Anda di halaman 1dari 84

Pemahaman Dasar Regionalisasi

- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

BENJAMIN A B D U R A H M A N

PEMAHAMAN DASAR

REGIONAL MANAGEMENT
& REGIONAL MARKETING
Instrumen Strategis Pembangunan Wilayah dan Kota
dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi
dan Implikasi Pelaksanaan Otonomi Daerah

- Ed i si 2 -

Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan


Kerja Sama Antardaerah
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Judul
Pemahaman Dasar
Regional Management & Regional Marketing
Instrumen Strategis Pembangunan Wilayah & Kota
dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi
dan Implikasi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Edisi 2

Penulis
Benjamin Abdurahman
Email: benrahman@yahoo.com

Editor
Tim LEKAD
Ibunda Ellis
Edisi 2
Januari 2009
Cetakan Pertama, Februari 2005

Penerbit
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kerja Sama Antardaerah
(LEKAD) Semarang
lekad_id@yahoo.com
www.lekad.org

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak
seluruh atau sebagian isi buku ini
tanpa seizin Penerbit.
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Daftar Isi Bagian Tiga: REGIONAL MARKETING • 117


A. Bahasan Teoritis • 121
B. Manfaat Regional Marketing • 128
Daftar Tabel • ix C. Konsep Regional Marketing • 131
Daftar Gambar • x 1. Pembatasan Wilayah Kerja • 131
2. Para Aktor Terkait • 131
Daftar Singkatan • xi 3. Tujuan dan Sasaran Regional Marketing • 133
Sambutan • xv 4. Materi Pembahasan • 136
5. Kelompok Sasaran • 136
Prakata Penulis •
6. Jangka Waktu Kegiatan • 138
Pendahuluan • 1 7. Pembiayaan • 139

Bagian Satu: REGIONALISASI DALAM TEORI DAN PELAKSANAAN • 5 PENUTUP • 144


A. Terminologi dan Pemahaman Dasar • 5 DAFTAR PUSTAKA • 147
B. Komponen Regionalisasi • 14
C Jenis dan Bentuk Regionalisasi • 28 BIOGRAFI PENULIS • 152
1. Kegiatan Regionalisasi Trans- dan Supranasional • 33
2. Regionalisasi Sub-Nasional • 36
D. Regionalisasi di Indonesia • 43
1. Regionalisasi Sentralistik dan Desentralistik • 44
2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) • 53
3. Region Jabodetabek • 57
4. Region BARLINGMASCAKEB • 64
E. Tantangan Pengembangan Regionalisasi di Indonesia • 75

Bagian Dua: REGIONAL MANAGEMENT • 81


A. Pemahaman Teori • 84
B. Regional Management sebagai Hasil Pendekatan Regionalisasi
Desentralistik • 95
C. Urgensi Pemanfaatan • 101
D. Tahap Pembentukan • 103
E. Struktur Organisasi • 110
F. Sasaran Program • 114

•vii •viii
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Daftar Tabel Daftar Gambar


Tabel 1. Beberapa Contoh Kawasan Lokal dan Kawasan Regional Gambar 1. Konsep Perwilayahan
Tabel 2. Jenis Regionalisasi Berdasarkan Faktor Pengendalian Proses Gambar 2. Perbedaan Proses Pewilayahan dan Region
Tabel 3. Bentuk Kesepakatan Regionalisasi Transnasional yang Melibatkan Indonesia Gambar 3. Contoh Proses Regionalisasi
Tabel 4. Regionalisasi dalam Hard-Form dan Soft-Form Gambar 4. Perbedaan Bangunan Regionalisasi
Tabel 5. Karakteristik Regionalisasi Sentralistik dan Desentralistik Gambar 5. Faktor Biaya dan Manfaat
Tabel 6. Kapet Tahun 1996 s.d. Akhir 2004 Gambar 6. Pola Ketersinggungan Inter-Regional
Tabel 7. Dari JABOTABEK menuju JABODETABEK Gambar 7. Berbagai Region di Asia
Tabel 8. Region BARLINGMASCAKEB Gambar 8. Region Fungsional dan Administratif
Tabel 9. Kronologi Pembentukan RM Barlingmascakeb Gambar 9. Region Sektoral dan Sektoral Terbatas
Tabel 10. Daftar Kegiatan dan Hasil Regional Management BARLINGMASCAKEB Gambar 10. Piramid Siklus 3K pada Pendekatan Pembangunan Sentralistik
Tabel 11. Karakter Khusus Regional Management Gambar 11. Fenomena Regionalisasi Sentralistik dan Desentralistik Pasca OTDA di Indonesia
Tabel 12. Kelemahan Tata Ruang Gambar 12. Piramid Siklus 3K pada Pendekatan Pembangunan Desentralistik
Tabel 13. Kebutuhan Perbaikan RTRW Gambar 13. Situs Website RM
Tabel 14. Tugas Aktor dan Bentuk Kegiatan Gambar 14. Pengorganisasian Regional Management BARLINGMASCAKEB
Tabel 15. Berbagai Bentuk Marketing Wilayah di Sektor Publik Gambar 15. Instrumen Pembangunan Formal dan Non-formal
Tabel 16. Faktor Penentu Pembangunan Regional Gambar 16. Potensi Endogen Pembangunan Wilayah
Tabel 17. Tujuan dan Sasaran Utama Regional Marketing Gambar 17. Hirarki dan Jejaring
Tabel 18. Tujuan dan Sasaran Komunikatif Regional Marketing Gambar 18. Model DEAD
Tabel 19. Tujuan dan Sasaran Kooperatif Regional Marketing Gambar 19. Model DACO
Tabel 20. Kelompok Sasaran Regional Marketing Gambar 20. Contoh Pelaksanaan Pelatihan dengan Metode SKAD
Gambar 21. Peran dan Interaksi Antaraktor Utama
Gambar 22. Struktur Organisasi Regional Management
Gambar 23. Tahapan Kerja Regional Management
Gambar 24. Contoh Bentuk Pemasaran Wilayah
Gambar 25. Kebutuhan Regional Marketing
Gambar 26. Skema Sistem Produksi Tepung Tapioka di Region Barlingmascakeb
Gambar 27. Proses Arbitrase Faktor Mobile terhadap Nonmobile
Gambar 28. Aktor Terkait Regional Marketing
Gambar 29. Proses Regional Marketing

•ix •x
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Daftar Singkatan Ditjen Direktorat Jendral


DIY Daerah Istimewa Yogyakarta
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
3K Komunikasi, Kerja sama dan Koordinasi ERDF European Regional Development Fund
Adm. Administratif ESF European Structure Fund
AIDA Australia-Indonesia Development Area EU European Union

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara GA Gemeinschaftsaufgabe (salah satu program pemerintah pusat Jerman

APEKSI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia untuk mendukung kegiatan regionalisasi)
GERBANG KERTASUSILA Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan
APKASI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia
IAP Ikatan Ahli Perencanaan
APPSI Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia
IMS-GT (SIJORI) Indonesia-Malaysia-Singapura Growth Triangle
ASEAN Asian South East Nation
IMT-GT Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle
BAKORLIN atau BAKORWIL Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Wilayah
Inpres Instruksi Presiden
BAPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah IPM Index Pembangunan Manusia
BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Irjenbang Inspektur Jendral Pembangunan
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional JABODETABEK Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
BARLINGMASCAKEB Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen Jateng Jawa Tengah

BDS-P Business Development Services Provider JWMC JABODETABEK–Waste Management Corporation


Keppres Keputusan Presiden
BIMP-EAGA Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philipines East Asean Growth
Area Kepri Kepulauan Riau
BKAD Badan Kerja sama Antar Daerah KESR Kawasan Kerja Sama Ekonomi Sub-Regional

BKPLKK (=BAKORLIN) Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Kabupaten/Kota KTI Kawasan Timur Indonesia

BKSP Jabotabek Badan Kerja sama Pembangunan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi. LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MEBIDANG Medan, Binjai, Deli-Serdang
BP KAPET Badan Pengembangan Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu
MoU Memmorandum of Understanding
BPKP Badan Pemeriksa Keuangan Pusat
MPWK UNDIP Magister Pembangunan Wilayah dan Kota - Universitas Diponegoro
CF Cohesion Fund
NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia
DACO Model Decide-Announce-Commitment
OTDA Otonomi Daerah
DAK Dana Alokasi Khusus PAD Pendapatan Asli Daerah
DAS Daerah Aliran Sungai PDRB Pendapatan Domestik Regional Brutto
DAU Dana Alokasi Umum Pemkab Pemerintah Kabupaten
DE Dewan Eksekutif Pemkot Pemerintah Kota

DEAD Model Decide-Announce-Defend Pemprov Pemerintah Provinsi

Depdagri Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Poldas Pola Dasar


PP Peraturan Pemerintah
Depkimpraswil Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (sejak tahun 2005
kembali menjadi Departemen Pekerjaan Umum)

•xi •xii
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing
PPP Public-Private-Partnership
Sambutan
PRD (Region) Pearl River Delta Region
Propeda Program Pembangunan Daerah
Provinsi DKI Jakarta Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
RED Regional Economic Development Wilayah Nusantara Indonesia merupakan anugerah Allah SWT
REDSP – Jawa Tengah Regional Economic Development Strategic Program yang tak terhingga bagi bangsa Indonesia, serta merupakan satuan
Renstrada Rencana Strategis Daerah wilayah politik yang maha strategis, tempat lahir dan berkembangnya
Renstra-KL Rencana Strategis Kementrian/Lembaga bangsa kita. Satuan wilayah politik Republik Indonesia mengikat pulau-
RKP-D Rencana Kerja Pemerintah Daerah pulau raksasa hingga pulau-pulau kecil di dalam batas kelautan dan
RM Regional Management daratan yang luas, di wilayah katulistiwa. Wilayah nasional kita tersebut
RMB Regional Management Barlingmascakeb merupakan bentang alam raksasa ekosistem laut dan daratan yang
RPJM Rencana pembangunan Jangka menengah terbesar di planet bumi dan terletak di antara dua benua dan samudera.
RPJP Recana Pembangunan Jangka Panjang
RTBL Rencana Tata Bangunan dan Letak Berkah Tuhan tersebut merupakan pahala dan ujian bagi bangsa
RT-Reg Rencana Tata Ruang Regional Indonesia untuk mengelola wilayah yang luas dengan penduduk yang
RTRWN Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sangat besar untuk dapat menciptakan kesejahteraan bagi bangsa ini
RUTRW Rencana Umum Tata Ruang Wilayah dan menjaga sumber daya kehidupan, baik bagi kehidupan kita maupun
s.d. Sampai dengan untuk umat manusia. Bagaimana mengatur pembangunan dalam
SAMPAN Sapta Mitra Pantura; sebuah wilayah kerja sama antardaerah yang wilayah yang sangat luas, dengan penduduk yang banyak dan
terdiri dari Kota dan Kabupaten Tegal, Pekalongan, Brebes, Slawi, beragam, dengan potensi sumber daya alam yang sangat besar
Pemalang dan Batang tersebut? Tantangan yang luas dan komprehensif, seperti:
SDA Sumber Daya Alam kesejahteraan di semua bidang yang berkeadilan dalam sebaran
SDM Sumber Daya Manusia wilayah nasional dan menjaga kekuatan sumber daya alam, semuanya
SDR Strategic Development Region itu bermuara kepada menjaga keutuhan wilayah politik kita yaitu wilayah
Semiloka Seminar dan Lokakarya Republik Indonesia. Pembangunan nasional kita dengan demikian
SIJORI Singapura, Johor dan Riau sudah tidak pelak lagi harus berbasis kepada pembangunan wilayah.
SK Surat Keputusan Kekuatan pembangunan nasional walaupun berada di dalam arus
SUBOSUKA Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan pasar, tetap merupakan hasil arahan pengendalian kekuatan kebijakan
WONOSRATEN Klaten politik pemerintahan suatu bangsa. Dengan wilayah yang sangat luas,
SWOT (analisis) Strength, Weakness, Opportunity, Threat (Kekuatan-Kelemahan- maka Nusantara Indonesia berada di dalam unit-unit satuan wilayah
Peluang-Ancaman) kebijakan pembangunan yang terdiri dari Pemerintah Daerah, Provinsi,
SWP Satuan Wilayah Pembangunan Kota, serta Kabupaten dalam kesatuan di bawah Pemerintah Pusat.
TRADP Tumen River Area Development Project Setelah reformasi tahun 1998 kita memutuskan sebagai Negara
UU. Undang-Undang Kesatuan Republik Indonesia yang terbentuk dalam ikatan satuan unit-
unit wilayah politik pembangunan yang mempunyai kekuatan otonomi

•xiii •xiv
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

pada wilayah Pemerintah Kota dan Kabupaten. Hal tersebut sebagai Kerja sama politik pembangunan antardaerah dengan demikian
perpindahan dari politik sentralistik ke desentralistik, atau dari menjadi basis bagi semua tataran perencanaan teknis maupun sebagai
paradigma pembangunan Top Down ke Bottom up, yang bertujuan strategi dalam implementasi perencanaan wilayah. Kerja Sama
menciptakan percepatan, pemerataan, dan pertumbuhan daerah yang Antardaerah selanjutnya merupakan politik kewilayahan ( regionalisasi )
berakar pada pemberdayaan daerah dengan potensi lokalnya. yang menjadi kekuatan kebijakan bagi pengembangan Regional
Management.
Namun selanjutnya, kekuatan politik desentralistik tersebut
mempunyai dampak terhadap disintegrasi ekonomi wilayah dan Dengan terbitnya Buku Pemahaman Dasar Regional
pemanfaatan sumber daya alam, dan bahkan mengancam keutuhan Management dan Regional Marketing ini maka suatu paradigma baru
wilayah nasional. Dengan demikian, maka paradigma pembangunan pembangunan wilayah telah diperkenalkan dalam bentuk aplikasinya
desentralistik tersebut harus tetap terikat kuat di dalam satuan integrasi yang lahir dari proses sejarah politik nasional dan usaha-usaha
pembangunan nasional. Pembangunan daerah tersebut seterusnya lapangan yang telah direalisasikan di wilayah nasional kita.
harus berada di dalam kekuatan kewilayahan ( regionalisasi ) guna
Selamat dan sukses.
membangun skala ekonomi yang besar dan sinergis serta terikat
kepada satuan ekosistem wilayah sumber daya alam. Era pasca
modern dan globalisasi telah mendorong kekuatan demokrasi dan Prof. DR. Ir. Sugiono Soetomo, CES, DEA.
transparansi, di mana teknologi informasi dan komunikasi menjadi
sumber kekuatan, oleh karena itu maka pendekatan jejaring menjadi
suatu keniscayaan yang menggantikan kekuatan nodal. Paradigma
nodal sebagai pusat pertumbuhan dengan difusinya mengharap
terjadinya trickle down development dalam proses pembangunan
wilayah. Pendekatan pembangunan tersebut sesuai dengan kekuatan
pasar dan proses modernisasi dengan menjadikan kota sebagai
primary movement pembangunan wilayah. Namun dalam pengalaman
pembangunan nasional konsep tersebut lebih mendorong polarisasi
yang menguatkan kesenjangan antara kota dan desa serta antar-
wilayah.
Proses ketergantungan ke pusat harus diubah menjadi proses
saling tergantung antar-wilayah dan pusatnya dengan membangun
satuan network regional development yang kokoh ke dalam membentuk
kekuatan nasional. Oleh karena itu, Kerja sama antardaerah otonom
merupakan keputusan politik pembangunan yang harus menjadi basis
bagi pembangunan wilayah yang akan membentuk satuan nasional
dengan kekuatan ke dalam dan mempunyai daya penarik terhadap
kekuatan luar yang besar.

•xv •xvi
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Prakata Penulis pengabdian masyarakat dan mempersilakan untuk memperbanyaknya


sepanjang tidak untuk dikomersilkan. Namun demikian, penulis tetap
berharap agar pengutipan dan pemanfaatan yang bersumber dari buku
ini perlu mengikuti norma-norma penulisan baku dan sesuai
Alhamdulillah, buku edisi 2 berjudul Pemahaman Dasar, perundangan hak cipta & intelektual yang berlaku.
Regional Management & Regional Marketing – Instrumen Strategis Penulis mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan
Pembangunan Wilayah dan Kota dalam Menghadapi Tantangan secara khusus kepada Ibu Tati Darsoyo (Ambassador) dan Prof. DR. Ir.
Globalisasi dan implikasi Pelaksanaan Otonomi Daerah – ini telah Sugiono Soetomo, CES, DEA, sebagai Dewan Pembina LEKAD yang
berhasil kami tulis untuk didiseminasikan secara luas. telah banyak memberi pembinaan dan dukungan. Kepada Ir. Ragil
Buku edisi pertama (2005) telah banyak memperoleh tanggapan Harjanto, MSP dan Ir. Wisnu Pradoto serta para kolega pengajar
berupa apresiasi, kritik dan saran yang diterima baik dari kalangan Program Magister Teknik Pembangunan Wilayah & Kota, Universitas
akademisi, praktisi dari sektor publik dan swasta, maupun masyarakat Diponegoro, Semarang kami ucapkan banyak terima kasih atas
lainnya. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih, semoga dukungannya selama ini. Para kolega akademisi, di antaranya Prof. Dr.-
segala upaya pengembangan dan perbaikan kita dapat menjadi Ing. Ir. Ahmad Munawar, MSc dan Dr. M. Baiquni, MA (UGM), Drs.
manfaat yang berkelanjutan. Triarko Nurlambang, MA (UI), Ir. Holi Bina Wijaya, MUM (UNDIP), Dr.
Dwinardi Apriyanto dan Nurul Iman Supardi, ST, MP. (Universitas
Sejak terbitnya buku edisi pertama itu pula, telah terjadi berbagai
Bengkulu), Dr. Mansur Afifi (Universitas Mataram), Dr. Marsuki
perkembangan baru terkait pemanfaatan pendekatan regionalisasi,
(Universitas Hasanudin) beserta Tim LEKAD: Anang Gurendo, ST,
khususnya yang bersifat desentralistik di Indonesia. Hal ini ditandai
Wahyu Dyah Widowati, ST dan Herlina Kurniawati, ST, sebagai editor
dengan semakin besarnya kesadaran daerah untuk memanfaatkan
buku edisi 2 ini beserta segenap pihak yang tidak dapat kami sebutkan
pendekatan Regional Management & Regional Marketing sebagai salah
satu per satu atas dukungan, masukan, serta koreksi yang diberikan
satu instrumen strategis pembangunan kewilayahan. Setelah lahir dan
selama persiapan, penulisan dan penerbitan buku ini.
berkembangnya Regional Management (RM) Barlingmascakeb dan
Sapta-Mitra-Pantura (Sampan) di Jawa Tengah, maka kini mulai Dengan segala keterbatasan yang ada, tentu buku ini masih
bermunculan berbagai inisiasi pembangunan kewilayahan di Indonesia, membutuhkan masukan berupa kritik dan saran untuk diskusi lanjutan
antara lain seperti: AKSESS (Sulsel), Kaukus-Setara-Kuat (Bengkulu, dalam rangka perbaikan.
Lampung & Sumsel), Janghiangbong (Bengkulu), Jonjokbatur (NTB) Semoga Allah SWT meridhoi dan menerima upaya kita ini
dan Lake Toba Regional Management (Sumut). sebagai amal sholeh sehingga menjadi manfaat, khususnya untuk
Tanggapan yang begitu besar dan positif di berbagai daerah ini pembangunan Indonesia yang lebih berkeadilan dan mensejahterakan.
tidak lepas dari peranan pemerintah pusat, khususnya melalui
Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, Bappenas dan
Semarang, Januari 2009
Departemen Dalam Negeri yang turut membantu memfasilitasi daerah-
daerah yang memiliki inisiatif untuk menggunakannya. Benjamin Abdurahman

Melihat tanggapan luas yang begitu positif, maka penulis merasa


perlu untuk mendiseminasikan buku ini seluas-luasnya dalam rangka

•xvii •xviii
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Pendahuluan sendiri. Kondisi ini akan semakin mengkhawatirkan dan bahkan dapat
menghasilkan disintegrasi bila masing-masing komponen masyarakat,
khususnya para pelaku pembangunan yang tergolong dalam jajaran
eksekutif dan legislatif, tidak memiliki kesadaran, kepedulian,
Sejak diberlakukannya kebijakan reformistik yang ditandai dengan kapabilitas, dan komitmen dalam menyusun dan mengaplikasikan
lahirnya UU. Nomor 22 Tahun 1999 dan dilanjutkan dengan konsep strategi pembangunan yang solutif. Konsep ini penting dalam
penyempurnaannya dalam UU. Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur rangka mengkoordinasikan berbagai kepentingan pembangunan
pembagian kewenangan politik (political sharing) dan UU. Nomor 25 antardaerah dalam bentuk kerja sama yang sinergis dan sustainable.
Tahun 1999 yang diikuti revisinya dalam UU. Nomor 33 Tahun 2004 Sesungguhnya, seiring tekanan globalisasi dan implikasi
tentang pengaturan keuangan (financial sharing) antara Pemerintah penerapan otonomi daerah seperti yang kini semakin dirasakan,
Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota telah menyebabkan terjadinya peluang pelaksanaan dan pengembangan regionalisasi desentralistik
transformasi budaya-perencanaan pembangunan di Indonesia. semakin besar. Dalam konteks urban dan regional planning sesuai
Di masa lalu pendekatan top-down lebih mendominasi iklim dengan perubahan mendasar, khususnya pada era otonomi daerah dan
pembangunan sehingga tidak banyak memberi peluang pada inisiatif, tuntutan global, model regionalisasi ini dapat digambarkan sebagai
kreativitas, inovasi, dan kepentingan lokal. Akibatnya banyak hasil proses terbentuknya keterikatan antardaerah otonom yang bertetangga
pembangunan tidak mencapai sasaran dan harapan secara umum. sehingga membentuk suatu region atas inisiatif regional. Pemanfaatan
Budaya perencanaan sentralistik pada masa lalu hanya menyisakan strategi pembangunan seperti ini sesuai jawaban tantangan dinamika
sedikit ruang pada aspek komunikasi dan partisipasi yang sebenarnya global serta desentralisasi apabila dilaksanakan melalui pendekatan
justru dibutuhkan dalam memberdayakan segala potensi dan sumber komunikasi, kerja sama, dan koordinasi yang menciptakan kebulatan
daya daerah yang berorientasi pasar. Walaupun telah dilakukan upaya- komitmen berdasarkan kesamaan kebutuhan dan kepentingan.1
upaya perbaikannya, pengaruh dan kontaminasi pola lama terhadap Penggunaan strategi pembangunan ini menjadi relevan
konsepsi pembangunan pasca-UU. Nomor 32 Tahun 2004 hingga kini mengingat banyaknya keterbatasan Kabupaten/Kota dalam menangani
masih dapat ditemui. Hal inilah yang menjadi salah satu permasalahan permasalahan pembangunannya sendiri. Perbedaan antara
mendasar bagi pembangunan yang berkeadilan dan mengedepankan regionalisasi desentralistik dengan regionalisasi pada masa lalu juga
persatuan serta kesatuan nasional. terletak pada serangkaian karakteristika yang dimiliki (selanjutnya akan
Era keterbukaan yang ditandai dengan meningkatnya praktek dibahas tersendiri dalam buku ini).
demokratisasi di segala sendi kehidupan bangsa dan negara Republik Melihat berbagai permasalahan multikompleks dalam
Indonesia bukan saja membawa perubahan positif namun juga pada pembangunan di Indonesia saat ini, maka perlu adanya berbagai
berbagai implikasinya. Indikasi dari implikasi era keterbukaan dalam terobosan baru dalam upaya menggalang kekuatan pembangunan di
wujud eforia otonomi dapat dilihat dari bentuk-bentuk konflik daerah. Terobosan tersebut harus sesuai dan mencerminkan
kepentingan yang terjadi di berbagai wilayah. Hal ini membuktikan
bahwa banyak daerah yang ‘terjebak’ pada kepentingan kedaerahan 1
Regionalisasi dalam bentuk ini berbeda dengan proses regionalisasi pada masa
semata (localism) atau egoisme lokal. Dengan demikian, eforia penerapan pola sentralistik (top down) atau yang masih terkontaminasi dengan pola
lama. Regionalisasi pada masa ini terbentuk berdasarkan konsep ‘perwilayahan’ dan
otonomi terkesan justru membebani pelaksanaan pembangunan itu penentuan keputusan yang didominasi dari pusat atau jenjang administratif di atasnya
(top-down policy).

•1 •2
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

semangat, situasi, dan kondisi nyata yang ada di masyarakat. Salah tentang bagaimana aplikasi dari konsep-konsep regionalisasi yang
satu bentuk implementasi regionalisasi yang dapat dipertimbangkan sedang dikembangkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kajian ini
oleh Pemerintah Kabupaten dan Kota saat ini adalah melalui penerapan lebih menitikberatkan pada aspek administratif (management) yaitu
Regional Management seperti yang akan dijelaskan dalam buku ini. kerja sama antardaerah otonom di Indonesia. Kajian teoritis yang
dipaparkan diperoleh berdasarkan kajian literatur aktual yang tersedia
Keberhasilan dan pengalaman positif atas pemanfaatan strategi
dengan disertai contoh pengalaman pemanfaatannya dari berbagai
regionalisasi sebagai instrumen pembangunan oleh negara-negara
belahan dunia.
yang telah lama menerapkan pendekatan desentralisasi semakin
menumbuhkembangkan know how dan skill mengenai pemanfaatan
strategi pembangunan ini. Adapun bentuk dan tugas Regional
Management yang digunakan tergantung dari tujuan dan keperluan
pembangunan regional itu sendiri, seperti misalnya pada sektor
pariwisata, infrastruktur: pembangunan jalan tol dan pengelolaan
distribusi air minum wilayah, serta pada sektor perekonomian, yaitu
upaya peningkatan atraktivitas wilayah untuk investasi melalui Regional
Marketing.
Regional Marketing sebagai konsep inovatif untuk
meningkatkan, mempertahankan, dan mengembangkan kekuatan
perekonomian wilayah dalam suatu bentuk kerja sama antardaerah
merupakan hal baru di Indonesia.2 Hal ini memang tidak mengherankan
mengingat paradigma pembangunan masa lalu yang sentralistik.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, peluang bagi
Kabupaten/Kota untuk berinisiatif khususnya untuk melakukan upaya
‘pemasaran’ baik secara sendiri-sendiri (Pemasaran Daerah) atau
bersama-sama (Regional Marketing) semakin terbuka. Tulisan ini akan
menitikberatkan ‘Regional Marketing’ sebagai instrumen peningkatan
perekonomian daerah melalui kerja sama dan koordinasi antardaerah
sebagai suatu kesatuan wilayah berdasarkan kaidah regionalisasi
desentralistik.
Beberapa contoh penerapan konsep regionalisasi kontemporer
hingga upaya pelaksanaan Regional Marketing di beberapa wilayah di
Indonesia, diharapkan dapat memperjelas pembahasan khususnya

2
Regional Marketing yang dimaksud di sini adalah konsep pemasaran regional dalam
konteks regionalisasi desentralistik dan bukan seperti yang telah lazim dilakukan oleh
banyak Provinsi di Indonesia dalam memasarkan daerahnya.

•3 •4
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Bagian Satu jelas4, maka pengertian wilayah (area) yang dimaksudkan di sini, secara
mandiri adalah (tidak lebih dari) sebuah batasan ruang geografis tanpa
tapal batas spasial yang akurat baik secara administratif maupun
fungsional.5 Pengertian ini dikemukakan dengan dasar antara lain
bahwa penggunaan kata wilayah tidak dapat berdiri sendiri. Artinya,
kata wilayah masih membutuhkan gatra jenis (keterangan) yang
REGIONALISASI DALAM TEORI DAN PELAKSANAAN
menyertainya, seperti wilayah pedesaan (ruang tertentu dengan
A. Terminologi dan Pemahaman Dasar karakter/fungsi pedesaan), wilayah kota (batasan ruang geografis
dengan fungsi atau batasan administratif Kota), dan seterusnya.
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang regionalisasi, perlu dibahas Berkaitan dengan kata wilayah, terdapat kata perwilayahan dan
dan disepakati pengertian berbagai terminologi yang sering dikaitkan pewilayahan. Apabila kata perwilayahan diartikan sebagai hal-hal yang
dengan pengertian regionalisasi itu sendiri. Istilah tersebut antara lain menyangkut wilayah, maka pewilayahan berarti hal-hal yang
daerah, wilayah, perwilayahan, pewilayahan, kawasan, kawasan menyangkut pembentukan wilayah. Pewilayahan dapat pula diartikan
regional, dan region. Pembahasan pengertian perlu dilakukan sebagai produk dari sebuah proses terjadinya suatu kewilayahan.
mengingat penggunaan istilah-istilah di atas seringkali oleh awam
dianggap sama dan digunakan secara tumpang-tindih. Asal kata region (bhs. Latin: regio) terbentuk dari kata latin rege
yang berarti memerintah, medominasi, atau menguasai. Dari etimologi
Berbagai kerancuan istilah sering ditemui dalam kajian-kajian dan ini tampak relevansinya dengan aspek tata pemerintahan yang juga
literatur yang tersedia. Banyak penggunaan istilah tidak disertai menunjuk pada batasan geografis yang terdiri dari beberapa ruang
penjelasan etimologi yang akurat dan minimnya pertimbangan pada administratif tertentu.6 Dengan demikian, dalam konteks perencanaan
aspek yang relevan dengan paradigma pembangunan kontemporer. (ruang) pembangunan, perlu dilakukan pembedaan antara kata wilayah
Akibatnya banyak kesalahan persepsi mengenai beberapa istilah (sebagai batasan ruang geografis tertentu atau area) dengan
perencanaan hingga menyebabkan terjadinya miskomunikasi yang pengertian region yang secara sederhana dapat digambarkan sebagai
berkelanjutan. Seiring pelaksanaan otonomi daerah perlu diadakan kesatuan ruang yang terdiri dari beberapa batasan ruang administratif.
kajian ulang terhadap berbagai penggunaan istilah perencanaan Dalam konteks pembangunan desentralistik, batasan ruang
sehingga dapat menguatkan pengertian dan komunikasi dalam konteks administratif yang memperoleh perhatian khusus tentu erat relevansinya
urban dan regional development planning di Indonesia. dengan daerah otonom.
Bila arti kata daerah3 disepakati sebagai sebuah batasan ruang
teritorial administratif tertentu dengan tapal batas legal-formal yang
4
Arti ‘daerah’ di sini sesuai dengan definisi yang dimaksud dalam UU. Nomor 32 tahun
2004 yaitu Daerah Otonom sebagai ‘kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
3 batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
Menurut Kamus Tata Ruang (Ditjen Cipta Karya, 1997: 13) dibedaan antara kata
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
‘daerah’ yang berarti kesatuan geografis beserta unsur terkait padanya yang batas dan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia’.
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional, dengan ‘daerah’ sebagai ruang 5
administratif. Pengertian daerah seperti pengertian pertama sengaja dalam kajian ini ‘Wilayah’ menurut UU 26 Tahun 2004 adalah ‘ruang yang merupakan kesatuan
dihindari, karena adanya kerancuan karena sekali waktu daerah dapat pula geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berarti/diterjemahkan sebagai wilayah, area, district dan region! (periksa Kamus Tata berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional’.
6
Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997, hal. 13-16). Kata regent, regency, regim berasal pula dari kata rege

•5 •6
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Secara etimologis, regionalisasi terbentuk dari kata dasar region yang berarti hasil sebuah regionalisasi. Hal ini perlu dibahas
regio(n) dan kemudian menjadi regional sebagai kata sifat yang berarti lebih lanjut mengingat adanya perbedaan yang mendasar antara hasil
kewilayahan. Namun, seperti telah dibahas di atas, kata regional lebih regionalisasi yang berkembang berlandaskan paradigma sentralistik
tepat diartikan sebagai sifat kewilayahan (ruang) yang melibatkan dengan yang berpola desentralistik.
beberapa area administratif, baik sebagian ataupun menyeluruh. Dalam
Berlatarbelakang pada pemikiran tersebut di atas, maka perlu
konteks pelaksanaan pembangunan dengan paradigma desentralistik,
pembedaan pengertian antara kawasan lokal (local cluster) dengan
Kabupaten/Kota dengan kewenangan otonominya sebagai komponen
kawasan regional (regional cluster). Kawasan memiliki pengertian
perencanaan merupakan salah satu isu sentral dalam istilah ini,
sebagai district integrated area development atau dominasi fungsi
khususnya berkaitan dengan peran dan fungsinya dalam
tertentu yang terdapat dalam sebuah daerah. Di lain pihak, kawasan
pembangunan. Dengan demikian, peran dan aktivitas berbagai
regional dapat dipahami sebagai sebuah area dengan dominasi fungsi
Kabupaten/Kota dalam kegiatan pembangunan merupakan hal yang
tertentu yang secara keruangan melibatkan beberapa daerah
tidak terpisahkan dalam pembangunan wilayah. Seiring dengan
administratif. Hal ini mengingatkan kita pada pengertian sectoral dan
fenomena tersebut maka semakin berkembang pula pemahaman
regional integrated area development (periksa Sumarsono, 2004: 6)
tentang politik pembangunan regional dengan pola desentralistik.
sebagai model pengelolaan wilayah.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diperoleh kejelasan
Pendekatan kawasan sebagai instrumen pembangunan telah
perbedaan antara wilayah dengan region. Istilah wilayah dipergunakan
lazim dipergunakan pada masa perencanaan sentralistik di Indonesia.
untuk menyebut sebuah batasan ruang geografis tanpa batasan yang
Definisi kawasan dalam kajian ini diartikan sebagai sebuah batasan
pasti, seperti wilayah budaya, wilayah tandus, wilayah iklim tropis, dan
ruang yang didominasi oleh fungsi tertentu, misalnya kawasan (industri,
seterusnya. Sedangkan istilah region dipergunakan untuk menyebut
pariwisata, hutan lindung, dan sebagainya). Pengertian ini lebih
ruang geografis yang menunjukan keterlibatan ruang (spatial) beberapa
menekankan pada batasan teknis sektoral-fungsional daripada aspek
daerah administratif, baik sebagian maupun menyeluruh. Imbuhan-isasi
administratif-pengelolaan. Pada masa mendatang, diperlukan diskusi
(pada regionalisasi) menunjukkan suatu proses pembentukannya.
dan kajian yang lebih mendalam untuk memperoleh kesepakatan
Dengan demikian, regionalisasi secara umum dapat diartikan sebagai
terminologi tentang penggunaan istilah kawasan yang diartikan sebagai
proses terbentuknya suatu region yang terdiri dari beberapa daerah
sebuah batasan ruang geografis dengan dominasi fungsi tertentu yang
administratif dan secara keruangan memiliki relevansi/keterkaitan
berada dalam satu daerah otonom. Hal ini memang tidak mudah
geografis7. Dari pengertian ini terlihat bahwa region merupakan produk
dilakukan mengingat pemanfaatan istilah kawasan yang tidak
dari sebuah proses regionalisasi. Proses yang tidak hanya
memberikan keterangan tentang aspek tata pemerintahan telah
menitikberatkan aspek teknis kewilayahan namun juga
membudaya di semua kalangan.8
mempertimbangkan aspek batasan administratif (politik-administratif).
Berdasarkan dinamika paradigma pembangunan yang
berkembang, maka perlu penajaman dan evaluasi penggunaan istilah
8
Periksa pengertian kawasan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 47/1997
7
artinya hanya berlaku bagi daerah-daerah administratif yang memiliki relevansi tentang Rencana Tata Ruang yang dijelaskan oleh Dep. Kimpraswil (pada masa
geografis keruangan dan dengan demikian bentuk pewilayahan yang tidak memiliki Kabinet Indonesia Bersatu departemen ini kembali menjadi Departeman Pekerjaan
keterikatan atau hubungan geografis yang relevan tidak dapat dikatagorikan sebagai Umum) dalam http://www.kimpraswil.go.id/ditjen_ruang/manado/pengertiankws.htm
regionalisasi. yang belum banyak mempertimbangkan implikasi pelaksanaan otonomi daerah.

