Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP SECTIO CAESARIA


2.1.1 PENGERTIAN
Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin caedere yang berarti
memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetri, istilah tersebut mengacu
pada tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan
membuka dinding perut dan rahim ibu ( Lia et al.,2010)
Persalinan dengan operasi sectio caesaria ditujukan untuk indikasi
medis tertentu, yang terbagi atas indikasi untuk ibu dan indikasi untuk bayi.
Persalinan sectio caesari atau bedah ceasar harus dipahami sebagai alternatif
persalinan ketika dilakukan persalinan secara normal tidak bisa lagi
(Lang,2011)
Seksio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di
bawah anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui
insisi dinding abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah
viabilitas tercapai, misal usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles. 2011).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi
abdomen.Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada
janin atau jika telah terjadi distres janin.Sebagian kelainan yang sering
memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu,
dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan
prosedurelektif atau darurat .Untuk sectio caesarea biasanya dilakukan
anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan
dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek
depresif obat anestesi pada bayi .(Muttaqin, Arif .2010)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009

4
Bedah caesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu
dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya
dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-
komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran
normal (Yusmiati,2007).

Gambar 2.1 Sectio Caesaria


2.1.2 KLASUFIKASI OPERASI SECTIO CAESAREA
Klasifikasi atau tipe sectio caesaria terdiri atas :
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) SC klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan
janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung
kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal.
Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah7 menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.

5
2) SC ismika atau profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain : penjahitan luka
lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,
tumpang tindih dari peritoneal flap baik untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan rupture uteri
spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya
adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan
menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih
post operasi tinggi.
3) SC ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka
cavum abdominal.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
dengan sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang
(transversal), atau sayatan huruf T (T insision) (Rachman, M, 2000;
Winkjosastro, Hanifa, 2007).
2.1.3 INDIKASI
Indikasi sectio caesaria secara garis besar terdiri dari : Power,
passage dan passanger. Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute atau
relative. Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak
mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute untuk sectio
abdominal.Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan
neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relative, kelahiran
lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa
sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak
ataupun keduanya.

6
1. Indikasi ibu
1) Panggul sempit dan dystocia mekanis
a. Disproporsi fetopelvik
Disproporsi fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted
pelvis), fetus yang tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidak-
imbangan relative antara ukuran bayi dan ukuran pelvis. Yang ikut
menimbulkan masalah disproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi
fetus serta kemampuannya untuk moulage dan masuk panggul,
kemampuan berdilatasi pada cervix, dan keefektifan kontraksi uterus
b. Malposisi dan malpresentasi
Abnormalitas ini dapat menyebabkan perlunya sectio caesarea
pada bayi yang dalam posisi normal dapat dilahirkan pervaginam.
Bagian terbesar dari peningkatan insidensi sectio caesarea dalam
kelompok ini berkaitan dengan presentasi bokong. Barangkali
sepertiga dari presentasi bokong harus dilahirkan lewat
abdomen.Bukan saja akibat langsung kelahiran vaginal terhadap janin
lebih buruk pada presentasi bokong disbanding pada presentasi
kepala, tetapi juga terbukti adanya pengaruh jangka panjang
sekalipun kelahiran tersebut tanpa abnormalitas. Ada perkiraan
bahwa persalinan kaki dan bokong bayi premature yang viable paling
baik dilakukan melalui sectio caesarea
c. Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak
terkoordinasikan, inertia, cincin konstriksi dan ketidakmampuan
dilatasi cervix. Partus menjadi lama dan kemajuannya mungkin
terhenti sama sekali. Keadaan ini sering disertai disproporsi dan
malpresentasi.
d. Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak (soft tissue dystocia) dapat menghalangi
atau mempersulit kelahiran yang normal.Ini mencakup keadaan
seperti cicatrix pada saluran genitalia, kekakuan cervix akibat cedera

7
atau pembedahan, dan atresia atau stenosis vagina. Kelahiran vaginal
yang dipaksa akan mengakibatkan laserasi yang luas dan perdarahan
e. Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan
normal tidak mungkin terlaksana. Kanker invasive cervix yang
didiagnosis pada trimester ketiga kehamilan dapat diatasi dengan
sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi, pembedahan
radikal ataupun keduanya
f. Persalinan yang tidak dapat maju
Dalam kelompok ini termasuk keadaan – keadaan seperti
disproporsi cephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis
yang jelek, bayi yang besar dan defleksi kepala bayi.Sering diagnosis
tepat tidak dapat dibuat dan pada setiap kasus merupakan diagnosis
akademik. Keputusan ke arah sectio caesarea dibuat berdasarkan
kegagalan persalinan untuk mencapai dilatasi cervix dan atau
turunnya fetus, tanpa mempertimbangkan etiologinya.
2) Pembedahan sebelumnya pada uterus
a. Sectio caesaria
Pada sebagian besar Negara ada kebiasaan yang dipraktekkan
akhir-akhir ini, yaitu setelah prosedur pembedahan caesaria
dikerjakan, maka semua kehamilan yang mendatang harus diakhiri
dengan cara yang sama. Bahaya rupture lewat tempat insisi
sebelumnya dirasakan terlalu besar. Akan tetapi, pada kondisi tertentu
ternyata bisa dilakukan trial of labor dengan kemungkinan persalinan
lewat vagina. Kalau upaya ini berhasil, baik morbiditas maternal
maupun lamanya rawat inapakan berkurang.
b. Histerotomi
Kehamilan dalam uterus akan disertai bahaya rupture uteri bila
kehamilan sebelumnya diakhiri dengan histerotomi. Resikonya sama
seperti resiko sectio caesarea klasik. Histerotomi kalau mungkin
harus dihindari dengan pertimbangan bahwa kehamilan berikutnya
akan mengharuskan sectio caesaria.

