Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PRAKTIK KLINIK PROFESI LAPORAN PENDAHULUAN

DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


TUBERKULOSIS

DISUSUN OLEH :
NAMA : VENYKA KIS OKTAVIA

NIM : 201133067

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2020
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS PRAKTIK KLINIK PROFESI LAPORAN PENDAHULUAN


DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
TUBERKULOSIS

Pontianak, 14 November 2020


Telah di persiapkan dan disusun oleh :

VENYKA KIS OKTAVIA


NIM. 201133067

Telah disetujui
Tanggal : November 2020

Oleh :

PEMBIMBING LAPANGAN/CI PEMBIMBING AKADEMIK


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
limpahan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
ini. Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini penulis telah melibatkan bantuan
moril dan material dari banyak pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan
resume ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang tak terhingga atas bantuan, kerja sama, terutama yang
terhormat:
1. Bapak Didik Hariyadi, S. Gz., M. Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Nurbani, S. Kp., M. Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Pontianak.
4. Bapak Ns. Raju Kapadia S.Kep., M.Med.Ed selaku koordinator mata
kuliah Keperawatan Dasar Profesi
5. Semua dosen Program Studi Ners Keperawatan Pontianak yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya serta ilmu yang
bermanfaat.
6. Kedua orangtua, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini masih jauh
dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan
pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa di
Poltekkes Kemenkes Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran
mahasiswa di Prodi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.

Pontianak, 14 November 2020

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TBC) adalah  penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif
Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis  paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik,
yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini
disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak
mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian
prevalens tuberkulosis anak.
Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif per
satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang bebas
tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB
dewasa. Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV maka perhatian pada
penyakit TB harus lebih ditingkatkan. Anak biasanya tertular TB, atau juga
disebut mendapat infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga uji
tuberkulin akan menjadi positif, tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini
akan sakit TB.

B. ETIOLOGI
1. Merokok pasif : Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan
anak, sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok
mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan
zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan
pembuluh darah (Reuters Health, 2007).
2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)
a. Resiko infeksi TBC : Anak yang memiliki kontak dengan orang
dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-
obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat.
Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko
timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan
lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA
sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau
kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan
kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat,
terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak
jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa
disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini
disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada
sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun
terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika
ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam
konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.
b. Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih
besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin
karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna
(imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara
bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang
terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan
pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada
usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun
memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan
angka kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes
tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan
silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang
kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang
rendah.

C.    PATOFISIOLOGI
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak
menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru.
Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC
dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar
melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung
kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru
(Wirjodiardjo, 2008).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau
langsung, seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini
diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan
tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak,
proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu
proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman
tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan
alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan
sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar
spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien
yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
(Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui
terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel
dari seseorang yang terinfeksi. Tuberculosisadalah penyakit yang
dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel
elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel
imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada
bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa
reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit
digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan
timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat
sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel
(Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening
regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju
(nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel
epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut
kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer
pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah
bening yang terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks
ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto
thorax rutin pada seseorang yang sehat (Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat
badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada
awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah
pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat
mempunyai manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan
perubahan status mental, demam , anorexia dan penurunan berat badan.
Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak
terdiri atas :
1.      Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali
dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan
terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi
dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam
paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di
sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer
predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer
dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran
lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman
TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2.      TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Pathway

Mycobacterium tuberculosis

Masuk traktus respiratorius

Tinggal di alveoli

MK : Resiko tinggi Pertahanan primer tidak


infeksi adekuat
reaksi inflamasi Rrespon Gangguan
imun termoregulasi

Kerusakan
Pembentukan
membran alveolar MK :
sputum dan
kapiler Hipertermi
sekret
Gangguan
respirasi Penumpukan
secret