•7 •8
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Tabel 1. Beberapa Contoh Kawasan dan Kawasan Regional9 Perlukah penyempurnaan pengertian istilah kawasan? Bagaimana
membedakan istilah kawasan (lokal) dengan kawasan regional?
KAWASAN KAWASAN KAWASAN KERJA SAMA
LOKAL REGIONAL REGIONAL Istilah kawasan hingga kini masih banyak dipahami sebagai batasan
ruang geografis dengan fungsi utama sebagai pelindung (kawasan
¾ Kawasan ¾ Kawasan Budidaya ¾ Kawasan Kerja Sama lindung) atau budidaya (kawasan budidaya) yang esensinya masih
Perumahan Regional Rawa Regional terbatas pada pengertian batasan teknis. Hal ini tercermin pada bentuk-
Nongsa - Kota Pening (Kabupaten BARLINGMASCAKEB bentuk kegiatan yang dilakukan terkait dengan istilah tersebut, seperti10
Batam Semarang, dan (Banjarnegara, (1) Kawasan Tertentu (yaitu yang memiliki nilai strategis dan penataan
Kota Salatiga) Purbalingga, Banyumas, ruangnya diprioritaskan), (2) KAPET (Kawasan Pembangunan Ekonomi
¾ Kawasan Cilacap dan Kebumen)
Industri ¾ Kawasan Pariwisata Terpadu), (3) KESR (Kawasan Kerja sama Ekonomi Sub-Regional), (4)
Cikarang – Regional SOSEBO ¾ Kawasan Kerja Sama Kawasan Cepat Tumbuh/Berkembang, dan (5) Kawasan Tertinggal. Hal
Kabupaten (Kota Surakarta, Regional ini dapat dimaklumi karena mekanisme program masih didominasi oleh
Bekasi Kabupaten Boyolali, SUBOSUKAWONOSRAT pendekatan yang bersifat direktif-koordinatif. Pada pendekatan ini
dan Kabupaten EN (Surakarta, Boyolali, perhitungan perencanaan tidak melalui proses politik pembangunan
¾ Kawasan Magelang) Sukoharjo, Karanganyar,
Taman regional dari ‘bawah’. Akan tetapi, sejak diberlakukannya otonomi
Wonogiri, Sragen dan
Nasional Laut ¾ Kawasan Pertanian Klaten)
daerah, perlu peninjauan ulang terhadap pengertian (reformulasi) dan
Karimunjawa – Tanaman Pangan penggunaan istilah perencanaan ini agar sesuai dengan dinamika
Jepara, Jawa Regional Dieng ¾ Kawasan Regional pembangunan aktual. Artinya pembedaan arti kawasan (lokal) yang
Tengah (Banjarnegara dan SAMPAN atau Sapta menunjukan keterlibatan spasial pada satu daerah otonom (kawasan)
Wonosobo) Mitra Pantura (Kota dan dengan yang melibatkan beberapa daerah otonom (kawasan regional)
¾ Kawasan Kabupaten Tegal serta
Rekreasi ¾ Kawasan menjadi suatu kebutuhan11.
Pekalongan, Brebes,
Taman Impian Konservasi Alam Slawi, Pemalang dan
Jaya Ancol – Gunung Merapi – Batang)
DKI Jakarta Merbabu Hingga kini dunia perencanaan di Indonesia masih menggunakan
(Kabupaten istilah kawasan12 dengan berbagai macam keterangan yang
¾ Kawasan Magelang, Boyolali,
Komersial dan Klaten) menunjukan fungsi ruang yang melekat bersamanya, seperti Kawasan
Central
Perbatasan, Kawasan Cepat Tumbuh/Berkembang, dan sebagainya.
Business
District (CBD) Penggunaan istilah tersebut tidaklah keliru, tetapi dalam konteks
DKI Jakarta
10
Periksa publikasi Kimpraswil (sekarang Departemen Pekerjaan Umum) dalam
Seperti dicontohkan pada tabel di atas, penggunaan istilah http://www.kimpraswil.go.id/ditjen_ruang/manado/pengertiankws.htm.
11
Kawasan Perumahan Nongsa, Batam berarti sebuah batasan ruang Periksa UU. Nomor 32 tahun 2004, Bagian Kedua, pasal 9 ayat 1, ”Untuk
menyelengarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi
geografis dengan dominasi fungsi perumahan yang berada di Kota kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam
Batam. Demikian pula pada Kawasan Industri Cikarang yang berada di wilayah Provinsi dan/atau kabupaten/kota”. Berdasarkan penjelasan ini
tampak bahwa kawasan khusus dapat berupa suatu batasan geografis dengan
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dan Kawasan Taman Nasional Laut dominasi fungsi tertentu/khusus (ditetapkan oleh Pemerintah Pusat) yang
Karimunjawa yang berada di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. melibatkan beberapa kabupaten/kota atau juga terdapat pada sebuah
kabupaten/kota. Dengan demikian tidak ada batasan yang jelas dan pasti.
12
Termasuk pengertian kawasan khusus dalam UU. Nomor 32 tahun 2004, Bab I, pasal 1
ayat 19, “Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam Provinsi dan/atau
9
kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan
Beberapa contoh kawasan regional di Jawa Tengah fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional”.

•9 •10
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

dinamika otonomi daerah memerlukan penyempurnaan khususnya kewilayahan14 dapat ditemui selain district integrated area development
berkaitan dengan keterangan batasan administratif.13 Dengan demikian untuk kawasan dalam sebuah wilayah administratif (distrik) juga
setiap penggunaan istilah kawasan sebagai batasan ruang dengan terdapat istilah provincial integrated area development. Istilah kedua
dominasi fungsi tertentu perlu diikuti keterangan fungsi dan batasan menunjuk pada pengertian wilayah konsentrasi pembangunan yang
ruang administratif. Sebagai alternatif, istilah kawasan yang hanya berada dalam batas wilayah administratif Pemerintahan
diikuti dengan keterangan fungsional dapat diartikan bahwa kawasan Kabupaten/Kota pada sebuah Provinsi. Bahkan pengertian regional
tersebut berada dalam sebuah wilayah administratif (Kabupaten/Kota). integrated area development diartikan sebagai sebuah wilayah
Untuk kawasan yang berada atau secara spasial melibatkan beberapa konsentrasi pembangunan yang berada dalam batas wilayah
Kabupaten/Kota atau Provinsi, perlu ditambahkan kata regional sebagai administratif pemerintahan lintas Provinsi dalam satu wilayah negara.
keterangan pelengkap.
Istilah lain yang dipergunakan untuk menjelaskan hasil dari
Sebagai contoh, untuk kawasan industri yang secara keruangan pendekatan wilayah adalah sectoral integrated area development yang
melibatkan atau berada di beberapa daerah disebut Kawasan Industri menggambarkan pengertian batasan ruang kegiatan pembangunan
Regional. Dengan demikian dapat dibedakan dengan jelas antara dengan dominasi fungsi tertentu tanpa mengedepankan pertimbangan
pemahaman kawasan industri yang berada dalam sebuah daerah batasan wilayah administratif secara khusus (Sumarsono, 2004: 6-7).
dengan kawasan industri regional yang secara fungsional-spasial
Merujuk pada penjelasan region di muka maka lebih tepat apabila
melibatkan beberapa daerah otonom (Kabupaten/Kota atau bahkan
pengertian regionalisasi di Indonesia saat ini diartikan sebagai proses
Provinsi).
pembentukan region yang melibatkan beberapa daerah otonom,
Dari penjelasan di atas dapat ditarik pengertian bahwa istilah khususnya Kabupaten/Kota, terlepas dari pembatasan kegiatan
kawasan regional menerangkan hubungan antara aspek teknis- pembangunan integratif yang dilaksanakan oleh para aktor regional
fungsional dan spasial yang melibatkan beberapa daerah administratif. terkait (dalam sebuah Provinsi, melibatkan Provinsi lain, atau antar-
Sedangkan proses pembangunan yang berparadigma desentralistik, Provinsi). Bedasarkan fakta bahwa wilayah Provinsi selalu terdiri dari
dari bentuk kawasan regional hingga memiliki platform kerja sama Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom maka pengertian region tidak
(management) antardaerah, yang memiliki konsepsi pembangunan dan bisa dilepaskan dari para pengambil keputusan/kewenangan terkait
citra kewilayahan melalui proses politik pembangunan regional ‘dari sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, yaitu khususnya
bawah’ itulah yang dalam pembahasan ini disebut region (hasil Pemerintah Kabupaten/Kota. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa
pendekatan pembangunan desentralistik). pendekatan kewilayahan tidak otomatis menghasilkan pelaksanaan
regionalisasi, namun sebaliknya regionalisasi pasti merupakan hasil
Dalam perspektif yang lain, khususnya dalam konteks
pendekatan kewilayahan.15
pertimbangan aspek tata pemerintahan, dapat diamati pemanfaatan
berbagai istilah yang relevan lainnya. Pada pendekatan teknis Pelaksanaan regionalisasi, yang merupakan tindak lanjut dari
hasil pewilayahan, sangat berpengaruh terhadap paradigma (sentralistik
atau desentralistik) yang mendominasi proses. Pada pemanfaatan
13
Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam pelaksanaan pembangunan berparadigma 14
desentralistik di Indonesia, sesuai UU Nomor 32 tahun 2004, pembedaan wilayah Khususnya di Asia, misalnya penerapannya di India dan Filipina
15
administratif, khususnya, terjadi pada level Daerah Otonom (Provinsi dan karena bisa jadi pendekatan kewilayahan hanya menghasilkan sebuah kawasan yang
kabupaten/kota). secara keruangan tidak melibatkan beberapa daerah otonom.

•11 •12
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

paradigma sentralistik, regionalisasi pada sektor publik dapat atau nonstruktural-administratif. Proses regionalisasi nonstruktural
digambarkan sebagai proses terbentuknya suatu kewilayahan lebih kompleks dibandingkan dengan regionalisasi struktural karena
(pewilayahan) yang terdiri dari beberapa daerah administratif yang pada pelaksanaannya meliputi aspek kesepakatan/komitmen (politik)
memiliki relevansi pada aspek geografis atas perintah (ex mandato)16 para aktor regional dalam memadukan potensi dan kekuatan endogen.
struktur hirarkis yang berwenang. Sedangkan regionalisasi
Pendalaman lebih jauh tentang perbedaan regionalisasi dengan
desentralistik pada sektor publik dapat diartikan sebagai proses
pendekatan teknis kewilayahan konvensional (perwilayahan),
pewilayahan yang ditandai dengan platform kerja sama oleh para aktor
regionalisasi sentralistik, dan desentralistik dapat ditemui melalui kajian
regional antara daerah otonom yang bertetangga (memiliki relevansi
berbagai komponen dan faktor yang mempengaruhi regionalisasi,
keruangan) berdasarkan kebersamaan dan kepentingan pembangunan
seperti yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
tertentu serta atas dasar kehendak sendiri (ex mera motu)17. Bagi
regionalisasi desentralistik pada lingkup multisektoral dapat B. Komponen Regionalisasi
ditambahkan multistakeholder sebagai aktor regional. Perlu
ditambahkan pula bahwa penggunaan kata daerah otonom lebih Menyambung penjelasan sebelumnya, perlu dijelaskan kembali
ditekankan untuk menggantikan istilah daerah administratif dalam perbedaan antara pewilayahan (region sentralistik)19 dengan region20
definisi regionalisasi desentralistik. Hal ini dilakukan mengingat daerah (desentralistik). Pewilayahan adalah produk dari pendekatan teknis
administratif dibedakan dengan daerah otonom dalam konteks perencanaan perwilayahan atau pembangunan kewilayahan yang dapat
paradigma desentralistik. Sedangkan istilah wilayah secara umum melihat sebuah wilayah dari aspek homogenitas, polarisasi (nodal), dan
dimaksudkan sebagai ruang ekologi yang terdiri dari unsur budidaya wilayah perencanaan (Richardson, 1978), atau bahkan wilayah sistem/
dan nonbudidaya dalam berbagai bentuk interdependensi fungsional fungsional (Blair, 1991). Kemudian dilanjutkan melalui proses politik
maupun multisektoral. pembangunan berpola sentralistik atau struktural-administratif sehingga
terbentuk pewilayahan (region sentralistik). Sebagai contoh produk dari
Dari berbagai uraian definisi tersebut di atas tampak jelas
regionalisasi sentralistik dapat diamati pada bentuk-bentuk eks-
perbedaan antara konsep regionalisasi dengan konsep teknis
karisidenan di Indonesia. Di lain pihak, region adalah hasil pendekatan
kewilayahan. Pada pendekatan kewilayahan, suatu perwilayahan dapat
teknis kewilayahan yang dilanjutkan dengan proses politik
berhenti pada teknis pewilayahan sedang pada regionalisasi selalu
pembangunan wilayah desentralistik yang tumbuh berdasarkan
diikuti dengan keputusan politik, sebagaimana pengertian ‘region’ yang
kekuatan (potensi) endogen dan pengaruh dinamika sosial-politik pada
berkaitan erat dengan aspek tata pemerintahan.18 Bila proses
sebuah masyarakat hingga membentuk suatu kesatuan wilayah.
regionalisasi didominasi oleh pengaruh pola sentralistik maka disebut
regionalisasi-sentralistik atau sruktural-administratif. Sedangkan Pada gambar 1 berikut (Rustiadi, dkk., 2004) dapat diamati
apabila regionalisasi melalui sebuah proses pengambilan keputusan bagaimana pengertian wilayah diterangkan melalui pembagian konsep
dengan pola desentralistik maka disebut regionalisasi-desentralistik alamiah dan nonalamiah. Skema pembagian wilayah ini juga
menunjukkan tahapan pembentukan suatu kesatuan wilayah yang
16
Salah satu cirinya adalah penggunaan landasan hukum berupa Kepres/Inpres dan
19
sebagainya. Atau disebut region hasil proses politik pembangunan wilayah secara struktural-
17 administratif (hirarkis)
Salah satu cirinya adalah landasan hukum berupa Keputusan Bersama, MoU Kerja
20
sama antardaerah dan sebagainya. atau sebagai region hasil proses politik pembangunan wilayah melalui pola
18
Sesuai dengan pembahasan etimologis. nonstruktural-administratif (heterarkis)

•13 •14
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

berangkat dari pendekatan teknis kewilayahan, yaitu melalui Proses Transformasi dari wilayah homogen, wilayah fungsional ,
pendekatan homogenitas, sistem/fungsional, dan dan wilayah perencanaan/pembangunan menjadi region yang sangat
perencanaan/pengelolaan. Hasil final dari proses teknis kewilayahan ini tergantung dari keberadaan kekuatan endogen regional. Kekuatan
dapat diperoleh hanya melalui proses legitimasi pelaksanaan berupa endogen sendiri berarti himpunan seluruh potensi unggulan yang
suatu kebijakan (keputusan politik). Baik proses maupun hasil akhir dari sinergis dalam batasan ruang geografis tertentu. Apabila kekuatan
keputusan politik menyangkut sebuah kewilayahan sangat dipengaruhi endogen tersebut tidak dimiliki, maka transformasinya akan menjadi
oleh paradigma pembangunan suatu negara. Dengan demikian tentu perwilayahan yang sentralistik.
terdapat perbedaan antara produk teknis kewilayahan yang dibentuk
Dalam konteks urban dan regional development planning, sudah
melalui pola sentralistik dan desentralistik.
sewajarnya apabila dalam penggunaan istilah dipertimbangkan
Proses pembentukan sebuah kewilayahan tidak berhenti pada berbagai aspek secara lebih mendalam dan komprehensif sesuai
tingkat yang digambarkan dalam wilayah homogen, sistem/fungsional, karakter bidang kajian yang interdisiplin. Bila pada proses regionalisasi
dan perencanaan/pembangunan saja. Region merupakan produk struktural-administratif, aspek konsolidasi dan partisipasi internal para
lanjutan dari berbagai bentuk kewilayahan yang terjadi karena pengaruh pelaku regional (misalnya Kabupaten/Kota), akibat posisi struktur hirarki
proses pengambilan keputusan politik. Proses pengambilan keputusan politis, bersifat inferolateral maka sesuai dengan pertimbangan bobot
atau legitimasi kewilayahan tersebut sangat dipengaruhi oleh aspek teknis hasil dari proses tersebut dapat disebut dengan istilah
paradigma pembangunan yang dipergunakan. Oleh karena itu, wilayah pewilayahan.
homogen, wilayah fungsional, dan wilayah perencanaan/pembangunan
Sesungguhnya produk regionalisasi sentralistik dapat diartikan
dapat bertransformasi menjadi region atau pewilayahan.
pula sebagai region. Akan tetapi karena pada hakikatnya aspek tata
pemerintahan lebih berperan sebagai unsur formal yang mengikuti
Gambar 1. Konsep Perwilayahan
kaidah struktur administrasi yang hirarkis maka bobot dimensi teknis21
masih mendominasi keputusan/kebijakan yang diambil. Hanya saja
dalam konteks administratif, istilah region tentu dapat dipergunakan
seperti bentuk eks-karisidenan di berbagai Provinsi di Indonesia. Yang
perlu digarisbawahi pada pengertian ini adalah proses terbentuknya
(eks)karisidenan, yang terdiri dari beberapa daerah administratif dapat
terlaksana karena adanya mekanisme formal-struktural tata
pemerintahan yang berlaku. Dengan demikian region hasil regionalisasi
struktural-administratif itu sendiri terbentuk atas landasan perintah (ex
mandato) berdasarkan kepentingan nasional (atau Provinsi) dan bukan
atas dasar kehendak sendiri (ex mera motu) atau inisiatif lokal dari
para pihak (aktor regional) terkait yang didominasi oleh kepentingannya.

21
Khususnya wilayah sebagai area perencanaan/pengelolaan (periksa gambar 1.)

•15 •16
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Gambar 2. Perbedaan Proses Pewilayahan dan Region perencanaan yang melibatkan atau berada pada beberapa daerah terkait
maka otoritas perencanaan dan pelaksanaan, baik Pusat maupun
Proses PENDEKATAN KEWILAYAHAN Provinsi, perlu mempertimbangkan aspek politik pembangunan regional
Teknis (Pendekatan Homogenitas, Fungsionalitas, dan Perencanaan dsb)
secara khusus, yaitu melalui mekanisme pemberdayaan dan konsensus
bersama yang berujung pada kesediaan dan komitmen dari pihak daerah
Produk TEKNIS PERWILAYAHAN
otonom terkait. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat sifat afirmatif dari
pihak Kabupaten/Kota terhadap pendekatan koordinasi-direktif oleh pihak
Proses Regionalisasi Sentralistik Regionalisasi Desentralistik
Politik (ex mera motu) Pusat atau Provinsi tidak lagi dapat efektif diterapkan. Pada pelaksanaan
(ex mandato)
pembangunan desentralistik, aspek kerja sama para aktor regional yang
Proses Regionalisasi Struktural Regionalisasi Non-Struktural mengedepankan unsur komunikasi menjadi lebih diperlukan dalam
Adm. (hirarkis) (jejaring)
rangka pelaksanaan koordinasi pembangunan.
Region Region Berdasarkan penjelasan di atas maka ekotipe (pembeda khusus)
Produk
dalam Konteks Hirarkis dalam Konteks Jejaring antara pewilayahan dan region non-struktural terletak pada proses dan
(PEWILAYAHAN) (REGION)
peran para pengambil keputusan politik pembangunan wilayah yang
Eks-Karesidenan di Jawa Barlingmascakeb, diambil antara dua pilihan yaitu apakah berpola sentralistik (struktural-
Kawasan Khusus Subosukawonosraten, administratif) atau desentralistik (nonstruktural-administratif). Pada
Contoh Bentukan Provinsi dan Sampan, RM Lake Toba, Aksess, pelaksanaan pola sentralistik, peran Pusat melalui kewenangannya
Kabupaten/Kota baru sesuai UU. Jonjokbatur, Kaukus Setara Kuat,
32 Tahun 2004 Janghiangbong, dsbnya. menjadi lebih aktif bahkan dapat menjadi lebih dominan. Keputusan
terjadinya pewilayahan dilaksanakan atas dasar prosedural-formal
menurut azas demokrasi yang disepakati. Berbeda halnya dalam
Mengapa pewilayahan (region sentralistik) sebagai produk dari
pelaksanaan paradigma desentralistik, peluang berkembangnya inisiatif
sebuah regionalisasi sentralistik secara khusus tidak menitikberatkan
lokal untuk mengadakan upaya pembangunan perwilayahan melalui
pertimbangannya pada aspek keterlibatan daerah yang terkait (politik
proses komunikatif-mutualistik melalui azas musyawarah antarpara
regional) sebagai komponen sentral dalam pengambilan keputusan? Hal
pelaku regional (bottom-up process) semakin terbuka.
ini terjadi karena pada pelaksanaan pola sentralistik faktor kewenangan
yang bersifat ‘direktif-koordinatif’ merupakan komponen yang kuat dan Contoh ketentuan perundangan mengenai kegiatan regionalisasi di
dimiliki oleh badan otoritas perencanaan dan pelaksana pembangunan. Indonesia dapat ditemui pada ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004, bab
Melalui prosedur perencanaan pembangunan formal yang dikuatkan II, tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Berdasarkan
dalam produk hukum (kebijakan), koordinasi pelaksanaan dapat landasan hukum tersebut, bentuk regionalisasi ini masuk dalam kategori
dilakukan secara direktif (struktural-hirarkis) oleh instansi di atasnya administratif-formal. Walaupun dalam prosesnya banyak
sedangkan posisi instansi struktural di bawahnya bersifat afirmatif. Pola mempertimbangkan berbagai aspek (komprehensif), pada saat
pembangunan koordinatif-direktif ‘dari atas’ tersebut mengendalikan arah pengambilan keputusan final dan pelaksanaannya tetap bersifat ex
politik pembangunan wilayah hingga saat ini. mandato.22
Lain halnya yang terjadi pada region (region dalam konteks
22
heterarkis) sebagai produk regionalisasi desentralistik. Pada aktivitas Periksa UU. Nomor 32 tahun 2004, bab II, tentang Pembentukan Daerah. Pada bagian
kesatu, pasal 5, ayat 2 dan 3, dimana salah satu syarat pembentukan daerah adalah

•17 •18
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Seiring pelaksanaan otonomi daerah, pertimbangan aspek politik upaya dan kegiatan regionalisasi yang melibatkan sektor publik perlu
pembangunan regional (politik regional) dalam melakukan pendekatan memperoleh perhatian khusus.
teknis kewilayahan semakin dominan. Hal ini merupakan konsekuensi
Sebagai fenomena pembangunan nasional, regionalisasi dapat
dari pelaksanaan otonomi daerah. Tarik-menarik kepentingan dan
dipandang sebagai konsekuensi logis dari tekanan globalisasi dan
kebutuhan oleh dan dari para pelaku pembangunan regional, khususnya
implikasi permasalahan internal (nasional) yang di antaranya merupakan
Kabupaten/Kota, menjadi salah satu faktor pengendali proses
akibat dari pelaksanaan otonomi daerah. Akan tetapi pengalaman di
perencanaan dan pembangunan wilayah itu sendiri. Definisi regionalisasi,
negara-negara yang bertahan dengan sistem berpola sentralistik, seperti
dalam konteks proses perencanaan kontemporer di Indonesia, dapat
di Cina dan Vietnam, juga menunjukan fenomena regionalisasi. Dalam
dilihat melalui perbedaan antara proses mekanisme program yang
hal ini, Pusat lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi faktor
bersifat direktif-koordinatif (berdasarkan kebijakan) dan partisipatif-
kebutuhan dan kepentingan para aktor regional terkait.
komunikatif (berdasarkan konsensus).
Tampaknya peran pewilayahan dan region non-struktural sebagai
Apakah yang dimaksud dengan politik pembangunan regional? motor pembangunan yang sinergis menjadi salah satu kunci
kerberhasilan bagi pertumbuhan pembangunan nasional. Dengan
Istilah politik pembangunan regional telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam pelaksanaan pembangunan desentralistik. Dalam demikian, terjadi perluasan pengertian tentang simpul-simpul atau sentra
konteks pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, secara sederhana pertumbuhan yang selama ini (antara lain) dipahami sebagai wilayah
politik pembangunan regional diartikan sebagai upaya dan kegiatan Kota, Metropolitan Area, atau Mega Urban. Dalam konteks global, kini
politik pembangunan dari dan oleh para aktor lokal, khususnya Kota tidak mendominasi perannya sebagai pusat pertumbuhan (growth
Kabupaten/Kota atau Provinsi, pada suatu wilayah dalam rangka center) an sich melainkan beralih menjadi bentuk region, sebagai wilayah
pembangunan regional. Dengan demikian tercipta sebuah kekuatan
(endogen) politik regional dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan kerja sama untuk Kota dan daerah otonom di sekitarnya.
(komitmen melalui konsensus) yang berkaitan dengan pembangunan Fenomena ini juga membuktikan bahwa intensitas persaingan
regional. Pengaruh politik pembangunan regional dapat berupa
antarwilayah yang semakin tinggi akibat dinamika perekonomian global
penguatan bargaining position bagi daerah (Kabupaten/Kota) dalam
rangka memperjuangkan kepentingannya pada tingkat regional, tidak hanya terjadi pada tingkat daerah otonom namun justru mengarah
Provinsi, nasional, maupun internasional. pada tingkat region. Mengapa hal ini dapat terjadi? Sesungguhnya
jawabannya relatif sederhana karena hampir dapat dipastikan bahwa
tidak ada satu daerah otonom pun yang dapat melakukan
Pembahasan regionalisasi yang akan dikaji lebih lanjut dibatasi
pembangunannya sendiri (exclusive). Setiap daerah otonom pasti
sebagai fenomena pembangunan kontemporer di Indonesia dalam
memiliki berbagai keterbatasan dan dominasi fungsi yang terikat pada
konteks NKRI, tanpa mengesampingkan landasan teoritis dan
suatu sistem supply-demand. Berdasarkan situasi ini muncul peluang
pengalaman pemanfaatannya yang relevan di luar negeri. Peran sektor
terjadinya inisiatif regional dalam rangka mensinergikan potensi dan
publik, khususnya yang dipresentasikan oleh Pemerintah Kabupaten dan
program pembangunan.
Kota, dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat memiliki peran
sentral bagi keberlangsungan pembangunan. Oleh karena itu, segala Regionalisasi telah dipergunakan di banyak negara sebagai
jawaban strategis pembangunan tanpa terikat pada pola pemerintahan
rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Periksa pula pasal 8 yang menyebutkan tata cara yang sentralistik atau desentralistik. Perkembangan pemanfaatan
pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4, pasal 5, dan pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
regionalisasi sebagai salah satu instrumen pembangunan terpicu oleh

•19 •20
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

faktor kebutuhan dalam rangka mengantisipasi arus globalisasi. Oleh Akibat tekanan dampak globalisasi dan implikasi otonomi daerah,
karena itu, banyak pula pakar yang menilai bahwa regionalisasi peluang terjadinya regionalisasi semakin terbuka. Keterbatasan dan
merupakan antiklimaks dari tekanan globalisasi yang sedang melanda kesamaan kepentingan, khususnya dalam meningkatkan perekonomian
dunia. Aspek lain yang melekat pada strategi ini adalah aspek efisiensi daerah, telah ‘memaksa’ daerah untuk mencari ‘mitra’ yang dapat
dan pemberdayaan lokal yang diiringi oleh pemanfaatan sinergi berbagai menutupi kebutuhannya secara sinergis. Dengan demikian terjadi
kekuatan lokal untuk menjadi keunggulan regional. sebuah mekanisme perwilayahan dengan bentuk ‘konsolidasi ke
dalam’.
Menurut Weichhart23, melalui perkembangan dan proses
globalisasi struktur real economy semakin kuat beralih ke regional. Regionalisasi sebagai sebuah ‘bangunan’ memiliki komponen
Artinya, hanya region sebagai lokasi strategis yang dapat memiliki dasar yang memberi bentuk yang berbeda dibandingkan ‘bangunan’
keunggulan komparatif dan dapat menekan biaya tinggi karena interaksi pendekatan kewilayahan konvensional. Hal ini dapat dilihat pada
sosio-ekonomi dapat terstruktur dan tumbuh secara efisien. gambar berikut.
Di lain pihak telah terjadi pula indikasi pergeseran paradigma
Gambar 4. Perbedaan Bangunan Regionalisasi
secara umum dari ‘think globally and act locally’ menjadi ‘think globally
and act regionally’. Hal ini terjadi karena implikasi persaingan tidak sehat
Regionalisasi Sentralistik Regionalisasi Desentralistik
antardaerah banyak membebani pembangunan sehingga menumbuhkan (Produk: PEWILAYAHAN) (Produk: REGION)
kesadaran yang mengarah pada upaya kerja sama antardaerah.

Gambar 3. Contoh Proses Regionalisasi Visi & Sasaran Visi & Sasaran
PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN

KEBIJAKAN

Komunikasi

Kerja sama
Tekanan

Koordinasi

NON-FORMAL
Kemampuan Pendapatan

KOMITMEN
FORMAL
Daerah

PROGRAM
Kabupaten/Kota
Lembaga Perencanaan Platform Kerja sama

Potensi & Kekuatan


Tekanan
Tekanan Potensi & Keunggulan Endogen
Regionalisasi Ego Lokal
Landasan Ruang Landasan Ruang

Batas Provinsi
Seperti tampak pada gambar di atas, bangunan regionalisasi
Tekanan
Keterbatasan Potensi Tekanan desentralistik memiliki dominasi komponen yang berbeda dengan
Globalisasi
pendekatan perwilayahan. Untuk lebih jelasnya, komponen bangunan
regionalisasi desentralistik dapat diterangkan sebagai berikut:
23
Weichhart P. (2002: 14).

•21 •22
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

• batasan keruangan bersifat dinamis dan tidak menggambarkan Secara umum faktor perekat ditentukan oleh aspek kebutuhan dan
garis batas secara statis dan tertutup. Dalam konteks management atau kepentingan. Kedua aspek tersebut dapat dibagi lagi menjadi dua
kewilayahan garis ini ditentukan melalui batasan wilayah kelompok pemahaman, yaitu material dan nonmaterial serta internal
administratif (landasan ruang)
dan external (akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikut).
• potensi unggulan dan kekuatan endogen menjadi latar belakang
dan merupakan modal dasar pelaksanaan (pondasi kegiatan) Untuk mengidentifikasi aspek kebutuhan dan kepentingan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen Skenario Kerja Sama
• aktor regional sebagai motor bagi terbentuknya sebuah wadah
Antardaerah (SKAD)24. SKAD (Skenario Kerja Sama Antardaerah) adalah
kerja sama lintas daerah (platform)
sebuah metode sekaligus alat untuk mengidentifikasi kebutuhan kegiatan
• aspek komunikasi, kerja sama, dan koordinasi selalu Kerja Sama Antardaerah (KAD) yang layak dan mendesak untuk dilakukan
mendominasi pelaksanaan kesepakatan bersama/komitmen (pilar
guna memberikan gambaran tentang visi bersama yang dilakukan melalui
kegiatan)
proses partisipatif yang sistematis diantara para aktor dan stakeholder terkait.
• adanya tujuan dan sasaran bersama untuk mewujudkan SKAD dirancang sesuai dengan prinsip dasar dan kebutuhan dinamika
pembangunan (visi & target)
perencanaan pembangunan kontemporer yang kental dengan aspek efisiensi,
Beberapa komponen regionalisasi tersebut di atas merupakan peningkatan transparansi, partisipatif, komunikatif dan pencapaian yang efektif.
ekotipe dari proses pewilayahan yang kerap ditemui pada pelaksanaan Metode ini juga sesuai dengan pemanfaatan pola strategic planning,
paradigma pembangunan sentralistik masa lalu di Indonesia. perencanaan kolektif, aktivasi kesadaran bersama (awareness) dan penguatan
Perbedaan yang mencolok mulai terjadi antara regionalisasi sentralistik jejaring (networking) yang melekat pada pendekatan Regional Management.
dengan desentralistik pada latar belakang proses. Pada pelaksanaan Platform kerja sama regional yang dibentuk oleh para pelaku
regionalisasi desentralistik, aspek potensi unggulan harus diikuti regional, dalam konteks regionalisasi desentralistik, dapat membangun
dengan aspek ‘konsensus bersama’ yang mencerminkan kekuatan ‘rasa kepemilikian’ (ownership) yang kuat. Hal ini pula yang
(sosial-politik) endogen regional. Kekuatan komitmen dalam membedakan dengan platform pewilayahan pada proses regionalisasi
melaksanakan kegiatan pembangunan regional terjadi pada konteks sentralistik. Pada proses regionalisasi sentralistik keputusan kerja
politik pembangunan regional. sama didominasi oleh pertimbangan teknis yang berujung pada
Pada proses pewilayahan sentralistik, keputusan pembentukan kebijakan Pusat atau instansi struktural-hirarkis di atasnya.
pewilayahan didominasi oleh pertimbangan potensi unggulan dan Dalam konteks regionalisasi desentralistik, pengutamaan
kekuatan endogen yang berhubungan dengan kemampuan teknis pemanfaatan komponen-komponen 3K (komunikasi, kerja sama, dan
pembangunan. Sedangkan pada proses regionalisasi desentralistik koordinasi) menjadi ciri khas pendekatan kewilayahan ini; Aspek
kekuatan politik endogen yang ditandai dengan tumbuhnya inisiatif lokal komunikasi menjadi unsur strategis utama pilar instrumen
yang kemudian berkembang menjadi inisiatif regional lebih diutamakan. pembangunan, sedang aspek kerja sama dan koordinasi merupakan
Tarik-menarik kepentingan dan kebutuhan lokal di antara aktor regional unsur berikutnya.
justru menjadi sebuah kekuatan pembangunan karena hasilnya dapat
menjadi konsensus yang berisi komitmen pembangunan bersama.
Berbagai komponen tersebut di atas merupakan bagian penting
24
untuk memahami faktor-faktor yang menjadi perekat regionalisasi. Informasi lengkap mengenai SKAD dapat diakses dalam www.lekad.org atau dengan
mengirimkan permintaan flyer SKAD melalui email: lekad_id@yahoo.com

•23 •24
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Perjalanan proses regionalisasi di negara-negara dengan pola Realisasi sebuah proses regionalisasi tergantung dari perhitungan
pemerintahan desentralistik, khususnya Uni Eropa, memperlihatkan cost-benefit atau perhitungan ’biaya – manfaat’ dari kegiatan
semakin terbukanya peluang daerah (district/municipality) untuk regionalisasi yang sekaligus mencerminkan bobot ‘saling
memperlakukan batasan administratif yang semula kaku menjadi 25
ketergantungan’ (interdependensi ) dan ‘saling pengaruh’ dari para
batasan yang terbuka. Dalam konteks regionalisasi yang bertujuan aktor regional terkait. Penggunaan istilah aktor regional disepakati
meningkatkan sektor ekonomi, terjadi berbagai perubahan upaya
sebagai pelaku utama yang memperoleh manfaat atas terjadinya
daerah yang sebelumnya tertuju pada kekuatan daya saing lokal
regionalisasi. Dengan demikian aktor regional berkepentingan
menjadi regional. Dengan demikian, persaingan cenderung beralih ke
mendorong terciptanya sebuah region.
dimensi antarregion. Hal ini sesuai dengan tekanan globalisasi yang
mengiringinya. Daerah yang saling bergantung dan saling Perhitungan antara biaya pelaksanaan dan manfaat yang
membutuhkan (interdependency) melakukan upaya pengikatan diperoleh merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
kewilayahan. regionalisasi sejak awal. Apabila biaya yang dibutuhkan diperhitungkan
Proses regionalisasi dapat dipicu oleh kebutuhan pemenuhan akan lebih besar dari manfaat kegiatan kerja sama, maka regionalisasi
aspek material dan nonmaterial, baik secara terpisah maupun secara tidak dapat terrealisasi. Sebaliknya, apabila manfaat kegiatan kerja
tumpang tindih. Yang dimaksud dengan aspek material adalah sama lebih besar dibandingkan biaya yang harus ditanggung, maka
kebutuhan atau kepentingan antaraktor regional yang terpicu oleh peluang terjadinya regionalisasi akan semakin besar.
kebutuhan material, seperti air, akses ruang, lahan, infrastruktur, dan
sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan aspek nonmaterial Gambar 5. Faktor Biaya dan Manfaat
adalah aspek pendorong atau latar belakang regionalisasi yang bersifat
politis, sosial-ekonomi, atau kultural.
Pada sisi lain, latar belakang proses regionalisasi dapat diamati Biaya Manfaat
berdasarkan faktor internal atau eksternal dari kepentingan atau
kebutuhan lokal. Semakin berkembangnya kesadaran (internal) Posisi perhitungan antara
berbagai daerah terhadap interdependensi dan manfaat konsolidasi biaya dan manfaat
kewilayahan dalam mengahadapi arus global, telah membuka upaya
inovatif yang bersifat regional. Yang dimaksud dengan faktor eksternal
adalah pengaruh atau tekanan dari luar yang mendorong daerah Penghambat Regionalisasi Realisasi Regionalisasi
melakukan upaya regionalisasi. Hal ini dapat dilihat dari upaya berbagai
daerah untuk mengadakan kerja sama antardaerah dalam rangka
menjawab tantangan pasar baik nasional maupun internasional. Aktor regional dapat berperan sebagai pihak yang melakukan
Berbagai penjelasan di atas menggambarkan proses lahirnya aktor inisiatif untuk melakukan regionalisasi di wilayahnya sehingga dapat
regional yang sekaligus berperan sebagai motor regionalisasi. Hal ini
bagi Indonesia tidak lepas dari pengaruh tekanan globalisasi dan 25
Pembahasan menarik mengenai nilai interdependensi dapat diperoleh a.l. dalam:
penerapan desentralisasi/otonomi daerah. Oekonomische Spieltheorie (Neumann & Morgenstern, 1944); Sozialwissenschaftliche
Austauschttheorie (Homans, 1961; Blau, 1964) und Psychologische
Interdependenztheorie (Thibaut & Kelly, 1959).