8
3) Pendarahan
a. Placenta previa
Sectio caesarea untuk placenta previa centralis dan lateralis
telah menurunkan mortalitas fetal dan maternal. Keputusan akhir
diambil melalui pemeriksaan vaginal dalam kamar operasi dengan
menggunakan double setup.Darah sudah tersedia dan sudah
dicocokkan (cross-matching).Team dokter bedah harus sudah siap
sedia. Jika pada pemeriksaan vaginal ditemukan placenta previa
centralis atau partialis, sectio caesarea segera dikerjakan.
b. Abruptio placentae
Abruptio placentae yang terjadi sebelum atau selama persalinan
awal dapat diatasi dengan pemecahan ketuban dan pemberian tetesan
oxytocin. Kalau perdarahannya hebat, cervix mengeras dan menutup
atau kalau ada kecurigaan apoplexia uteroplacental, maka diperlukan
sectio caesarea untuk menyelamatkan bayi, mengendalikan
perdarahan, mencegah afibrinogenemia dan untuk mengamati
keadaan uterus serta kemampuannya berkontraksi dan mengendalikan
perdarahan. Pada sebagian kasus diperlukan tindakan histeroktomi.
4) Toxemia gravidarum
Toxemia gravidarum dapat menyebabkan pengakhiran
kehamilan sebelum waktunya.Pada sebagian besar kasus, pilihan
metodenya adalah induksi persalinan. Kalau cervix belum matang dan
induksi sukar terlaksana, sebaiknya dikerjakan sectio caesarea.
5) Lain – lain
a. Primigraviditas usia lanjut
Primigraviditas usia lanjut sulit didefinisikan. Sementara umur
bervariasi dari 35 hingga 40 tahun, factor – factor lain juga sama
pentingnya. Factor – factor ini mencakup ada tidaknya segmen bawah
uterus yang baik, kelenturan atau kekakuan cervix dan jaringan lunak
jalan lahir, kemudahan menjadi hamil, jumlah abortus, presentasi
anak dan koordinasi kekuatan his. Kalau semua hal ini
menguntungkan, kelahiran per vaginam harus dipertimbangkan.

9
Kalau factor – factor yang merugikan terdapat, maka sectio caesarea
merupakan prosedur yang lebih aman dan lebih bijaksana.
b. Bekas jahitan pada vagina
Dikerjakan sectio caesarea efektif kalau ada kekhawatiran
bahwa kelahiran lewat vagina yang pernah dijahit akan menimbulkan
cystocele, rectocele dan prolapsus uteri
c. Anomali uteri congenital
Bukan saja uterus yang abnormal itu fungsinya jelek, tetapi juga
pada kasus anomali seperti uterus bicornuata, salah satu ujungnya
dapat merintangi jalannya bayi dari ujung yang lain. Pada keadaan
seperti ini harus dikerjakan section caesarea.
d. Riwayat obstetric yang jelek
Kalau kelahiran sebelumnya berlangsung dengan sukar dan
menimbulkan cedera luas pada cervix, vagina serta perineum, atau
kalau bayinya pernah cedera, maka dipilih sectio caesarea bagi
kelahiran berikutnya
e. Forceps yang gagal
Forceps yang gagal merupakan indikasi dilakukannya sectio
caesarea. Lebih bijaksana bila beralih ke kelahiran per abdominam
daripada menarik bayi lewat panggul dengan paksa.
f. PEB (Pre Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas.Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi(Mochtar,1998).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.Penyakit ini
umumnya terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi
sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.Pada penatalaksanaan

10
pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah pemeriksaan antenatal
yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini
mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit
tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan adalah untuk
mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya janin lahir
hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 1998)
g. KPD ( Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak
(Manuaba, 2001).
Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu
premature rupture of membran dan preterm rupture of membrane.
Keduanya memiliki gejala yang sama yaitu keluarnya cairan dan
tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan
mendadak disertai bau yang khas, namun berbeda dengan bau air
seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disertai rasa
mules atau sakit perut. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan
perih dan sakit jika si janin bergerak (Barbara, 2009).
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum
ditemukan.Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu
riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama
kehamilan.Beberapa faktor resiko dari KPD yaitu polihidramnion,
riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban,
kehamilan kembar, trauma dan infeksi pada kehamilan seperti
bakterial vaginosis (Mochtar, 1998).
2. Indikasifetal
1) Gawat janin
Gawat janin, yang ditunjukkan dengan adanya bradycardia berat,
irregularitas denyut jantung anak atau adanya pola deselerasi yang

11
terlambat, kadang-kadang menyebabkan perlunya sectio caesarea
darurat.
2) Cacat atau kematian janin sebelumnya
Khususnya pada ib-ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat
atau mati dilakukan sectio caesarea efektif
3) Prolapsus funiculus umbilicalis
Prolapsus funiculus umbilicalis dengan cervix yang tidak
berdilatasi sebaiknya diatasi dengan sectio caesarea, asalkan bayinya
berada dalam keadaan baik.
4) Insufisiensi plasenta
Pada kasus retardasi pertumbuhan intrauterine atau kehamilan post
mature dengan pemeriksaan klinis dan berbagai test menunjukkan
bahwa bayi dalam keadaan bahaya, maka kelahiran harus dilaksanakan.
Jika induksi tidak mungkin terlaksana atau mengalami kegagalan,
sectio caesarea menjadi indikasi. Dengan meningkatnya kemampuan
dokter – dokter anak untuk menyelamatkan bayi – bayi yang kecil dan
kalau memang diperlukan, sectio caesarea dapat memberikan
kesempatan hidup dan kesempatan untuk berkembang secara normal
kepada bayi – bayi ini.
5) Diabetes maternal
Fetus dari ibu diabetic cenderung lebih besar daripada bayi normal
keadaan ini bisa mengakibatkan kesulitan persalinan dan kelahiran.
Meskipun bayi – bayi ini berukuran besar, namun perilakunya
menyerupai bayi premature dan tidak bisa bertahan dengan baik
terhadap beban persalinan lama.Kematian selama persalinan dan
pascalahir sering terjadi.Disamping itu, sejumlah bayi meninggal
dalam kandungan sebelum maturitasnya tercapai.Karena adanya
bahaya terhadap keselamatan fetus ini dan karena proporsi timbulnya
toxemia yang tinggi pada ibu hamil yang menderita diabetes, maka
kehamilan perlu diakhiri sebelum waktunya.Jika keadaannya
menguntungkan dan persalinan diperkirakan berlangsung mudah serta
cepat, maka dapat dilakukan induksi persalinan. Akan tetapi pada

12
primigravida dan multipara dengan cervix yang panjang dan tertutup
atau dengan riwayat obstetric yang jelek, sectio caesarea adalah metode
yang dipilih.
6) Inkompatibilitas rhesus
Kalau janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu Rh-
negatif yang menjadi peka dan kalau induksi serta persalinan per
vaginam sukar terlaksana, maka kehamilan dapat diakhiri dengan
sectio caesarea bagi kasus – kasus yang terpilih demi keselamatan janin
7) Postmortem caesarean
Kadang – kadang bayi masih hidup bilamana sectio caesarea
segera dikerjakan pada ibu hamil yang baru saja meninggal dunia.
8) Infeksi virus herpes pada traktus genitalis
Virus herpes menyebabkan infeksi serius yang sering fatal pada
bayi baru lahir. Kalau dalam jalan lahir terdapat virus herpes pada saat
kelahiran, maka sedikitnya 50% dari bayi – bayi yang lahir akan
terinfeksi dan separuh diantaranya akan cacat berat, bila tidak
meninggal, akibat infeksi herpetic ini. Bahaya terbesar timbul kalau
infeksi primer genital terjadi 2 hingga 4 minggu sebelum kelahiran.
Transmisi lewat placenta tidak begitu penting bila dibandingkan
dengan kontak langsung selama persalinan dan kelahiran. Pada kontak
langsung, kontaminasi terjadi pada mata, kulit, kulit kepala, tali pusat
dan traktus respiratorius atas dari bayi yang dilahirkan. ( Harry Oxorn
& William R. Forte : hal 634 )
9) Kelainan Letak Janin
Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain :
Kelainan pada letak kepala

a. Letak kepala tengadah


Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah.Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.

