Laporan Pendahuluan SC 1
Laporan Pendahuluan SC 1
OLEH:
BAIQ RIZKI HANDAYANI
020021105
Resume Asuhan Keperawatan Pada Ny. “H” Dengan ICH (Intra Cerebral
Hemoragik) Di Ruang Stroke Center Rumah Sakit Kota Mataram
MAHASISWA
020021105
LAPORAN PENDAHULUAN
INTRA CEREBRAL HEMORAGIK (ICH)
A. KONSEP DASAR
1. DEFENISI
Perdarahan intra cerebral adalah perdarahan yang
terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh
darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai
dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah
hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter
lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara
klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan
neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom di sertai dekompresi dari tulang kepala.
Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan
faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan sub dural.
(Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam sub
stansi otak .Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan
mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka
tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam
jaringan otak itu sendiri. Halini dapat timbul pada cidera
kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka.intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke
hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009)
2. ETEOLOGI
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011)
adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tibad
d. Cedera penetrasi pelurue
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensih
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darahk. Obat
k. Merokok
3. TANDA DAN GEJALAH
a. Perubahan bentuk wajah
b. Salah satu sisi wajah tampak melotot
c. Sulit tersenyum
d. Sulit menutup mata
e. Rasa nyeri di sekitar rahang dan belakang
telinga pada sisi mengelami kelumpuhan
f. Pusing
g. Menurunya kemampuan mengecap rasa
h. Mata berair
i. Kelopak mata berkedut
j. Ngeces
k. Telingga berdenging atau tinnitus
l. Lebih sensitive terhadap suara
4. PATOFISIOLOGI
Perdarahan intra serebral ini dapat disebabkan oleh karena
ruptur arteria serebri yang dapat di permudah dengan adanya
hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah di dalam otak
berakibat pada jaringan di sekitarnya atau di dekatnya,
sehingga jaringan yang ada di
sekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Rusakan
euromotorik
Kelemahan
Somasensori korteks otot progresif
otak : nyeri dipersepsikan
5. MANIFESTASI KLINIK
Intra cerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam
sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat,
seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu,pada orang tua, sakit
kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala
terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana
peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa,
dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian
tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.
Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung
perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi
tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam
hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi
klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring
dengan membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan
tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara
dan gerakan motorikdapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut
Sudoyo (2006)adalah sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsid
d. MRI
e. Thorax photo
f. Laboratorium
g. EKG
7. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intra cerebral lebih mungkin menjadi fatal
dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar
dan catas trophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan
darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami
pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang
bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak
bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh
seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intra cerebral berbeda dari
stroke ischemic. Anti
coagulant (seperti heparin dan warfarin), obatobatan trombolitik,
dan obat- obatan obatan antip latelet (seperti aspirin) tidak
diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang
menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah,
mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah
seperti:
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infus.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai
sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang
dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein
di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor
penggumpalan)
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan
menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu
bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu
sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah
bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak
menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini
kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary
atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang baik
adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan
untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi
hematom secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti: CT-Scan, Thorax foto,
dan laboratorium lain yang menunjang.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey (ABCDE)
1. Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a. Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi
atau kesadarannya memberikesan adanya hiperkarbia.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat
pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya
retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan
airway. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan
napas dengan memperhatikan kontrol servikal, pasang
servikal kollar untuk immobilisasi servikal sampai
terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan
napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patahdan lain-lain.
Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS
(Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS
9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
b. Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal.
Pernapasan yang berbunyi (suara napas tambahan) adalah
pernapasan yang tersumbat.
c. Feel (raba)
2. Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi
yang tidak adekuat
a. Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris
menunjukkan pembelatan (splinting ) atau flail
chest dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah
(labored breathing ) sebaiknya harus dianggap sebagai
ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera
dievaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi
terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap
kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu
ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau
udara ke dalam paru
b. Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua
sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara
napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan
adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju
pernapasan yang cepat-takipneu mungkin menunjukkan
kekurangan oksigen.
c. Gunakan pulse oxymeter .Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer
penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi
yang adekuat
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
a. Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah
takikardi untuk mempertahankan cardiac output walaupun
stroke volum menurun
b. Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi
(tekanan sistolik-tekanandiastolik)
c. Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat
dipertahankan lagi, maka timbullahhipotensi
d. Perdarahan yang tampak dari luar harus segera
dihentikan dengan balut tekanpada daerah tersebut
e. Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku,
jangan sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan
kapas atau kain kasa, biarkan cairan ataudarah
mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi
TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
4. Disability
a. GCS setelah resusitasi
b. Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupilc
c. Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada
parese atau tidak
5. Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian
yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak
ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan
bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling
dengan harus menghindari terjadinya hipotermi (America
College of Surgeons; ATLS)
b.Secondary Survey
1. Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak,
warna dan distribusi rambut kulit kepala), palpasi
(keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala,massa,
pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada
bayi)).Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna,
pembengkakan, jaringan parut,massa), tiroid),
palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea),
mobilitas leher.
2. Dada dan paru
Inspeksi. Dada di inspeksi terutama
mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi
serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan
baikpada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan
ritme/irama pernapasan.
Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri
tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi,
dantactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui system bronco pulmonal selama
seseorang berbicara.