•25 •26
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

disebut inisiator regional. Namun pada hakikatnya regionalisasi dapat instrumen penting bagi penunjang dan pendukung konsepsi formal
dimulai dari inisiatif berbagai pihak, termasuk dari luar wilayah, tanpa pembangunan daerah seperti Poldas, Renstrada, Propeda, RUTRW,
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya proses regionalisasi dan sebagainya.
tersebut. Dengan demikian, aktor regional belum tentu berperan
Rangkaian penjelasan di atas, sekali lagi, memperlihatkan
sebagai inisiator regional. Pada masa lalu, regionalisasi sering
perbedaan antara istilah region dengan bentuk-bentuk konsep
didominasi oleh peran Pusat sebagai inisiator regionalisasi dan
pembangunan perwilayahan seperti Satuan Wilayah Pembangunan
sekaligus menjadi aktor regionalisasi. Salah satu akibatnya adalah
(SWP), Kawasan Strategis, Kawasan Andalan, dan sebagainya yang
minimnya peran serta masyarakat dan aktor regional potensial yang
lebih merupakan produk perencanaan pewilayahan sentralistik.
ada pada daerah terkait sehingga pada akhirnya justru membebani dan
menghambat kegiatan pembangunan wilayah itu sendiri. Hal inilah, Sesuai dengan dinamika pembangunan saat ini, telah terjadi
antara lain, yang membedakan antara regionalisasi pola top-down pada pergeseran pengertian tentang perencanaan itu sendiri. Semula
masa lalu dengan regionalisasi kontemporer yang lebih menitikberatkan perencanaan dipandang sebagai instrumen pembangunan yang dalam
pada peran aktif para aktor regional dari masing-masing daerah terkait, prosesnya berjalan secara unilinear. Namun karena tuntutan era
dibandingkan dengan aspek inisiatif regional yang bisa saja lahir dari kesadaran dan kebangkitan demokrasi, tekanan globalisasi, dan
luar wilayah. Akan tetapi, dari aspek perekat regional tentu akan lebih otonomi daerah telah menumbuhkembangkan paradigma partisipatif-
baik apabila inisiatif regionalisasi lahir dari pihak aktor regional. komunikatif yang memungkinkan perencanaan dan pembangunan
dapat berjalan paralel bersama. Dengan demikian, dapat digarisbawahi
Bagian penting lain yang dapat diamati dalam proses
bahwa regionalisasi bukan sekedar produk teknis
regionalisasi desentralistik adalah adanya bentuk-bentuk kesepakatan
perencanaan/pengelolaan namun lebih sebagai hasil konsolidasi dan
yang dilanjutkan dengan pembentukan dan pemanfaatan lembaga kerja
penggalangan kekuatan endogen.
sama. Kelembagaan inilah yang menggunakan dan mengedepankan
aspek komunikasi dan koordinasi dalam menjalin kerja sama satu Proses regionalisasi desentralistik sendiri dapat terjadi pada
dengan lainnya dalam mencapai suatu komitmen bersama yang berbagai sektor pembangunan, baik publik, swasta, maupun
mencerminkan pilar regionalisasi. Inilah salah satu kekuatan masyarakat pada suatu wilayah. Beberapa upaya pemanfaatan
regionalisasi yang sekaligus menjadi komponen penting bagi regionalisasi antara lain pada sektor pariwisata, perhubungan, irigasi,
keberhasilan pembangunan. kehutanan, dan bahkan perbankan. Pemanfaatannya dapat hadir dalam
format yang berbeda-beda sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan
Telah dimaklumi bahwa instrumen pembangunan formal yang
perkembangan dinamika pembangunan.
telah terbentuk melalui sebuah proses prosedural yang relatif panjang
dan birokratis memiliki beberapa kelemahan klasik pada aspek
C. Jenis dan Bentuk Regionalisasi
komunikasi, kerja sama, dan koordinasi (3K). Apabila kelemahan ini
dapat teratasi dengan baik akan menjadi kunci keberhasilan
Dengan cara pemisahan antara bentuk regionalisasi
pembangunan. Dengan demikian, kegiatan regionalisasi yang
supranasional, transnasional (antarnegara) dan subnasional (dalam
menekankan kekuatan pada ketiga aspek (3K) tersebut menjadi

•27 •28
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

satu negara) diharapkan dapat memudahkan pemahaman lebih lanjut. Tabel 2. Jenis Regionalisasi Berdasarkan Faktor Pengendalian Proses26
Dasar utama yang menjadi pertimbangan pemisahan berkaitan dengan
Market-driven Policy-driven Concept-driven Culture-
kajian aspek hukum. Pada satu pihak, regionalisasi transnasional yang driven
melibatkan negara-negara yang bertetangga (keterkaitan
geografis/keruangan) akan berpijak pada hukum dan etika kerja sama Aktor Perusahaan Pemerintah Multi - Pemimpin
utama stakeholders budaya
internasional dalam mengadakan kerja sama bilateral atau multilateral.
Di lain pihak, regionalisasi intranasional akan berpijak pada kaidah Faktor Faktor harga Perundangan Kesepakatan Ikatan
hukum dan aspek relevan lainnya yang ada pada wilayah perekat dan kebijakan aktor regional kultural
(etika sosial)
hukum/administratif negara tersebut. Namun dari berbagai perbedaan dan tradisi
yang ada pada kedua jenis regionalisasi tersebut terdapat benang
Tujuan Peningkatan Legitimasi/ Peningkatan Penguatan
merah kesamaan, yakni pada faktor pengendali (driven factor) proses
profit penguatan profil, citra dan citra dan
regionalisasi. Faktor pengendali regionalisasi ini erat berhubungan kepentingan legitimasi profil
dengan faktor pendorong regional.
Proses Aksi rasional Dominasi Perencanaan Keputusan
Boye (1997) menggambarkan faktor pengendali proses Perencanaan professional figur sosial-
‘terpusat’ bersama budaya dan
regionalisasi melalui jenis-jenis regionalisasi transnasional dalam stakeholders pemuka
market-, policy-, dan concept-driven. Masing-masing dipaparkan masyarakat
dengan studi kasus, khususnya menyangkut sektor industri. Pada Sumber: P. Boye dengan tambahan oleh penulis
region Hong Kong–Guang Dong (HKG) digambarkan sebagai
pencerminan market driven sedang kerja sama antarnegara Singapura- Beberapa catatan perlu diperhatikan dalam memahami tabel
Johor-Riau (SIJORI) sebagai policy driven serta Öresund (Scandinavia) tersebut di atas, di antaranya adalah pengelompokan berbagai jenis
regionalisasi berdasarkan faktor pengendalian proses berlaku bagi
sebagai concept driven. Kategori regionalisasi dengan menggunakan
negara-negara yang memakai pendekatan desentralistik dan tidak
faktor pengendali proses tersebut dapat membantu pemahaman lebih
berlaku pada pendekatan sentralistik. Pada pendekatan sentralistik,
jauh tentang regionalisasi.
regionalisasi hanya memiliki jenis top-down policy driven dan top-
Berdasarkan kajian Boye di atas, maka sesuai perkembangan down concept driven. Hal ini terjadi karena segala bentuk
dan pelaksanaannya, regionalisasi di Indonesia dapat ditampilkan perencanaan pembangunan akan bermuara pada keputusan kebijakan
seperti pada tabel berikut: politik puncak. Konsepsi teknis yang ada hanya diperlukan sebagai
faktor penguat dalam mengambil keputusan dan bukan menjadi sentral
elemen dari keputusan.

26
Bentuk regionalisasi sentralistik hanya dapat berkembang dalam jenis policy-driven
dan cultural driven. Sedangkan regionalisasi desentralistik bisa terdapat pada
keempat jenis pengendali tersebut.

•29 •30
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Konsekuensi pelaksanaan regionalisasi seperti yang digambarkan


Konsep marketing places: ‘Jogja – Never Ending Asia’: 27
pada gambar di atas adalah terjadinya sejumlah region yang saling
Salah satu komponen pengendali Pemasaran Daerah yang dilakukan berhubungan. Bila dalam negara terdapat sebuah sistem tata
oleh DIY dalam paket ‘Jogja- Never Ending Asia’ tampak jelas peran
pemerintahan (governance) berdasarkan struktur formal yang berlaku
dominan dari Sri Sultan sebagai tokoh sosio-kultural yang bertindak
sebagai perekat regionalisasi. Sudah dapat dipastikan seluruh maka dalam regionalisasi desentralistik terjadi sebuah sistem multi-
komponen (Kabupaten/Kota) terkait di wilayah Provinsi DIY secara level governance dalam konteks non-formal. Hal ini dapat terjadi
afirmatif mengikuti kebijakan yang diambil berdasarkan ikatan tradisi karena jejaring kerja sama yang terbentuk melalui regionalisasi
dan budaya yang telah lama mengakar dan bukan sekedar menghasilkan berbagai komitmen melalui jejaring tata pemerintahan
berlandaskan tatanan struktur hirarkis pemerintahan. Dalam prosesnya,
berdasarkan musyawarah/konsensus dan bukan berdasarkan
aspek figur kultural inilah yang mendominasi aplikasi regionalisasi
dengan pengaruh (elite) culture driven sebagai pengendali proses. keputusan/kebijakan yang bersifat direktif atau bahkan hasil
pemungutan suara (voting) terbanyak seperti lazimnya dalam praktek
demokrasi.
Dalam realita pelaksanaan regionalisasi yang tercermin pada
pemanfaatan platform kerja sama antardaerah dapat terjadi dalam Di Uni Eropa pemahaman multi-level governance digambarkan
jumlah yang banyak. Guna memperjelas gambaran pemanfatan, dapat sebagai sebuah kekuatan politik tersendiri (sui generis) yaitu sebagai
dilihat pada gambar berikut. sebuah sistem yang memiliki karakteristik, seperti nonhirarkis, berpola
kerja sama (partnership), flexible, dan dinamis. Keseluruhan
Gambar 6. Pola Ketersinggungan Kerja sama Inter-Regional karakteristika tersebut terdapat dalam sebuah sistem jejaring politik
yang menjadikan para aktor dari berbagai sektor (publik & swasta) serta
lapisan yang saling bergantung dan memiliki keterkaitan interaksi
berhadapan satu sama lain (jejaring politik). Para aktor bersama-sama
mengupayakan solusi dari permasalahan pembangunan dan
menciptakan kebersamaan secara lintas aktor dalam konteks kerja
sama.28 Kemungkinan implikasi negatif kegiatan kerja sama berupa
blokade keputusan oleh minoritas anggota justru dapat berubah melalui
mayoritas aktor regional terkait dengan pengedepanan sistem negosiasi
musyawarah. Bersamaan dengan upaya negosiasi berdasarkan
Daerah Otonom musyawarah dapat terjadi praktek (1) policy learning, (2) pengajuan
solusi melalui bentuk pelayanan masyarakat terbaik yang dilakukan
oleh anggota kerja sama terkait, (3) penyesuaian secara
inkrementalistik pada dinamika pembangunan.
Aplikasi networked polity dengan berbagai bentuknya, seperti
multilevel governance dan regional governance dalam konteks
pembagunan desentralistik masih merupakan hal baru bagi Indonesia.
27
Sebuah upaya pemerintah Provinsi DIY untuk melakukan pemasaran wilayah yang
28
cenderung berkiblat pada pengertian Kotler (1993) dalam ‘Marketing Places’. Periksa Franz Fallend, 2001:3

•31 •32
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Hal ini bisa dimaklumi karena usia pelaksanaan otonomi daerah di Gambar 7. Berbagai Region di Asia
Indonesia juga masih muda. Akan tetapi, pada saatnya nanti akan
dapat terjadi suatu perkembangan yang semakin dinamis oleh adanya
berbagai contoh kemajuan pemanfaatannya di belahan dunia lainnya.
Meier dan Toedling29 menggolongkan region dalam dimensi sub-
nasional, supra-nasional dan trans-nasional. Uraian kajian dalam bab- TUMEN DELTA

bab berikut akan lebih menitikberatkan kepada regionalisasi dalam


konteks sub-nasional dari pada supra- dan trans-nasional.
MEKONG PEARL RIVER DELTA

1. Kegiatan Regionalisasi Trans- dan Supra-Nasional

BIMP-EAGA
Keikutsertaan Indonesia dalam kegiatan regionalisasi trans-
SIJORI
nasional dapat dilihat dalam kerja sama multilateral yang secara resmi
oleh Departemen Kimpraswil disebut bentuk-bentuk Kerja sama
Ekonomi Sub-Regional (KESR)30, yaitu Indonesia-Malaysia-Singapore
Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia-Malaysia-Thailand Growth
Triangle (IMT-GT), Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philipines
East Asean Growth Area (BIMP-EAGA), Australia-Indonesia Berbagai contoh pelaksanaan regionalisasi trans-nasional dapat
Development Area (AIDA).35 Sebagai payung dari kegiatan kerja sama ditemui pula di negara-negara Asia lainnya, antara lain pada Southern
trans-nasional tersebut adalah kerja sama supra-nasional Asian South China Growth Triangle (Hongkong, Macao, Taiwan dan Cina), segitiga
East Nation (ASEAN) yang dibentuk pada tahun 1992. Pemanfaatan pertumbuhan Pearl River Delta (PRD) atau Zhu River Delta. Contoh
regionalisasi sebagai strategi pembangunan dalam rangka pelaksanaan lain adalah Tumen River Area Development Project
mengantisipasi perdagangan bebas di era globalisasi secara jelas telah (TRADP) yang melibatkan China, Korea Utara, Korea Selatan, Russia,
mewarnai konsep ini. Hal ini pula yang menjadi faktor perekat Mongolia, dan Jepang dalam membentuk free-trade zone di Asia Timur
antarnegara anggota terkait. Laut.

Dalam konteks faktor pengendali proses, kerja sama ini banyak


yang bersifat policy driven. Hal ini ditandai dengan landasan kerja sama
yang bersifat Government to Government dalam bentuk-bentuk
29
Maier, Gunter; Toedling, Franz, 1996; pengistilahan mereka tentang sub-, supra- dan kesepakatan politik yang telah dilakukan antarnegara terkait. Bentuk-
trans-nasional yang paling sering dipergunakan oleh para penulis dan pakar bentuk kesepakatan regionalisasi trans-nasional yang melibatkan
regionalisasi selama ini.
30 Indonesia dapat diamati dalam tabel 3.
Kerja sama ini disebut sebagai kerja sama subregional karena ASEAN sendiri
dipandang sebagai sebuah REGION yang terdiri dari beberapa negara otonom. Namun
jika mengacu pada penggolongan yang diberikan oleh Maier dan Toedling maka
penggunaan istilah KESR lebih tepat dengan formulasi: Kerja sama Ekonomi Trans-
Nasional.

•33 •34
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Tabel 3. Bentuk Kesepakatan Regionalisasi Transnasional yang


Melibatkan Indonesia Perlukah regionalisasi transnasional diimbangi dengan regionalisasi
subnasional?
No. Nama Kerja sama Landasan Kesepakatan Untuk membangun suatu kekuatan regional yang bersifat antarnegara
membutuhkan prakondisi kewilayahan yang bersifat subnasional (ke
1. IMS – GT (SIJORI) Memmorandum of Understanding (MoU) dalam). Bila tidak, bagaimana seluruh potensi dan keunggulan daerah
multilateral (Indonesia, Malaysia dan dapat diangkat menjadi suatu kekuatan regional yang sinergis?
Singapura, 17 Desember 1994 di Johor Pengalaman regionalisasi transnasional SIJORI menunjukan bahwa
Baru keuntungan pembangunan lebih banyak dirasakan oleh Singapura dan
Johor yang lebih mampu mensinergikan dan mengaktifkan jejaring kerja
2. IMT – GT Melalui Sidang Tingkat Menteri (Indonesia, sama tersebut secara optimal demi kepentingannya. Perhatikan efisiensi
Malaysia dan Thailand) pada bulan Juli dan sinergitas lintas sektoral melalui pengelolaan profesional yang telah
1993 di Langkawi, Malaysia
mampu mengefektifkan pembangunan di wilayah administratifnya masing-
masing.
3. BIMP-EAGA Melalui Sidang Tingkat Menteri (Brunei Di sisi lain, wilayah Kepulauan Riau dan sekitarnya lebih banyak berperan
Darrussalam, Indonesia, Malaysia dan
Philipina) di Davao City, Philipina pada
sebagai lokasi transit dan penyedia komoditi seperti pasir, batu, kayu, dan
bulan Maret 1994. komponen SDA lainnya. Bahkan dalam hal penyediaan komoditas
sekalipun seringkali tidak terwujud suatu kebersamaan/kesepakatan
4. AIDA Melalui perjanjian kerja sama bilateral tingkat regional, misalnya pada aspek harga jual. Berbagai potensi dan
Menteri Indonesia dan Australia (1997) keunggulan yang tidak terkoordinasi dan tidak bersinergi ini justru dapat
menghasilkan situasi yang kontraproduktif bagi pembangunan wilayah di
dalam negeri.
Dalam kajian literatur Indonesia, bentuk pemahaman regionalisasi Bila SIJORI tidak diimbangi dengan regionalisasi subnasional oleh
Kabupaten/Kota di wilayah Kepri dan sekitarnya maka disparitas
banyak yang berhenti pada pemahaman regionalisasi supra- dan trans- pembangunan wilayah dikhawatirkan masih akan terus berlanjut.
nasional seperti contoh di atas. Sedangkan bentuk regionalisasi sub-
nasional belum banyak tersentuh. Hal ini tidak mengherankan
2. Regionalisasi Sub-Nasional
mengingat pola perencanaan sentralistik di masa lalu hanya
membutuhkan ‘legalisasi’ proses pendekatan kewilayahan menjadi Segala bentuk regionalisasi yang terjadi dalam ruang teritorial-
sebuah ‘kesatuan wilayah’ (baca: kawasan) melalui kekuatan posisi administratif dalam sebuah negara termasuk dalam kategori
hirarkis kewenangan dari Pusat. Dengan demikian, pada pelaksanaan regionalisasi sub-nasional. Karakter khas bentuk regionalisasi ini dapat
paradigma pembangunan sentralistik istilah wilayah dapat disamakan diamati melalui para aktor regional terkait yang berasal dari Daerah
dengan pengertian region. Namun dalam pelaksanaan otonomi daerah, Otonom yang bertetangga.
pembedaan antara wilayah yang tidak perlu mempertimbangkan aspek Identifikasi faktor pendorong regionalisasi sub-nasional dapat
tata pemerintahan dengan region, dalam arti sebagai batasan ruang dilihat relevansinya dengan aspek latar belakang kegiatan dengan
yang terdiri dari beberapa Daerah Otonom, menjadi aspek yang mutlak pendalaman kajian pada aspek tujuan, sasaran, peran aktor terkait,
untuk diperhatikan. serta landasan legalitas. Faktor-faktor pendorong ini dapat terdiri dari
aspek hubungan kultural-historis lokal dengan wilayah, homogenitas

•35 •36
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

sektoral yang membutuhkan aliansi potensi, sumber daya kewilayahan, Calthorpe dan Fulton (2001) menggambarkan pengalaman Regional
dan aspek lain yang relevan dengan pendekatan teknis kewilayahan City bahwa banyak masyarakat di Amerika Serikat tidak lagi menjadi
(perwilayahan). penduduk kota dalam pengertian tradisional melainkan pada skala region:
“most Americans today do not live in towns- or even in cities- in the
Pendorong regionalisasi dapat pula dibedakan atas dua isu
traditional sense that we think of those terms. Instead, most of us are citizen
sentral yang menjadi latar belakang, yaitu kepentingan (saling
of a region ...” 31 Hal ini dapat terjadi karena mobilitas antara kota dengan
berpengaruh) dan ketergantungan (saling bergantung). Kedua aspek
wilayah sekitar yang semakin tinggi dan tidak lagi menempatkan posisi
tersebut dapat saling berhubungan sehingga sulit untuk dibedakan satu
fungsinya seperti dahulu. Kini masyarakat kota dapat memiliki tempat kerja
dengan lainnya, dan terlebih untuk melihat faktor mana yang lebih
di luar kota atau sebaliknya banyak penduduk sekitar kota yang bekerja di
mendominasi. Yang dimaksud dengan faktor kepentingan di sini adalah
kota. Gambaran aktifitas regional inilah yang menyebabkan fenomena
bagaimana aktor regional melihat manfaat regionalisasi terhadap
Regional City.
kepentingan lokal dalam mencapai visi dan misi pembangunan
daerahnya. Dalam perspektif lain, sebuah region dapat berbentuk Metropolitan
Area yang pada hakikatnya juga terdiri dari beberapa Daerah Otonom.
Sektor terpenting dalam pertimbangan penentuan antara faktor
Lebih lanjut berkembang pula bentuk-bentuk kerja sama kewilayahan yang
kepentingan dan faktor kebutuhan dapat ditentukan melalui
terdiri dari beberapa Daerah Otonom yang tidak hanya mengedepankan
pengamatan ‘posisi tawar’ daerah terhadap wilayah, khususnya di
aspek fungsional keruangan antara urban/rural serta fungsi dan orde
bidang ekonomi. Dengan demikian, daerah dengan kondisi ekonomi
pelayanan. Dengan demikian konteks fokus kerja sama menjadi aspek
yang lebih baik akan lebih memiliki faktor kepentingan dibanding
penting dalam pemahaman tentang region. Fokus kerja sama pada aspek
kebutuhan sebagai perekat regional.
pemasaran regional (regional marketing) yang melibatkan beberapa daerah
Faktor ketergantungan dapat diperoleh melalui kajian hubungan otonom terkait akan membatasi wilayah kerjanya dengan aspek keruangan
ketergantungan daerah terhadap wilayah (local-regional Kabupaten/Kota terkait. Kerja sama antara sebuah sentra pelayanan (kota)
interdependence). Dengan demikian, semakin tinggi tingkat dengan daerah di sekitarnya dapat menitikberatkan pada penguatan dan
ketergantungan daerah terhadap wilayah menyebabkan meningkatnya pengembangan fungsi serta pemanfaatan sinergi pemanfaatan ruang dan
faktor pendorong regionalisasi. Semakin kuatnya faktor pendorong sebagainya.
regional dalam membangun kebersamaan mengakibatkan terbukanya
Kristalisasi fokus kerja sama antardaerah dapat menciptakan key
peluang regionalisasi dalam berbagai bentuk, sesuai dengan dinamika
project (proyek unggulan) regional yang saling menguntungkan. Jenis key
pembangunan.
project biasanya cenderung sektoral, seperti sektor pertanian, perhubungan,
Bila regionalisasi terjadi pada sebuah pusat pertumbuhan (satuan infrastruktur, pariwisata, kehutanan, dan lain sebagainya.
administratif: Kota) bersama periphery di sekitarnya yang bertetangga
Berbagai pengalaman pada masa lalu menunjukkan bahwa fokus
(daerah otonom lainnya) maka dapat terbentuk sebuah Regional City
kerja sama antardaerah yang dilakukan secara multisektoral – komprehensif
yang tidak hanya menggambarkan sebagai suatu sistem fungsional
ternyata mengakibatkan over loading kapasitas perencanaan, sehingga
namun sebagai wilayah kerja sama pembangunan. Contoh
berdampak pada kurang optimalnya sasaran dan hasil pembangunan.
pelaksanaannya dapat ditemui antara lain di Region Salt Lake dan
Seattle, di Amerika Serikat serta Region Hannover di Jerman. 31
Peter Calthorpe & William Fulton (2001) dalam The Regional City: Planning in the
End of Sprawl, chapter 1

•37 •38
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Gambar 8. Region Fungsional dan Administratif Pemakaian istilah ‘terbatas’ di sini untuk menegaskan bahwa
areal kegiatan kerja sama belum tentu mencakup seluruh wilayah
REGION sebagai REGION sebagai
administratif masing-masing daerah otonom yang terkait. Demikian pula
Functional Integrated Area Administrational Integrated Area
Development Development untuk sektor-sektor tertentu lainnya seperti sektor perhubungan dan
irigasi yang terbatas pada kawasan tertentu yang secara administratif
Sub-Sentra terletak pada daerah otonom yang terkait/terlibat.
Daerah 1 2
Sub-Sentra Salah satu konsepsi yang cukup populer dalam kerja sama
Sentra
3 sektoral ini antara lain dikenal dengan sebutan Regional Economic
C e n te r Center Development (RED) melalui lembaga otorita, lembaga nonprofit,
Sub-Sentra 5
4
lembaga bantuan teknis dari negara donor, agency atau bahkan
lembaga dengan pola public-private-partnership (PPP). Konsep seperti
ini telah berkembang pesat di Eropa khususnya di Swiss, Austria,
Regional City Kawasan Kerja sama Antardaerah
Jerman, Denmark, dan negara-negara Scandinavia dalam dekade
terakhir ini. Akan tetapi istilah yang dipergunakan untuk
Kawasan Kerja Sama Sektoral/Terbatas seperti kawasan hutan, menggambarkan konsep semacam ini relatif beragam, sesuai dengan
sumber air tawar, dan pertambangan sebagai hasil kerja sama sektoral pengertian dan ciri khas masing-masing region dan negara. Misalnya di
dapat pula menjadi sasaran kegiatan regionalisasi. Jerman, bentuk kerja sama antardaerah dikenal dengan beberapa
istilah: Zweckverband33, Wirtschaftsregion34, Regional-
Gambar 9. Region Sektoral dan Sektoral Terbatas 35
Standortentwicklung. Biasanya kerja sama antardaerah yang
REGION sebagai REGION sebagai dilakukan menitikberatkan kerja sama antardaerah melalui sebuah
Sectoral Integrated Area Development Limited Integrated Area Development lembaga yang disebut Regional Management. Bentuk-bentuk tersebut
biasanya menggambarkan kerja sama sektoral yang dibangun oleh
Sub- Sub-Sentra beberapa daerah otonom bertetangga yang terkait. Adapun tujuan dan
regionalisasi tergantung dari kebutuhan dan kepentingan kerja sama.
Kawasan Kerja
1 Kawasan kerja sama sama Kehutanan Banyak bentuk-bentuk regionalisasi subnasional ditandai dengan
Sub-Sentra kerja sama antara dua atau lebih lembaga pemerintah daerah pada
suatu wilayah geografis yang berdekatan. Dalam konteks sistem
pemerintahan desentralistik, Priebst36 membagi bentuk regionalisasi
jenis ini berdasarkan aspek struktur formal-kelembagaan menjadi
Kawasan Kerja sama Sektoral Kawasan Kerja sama Terbatas
Contoh: Kawasan Kerja sama Pariwisata Contoh: Wilayah Aliran Sungai32

33
Zweck: ‘tujuan’; Verband: ‘badan’; Badan yang terbentuk untuk mencapai tujuan
tertentu secara bersama-sama.
34
32 Wirtschaftsregion: Region Ekonomi
Bila merujuk pada pembahasan awal tentang penggunaan istilah daerah maka 35
penyebutan Daerah Aliran Sungai (DAS) perlu dikaji kembali mengingat penggunaan Regional- Standortentwicklung: Pembangunan Regional.
36
istilah daerah lebih tepat dipergunakan bila menyangkut batasan ruang administratif. Priebst, A. 2001, hal. 157.

•39 •40
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

bentuk keras (hard-form) dan lunak (soft-form). Yang dimaksud Keanggotaan legislatif regional dapat terdiri dari anggota masing-
dengan regionalisasi berkategori hard-form terjadi bila region yang masing legislatif daerah atau anggota yang dipilih oleh daerah terkait
dibentuk merupakan hasil dari regionalisasi pada bidang hukum tata untuk menjalankan fungsi sebagai anggota legislatif regional. Bentuk
pemerintahan secara regional atau bahkan sebagai hasil reformasi tata hard-form seperti ini hanya dimungkinkan bila telah terjadi reformasi
pemerintahan regional. Regionalisasi bentuk ini bukan lagi sekedar birokrasi dan pemerintahan khususnya di tingkat kewilayahan, seperti
menciptakan harmonisasi di bidang regulasi dan kebijakan melainkan yang terjadi di Region37 Hannover, Jerman. Hal ini berbeda dengan
homogenisasi atau uniformisasi birokrasi struktural pembangunan pemahaman pemekaran daerah38 yang terjadi di berbagai wilayah
regional. Proses homogenisasi birokrasi regional tersebut tentu masih administratif di Indonesia pasca-pemberlakuan otonomi daerah yang
dalam koridor perundang-undangan nasional yang berlaku dan tidak memungkinkan kesatuan wilayah administratif yang baru dapat
kontradiktif dengan kaidah otonomi daerah. Salah satu ciri bentuk terbentuk (menjadi daerah otonom yang baru) melalui prosedur
regionalisasi hard-form ini ditandai dengan pemilihan dan perundang-undangan.
pertanggungjawaban pimpinan lembaga kerja sama antardaerah
(Regional Manager) oleh dan kepada pihak legislatif regional. Mengingat pelaksanaan otonomi daerah yang masih relatif baru
maka dapat dimaklumi jika regionalisasi desentralistik dalam pola hard-
form belum dapat ditemui di Indonesia.
Tabel 4. Regionalisasi dalam Hard-Form dan Soft-Form
Pola regionalisasi soft-form merupakan bentuk yang tampaknya
HARD-FORM SOFT-FORM
akan semakin berkembang di Indonesia. Pola ini ditandai dengan kerja
sama antardaerah berdasarkan dinamika pembangunan yang ditandai
Berdasarkan Undang-Undang, Ad Hoc: melalui forum, biro, dengan berbagai keterkaitan akan kebutuhan dan kepentingan masing-
dengan ciri-ciri a.l.: agency, lembaga dalam bentuk masing daerah yang terlibat. Aspek fleksibilitas, efisiensi, dan orientasi
PPP atau perusahaan swasta sektoral biasanya menjadi fokus kegiatan kelembagaan kerja sama
Adanya kelembagaan legislasi
sehingga belum membutuhkan badan legislasi regional. Ciri lain dari
regional, tanpa mengurangi Formal: melalui kesepakatan kerja
landasan kedaulatan dan sama antardaerah Otonom yang
bentuk soft-form adalah pemilihan dan pertanggungan jawab pimpinan
Otonomi masing-masing Daerah disetujui oleh DPRD terkait.
lembaga kerja sama yang cukup dilakukan kepada jajaran eksekutif
atau aktor regional penentu sebagai pihak yang mengangkat dan
Penetapan dan Penetapan pimpinan kegiatan memberhentikannya.
Pertanggungjawaban kepala biasanya dilakukan oleh para
lembaga kerja sama regional eksekutif terkait atau yang Bentuk perjanjian kerja sama pada kategori soft-form dapat
melalui dan kepada legislasi mewakili. berbentuk perjanjian ad-hoc atau perjanjian kesepakatan antarpihak
regional terkait. Perjanjian ad-hoc antarpemerintah daerah dapat berupa
komitmen dan saling pengertian yang disepakati oleh masing-masing
Priebst A. diolah kembali oleh penulis

37
Pada contoh Region Hannover, istilah Regionsrat dipergunakan untuk menyebut
regional manager untuk mencerminkan sebuah jabatan yang diperoleh melalui proses
penentuan politik dilegislatif.
38
Dalam bahasa hukum disebut Pembentukan Daerah, sesuai dengan UU. Nomor 32
Tahun 2004 Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus.

•41 •42
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

pihak dalam bentuk forum. Sedangkan pola perjanjian formal39 akan Sebelum menjawab berbagai pertanyaan tersebut, perlu dikaji
berujung pada pembentukan lembaga regional yang bertugas formulasi definisi yang dapat menerangkan secara utuh dan jelas
menindaklanjuti kesepakatan bersama. Pada perjanjian ad-hoc mengenai regionalisasi, dalam hal ini subnasional, di Indonesia. Akan
biasanya diterapkan pada permasalahan antardaerah (regional) yang tetapi, pertanyaan ini tidak dapat terjawab secara tuntas tanpa
bersifat temporer atau masih dalam keadaan mencari format kerja sama pembahasan mengenai kapan dan bagaimana regionalisasi yang
definitif. Sebagai contoh pemanfaatan lembaga atau tenaga ahli dimaksud terjadi.
(experts) yang relatif mahal untuk menangani suatu permasalahan
regional dengan menanggung pembiayaannya secara bersama. Kerja 1. Regionalisasi Sentralistik dan Desentralistik
sama semacam ini dimaksudkan untuk penghematan pembiayaan dari
masing-masing pihak yang bekerja sama. Pola kerja sama ad-hoc
Pada dasarnya hasil pendekatan kewilayahan sebagai batasan
dapat berkelanjutan jika dibutuhkan dalam rangka optimasi sasaran dan
ruang tertentu yang terdiri dari beberapa daerah administratif, sehingga
situasi yang diharapkan pihak terkait. Dalam hal ini, perhitungan
muncul istilah region, bukanlah hal baru di Indonesia. Pengaruh
finansial akan menjadi salah satu aspek penentu pada proses
terbesar perjalanan konsepsi teknis kewilayahan menjadi regionalisasi
pengambilan keputusan. Sedangkan pola formal ditandai dengan
cenderung dipengaruhi oleh dinamika sosial politik di Indonesia.
terbentuknya lembaga regional atau regional management.
Pada masa kerajaan dan kesultanan di Indonesia, proses
pewilayahan (terbentuknya suatu kesatuan wilayah) merupakan
D. Regionalisasi di Indonesia
cerminan kekuatan dan legitimasi kekuasaan pada saat itu. Pada masa
itu pihak kerajaan dapat membentuk dan menentukan region tertentu
Seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa pendekatan
untuk kepentingan monarki yang berkuasa. Selain aspek politik-
regionalisasi yang dimaksud dalam kajian ini tidak terbatas pada
administratif, perjalanan sejarah juga menunjukan bahwa faktor kultural
pengertian klasik sebagai sebuah konsep sistem perwilayahan yang
yang ditandai dengan kesatuan bahasa (dialek) juga menjadi faktor
telah dimulai sejak awal Pelita III oleh Bappenas (Riyadi, 2002: 54) atau
perekat regionalisasi yang dapat ditemui. Demikian pula pada masa
konsep pengembangan wilayah periode terakhir yang ditandai dengan
Pemerintahan Kolonial Belanda yang menjadikan regionalisasi sebagai
pendekatan kawasan (satuan wilayah pengembangan/SWP, Kawasan
instrumen pengelolaan (kekuasaan) pemerintahan dalam konteks
Pembangunan Ekonomi Terpadu/KAPET hingga Strategic Development
administratif pemerintahan. Untuk kepentingan kekuasaannya,
Region/SDR). Perkembangan pendekatan regionalisasi perlu
Pemerintah Kolonial Belanda memanfaatkan elemen perekat sosio-
mendapatkan perhatian khusus terkait dengan pelaksanaan otonomi
kultural, khususnya bahasa dan budaya, sebagai sarana untuk
daerah. Sejalan dengan perkembangannya, berbagai pertanyaan masih
mengembangkan regionalisasi. Hal ini dapat diamati melalui
perlu dijelaskan, antara lain: di mana letak perbedaan pelaksanaan
pemanfaatan regionalisasi dalam bentuk Karesidenan di Jawa yang
dengan pendekatan di masa lalu; sampai di mana efektivitas
bertumpu pada pendekatan sosio-kultural. Pada masa ini regionalisasi
pendekatan ini terhadap tantangan dinamika pembangunan, dan
juga terbentuk dalam konteks kepentingan ekonomi, seperti untuk
perubahan apa yang harus dilakukan guna mengefektifkan pendekatan
menunjang pengelolaan perkebunan karet, teh, kopi, coklat, lada, dan
ini?
rempah-rempah lainnya.