13
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5%

c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.

d. Letak Sungsang
Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim,
kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar,
1998).Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang merupakan keadaan
dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri.Dikenal beberapa jenis
letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki.
10) Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi.Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
11) Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini
Kasdu, 2003).

14
2.1.4 KONTRA INDIKASI
1. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus sehingga
kemungkinan hidup kecil, dalam hal ini tidak ada alasan untuk
melakukan operasi
2. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi
3. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas
4. Adanya kelainan kongenital berat
2.1.5 ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Alat Genetalia Interna
1) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan
dan pelepasan ovum, serta sintesis dari sekresi hormone steroid. Ukuran
ovarium, panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm.
Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan
menempel pada lakukan dinding lateral pelvis di antara muka eksternal
yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica waldeyer.
Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Dua
fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi
hormon. Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks
steroid (estrogen, progesteron, dan14 androgen) dalam jumlah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita
normal.

15
Gambar 2.2 :Alat genetalia interna
2) Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh
peritoneum/ serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.
Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm
pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan
antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan
beratnya 80 gram/ lebih. Uterus terdiri dari:
a. Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus.
b. Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri
terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai
fungsi utama sebagai janin berkembang.
c. Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak
dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun
terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta
pembuluh darah.
d. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium,
dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
3) Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara
kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan16 jalan
ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm.
Tuba falopii oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran
mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars interstialis : bagian tuba yang
terdapat di dinding uterus, pars ismika : bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya, pars ampularis : bagian yang terbentuk agak lebar tempat
konsepsi terjadi, pars infudibulum : bagian ujung tuba yang terbuka ke
arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
4) Serviks

16
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat
perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian
supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang
serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada
wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa
serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastic (Evelyn, 2002).
2.1.6 KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut :
1. Pada ibu

1) Infeksi puerperal
a. Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c. Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang–cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri
3) Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung kencing,
embolisme paru– paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi
4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi rupture uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak
ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
2. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan
sectio caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan
untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik di negara – negara
dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian
perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4 – 7 %. (Sugeng
Jitowiyono : hal 44)

17
2.2 KONSEP METODE OPERASI WANITA (MOW)
2.2.1 Pengertian
MOW (Metode Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat
disebut dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap
kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat
melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu
dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu
gairah seks wanita tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi
(mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak
dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan Sujiayatini, 2009) jadi dasar
dari MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga spermatozoa dan
ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2004). Program MOW sendiri dibagi
menjadi 2 yaitu diantaranya:
1. Program rumah sakit :
a) Pelaksanaan MOW pasca operasi/ pasca melahirkan.
b) Mempunyai penyakit ginekologi.
2. Reguler : MOW dapat dilakukan pada masa interval.

Gambar 2.3 Tubektomi

18
2.2.2 Syarat melakukan Metode Operatif Wanita (MOW)
Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2002), yaitu sebagai berikut :
a. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara
cara kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta
pengetahuan tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro,
2005).
b. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis,
umur istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang
anak hidup dan anak terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro, 2005).
c. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat 12
memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau
kontraindikasi untuk menjalani kontrasepsi mantap. Pemeriksaan
seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan apakah seseorang
dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak boleh
menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang
mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan
ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006).
2.2.3 Teknik melakukan Metode Operatif Wanita (MOW)
1) Tahap persiapan pelaksanaan
a. Informed consent
b. Riwayat medis/ kesehatan.
c. Pemeriksaan laboratorium.
d. Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsisdaerah
abdomen.
e. Anestesi.
2) Tindakan pembedahan teknik yang digunakan dalam pelayanan
tubektomi antara lain:

19
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu,
hanya diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut
bawah (suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat
bawah).Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative
murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang mendapat pelatihan
khusus.Operasi ini juga lebih aman dan efektif (Syaiffudin, 2006).
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan
tuba dilakukan melalui sayatan kecil.Setelah tuba didapat, kemudian
dikeluarkan, diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut
ditutup kembali, luka sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan
steril serta bila tidak ditemukan komplikasi, klien dapat dipulangkan
setelah 2 - 4 hari. (Syaiffudin, 2006).
b). Laparoskopi

Gambar 2.4 : MOW laparoscopy


Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan
Kandungan yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya
aman dan efektif.Teknik ini dapat dilakukan pada 6 – 8 minggu pasca
pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi).Laparotomi
sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena
peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup

20
mahal.Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan
dengan anestesi lokal dan diperlakukan sebagai klien rawat jalan
setelah pelayanan (Syaiffudin, 2006).
2.2.4 Perawatan post operasi
a. Istirahat 2-3 jam
b. Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu
c. Ambulasi dini
d. Diet biasa
e. Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama 1
minggu, cari pertolongan medis bila demam (>380), waspada rasa sakit
pada abdomen yang menetap dan perdarahan luka insisi.
2.2.5 Waktu pelaksanaan Metode Operatif Wanita (MOW)
Menurut Wiknjosastro (2005) pelaksanaan MOW dapat dilakukan
pada saat:
1) Masa Interval (selama waktu selama siklus menstruasi)
2) Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam,
atau selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi
pasca persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba dan
infeksi yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan
berkurang setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan. Pada
hari tersebut uterus dan alat alat genetal lainnya telah mengecil dan
menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan infeksi.
3) Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
4) Waktu opersi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut
hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai
indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada
pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat dipergunakan
sekaligus untuk melakukan kontrasepsi mantap.

21
Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW
(Metode Operasi Wanita) dapat dilakukan pada:
1) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara
rasional klien tersebut tidak hamil
2) Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3) Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah dalam
keadaan tidak hamil.
4) Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau
laparoskopi setelah triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7
hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan
kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik,
tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparotomi saja.
2.2.6 Indikasi Metode Operatif Wanita (MOW)
Konferensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela
Indonesia tahun 1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan
pada umur 25-40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri
antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30-35 tahun
dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35-40 tahun dengan satu anak atau
lebih sedangkan umur suami sekurang kurangnya berumur 30 tahun,
kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh
pasangan tersebut (Wiknjosastro,2005).
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai
berikut:
1) Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila
wanita ini hamil lagi.
a) Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum,
penyakit jantung, dan sebagainya.

