp Al-Fattah Semarang,” pp. 1–7,
2015.
[3] S. R. H. Melda Friska Manurung1, Sri Utami2, “Efektivitas Yoga Terhadap
Nyeri Dismenore Pada Remaja,” Cybrarians J., vol. 2, no. 37, pp. 1–31, 2015,
doi: 10.12816/0013114.
[4] G. Yogyakarta, “Studi komparasi pemberian terapi kompres hangat dan terapi
yoga terhadap tingkat dismenorea pada siswi kelas viii di smp n 4 gamping
yogyakarta,” 2016.
[5] P. Istiqomah, “Efektivias Senam Disminore Dalam Mengurangi Dismenore
Pada Remaja Putri Di SMU N 5 Semarang,” Progr. Stud. Ilmu Keperawatan
Univ. Diponegoro, 2009.
III. PENGARUH HAND WASHING HEALTH EDUCATION TERHADAP
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA MASYARAKAT

Masalah : Rendahnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Perilaku PHBS


Data :
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan karena kesadaran
pribadi sehingga keluarga dan seluruh anggotanya mampu menolong diri sendiri pada
bidang kesehatan serta memiliki peran aktif dlaam kegiatan di masyarakat (Kemenkes
RI, 2018). Salah satu konsep PHBS yang wajib dilaksankan adalah PHBS di rumah
tangga yang mempunyai tujuan agar seluruh anggota rumah tangga untuk aktif tahu,
mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup yang bersih dan sehat serta memiliki
peran yang aktif untuk bergerak di lingkungan masyarakat. Tujuan utama dari konsep
PHBS di tingkat rumah tangga adalah terlaksananya rumah tangga yang sehat. [1]
Cuci tangan belum menjadi budaya masyarakat di Indonesia. Kebiasaan
mencuci tangan harus dibiasakan sejak dini karena salah satu sumber penularan
penyakit adalah tangan yang tidak bersih. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan tentang cuci tangan pakai
sabun sebelum dan sesudah intervensi penayangan video pada siswa. [2]
Kesehatan pada anak prasekolah menjadi salah satu dasar untuk melihat sejauh
mana derajat kesehatan pada anak. Mempertahankan kesehatan anak prasekolah
merupakan tanggung jawab orang tua. Permasalahan perilaku kesehatan pada anak
prasekolah biasanya terkait dengan kebersihan perorangan dan lingkungan, salah
satunya adalah kebiasaan cuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga
sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan sering
kali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari
satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung.
[3]
Menurut (Departemen Kesehatan RI, 2011) Bibit penyakit akan mudah masuk
ke dalam tubuh melalui tangan yang akan mengakibatkan timbulnya penyakit seperti
diare, cacingan, TB, ISPA. Upaya promotif dan preventif dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan anak dapat dilakukan dengan penerapan perilaku hidup bersih dan
sehat (Notoatmodjo, 2010). Salah satu indikator dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) adalah Cuci Tangan Pakai Sabun. Cuci Tangan Pakai Sabun merupakan salah
satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan
sabun dan air untuk menjadi bersih serta merupakan salah satu upaya pencegahan
penyakit. Oleh sebab itu perlu diinformasikan sedini mungkin tentang kegiatan
promosi kesehatan yang berdampak besar akan kesehatan masyarakat di seluruh
Indonesia (Megawati, 2018). [3]
Berdasarkan data dari kemenkes RI tahun 2017, sebanyak 1,7 juta anak
meninggal karena diare setiap tahunnya, mencuci tangan dengan air hanya dapat
membunuh kuman sebanyak 10 persen, namun dengan menggunakan sabun dapat
membunuh kuman sampai 80 persen. Data tentang PHBS penduduk secara umum
diketahui bahwa hanya sebanyak 47% masyarakat Indonesia yang melakukan praktek
cuci tangan pakai sabun dengan benar. Salah satu upaya pemberian pendidikan
kesehatan disekolah adalah melalui promosi kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat
dilaksanakan dengan menggunakan media yang disesuaikan dengan sasaran. Cara
efektif dalam pendekatan kelompok adalah dengan metode diskusi dan ceramah.[4]
Hasil penelitian oleh Djarkoni, dkk menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara perilaku cuci tangan pakai sabun dengan terjadinya diare pada
anak usia sekolah, mencuci tangan dengan benar dapat mengurangi atau
menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit dan mencegah timbulnya
berbagai penyakit. Menurut Murwaningsih (2014), mencuci tangan pakai sabun
dilakukan pada waktu sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang
bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan. Menurut Infodatin
(2014), mencuci tangan dengan benar yaitu pada saat mencuci tangan sebelum makan,
sebelum menyiapkan makanan, SESUDAH buang air besar, SESUDAH menceboki
bayi/ anak, dan SESUDAH memegang unggas atau binatang, Sedangkan menurut
Riskesdas (2013), mencuci tangan dengan benar pada waktu sebelum menyiapkan
makanan, setiap kali tangan kotor, SESUDAH buang air besar, SESUDAH
menggunakan pestisida, SESUDAH menceboki bayi, dan sebelum menyusui bayi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu pengetahuan. Pengetahuan akan
perilaku hidup sehat terutama dalam mencuci tangan dengan benar sangat penting,
karena dengan adanya pengetahuan akan menumbuhkan kesadaran dan kemauan anak
untuk bersikap dan berperilaku hidup sehat, jika pengetahuan anak rendah, maka
sikap dan perilaku hidup sehat anak juga akan rendah sehingga akan berpengaruh
terhadap kesehatannya. Perlunya pembelajaran mencuci tangan pada anak untuk
meningkatkan kesehatan dan meningkatkan pengetahuan mencuci tangan dengan
benar salah satunya dengan memberikan pendidikan kesehatan.[5]
Perubahan sikap yang buruk ke yang baik dalam penelitian ini memang tidak
terlihat jauh berbeda.Tetapi dari rata-rata setiap responden yang ada, nilai sebelum
dilakukan penyuluhan meningkat setelah dilakukan penyuluhan tentang perilaku cuci
tangan pakai sabun.Cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku sehat yang terbukti
secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, ISPA, flu
burung serta penyakit kulit lainnya.[6]
DAFTAR PUSTAKA