39
Dalam rangka memperoleh kepastian dan kekuatan legalitas kegiatan.

•43 •44
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Pada masa setelah kemerdekaan Indonesia, istilah regionalisasi pendekatan kewilayahan melalui regionalisasi sentralistik bemuara
sering ditemui dalam konteks teknis sektoral. Pemahaman regionalisasi pada pembentukan perwilayahan.
pada masa ini bertumpu pada batasan ruang sebagai wilayah kegiatan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perkembangan
Dengan demikian, regionalisasi dipandang sebagai pembentukan
regionalisasi dapat dibedakan menurut situasi dan kondisi sosial-politik
satuan-satuan wilayah dalam konteks organisasi bagi kepentingan
yaitu masa kolonial atau penjajahan asing – khususnya Belanda, masa
distribusi, pemasaran, dan sejenisnya.
orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi. Bila dikaji lebih
Secara administratif, proses pembentukan kesatuan wilayah di mendalam, maka pada dasarnya regionalisasi di Indonesia dapat
masa sebelum pemberlakuan otonomi daerah dapat terjadi karena dibedakan atas regionalisasi sentralistik (struktural-administratif),
kebijakan perluasan40 wilayah administratif bagi daerah yang dan desentralistik (non-struktural administratif). Bentuk-bentuk
memperoleh ruang dimaksud. Dengan demikian, aspek pengambilan regionalisasi yang masih mengandung karakteristik sentralistik tetapi
keputusan terhadap terjadinya perluasan wilayah didominasi oleh sudah menunjukkan keinginan menuju desentralistik dapat digolongkan
kebijakan yang bersifat top-down. Oleh karena itu, pengamatan yang sebagai regionalisasi transformatik atau menuju desentralistik.
seksama perlu dilakukan terhadap pelaksanaan UU. Nomor 32 Tahun
Secara teoritis, proses pewilayahan di masa lalu terjadi melalui
2004, khususnya menyangkut pembentukan Kawasan Khusus.
tahapan direktif (pola top down-koordinatif) seperti yang dapat dilihat
Pengutamaan landasan kepentingan nasional41 dalam suatu proses
pada piramid komponen regionalisasi sentralistik berikut:
terjadinya pewilayahan mencerminkan karakteristik pendekatan
regionalisasi sentralistik42. Berbeda dengan pelaksanaan Pembentukan
Daerah43 yang menghendaki keterpenuhan persyaratan yang lebih Gambar 10. Piramid Siklus 3K pada Pendekatan Pembangunan Sentralistik
komprehensif, yaitu syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.44
Selain bentuk perluasan wilayah seperti di atas, terjadi pula
Koordinasi
regionalisasi yang dibentuk melalui prosedur formal-struktural dan
Pr
hirarkis. Strategi tersebut ditempuh dalam konteks administratif
ktif os
re ed
Di
sehingga terbentuklah region hasil konsepsi-administratif dari Provinsi.
ur
Di Pulau Jawa model semacam ini dikenal dengan sebutan al
Karisidenan. Jadi, berdasarkan teori regionalisasi, bentuk-bentuk hasil Kebijakan
40
Periksa publikasi Sekretariat Badan Kerja sama Pembangunan Jabotabek tentang
41
perluasan wilayah DKI Jakarta, hal. 2, Maret 2003
Kerja sama Formal Komunikasi
UU. Nomor 32 Tahun 2004, Bagian Kedua, pasal 9, ayat 1.
42
Seberapa jauh Pemerintah (pusat) mengikutsertakan daerah yang bersangkutan dalam
proses pembentukan kawasan khusus menunjukan besarnya kewenangan Pemerintah
Pusat. Hal ini dikuatkan kembali melalui ketetapan tata cara penetapan kawasan Aspek koordinasi menempati posisi terpenting dalam proses
khusus sebagaimana dimaksud pada UU. 32 Tahun 2004 Bab Kedua, Pasal 9
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan pelaksanaan (kebijakan) regionalisasi di masa lalu. Hal ini terjadi
Pemerintah. karena kekuasaan Pusat dengan kewenangannya dapat
43
Periksa UU. Nomor 32 Tahun 2004, Bab II, Bagian Kesatu, pasal 4-8.
44 menginstruksikan (direktif) berbagai kebijakan agar pihak-pihak terkait
Periksa UU. Nomor 32 Tahun 2004, Bab II, Bagian Kesatu, pasal 5 ayat 1.

•45 •46
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

di bawahnya segera berkoordinasi. Konsepsi kerja sama sebagai yang lebih pendek. Dengan demikian, aspek efisiensi dan efektivitas
penjabaran kebijakan Pusat menjadi pengikat antaraktor regional. pelaksanaan kegiatan pembangunan menjadi semakin kuat. Salah satu
Dengan demikian, aspek komunikasi tidak lebih dari sekedar kegiatan faktor yang berperan dalam proses regionalisasi desentralistik adalah
diseminasi prosedur konsep yang koordinasikan kembali kepada pihak- aspek pemberdayaan dan partisipasi dari para aktor regional terkait.
pihak terkait. Salah satu dampak positif kegiatan ini adalah dikedepankannya aspek
transparansi dan akuntabilitas program kerja. Hal ini sesuai dengan
Pada masa Orde Baru, perencanaan dan aplikasi pembangunan
landasan pengembangan demokratisasi yang kini sedang berkembang
di segala sektor didominasi oleh paradigma top-down (sentralistik). Hal
seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Konsekuensi
ini terlihat mulai dari proses perencanaan hingga pengambilan
dari perubahan pelaksanaan pembangunan berpola desentralistik yang
keputusan yang tidak lepas dari dominasi kewenangan Pusat. Pasca
mengedepankan partisipasi tersebut adalah perubahan posisi pada
pelaksanaan otonomi daerah terjadi fenomena baru dalam strategi
piramid siklus komponen regionalisasi.
pembangunan wilayah. Apabila dahulu regionalisasi terbentuk dalam
frame pembangunan wilayah secara struktural administratif, kini terbuka
Gambar 12. Piramida Siklus 3K pada Pendekatan Pembangunan Desentralistik
peluang pembangunan wilayah secara nonstruktural. Artinya,
regionalisasi dapat terbentuk berdasarkan inisiatif lokal dan dikelola
tanpa memiliki keterikatan struktural administratif terhadap Provinsi
Komunikasi
maupun Pusat.
s us Pa
rt i
Gambar 11. Fenomena Regionalisasi Sentralistik dan Desentralistik s en s ip
Pasca- OTDA di Indonesia K on at
if
Komitmen
Non- Regionalisasi Desentralistik
Struktural

Informal
Kerjasama
Pemberdayaan &
Partisipatif Koordinasi
Koridor m edia si
Regionalisasi Sentralistik Peran Pemerintah Pusat maupun Provinsi dalam fenomena
Struktural Nasio na l Lokal
Propinsi
(Kab/ Kota)
regionalisasi desentralistik tidak lagi sedominan seperti pada masa lalu.
Ad min istratif Mengingat pentingnya partisipasi para aktor regional dalam
Dekonsentrasi
melaksanakan kerja sama (melalui konsensus) maka aspek komunikasi
kini menempati posisi terpenting dalam piramid komponen regionalisasi.
Hal ini disebabkan oleh posisi masing-masing pihak yang berkepentingan
Sugiono S. diolah kembali oleh penulis harus duduk bersama dan mengedepankan konsensus untuk mencapai
suatu komitmen. Melalui kesiapan untuk mencapai konsensus, kerja
Seperti terlihat pada gambar di atas, bentuk regionalisasi sama yang efektif dapat terjalin. Konsepsi kerja sama sebagai produk
desentralistik memiliki jarak hubungan interaksi (interaction-relationship) bersama tersebut dapat terealisasi karena aspek koordinasi lebih

•47 •48
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

merupakan hal teknis pelaksanaan dan bukan merupakan kebijakan DIMENSI SENTRALISTIK DESENTRALISTIK (NON-
direktif yang perlu diperjuangkan kembali secara internal. Dengan (STRUKTURAL) STRUKTURAL)

demikian, partisipasi para aktor regional dalam melakukan upaya AKTOR Keterbatasan pelaku Selektif – mutualistik sesuai
perencanaan dan pelaku kompetensi dan kontribusi
koordinasi semakin mempermudah pelaksanaan program pembangunan. kegiatan

Berbagai perbedaan dan perubahan antara regionalisasi PROSES Keputusan terjadi melalui Pola ‘meja bundar’
KOMUNIKASI tahapan dan prosedur formal.
sentralistik dan desentralistik dapat diamati dalam tabel berikut:
PROSES Pejabat berwenang dan Konsensus para aktor
45 PENGAMBILAN mekanisme formal
Tabel 5. Karakteristik Regionalisasi Sentralistik dan Desentralistik KEPUTUSAN
KEUANGAN Anggaran Pusat yang Anggaran Partisipatif antar
DIMENSI SENTRALISTIK DESENTRALISTIK (NON- jumlahnya telah ditentukan anggota terkait dan dari sumber
(STRUKTURAL) STRUKTURAL) dan disediakan sesuai konsep. pendanaan lainnya.
46
STRUKTUR Hirarkis dan struktural Nonhirarkis dan non- struktural PERJALANAN Unilinier Secara bersamaan (paralel)
(Jejaring) PROSES
HUBUNGAN Direktif melalui pengarahan- Diskusi dialogis, tukar-menukar PERENCANAAN
pengarahan dan cenderung pendapat/informasi dan DAN KEGIATAN
monologis; bermuara pada negosiasi; bermuara pada WAKTU Stabil Instabil dan dinamis
Kebijakan Komitmen
KELEMBAGAAN Prosedural, birokratis, Terbuka, dapat berbentuk Lalu, bagaimana bila dalam suatu bentuk kesatuan wilayah
administratif forum, badan kerja sama dan
PPP hingga pengelolaan memiliki perpaduan karakteristik regionalisasi sentralistik dan
professional oleh swasta desentralistik sekaligus? Untuk kondisi perpaduan karakteristik yang
LEGALITAS Keputusan Kebijakan lembaga Keputusan bersama para aktor demikian dapat digolongkan sebagai regionalisasi transformatik.
administrasi negara yang lebih regional yang dikukuhkan oleh
tinggi (ex mandato) prosedur hukum formal (ex
Regionalisasi seperti ini (transformatik) terjadi apabila dalam
mera motu) pelaksanaan regionalisasi desentralistik atau pemanfaatan paradigma
KERUANGAN Generalisasi wilayah Berangkat dari potensi lokal desentralistik masih ditemukan berbagai kegiatan yang berciri
(endogen) dan sinergitas sentralistik.
ORIENTASI Berpedoman pada kebijakan Berpedoman pada kesepakatan
KEGIATAN dan perencanaan formal dan program bersama (action Kecenderungan terjadinya regionalisasi disebabkan oleh berbagai
pembangunan oriented) alasan, salah satu sebab yang sering dijumpai adalah karena lemahnya
PEMAHAMAN Teknokratis dan tersegmentasi Pragmatis dan integratif pemahaman para aktor regional dalam melakukan proses regionalisasi
TERHADAP
TUGAS DAN
desentralistik. Contoh-contoh inisiasi pelaksanaan Regionalisasi
FUNGSI Desentralistik dapat ditemui di berbagai daerah di Indonesia, seperti
TUJUAN Tujuan terdefinisi dalam blue Tujuan relatif terbuka, karena yang difasilitasi oleh Kementrian Negara Pembangunan Daerah
print koridor yang lebih lebar dan Tertinggal (KPDT), antara lain AKSESS, Lake Toba, Jonjok Batur,
melalui proses multi-validasi
Janghiangbong, dan Kaukus Setara Kuat. Dalam pelaksanaannya,
inisiasi ini masih dalam tahap awal, sehingga output dari kegiatan-
45
Berlaku bagi kategori regionalisasi subnasional kegiatan yang dilakukan masih terbatas pada kegiatan-kegiatan seperti
46
Burns dan Stalkers (1994:331-335) menggambarkan perbedaan antara struktur hirarkis pembuatan website, pelaksanaan forum-forum komunikasi lintas
dan jejaring dengan istilah struktur mekanik (birokratis) dan organik (team culture).

•49 •50
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

sektoral di antara pemerintah daerah terkait, serta kunjungan ke Contoh pelaksanaan regionalisasi sentralistik dapat diamati pada
Regional Management Barlingmascakeb dalam rangka pengembangan pelaksanaan konsepsi Pemerintah Pusat seperti Kawasan Pembangunan
kapasitas. Terpadu atau KAPET. Berbekal Konsep perencanaan atau cetak-biru (blue
print) dan sejumlah dana yang telah disiapkan melalui APBN, pembuatan
Gambar 13. Situs Website RM
dan pelaksanaan konsepsi dapat terlaksana. Di lain pihak, pada
Situs Website RM. AKSESS ( www.rmaksess.com ) pelaksanaan regionalisasi desentralistik blue-print terperinci dan dana secara
khusus tidak tersedia. Untuk itu para inisiator regional –pada bentuk proses
regionalisasi desentralistik- perlu duduk bersama mengadakan musyawarah
guna membahas faktor kebutuhan dan kepentingan melakukan regionalisasi.
Berdasarkan konsensus itu pula ditentukan fungsi, peran, dan kontribusi
masing-masing aktor regional. Dengan demikian aspek komunikasi menjadi
Situs Website RM. LAKE TOBA ( www.laketobadream.com ) pilar utama kerja sama dan bukan aspek konsepsi dari ‘perencana’ yang
telah disertai dengan pendanaannya. Contoh ini juga menunjukan bahwa
salah satu ciri regionalisasi nonstruktural terletak pada proses pembentukan
platform kerja sama antardaerah dengan pola partisipatif. Dominasi inisiatif
regional yang melahirkan para aktor regional menumbuhkan dan
memperkuat rasa kepemilikan, kebutuhan, serta kepedulian regional dan
merupakan kekuatan endogen yang menjadi salah satu modal dasar
Situs Website RM. JONJOKBATUR ( www.rm-jonjokbatur.com )
pelaksanaannya.
Proses terbentuknya Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) sebagai
salah satu instrumen strategis pembangunan wilayah dan sebagai produk
perencanaan di masa lalu tidak lepas pula dari dominasi instansi
perencanaan pada tingkat Pusat & Provinsi bersama ‘pihak-pihak terkait’.
Situs Website RM. JANGHIANGBONG ( www.janghiangbong.com ) Pihak terkait yang dilibatkan dalam perencanaan dengan pendekatan (top-
down) concept driven tersebut belum tentu akan terlibat dalam pelaksanaan
konsep secara berkesinambungan. Hal ini terjadi karena, boleh jadi, secara
teknis-empirik dibutuhkan suatu bentuk sinergi keruangan pada suatu
wilayah tetapi oleh para pelaku lokal terkait belum tentu dapat disadari,
diperjuangkan dan lebih lanjut diaplikasikannya. Oleh karena itu, aspek
Situs Website RM. Kaukus Setara Kuat ( www.kaukus-setara-kuat.com ) keterlibatan dan kepemilikan serta identifikasi konsepsi terhadap para aktor
regional yang penting bagi terbentuknya komitmen pembangunan menjadi
dipertanyakan.
Pada tingkat lembaga teknis pembangunan nasional, seperti
Bappenas dan Departemen Kimpraswil menghasilkan program (baca:
produk) pewilayahan melalui pendekatan regionalisasi sentralistik yang

•51 •52
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

kriteria penentuan pewilayahannya masih didominasi oleh faktor kekuatan dicoba untuk ditumbuhkembangkan melalui pemberian berbagai insentif, baik
resourcess (potensi unggulan lokal) berdaya saing. Salah satu upaya inovatif fiskal maupun nonfiskal. Seluruh kegiatan KAPET dibiayai oleh Pemerintah
yang mulai ditindaklanjuti oleh Bappenas antara lain melalui konsep Strategic Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Development Region (SDR) yang bertujuan mengembangkan wilayah
Sebagai lanjutan dari Kepres Nomor 89 Tahun 1996 sebagai landasan
strategis dan berpotensi untuk cepat tumbuh. Akan tetapi, konsep SDR
pelaksanaan KAPET lahir Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1998 yang
tersebut masih belum mengedepankan aspek politik pembangunan regional
kemudian disesuaikan kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 150
yang merupakan salah satu ciri utama pelaksanaan regionalisasi
Tahun 2000.
desentralistik sebagai salah satu komponen sentral pembangunan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 150/2000
Guna memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kegiatan
ditetapkan bahwa susunan keanggotaan Badan Pengembangan KAPET (BP
regionalisasi di Indonesia, perlu kiranya dilihat bagaimana bentuk serta
KAPET) terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri
contoh pelaksanaannya dalam dekade terakhir.
Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) sebagai Ketua dan Wakil
Ketua serta Kepala BAPPENAS sebagai sekretaris berikut serangkaian jajaran
2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sembilan (9) menteri dari berbagai bidang, satu (1) Menteri Muda dan satu (1)
Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagai anggota.
Berlandaskan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 89 Tahun 1996
Tugas dan kewenangan BP KAPET sesuai Pasal 3 Keputusan
yang sekaligus mencerminkan paradigma perencanaan top-down, maka
Presiden Nomor 150/2000 antara lain: memberikan usulan kepada Presiden
dimulailah pelaksanaan konsep Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu
untuk kawasan yang akan ditetapkan sebagai KAPET setelah memperhatikan
(KAPET). Pelaksanaan pendekatan ini dilatarbelakangi oleh upaya
usulan dari gubernur yang bersangkutan dan mengkoordinasikan penyusunan
memadukan potensi kawasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi
dan pelaksanaan kegiatan pembangunan KAPET. Dalam melaksanakan
melalui pengembangan sektor unggulan yang menjadi prime mover kawasan
tugas-tugasnya, BP KAPET mengadakan Rapat Pleno secara berkala empat
regional (BP KAPET, 2003) khususnya pada Kawasan Timur Indonesia
bulan sekali. Selanjutnya, sesuai Pasal 4 ayat (1) Keppres Nomor 150 Tahun
(KTI)47. Penggunaan istilah Kawasan Pembangunan Ekonomi menunjukan
2000, BP KAPET dibantu oleh Tim Teknis BP KAPET yang diketuai oleh
penekanan orientasi konsep pembangunan melalui sektor ekonomi yang
Menteri Kimpraswil menetapkan Kebijakan dan Pelaksanaan Koordinasi
berjumlah 13 Kawasan48, yaitu 12 di KTI dan 1 di wilayah barat Indonesia
Kegiatan Pembangunan di KAPET yang esensinya identik dengan tugas BP
(Sabang).
KAPET. Dengan demikian, Tim Teknis inilah yang memiliki pengaruh signifikan
Konsep KAPET menjadi salah satu ‘model’ pembangunan yang terhadap konsepsi dan pelaksanaan KAPET. Pengaruh besar aspek teknis
dimotori oleh Pemerintah Pusat. Melalui konsep ini diharapkan dapat ditekan juga dapat ditemui antara lain pada mekanisme penentuan lokasi KAPET
disparitas pembangunan wilayah yang selama ini masih belum dapat diatasi, berdasarkan usulan daerah yang dipilih dari kawasan andalan, yang juga
khususnya di wilayah timur Indonesia. Fokus kegiatan pembangunan wilayah tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
berdasarkan PP Nomor 47/97.
47
KTI merupakan istilah teknis yang sarat dengan muatan politis. Sesuai dengan bedasarkan kajian aspek hukum tersebut di atas memperlihatkan
penjelasan tentang penggunaan istilah kawasan, wilayah dan sebagainya maka
seyogyanya digunakan istilah yang lebih tepat, seperti Wilayah Timur Indonesia karena bahwa pengaruh paradigma top-down masih melekat pada konsep KAPET
istilah KTI tidak memiliki batasan ruang administratif atau fungsional yang jelas. yang hingga kini diterapkan. Dominasi partisipasi dan kontribusi Pusat,
48
Menurut www.kapet.org/ dan 14 Kapet menurut situs Bea Cukai (2005) dalam
http://www.beacukai.go.id/sisdur/fasilitas/detil/Kapet.html
khususnya yang menyangkut aspek pendanaan ‘proyek’ melalui APBN,

•53 •54
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

semakin menguatkan posisi tawar Pusat dalam mengaplikasikan pola dan berkedudukan sebagai pengemban tugas dekonsentrasi dan bukan
pandangan-pandangannya pada setiap kawasan KAPET. merupakan representasi Kabupaten/Kota. Dengan demikian, pelaksanaan
KAPET yang dimaksud kini sebenarnya terinspirasi pola dekonsentralistik
Tabel 6. KAPET Tahun 1996 s.d. Akhir 2004 (perwakilan pengelolaan) dan bukan desentralistik (pelimpahan
Kategori Regionalisasi struktural (1996-2004)
pengelolaan) sebagaimana yang dipublikasikan oleh Depkimpraswil50.

Bentuk Top-down policy driven Permasalahan klasik yakni adanya kontaminasi pola top-down
Pengendalian planing yang tercermin pula pada pelaksanaan KAPET, dapat diamati pada
Landasan Keppres Nomor 89 Tahun 1996 kurangnya pelibatan dan partisipasi nyata Kabupaten/Kota beserta
Keppres Nomor 9 Tahun 1998 segenap komponen pembangunannya (stakeholder). Masalah ini berlanjut
Keppres Nomor 150 Tahun 2000 pada pelaksanaan konsep berkaitan dengan arahan dan petunjuk dari
Pusat yang lebih mendominasi pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan. Di
Latarbelakang Disparitas pertumbuhan ekonomi di KTI
samping itu, terbuka pula berbagai kemungkinan tumpang-tindih
Tujuan Mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah, khususnya di KTI
pengawasan51 yang cenderung inefektif dan inefisien. Hal ini dapat diamati
Sasaran Peningkatan dan pengembangan potensi serta sektor unggulan pada pelaksanaan KAPET di Mbay. Pada contoh KAPET di Mbay terlihat
wilayah
partisipasi daerah (political will) terasa minimal dan tidak maksimalnya
Aktor utama Pemerintah Pusat, khususnya Tim Teknis KAPET pengelolaan dan pengawasan karena personil yang tidak berkantor di
Aktor lain Badan Pengelola KAPET di masing-masing REGION Mbay tetapi di Kupang52. Contoh lain dapat diamati di KAPET Pare-Pare
Pemkab/Kota terkait yang telah mengeluarkan sebelas (11) izin dan sembilan (9) rekomendasi
Stakeholders investasi namun tidak satu pun dapat terealisasi hingga tahun 2003.53
Dari hasil evaluasi54 disimpulkan beberapa kategori KAPET:
Beberapa upaya perbaikan dan penyesuaian konsep juga telah berkembang (Banda Aceh, Khatulistiwa, Batulicin, Sasamba, Manado,
dilakukan dalam rangka menjawab dinamika perubahan paradigma yang Bitung, Pare-pare, Biak) dan belum berkembang (Das Kakab, Batui,
berkembang. Antara lain pada aspek konsepsi yang dilaksanakan dengan Bukari, Bima, Mbay dan Seram). Sebagai dasar pertimbangan yang
lebih memperhitungkan inisiatif daerah, sumber daya lokal, akses pasar, signifikan pada evaluasi tersebut adalah faktor kemampuan daerah dalam
kekuatan sektor unggulan, dan memberi dampak pertumbuhan pada mengkontribusikan dana operasional untuk manajemen pengelolaan
wilayah sekitarnya. Perbaikan juga dilakukan melalui Keputusan Presiden KAPET. Oleh karena itu, dari seluruh KAPET yang ada tidak satu pun yang
Nomor 150/2000 tentang kedudukan gubernur selaku Ketua Pengelola sepenuhnya tergolong mandiri tanpa dana Pemerintah Pusat (APBN).
KAPET. Hal ini dianggap sebagai upaya reformasi pengelolalan KAPET
oleh Depkimpraswil selaku Tim Teknis BP KAPET yang sekaligus 50
Periksa ‘Rencana Penanganan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu’ oleh
merupakan aktor kunci pelaksanaan KAPET. Akan tetapi, upaya-upaya Kimpraswil, Januari 2003
51
reformasi49 KAPET tersebut masih memerlukan kajian lebih lanjut karena Fungsi pengawasan dilakukan oleh serangkaian institusi pengawasan fungsional,
seperti irjen departemen, BPKP, irjenbang, dan sebagainya.
pada kenyataannya gubernur sebagai Kepala Pemerintah Provinsi sebatas 52
periksa Pos Kupang, Selasa 5 Agustus 2003, hal. 6
53
Sumber internal Kimpraswil (2003).
49 54
Reformasi Pengelolalan KAPET: istilah yang dipergunakan oleh Depkimpraswil dalam Periksa “Rencana Penganganan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu”
‘Rencana Penanganan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu’, hal. 3; Januari dikeluarkan oleh Sekretariat Tim Teknis Badan Pengembangan Kapet, Januari 2003,
2003 hal. 5-6

•55 •56
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Keadaan ini diproyeksikan oleh Tim Teknis KAPET akan terus berlangsung Upaya perubahan (baca: perluasan) wilayah administratif DKI
hingga 2004. Jakarta telah dilakukan melalui ‘pengambilan’ 16 desa dari Jawa Barat
dan memindahkan satu (1) kelurahannya ke Provinsi Jawa Barat56,
Perubahan kategori regionalisasi masih dimungkinkan bila Pusat
kemudian disusul dengan berbagai Keputusan Bersama57 antara dua
rela melepas beberapa kewenangan dan pengaruhnya, khususnya
Provinsi terkait. Upaya lobbying para teknokrat dan eksekutif dalam
dalam aspek proses penentuan lokasi kewilayahan55 dan manajemen
menindaklanjuti gagasan58 JABOTABEK ke instansi tertinggi negara
pengelolaan profesional. Regionalisasi membutuhkan proses alamiah
berhasil melahirkan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976. Inpres
menyangkut aspek kebutuhan dan kepentingan sebagai faktor perekat
tersebut ditujukan kepada (1) Menteri Negara Ekonomi, Keuangan, dan
regionalisasi. Peran Pemerintah Pusat beserta jajaran departemennya
Industri/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, (2) Menteri
dapat menstimulasikan, menunjang, dan menguatkan proses
Dalam Negeri, serta (3) Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik
regionalisasi yang terbentuk atas dasar kekuatan ruang budi daya dan
sehingga makin memperkuat landasan kebijakan bagi departemen
nonbudi daya endogen. Dengan demikian, inisiatif regional dapat
terkait. Proses sebelum dan hingga lahirnya instruksi tersebut di atas
berkembang seiring berkembangnya partisipasi aktor regional (proses
amat penting bagi penilaian faktor pengendali regionalisasi JABOTABEK.
bottom up). Salah satu stimulan yang dapat dilakukan adalah dengan
Dominasi konsepsi para perencana terhadap direktorat teknis merupakan
mengembangkan sistem insentif atas inisiatif regionalisasi terhadap
faktor yang tidak dapat dipungkiri lagi.
aktor regional potensial. Cara nyata lain adalah menyediakan paket
pembangunan infrastruktur yang terkait dengan kegiatan regionalisasi. Salah satu produk hukum awal Jabotabek sebagai region yang
Berbagai alternatif perbaikan dan pengembangan KAPET tentu masih terbentuk dengan melibatkan dua Provinsi terkait selain berupa
dapat dilakukan guna mencapai kondisi regionalisasi sesuai dengan keputusan bersama adalah kebijakan yang telah tertuang pada Peraturan
maksud dan tujuan pelaksanaan KAPET. Bersama59 dalam hal peningkatan keterpaduan dan keserasian
pembangunan wilayah. Peraturan bersama ini kemudian disahkan dalam
Bila proses regionalisasi desentralistik sungguh-sungguh
Keputusan Menteri Dalam Negeri, Nomor Pem.10/34/16-282 tertanggal
diterapkan pada berbagai KAPET di wilayah Indonesia maka perubahan
26 Agustus 1976 dan Nomor 79 Tahun 1993 tanggal 8 Oktober 1993.
penggunaan istilah sebagai Kawasan Regional Pembangunan Ekonomi
Terpadu menjadi beralasan.
56
Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1974 tentang Perubahan Batas Wilayah Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta (Lembar Negara tahun 1974 Nomor 66) jo. Keputusan
3. Region JABODETABEK Menteri Dalam Negeri Nomor 151 tahun 1975.
57
Keputusan Bersama Gubernur Kepala DKI Jakarta dan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jawa Barat Nomor 6375 / A-1 / 1975 dan 1/DP/040/PD/76
Terbentuknya Region JABOTABEK (DKI-Jakarta, Bogor, 2450/A/K/BKD/75 3 Tahun 1976
Tangerang, dan Bekasi) merupakan cerminan dari (top-down) planning tentang pembentukan Badan Persiapan Daerah untuk Pengembangan Metropolitan
Jabotabek dan kerja sama Jabotabek.
concept pada masa lalu. Melihat kronologi pembentukan Jabotabek 58
Konon, lahirnya gagasan Jabotabek tercetus dalam sebuah training yang diadakan
tampak dominasi kepentingan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta oleh Direktorat Cipta Karya – Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik
(dahulu DKI Jakarta) sebagai Ibu Kota Negara yang semakin hari terjepit Republik Indonesia bekerja sama dengan The Netherlands Directorate For
International Technical Assistance (Delft Technische Hoegesschool) pada tanggal 12
oleh permasalahan pembangunan, terutama dalam aspek kependudukan Februari – 31 Maret 1973 (sumber: publikasi Sekretariat Badan Kerja sama
yang berdampak antara lain pada masalah tata ruang. Pembangunan Jabotabek, hal. 3, Maret 2003.
59
Peraturan Bersama Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Daerah Khusus IbuKota
55
Jakarta Nomor 1/DP/040/PD/1976 jo 9 Tahun 1991
Bukan sekedar memindahkan kewenangan melalui mekanisme dekonsentrasi 3 Tahun 1976 9 Tahun 1991

•57 •58
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Sejak berdirinya Badan Kerja sama Pembangunan (BKSP) Jakarta merasa perlu mengadakan perjanjian kerja sama dengan
Jabotabek pada tahun 197660 hingga 199461 telah terjadi beberapa upaya menenekanan pada aspek peningkatkan keterpaduan dan keserasian
perbaikan khususnya dalam rangka efektivitas kerja organisasi yang pembangunan wilayah65. Fenomena ‘kerja sama’ ini tampaknya
kemudian disahkan oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri.62 melanjutkan tradisi pengikat kewilayahan seperti pada masa sebelum
pemberlakuan otonomi daerah. Dengan demikian, Jabotabek menurut
Sejak tahun 1997 hingga 2000 kerja sama semakin terfokus pada
realita ‘landasan kerja sama administratif’ dari JABOTABEK berkembang
pemenuhan berbagai kepentingan DKI Jakarta sebagai poros utama.63
menjadi JABODETABEK.
Kesimpulan ini diperoleh mengingat selama pendirian BKSP, yaitu sejak
Tahun 1976 hingga awal 2004 - dalam konteks kerangka kerja institusi Tradisi kerja sama yang kental dengan pola struktural, formal, dan
BKSP - belum dapat ditemui produk perjanjian antaranggota yang tanpa sentralistik yang semula berada pada tingkat antardaerah tingkat I
melibatkan DKI Jakarta. (Provinsi)66 kini telah beralih antara DKI Jakarta – sebagai Daerah Otonom
- dengan Kabupaten/Kota di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi.
Dalam kaitan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat beberapa
Dengan demikian, komponen regionalisasi sentralistik berupa instruksi dan
catatan, khususnya dalam pelaksanaannya di DKI Jakarta karena
keputusan instansi yang lebih tinggi sebagai landasan hukum berpindah ke
berdasarkan UU. Nomor 34 Tahun 1999, khususnya pasal 4, ayat 1 dan
tingkat antar-Kabupaten/Kota. Tampaknya untuk Jabodetabek, Undang
ditegaskan kembali dalam UU. Nomor 32 Tahun 2004 Bab XIV, pasal
Undang otonomi daerah memberi inspirasi bagi para aktor regional dalam
227 (1-2), menyebutkan bahwa otonomi diletakkan pada lingkup Provinsi
mengadopsi hampir seratus persen pola yang terdahulu67. Di sisi lain
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Hal ini berarti bahwa otonomi hanya
pemahaman tentang perubahan paradigma dan segala konsekuensinya
berada pada Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
hampir tenggelam bersama eforia perolehan kewenangan. Hal ini terlihat
Sesuai dengan perkembangan dan perubahan dari Kotamadya dari minimnya aspek komunikasi dan legitimasi publik sebagai
Daerah Tingkat II Depok menjadi Kota64 serta antisipasi perubahan komponen penting dari proses regionalisasi desentralistik.
masuknya Kabupaten Tangerang ke dalam Provinsi Banten maka DKI
BKSP sebagai lembaga kerja sama antardaerah dipimpin oleh dua
gubernur wilayah terkait yang dibantu oleh Kelompok Pembantu Pimpinan
60
Peraturan Bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Gubernur serta Sekretariat Badan yang dipimpin oleh seorang sekretaris.68 Hal ini
Kepala Daerah Khusus IbuKota Jakarta Nomor D.IV-320/d/II/1976 menandakan posisi formal-struktural yang melekat pada organisasi
197.Pem.121/SK/1976
tentang Pembentukan Badan Kerja sama Pembangunan Jabotabek kelembagaan BKSP.
61
Keputusan Bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Gubernur
Kepala Daerah Khusus IbuKota Jakarta Nomor 8 Tahun 1994
7 Tahun 1994 65
tentang Penetapan Organisasi dan Tata Kerja BKSP Jabotabek Perjanjian Kerja sama Pemerintah Provinsi Daerah Khusus IbuKota Jakarta dengan
62 Pemerintah Kabupaten Tangerang, tanggal 16 Mei 2000.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 107 Tahun 1994
63 66
Periksa: Perjanjian Bersama DKI Jakarta dengan Kotamadya Daerah Tingkat II Sesuai dengan UU 22 Tahun 1999 Bab XIV (Ketentuan Lain-Lain), Pasal 121
Tangerang tgl 26 Desember 1997 dan tgl. 23 September 1998; Perjanjian Bersama disebutkan, bahwa sebutan Provinsi Daerah Tingkat I, Kabupaten Daerah Tingkat II,
DKI Jakarta dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tgl. 26 Desember 1997 dan tgl dan Kotamadya Daerah Tingkat II, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
23 September 1998; Surat Perjanjian Bersama Pemerintah DKI Jakarta dengan Nomor 5 Tahun 1974, berubah masing-masing menjadi Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
67
Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi tgl. 23 September 1998; Surat Bandingkan bentuk dan isi Perjanjian Kerja sama antara DKI Jakarta dengan
Perjanjian Bersama Pemerintah DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Depok tgl. 11 Kabupaten/Kota diwilayah Bogor, Tangerang Dan Bekasi (BOTABEK) pada saat
Nopember dan tgl. 17 Februari 2000. sebelum dan sesudah tahun 1999.
64 68
Undang Undang Nomor 15 Tahun 1999 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Publikasi Sekretariat Badan Kerja sama Pembangunan JABOTABEK: Kerja sama
Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaannya. dalam rangka Pembangunan Jabotabek, Jakarta Maret, 2003, hal. 6

•59 •60
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Berdasarkan rangkaian peran Pemerintah Pusat dan Provinsi Dari aspek hukum perlu dilakukan berbagai perbaikan dalam
dalam menentukan kebijakan kerja sama dapat disimpulkan bahwa kerja sama JABODETABEK. Seluruh kebijakan seperti Peraturan atau
regionalisasi Jabotabek pada saat itu secara administratif berpola top- Keputusan Bersama yang telah ditandatangani oleh para aktor
down planning ke arah pola bottom-up. Kesimpulan ini didasarkan regional69 perlu diratifikasi platform berikut kegiatan-kegiatan kerja
pada pertimbangan antara lain oleh mulai adanya partisipasi masing- samanya sesuai dengan Undang-Undang70. Praktek masa lalu yang
masing daerah otonom (Provinsi DKI Jakarta dan Kabupaten/Kota tidak melibatkan pihak legislatif dan masyarakat secara aktif dan
sekitar yang terkait) dalam kegiatan kerja sama. Akan tetapi, masih bahkan pula para pihak yang melakukan perjanjian kerja sama tidak
minimnya partisipasi aktif komponen legislatif dan masyarakat serta merasa perlu untuk memberikan tembusan kebijakan kepada pihak
komponen management professional dalam melakukan kegiatan kerja legislatif tidak dapat terus dilanjutkan.71 Masyarakat hanya diposisikan
sama memperlihatkan kelemahan konsepsi. sebagai penerima informasi dari media masa.
Permasalahan tersebut di atas menunjukan berbagai kontaminasi
Tabel 7. Dari JABOTABEK Menuju JABODETABEK
pola lama yang masih melekat pada pelaksanaan kerja sama antardaerah
di JABODETABEK. Padahal perubahan paradigma masyarakat dan
JABOTABEK JABODETABEK
tekanan global memiliki konsekuensi logis berupa perubahan faktor
KATEGORI Regionalisasi struktural Regionalisasi transformatik pengaruh yang banyak turut berperan dalam regionalisasi. Defisit pada
aspek ini dapat diamati pada minimnya upaya konsolidasi potensi dan
BENTUK Top-down policy driven Bottom-up policy driven
sinergi kewilayahan secara nyata. Pada sisi lain, efektivitas dan efisiensi
PENGENDALIAN
pemanfaatan potensi regional dan upaya sinergitas kewilayahan pada
LANDASAN HUKUM Instruksi Presiden Nomor 13 Perjanjian kerja sama antara BKSP masih banyak terbebani dengan pola management struktural. Hal
Tahun 1976 yang DKI Jakarta dengan Kabupaten
ditindaklanjuti dengan & Kota terkait ini pula menunjukan adanya peralihan faktor pengendali dari (top-down)
serangkaian Perjanjian Kerja concept driven ke (bottom-up) policy driven karena keputusan elite politik,
sama antara DKI Jakarta &
Provinsi Jawa Barat yang khususnya dari kalangan eksekutif - birokrasi dari beberapa daerah
membawahi Kabupaten dan otonom, mendominasi keputusan kerja sama.
Kota terkait
DKI Jakarta & Provinsi Jawa DKI Jakarta, Kabupaten & Kota Berbagai hal penting pada aspek hukum yang masih memerlukan
PEMERAN UTAMA
Barat dengan terkait perhatian lebih lanjut adalah belum adanya upaya ’repositioning’ atau
Kabupaten/Kota
bahkan ’reprocessing’ yang melibatkan seluruh Pemerintah
PENGELOLA BKSP BKSP Kabupaten/Kota dan pihak terkait sebagai konsekuensi logis dari
Kependudukan, keruangan, keterpaduan dan keserasian pelaksanaan OTDA. Hal ini terjadi, misalnya pada perjanjian yang
LATARBELAKANG
dan tantangan dinamika wilayah; interdependensi dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerja sama antara DKI Jakarta dengan
pembangunan DKI Jakarta Daerah, tantangan multi-
& sekitarnya kompleks regional dan global Pemerintah Kota Tangerang tertanggal 11 November 1999, tanggal 17