22
b) Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis),
sering menderita psikosa nifas, dan lain lain.
2) Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang,
seksio sesarea yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
3) Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan
untuk sekaligus melakukan sterilisasi.
4) Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial
ekonomi yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
a) Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur
ibu, kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri,
misalnya umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil
perkaliannya adalah 120.
b) Mengikuti rumus 100
Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang Umur ibu 30
tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang Umur ibu 35 tahun ke atas
dengan anak hidup 2 orang.
2.2.7 Kontraindikasi Metode Operatif Wanita (MOW)
Menurut Mochtar (1998) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu
dibagi menjadi 2 yang meliputi indikasi mutlak dan indikasi relatif:
1) Kontra indikasi mutlak
a) Peradangan dalam rongga panggul
b) Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
c) Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan
2) Kontraindikasi relative
a) Obesitas berlebihan
b) Bekas laparotomi

23
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya
tidak menjalani Tubektomi yaitu:
1) Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai.
2) Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya.
3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan
atau dikontrol.
4) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa yang akan
datang
5) Belum memberikan persetujuan tertulis.
2.2.8 Keuntungan Metode Operatif Wanita (MOW)
Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini
antara lain:
1) Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi.
2) Tidak mengganggu kehidupan suami istri.
3) Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
4) Tidak mempengaruhi ASI.
5) Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali
tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis.
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan dari
kontrasepsi mantap adalah sebagai berikut:
1) Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan).
2) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breast feeding).
3) Tidak bergantung pada faktor senggama.
4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang
serius.
5) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
6) Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada
produksi hormon ovarium).
2.2.9 Kerugian Metode Operatif Wanita (MOW)
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati dan
Sujiyat ,2009) yaitu antara lain:

24
1) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak
dapat dipulihkan kembali.
2) Klien dapat menyesal dikemudian hari.
3) Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum.
4) Rasa sakit/ ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
5) Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis
ginekologi atau dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi

2.3 Kamar Operasi


2.3.1 Pengertian
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk
melakukan pembedahan, baik efektif maupun emergency, yang
membutuhkan keadaan suci hama (steril). Kamar bedah adalah ruang dimana
dilakukan tindakan sehubungan dengan pembedahan. Ruangan ini
merupakan ruangan terbatas atau ketat.(HIPKABI:2010 )
Kamar operasi adalah salah satu fasilitas di rumah sakit dan termasuk
sebagai fasilitas yang mempunyai banyak persyaratan. Fasilitas ini
dipergunakan untuk pasien-pasien yang membutuhkan tindakan operasi,
terutama untuk tindakan operasi besar. Sebuah operasi yang komplek akan
terbagi menjadi 3 periode yaitu:
1. Prior surgery
2. During surgery
3. After surgery
2.3.2 Sejarah Kamar Operasi
Perkembangan operasi terjadi di berbagai daerah pada waktu yang
berbeda, di China, India, Ameka Serikat, Mesopotamia, Persia, Arab dan
akhirnya Eropa. Para ahli bedah awal baik imam, penyihir, dokter atau
tukang cukur, pedagang yang memahami anatomi dan merasa nyaman
dengan praktik umum amputasi dan trephination. Trephination mungkin
yang tertua dari operasi yang kita ketahui. Karena melibatkan pemotongan
atau grinding lubang di tengkorak, sisa-sisa yang berlimpah, seperti tulang
tengkorak manusia telah berlangsung selama sebanyak 12.000 tahun yang
utuh. Neolitik bukti trephination telah ditemukan diperadaban yang berbeda,

25
mulai dari pra-inca di AS (2000SM), ke Eropa awal di Perancis (5100 SM),
untuk orang Mesir memperluas kembali untuk alasan spiritual dan magis,
dan dilakukan oleh raja-raja, imam, penyihir dan dokter.
Kemudian digunakan untuk meredakan tekanan untuk cidera kepala,
kejang dan gangguan mental seperti psikosis. Selama masa ini, praktisi yang
paling umum adalah ahli bedah medan perang, yang memindahkan panah,
perban diterapkan, amputasi dilakukan dan dibagikan berharap kasar untuk
kedua terluka dan mereka yang terus melawan. Dia, di kali, sangat dihargai
baik oleh laki-laki dan petugas mereka. Seorang ahli bedah “yang tahu
bagaimana untuk memotong panah dan meringkan pedih dari luka oleh
unguent menenangkan adalah tentara lebih banyak nilai dari pahlawan
lainya.” ‘Dokter’ kata itu mungkin diciptakan oleh Homer. Nama dari dialek
lonia diucapkan di koloni-koloni Yunani dan Aegea timur berarti “Extraktor
anak panah.”
Dahulu prosedur operasi tidak selalu dilakukan dalam lingkungan
khusus rumah sakit, ahli bedah melakukan kunjungan rumah atau dipanggil
untuk memeriksa pasien. Di awal tahun 1900an, perawat kamar operasi
diminta untuk menyiapkan kamar atau ruangan yang sesuai yaitu ruangan
dengan lalu lintas yang minimal dan sedikti suara untuk prsedur operasi.
Biasanya ruang makan, tapi kurang juga dapur. Segalanya dikeluarkan dari
kamar, terutama karpet, gantungan, gambar dan juga mebel. Kamar operasi
diasapi dengan sulfur dioksida selama 12 jam dan jika sudah waktunya mau
dipakai. Ini dilakukan dengan membakar 3 pon sulfur di peruak terbuat dari
besi untuk tiap-tiap 100 kaki kubik ruangan. Jendela dan pintu ditutup
serapat mungkin. Ketika pengasapan telah selesai, tembok dan permukaan
disikat dengan karbol 5% atau larutan soda panas. Von Esmarch
menggambarkan pembersihan dinding meliputi proses penggosokan
permukaan dengan roti halus, dia mendasarkan tindakan ini pada
eksperiemen pribadi. Jika waktu tidak cukup dilakukan proses pengasapan/
penyikatan, ruangan seharusnya telah dipenuhi dengan uap dan ceret linen
dan handuk yang akan dipakai direbus selama 5 menit di larutan soda untuk
digunakan sebagai spon, kompor dan oven berguna sebagai alat sterilisasi.