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
3. Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung di
inspeksi dan palpasi secara stimultan untuk
mengetahui adanya ketidak normalan denyutan atau
dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara
sistematis mengikuti struktur anatomi. jantung mulai
area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis,
area apikal danarea epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran
dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan adanya foto
rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada
hasil foto torakan teroposterior.
4. Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada
ekstremitas bersangkutan, antara lain :
a. Cedera pembuluh darah.
b. Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c. Crush injury.
d. Sindroma kompartemen
e. Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a. Pusasi arteri tidak teraba.
b. Pucat (pallor).
c. Dingin (coolness)
d. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e. Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan
cedera kepala sedapat mungkin dilaksanakan
secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi
dini pada fraktur tulang panjang yang menyertai
cedera kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
b.d peningkatan tekanan darah intracrania
2. Nyeri kepala akut b.d luka insisi pembedahan
3. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan euromotorik
3. INTERVENSI
No Diagnosa K Tujuan Intevensi Rasional
ep
1 Ketidakefe Perfusi 1. memonitor Vi 1. Identifikasi
ktifan jaringancereb tal Sign. hipertensi.
perfusi ral 2. Monitor ting 2. Mengetahu
jaringan efektifsetela kat iperkembangan
cerebral h kesadaran. 3. Mengetahui
b.d dilakukantind 3. Monitor GCS. perkembangan
peningkata akankeperawat 4. Tentukan fac
4. Acuan interve
n tekanan anselama 3x24 tor
nsi
intracrani jamdengan KH: penyebabpenu
yang tepat.
al Vital runan
perfusi 5. Meningkatakan
Sign normal
cerebral. tekanan
.
5. Pertahankan arteri dan
Tidak sirkulasi
ada tanda- posisi tirah
baringatau atau perfusi
tanda cerebral.
peningkatan head up
to30°. 6. Membuat klien
TIK(takikar
6. Pertahankan lebih tenang.
di,Tekanan
darahturun lingkungan
pelan2) yang nyaman.
GCS E4M5V6
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Keluarga pasien mengatakan pasien BAB tidak menentu saat
sakit, kadang 1 atau 2 hari sekali.
Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan diri
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat √
tidur
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Program terapi:
Infus RL 20 tpm
Inj. Citicolin 250 mg
inj. Pantoprazole 1 vial
Manitol 100 cc
Amlodipin 10 mg
Inj. Nicardipin 0.5 mg
Inj. Asam Tranexamat500 mg
Hasil Pemeriksaan Penunjang:
Hasil lab tanggal 17 Maret 2021
DARAH LENGKAP:
HGB: 13,8 g/dL
WBC: 13,26 103/µL
RBC: 5,22 106/µL
PLT: 241 x 103/µL
KIMIA DARAH:
Kreatinin darah: 0,51 mg/dL
Natrium Darah: 135 mmol/L
CT Scan kepala: ICH (Intra Cerebral Hemoragik)
ANALISA DATA
DO: Mengganggu
TTV: aliran
- TD: 149/100 mmHg serebrospinal
- N: 71 x/menit
- S: 36,8 oC Peningkatan
jumlah
- RR: 25 x/menit,
serebrospinal
- SpO2: 99%
- GCS: E3 V5 M5
Penurunan
- kesadaran apatis
Kapasitas
- Diagnosa Medis ICH
Adaptif
- Tingkat kesadaran Intrakranial
pasien apatis
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan
peningkatan intrakranial
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Tujuan Intervensi Paraf
Dx
1 Setelah dilakukan Observasi
tindakan 1x 24 jam 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
diharapkan masalah 2. Monitor tanda dan gejala TIK
keperawatan dapat 3. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
berkurang ditandai lingkungan yang tenang
dengan: Terapeutik
- RR dalam 4. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
rentang normal 5. Berikan posisi semi fowler
- HR dalam 6. Cegah terjadinya kejang
rentang normal 7. Pertahankan suhu tubuh normal
D. IMPLEMENTASI
No Hari/ Implementasi Evaluasi paraf
Dx tgl/
Jam
1. Senin - mengidentifikasi S: keluarga pasien
,
penyebab mengatakan pasien masih
22/03
/2021 peningkatan TIK belum bisa membuka matanya
08.30
WITA - memonitor tanda
O:
dan gejala TIK - adanya edema serebral
- meminimalkan - TD: 142/100 mmHg
- N: 80 x/menit
stimulus dengan - S: 36,5 oC
menyediakan - RR: 20 x/menit
lingkungan yang - SpO2: 99%
- Pasien masih belum
tenang
sadar
- memberikan posisi
- Posisi semi fowler
semi fowler
- Infus RL 20 tpm
- mempertahankan
- Inj. Citicolin 250 mg
suhu tubuh normal
- inj. Pantoprazole 1
- berkolaborasi
vial
dalam pemberian
- Manitol 100 cc
obat
- Amlodipin 10 mg
- Inj. Nicardipin 0.5 mg
- Inj. Asam
Tranexamat500 mg
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
E. EVALUASI
No Dx Hari/tgl/ Evaluasi paraf
jam
1 Selasa, S:
23/03/2021 - Keluarga pasien mengatakan
10.00 WITA masih belum ada perubahan apa-
apa terkait kondisi pasien.
O:
P: Intervensi dilanjutkan
- Identifikasi penyebab
peningkatan TIK
- Monitor tanda dan gejala
TIK
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Pertahankan suhu tubuh normal
- Kolaborasikan pemberian
sedasi dan anti koagulan,
jika perlu
- Kolaborasikan pemberian
deuretikk osmosis, jika
perlu