TUJUAN Koordinasi sektoral dan Menjalin kebersamaan dan


69
permasalahan di sekitar membangun tanggung jawab Dalam hal ini Pemerintah DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat yang diwakili oleh
batas wilayah bersama masing-masing Kepala Daerah.
70
Khususnya UU. Nomor 32 Tahun 2004, Bab IX, pasal 195 ayat 4
71
Periksa: Surat Keputusan Ketua Forum Badan Kerja sama Pembangunan Jabotabek
Nomor 71/BKSP/SK/X/98

•61 •62
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Februari dan 16 Mei tahun 2000 yang tidak menunjukkan adanya • pelaksanaan kegiatan yang bersifat ‘action oriented’,
persetujuan DPRD dari masing-masing daerah otonom72. Dalam rangka • pembentukan sekretariat bersama yang diteruskan dengan
memenuhi persyaratan legalitas dari perjanjian tersebut maka sedikitnya pembentukan lembaga pengelola profesional,
masing-masing pihak perlu memperoleh ratifikasi lembaga legislatif • pengkonsentrasian sasaran kerja sama yang lebih fokus
setempat. Hal ini perlu dilakukan karena segala bentuk kerja sama (sektoral-komprehensif),
antardaerah yang membebani APBD harus memperoleh persetujuan • pelibatan beberapa daerah otonom/administrasi publik,
DPRD yang terkait.73 departemen pusat terkait, dan lembaga donor yang dapat
semakin membuka peluang masuknya pihak swasta dan
Upaya perbaikan konsep telah mulai dilakukan oleh masyarakat sehingga terdapat peran multistakeholder.
JABODETABEK, namun kegamangan masih tampak dalam Berdasarkan perkembangan kegiatan regionalisasi yang ada di
membangun beberapa komponen dasar regionalisasi desentralistik. Ini
JABODETABEK tampak sifat transformatif pemanfaatan strategi
terjadi oleh karena lemahnya konstruksi hukum yang menunjang
pembangunan ini ke arah desentralistik. Hal ini juga diperkuat dengan
regionalisasi secara umum dan kelemahan know how yang berlanjut
upaya para aktor regional untuk menjadikan JABODETABEK tidak sekedar
pada lemahnya kemauan politik.
produk perencanaan namun, melalui platform BKSP dengan berbagai
Berbagai perbaikan dalam konteks konsepsi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan, menjadi sebuah hasil konsolidasi endogen.
program kerja sama masih perlu terus dilakukan dan dikembangkan,
seperti yang kini sedang dirintis dalam bentuk Pengelolaan Sampah
Terpadu (JABODETABEK–Waste Management Corporation/JWMC). 4. Region BARLINGMASCAKEB
Kegiatan ini melibatkan pihak Bank Dunia dengan penyaluran dana
sebesar $US 1.5 juta untuk konsultasi dan memfasilitasi kegiatan Salah satu fenomena regionalisasi desentralistik yang dapat
sampai pembentukan sekretariat bersama.74 Dengan keterlibatan tujuh disebut sebagai pioneer dalam konteks pelaksanaan strategi
Pemerintah Kabupaten/Kota termasuk Provinsi DKI-Jakarta, diharapkan pembangunan regional di Indonesia adalah BARLINGMASCAKEB
dapat dibangun sebuah konsorsium mutualistik yang dikelola secara (Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan
profesional dan sesuai dengan kaidah regionalisasi desentralistik serta
Kebumen). Pada region ini tampak sekali pemanfaatan konsep regional
tantangan ke depan.
marketing yang ditandai dengan berkembangnya kesadaran, kemauan
Upaya seperti tersebut di atas menunjukkan bahwa walaupun (political will), dan upaya nyata Kabupaten terkait di wilayah ini dalam
proses regionalisasi di JABODETABEK masih dibebani oleh mensinergikan berbagai potensi dan kekuatan lokal secara bersama.
permasalahan, baik konseptual maupun yuridis, langkah-langkah yang
sesungguhnya termasuk dalam karakteristika regionalisasi Krisis ekonomi yang berkelanjutan dan implikasi pelaksanaan
desentralistik telah diambil. Langkah-langkah tersebut antara lain: otonomi daerah memberi dorongan bagi beberapa daerah di wilayah
selatan Jawa Tengah ini untuk melakukan konsolidasi dan kebijakan
72
strategis yang bersifat regional. Sayangnya, proses pembentukan RM
Hal ini memang dapat terjadi karena pemberlakuan otonomi daerah baru efektif pada
tanggal 1 Januari 2001 Barlingmascakeb tidak lahir dari inisiatif regional yang tumbuh dari
73
Periksa kembali UU. Nomor 32 Tahun 2004, Bab IX, pasal 195 ayat 4.
74
Kompas, “Sampah di Jabodetabek Akan Dikelola secara Terpadu”, Rabu, 16 Juni 2004
hal. 11

•63 •64
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

kesadaran sendiri. Kontribusi pihak eksternal75, dalam bentuk advokasi Tabel 8. Region BARLINGMASCAKEB
yang memberikan know how dan mengawal proses pelaksanaan, ikut
menjadi salah satu faktor penentu. KATEGORI Regionalisasi desentralistik

Bagaimana lahirnya inisiatif regional BARLINGMASCAKEB? BENTUK Bottom up – policy driven


PENGENDALIAN
Berawal dari pelaksanaan Seminar Nasional “Meningkatkan Sinergi
Daya Saing dalam Globalisasi dan Otonomi Daerah” yang LANDASAN Kesepakatan kerja sama melalui Surat Keputusan Bersama
diselenggarakan oleh Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, LEGAL yang disetujui oleh masing-masing DPRD terkait
Universitas Diponegoro, di Semarang tanggal 4 April 2002 konsep
Regional Management dan Regional Marketing mulai diperkenalkan LATAR Menjawab tantangan implikasi OTDA
kepada beberapa daerah yang berpotensi untuk melakukan BELAKANG
regionalisasi. Atas tanggapan positif dari Ketua APKASI Jawa Tengah, Meningkatnya kesadaran Daerah terkait tentang Good
yang juga menjabat sebagai Bupati Purbalingga pada sat itu, dilakukan Government dan Good Governance
berbagai diskusi yang lebih intensif dengan pihak terkait (aktor regional Political will dalam melakukan kerja sama regional
potensial) di wilayah ‘banyumasan’. Melalui komunikasi pola ‘meja
bundar’ yang didampingi oleh Tim UNDIP, terbentuklah inisiatif regional VISI Menjadikan BARLINGMASCAKEB sebagai wilayah yang
yang kemudian melahirkan para aktor regional. terkemuka dengan masyarakat sejahtera dan tata
pemerintahan yang baik (Good Governance)

Dalam prosesnya, regionalisasi di wilayah ini dapat berjalan baik,


MISI 1. Terciptanya iklim investasi yang kondusif dan ramah
karena didukung oleh berbagai latar belakang internal dan eksternal. Salah lingkungan
satu faktor perekat yang sekaligus melatarbelakangi kerja sama 2. Terbangunnya jaringan kelembagaan ke pasar regional,
antardaerah ini adalah kesamaan aspek sosio-kultural, khususnya budaya nasional, dan internasional
banyumasan yang telah mengakar di masyarakat. Aspek kultur-historis 3. Meningkatnya daya beli masyarakat dan indeks
yang mewariskan ‘ikatan kekeluargaan’ ini mendukung suatu iklim Pembangunan Manusia (IPM)

komunikasi yang kondusif di antara aktor regional terkait dalam membentuk


SASARAN Peningkatan dan pengembangan potensi serta sektor
platform kerja sama. unggulan serta meningkatkan investasi

Merujuk pada betapa pentingnya komponen komunikasi sebagai


AKTOR UTAMA Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap,
salah satu pilar pelaksanaan regionalisasi desentralistik, maka tidaklah dan Kebumen
mengherankan apabila komunitas ini dapat segera mengadakan
pertemuan, pembahasan, dan menindaklanjutinya secara bersama-sama. AKTOR LAIN APKASI Jateng, Bakorwil III, Bapeda Jateng, Kimpraswil,
Depdagri, UNDIP
Tabel 8 berikut memperlihatkan beberapa karakteristik Region
Barlingmascakeb sebagai hasil dari pendekatan regionalisasi desentralistik Faktor lain yang memudahkan terbentuknya sebuah institusi
di Indonesia. regional management di antara lima daerah di wilayah ini adalah adanya
75
keeratan hubungan geografis dan keragaman potensi sumber daya
Yang dimaksud disini adalah tim advokasi dari Magister Teknik Pembangunan Wilayah
& Kota, Universitas Diponegoro – Semarang.
yang saling menunjang. Secara geografis kelima daerah merupakan

•65 •66
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

wilayah yang hampir memiliki semua jenis kondisi dan struktur geologis. terdapat kondisi sistem transportasi yang buruk dan belum menjangkau
Region ini terletak di antara pengaruh struktur permukaan tanah desa-desa yang terisolir, khususnya di desa-desa tertinggal. Kondisi ini
perbukitan, yaitu pegunungan tengah dan daerah landai di pantai selatan justru menjadi ‘pekerjaan rumah’ bagi kelima daerah melalui regional
pulau jawa. Dengan demikian, kelima daerah memiliki keterkaitan wilayah management untuk mencari terobosan-terobosan baru guna mengaitkan
hulu dan hilir yang sangat kuat. Kondisi interdependensi ini mendorong potensi desa-desa tersebut ke dalam sistem perdagangan antarwilayah.
kebutuhan akan kerja sama yang erat dalam pembangunan, khususnya Apabila potensi-potensi tersebut sudah saling terkait maka peran
dalam pengelolaan sumber daya alam seperti dalam pengelolaan Daerah pelabuhan udara dan laut yang terdapat di wilayah ini menjadi sangat
Aliran Sungai (DAS) dan konservasi kawasan lindung. Selain itu, penting untuk memasarkan produk unggulan tersebut ke dalam sistem
keberadaan pantai selatan sangat strategis bagi region ini, sehingga perdagangan yang lebih luas.
membutuhkan kepedulian bersama dalam melindungi kawasan pesisir
Selain aspek internal yang melatarbelakangi regionalisasi
terhadap abrasi laut dan kerusakan lingkungan. Wilayah pesisir pantai
Barlingmascakeb, regionalisasi Barlingmascakeb juga dipengaruhi oleh
selatan Jawa Tengah ini menawarkan berbagai keuntungan strategis
faktor eksternal, yaitu antara lain: (1) terbukanya peluang yang lebih baik
dalam pemanfaatan hasil laut, wisata bahari, dan pemanfaatan
dalam rangka memperjuangkan program pembangunan daerah bila
pelabuhan laut, khususnya di Cilacap, sebagai pintu gerbang
dilaksanakan melalui platform yang bersifat regional, (2) terciptanya
perdagangan ke perairan nasional dan internasional.
peluang perbaikan efisiensi, khususnya dalam konteks administratif dan
Faktor penting berikutnya adalah adanya berbagai potensi & pembiayaan program pembangunan, (3) terciptanya program
produk unggulan yang berasal dari sektor pertanian dan pertambangan. pembangunan yang lebih sinergis sehingga dapat meningkatkan
Mayoritas kegiatan ekonomi masyarakat dan kontribusi PDRB terbesar di efektivitas program pembangunan yang disusun melalui konsensus, (4)
lima daerah terkait ini berbasis pada sektor pertanian. Luasnya lahan adanya dorongan dan tuntuan pasar terhadap upaya konkret daerah
persawahan yang dimiliki dan besarnya potensi kelautan yang belum dalam rangka menjawab permasalahan pembangunan; (5) adanya
tergarap secara optimal membentuk karakteristik masyarakat yang relatif dukungan Pemerintah Pusat dan Provinsi.
seragam. Hal ini merupakan modal besar sekaligus tantangan untuk
Unsur kesamaan dan keberagaman potensi serta dorongan yang
mengarahkan pengembangan produk-produk pertanian agar menjadi
merupakan rangkaian faktor internal dan eksternal regionalisasi tersebut
lebih inovatif, integratif, dan kompetitif. Potensi ini juga didukung adanya
akhirnya menggerakan kelima daerah tersebut untuk membentuk
pola keterhubungan antarmasyarakat yang sudah mapan. Hal ini terlihat
Regional Management dan mengaplikasikan konsep bersama dalam
dari aliran perdagangan di antara kelima daerah tersebut yang sangat
Regional Marketing. Melalui penandatanganan Kesepakatan Bersama
intensif dan semakin kuat dari waktu ke waktu.
Pembentukan Regional Management dan Regional Marketing untuk
Potensi keterkaitan di antara kelima daerah juga didukung oleh Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan
adanya sarana dan prasarana yang saling melengkapi. Prasarana Kebumen oleh para Bupati kelima Daerah pada pertengahan Desember
perhubungan jalan telah menghubungkan kelima daerah sehingga 2002 di Purwokerto maka dimulailah kerja sama ini. Kesepakatan
mobilitas manusia, barang dan jasa, serta informasi dapat berjalan lancar. tersebut terrealisir melalui proses perjalanan yang cukup panjang seperti
Hanya saja, fakta di lapangan menunjukkan bahwa di beberapa lokasi yang dapat disimak dalam tabel berikut:

•67 •68
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Tabel 9. Kronologi Pembentukan RM Barlingmascakeb


Waktu Kegiatan Hasil
Waktu Kegiatan Hasil 16-Des-02 Semiloka : ¾ Memperoleh dukungan unsur
Kegiatan Sosialisasi & stakeholder daerah
18 Feb. 02 Rapat persiapan Seminar Promosi konsep kerja sama ¾ Dukungan Pemerintah Pusat &
Nasional antardaerah Regional Penandatanganan
Kesepakatan Bersama RM Provinsi
Management/Marketing ¾ Penandatanganan MoU oleh 5
Barlingmascakeb di
Purwokerto bupati
4-Apr-02 Seminar Nasional : Inisiasi awal dan pengenalan konsep
“Meningkatkan Sinergi Daya Regional Management & Regional
Marketing (UNDIP) 28-Des-02 Rapat penyusunan konsep Konsep rencana pengembangan
Saing dalam Globalisasi & agropolitan di regional Barlingmascakeb
Otonomi Daerah” Barlingmascakeb
19-Jul-02 Sosialisasi RM di Purbalingga ¾ Kesediaan realisasi konsep RM 15-Jan-03 Pertemuan dengan Wakil ¾ Dukungan bagi Barlingmascakeb
& wilayah sekitarnya di wilayah Banyumasan Gubernur II Provinsi Jawa sebagai pilot area
(Banyumas) ¾ Membentuk Tim Persiapan Tengah ¾ Rencana sinergi potensi wilayah
¾ Usulan anggaran kepada
Agt-02 Sosialisasi RM di wilayah Perlunya pembuatan naskah Provinsi
Banyumas (untuk pejabat kesepakatan bersama (MoU)
teknis) 22-Jan-03 Rapat tindak lanjut ¾ Tanggapan positif Gubernur
RM Barlingmascakeb Jateng
11-Nov-02 Rapat pemantapan organisasi Draft MoU, struktur organisasi RM & ¾ Komparasi dari BKPLKK Wilayah
RM Keuangan di Purwokerto II
¾ Pemantapan struktur organisasi
13-Nov-02 Sosialisasi RM di ¾ Kajian struktur organisasi RM
Departemen Kimpraswil yang ¾ Peluang proyek infra-struktur di 15-Apr-03 Rapat monitoring ¾ Rencana realisasi organisasi RM
dikoordinir oleh Dirjen Banyumas ¾ Rencana program sinkronisasi
Perkotaan & Perdesaan RM Barlingmascakeb
dengan Bappeda Jateng

22-Nov-02 Rapat penyusunan kriteria ¾ Draft kriteria 23-Apr-03 Rapat tindak lanjut ¾ Sinkronisasi antara
manajer RM ¾ Draft Program kerja RM RM Barlingmascakeb Barlingmascakeb & RTRW Jawa
¾ Draft Program aplikasi regional Tengah
marketing di Rektorat UNDIP ¾ Agenda perumusan pedoman
kerja RM
28-Nov-02 Rapat persiapan realisasi RM ¾ Konsep SK Bersama ¾ Agenda perumusan kriteria
di Purwokerto ¾ Anggaran operasional dari tiap manajer RM
daerah
¾ Rencana diskusi dengan 28-Jun-03 Penandatanganan SK ¾ Terbentuknya Forum Regional
Gubernur Bersama Pembentukan ¾ Terpilihnya Ketua Dewan
¾ Rencana persiapan semiloka RM Forum Regional & Eksekutif
Barlingmascakeb Pengangkatan Ketua Dewan
Eksekutif di Baturaden
14-Des-02 Rapat persiapan Semiloka ¾ Perlunya RTR-Reg
Regional Management Barlingmascakeb 4-Jul-03 Rapat sinkronisasi RM Inisiasi program pari-wisata, industri
Barlingmascakeb di ¾ Susunan acara semiloka Barlingmascakeb di Bappeda & pertanian di poros selatan Jawa
Purwokerto ¾ Usulan alternatif nama akronim Provinsi Tengah

•69 •70
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Dalam prosesnya, pembentukan Regional Management


Waktu Kegiatan Hasil
Barlingmascakeb (RMB) telah mengalami berbagai perubahan konsepsi
10-Jul-03 Rapat tindak lanjut ¾ Usulan program kerja DE melalui forum diskusi regional sesuai dengan dinamika kerja sama yang
pemantapan kerja Dewan ¾ Agenda penjaringan calon
Eksekutif (DE) manajer RM berkembang termasuk struktur organisasi pelaksanaan. Adapun
¾ Target realisasi organisasi RM Struktur organisasi Regional Management yang akhirnya disepakati
30-Jul-03 Sosialisasi mekanisme & Usulan mekanisme & jadwal oleh kelima Kabupaten terkait adalah sebagai berikut:
jadwal penjaringan calon penjaringan RM kepada DE
manajer RM
Gambar 14. Pengorganisasian Regional Management BARLINGMASCAKEB
12-Agt-03 Penandatanganan MoU DE & Penetapan MPWK UNDIP sebagai
MPWK UNDIP di Guci Tegal pendamping advokasi RM
Barlingmascakeb (advisor)
KESEPAKATAN BERSAMA PEMKAB
5-Sep-03 Rapat persiapan program ¾ Penyiapan proposal ke
DPRD SKB BUPATI PEMBENTUKAN REGIONAL MANAGEMENT DPRD
kerja RM Partnership
¾ Usulan jadwal fit & proper test FORUM REGIONAL
(PARA BUPATI)
RM PERTEMUAN PERIODIK
FASILITATOR & ADVISOR
MPWK UNDIP
BAKORLIN WIL. III
LEMBAGA DONOR DEWAN EKSEKUTIF
Seiring perjalanan proses pembentukan kelembagaan Regional LEMBAGA DONOR
LEMBAGA DONOR (KETUA DIBANTU SEKRETARIAT ) MTPK UNDIP
(PARA PEJABAT/PETUGAS UNIT KERJA TERKAIT
Management Barlingmascakeb, Tim Advokasi berperan aktif UTUSAN KAB.) APKASI JATENG
memberikan konsultasi pendampingan terutama antisipasi terhadap
kemungkinan adanya kontaminasi pendekatan kewilayahan sentralistik
REGIONAL MANAGER
terhadap proses ini. Selain itu, Tim Advokasi juga mempunyai tugas (RM)
untuk selalu memberikan masukan nonteknis yang strategis bagi SEKRETARIS

konsistensi semangat kerja sama regional. Dengan kata lain, Tim


ANALIS EKONOMI ANALIS ANALIS
Advokasi perlu pula mengembangkan peran tidak hanya dalam konteks REGIONAL HUKUM DAN
PERUNDANG-
PEMASARAN

pemenuhan kebutuhan pada aspek teknis melainkan juga pada aspek UNDANGAN

nonteknis.
STAF

Dalam proses ini terlihat betapa vital peran Tim Advokasi sebagai 5

pendamping untuk mendorong keterlibatan para aktor regional dalam Sumber: Regional Management Barlingmascakeb, 2004
mewujudkan regionalisasi desentralistik. Peran Tim Advokasi menjadi
Seiring dinamika pembangunan regional, pengorganisasian
penting mengingat adanya kemungkinan pasang surut motivasi dan
Regional Management Barlingmascakeb dapat sewaktu-waktu berubah
semangat kebersamaan para aktor regional terkait, sehingga perlu
melalui mekanisme inkrementalis. Hal demikian juga dapat terjadi
dikendalikan agar kegiatan regionalisasi dapat berjalan sesuai dengan
pada aspek lain, kesepakatan jangka waktu kegiatan dan sebagainya.
tujuan dan sasaran.

•71 •72
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Sejak dipilihnya seorang Regional Manager dari kalangan


No Kegiatan Hasil
profesional yang mulai aktif bekerja sejak awal tahun 2004, diperoleh
berbagai output pelaksanaan seperti yang dapat diamati dalam tabel 10 6. Bazar dan Expo a. Mengikuti Purbalingga Expo 2003
di bawah ini. b. Bazar Intermediasi Perbankan
c. Mengikuti Purbalingga Expo 2004
d. Mengikuti Banjarnegara Expo 2004
Tabel 10. Daftar Kegiatan dan Hasil Regional Management BARLINGMASCAKEB e. Mengikuti Java Business Expo 2004
7. Misi Dagang
No Kegiatan Hasil a. Italia Kerja sama Technical Asistence Furniture dan Order
Product
b. Spanyol Persiapan Pameran di Valencia Spanyol bulan Februari
1. Pemasaran Potensi Penyelenggaraan Pasar Lelang Komoditi Agro 2005
sebanyak 4 kali dengan Total Transakasi 16,2 Milyar c. Jerman Kerja sama peningkatan SDM dan Perencanaan Tata
Rupiah Kota
d. Mesir Order pembelian Handycraft
e. Yordania Membuka Outlet dan Pemasaran Handycraft di Amman
2. Memfasilitasi Rencana a. Rencana Investasi agro-industri (jagung) oleh Yordania
Investasi perusahaan Amerika senilai 2,97 Triliun Rupiah. 8. Kunjungan Ke Taiwan Rencana Investasi Mesin dan Pemasaran Sayur dan
b. Rencana Investasi telekomunikasi dengan teknologi Buah
CDMA oleh PT. INTI.
c. Rencana pembangunan pabrik pengolahan sampah 9. Kerja sama antar a. Kerja sama dengan Badan Pengawas Perdagangan
organik di Purbalingga oleh PT. Galuh Bio Kencana. Lembaga Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Deperindag RI
d. Rencana pembangunan pabrik gula kelapa dalam penyelenggaraan Pasar Lelang Forward.
BARLINGMASCAKEB di Cilongok, Banyumas. b. Kerja sama dengan PT. Kliring Berjangka Indonesia
dalam Penjaminan Transaksi Perdagangan Forward
3. Seminar, Workshop, a. Seminar Pengembangan Ekonomi Sumber: Regional Manager Barlingmascakeb,2004
Talkshow BARLINGMASCAKEB kerja sama dengan Harian
Umum Suara Merdeka dan Kadinda Jawa Tengah.
b. Seminar, Workshop, Talkshow Bazar Intermediasi Dalam waktu relatif singkat region ini telah menghasilkan
Perbankan, kerja sama Regional Management
BARLINGMASCAKEB dengan Bank Indonesia berbagai output kegiatan yang menggambarkan karakteristika
Purwokerto.
regionalisasi desentralistik, di antaranya adalah action oriented melalui
fasilitasi public-private sector, membangun jejaring (networking),
4. Pengembangan a. Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Intan
Transportasi Cilacap menjalin komunikasi melalui seminar, workshop, dan promosi.
b. Pengaktifan Penerbangan Komersial Bandara
Tunggul Wulung Cilacap a.l. dengan dibukanya Walaupun masih banyak perbaikan yang perlu dilakukan dalam konteks
penerbangan Merpati Nusantara Airlines 2X per- konsepsi, management, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi, RMB
minggu dimulai pada bulan Nopember 2004
memperlihatkan efektivitas regionalisasi yang masih sulit untuk ditemui
5. Fasilitasi Temu Usaha a. Sosialisasi penyaluran kredit SUP 005 kepada UKM pada bentuk-bentuk kerja sama antardaerah lainnya di Indonesia saat
kerja sama Regional Management ini. Dilihat dari aspek investasi yang ditanamkan oleh masing-masing
BARLINGMASCAKEB dengan Bakorlin Wil. III
Jateng. 76
Kabupaten terkait , kerja sama ini sangat menguntungkan jika
b. Temu pengusaha dengan produsen, eksportir dan
pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan
perekonomian daerah. 76
Masing-masing pemerintah kabupaten menanamkan 100 juta rupiah atau jumlah total
500 juta rupiah

•73 •74
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

dibandingkan dengan nilai ekonomi yang dihasilkan dari pasar lelang, b. masih adanya kebiasaan penggunaan pola sentralistik yang
peluang investasi, dan peningkatan SDM untuk sektor tertentu (periksa kontradiktif dengan pendekatan desentralistik sehingga
mengakibatkan gesekan dan berbagai kebuntuan di lapangan;
Tabel. 10).
c. keterbatasan know how dan kemampuan untuk menggunakan
E. Tantangan Pengembangan Regionalisasi di Indonesia strategi regionalisasi desentralistik yang sesuai dengan situasi
serta kondisi di lapangan oleh para pelaku pembangunan.
Seiring dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, terjadi pula Berdasarkan beberapa contoh kelemahan tersebut di atas maka
berbagai penyesuaian instrumentasi pembangunan yang semula berasal dari banyak upaya inisiatif regionalisasi saat ini yang masih berhenti pada
inisiatif Pemerintah Pusat atau Provinsi ke Kabupaten dan Kota. Pelaksanaan tataran MoU (surat kesepakatan bersama) atau kurang terasa
otonomi daerah telah membuka peluang bagi Pemerintah Kabupaten dan manfaatnya. Aplikasi pemanfaatan regionalisasi yang terkontaminasi
Kota untuk berinisiatif mengadakan evaluasi, koreksi, dan perubahan. pola lama (sentralistik) sangat membebani perkembangan regionalisasi
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten dan Kota hanya mengandalkan desentralistik. Memang sulit untuk memiliki konsep strategis regional
perencanaan dan instruksi Pemerintah Pusat atau Provinsi. Sebagai contoh yang mengedepankan aspek inovasi pembangunan kewilayahan
SUBOSUKA (Surakarta-Boyolali-Sukoharjo) yang semula merupakan produk kontemporer bila pemahaman pendekatan masih mengacu pada pola
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan kemudian berevolusi menjadi kawasan konvensional. Berbagai perubahan, antara lain, yang
SUBOSUKA WONOSRATEN (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, menyangkut sudut pandang, mekanisme dan aplikasi dalam
Wonogiri, Sragen dan Klaten) atas peran yang lebih aktif dari masing-masing pembangunan wilayah semakin diperlukan guna mengantisipasi
Pemerintah Kabupaten dan Kota terkait. Hal ini membuktikan bahwa inisiatif dinamika pembangunan saat ini.
Pemerintah Pusat dapat berkembang menjadi inisiatif regional melalui sebuah
Keterikatan yuridis terhadap peran dan kewajiban Provinsi dalam
mekanisme reprocessing.
mengurus perencanaan dan pengendalian telah ditetapkan dalam UU
Berbagai upaya regionalisasi dalam bentuk kerja sama antardaerah Nomor 32 Tahun 2004, Bab III, pasal 13 ayat 1 (a). Dalam konteks
juga terdapat di tempat lain termasuk di beberapa daerah di luar pulau Jawa. regionalisasi maka peran Provinsi akan semakin besar. Hanya saja,
Di antaranya adalah ‘Tapanuli Growth’ yang terdiri dari 13 Kabupaten dan Kota apakah Provinsi akan melaksanakannya dengan pola direktif-koordinatif
di Sumatra Utara, MEBIDANG (Medan, Binjai, dan Deli Serdang) dan atau komunikatif-partisipatif?
GERBANG KERTASUSILA (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya,
Efektivitas regionalisasi desentralistik menurut pengalaman
Sidoarjo, dan Lamongan).
pelaksanaannya di negara-negara Eropa Tengah justru terletak pada
Akan tetapi, secara umum dapat diamati bahwa sejak penerapan peran sektor swasta sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian,
otonomi daerah belum tampak adanya upaya yang signifikan, baik dari pusat terbuka peluang kegiatan pembangunan dalam bentuk seperti Public-
maupun inisiatif daerah, dalam memanfaatkan strategi dan mendorong proses Private-Partnership (PPP). Pelaksanaan regionalisasi di Indonesia,
regionalisasi desentralistik secara optimal. Hal ini antara lain disebabkan: yang didasarkan pada inisiasi Pemerintah Pusat maupun Provinsi,
dapat mengalami kesulitan dan bahkan menjadi kontra-produktif apabila
a. minimnya kesiapan perangkat perundang-undangan yang
mendukung proses tersebut, terutama yang melekat pada keterlibatan (partisipasi) aktif para aktor regional di tingkat
Undang-Undang otonomi daerah; Kabupaten/Kota tidak berjalan. Oleh karena itu, keutamaan dari aspek

•75 •76
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

partisipasi para aktor regional, khususnya di tingkat Kabupaten/Kota, Badan Koordinasi Pembangunan atau Badan Komunikasi
menjadi salah satu syarat penting bagi pelaksanaan dan keberhasilan Pembangunan?
regionalisasi desentralistik. Kewenangan, dalam konteks pengendalian, sebagaimana dimaksudkan
UU. Nomor 32 Tahun 2004, khususnya Bab III, pasal 13 ayat 1 (a) telah
Permasalahan di atas akan berlanjut apabila melihat kenyataan diaplikasikan secara struktural-administratif oleh Pemerintah Provinsi
bahwa konsekuensi otonomi daerah (praktek desentralisasi) akan dalam bentuk Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Kabupaten/Kota
membuka peluang terjadinya praktek multilevel governance pada (BAKORWIL). Di Jawa Tengah sendiri badan ini dibagi dalam tiga
wilayah. Pembentukan badan ini tidak lepas dari landasan historis-
tingkat regional yang bersifat non-formal. Sedangkan yang dimaksud
administratif yang mengikutinya, yaitu wilayah eks karisidenan yang
dengan UU. Nomor 32 Tahun 2004; Bab III, pasal 13 ayat 1 (a) sejak masa kolonial telah terbentuk. Dari nama institusi ini saja sudah
merupakan ketentuan perencanaan formal yang pada intinya dapat ditebak bahwa aspek koordinasi menjadi komponen kunci dalam
kegiatannya.
mengedepankan unsur pengendalian (koordinasi). Bagaimana hal ini
diakomodasikan dalam suatu kerangka kebijakan yang saling Badan yang tidak menempati posisi sebagai badan ini, dalam artian
sebagai lembaga teknis yang setara dengan fungsi dinas, hanya
mendukung merupakan salah satu tugas besar pada masa mendatang.
diposisikan sebagai Pembantu Gubernur. Kendala akan muncul apabila
Adanya kesulitan yang dihadapi oleh Badan Koordinasi aspek koordinasi masih dianggap oleh Provinsi sebagai komponen yang
dapat mengikat Kabupaten dan Kota pada wilayah kewenangan
Pembangunan Lintas Kabupaten/Kota (BAKORLIN/BAKORWIL) di administratifnya. Hal ini bisa terjadi karena upaya dan sifat direktif dari
Jawa Tengah yang memiliki fungsi koordinasi pembangunan lintas Provinsi terhadap Kabupaten/Kota pada pelaksanaan otonomi daerah
Kabupaten/Kota merupakan cerminan dari salah satu inti permasalahan tidak lagi relevan. Oleh karena itu pendekatan lama tersebut perlu
disempurnakan dengan mengedepankan komunikasi sebagai komponen
tersebut di atas. Keterbatasan kemampuan77 lembaga ini dalam
kunci perekat pembangunan kewilayahan sehingga nama lembaga
melakukan fungsinya menambah beban kesulitan pencapaian dapat berkembang menjadi Badan Komunikasi Pembangunan Lintas
efektivitas dan optimasi kegiatannya. Kabupaten/Kota. Dengan mengedepankan komponen komunikasi, maka
institusi ini diharapkan akan lebih efektif menggalang kerja sama antar-
Hal ini terkait dengan posisi BAKORLIN/BAKORWIL yang belum Kabupaten/Kota di wilayahnya.
cukup memiliki pengalaman sebagai fasilitator dalam hal mendukung
upaya regionalisasi desentralistik di wilayah kerjanya. Kekhawatiran Berdasarkan perkembangan dan tantangan pembangunan pada
adanya pemanfaatan pola-pola lama seperti upaya-upaya simbolisasi masa mendatang, semakin diperlukan adanya penyempurnaan
kesatuan melalui penyeragaman atau uniformisasi justru dapat perundangan dan peraturan khususnya yang berhubungan dengan
berdampak kontraproduktif bagi persatuan platform kerja sama. pemanfaatan regionalisasi desentralistik dengan mencantumkan peran
dan fungsi Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam upayanya
Keterbukaan dan kesadaran BAKORLIN/BAKORWIL untuk
melakukan regionalisasi. Aspek lain yang perlu dikaji lebih lanjut adalah
secara realistis mendukung regionalisasi desentralistik tanpa harus
batasan hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait terhadap
mengikat diri dengan batasan kewenangan hanya pada wilayah
kegiatan regionalisasi yang dibangun sesuai dengan pelaksanaan
kerjanya akan menjadi salah satu indikator keseriusan lembaga ini.
Otonomi Daerah.

77
Yang dimaksud kemampuan (capacity) di sini antara lain mencakup aspek pendekatan,
konsep perencanaan, pelaksanaan, anggaran, dan sumber daya manusia

•77 •78
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Tantangan pengembangan pendekatan regionalisasi di Indonesia aktor regional serta menstimulasi pembentukan/ pengembangan
tidaklah jauh dari permasalahan klasik pembangunan, seperti lemahnya platform kerja sama antardaerah, akan membawa dampak positif bagi
SDM yang berimplikasi pada terhambatnya perluasan know-how dan upaya pembangunan wilayah. Mengingat posisi strategis yang dimiliki
kesadaran akan manfaat pelaksanaan. Akibatnya, banyak oleh tiga serangkai institusi pusat tersebut maka perlu adanya
Kabupaten/Kota di Indonesia yang belum mengenal strategi koordinasi dan upaya mensinergikan program dan kebijakan yang
pembangunan ini. Kondisi akan semakin buruk mengingat berbagai menyangkut regionalisasi desentralistik. Peran perguruan tinggi sangat
pihak yang memiliki kewajiban moral untuk mensosialisasikannya, dibutuhkan untuk memfasilitasi jalannya ‘komunikasi’ yang efektif.
seperti Pemerintah Pusat, Provinsi, atau bahkan Perguruan Tinggi,
Berbagai upaya regionalisasi yang sudah dimulai pada wilayah
masih terkungkung dengan pola pemikiran lama dan atau lemah dalam
tertentu di Indonesia, khususnya pada masa OTDA, perlu evaluasi
berinisiatif karena berbagai alasan. Situasi ini merupakan tantangan
konsep secara komprehensif. Hal ini perlu dilakukan mengingat banyak
bagi para pihak untuk lebih menggali dan mempersiapkan diri dalam
bentuk lembaga kerja sama antardaerah yang masih terkontaminasi
rangka mengupayakan perbaikan pembangunan.
oleh pola lama. Sebagai contoh, pada kelembagan Badan Kerja sama
Dunia swasta, khususnya yang bergerak dalam bidang konsultasi Antar- Daerah (BKAD) SUBOSUKA WONOSRATEN yang masih
perencanaan dan pembangunan, perlu mempersiapkan diri untuk dikelola oleh personal struktural. Padahal salah satu kriteria
memberikan kontribusinya sebagai pemegang peran advocator. Peran pengelolaan RM adalah melalui personal yang profesional. Dapat
ini sangat diperlukan karena perubahan pendekatan pembangunan dibayangkan betapa sulitnya bagi lembaga ini untuk mengadakan
wilayah yang ditandai dengan berbagai inisiasi daerah dalam auditing (khususnya menyangkut prestasi) bila pimpinan platform kerja
melakukan kerja sama antardaerah memerlukan pendampingan secara sama dikepalai oleh seorang pejabat daerah tertentu. Apakah mungkin
profesional agar tidak lagi terjebak ke dalam pola pendekatan lama pejabat daerah yang satu mengkritik atau bahkan mengusulkan
yang kontraproduktif. penggantian (baca: pemecatan) seorang pejabat struktural dari daerah
lain pada platform kerja sama itu?
Sedikitnya ada tiga instansi Pusat yang relevan dan
berkepentingan terhadap pemanfaatan regionalisasi, yaitu Bappenas,
Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Pekerjaan Umum.78
Tampaknya pada masa mendatang, tiga serangkai institusi
pembangunan ini perlu lebih intensif mengamati perkembangan
regionalisasi khususnya menyangkut kebijakan berupa koridor, rambu-
rambu, serta bentuk-bentuk dukungan bagi pelaksanaannya. Arahan
kebijakan yang mengedepankan aspek komunikasi dan partisipasi para

78
Dalam hal ini instansi yang menangani tata ruang. Catatan: Seiring dengan
berkembangnya kesadaran instansi publik di tingkat pusat terhadap pentingnya
regionalisasi sebagai instrumen pembangunan, maka boleh jadi semakin banyak
instansi Pemerintah Pusat yang akan memanfaatkannya.