26
Batu bata tetap dioven untuk digunakan sebagai alat penghangat bagi pasien
anak yang kedinginan. Meja dapur atau ruang makan telah dialasi untuk
digunakan meja operasi dan ditempat di bawah tempat lilin, dengan kepala
mengarah ke jendela. Untuk kerahasiaan, kertas tisu yang berwarna putih
digunakan di dekat jendela dengan memakai adonan tepung. Banyak ahli
bedah menggunakan lampu portable untuk digunakan di dalam rumah yang
mempuyai listrik. Ini sangat berguna di malam hari. Sprei tempat tidur putih
di paku di semua pojok sebagai lapisan pelindung, lingkungan fisik sangat
penting untuk ahli bedah. Suhu kamar harus dijaga pada suhu 75-80ºF dan
tambahan alat untuk menghangatkan ruangan, seperti selimut hangat, botol
air panas, dan batu bata hangat dibungkus dengan kain flannel. Disamping
menyiapkan lingkunan, perawat kamar operasi diharuskan mempunyai 10
galon air steril yang panas yang siap digunakan, Termasuk tugas perawat
yaitu meyiapkan larutan garam steril dengan mendidihkan sebuah wadah
besar yang berisi air dan menambahkan 2 sendok teh garam meja. Campuran
direbus selam 30 menit, kemudian disaring menggunakan kapas yang sudah
dipanggang sampai berwarna kecoklatan ke dalam botol steril. Gabus
dipergunakan untuk menutup lubang. Terutama bila larutan disimpan untuk
penggunaan yang akan datang, botol yang sudah direbus selama 20 menit
selama 3 hari berurutan, ini dipercaya untuk tumbuhnya spora. Sebagai
kesimpulan dari prosedur pembedahan bahwa perawat kamar operasi
diperlukan untuk membongkar, mendidihkan, mengeringkan dan mengepak
instrument ahli bedah ke dalam tasnya. Ruangan dikembalikan pada keadaan
semula dengan melepas dan membuang lembaran-lembaran dari dinding dan
mengeluarkannya untuk dicuci dan mengembalikannya. Akhirnya perawat
kamar operasi meninggalkan ruangan, keadaan diwaktu dia mau
menggunakannya

27
Gambar 2.5 Kamar
Operasi Masa Lampau
2.3.3 Pembagian Daerah Sekitar Kamar Operasi
Daerah kamar operasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Daerah public yaitu daerah yang boleh dimasuki oleh semua orang tanpa
syarat khusus. Misalnya: kamar tunggu, depan komplek kamar operasi
2. Daerah semi public yaitu daerah yang bisa dimasuki oleh orang-orang
tertentu saja, yaitu petugas. Dan biasanya diberi tulisan “DILARANG
MASUK SELAIN PETUGAS”. Dan sudah ada pembatasan tentang
jenis pakaian yang dikenakan oleh petugas (pakaian khusus kamar
operasi) serta penggunaan alas kaki khusus di dalam.

28
3. Daerah aseptic yaitu daerah kamar bedah sendiri yang hanya bisa
dimasuki oleh orang yang langsung ada hubungannya dengan kegiatan
pembedahan. Umumnya daerah yang harus dijaga kesucihamaannya.
Daerah aseptic dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1) Daerah aseptik 0 yaitu lapangan operasi, daerah dilakukannya
pembedahan
2) Daerah aseptik 1, yaitu daerah memakai gaun operasi, tempat
duk/kain steril, tempat instrument dan tempat perawat instrument
mengatur dan mempersiapkan alat. (area 1 meter dari aseptik 0 )
3) Daerah aseptik 2, yaitu tempat mencuci tangan, koridor penderita
masuk, daerah sekitar ahli anasthesia dan daerah operasi.
2.3.4 Persyaratan Kamar Bedah
Kamar operasi yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Letak
Letak kamar operassi berada ditengah-tengah rumah sakit berdekatan
dengan unit gawat darurat (IRD), ICU dan unit radiology
2. Bentuk
Kamar operasi tidak bersudut tajam, lantai, dinding, dan langit-langait
berbentuk melengkung dan warna tidak mencolok. Sedangkan lantai dan
dinding harus dari bahan yang rata, kedap air, mudah dibersihkan dan
tidak menampung debu
3. Ukuran
Ukuran kamar bedah bermacam-macam tergantung dari besar kecilnya
Rumah Sakit. Tetapi bisa ditetapkan minimal 5,6 m x 5,6 m ( 29,1m2),
dan untuk kamar operasi khusus 7,2 m x 7,8 m (56m2)
4. Sistem Ventilasi
Ventilasi kamar operasi harus dapat diatur dengan alat control dan
penyaringan udara dengan menggunakan filter. Idealnya menggunakan
sentral AC dan pertukaran sirkulasi udara harus berbeda. Daerah tropis
suhu udara diantara 19º - 22º C, sedangkan daerah dingin antara 20º - 24º
C, kelembabannya antara 55%.

29
5. Sistem penerangan
Lampu operasi menggunakan lampu khusus, sehingga tidak menimbulkan
panas, cahaya terang, tidak menyilauakn dan arah sinar mudah diatur
posisinya.Lampu penerangan menggunakan lampu pijar putih dan mudah
dibersihkan.Pencahayaannya antara 300-500 lux, meja operasi 10.000-
20.000 lux.
6. Peralatan
Semua peralatan yang ada di kamar operasi harus beroda dan mudah
dibersihkan.Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaannya harus
menempel pada alat tersebut agar mudah terbaca. System pelistrikan
dijamin aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan arus
listrik untuk mencegah bahaya gas anatesi
7. Sistem instalassi gas medis
Pipa ( out let ) dan konektor N2O dan oksigen , dibedakan warnanya, dan
dijamin tidak bocor serta dilengkapi dengan system pembuangan atau
penghisap udara untuk mencegah penimbunan gas anestesi
8. Pintu
Pintu masuk dan keluar pasien dan petugas harus berbeda.Setiap pintu
harus menggunakan door closer (bila memungkinkan). Dan setiap pintu
diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan kamar tanpa membuka pintu
9. Pembagian area
Batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area ketat, dan ada
ruangan persipan untuk serah terima pasien dari perawat ruangan pada
parawat kamar operasi
10. Penentuan jumlah kamar operasi
Setiap RS merancang kamar oprasi disesuaikan dengan bentuk dan lahan
yang tersedia, sehingga dikatakan bahwa rancang bentuk kamar operasi
setiap RS berbeda, tergantung dari besar atau tipe RS tersebut. Makin
besar RS tentu membutuhkan jumlah dan luas kamar bedah yang lebih
luas. Jumlah kamar operasi tergantung dari berbagai hal yaitu :
1) Jumlah dan lama waktu operasi yang dilakukan

30
2) Jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta subspesialisasi
bersama fasilitas penunjang
3) Pertimbangan antara operasi berencana dan operasi segera
4) Jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar operasi baik jam per hari,
maupun per minggu
5) Sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas dan
penyediaan peralatan
11. Komunikasi
Sistem komunikasi di kamar bedah sangat vital, komunikasi tiap ruangan
menggunakan telepon paralel.
2.3.5 Tata Tertib Kamar Operasi
1) Wajib memakai baju operasi
2) Tahu pembagian area
3) Melaksanakan jadwal operasi
4) Petugas bekerja sesuai urutan tugas
5) Memberikan askep perioperatif
6) Melakukan pemeliharaan alat
7) Mendokumentasikan semua tindakan.
8) Berbicara seperlunya
9) Wajib menjamin kerahasiaan informasi
2.3.6 Alur pasien, petugas dan peralatan
1. Alur pasien
1) Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda.
2) Pintu masuk pasien dan petugas berbeda.
2. Alur petugas
Pintu masuk dan keluar petugas melalui pintu satu
3. Alur peralatan
Pintu masuknya peralatan bersi dan kotor berbeda
2.3.7 Standart Peralatan Kamar Operasi
1. Ruang tungg
Ruang tunggu pasien mempunyi peralatan sebagai berikut :
a) Kursi