Ketidakseimbangan Sesak nafas


suplai dan kebutuhan MK : Bersihan jalan
oksigen nafas tidak efektif
S Sianosis

MK :
Intoleransi
Hipoksia
aktivitas

Pelepasan mediator kimia


seperti histamin, MK : Gangguan pertukaran gas
bradikinin dan
prostaglandidn

Respon tubuh
menurun
MK : Nyeri
Batuk refleks
muntah

O bstruksi

Anoreksia

MK : Gangguan
keseimbangan nutrisi

A. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta
muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak
hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di
paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah
infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun
tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru
muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah
akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul.
Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya
bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah
bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di
tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu
lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab
TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk
mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa
dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau
dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak
mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa
dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk
mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat
diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat
kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak
positif TBC (Wirjodiardjo, 2008).
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau
reaksi BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah
diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat
badan setiap bulan berkurang.
3.  Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi.
Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4.  Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan
alergi. Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter
boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa
ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah
jarang adalah adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya
di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada
kemerahan yang khas.
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin
(Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test
positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya
kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak
memberikan reaksi terhadap MT.
Menurut Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada anak antara
lain : Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada
anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit.  Diagnosa tepat TBC tak
lain dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium
tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang
diduga TBC.  Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan tes
dahak.  Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan.  Tapi lain ceritanya,
pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita, belum
mampu mengeluarkan dahak.  Karenanya, diperlukan alternatif lain untuk
mendiagnosa TB pada anak.
1. Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali
tidak spesifik (khas).  Cukup banyak anak
yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya tidak. 
Atauunderdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi
tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat. 
Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau
2 tes saja, melainkan harus komprehensif.  Karena tanda-tanda dan
gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk
memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji
Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan
apakah seseorang terinfeksiMycobacterium tuberculosis atau tidak,
dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. 
Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi
sakit TB. 
2. Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu
setelah terinfeksi.  Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai
bereaksi.  Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut
sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh. 
Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi
bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan
gejala.  Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang
tersebut menjadi sakit TB.
3. Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml)
kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan
atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah.  Lalu, 48 sampai 72
jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. 
Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang
terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema).  Ukuran
dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter.  Bahkan bila ternyata
tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
4. Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter
indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm.  Namun,
untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB,
dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih.  Hal
ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru
lahir, masih kuat.  Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan
gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila
diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
5. Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu
(anergi), artinya hasil negatif  padahal sesungguhnya terinfeksi kuman
TB.  Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat
atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun
tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat
tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena
infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux
yang kurang benar.  Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus
diulang.

B. KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
 Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir
penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area
durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal.
Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi
tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya
sel raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB
paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan
kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

D. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksananaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan
jangka waktu 1 – 3 bulan.
Streptomisin inj 750 mg.
Pas 10 mg.
Ethambutol 1000 mg.
Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi
TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis INH, Rifampicin, Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
b. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat : Rifampicin, Isoniazid (INH), Ethambutol., Pyridoxin (B6).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat
dilakukan dengan melakukan :
a. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
b.  Pemberian oksigen yang adekuat
c.   Latihan batuk efektif
d. Fisioterapi dada
e. Pemberian nutrisi yang adekuat
f. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
g.  Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) :
- Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak
(permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi)
- Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan
stimulus yang bervariasi bagi anak
- Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih
aktivitas yang diinginkan
- Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di
rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan
teman melalui telepon jika memungkinkan