•79 •80
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Bagian Dua

REGIONAL MANAGEMENT

Merujuk pada pembahasan terminologi pada bab awal maka Regional


Management (RM) menunjuk pada sebuah lembaga pengelola regional
sebagai produk pelaksanaan regionalisasi desentralistik. Sesuai dengan ciri
khas pelaksanaannya maka RM memiliki karakteristik tertentu yang
membedakan dengan bentuk-bentuk kelembagaan produk regionalisasi
sentralistik (periksa Tabel 5). Regional Management secara umum dapat
digambarkan sebagai platform yang dibentuk oleh para aktor regional terkait
untuk memobilisasi dan merealisasikan inisiasi pembangunan regional melalui
kaidah pengelolaan profesionalisme dalam upaya menjawab tantangan

REGIONAL dinamika pembangunan.

Pemanfaatan RM mulai dikenal pada tahun 70’an dan semakin marak


pada era 80’an di negara-negara Eropa Tengah dan Skandinavia, khususnya

MANAGEMENT Swiss, Austria, Jerman, Inggris, dan Finlandia. Upaya inovatif pembangunan
wilayah ini mulai berkembang seiring dengan tekanan eksternal (seperti
perekonomian global) dan internal (seperti ketergantungan terhadap daerah
lain).

Bagi beberapa negara di dunia, keberadaan RM dilihat sebagai indikator


kemajuan inovasi pembangunan wilayah dan kesungguhan political will dalam
menjawab tuntutan pasar karena, pada kenyataannya, persaingan tidak lagi
terjadi pada tingkat daerah (Kabupaten/Kota) melainkan pada tingkat region.
Kemampuan region dalam mensinergikan sumber dayanya, hingga mencapai
iklim yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, menjadi salah satu sasaran
utama pembentukan RM. Berbagai keuntungan dapat dirasakan oleh sektor
swasta maupun publik karena RM berperan sebagai interface untuk berbagai
inisiasi dan program pembangunan di antara pihak terkait.

•81 •82

Regionalisasi Non-Struktural
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Tidak semua proses kerja sama antardaerah dapat berjalan A. Pemahaman Teori
dengan mulus. Hal ini dapat terjadi karena setiap upaya bersama selalu
diiringi dengan berbagai konflik kepentingan dan permasalahan. Untuk Berdasarkan kajian Turowski dan Lehmkühler (1999: 159),
menanggulanginya, dibutuhkan sebuah upaya khusus yang menjanjikan instrumen pembangunan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu formal
keberhasilan pencapaian konsensus. Oleh karena itu, peran dan non-formal.79 Masing-masing jenis dapat dibagi lagi dalam dua sifat,
pendamping (advocator) yang dapat berperan secara objektif untuk yaitu (1) menyangkut aspek keruangan (spatial), contohnya Rencana
memediasi berbagai permasalahan dan mengemasnya menjadi suatu Tata Ruang Wilayah/Kota (RTRW/K), RTBL, dan sebagainya, dan (2)
konsep kerja sama yang saling menguntungkan (win-win solution) menyangkut sifat nonkeruangan (non-spatial), seperti kebijakan80 atau
menjadi sangat menentukan. regulasi yang tertuang pada RPJP, RPJM, RKP-D, Rencana Strategis
(Renstra), kebijakan perpajakan, perizinan, dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman praktik regionalisasi desentralistik di
Instrumentasi tersebut di atas masuk dalam kategori formal mengingat
Region Barlingmascakeb, diperlukan pemahaman konsep dasar bagi
dalam prosesnya menggunakan prosedur formal yang berlaku.
para aktor regional. Satu atau beberapa aktor regional yang berperen
menjadi pelaku utama dapat menularkan virus berupa semangat Instrumen pembangunan non-formal memiliki ciri yang berbeda,
kebersamaan kepada aktor regional lainnya. Kuatnya motivasi dalam yaitu dalam prosesnya tidak mengedepankan prosedur baku formal.
mewujudkan kerja sama regional yang dilakukan oleh para aktor Dengan demikian, terbuka peluang terjadinya inovasi untuk melakukan
regional merupakan salah satu pondasi pelaksanaan regionalisasi terobosan kebijakan yang strategis di luar tradisi formal-prosedural
desentralistik. (struktural) yang ada.

Pemahaman tentang Regional Management sebagai salah satu


Apakah setiap Badan Pengelola Pewilayahan (Kawasan) dapat disebut
sebagai Regional Management (RM)? bentuk instrumen nonformal keruangan sangat penting untuk diketahui,
karena berkaitan dengan konsekuensi pelaksanaan dengan pola
RM memiliki kekhususan dalam proses pembentukannya sehingga memberikan
gambaran karakter pelaksanaan yang khas sesuai dengan pola regionalisasi pendekatan yang berbeda. Serangkaian karakteristik yang melekat
desentralistik, yaitu: pada proses pembentukan hingga pelaksanaannya harus sesuai
1. Dibentuk dengan pendekatan dari ‘bawah’ (bottom-up) dan keruangan; dengan pola pembangunan kewilayahan desentralistik. Konsep
2. Dibentuk melalui proses inisiasi lokal dengan menggunakan 3K sebagai Regional Management yang terkontaminasi pendekatan sentralistik
pilar instrumen pelaksanaan dan kerja kolektif (team work) yang erat
akan membebani keberhasilan pelaksanaannya.
antaraktor regional;
3. Bersifat dinamis, fleksibel, sistematis, komprehensif, pemberdayaan,
membangun komitmen melalui konsensus, dan mengedepankan
sinergi sumber daya dan potensi lokal 79
Pada text asli (bahasa Jerman), Turowski dan Lehmkühler meyebutnya dengan istilah
Selain tiga ciri di atas, RM masih memiliki serangkaian ciri khas lain yang relevan formal dan informal. Penulis sengaja menggunakan ‘non-formal’ untuk menggantikan
istilah informal, karena di Indonesia kata informal sering dikaitkan dengan kegiatan
seperti pengelolaan yang profesional, pelaksanaan program yang bersifat action yang biasanya diragukan legalitasnya.
oriented, memberdayakan jejaring para aktor, dan sebagainya sebagaimana 80
Periksa UU. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Bab
kategori dan sifat pelaksanaan regionalisasi desentralistik lain yang telah I, Pasal 1; (4) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); (5) Rencana
diuraikan pada bagian sebelumnya. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), (6) Rencana Strategis Kementrian/Lembaga
(Renstra-KL); (9) Rencana Kerja Pemerintah – Daerah yang bersifat tahunan (RKP-D).

•83 •84
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Gambar 15. Instrumen Pembangunan Formal dan Non-Formal Pengertian formal dan non-formal seperti disebutkan pada
gambar 14 hendaknya tidak dikaitkan dengan aspek legalitas kegiatan.
Instrumen non-formal pembangunan bukan berarti ilegal atau tidak
INSTRUMEN PEMBANGUNAN
memperhatikan aspek legal dalam proses pelaksanaanya. Pemahaman
non-formal di sini lebih dimaksudkan sebagai proses komunikasi-sosial
Formal Non-Formal yang melekat di dalamnya. Sama halnya dengan pengertian surat
nonformal (tidak resmi), pertemuan in-formal, dan berbagai contoh
Keruangan
lainnya yang tidak berarti suatu bentuk produk atau kegiatan ilegal.
Non-Keruangan Keruangan Non-Keruangan

RTRW Rencana Regional Paguyuban Sesuai dengan salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah,
RTRK Pembangunan Management, masyarakat,
Regional LSM, Lembaga yaitu untuk memperoleh tingkat pelayanan masyarakat yang lebih baik,
IMB Jangka Panjang
RTBL dstnya (RPJP), RPJM, Marketing Donor maka kedua jenis instrumentasi pembangunan (formal dan non-
Renstra-KL Sayembara Swadaya
RKP-D, Perijinan, teknis, dstnya masyarakat, formal82) perlu dilihat dalam konteks dualitas (timbal-balik) dan tidak
Retribusi, dstnya dstnya
dalam perspektif dualisme (pertentangan).

Turowski & Lehmkuehler diolah kembali oleh penulis


Apakah sebagai dualisme atau dualitas antara instrumen
Berdasarkan penjelasan intrumentasi pembangunan di atas maka pembangunan formal dan non-formal?
jelaslah posisi regional management; sebagai platform kerja sama Kekeliruan klasik yang sering dilakukan adalah melihat masing-masing
antardaerah, tergolong instrumen pembangunan yang bersifat instrumen pembangunan secara terpisah. Sebagaimana pula sering
terjadi perdebatan antara pemanfaatan pola sentralistik dan desentralistik.
nonformal-keruangan. Perubahan posisi bentuk-bentuk regionalisasi
(seperti regional management yang sedang dibahas) dapat berubah Pada kenyataannya, sinergi pemanfaatan kedua jenis instrumentasi
pembangunan justru dapat terlaksana karena sifat instrumen
menjadi instrumentasi formal apabila platform kerja sama antardaerah
pembangunan non-formal yang mendukung instrumen formal yang ada
dalam konteks kelembagaannya telah masuk dalam kriteria hardform.81 dan bukan menggantikan.
Demikian pula dengan posisi instrumen pembangunan non-formal Instrumentasi pembangunan formal merupakan produk perencanaan
lainnya, baik yang menyangkut keruangan maupun nonkeruangan, pembangunan melalui suatu proses berazaskan demokrasi, yaitu
dapat sewaktu-waktu berubah menjadi formal apabila terjadi proses Undang-undang. Sedangkan instrumen pembangunan non-formal
merupakan produk demokratisasi yang berazaskan musyawarah
legitimasi formal (politik dan administratif) terhadapnya. Akan tetapi,
sehingga masing-masing aktor terkait memiliki kedudukan power yang
bersamaan dengan perubahan sifat instrumentasi pembangunan dari sama. Produk musyawarah berupa konsensus bersama (komitmen)
non-formal ke formal, bila hal itu terjadi, akan ikut pula terjadi antaraktor pembangunan terkait inilah yang bersifat mendukung. Dengan
perubahan pada karakteristika dari jenis instrumen terkait beserta demikian terjadi dualitas (hubungan timbal-balik) dan bukan dualisme
(yang saling bertentangan) dalam pola pembangunan wilayah.
segala efek positif maupun implikasinya.

81 82
Periksa tabel 4: Regionalisasi dalam Hard-Form dan Soft-Form. Penjelasan mengenai jenis instrumentasi pembangunan formal dan informal dapat
dilihat pada gambar 14.

•85 •86
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Sebagai sebuah instrumen pembangunan wilayah, RM memiliki Memanfaatkan kekuatan endogen merupakan salah satu kegiatan
kerangka teori perencanaan sekaligus menggambarkan paradigma yang penting bagi keberhasilan RM. Strategi ini bukanlah merupakan
pembangunan yang dipergunakan. Untuk memahaminya, perlu dibahas hal baru dalam pembangunan wilayah. Konsepsi lama seperti KAPET,
beberapa komponen dasar yang berperan dari bangunan teori RM SWP hingga bentuk yang sedang dikembangkan oleh Bappenas,
tersebut. Joerg Knieling (2000: 41) menggambarkan bangunan teori RM Strategic Development Region (SDR), juga menitikberatkan kekuatan
berdasarkan empat kegiatan penting, yaitu: endogen sebagai komponen penting dalam perencanaan. Perbedaan
pengertian kekuatan endogen pada pelaksanaan RM terletak pada
(1) Pengaktifan Potensi Endogen
penambahan jenis faktor potensi politik pembangunan regional, seperti
(2) Pembentukan Jejaring (Networking)
yang digambarkan pada gambar 15 Thoss (1984:21-27)
(3) Perencanaan Strategis (strategic planning) menggambarkan penggabungan seluruh faktor potensial menjadi
(4) Pengendalian Pembangunan Regional secara Kolektif. potensi pembangunan regional dalam tiga (3) bagian potensi, yaitu
penawaran, permintaan, dan lingkungan. Akan tetapi, seiring dinamika
Gambar 16. Potensi Endogen Pembangunan Wilayah
globalisasi, faktor iklim politik regional semakin tidak dapat dipisahkan
Potensi Endogen Pembangunan Wilayah dari aspek kekuatan endogen yang menentukan pelaksanaan
pembangunan wilayah. Contoh pelaksanaan otonomi daerah yang ada
BAGIAN POTENSI FAKTOR POTENSI di Indonesia memperkuat kenyataan ini. Melalui iklim sosial-politik
Tenaga Kerja regional yang kondusif dapat lahir kegiatan bersama yang
mencerminkan adanya kepercayaan (baca: komitmen) antaraktor
Modal regional berdasarkan pertimbangan aspek budaya politik, hukum, dan
paradigma pembangunan desentralistik.
Infrastruktur

Potensi Permintaan Potensi Pasar Gambar 17. Hierarki dan Jejaring

Sumber Daya Alam Hierarki Jejaring

Potensi Lingkungan Ruang dan Lokasi

Keindahan Alam

Budaya Politik

Sosial Politik Regional Kepastian Hukum

Otonomi Daerah

Sumber: Thoss 1984: 22 dikembangkan oleh penulis Sumber: Christ, 2000: 303

•87 •88
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Pemanfaatan struktur jejaring merupakan bentuk yang selalu secara keseluruhan. Dengan demikian, untuk mencapai suatu
ditemui dalam pelaksanaan RM. Hal ini dapat terjadi karena masing- tujuan dapat dipergunakan beberapa bentuk perencanaan
strategis.
masing aktor regional yang terlibat didalam sebuah RM berada pada
(4) Hasil akhir (pay offs) dari permainan dapat bervariasi seperti
posisi heterarkis. perolehan kekuasaan, modal, citra (image), dan sebagainya.
Yang dimaksudkan jejaring di sini adalah sebuah konfigurasi dari
para aktor yang berada pada hubungan saling membutuhkan Motto dari strategic planning adalah ‘memilih cara (strategi) yang
(interdependensi). Pada sebuah jejaring tidak ada satu pun aktor yang paling menguntungkan di antara aturan main yang tersedia dan dapat
terlibat menduduki posisi yang lebih tinggi dalam menentukan kebijakan dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek persaingan untuk
(keputusan) dan masing-masing, pada bentuk tertentu, saling mencapai tingkat keberhasilan terbaik’ (Knieling, 2000:50).
membutuhkan (Doehler dalam Knieling, 2000: 7-20). Pola jejaring ini
Pengendalian regional melalui kerja sama ditentukan oleh aspek
memiliki fungsi koordinasi yang menjadi salah satu esensi dari
sosial-politik yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan multilevel governance. Keterkaitan antaraktor regional
pelaksanaan RM. Sifat kerja sama yang dimaksud tidak seperti yang
dalam sebuah jejaring menghubungkan interdependensi para aktor
terjadi pada pola pembangunan sentralistik yang lebih merupakan
yang membuahkan persatuan.
instruksi (direktif) dari lembaga hirarkis yang lebih tinggi. Pola kerja
Melalui platform berupa jejaring kerja sama antaraktor regional, sama pada pelaksanaan RM merupakan proses komunikasi heterarkis
terbuka peluang pemanfaatan metoda dan konsepsi inovatif yang yang bermuara pada suatu keputusan kolektif. Selle (1994:74)
sesuai dengan dinamika pembangunan. Dalam rangka menggambarkan proses itu dalam dua gambar (gambar 17 dan 18)
pelaksanaannya, upaya konsepsi inovatif tersebut perlu dikemas dalam berikut (diolah kembali oleh penulis):
sebuah Perencanaan Strategis (Strategic Planning). Strategic Planning
dapat dibedakan dengan perencanaan ‘biasa’ melalui cara dan bentuk Gambar 18. Model DEAD
keputusan pembangunan itu dilakukan. Pada intinya strategic planning
Proses Pengambilan Keputusan Tertutup
memuat 4 elemen penting yang tercermin pada pengertian ‘game- (DEAD Modell)
theory’ (spieltheorie) dari Habermas. Keempat elemen tersebut adalah: Decide Announce Defend
(1) Masing-masing aktor melaksanakan kegiatannya sebagai
sebuah bagian yang sovereign (bebas berdaulat atau
otonom) dalam mengarahkan tujuan dan melaksanakan Identifikasi Pembahasan Keputusan Mempertahankan
keinginannya
Internal Internal Internal Konsep
(2) Memuat aturan main (mekanisme kerja) yang dapat diawasi
oleh masing-masing aktor. Aturan main tersebut memuat
jenis dan seluruh bentuk perilaku yang diperbolehkan hingga
akhir permainan. Setiap peraturan baru akan menciptakan Perlawanan
permainan baru.
(3) Aturan main dapat terdiri dari beberapa bagian (action plan)
Selle (1994:74), diolah kembali oleh penulis
yang pada akhirnya menunjang tujuan akhir permainan

•89 •90
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Sejak awal, proses pengambilan keputusan dijalankan melalui ‘interface-management’ (bhs. Jerman: querschnitt-management) dalam
pola tertutup. Masing-masing pihak yang terkait langsung melakukan pelaksanaan pembangunan wilayah yang semakin kompleks (Fuerst,
proses perencanaan dalam konteks internal. Pada masa lalu, peran 1998: 238). Di Eropa, RM semakin menjadi bagian penting dalam
birokrasi dan teknokrat mengambil porsi perencanaan yang dominan. praktek pembangunan wilayah karena memiliki fungsi, bentuk
Setelah keputusan (baca: kebijakan) diambil oleh kelompok berwenang pelaksanaan, dan struktur yang khas seperti yang dapat dilihat pada
yang relatif eksklusif, diteruskan dengan upaya sosialisasi. Pelaksanaan tabel berikut.
kebijakan dengan model tertutup seperti ini rentan terhadap resistensi
dari berbagai pihak yang memperoleh dampak dari pembangunan. Tabel 11. Karakter Khusus Regional Management

Fungsi: Institusionalisasi sebuah dialog (komunikasi) antara


Gambar 19. DACO Model aktor regional dalam konteks pembangunan wilayah

Tujuan Utama: Membentuk sebuah proses pengendalian masalah


Proses Pengambilan Keputusan Terbuka pembangunan wilayah secara kolektif (antaraktor
(DACO Modell) regional)

Decide Announce Commitment Tugas dan Maksud: Sebagai fungsi penyeimbang, penengah, koordinasi,
dan pendukung dalam proses perencanaan dan
pengembangan pembangunan dalam konteks
regional
Identifikasi Pembahasan Keputusan Melaksanakan
Bentuk Pelaksanaan Kegiatan Dalam berbagai program aksi
Bersama Bersama Kolektif Konsep
Struktur: Jejaring (networking) yang dibangun secara kolektif
oleh para aktor regional untuk menanggulangi
permasalahan pembangunan regional atau
melaksanakan tujuan bersama

SSelle (1994:74), diolah kembali oleh penulis


Berdasarkan pengalaman pemanfaatan regional management di
Eropa, khususnya Jerman, Fuerst (1994;9-10) merumuskan beberapa
Pada proses pengambilan keputusan dengan pola terbuka
sifat sebagai berikut:
(DACO Model), seluruh rangkaian fase tidak terputus, dari perencanaan
1. RM sebagai sebuah hasil pendekatan kewilayahan dalam konteks
hingga pelaksanaan. Hal ini dapat terjadi karena seluruh rangkaian
regional dan bukan bersifat kedaerahan;
kegiatan dilakukan secara bersama hingga dapat menekan resistensi 2. Berorientasi pada program aksi dan pelaksanaan sesuai
pelaksanaan dan membuahkan hasil yang optimal. kebutuhan regional
3. Memiliki kegiatan bersama (kolektif) yang melibatkan berbagai
Pemanfaatan RM di Eropa dalam 30 tahun terakhir semakin
aktor regional
populer karena dilatarbelakangi oleh berbagai hal; Di antaranya karena
4. Meliputi program strategis yang memiliki dampak lintas sektoral,
semakin tingginya kebutuhan akan kemampuan koordinasi dalam seperti layaknya strategi peningkatan pasar tenaga kerja, iklim
melaksanakan Regional Planning dan meningkatnya kebutuhan akan dunia usaha, dan konsep strategis lainnya

•91 •92
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

5. Memobilisasi potensi regional dalam rangka menyelesaikan


permasalahan pembangunan dan tidak selalu menggantungkan Bagaimanakah peran swasta dalam Regional Management di
pada bantuan pihak ketiga. BARLINGMASCAKEB?
6. Aktivitas kegiatan diintegrasikan pada sebuah perencanaan Berdasarkan pengalaman pelaksanaan pada Regional Management
pembangunan wilayah, setidaknya pada Konsep Tata Ruang BARLINGMASCAKEB (RMB) yang dikategorikan sebagai pioner
Wilayah. pelaksanaan Regional Management di Indonesia, memperlihatkan
masih terbatasnya partisipasi aktif dari sektor swasta dan masyarakat
dalam perencanaan dan pembentukan program kegiatan. Peran swasta
Batasan wilayah kerja sebuah RM tergantung pada para aktor masih menjadi sasaran objek dan belum berperan sebagai subjek dari
regional terkait dan tema pembahasan yang disepakati bersama. Aspek serangkaian program aksi. Seiring perjalan waktu, diharapkan kondisi
ini pula yang sering menjadi salah satu contoh efek globalisasi terhadap ini akan berubah, bersamaan dengan berkembangnya kesadaran dan
kebutuhan sektor swasta dan masyarakat luas dalam memanfaatkan
praktek perencanaan dan pembangunan wilayah saat ini dengan
RMB sebagai wadah (actional platform) untuk menyalurkan berbagai
batasan ruang administratif menjadi lebih elastis dan tidak lagi kaku. kegiatan yang menguntungkan.
Faktor pragmatisme berlandaskan kebutuhan bersama menjadi lebih Peran RMB yang kini didominasi dengan kegiatan fasilitasi, pada
penting dibandingkan dengan peraturan birokratis atau bahkan ego- saatnya nanti dapat pula berkembang menjadi pusat pelayanan
kedaerahan. pengembangan usaha atau Business Development Services Provider
(BDS-Provider) bagi masyarakat yang membutuhkan.
Batas waktu pelaksanaan RM tergantung pada kepentingan dan
kebutuhan kerja sama antaraktor regional terkait. Pada dasarnya
sebuah RM sangat dipengaruhi oleh proses pelaksanaan kerja sama Secara kuantitatif lebih banyak RM bersandar pada pelaksanaan
yang didominasi oleh pola learning-process. Oleh karena itu, terdapat konsep Regional Marketing daripada bentuk pelaksanaan konsepsi
perbedaan antara masa pemberlakuan pelaksanaan RM yang satu lainnya. Hal ini dapat dipahami karena Regional Marketing merupakan
dengan lainnya. sebuah konsep yang dapat dengan mudah diterima oleh semua aktor
Peran serta masyarakat dan swasta telah mengambil porsi regional terkait. Sedangkan untuk konsepsi sektoral lainnya, seperti air
penting dalam pelaksanaan RM di Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan bersih, kehutanan, transportasi, dan sebagainya menuntut kesamaan
banyak RM disponsori oleh berbagai perusahaan yang bermukim di kepentingan dan kebutuhan yang sangat kuat. Konsep Regional
region terkait. Berbagai keuntungan yang dapat diperoleh sebagai Marketing sebagai payung pelaksanaan program kerja sama lebih
‘member’ pendukung RM antara lain: (1) kemudahan pada akses dapat diterima oleh berbagai pihak terkait karena tingkat kepastian akan
sumber informasi, (2) pemanfaatan jaringan, (3) peningkatan citra kebutuhan investasi dan peningkatan pembangunan ekonomi sebagai
perusahaan atau produk, (4) menjadi bagian forum komunikasi lintas sasaran kerja sama regional, umumnya, dapat segera diterima oleh
sektoral. Berkembangnya pola Public-Private-Partnership sebenarnya para aktor regional terkait tanpa harus melakukan prastudi kelayakan
telah menjadi realita pembangunan, akan tetapi bagi Indonesia hal ini yang kompleks dan memakan waktu panjang.
masih cenderung sebagai upaya penjajakan.

•93 •94
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

B. Regional Management sebagai Hasil Pendekatan Regionalisasi Desentralistik Bebagai kritik yang berkembang terkait dengan pelaksanaan
instrumen pembangunan formal keruangan, seperti pada tabel di atas,
Perubahan paradigma pembangunan dan tekanan dinamika menunjukan pada suatu kebutuhan akan upaya perbaikan. Perbaikan
pembangunan telah menciptakan situasi ‘keterdesakan’ bagi para aktor tersebut dapat dilakukan dalam konteks instrumen pembangunan
pembangunan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan intrumentasi yang formal yang dimaksud maupun melalui instrumen non-formal yang
ada. Pada evaluasi pemanfaatan instrumentasi formal pembangunan, memiliki berbagai komponen yang mampu mendukung atau menutupi
selalu muncul permasalahan yang erat kaitannya dengan efektivitas kelemahan instrumen formal yang ada. Rangkaian perbaikan dapat
pelaksanaan menyangkut kelemahan aspek komunikasi, kerja sama, dan diuraikan seperti yang tertera dalam tabel 13 berikut:
koordinasi (3K). Hal ini ditandai dengan masih besarnya permasalahan
Tabel 13. Kebutuhan Perbaikan RTRW
yang muncul seperti disparitas pembangunan, tumpang-tindih kebijakan,
pembangunan yang kurang/tidak sinergis, kurangnya pemberdayaan lokal, Berbagai perbaikan yang dibutuhkan
dan sebaginya. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa banyak • Peningkatan sistem pengendalian
permasalahan pembangunan tidak dapat diselesaikan dengan prosedur • Kegiatan yang fleksibel dan berorientasi pada kebutuhan
formal yang memiliki framework kaku. Berdasarkan pengalaman • Penguatan koordinasi melalui komunikasi dan kerja sama
pelaksanaan pembangunan masa lalu tersebut, munculah berbagai konsep • Perbaikan citra ‘pembangunan wilayah’
inovatif khususnya yang mengedepankan perbaikan aspek 3K dalam • Orientasi pada program kerja sama melalui konsensus dalam bentuk program
kegiatan yang tepat sasaran (action oriented)
rangka menutupi kelemahan instrumen formal yang ada. Dengan demikian,
dapat dicapai efektivitas sasaran pembangunan. Berbagai perbaikan melalui instrumen formal pembangunan yang
Tabel 12 berikut memperlihatkan salah satu contoh sebab lahirnya menyangkut unsur tersebut di atas memiliki keterbatasan yang klasik,
upaya inovatif yang didasari oleh kebutuhan akan penyempurnaan antara lain: proses prosedural yang kaku, kelemahan koordinasi,
instrumen pembangunan formal-keruangan, seperti Rencana Tata Ruang. keterbatasan SDM, partisipasi, dan sebagainya. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, diperlukan pemanfaatan instrumen (non-formal)
Tabel 12. Kelemahan Tata Ruang yang memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap dinamika pembangunan
kontemporer. Instrumen tersebut harus menjadi mitra-mutualistik dan
Beberapa Kelemahan Tata Ruang a.l.
mampu menutupi kelemahan instrumentasi formal yang ada.
• Sistem perencanaan yg kompleks
• Padat dengan kebijakan dan waktu perencanaan yang panjang Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah instrumentasi non-
• Terikat peraturan dan mekanisme administratif-hirarkis formal pembangunan tidak dimaksudkan (tidak dapat dipergunakan)
• Terpusat pada serangkaian program (orientasi proyek) sebagai pengganti instrumenasi formal pembangunan yang ada.
• Kelemahan pelaksanaan (koordinasi, kerja sama, dan koordinasi) Dengan demikian, kekhawatiran upaya inovatif pembangunan wilayah
• Kelemahan pengendalian (monitoring) melalui pendekatan regionalisasi desentralistik yang dianggap dapat
• Kelemahan SDM (kapasitas maupun kapabilitas) dan keuangan
menggeser ‘keberadaan’ instrumentasi formal sama sekali tidak
• Banyak kontradiksi antara perhitungan teknis dengan sosial
beralasan. Perlu dipahami pula bahwa kedua instrumen tersebut lebih

•95 •96
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

bersifat dualistik (saling terkait) dan bukan dualisme (bertolak semangat persatuan dan kepemilikan kegiatan (program pembangunan).
belakang). Bahkan upaya awal kerja sama justru berlandaskan pada Efek dari pola jejaring83 yang terbentuk melalui kerja sama antardaerah,
produk instrumentasi formal yang telah dimiliki dan dikembangkan dalam pengertian multilevel governance, menjadikan persatuan untuk
dalam bentuk kerja sama guna memperoleh sinergitas, efisiensi, dan menghasilkan produk kesatuan. Dengan demikian, komponen persatuan
efektifitas pembangunan. merupakan jalan bagi tercapainya suatu bentuk kesatuan, khususnya
dalam konteks NKRI.
Apakah produk Rencana Tata Ruang Regional (RT-Reg) diperlukan di
samping adanya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)? Kekhawatiran adanya praktek multilevel governance dalam bentuk
Bila RTRW dikategorikan sebagai instrumentasi pembangunan formal regionalisasi transnasional atau kerja sama antara region dengan pihak-
yang merupakan realisasi dari pendekatan teknis kewilayahan, maka pihak di luar negeri yang tidak terkendali akan mudah teratasi apabila
RT-Reg merupakan produk dari sebuah praktek multi-level-governance Pusat maupun Provinsi telah mempersiapkan konsep strategis
dari sebuah region. Sejauh ini di Indonesia belum ada produk RT-Reg.
Akan tetapi, seiring perkembangan inisiatif pembangunan regional, pembangunan wilayah dan koridor kebijakan/regulasi yang tepat.
eksistensinya akan semakin dibutuhkan sebagai salah satu landasan Fenomena jejaring antardaerah dalam sistem multilevel governance
kerja sama pembangunan antardaerah. Sesuai dengan sifat Regional justru dapat menjadi komponen strategis integrasi nasional.
Management yang masuk dalam kategori instrumentasi non-formal-
keruangan, maka keberadaan RT-Reg sebagai salah satu acuan Pengalaman di Uni Eropa justru menunjukan bahwa multilevel
program menjadi suatu kebutuhan. governance menjadi instrumen efektif bagi terciptanya integrasi dalam
bentuk kesatuan Uni-Eropa.
Sesuai dengan maksud dan tujuan otonomi daerah, saat ini telah Perubahan pola pikir dan mekanisme Pusat dalam ‘memberikan’
terjadi peningkatan berbagai bentuk inisiatif lokal dalam rangka program pembangunan84 dalam rangka memenuhi kepentingan nasional
pembangunan daerah. Namun, adanya upaya dan inisiatif lokal tersebut sudah saatnya dipertimbangkan. Pada masa mendatang, Pemerintah
tidak selalu membawa dampak positif bagi perkembangan pembangunan Pusat maupun Provinsi dituntut untuk dapat ‘mengemas’ program
secara makro. Hal ini di antaranya dapat diamati dari berbagai tersebut agar menjadi suatu kebutuhan regional yang berujung pada
pelaksanaan kebijakan, misalnya kebijakan yang ditujukan untuk pemenuhan kepentingan daerah. Dengan demikian, terjadi perubahan
peningkatan PAD yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov), pola dan mekanisme perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Bila
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot). dahulu program pembangunan yang memiliki misi nasional diperjuangkan
Kebijakan ini banyak dilakukan tanpa kecermatan perhitungan jangka ‘dari atas’ kini beralih ‘dijemput’ atau diperjuangkan ‘dari bawah’.
menengah dan panjang sehingga justru membawa dampak negatif bagi
Salah satu efek positif dari pola perjuangan program pembangunan
atraktivitas investasi daerah.
‘dari bawah’ adalah terbentuknya motivasi dan komitmen yang kuat di
Bersama tumbuhnya inisiatif lokal, berkembang pula motivasi antara para aktor regional dalam rangka pelaksanaan pembangunan.
internal yang kuat untuk melakukan kegiatan bersama. Motivasi internal
tersebut merupakan salah satu kekuatan endogen nonfisik yang 83
Ansell menggambarkan kegiatan jejaring antardaerah dengan kajian di Eropa Barat
dibutuhkan sebagai modal pelaksanaan regionalisasi nonstruktural. 84
melalui istilah ‘networked polity’ (Periksa Ansell, 2000; 305-305)
Misalnya dalam bentuk Kawasan Perbatasan, Kawasan Cepat Tumbuh, dan
Dalam konteks kebersamaan atau inisiatif regional inilah terjadi sebuah sebagainya

•97 •98
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Apakah RM merupakan praktek paradigma federalistik? komunikatif-partisipatif lebih berpeluang untuk membuahkan hasil
pembangunan yang diharapkan. Akan tetapi, pendekatan tersebut
Diskusi yang mendalam guna memperjelas pemahaman mengenai bentuk
spesifik dari multilevel governance dalam bentuk RM untuk pembangunan membutuhkan proses yang panjang dan kadang melelahkan. Lebih-
integratif NKRI dalam bentuk regional governance dan networked polity lebih apabila Pusat dan daerah masih mengalami kesulitan transformasi
masih perlu ditindaklanjuti oleh para pihak terkait, khususnya di tingkat pendekatan perencanaan karena beban praktek pembangunan masa
Pusat maupun Provinsi. Kekeliruan pemahaman konsepsi regionalisasi
desentralistik yang diidentikkan dengan praktek paradigma federalistik85 lalu.
berpeluang membebani pengembangan konsepsi dan kegiatan inovatif
Ciri khas lain dari pelaksanaan konsep regional management
yang berhubungan dengan aplikasi pembangunan desentralistik. Oleh
sebab itu, perlu kajian lebih lanjut yang dapat menjelaskan kepada para adalah disepakatinya sebuah institusi bersama (management) yang
pihak yang terkait, khususnya pada tingkat eksekutif, legislatif, dan lahir dari semangat kebersamaan dalam rangka memecahkan
masyarakat tentang perbedaan antara sistem tata negara yang masuk
permasalahan tertentu melalui pendekatan “win-win solution” bagi
dalam kategori struktur formal administratif dengan pola kegiatan inovatif
pembangunan dalam konteks non-formal administratif. Demikian juga setiap daerah yang terkait. Hal ini dapat terjadi karena karakteristik
terhadap penjelasan pemahaman tentang pelaksanaan regionalisasi yang kerja Regional Management yang khas, yaitu menitikberatkan pada
pada prinsipnya dapat terjadi di bawah payung paradigma pembangunan pemanfaatan sinergi sumberdaya, potensi lokal, dan kebutuhan pasar.
sentralistik maupun desentralistik yang sudah tentu masing-masing memiliki
berbagai perbedaan dalam karakteristikanya. Ketepatan dalam menggunakan strategi perencanaan menjadi
komponen penting bagi keberhasilan pembangunan karena setiap
Pada satu sisi keterbatasan Pemerintah Pusat dalam region memiliki ciri khas dan permasalahan yang berbeda mengingat
membagikan Dana Alokasi Umum (DAU)86 untuk pembangunan bahwa setiap region:
mendorong Pemerintah Daerah berinovasi menggalang Pendapatan
• merupakan sebuah sistem sosio-ekonomi yang kompleks
Asli Daerah (PAD). Pada disisi lain, kesiapan Pemkab dan Pemkot tidak
• berkaitan erat dengan masyarakat setempat (sosial-budaya)
selalu dapat mengimbangi dinamika perkembangan khususnya di
bidang perekonomian yang semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan • dapat memiliki besaran pengaruh yang berbeda, seperti posisi
geografis dan kondisi alam (Simon, M, 2001:5)
Pemerintah Daerah akan selalu berupaya memanfaatkan setiap
peluang yang ada untuk memenuhi kepentingannya dan cenderung Dengan pelaksanaan otonomi daerah maka apa yang terjadi
membangkitkan ‘egoisme lokal’. dengan pembangunan di daerah akan membawa dampak luas terhadap
Kesulitan mencapai konsensus dalam pelaksanaan proyek- pembangunan secara nasional. Pengaruh ‘kriteria kondusif’ seperti
proyek pembangunan pada pendekatan top-down (sentralistik) pada transparansi, kesiapan infrastruktur, tenaga kerja terampil, dan faktor-
masa lalu memiliki sejarahnya sendiri dan tidak lagi dapat dilakukan faktor penentu lain sebagai modal pelaksanaan pembangunan perlu
pada era otonomi daerah seperti saat ini. Bentuk pendekatan mendapat perhatian khusus. Akan tetapi, mengingat berbagai
keterbatasan yang ada maka daerah harus mengantisipasinya dengan
85
Sebuah tema yang mengundang kontroversi di Indonesia
sebuah mekanisme pembangunan regional yang berbasis
86
Periksa berbagai pengertian pada UU. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan ‘kebersamaan’. Hal ini dapat terwujud dengan kerja sama dan
antara Pusat dan Pemerintahan Daerah, khususnya Bab I, Pasal 1, khususnya Ayat 17
dan 20.
koordinasi antarpihak terkait dalam melaksanakan proyek