31
b) Tempat sampah tertutup
2. Ruang tata usaha
Ruang tata usaha mempunyai peralatan sebagai berikut :
a) White broad
b) Alat komunikasi
c) Kursi dan meja kerja
d) Komputer
e) Papan pengumuman
f) Papan jadwal operasi
g) Filling cabinet
h) Tempat sampah tertutup
3. Ruang Kepala Kamar Operasi
Ruang kepala kamar operasi mempunyai peralatan sebagai berikut:
a) White broad
b) Alat komunikasi
c) Kursi dan meja tulis
d) Filling cabinet
e) Tempat sampah tertutup
4. Ruang ganti baju
Ruang ganti baju mempunyai peralatan sebagai berikut:
a) Lemari pakaian
b) Locker
c) Rak sepatu
d) Wastafel dan cermin
e) Ember tertutup tempat baju kotor
f) Tempat sampah tertutup
5. Ruang istirahat
Ruang istirahat mempunyai peralatan sebagai berikut:
a) Kursi tamu atau sofa
b) Kursi dan meja makan
c) Tempat sampah terrtutup
d) Wastafel dan cermin

32
e) Peralatan minum
6. Gudang
Gudang mempunyai peralatan sebagai berikut:
a) Rak
b) Lemari alat
c) Kursi dan meja tulis
7. Kamar mandi dan WC
Kamar mandi dan WC mempunnyai peralatan sbagai berikut:
a) Ember dan gayung
b) Tempat sampah tertutup
c) Sandal kusus kamar mandi
d) Kapstok.
8. Ruang persiapan / premedikasi
Ruang persiapan / premedikasi mempunyai peralatan sebagai berikut:
a) Brancard / kereta dorong
b) Standart infuse
c) Rak baju pasien
d) Suction pump
e) Tabung oksigen lengkap
f) Sampiran
g) Termometer
h) Tensimeter
i) Stetoscop
j) Bengkok
k) Pispot
l) Urinal
m) Alat cukur
n) Alat kodokteran dan alat kesehatan lainnya yang harus tersedia diruang
persiapan, tergantung kondisi rumeh sakit setampat.
9. Koridor
a) Papan acara operasi

33
b) Lampu merah disetiap pintu bagian atas kamar tindakan, jika menyala
menandakan operasi sedang berlangsung
10. Ruang Pulih
Ruang pulih mempunyai peralatan sebagai berikut :
a. Emegensi troli berisi:
1) Obat-obatan penyelamat hidup
2) Cairan infuse
3) Air viva/ ambu bag
4) Gudel berbagai ukuran
5) Laringoscop lurus dan bengkok dengan blade berbagai ukuran
6) Magyl forcep
7) Face mask
8) Suction cateter
9) Termometer
10) Spatel lidah
11) Infus set
12) CVC set (central venous catheter) adalah sebuah kateter
ditempatkan kedalam vena besar dileher (urat nadi internal), dada
(vena subclavia) atau paha (vena femoralis)
13) Tranfusi set
14) Papan resusitasi
b. Tabung oksigen lengkap
c. Suction pump
d. DC shok ( untuk RS kelas A dan B )
e. Tensimeter
f. Stetoskop
g. Tempat tidur pasca bedah
h. Bengkok
i. Alat komunikasi ( telepon / aerphon )
j. Formullir observasi
11. Ruang Penyimpanan Alat Steril
Rak / almari

34
12. Ruang penyimpanan Alat Tidak Steril
Ruang penyimpanan alat tidak sterilmempunyai peralatan sebagai berikut:
a. Lemari kaca
b. Tromol
13. Ruang Pencucian Instrumen
Ruang pencucian instrumen bekas pankai, mempunyai peralatan sebagai
berikut :
a. Meja kerja kedap air
b. Bak pencuci alat
c. Troli
d. Sikat
e. Tempat sampah
f. Desinfektan/ deterjen
14. Ruang Sterilisasi
Ruang sterilisasi mempunhyai alat sebagai berikut :
a. Sterilisator
b. Autoclave
c. Kereta dorong intrumen
d. Dry hate sterilizer
e. E.T.O sterilizer (bila memungkinkan)
15. Ruang Cuci Tangan
Ruang cuci tangan mempu nyaia sebagai berikut :
a. Tempat cuci tangan, kran air dengan pengumpil panjang
b. Tempat untuk sikat
c. Desinfektan dalam tempatnya
d. Sikat dari bahan termoplastik
e. Pengungkit kuku (pembersih)
f. Jam dinding
16. Ruang Tindakan
Ruang tindakan (kamar operasi) mempunyai peralatan sebagai berikut:
a. Alat kedokteran untuk anastesi
1) Mesin anastesi

35
2) Laryngoscope
3) Magyl Forcep
4) Harness
5) Air viva/ ambu bag
6) Reservoir bag berbagai ukuran
7) Brush tube
8) Gudel
9) Endotrakeal tube
10) Canul
11) Xylocain jelly
12) Face mask
13) Konektor
14) Trolly ( meja dorong )
15) Suction pump
16) Resusitasi bayi
b. Alat untuk operasi
1) Set instumen steril sesuai dengan jenis operasi
2) Meja operasi lengkap
3) Meja instrument
4) Meja mayo
5) Lampu operassi
6) Waskom dan stadartnya
7) Suction pump
8) Diatermi/couter
c. Alat kesehatan
1) N.G.T (maag slang)
2) Feeding tube
3) Suction cateter
4) Slang O2
5) Konektor
6) Tampon steril
7) Mata pisau steril berbagai ukuran

36
8) Jarum steril berbagai ukuran
9) Infus set
10) Blood set
11) Intravena kateter
12) Tube drain steril
13) Drain : sarung tangan, kateter steril
14) Sarung tangan steril dalam tempatnya
15) Urine bag steril
16) Kapas
17) Plaster
18) Verband
19) Gunting balutan
20) Elastik Verband
21) Gips
d. Obat-obatan dan cairan
1) Obat-obatan untuk anastesi dan obat lain yang diperlukan
2) Cairan infus berbagai jenis
3) Cairan desinfektan
4) Bangku/ kursi
5) Sandal khusus
2.3.8 Pencacatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu aspek dari suatu proses
akhir dalam perioperatif yang mencerminkan pertanggungjawaban dari tim
bedah dalam pelaksanaan pembedahan kepada psien atau masyarakat dan
Rumah sakit.
Adapun pencatatan dan pelaporan tersebut meliputi :
a. Asuhan keperawatan
b. Registrasi kamar bedah
c. Pemakaian obat-obatan, harus ditulis dengan lengkap dan jelas di
formulir yang telah tersedia
d. Peritiwa atau kejadian luar biasa harus segera dilaporkan sesuai dengan
system yang berlaku