F. PENCEGAHAN
1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan
sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera
diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan
terjadi penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah
dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus
baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam
rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan
menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang
dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta
menenangkan pikiran.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak
(nafas pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardi, takipena/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
2. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan
lemak sub kutan.
3. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit
dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan
pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
4. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit
dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan
pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
5. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
6. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
7. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS,
kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
8. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses
infeksi.
2. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan
kurang sumber informasi.
3. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua
yang berhubungan dengan isolasi pasien.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
sekret.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
proses infeksi.
-         Tujuan : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan
dispnea.
-         Intervensi :
a. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan
dispnea
Rasional : Dispnea masih dapat terjadi, hingga
pemberian obat kemoterapetik dimulai untuk
mendapatkan efeknya, oksigen humidifier
mengurangi dispnea dan meningkatkan oksigenasi
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala menyebabkan otot
diagframa mengembang
c. Berikan obat batuk ekspektoran sesuai dengan
kebutuhan
Rasional : Ekspektoran membantu melepaskan
mucus.
2.      Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan
kurang sumber informasi.
-        Tujuan : Keluarga dapat mengekspresikan pemahamannya
tentang proses penyakit dan pengobatan.
-        Intervensi :
a. Ajarkan orang tua dan anak tentang penularan dan
pengobatan TBC, misalnya buat orang tua,
hendaknya menghindari anak dekat dengan orang
dewasa yang terkena tuberkulosa sedangkan buat
anak sarankan untuk melakukan pengobatan sampai
selesai dan patuh dalam minum obat
Rasional : Pemahaman bagaimana penularan TBC
dan penanganannya membantu mengurangi
kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap
pengobatan, prosedur isolasi dan pengobatan yang
diberikan.
b. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) bagaimana
memberikan pengobatan (contoh: antibiotik), berapa
lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang
terjadi jira anak tidak manjelani tuntas
pengobatannya.
Rasional : Pemahaman bagaimana memberikan
pengobatan dan risiko bila pengobatan dihentikan di
awal akan meningkatkan kepatuhan.
c. Pada saat anak diperbolehkan pulang, berikan
discharge planning atau perencanaan pulang
mengenai :
1)      Jelaskan terapi yang diberikan, dosis, efek
camping, lama pemberian terapi dan cara
minum obat.
2)      Melakukan immunisasi jika immunisasi Belem
lengkap sesuai dengan prosedur.
3)      Menekankan pentingnya control ulang sesuai
jadual.
4)      Informasikan jika terdapat tanda-tanda
terjadinya kekambuhan.
3. Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan pengobatan dalam
jangka waktu lama.
-        Tujuan : Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman
terapi
-        Intervensi
a. Kaji seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki
orang tua dan anak, tentang TBC dan hal
ketidakpahaman yang dimiliki
Rasional : pengkajian membantu menentukan apa
yang orang tua dan anak butuhkan untuk relajar agar
dapat membantu mereka memenuhi pengobatan
jangka panjang.
b. Ajarkan orang tua dan
anak (jika tepat) tentang program pengobatan dan
alasan menjalani pengobatan dengan tuntas, dan
yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan.
Rasional : Pendidikan dan penguatan diberikan pada
orang tua dan anak dengan informasu perlunya
mengikuti program pengobatan dengan tuntas dan
menurunkan risiko kegagalan akibat déficit
pengetahuan.
c. Identifikasi alternatif
pemberi layanan yang dapat memberikan
pengobatan anak jira diperlukan.
Rasional : hal ini akan menurunkan risiko
pengabaian dosis yang dilakukan anak selama
pengobatan.
4. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua
yang berhubungan dengan isolasi pasien
-        Tujuan : Anak tidak akan mengalami kecemasan karena
perpisahan berhubungan dengan penurunan kontak
parental.
-       Intervensi :
a. Ajarkan orang tua tentang teknik isolasi dengan
benar.
Rasional : Pemahaman dan mengikuti teknik isolasi
membantu mencegah penularan TBC yang
memungkinkan orang tua bersama selama mungkin
dengan anaknya, akan mengurangi perpisahan.
b. Motivasi orang tua dan anggota keluarga lainnya
untuk mengunjungi secara teratur.
Rasional : Seringnya keluarga kontak akan
mengurangi kecemasan akibat perpisahan.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
sekret.
-          Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif.
-          Intervensi :
a.       Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada
aliran udara dan bunyi napas adventisius, misal
krekels, mengi.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area
konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial
dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels,
ronkhi dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau
ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan
cairan/sputum.
b.      Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan
frekuensi,s erta gerakan dinding dada)
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan
dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman
gerakan dinding dada dan atau cairan paru-paru
c.       Bantu pasien latihan napas sering dengan cara
meniup balon atau terapi benam. Tunjukkan/bantu
pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya
menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi.
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi
maksimum paru/jalan napas lebih kecil. Batuk
adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami
membantu silia untuk mempertahankan jalan napas
paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan
dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas
lebih dalam dan lebih kuat.
d.      Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan
napas secara mekanik pada pasien yang tidak
mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau
penurunan tingkat kesadaran.
e.       Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali
kontraindikasi). Tawarkan air hangat dari pada
dingin.
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
f.       Berikan cairan tambahan, misalnya IV, oksigen
humidifikasi .
Rasional : Cairan diperlkukan untuk menggantikan
kehilangan (termasuk yang tidak tampak) dan
memobilisasikan sekret.
g.      Memberikan obat yang dapat meningkatkan
efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator)
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkhus
dengan memobilisasi sekret, obat bronchodilator
dapat membantu mengencerkan sekret sehingga
mudah untuk dikeluarkan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
-        Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhnya
kebutuhan nutrisi
-        Intervensi :
a.       Kaji nafsu makan anak dan fasilitasi anak dengan
menyediakan makanan yang menarik dan hangat.
 Rasional : Dapat menjadi dasar dalam melakukan
pendekatan pada anak saat memberi makan sehingga
anak akan dapat meningkatkan nafsu makannya.
b.      Ijinkan anak untuk memperbaiki kualitas gizi pada
saat selera makan anak meningkat.
Rasional : memungkinkan anak akan mengkomsumsi
makanan ektra sebagai tambahan suplay nutrisi.
c.       Berikan makanan yang disertai dengan suplemen
nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
 Rasional : dalam mengobati penyakit tuberkulosis
diperlukan gizi yang cukup sehingga pemberian
makanan dengan diet tinggi protein dan kalori
sangan diperlukan.
d.      Kolaburasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika
kebutuhan nutrisi melalui oral tidak mencukupi
kebutuhan gizi anak.
 Rasional : pemberian makanan parenteral sangat perlu
dilakukan jika anak tidak menelan makanan atau
muntah yang terus menerus.
e.       Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi
(berat badan, lingkar lengan dan membran mukosa)
Rasional : indikator penilaian status nutrisi dapat
menentukan jumlah nutrisi yang dibutuhkan oleh
anak.
f.       Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan
makanan dengan porsi kecil tetapisering.
Rasional : porsi kecil tetapi sering memungkinkan anak
dapat mengkomsumsi makanan dengan cukup.
g.      Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang
sama dan dengan skala yang sama.
Rasional : untuk memantau status gizi atau
perbaikan gizi anak.
h.      Mempertahankan kebersihan mulut anak.
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan anak.
i.        Menjelaskan pentingnya intake nutrsisi yanga
dekuat untuk penyembuhan penyakit.
Rasional : pendidikan kesehatan tentang nutrisi akan
membuat orang tua dapat berpartisipasi dalam
memberikan gizi yang baik bagi anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan. Cetakan I. Yakarta : Penerbit salemba Medika

Nastiti N Rahajoe, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. 2005.


Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI : 33-50

Noenoeng Rahajoe, dkk. Perkambangan dan Masalah Pulmonologi Anak


Saat Ini. 1994. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI : 161-179
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC

Suriadi dan Yuliani, R. (2001). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan


Keperawatan Anak. Edisi 1. Jakarta : Penerbit CV Sagung Seto

Reuters Health , (2007). Merokok pasif dikaitkan dengan risiko TB pada


anak-anak

Anda mungkin juga menyukai