•99 •100
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

pembangunan. Dalam hal ini aspek interdependensi antardaerah harus 7. Sebagai wadah komunikasi utama bagi stakeholder dalam
dapat menggiring atau menyatukan berbagai ‘kepentingan’ sedemikian kegiatan pembangunan.
rupa dan menekan hal-hal yang menghambat pembangunan. Oleh 8. Jawaban teknis terhadap kelemahan instrumentasi formal
pembangunan (3K).
sebab itu, kekompakan dan komitmen kerja sama serta sinkronisasi
Regional Management sebagai platform perencanaan dan
pengambilan keputusan akan optimal apabila melalui sebuah
pelaksanaan program bersama memiliki kekuatan yang dapat menutupi
konsensus yang dilakukan dengan dan dalam perspektif regional yang
kelemahan institusi pelaksana pada pendekatan kewilayahan
didukungan Pusat/Provinsi.
konvensional melalui komitmen masing-masing aktor terkait. Hal terjadi
C. Urgensi Pemanfaatan karena alur proses perencanaan dalam regionalisasi desentralistik
mengedepankan aspek kebersamaan sejak awal proses
Sesungguhnya dinamika pembangunan saat ini telah menunjukan pembentukannya.
perlunya upaya-upaya terobosan yang dapat mengantisipasi
Sasaran kegiatan Regional Management pada khususnya
permasalahan yang berkembang. Urgensi pemanfaatan Regional
menitikberatkan pada dua (2) fungsi utama yaitu:
Management sebagai salah satu upaya menjawab permasalahan
pembangunan tidak lepas dari akar permasalahan pembangunan 1. Melakukan dan mengaktifkan kerja sama dan koordinasi
daerah itu sendiri. Secara umum sebab-sebab perlunya pembentukan kepada seluruh pihak terkait serta masyarakat luas dalam
rangka menciptakan transparansi program pembangunan
Regional Management dapat digambarkan sebagai berikut:
regional.
1. Faktor Keterbatasan Daerah: semakin berkembangnya 2. Sebagai platform bagi terciptanya konsep dan aplikasi
kesadaran akan keterbatasan daerah di berbagai sektor dan pembangunan regional yang ditunjang oleh semua pihak
perlunya menggalang kekuatan atau potensi daerah secara berdasarkan konsensus.
bersama-sama guna menopang kelemahan lokal.
2. Faktor Kesamaan Kepentingan: terbukanya peluang Dengan demikian, Regional Management juga dapat diartikan
memperoleh ‘keuntungan’ finansial maupun nonfinansial melalui sebagai instrumen pembangunan berlandaskan penekanan pada aspek
‘kebersamaan’. komunikasi, kerja sama, dan koordinasi (3K) yang melibatkan para
3. Berkembangnya Paradigma baru di masyarakat: perlunya aktor pembangunan terkait87 dalam sebuah platform kerja sama. Pada
wadah komunikasi yang menunjang pendekatan perencanaan
pelaksanaannya, Regional Management menitikberatkan pemanfaatan
‘partisipatif’ sesuai dengan semangat otonomi daerah.
sinergi yang menghasilkan daya guna bagi pembangunan, misalnya
4. Jawaban terhadap kekhawatiran disintegrasi: perlunya
menggalang persatuan dan kesatuan dalam mempererat kerja peningkatan efisiensi penggunaan infrastruktur antardaerah,
sama antardaerah perusahaan swasta, dan institusi, atau badan yang terkait. Regional
5. Sinergi antardaerah: tumbuhnya kesadaran bahwa dengan Management tidak semata dapat terbentuk guna memperoleh
kerja sama antardaerah dapat memperbesar peluang bagi
keberhasilan pembangunan daerah
87
Khususnya para aktor regional yang terdiri dari beberapa daerah otonom terkait. Akan
6. Peluang perolehan kerja sama dan sumber dana dari
tetapi, pada pelaksanaan regionalisasi di negara-negara maju terdapat pula berbagai
program pembangunan baik nasional maupun internasional. variasi lain yang melibatkan pihak swasta atau pun dalam bentuk PPP (Public Private
Partnership)

•101 •102
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

keuntungan atau pemenuhan kebutuhan melainkan juga untuk Kekuatan komunikasi dan kemampuan melahirkan konsensus di
menanggulangi dan memperjuangkan program serta masalah bersama. tengah tarik-menarik kepentingan merupakan faktor penentu dalam
Konsep Regional Management dapat diintegrasikan dalam tahap pembentukan kerja sama antardaerah. Perbedaan kepentingan,
perencanaan daerah sebagai tambahan dan penguat perencanaan perilaku, kebiasaan, pola, dan kerangka pikir masing-masing daerah
formal dari masing-masing daerah yang telah ditetapkan sehingga akan menjadi tantangan utama bagi pelaksanaan Regional
dapat ikut menunjang keberhasilan sasaran dan target pembangunan Management. Sekedar kesadaran akan kebutuhan kerja sama
daerah. antardaerah saja belum cukup digunakan sebagai modal bagi jalannya
sebuah Regional Management. Setelah muncul kesadaran antardaerah
Salah satu fungsi yang menonjol pada RM adalah memobilisasi
dan kemudian berkembang ke inisiatif-regional, baik yang tumbuh ‘dari
kekuatan dan menghimpun potensi regional untuk mencapai sasaran
bawah’ (bottom up) maupun distimulasikan ‘dari atas’ (top down),
perekonomian baik daerah, regional, maupun nasional. Kekuatan
barulah dapat dilihat sebagai suatu kekuatan (motifasi) untuk memulai
perekonomian regional tersebut diharapkan akan membuahkan
proses pembentukan sebuah Regional Management.
kemandirian dan membentuk identitas regional yang sesuai dengan
azas kebhinekaan nasional. Namun, persatuan nasional dapat tercapai Sebelum terbentuk menjadi Regional Management, berbagai
melalui kebersamaan komitmen pembangunan yang secara regional istilah dipakai untuk menyebut badan kerja sama sebagai embrio,
selalu bersinggungan.88 Dengan demikian eksistensi Regional seperti Badan Kerja sama dan Koordinasi Antar Daerah, Badan Kerja
Management bukanlah sebuah konsep yang menggantikan konsep sama Pembangunan Regional dan sebagainya yang biasanya diawali
perencanaan pembangunan daerah yang telah ditetapkan melainkan dengan kegiatan-kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai inisiatif-
justru menunjang dan menguatkan konsep formal yang telah ada. regional.

Dalam konteks regionalisasi, inisiatif-regional dapat diartikan


D. Tahap Pembentukan sebagai semua gagasan dan aktivitas yang dalam perkembangannya
dimulai dari unsur lokal (endogen) dalam rangka membentuk dan
Secara teoritis pelaksanaan Regional Management dapat terjadi mengisi kegiatan Regional Management. Hal ini bukan berarti bahwa
melalui layaknya tahapan perencanaan klasik (logical framework- inisiatif untuk pembentukan Regional Management tidak dapat
planning), yaitu dengan cara (1) mengidentifikasikan sumber distimulasikan dari Pusat (Pemerintah) namun kesadaran dan kemauan
permasalahan, (2) menentukan aspek sebab-akibat, (3) menganalisis untuk kerja sama dan koordinasi harus lebih banyak datang dari aktor
faktor kekuatan dan kelemahan, (4) memformulasikan visi dan misi regional. Sesuai peran Pemerintah Pusat dalam segi keuangan,
regional, dan (5) melaksanakan program aksi berdasarkan prioritas keberadaan DAU, DAK, dan pinjaman luar negeri sebagai bentuk
yang disepakati. Seluruh tahapan proses berjalan berdasarkan prinsip- dependensi daerah terhadap kontribusi Pusat dapat menjadi pendorong
prinsip kebersamaan guna memperoleh konsensus dan komitmen atas daerah dalam berinisiatif menggugah kesadaran dan motivasi untuk
dasar sukarela. membentuk Regional Management di berbagai wilayah yang potensial.

Bentuk inisiatif-regional dapat dimulai dengan diskusi, seminar,


88
Periksa gambar 6: Pola Ketersinggungan Kerja sama Inter-Regional workshop atau konferensi regional hingga pembentukan forum kerja

•103 •104
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

sama dan koordinasi antardaerah terkait. Kegiatan tersebut dapat diikuti Koordinasi Antar-Daerah. Forum inilah yang nantinya dapat disahkan
dengan berbagai langkah persiapan seperti studi kelayakan dan menjadi sebuah Badan Kerja sama dan Koordinasi Antar-Daerah oleh
identifikasi permasalahan yang menjadi tema pembahasan serta masing-masing DPRD terkait sesuai UU. Nomor 32 Tahun 2004 Bab IX
konsep awal. Pasal 195, Ayat 4, yang menyebutkan bahwa kerja sama antardaerah
membutuhkan persetujuan formal dari masing-masing DPRD terkait.
Dalam tahap ini penting digunakan instrumen perencanaan yang
Bentuk final (badan hukum) dari Badan Koordinasi Kerja sama dan
tepat, artinya instrumen perencanaan tersebut harus memiliki karakter
Koordinasi Antar-Daerah ini akan mengikuti hasil kesepakatan bersama
yang mampu menggugah inisiatif dan motivasi serta mampu
yang dikonsultasikan pada Forum Regional.
mengarahkan hasil perencanaan yang mencerminkan situasi saling
menguntungkan di antara pihak yang terkait. Di antara tools Dalam prosesnya, inisiatif-regional dapat berbentuk sebagai
perencanaan yang dapat digunakan yakni Skenario Kerja Sama berikut:
Antardaerah (SKAD)89.
1. Rangkaian diskusi dan pembahasan mengenai gagasan kerja
sama antardaerah yang mengikutsertakan stakeholders (eksekutif,
Gambar 20. Contoh Pelaksanaan SKAD Sebagai Instrumen
legislatif dan masyarakat dan sebagainya). Pada tahap ini disusun
Perencanaan Kerja Sama Antardaerah data-base wilayah yang relevan dan identifikasi permasalahan
guna memberi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
2. Dimulainya saling pengertian dan konsensus antardaerah untuk
membentuk Forum Kerja sama dan Koordinasi Antar-Daerah
3. Memberi masukan kepada Forum Kerja sama Antar-Daerah dalam
melakukan persiapan berupa: orientasi pembangunan, penguatan,
dan pengembangan proyek.

Di negara-negara yang telah lama melakukan praktek


pembangunan dengan pendekatan desentralisasi dapat diamati bahwa
inisiatif-regional tidak selalu harus lahir dari pihak Pemerintah Daerah
namun dapat juga dari para pengusaha melalui asosiasi profesi atau
lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta perguruan tinggi.
Dalam upayanya, inisiator regional, yang dapat terbentuk atas
dorongan dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten atau Kota atau asosiasi Pada tahap final pembentukan dan pengesahan Regional
lainnya, beserta unsur-unsur lokal melaksanakan pertemuan dan diskusi Management oleh pihak legislatif (masing-masing DPRD) harus tampak
dalam sebuah Konferensi Regional. Dalam konferensi regional sekaligus prioritas dan target pembangunan dan pengelolaan proyek yang pada
dapat dilaksanakan berbagai kegiatan penunjang berupa pengumpulan intinya berisi:
regional data base, semiloka, dan workshop. Konferensi regional inilah
• Acuan dan langkah-langkah konsentrasi sasaran khusus yang
yang merumuskan Forum Regional atau Forum Kerja sama dan relevan seperti konsentrasi pembangunan, pengembangan, dan
pengelolaan
89
Informasi singkat mengenai SKAD dapat dilihat pada Halaman 24

•105 •106
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

• Mencari solusi terhadap permasalahan sesuai dengan situasi dan sebagainya. Kerja sama dengan beragam institusi baik Pemerintah
kondisi daerah maupun non- Pemerintah merupakan suatu keharusan dalam proses ini.
Tugas pertama dari Regional Management adalah membuat
Proyek-proyek Regional Management secara administratif harus
analisis yang antara lain terdiri dari: mengumpulkan dan menyusun
terkontrol. Badan pengawas dapat dipergunakan sebagai instrumen
materi atau data yang relevan, mengumpulkan informasi melalui
pengendalian. Keanggotaan badan pengawas dapat terdiri dari unsur
pembicaraan ke seluruh pihak terkait, membuat analisis SWOT,
eksekutif dan legislatif. Tugas dari badan pengawas adalah menentukan
mempertimbangkan peluang dan risiko, mengambil langkah-langkah
dan mengawasi kewenangan serta kewajiban Regional Management
yang bersifat ‘segera’, dan melakukan analisis identifikasi permasalahan.
(RM), mengawasi jalannya pelaksanaan konsep misalnya Regional
Setelah tahap analisis selesai maka selanjutnya dapat dimulai Marketing, keuangan, dan pengawasan hasil kerja.
pembahasan tentang paradigma yang akan menjadi acuan konsep.
Berikut merupakan empat komponen pengawasan:
Pelaksanaan workshops, pembahasan visi yang berkembang,
pengidentifikasian arah pengembangan, penentuan arah pengembangan 1. pengawasan kerja: membandingkan antara perencanaan dengan
aplikasi;
strategi, penyimpulan dan perumusan kesepakatan paradigma
merupakan tingkatan langkah-langkah yang menjadi bagian dari tahap 2. pengawasan hasil pelaksanaan: membandingkan antara tujuan
yang diharapkan dengan hasil yang ada di lapangan;
pembahasan paradigma. Selanjutnya, setelah tahap pembahasan
paradigma, dilakukan tahap pembuatan dan pembahasan konsep. 3. pengawasan dampak kegiatan: memeriksa apakah perubahan
yang ada merupakan dampak dari langkah kebijakan tertentu;
Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam tahap ini antara lain:
4. pengawasan keuangan: tertib akuntansi dan kecocokannya
• merumuskan hasil analisis dan paradigma yang menjadi acuan dengan perencanaan yang disepakati.
konsep,
Berdasarkan kajian literatur dan pengalaman pembentukan serta
• mempertimbangkan dan memutuskan konsentrasi tema pelaksanaan RM di BARLINGMASCAKEB dapat disimpulkan bahwa
pembahasan,
keberhasilan RM banyak dipengaruhi oleh peran dan interaksi antara
• mengidentifikasi prioritas proyek, aktor utama dalam bentuk sebagaimana tergambar dalam gambar
• menyimpulkan hasil-hasil pembahasan dalam bentuk acuan prioritas berikut:
pelaksanaan, action plan, dan strategi pelaksanaan
Gambar 21. Peran dan Interaksi Antaraktor Utama
Tahap terakhir dari mata rantai proses Regional Management
adalah tahap pelaksanaan dan pengelolaan. Seperti telah diuraikan Advokator
pada penjelasan sebelumnya bahwa aspek penting bagi keberhasilan
Regional Management adalah aspek 3K, maka program komunikasi Sektor Publik Sektor Swasta
harus dipersiapkan dengan seksama. Instrumen penunjang komunikasi
dapat berbentuk: diskusi, workshop, seminar, komunikasi melalui media
masa, web site, pameran, special events, business meeting, dan
Sumber Daya

•107 •108
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Fungsi dan peran masing-masing aktor dalam melakukan Interaksi para aktor regional dan berbagai bentuk kegiatan
kegiatan awal atau menciptakan kondisi prasyarat (basic condition) tersebut di atas merupakan suatu rangkaian proses yang saling
minimal harus tersedia untuk menunjang keberhasilan kegiatan RM. menunjang dan sekaligus turut menentukan tingkat keberhasilan
pelaksanaan RM.
Tabel 14. Tugas Aktor dan Bentuk Kegiatan
E. Struktur Organisasi
Aktor Bentuk Kegiatan atau Kondisi
Lembaga kerja sama antardaerah (kerja sama regional di sektor
Para aktor terkait dan Ikatan antara aktor dan inisiatif regional dalam publik) dalam bentuk Regional Management merupakan lembaga
stakeholders (internal jejaring yang bersifat regional, maupun nonstruktural yang dibentuk untuk melaksanakan kesepakatan kerja
& eksternal) interregional
sama antara beberapa daerah. Bentuk struktur organisasi yang dibuat
Mencari solusi permasalahan yang bersifat
urgen merupakan hasil kesepakatan antaraktor regional yang bekerja sama
sehingga tidak ada format yang baku. Namun demikian, paling tidak
Membuat batasan tentang permasalahan dan
tujuan pembangunan regional beberapa unsur yang terlibat harus tertampung perannya dalam struktur
Membangun kekuatan keuangan untuk kegiatan organisasi tersebut, yaitu unsur Pemerintah/Eksekutif, DPRD/Legislatif,
bersama Asosiasi Pemerintahan (APKASI/APEKSI/APPSI), Organisasi Profesi,
Mendefinisikan konsep strategis dan ‘realistis’ Dunia Usaha, Perbankan, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya
Membangun political-will dan menguatkan Masyarakat, Tokoh Masyarakat, dan lain-lain.
dukungan ‘internal’ (region)
Dalam struktur organisasi Regional Management, perlu
Menentukan/Kepastian dana
diperhatikan aspek efisiensi da efektivitas kelembagaan, dengan
Publikasi dan partisipasi masyarakat (gerakan
bersama) demikian, pertimbangan mengenai kesederhanaan bentuk kelembagaan
perlu dikedepankan agar tugas-tugas organisasi yang bersifat action
Sektor Publik Dukungan politis dan program dari Provinsi dan oriented dapat dijalankan dan dapat segera dirasakan manfaatnya.
Pusat (kebijakan)
Keberhasilan lembaga Regional Management juga bergantung pada
Regional Manager Kemampuan profesional dan pengalaman kapasitas dan profesionalisme Regional Manager sebagai pengelola
Melaksanakan program dengan keberhasilan harian dari jejaring kerja sama antardaerah. Pengalaman dalam
awal yang cepat membangun network, menyusun perencanaan strategis, dan kualitas
Advokator Pendampingan dengan landasan know-how dan leadership merupakan faktor penting bagi keberhasilan lembaga ini. Hal
skill yang kuat. lain yang cukup penting diperhatikan adalah profil seorang regional
manager karena penggunaan keistimewaan citra personal dari seorang
regional manager dapat ikut mengangkat citra kelembagaan regional dan
membangun identifikasi kelembagaan.

•109 •110
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Gambar 22. Struktur Organisasi Regional Management90 Secara umum struktur organisasi Regional Management dapat
disusun seperti gambar di atas, yaitu terdiri dari Forum Regional, Forum
Komunikasi Regional, Sekretariat Bersama, Regional Manager,
Bupati / Bupati / Bupati / Bupati /
ADVISOR Fasilitator, dan Advokator. Masing-masing unsur organisasi tersebut
Walikota Walikota Walikota Walikota
memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:

1. Inisiator, adalah perorangan, kelompok, atau lembaga yang


KESEPAKATAN mempunyai prakarsa untuk membangun wacana menuju
terbentuknya kerja sama regional. Keberadaannya tidak harus
masuk dalam struktur organisasi sebab inisiator dapat berperan
SK Bersama untuk
Sekretariat Bersama, yang sebelum terbentuknya kelembagaan. Akan tetapi, biasanya
di dalamnya terdiri dari ANGGOTA PROPINSI para inisiator termasuk para aktor regional masuk dalam
Ketua dengan anggota: • Fasilitasi dan
• BAKORWIL Koordinasi kelompok Forum Regional.
• Anggota Pengawas Kerja
FORUM • Anggota Pengawas Hasil 2. Forum Regional, adalah forum yang beranggotakan Kepala
KOMUNIKASI • Anggota Pengawas
REGIONAL Pemerintah Kabupaten/Kota anggota kerja sama regional yang
Dampak
Stakeholders: ADVOKATOR memiliki kewenangan: (i) mendukung terlaksananya kerja sama
• Anggota Pengawas
• DPRD Keuangan
• Eksekutif • Menyiapkan regional melalui penetapan kebijakan dan penyediaan dana
• Profesional informasi potensi operasional kerja sama regional; dan (ii) mengusulkan Manajer
• Tokoh KONTROL wilayah
KONTRAKTUAL • Membantu Regional dengan berkonsultasi kepada DPRD.
Masyarakat
• LSM persiapan
• Asosiasi pembentukan RM 3. Forum Komunikasi Regional, merupakan unsur stakeholders
REGIONAL MANAGER ADVISOR • Membantu RM
• Komponen PROFESIONAL, dengan
dari wilayah kerja sama regional yang dapat terdiri dari DPRD,
Masyarakat dalam pembuatan
tugas: konsep dan program eksekutif, profesional, tokoh masyarakat, LSM, asosiasi, dan
Lainnya • Menyusun Program Kerja • Mendampingi RM komponen masyarakat lainnya. Keberadaan forum komunikasi
• Melaksanakan Program dalam implementasi
Kerja Urgen program regional diperlukan untuk mengontrol pelaksanaan kerja sama
• Mengaktifkan kerja sama • Mendampingi forum regional. Selain itu juga dapat memberikan masukan pada
antarwilayah regional dalam
• Melakukan promosi dan evaluasi dan rencana kerja regional yang akan dilaksanakan atau
pemasaran wilayah monitoring RM pemecahan masalah dengan memperhatikan masukan dari
• Memperoleh
kesepakatan investasi. berbagai pihak.
4. Dewan Eksekutif, keanggotaannya terdiri dari wakil
Tim MPWK UNDIP, 2004
Pemerintah Provinsi (dalam hal ini dapat diwakili oleh Bakorwil,
Bapeda Provinsi, atau dinas-dinas di lingkungan Pemerintah
Kabupaten/Kota). Kepengurusan Dewan Eksekutif berasal dari
anggota Forum Regional yang dapat ditetapkan secara bergilir
90
Sebagai contoh struktur RM yang dapat dilakukan pada batasan wilayah di sebuah di antara anggota. Tugas dan tanggungjawabnya meliputi: (i)
Provinsi seperti yang terjadi pada regionalisasi di BARLINGMASCAKEB, Jawa Tengah.

•111 •112
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

menyusun program kegiatan, menetapkan anggaran, mengikat Bagaimanakah peran perguruan tinggi dalam proses regionalisasi,
kontrak dengan Regional Manager, dan melakukan monitoring khususnya dalam membantu pembentukan RM Barlingmascakeb?
dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Regional Terjadinya inisiasi regional hingga pembentukan RM Barlingmascakeb
Management/Marketing oleh Regional Manager. (ii) Dewan didorong dan didampingi oleh sebuah tim dari Magister Pembangunan
Eksekutif bertanggungjawab kepada forum regional; (iii) Wilayah dan Kota (MPWK)91, Universitas Diponegoro, Semarang. Tugas
anggaran operasional Dewan Eksekutif ditanggung bersama tim advokasi meliputi pemberian masukan teknis melalui kegiatan-
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah kegiatan antara lain: (i) menyiapkan informasi potensi wilayah; (ii)
mediasi pertemuan konsultasi, (iii) membantu penyiapan pembentukan
Kab/Kota anggota kerja sama regional, dan sumber pendanaan Regional Management; (iii) membantu Regional Manager, secara
lainnya; (iv) menunjuk Regional Manajer atas mandat masing- terbatas, dalam pembuatan konsep dan program kegiatan Regional
masing Pemkab/Kota berdasarkan konsultasi dengan legislatif Management.
dan melalui proses penjaringan publik.
5. Regional Manager, adalah tenaga profesional yang dipilih Sesungguhnya peran perguruan tinggi, Lembaga Bantuan Teknis,
melalui proses penjaringan publik berdasarkan usulan dari atau konsultan yang berpengalaman dapat mengawal proses
masing-masing anggota dengan tugas: (i) menyusun program regionalisasi dalam bentuk pendampingan. Pendampingan tersebut
kerja Regional management; (ii) melaksanakan Program Kerja; perlu mengedepankan kaidah professionalisme dalam menghubungkan
(iii) mengkatifkan kerja sama antardaerah; (iv) melakukan berbagai kepentingan para aktor regional. Argumentasi empirik dan
promosi dan pemasaran wilayah; dan (v) memperoleh kausalitas konsep untuk pelkasanaan yang efektif memerlukan
kesepakatan investasi.
kemampuan khusus. Berbagai kebuntuan pelaksanaan regionalisasi di
6. Advokator, adalah lembaga yang mendukung proses beberapa region saat ini membuktikan, bahwa pemanfaatan peran
pembentukan dan pelaksanaan Regional Management dan advokator masih sangat minimal. Hal ini juga disebabkan karena
program pelaksanaan serta memberikan advokasi untuk minimnya jumlah advokator yang memiliki know-how dan skill serta
menjaga konsistensi pelaksanaan konsep. pengalaman dalam praktek pelaksanaan regionalisasi desentralistik
7. Fasilitator, adalah lembaga pemerintah pada tingkat yang lebih dengan segala bentuknya seperti Regional Management dan Regional
tinggi. Pada RM BARLINGMASCAKEB misalnya, diwakili oleh Marketing di Indonesia.
Badan Koordinasi Lintas Kabupaten/Kota Wilayah III Provinsi
Jawa Tengah. Tugas Bakorwil III adalah memfasilitasi seluruh
F. Sasaran Program
kegiatan penyiapan pembentukan Regional Management/
Marketing hingga terbentuknya kerja sama regional tersebut
Dalam pelaksanaannya, proyek-proyek Regional Management
berorientasi pada kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Landasan
Sebagai catatan, masing-masing fungsi tersebut di atas dapat pembentukan Regional Management dapat didasarkan atas:
menggunakan nama/istilah yang berbeda sepanjang pada fungsi
masing-masing komponen dapat terwakili.
91
Magister Teknik Pembangunan Kota (MTPK) UNDIP didirikan pada tahun 1991 dan
sejak tahun 2004 berubah menjadi Magister Pembangunan Wilayah dan Kota UNDIP.

•113 •114
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

• Komponen alam (a.l. sumber daya, posisi geografis, pemandangan) Proses perbaikan peraturan dan perundang-undangan serta
• Komponen sosio-kultural (a.l. bahasa, budaya dan tradisi) infrastruktur dalam rangka perbaikan atau penyempurnaan
instrumentasi formal pembangunan dapat terus berjalan, sementara
• Komponen infrastruktur (a.l. wilayah aliran sungai, jalan tol,
transportasi, kesehatan, pendidikan) pada sisi lain, Regional Management dapat menjadi instrumen
pendukung dalam mengantisipasi permasalahan pelaksanaan
• Komponen ekonomi yang relefan (a.l. tenaga kerja, lahan komersial,
struktur bisnis, dll.) pembangunan yang timbul disebabkan oleh cepatnya perkembangan
dan dinamika pembangunan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena sifat
• Komponen pariwisata dan rekreasi (a.l. hotel, areal olah raga,
penawaran budaya, dll.) RM sebagai instrumen non-formal yang relatif fleksibel terhadap
perkembangan pembangunan. Fleksibilitas dan kecepatan dalam
• Komponen perumahan yang relevan (a.l. areal untuk pemukiman,
harga tanah, nilai sewa tanah, harga sewa gedung). mengambil keputusan menjadikan RM sebagai instrumen strategis.

Dasar pertimbangan dari penentuan dan sasaran kegiatan Gambar 23. Tahapan Kerja Regional Management
Regional Management adalah identifikasi permasalahan, analisis dan
penerapan paradigma pembangunan yang dipergunakan. Pada TAHAP I : IDENTIFIKASI & ANALISA PENGAWASAN
dasarnya sasaran dapat diarahkan ke dalam dan ke luar dengan pilar • Mengumpulkan & menyusun materi
• Mengumpulkan informasi melalui pembicaraan
3K.

tujuan yang diharapkan dengan hasil yang ada dilapangan


keseluruh pihak terkait

- pengawasan kerja: membandingkan antara perencanaan

- pengawasan hasil pelaksanaan: membandingkan antara


• Melakukan analisa SWOT
Penyusunan program kerja Regional Management perlu • Mempertimbangan peluang & resiko

- pengawasan dampak kegiatan: memeriksa apakah


• Mengambil langkah-langkah yang bersifat ‘segera’
memperhatikan ketentuan dan pelaksanaan perencanaan tata ruang • Melakukan analisa citra wilayah (image)
dan wilayah yang berlaku. Pada umumnya Regional Management harus TAHAP 2 : PENENTUAN PARADIGMA

- dampak dari langkah kebijakan tertentu


memiliki orientasi sbb: Pelaksanaan workshops
• Pembahasan visi
• Identifikasi arah pengembangan
konsep yang dinamis

perubahan yang ada merupakan


o
• Arah pengembangan strategi
o pendekatan permasalahan yang sistematis • Kesepakatan paradigma
TAHAP 3 : KONSEPSI
o pelaksanaan secara konprehensif
• Mengumpulkan analisa acuan konsep
o koordinasi dan realisasi dari proyek-proyek yang relevan • Menentukan tema pembahasan

dengan aplikasi
dengan aspek keruangan Identifikasi proyek
• Menyimpulkan prioritas pelaksanaan
o kompetensi dalam pengelolaan • Pembuatan actionplan
• Strategi pelaksanaan
o kerja kolektif (team work) dengan kepemimpinan yang TAHAP 4 : PELAKSANAAN
berkompeten
• Penerapan konsep yang komunikatif
o fokus pada penguatan potensi wilayah dan pengembangannya • Pemantauan dan evaluasi

o komunikatif dan menunjang pemberdayaan masyarakat

•115 •116
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Bagian Tiga

REGIONAL MARKETING

Pendekatan klasik untuk memahami istilah dapat diperoleh


melalui kajian etimologis. Sesuai dengan penjelasan pada bab awal
bahwa kata ‘regional’ yang berasal dari kata region menunjuk pada sifat
kewilayahan (ruang) yang melibatkan beberapa area administratif baik
sebagian ataupun menyeluruh. Area administratif yang menjadi pusat

REGIONAL perhatian dalam konteks paradigma desentralistik yang dimaksudkan


pada pengertian di atas adalah Daerah Otonom. Dengan demikian,
peran beberapa Daerah Otonom dalam suatu kesatuan ruang

MARKETING
Penguatan competitiveness dalam menarik investasi,
(kewilayahan) pada konteks pengertian kata ‘regional’ di sini menjadi
sangat dominan. Sedangkan ‘marketing’ secara umum dapat
diterjemahkan sebagai ‘pemasaran’ (John M. Echols & Hasan Shadily,
membangun citra, dan meningkatkan identifikasi 1992: 373). Oleh karena itu, Regional Marketing diterjemahan menjadi
masyarakat terhadap wilayahnya ‘Pemasaran Regional’ dan bukan sekedar ‘Pemasaran Wilayah’.

Untuk memperkuat penjelasan dan perbedaan kedua istilah di


atas, perlu kiranya dibahas istilah ‘Pemasaran Wilayah’. Sesungguhnya
Pemasaran Wilayah dapat berarti kegiatan pemasaran untuk menarik
(atau mempertahankan) investor yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat terhadap wilayah tertentu; atau kegiatan Pemerintah Provinsi
dalam mempromosikan wilayah administratifnya; atau bahkan sebuah
perusahaan real estate yang memasarkan wilayah proyek yang
ditanganinya. Dengan demikian, Pemasaran Wilayah menunjukan
kegiatan pemasaran pada wilayah (batasan geografis) tertentu (yang
masih membutuhkan penjelasan lebih lajut mengenai ‘wilayah’ yang
dimaksud).

Hampir sepadan dengan istilah di atas, Kotler menjelaskan bahwa


upaya dalam meningkatkan atraktivitas investasi dari berbagai

•117 •118
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

perusahaan, industri, dan pariwisata ke suatu tempat, seperti kota, Berdasarkan penjelasan pada tabel 15 di atas, maka Regional
negara bagian (yang relevan untuk Indonesia: Provinsi), dan pada Marketing termasuk konsep pemasaran wilayah yang membutuhkan
tingkat nasional sebagai Marketing Places (Kotler, et al.; 1993). Contoh sebuah Regional Management, yang sesuai kaidah regionalisasi
pelaksanaan Regional Marketing yang berhasil dibangun di Amerika desentralistik, dalam pelaksanaannya. Penerapan konsep Regional
Serikat dapat diamati pada Kota Kembar St. Paul dan Minneapolis Marketing ini dapat dijumpai di Indonesia, antara lain “SOLORAYA”,
melalui sebuah program RED yang berlandaskan konsep pemasaran yakni wilayah eks-Karesidenan Surakarta, serta “LAKE TOBA DREAM”,
bersama (Kotler 1993: 97). Fokus pembahasan Kotler tersebut memang yakni Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Guna mengetahui kegiatan
masih didominasi oleh sudut pandang ekonomi dan banyak terpaku Regional Marketing, diperlukan kajian lebih lanjut khususnya
pada batasan administratif (daerah otonom) tertentu sehingga belum menyangkut landasan teoritis, konsepsi, dan berbagai bentuk
banyak menyentuh aspek politik pembangunan wilayah yang menjadi pelaksanaannya.
bagian yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan Regional Marketing.
Gambar 24. Contoh Bentuk Pemasaran Wilayah
Berdasarkan rangkaian penjelasan tersebut di atas, maka jelaslah
perbedaan antara istilah ‘Pemasaran Wilayah’ yang memiliki
Regional Marketing
pengertian makro, yaitu sebagai upaya pemasaran pada sebuah ruang
geografis yang batas dan sistemnya masih membutuhkan keterangan
lanjutan khususnya pada aspek fungsional dan atau administratifnya92
dibandingkan dengan ‘Regional Marketing’ yang berarti suatu bentuk
kegiatan pemasaran pada sebuah region.