37
e. Catatan kegiatan rutin
f. Cacatan pengiriman dan pemeriksaan laboratorium harus ditulis
lengkap, jelas dan singkat pada formulir yang telah tersedia
g. Laporan operasi harus ditulis lengkap, jelas dan singkat oleh ahli bedah
atau operator
h. Laporan anastesi harus ditulis lengkap, jelas dan singkat oleh dokter
ahli anastesi atau perawat anastesi
2.3.9 Keselamatan dan keamanan kerja
Keselamatan dan keamanan kerja ditujukan pada pasien, petgas dan alat
meliputi hal-hal sebgai berikut ;
a. Keselamatan dan keamanan pasien
Untuk menjamin keselamatan dan keamanan pasien semua anggota
tim bedah meneliti kembali;
1) Identitas pasien
2) Rencana tindakan
3) Jenis pemberian anastesi yang akan dipakai
4) Faktor-faktor alergi
5) Respon pasien selama perioperatif
6) Menghindari pasien dari bahaya fisik akibat penggunaan alat atau
kurang teliti
b. Keselamatan dan keamanan petugas
1) Melakukan pemeriksaan secara periodic sesuai dengan ketentuan
2) Beban kerja harus sesuai dengan kemampuan dan konddisi petugas
3) Perlu adanya keseimbanagan antara kesejahteraan, penghargaan
dan pendidikan berkelanjutan
4) Melakukan pembinaan secara terus-menerus dalam
pempertahankan hasil kinerja
5) Mmbian kerja sama yang baik inter dana natar profesi dalam
pencapaian tujuan tindakan pembedahan

38
c. Keselamatan dan keamanan alat-alat
1) Menyediakan pedoman atau manual dalam bahasa Indonesia
tentang cara penggunaan alat-alat dan menggantungakannya pada
alat-alat tersebut
2) Memeriksa secara rutin kondisi alat dan member label khusus
untuk alat yang rusak
3) Semua petugas harus memahami penggunaan secara tepat
4) Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan
pemeliharaan alat secara rutin dan berkelanjutan
5) Memeriksa setiap hari ada tidaknya kebocoran pada pipa gas medis
(pemeriksaan dilakukan oleh petugas IPSRS)
6) Memeriksa alat ventilasi udara agar berfungsi dengan baik
7) Memasang symbol khusus untuk daerah rawan bahaya atau
mempuyai resiko mudah terbakar
8) Mengguanakn diatermi tidak boleh bersamaan dengan pemakaian
obat bius ether
9) Memriksa pemadan kebakan dalam keadaan siap pakai
10) Pemerisaan secara rutin alat elektrimedis yang dilakukan oleh
petuga IPSRS
d. Program penjaminan mutu
1) Melaksanakan evaluasi pelayanan di kamar operasi melalui
macam-macam audit
2) Melaksanakan Survailan infeksi nosokomial secara periodic dan
berkesinambungan
2.3.10 Pemeliharaan kamar operasi
Pemeliharaan kamar opersi merupakan proses pembersihan ruangan beserta
alat-alat standart yang ada di kamar oeprasi. Dilakukan teratur sesuai
jadwal, tujuannya untuk mencegah infeksi silang dari atau kepada pasien
beserta mempertahankan sterilitas.

39
Cara membersihkan kamar operasi ada 3 :
a. Cara pembersihan rutin atau harian
Pembersihan rutin yairu pembersihan sebelum atau sesudah
penggunaan kamar operasi agar siap pakai, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Semua permukaan peralatan yang terdapat dalam kamar operasi
harus dibersihkan menggunakan desinfektan atau dapat
menggunakan air sabun
b) Permukaan meja operasi dan matras harus diperiksa dan dibersihkan
c) Ember tempat sampah harus dibersihkan setiap selesai dipakai,
kemudian pasang kantong plastic yang baru
d) Semua peralatan yang digunakan untuk pembedahan dibersihkan
antara lain :
(a) Slang suction dibilas
(b) Cairan yang ada dalam botol suction dibuang, bak penampung
tidak boleh dibuang diember agar sampah yang ada tidak
tercampur dengan cairan yang berasal dari pasien
(c) Alat anastesi dibersihkan, alat yang terbuat dari karet setelah
dibersihkan direndam dengan air desinfektan
e) Noda-noda yang ada di dinding harus dibersihkan
f) Lantai dibersihkan kemudian dipel dengan menggunakan cairan
desinfektan. Air pembilas dalam meber setiap kotor harus diganti
dan tidak boleh untuk kamar operasi lain
g) Lubang angin, kaca dan kusen harus dibersihkan
h) Alat tenun bekas pakai dikeluarkan dari kamar operasi. Jika alat
tenun tersebut bekas paien infeksi, maka penanganannya sesuai
prosedur yang berlaku
i) Lampu operasi harus dibersihkan tiap hari. Pada waktu
membersihkan lampu harus dalam keadaan dingin
j) Alas kaki atau sandal khusus kamar operasi harus dibersihkan tiap
hari

40
b. Cara pembersihan mingguan
Pembersihan mingguan yaitu pembersihkan yang dilakukan, untuk
membersihkan secara keseluruhan dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Dilakukan secara teratur setiap seminggu sekali
b) Semua peralatan yang ada di dalam kamar bedah dikeluarkan dan
diletakkan di koridor/didepan kamar bedah
c) Peralatan kamar bedah harus dibersihkan/dicuci dengan memakai
cairan desinfektan atau cairan sabun. Perhatian harus ditujukan pada
bagian peralatan yang dapat menjadi tempat berakumulasinya sisa
organism, seperti bagian dari meja operasi, di bawah matras
d) Permukaan dicuci dengan menggunakan air mengalir
e) Lantai disemprot dengan menggunakan deterjen, kemudian
permukaan lantai disikat. Setelah itu dikeringkan
f) Setelah lantai bersih dan kering, peralatan yang sudah dibersihkan
dapat dipindah kembali dan diatur kedalam kamar operasi
c. Cara pembersihan sewaktu
Pembersihan sewaktu dilakukan bila kamar operasi digunakan untuk
tindakan pembedahan yang mempunya kasus infeksius
2.3.11 Penatalaksanaan Cara Kerja
1. Penatalaksanaan cara kerja
Pelaksanaan atau tata cara kerja perawat instrument merupakan
tindakan yang dilakukan perawat instrument pada waktu sebelum, selama,
dan sesaat sesudah dilingkungan operasi. Tugas dan tanggung jawab yang
dilakukan adalah menyiapkan ruangan, pasien, personil, maupun alat
instrument dan bahan kebutuhan operasi lain nya.
1) Persiapan ruangan sebelum dan selama operasi
Sesaat sebelum operasi, perawat kamar operasi melakukan
pengecekan terhadap kebersihan lingkungan, meja mayo, kelayakan alat,
dll.
2) Persiapan alat dan bahan kebutuhan operasi
Perawat kamar operasi sebaiknya mengetahui dan dapat
menyiapkan alat instrument dimulai dari instrumenat dasar sampai