[1] T. Siregar, N. Febriani, T. Siregar, and N. Febriani, “PENGARUH HEALTH


EDUCATION TERHADAP KEPATUHAN PERILAKU HIDUP BERSI
SEHAT ( PHBS ) WARGA
[2] N. Wati, N. Yuniar, and Paridah, “Pengaruh Intervensi Penayangan Video
Terhadap Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Tentang Cuci Tangan Pakai
Sabun Pada Siswa Sdn 10 Kabawo Tahun 2016,” J. Ilm. Mhs. Kesehat. Masy.,
vol. 2, no. 5, pp. 1–12, 2017.
[3] ‫ زاده‬.‫ ق‬.‫ب‬, “No Title1394 ”,‫مبانی شیمی مواد غذایی جان دمان‬.
[4] R. Simatupang and M. Simatupang, “Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Dengan Air Mengalir Anak Sd Di
Sekolah Dasar Negeri 157019 Pinangsori 12 Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2018,” J. Keperawatan Dan Fisioter., vol. 2, no. 1, pp. 67–73, 2019,
doi: 10.35451/jkf.v2i1.295.
[5] V. No et al., “Volume 2 No. 1, April 2019,” vol. 2, no. 1, 2019.
[6] O. A. Kahusadi, M. N. Tumurang, and M. I. Punuh, “pengaruh penyuluhan
kebersihan tangan terhadap perilaku siswa SD GMIM 76 maliambao kabupaten
minahasa utara,” Kesmas, vol. 7, no. 5, 2018.

Anda mungkin juga menyukai