41
instrument tambahan. Sesuai dengan macam dan jenis operasi yang
dilakukan. Sesaat sebelum operasi perawat instrument meneliti dan
menghitung jumlah alat dan bahan yang akan digunakan, dan kemudian
menyiapkan alat di atas meja mayo setelah sterilisasi dilaksanakan
3) Persiapan pasien
Sesaat setelah pasien datang diruang Persiapan, kemudian
dipindahkan ke brancard dan mengganti baju khusus ruang OK hingga
akhir operasi berlangsung.
4) Persiapan personil tim bedah
Personil yang dimaksud adalah operator, asisten, perawat
instrument, dan yang terlibat langsung dalam aseptic 0.
5) Instrument
Instrument adalah alat-alat yang digunakan untuk tindakan
pembadahan. Instrument terbagi menjadi 2 macam yaitu :
(1) Instrument dasar (basic instrument)
Instrument dasar digunakan untuk pembedahan yang sifatnya
sederhana dan tidak memerlukan instrument tambahan.

No. Nama Alat Jumlah


1. Hanvat mess no.3,4 ( Scalpel and blade and handle ) 1/1
2. Gunting jaringan halus ( surgical scissor metzenboum ) 1
3. Gunting jaringan kasar ( surgical scissor mayo ) 1
4. Pinset anatomis ( tissue forcep ) 2
5. Pinset chirurgis ( dissecting forcep ) 2
6. Desinfeksi klem (washing and dressing forcep) 1
7. Duk klem ( towel klem ) 5
Musquito klem pean ( delicate haemostatic forceps
8. 2
musquito )
9. Klem pean ( delicate haemostatic forceps pean ) 2
10. Klem kocher ( haemostatic forceps kocher curved ) 2
11. Nald voeder ( Needle holder ) 2
12. Gunting jaringan kasar lurus ( surgical scissor straight) 1
13. Langeb beck ( retractor us army ) 2
14. Wound haak bergigi 4 2
15. Surgical needle (jarum) : round body, tapper, cutting 1 set

42
(2) Instrument tambahan
Instrument tambahan yang dimaksud adalah alat-alat yang
dipergunakan untuk tindakan pembedahan yang sifatnya kompleks
dalam macam pembedahan maupun jenis pembedahan.

2.4 Keperawatan Perioperatif


2.4.1 Pengertian
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan
emosional klien,mengetahui tingkat resiko pembedahan,mengkoordinasi
berbagai pemeriksaan diagnostik,mengidentifikasi diagnosa keperawatan
yang mengambarkan kebutuhan klien dan keluarga,mempersiapkan kondisi
fisik dan mental klien untuk pembedahan.
2.4.2 Perawatan Preoperatif
1) Kelengkapan rekam medis dan status
2) Memeriksa kembali persiapan pasien
3) Informed concent
4) Menilai keadaan umum dan TTV
5) Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama
pembedahan berlangsung,yaitu perawat sebagai instrumentator atau perwat
sirkulator.
Perawat instrumentator memberi bahan-bahan yang dibutuhkan selama
pembedahan berlangsung dengan menggunakan teknik aseptic pembedahan
yang ketat dan terbiasa dengan instrumen pembedahan.Sedangkan perawat
sirkulator adalah asisten instrumentator atau dokter bedah.
2.4.3 Perawat Intraoperatif Meliputi
1. Melaksanakan orientasi pada pasien
2. Melakukan fiksasi
3. Mengatur posisi pasien
4. Menyiapkan bahan dan alat
5. Drapping
6. Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
7. Memeriksa persiapan instrument

43
2.4.4 Perawatan Post Operasi
Pada fase postoperasi setelah pembedahan,perawatan klien dapat
menjadi komplek akibat fisiologis yang mungkin terjadi.klien yang
mendapat anastesi umum cenderung mendapat komplikasi yang lebih besar
dari pada klien yang mendapat anastesi lokal. Perawatan postoperative
meliputi :
1. Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.
2. Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu dengan
perawat anastesi
3. Mengukur dan mencatat produksi urine
4. Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
5. Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
6. Mengukur TTV setiap 15 menit sekali
2.5 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra
operatif, post operatif :
A. Pre Operasi :
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi
2. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dibrancart ke
meja operasi
B. Intra Operasi :
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
akibat dari insisi
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi.
C. Post Operasi :
Diagnosa post operasi juga tergantung pada tindakan pembiusan yang
dilakukan, misalnya dengan general anestesi, SAB dan epidural
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anasthesi
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan dan otot

44
2.5.1 Intervensi Keperawatan
A. Pre Operasi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi
Tujuan : - Pasien tidak cemas
- Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Intervensi :
1) Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah
dimengerti.
2) Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati
dan empati.
3) Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang.
2. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dibrancart ke
meja operasi
Tujuan : - Tidak terjadi injuri perpindahan pasien
Intervensi :
1) Bantu pasien untuk berpindah dari brancart ke meja operasi atau
angkat pasien dari brancart ke meja operasi dengan bantuan 3 orang.
2) Pasang alat pengaman meja operasi
B. Intra Operasi
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi
Tujuan : - Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
- Limfosit dalam batas normal
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Kaji lokasi dan luas luka
2) Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor,kalor,dolor,tumor
dan perubahan fungsi)
3) Pantau tanda-tanda vital pasien
4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotic

45
5) Gantu balut dengan prinsip steril
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
akibat insisi.
Tujuan : - Tanda-tanda sirkulasi normal
Intervensi :
1) Monitor urine meliputi warna dan jumlah sesuai indikasi
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Pertahankan pencatatan komulatif, jumlah dan tipe pemasukan
cairan
4) Monitor status mental pasien
C. Post Operasi
Diagnosa post operasi juga tergantung pada tindakan pembiusan yang
dilakukan pada operasi secti caesaria seperti general anestesi, SAB dan
epidural
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi.
Tujuan : - Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil :
- Tidak tersedak
- Sekret tidak menumpuk dijalan nafas
- Tidak ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
1) Kaji pola nafas pasien
2) Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastic
3) Kaji adanya cyanosis
4) Bersihan sekret dijalan nafas
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman
6) Amati fungsi otot pernafasan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan dan otot
Tujuan : - Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang

46
Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien
2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital
5) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesik komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
6) Monitor status mental klien

47

Anda mungkin juga menyukai