Berikut tabel penjelasan perbedaan jenis marketing dalam Province Marketing


konteks spasial-administratif:

Tabel 15. Berbagai Bentuk Pemasaran Wilayah di Sektor Publik


Never Ending Asia
City/Regency Regional Province National
Marketing Marketing Marketing Marketing
Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan National Marketing
pemasaran yang pemasaran yang pemasaran pemasaran
dilakukan oleh dilakukan sebuah yang dilakukan yang
Pemerintah Region melalui oleh dilakukan
Kabupaten/Kota sebuah Regional Pemerintah oleh negara.
(Pemasaran Management Provinsi
Daerah)

92
Periksa arti wilayah pada Kamus Tata Ruang Cipta Karya. hal. 114.

•119 •120
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

A. Bahasan Teoritis • Aspek keruangan (administratif) yang selalu melekat pada


orientasi pelaksanaan marketing sektor publik
Definisi marketing dalam konteks dunia usaha dapat dipahami
• Orientasi nonprofit kelembagaan atau pemenuhan sasaran
sebagai kegiatan untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan
pembangunan secara luas.
konsumen, menemukan atau menciptakan produk dan layanan yang
sesuai dan mengkomunikasikannya secara internal kepada
perusahaan. Selanjutnya perusahaan secara eksternal Dalam konteks ekonomi, keberhasilan pembangunan sebuah
mengkomunikasikan kembali kepada konsumen sebagai sasaran region secara umum tidak lepas dari dua faktor utama yaitu faktor
produk atau layanan sehingga pihak konsumen menyenangi produk mobile (bergerak) dan nonmobile (tidak bergerak). Tarik-menarik
dan layanan dan kemudian membelinya.93 pengaruh antara dua faktor tersebut menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam pembangunan wilayah. Interaksi berbagai
Ada beberapa komponen penting yang dapat ditangkap dalam
komponen pembangunan dengan dua kategori inilah yang
definisi tersebut yaitu pentingnya aspek komunikasi dalam hubungan
mempengaruhi eksistensi dan kekuatan sebuah region.
antara konsumen dan produsen guna mencapai sasaran profit.
Dalam perkembangan pemahaman marketing kontemporer tampak Tabel 16. Faktor Penentu Pembangunan Regional
semakin pentingnya membuat konsumen menyenangi produk dan
layanan (proses identifikasi) dan bukan sekedar memenuhi FAKTOR MOBILE FAKTOR NON-MOBILE
kebutuhan konsumen. Identifikasi konsumen terhadap produk atau
layanan akan semakin menentukan keberhasilan sebuah proses • Modal/Uang = Investasi • Letak Geografis
marketing. Bila upaya kegiatan marketing klasik berorientasi pada • Perusahaan • Regulasi / Kebijakan
kegiatan pemenuhan kebutuhan konsumen maka kini telah
• Sumber Daya Manusia • Infrastruktur
berkembang pengertian yang lebih kompleks hingga konsumen (terutama SDM Terampil)
• Budaya
menyenangi produk dan layanan. Tekanan kompetisi menjadikan
komsumen memiliki semakin banyak pilihan terhadap produk dan • Sumber Daya Alam
layanan yang dibutuhkan sehingga konsumen ikut meningkatkan • Dan berbagai faktor relevan
kriteria pemanfaatannya. lainnya
Weichhart, P. (2002: 12) diolah kembali oleh penulis
Untuk mengetahui perbedaan antara regional marketing yang
dilakukan pada dunia usaha dan sektor publik, perlu diurai
komponen-komponen terkait yang membedakan di antaranya,
Dalam kajian mengenai persaingan antarregion, Weichhart
khususnya pada:
menjelaskan bahwa sebuah region harus selalu berupaya
mengoptimalkan faktor nonmobile-nya dalam rangka menarik faktor
mobile agar dapat bersaing dengan region lainnya. Kekuatan sebuah
93
Periksa John Mariotti (2003: 8) region kini tergantung dari bagaimana terciptanya sebuah kondisi

•121 •122
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

yang optimal dalam mensinergikan faktor nonmobile antardaerah. (regional economic development) perlu diperhatikan faktor value
Upaya region dalam memberdayakan faktor immobile secara chains (rantai nilai) produk atau jasa pada wilayah kajian. Secara
sinergis hanya dapat tercapai melalui regionalisasi yang sesuai sederhana yang dimaksud dengan value chains adalah mata rantai
dengan kebutuhan faktor mobile. Dengan demikian, perlombaan dari kegiatan ekonomi yang menggambarkan transformasi
antarregion kini terletak pada kemampuannya memperoleh manfaat produk/jasa mulai dari bahan baku hingga bentuk akhir produk/jasa
yang sebesar-besarnya dalam mensinergikan potensi dan yang diterima oleh konsumen.
sumberdaya lokal antardaerah.
Kajian tentang value chains mulai muncul pada awal era 70’an
Gambar berikut menjelaskan sebab-sebab semakin pentingnya yang banyak ditemui pada literatur Perancis. Tema ini semakin
proses pembentukan region (regionalisasi) yang berlanjut pada banyak diperhatian para perencana pembangunan wilayah pada era
pelaksanaan Regional Marketing dalam rangka menarik ketiga faktor 90’an seiring berkembangnya kajian mengenai pengaruh mata rantai
mobile (Modal, Perusahaan dan SDM) untuk pembangunan. penguasaan (governance chains) hingga global chains terutama
menyangkut besarnya peran berbagai perusahaan penting (key firm)
Gambar 25. Kebutuhan Regional Marketing dalam mengkoordinasikan jaringan produksinya secara global. Juga
dalam konteks regionalisasi, yaitu bagaimana besarnya peran dan
Modal/Uang Perusahaan SDM
pengaruh region sebagai motor perekonomian global. Pengertian
tidak terikat tidak terikat value chains bersumber dari berbagai cabang ilmu pengetahuan
tidak terikat
pada Ruang pada Ruang pada Ruang khususnya pada bahasan input-output linkages dalam teori ekonomi.

Dalam konteks kerja sama antardaerah mata rantai produk


Setiap Daerah Setiap Daerah Setiap Daerah atau jasa dapat diperoleh melalui kajian sistem produksi. Dengan
selalu berupaya selalu berupaya selalu berupaya
menariknya menariknya menariknya demikian, dapat diperoleh hubungan interaksi produk/jasa
antardaerah yang berpotensi menjadi komponen kerja sama.
Upaya menghindari Persaingan Tidak Sehat
Sebagai contoh dapat dilihat pada skema sistem produksi tepung
tapioka di region BARLINGMASCAKEB berikut:

Kerjasama lintas batas administratif melalui pola Regionalisasi Desentralistik

Upaya Inovatif

Regional Marketing, sebagai instrumen komunikasi yang mengedepankan


mediasi dan bukan pola direktif antara Region dengan Pemodal, Perusahaan
dan SDM Terampil (masyarakat)

Dalam pembahasan Regional Marketing sebagai bagian yang


tidak terpisahkan dari konsep pembangunan ekonomi regional

•123 •124
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Gambar 26. Skema Sistem Produksi Tepung Tapioka di Region Gambar 27. Proses Arbitrage Faktor Mobile terhadap Nonmobile
Barlingmascakeb
Proses „Arbitrage“ sbg Motor dalam
persaingan antar Region
SEMARANG
Faktor Persaingan Faktor
Purbalingga
JAKARTA /
BANDUNG
•Tenaga kerja Non-
Non-mobile antar REGION Non-
Non-mobile
•Pasar
Banjarnegara ++++ +++
(pabrik tapioka)
•Tenaga kerja
•Pasar
Banyumas
•Bahan baku
Region X Faktor Mobile Region Y
•Pasar

Faktor Persaingan Faktor


Kebumen
Cilacap •Bahan baku Non-
Non-mobile Antar REGION Non-
Non-mobile
•Pasar •Pasar
•Pelabuhan ++ +++

Faktor Mobile
Dipl.- Ing. Benjamin Abdurahman
EKSPOR
Penurunan Attraktivitas

Weichhart, 2002

MPWK UNDIP, 2004


Gambar di atas menunjukan bahwa faktor mobile akan pergi ke
region yang memiliki daya tarik faktor nonmobile terbaik. Bila terjadi
Bila faktor value chains suatu produk/jasa telah menjadi suatu penurunan atraktivitas regional maka faktor mobile akan mudah
mekanisme dan kekuatan regional yang kokoh maka region tersebut berpindah ke region lain yang lebih menguntungkan.
memiliki atraktivitas yang tinggi bagi faktor mobile. Proses seleksi lokasi Marketing pada sektor publik dapat diartikan sebagai instrumen
oleh faktor mobile menghasilkan sebuah fenomena arbitrage (arbitrase). untuk mengatur dan mengaplikasikan proses penguatan potensi
Weichhart menggambarkan proses arbitrage tersebut sebagai motor sumber daya dalam batas administratif tertentu secara kewilayahan
dari persaingan antarregion seperti tampak pada gambar berikut: yang dilakukan bersama unsur lokal terkait. Upaya penguatan potensi
daerah yang dimaksud umumnya menyangkut aspek ekonomi, Citra
(image), dan indentitas daerah. Sasaran Regional Marketing
menitikberatkan pada perbaikan kemampuan bersaing dalam menarik
investasi (competitiveness). Oleh sebab itu, keberhasilan Regional
Marketing dapat diukur dari peningkatan perekonomian daerah yang
ditandai dengan pertumbuhan jumlah dan nilai investasi.

•125 •126
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Berdasarkan penjelasan di atas, maka Regional Marketing dapat pengelola Regional Marketing dalam kegiatannya tidak mencari untung.
dibagi menjadi tiga fungsi utama yaitu: Akan tetapi, bentuk badan hukum sebuah Regional Management dapat
berupa Perusahaan Terbatas (PT), Perusahaan Daerah, Yayasan, atau
1. Melakukan tugas penerangan kepada masyarakat luas tentang
kualitas dan potensi daerah yang bertujuan memperkuat badan hukum lain yang disepakati bersama dan memenuhi persyaratan
identifikasi masyarakat dengan wilayahnya serta memperkuat pengelolaan secara profesional.
citra khusus atau ‘special image’ wilayah.
2. Mengaktifkan kerja sama seluruh unsur daerah dalam rangka B. Manfaat Regional Marketing
menguatkan potensi lokal (kekuatan endogen) guna
memperoleh kekuatan daya saing. Sebagaimana tampak pada fenomena pembangunan di berbagai
daerah saat ini, telah terjadi perubahan paradigma masyarakat,
3. Melakukan kegiatan yang relevan dalam rangka menarik dan
perkembangan ekonomi global, serta penerapan otonomi daerah yang
mempertahankan faktor ekonomi yang bersifat mobile
(investasi, SDM berkualitas, dan perusahaan) . mampu mendorong perkembangan kesadaran pentingnya penguatan
perekonomian lokal dalam pembangunan daerah. Meskipun pula,
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa konsep Regional
masih ada upaya dan inisiatif lokal yang belum tentu membawa dampak
Marketing bukanlah sebuah konsep yang menggantikan perencanaan
positif bagi perkembangan pembangunan itu sendiri. Misalnya terjadi
pembangunan daerah yang telah ditetapkan melainkan justru
dalam bentuk upaya pemasaran daerah secara ‘sendiri-sendiri’ tanpa
menunjang konsep yang telah ada. Hal ini berarti Regional Marketing
mengintegrasikannya melalui pendekatan kewilayahan. Hasil yang
dapat dipandang sebagai penguat konsep perencanaan yang telah
diperoleh dari pemasaran daerah seperti ini biasanya tidak dapat
memperoleh legitimasi hukum melalui proses perencanaan yang
memenuhi harapan untuk menstimulasi masuknya investasi, khususnya
berbeda dari prosedur formal-administratif perencanaan klasik.
yang bersifat ‘jangka menengah dan panjang’ (long-term). Ini terjadi
Dalam hubungannya dengan keterlibatan para pelakunya, karena kemampuan daerah untuk menarik investasi masih sangat
pemahaman ‘marketing’ atau ‘pemasaran’ harus mengarah ke dalam. bergantung pada kekuatan atau potensi lama daerah tersebut. Maksud
Artinya dilaksanakan pada seluruh tingkatan dan oleh seluruh pihak potensi lama di sini adalah segala bentuk potensi yang masih mengacu
terkait di daerah agar mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi yang pada kriteria dasar sumber daya kedaerahan tanpa mempertimbangkan
diharapkan. potensi sinergi kewilayahan. Potensi sinergi kewilayahan hanya dapat
ikut diperhitungkan bila ada peluang keterkaitan melalui kerja sama
Pada umumnya, pengertian ‘pemasaran’ berarti sebuah cara
yang menguntungkan. Penekanan pada aspek ‘keuntungan’ tidak
untuk menstimulasi dan menunjang proses tukar-menukar antara
semata dilihat dari aspek finansial namun juga menyangkut aspek
supply dan demand. Secara umum, marketing dapat dibedakan dalam
lingkungan, sosial, politik, dan sebagainya.
marketing komersial (peningkatan profit) dan marketing nonprofit
(usaha-usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi). Karena Regional Dalam dinamika pembangunan seperti saat ini, dibutuhkan
Marketing lebih mengarah pada peningkatan perekonomian daerah terobosan baru dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah
melalui efisiensi, maka Regional Management sebagai institusi secara nyata. Salah satu upaya yang belum banyak dilakukan adalah

•127 •128
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

menggunakan Regional Marketing sebagai instrumen pemberdayaan Konsep Regional Marketing diharapkan dapat memosisikan
potensi dan keunggulan daerah guna meningkatkan investasi. Konsep ini daerah dalam perekonomian yang semakin dinamis dan atraktif bagi
sangat mungkin diterapkan untuk mengembangkan daerah karena tujuan dunia usaha.
penting pelaksanaan Regional Marketing adalah menggairahkan dunia
Tujuan marketing pada sektor publik adalah:
usaha, khususnya menarik investasi ke daerah, dalam konteks regional,
guna meningkatkan perekonomian lokal. Imbas positif akan terjadi pada 1. Menciptakan preferensi (keistimewaan)
peningkatan angka tenaga kerja, pendapatan pajak, dan (lebih-lebih) 2. Menciptakan transparansi dalam proses pengambilan
sinergi yang diperoleh dari aktivitas perekonomian. keputusan
3. Mengarahkan aktivitas berorientasi pasar
Melalui penerapan otonomi daerah maka segala yang kondisi
perekonomian terjadi di daerah akan berdampak luas terhadap 4. Memberdayakan platform kerja sama untuk membuat konsep
aplikatif atau menciptakan konsensus melalui konsep bersama
perekonomian nasional. Pengaruh ‘kriteria kondusif’, seperti transparansi,
5. Memilih dan mempertimbangan lokasi untuk investasi dan
kesiapan infrastruktur, tenaga kerja terampil, dan insentif perpajakan
arah pembangunan
akan menjadi faktor penentu bagi masuknya investasi. Sementara itu,
perubahan dan dinamika perekonomian nasional maupun internasional
(globalisasi) serta terbatasnya keuangan daerah tidak dapat diatasi Berikut adalah sasaran pembahasan kerja sama yang dapat
sendiri oleh Pemerintah Kabupaten dan Kota. Berdasarkan argumentasi dijadikan pemikiran bersama para stakeholder dalam konteks regional
tersebut di atas, maka perlu suatu konsep pemasaran yang berbasis marketing:
kewilayahan agar memperoleh hasil yang optimal.
o Komponen alam (sumber daya)
Secara umum sebab-sebab perlunya Regional Marketing terkait o Komponen infrastruktur (a.l. transportasi, kesehatan,
relevansinya dengan perlunya sebuah badan koordinasi dan kerja sama pendidikan)
antardaerah (Regional Management), antara lain: o Komponen pariwisata dan rekreasi
1. Keterbatasan sumber pendapatan atau keuangan daerah; o Komponen ekonomi yang relevan (a.l. pertanian, perindustrian,
perikanan)
2. Perubahan dan dinamika perekonomian baik nasional maupun
internasional (globalisasi);
3. Semakin pentingnya infrastruktur daerah dan citra daerah Berdasarkan beragam komponen di atas dapat disusun suatu
sebagai faktor penentu bagi investor dalam memilih lokasi; strategi pembangunan daerah dalam konteks Regional Marketing.
4. Perlunya menggalang kekuatan atau potensi daerah dalam Melihat kompleksitas penerapan Regional Marketing, maka untuk
rangka pembangunan daerah (otonomi daerah);
tujuan-tujuan khusus dan konsultasi dapat pula dipergunakan jasa
5. Menggalang persatuan dan kesatuan dalam mempererat kerja Badan Penelitian dari perguruan tinggi yang memiliki kompetensi di
sama antardaerah (regionalisasi);
bidang perencanaan wilayah dan kota, khususnya Regional
6. Peluang perolehan sumber dana dari program pembangunan Management dan Regional Marketing.
baik nasional maupun internasional.

•129 •130
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

C. Konsep Regional Marketing Gambar 28. Aktor Terkait Regional Marketing

Dalam pelaksanaannya, proyek-proyek Regional Marketing


berorientasi pada kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Pada
kenyataannya beberapa daerah yang telah mengandalkan kekuatan Unsur Unsur Asosiasi Unsur
Pemerintah Daerah Lokal/Regional Lembaga Swadaya
sektor tertentu, misalnya sektor pariwisata, tentu akan mengupayakan Masyarakat

penguatan dan pengembangan terhadap bidang tersebut. Namun, tidak Unsur DPR/D Unsur
Perguruan Tinggi
tertutup kemungkinan upaya pengembangan sektor lain yang selama ini
Unsur Unsur
belum banyak tersentuh program pembangunan ikut Perbankan Konsultan
ditumbuhkembangkan. Dengan demikian, tujuan umum yang selalu
Unsur
dipergunakan dalam pelaksanaan Regional Marketing adalah Perencanaan
Regional
penguatan perekonomian daerah dalam konteks satu kesatuan wilayah
Unsur Asosiasi Individu
pembangunan, sedangkan dalam proses pelaksanaannya disesuaikan Sektoral Yang berkepentingan

dengan sektor-sektor yang telah atau berpotensi kuat menjadi motor


pembangunan daerah. Segala upaya penguatan perekonomian daerah
dapat berkembang sesuai dengan tuntutan pasar atau aspek relevan
lainnya.
Penentu keberhasilan sebuah proyek Regional Marketing,
1. Pembatasan Wilayah Kerja berdasarkan pengalaman di negara-negara maju seperti Amerika
Dalam proses perencanaan sebagai tahap awal pembentukan Serikat dan Jerman, bukan terletak pada komposisi dan jumlah unsur
Regional Management, pembatasan wilayah kerja dapat ditetapkan yang terlibat namun lebih kepada keyakinan dan kesediaan/komitmen
berdasarkan batasan administratif masing-masing daerah yang terkait. untuk bekerja sama dan berkomunikasi antaraktor regional terkait.
Sesuai pola regionalisasi desentralistik, maka batasan ruang menurut Hingga saat ini peran sektor publik masih mendominasi iklim
jenjang hirarki-administratif tidak lagi menjadi landasan utama pembangunan di Indonesia. Kenyataan ini menunjukan bahwa sektor
pelaksanaan. Artinya sejauh ada kesepakatan antara para aktor publik tidak dapat dipisahkan sebagai motor penggerak dalam
pembangunan yang legitim, maka batasan wilayah kerja dapat pembangunan wilayah. Sektor publik masih dibutuhkan sebagai pelaku
ditetapkan. dan bukan sekedar fasilitator pembangunan. Dengan pelaksanaan
Regional Marketing, peran sektor publik akan semakin bergeser pada
2. Para Aktor Terkait kegiatan fasilitasi dan dukungan melalui kebijakan dan regulasi.
Pihak-pihak yang terkait dalam sebuah proyek Regional Regional Management yang berperan sebagai moderator dan
Marketing dapat begitu luas namun pada umumnya para pihak terkait intermediasi dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan akan
dapat terdiri dari unsur-unsur seperti yang digambarkan berikut: lebih berkonsentrasi pada kegiatan yang memiliki unsur 3K.

•131 •132
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Sesuai dengan salah satu tugasnya, Regional Marketing harus Regional Marketing juga dapat diartikan sebagai komponen
mampu menarik investasi sektor publik dan swasta ke dalam region. penting dalam pelaksanaan pembangunan wilayah karena dalam
Bagaimana mensinergikan potensi yang dimiliki oleh para aktor terkait prakteknya mengaplikasikan proses komunikasi, kerja sama, dan
merupakan bagian konsep dan pelaksanaannya. koordinasi antardaerah.

Adapun pelaksanaan kegiatan Regional Marketing dalam konteks


3. Tujuan dan Sasaran Regional Marketing
komunikasi dapat berbentuk sebagai berikut:
Tujuan utama penerapan Regional Marketing adalah
Tabel 18. Tujuan dan Sasaran Komunikatif Regional Marketing
meningkatkan pembangunan sesuai dengan visi dan misi yang telah
disepakati bersama oleh para aktor regional. Dalam proses KE DALAM KE LUAR
pengembangannya, tujuan program dapat muncul beragam tergantung
KOMUNIKATIF
pada potensi, situasi, dan kondisi daerah terkait. Dasar pertimbangan
dari penentuan proyek Regional Marketing adalah analisis dan • Membangun jejaring komunikasi • “Menjual” region sebagai wilayah
wilayah (administratif, bisnis, pertumbuhan ekonomi sesuai visi
penerapan paradigma pembangunan daerah dalam konteks regional. masyarakat). pembangunan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pelaksanaan Regional • Pertemuan kontinyu dengan • Mem-“populer”-kan wilayah
tema-tema yang beragam
Marketing dalam rangka penguatan dan peningkatan daya saing • Mem-“profil”-kan wilayah dengan citra
regional, maka perlu dilakukan berbagai upaya seperti ditunjukkan • Membina arus informasi tersendiri.

dalam tabel (Eberle et al., 2000:12) berikut: • Pengembangan dan penguatan


identitas regional (kultural)
Tabel 17. Tujuan dan Sasaran Utama Regional Marketing • Menguatkan persatuan dan
KE DALAM KE LUAR kebersamaan
TUJUAN & SASARAN
Eberle et el.
• Membangun sebuah visi masa depan • Identifikasi produk wilayah sebagai “trade
untuk region dan pembuatan action plan mark” wilayah (pertanian, industri, budaya,
pendidikan dll)
Penerapan Regional Marketing dapat menitikberatkan
• Pengembangan infrastruktur melalui
lobbying • Membuat profil regional dengan pemanfaatan sinergi yang menghasilkan penghematan, misalnya
• Mendorong pembangunan daerah mewujudkan keistimewaan untuk dengan peningkatan efisiensi penggunaan infrastruktur antar-
tertinggal pemasaran baik kedalam maupun luar
• Pemasaran bersama Kabupaten/Kota, perusahaan swasta, dan institusi atau badan yang
• Mempersiapkan lahan yang memadai
untuk dipasarkan. • Pameran terkait. Konsep Regional Marketing dapat diintegrasikan dalam
• Persiapkan mengenai ketentuan • Upaya perolehan dana eksternal perencanaan daerah sebagai tambahan dan penguat perencanaan
stimulus ekonomi wilayah seperti pajak, • Mendorong peningkatan sektoral
pelayanan terpadu, dll formal dari masing-masing daerah yang telah ditetapkan sehingga
• Mendorong peningkatan daya saing regional
• Mendorong perbaikan infrastruktur dapat ikut menunjang keberhasilannya.
• Mendorong perbaikan lokasi-lokasi strategis
• Diversifikasi produk regional
• Pembagian peran dalam “keistimewaan”
pada masing-masing daerah
Eberle et al.

•133 •134
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Tabel 19. Tujuan dan Sasaran Kooperatif Regional Marketing 4. Materi Pembahasan

KE DALAM KE LUAR
Materi kerja konsep Pemasaran Wilayah bergantung pada tujuan
KOOPERATIF yang diharapkan. Pada intinya pembahasan konsep berorientasi pada
• Menekan biaya tinggi dengan upaya • Membangun kerja sama inter regional –
penguatan sektor perekonomian.
peningkatan “sinergi” infrastruktur. nasional – internasional
o marketing kawasan untuk investasi dan lokasi usaha
• Melibatkan unsur masyarakat luas • Penguatan kerja sama/ jejaring di sektor
– sektor pariwisata, perhotelan dll. o meningkatkan gairah investasi, misalnya melalui program
• Membangun kekuatan dengan kerja
sama antar instansi/perusahaan revitalisasi kawasan, peningkatan business start ups
• Mendorong proyek – proyek kerja sama. o pemasaran produksi regional
• Menekan egoisme daerah. o pemanfaatan sinergi dari potensi lokal secara regional

Eberle et al.
o membangun jejaring produksi dan akses pasar
o peningkatan kapabilitas publik dan swasta
Pada rangkaian tabel sasaran dan tujuan Regional Marketing di
o harmonisasi dan penciptaan iklim usaha yang kondusif dalam
atas menunjukan pula peran aspek koordinasi dalam mengaplikasikan konteks kebijakan dan pelayanan.
konsepsi ini. Kerja sama yang mengedepankan aspek komunikasi
dengan azas musyawarah diharapkan dapat menghasilkan komitmen
dari para aktor regional terkait sehingga akan memudahkan koordinasi Dengan demikian program Regional Marketing diharapkan dapat
pelaksanaan.94 menunjang kerja sama guna terciptanya jaringan yang komunikatif dan
memberikan kondisi yang kondusif pada aspek perekonomian dan
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan tujuan
hubungan sosial kemasyarakatan.
program nantinya adalah kesesuaian dengan kemampuan wilayah
dalam pengembangan pembangunan perekonomian. Dengan demikian
5. Kelompok Sasaran
penetapan visi dan misi yang realistis merupakan salah satu pedoman
perencanaan dan pelaksanaannya.
Kelompok sasaran Regional Marketing adalah multiplikator dan
Berdasarkan pengalaman pemanfaatan Regional Marketing di penentu internal dan eksternal wilayah.95 Kelompok sasaran ke dalam
Eropa menunjukan bahwa banyak hambatan pelaksanaan terjadi dan ke luar dapat dilihat pada tabel berikut:
disebabkan oleh target pencapaian yang tidak realistis. Kemampuan
regional yang terukur perlu menjadi salah satu landasan pertimbangan
program Regional Marketing.

94 95
Periksa Model DACO pada gambar 18. Periksa juga gambar 25 tentang Aktor Terkait Regional Marketing.

•135 •136
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Tabel 20. Kelompok Sasaran Regional Marketing 6. Jangka Waktu Kegiatan

KE DALAM KE LUAR Lamanya pelaksanaan proyek Regional Marketing tergantung dari


tujuan-tujuan yang ditetapkan pada program kerja dan evaluasi yang
• Lembaga masyarakat • Investor potensial
dianggap cukup beserta rekomendasi pengembangannya. Faktor utama
• Penduduk setempat (individu) • Para eksekutif dari sektor usaha,
penelitian, budaya, politik dan yang menentukan jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek Regional
• Pelaku ekonomi lokal pariwisata Marketing adalah dana atau budget yang disediakan.
• Pemerintah Kabupaten/ Kota • Badan, lembaga atau perusahaan
yang tertarik untuk bekerja sama Perkiraan jangka waktu proses perencanaan Regional Marketing
• Anggota DPRD
dapat ditentukan dengan mempertimbangkan rangkaian kerja sebagai
• Unsur pendidikan dan kebudayaan • Wisatawan potensial
lokal berikut:
• Wakil rakyat tingkat Provinsi
• Lembaga profesi lokal maupun nasional (sebagai Gambar 29. Proses Regional Marketing
multiplikator)
• Media lokal dsbnya
• Media masa nasional
• Majalah profesi dsbnya
Identifikasi Analisa Konsep Pelaksanaan

Berbagai hubungan khusus antara region dengan multiplikator


merupakan salah satu potensi yang dapat mendukung kegiatan. Konsolidasi
Rekomendasi Konsensus Pengawasan
Banyak region di negara maju memanfaatkan politisi, olahragawan/wati, Awal

aktor film, atau selebriti lainnya dalam upaya penguatan image dan
identitas wilayah.

Anggota DPR Pusat yang berasal dari region tertentu akan + 4 Bulan + 3 Bulan + 4 Bulan Berdasarkan
Kebutuhan
bersimpati kepada upaya kampung halaman’ dalam meningkatkan
pembangunan wilayah. Simpati ini dapat berlanjut pada dukungan nyata
berupa pemberian informasi dalam konteks perolehan peluang dana,
investasi, dan sebagainya. Demikian pula halnya yang terjadi pada para
pengusaha yang telah sukses di perantauan. Mereka akan dapat terus
‘menyambung rasa’ terhadap kampung halaman melalui investasi atau
kegiatan lain seperti turut serta dalam keanggotaan pada yayasan Pada contoh gambar di atas terlihat bahwa proses perencanaan
sosial, budaya, atau lingkungan regional. Berbagai paguyuban regional hingga dimulainya pelaksanaan dapat membutuhkan waktu hingga satu
dengan warna budaya, seperti pada kelompok warga banyumasan tahun. Berdasarkan pengalaman di Uni Eropa, perkiraan realistis dalam
dengan Seruling Mas dan kelompok warga Jawa Barat dengan pelaksanaannya Regional Marketing memerlukan jangka waktu
Pasundan telah menunjukan kontribusinya terhadap region. sekurangnya tiga tahun untuk kemudian dievaluasi pada tiap tahunnya.

•137 •138
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

7. Pembiayaan dilihat dari hasil kerja sama antardaerah yang dikelola melalui
management struktural dan berhenti pada tatanan MoU (Surat
Penyediaan anggaran untuk kegiatan Regional Kesepakatan Kerja sama).
Management/Marketing dapat didukung oleh Pemerintah Pusat melalui
Budgeting dan jumlah penggalangan dana mencerminkan
berbagai bentuk program. Pemerintah Provinsi dapat melakukan
besarnya niat dan kesungguhan para aktor regional dalam melakukan
bantuan pembiayaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
kerja sama. Sebagaimana dimaklumi bahwa tidak ada satu kegiatan
Daerah (APBD) Provinsi dalam rangka memfasilitasi dan
pembangunan yang tidak membutuhkan kepastian dan jaminan
mengkoordinasikan kegiatan regionalisasi desentralistik. Pada pihak
pembiayaan. Jumlah kontribusi masing-masing aktor regional harus
lain, Pemerintah Kabupaten/Kota melalui APBD Kabupaten/Kota serta
memiliki azas kepatutan dan realistis sesuai dengan visi dan misi kerja
sumber pendanaan lainnya dapat menganggarkan berbagai bentuk
sama.
inisiasi yang muncul dari daerahnya untuk membangun kegiatan
pembangunan regional dari berbagai sektor dan kalangan.
Apakah kontribusi anggaran keuangan mencerminkan
Pengajuan program pembangunan melalui platform kerja sama kesungguhan kerja sama antardaerah?
antardaerah kepada Pusat tentu lebih menjanjikan dalam hal efektivitas, Pada tahun 2001 berdiri sebuah Badan Kerja sama Antar-Daerah
efisiensi, dan transparansi, khususnya dalam konteks pembiayaan. Hal (BKAD) SUBOSUKA WONOSRATEN dalam rangka mengelola
berbagai kegiatan kerja sama antardaerah terkait. Masing-masing
ini dapat terjadi mengingat program yang diajukan oleh region
anggota kerja sama SUBOSUKA WONOSRATEN mengalokasikan
merupakan hasil sebuah proses dialog dan pengelolaan yang dana sebesar Rp 2 juta pada 2001; Rp 2,5 juta pada 2002; Rp 5 juta
transparan. Hal ini juga mempermudah mekanisme kontrol terhadap pada 2003; Rp 10 juta pada 2004, dan kini (2005) berkembang wacana
dana pembangunan yang dialokasikan. untuk meningkatkannya hingga Rp 15 juta per anggota. Bandingkan
dengan kontribusi masing-masing anggota kerja sama antardaerah
Ketergantungan suatu daerah dengan daerah lainnya dapat BARLINGMASCAKEB sebesar 100 juta rupiah (2004) dengan
perkembangan yang cenderung meningkat pada setiap tahun
dimanfaatkan sebagai pengikat kebersamaan dan kepentingan
anggaran.
termasuk dalam bentuk penggalangan dana. Proses penggalangan
Salah satu faktor kunci keberhasilan kerja sama antardaerah adalah
dana juga sekaligus bermanfaat untuk mempraktekan transparansi dana. Melalui anggaran dana yang minim tentu sulit memperoleh hasil
pembangunan wilayah. Keterbukaan kebutuhan dan pemanfaatan dana yang maksimal. Pengalaman kerja sama SUBOSUKA WANASRATEN
program kerja sama pada akhirnya akan menciptakan akuntabilitas dalam konteks pembiayaan tersebut memberikan gambaran kritis
terhadap kesungguhan para aktor regional dalam melakukan
yang lebih bertanggung jawab.
regionalisasi.
Melalui penggalangan dana secara kolektif, peluang peningkatan Berbagai alasan lain mungkin pula melatarbelakangi anggaran yang
kemampuan untuk mengaplikasikan pengelolaan yang profesional relatif kecil tersebut? Salah satunya adalah karena adanya
semakin terbuka. Profesionalisme merupakan salah satu kunci keterbatasan pemahaman tentang konsep regionalisasi dengan
berbagai bentuk aplikasinya yang membutuhkan dana sesuai output
keberhasilan program. Pengalaman regionalisasi masa lalu yang yang diharapkan.
mengandalkan management struktural di Indonesia telah
memperlihatkan hasil yang kurang menggembirakan. Hal ini dapat

•139 •140
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Sesungguhnya pemanfaatan Regional Marketing sebagai konsep


Bagaimanakah bentuk-bentuk program pembiayaan
kerja sama antardaerah akan menciptakan efisiensi keuangan bagi
pembangunan regional yang dapat dilakukan oleh Pusat?
daerah otonom terkait. Hal ini dapat terwujud berdasarkan pola kolektif
Di bawah program GA (Gemeinschaftsaufgabe)96 atau ‘Verbesserung
yang meringankan kontribusi pendanaan bagi masing-masing daerah.
der regionalen Wirtschaftsstruktur97’ dibangun sebuah mekanisme
Sebagai contoh, alokasi dana promosi daerah yang sedianya hanya bantuan pembiayaan untuk percepatan pembangunan wilayah
mampu menghasilkan kegiatan sederhana dapat berubah menjadi tertinggal di Jerman. Melalui program ini pula proses pembangunan
wilayah dari Pusat diaplikasikan. Artinya, Bund (Pusat) dan Länder
paket promosi yang istimewa melalui pendanaan bersama. Melalui
(Negara Bagian) mengedepankan inisiasi regional dan potensi sumber
paket promosi kewilayahan juga semakin terbuka peluang perolehan daya dari region terkait untuk memanfaatkan program pembangunan
pendanaan dari level Provinsi dan Pusat. Sebuah paket promosi dengan bantuan Pusat (Bund). Setiap program bantuan berjalan
kewilayahan membuktikan adanya koordinasi antardaerah yang sedikitnya selama tiga tahun. Para aktor regional diwajibkan
mengedepankan kerja sama dan dialog dalam koordinasi
menjadi harapan dan (sebenarnya) menjadi salah satu tugas penting pembangunan di wilayahnya.
Provinsi dalam memasarkan wilayahnya.
Bentuk lain dari dukungan Pemerintah Pusat dalam konteks
Pembiayaan pelaksanaan kerja sama yang diperoleh dari pembangunan regional di Jerman dapat ditemui sejak tahun 2001
melalui program ‘Regionen Aktiv – Land Gestaltet Zukunft98’ atau yang
kontribusi anggota kerja sama regional terkait sekaligus mencerminkan
sering disingkat dengan ‘Regionen Aktiv’. Di bawah koordinasi
kadar kesunggguhan dan motivasi kerja sama tersebut, keyakinan Departemen Pertanian99 18 region menyatakan turut serta dalam upaya
pihak ketiga terhadap keberhasilan kerja sama regional akan semakin membentuk model pembangunan regional berbasis pertanian yang
inovatif.
tinggi dan merasa perlu untuk melibatkan diri di dalamnya.

Melalui pola penggalangan dan pengelolaan pembiayaan yang


Peluang perolehan bantuan pembiayaan terhadap inisiatif
kolektif dan transparan antar-para aktor regional, maka ternuka peluang
regional di negara-negara anggota Uni Eropa dapat pula melalui
terjadinya praktik open management yang berkeadilan. Hal ini dapat
institusi European Union (EU). Di antaranya adalah melalui European
terjadi karena aspek keterbukaan dalam konteks pengelolaan informasi
Regional Development Fund (ERDF), European Structure Fund (ESF),
merupakan pola yang lazim digunakan oleh sebuah lembaga Regional
dan the Cohesion Fund. Hal ini memperlihatkan bahwa perhatian dan
Management.
dukungan terhadap pendekatan regionalisasi yang diaplikasikan dalam
Aspek pembiayaan dapat menjadi salah satu faktor pendukung
penting yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat dalam mendorong
munculnya inisiatif regional. Hal seperti ini pula yang diterapkan oleh
Pemerintah Jerman untuk mensiasati disparitas pembangunan wilayah 96
Gemeinschaftsaufgabe: Tugas Bersama. (sampai tahun 2004 telah 40 region ikut serta
dalam bentuk program-program bantuan pembiayaan. dalam program ini).
97
Verbesserung der regionalen Wirtschaftsstruktur: Perbaikan Struktur Ekonomi Regional
98
‘Regionen aktiv – Land gestaltet Zukunft’: Region-Region yang aktif – Daerah
Membangun Masa Depan’ yang dimaksud dengan Land disini adalah Daerah yang
memiliki sektor Pertanian sebagai salah satu motor penggerak dalam pembangunannya.
99
Bundesministerium für Verbraucher-schutz, Ernährung und Landwirtschaft:
Departemen untuk Perlindungan Konsumen, Makanan, dan Pertanian.

•141 •142
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

bentuk program pembiayaan dari level EU hingga ke Provinsi100


terhadap region tergolong besar. Penutup

Bagaimanakah Pusat dan Provinsi dapat mendukung


regionalisasi desentralistik dalam konteks pembiayaan?
Sejak bergulirnya reformasi, proses demokratisasi telah melahirkan
Salah satu tugas besar Pusat dan Provinsi pada masa mendatang berbagai produk kebijakan, diantaranya UU. Nomor 32 Tahun 2004 dan UU.
adalah menyediakan peluang bagi region dalam melakukan inisiatif Nomor 25 Tahun 2004, yang dipergunakan sebagai salah satu landasan
pembangunan regional. Bentuknya dapat diwujudkan dalam format
kebijakan/regulasi dan program pembangunan regionalisasi pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Produk-produk hukum tersebut
desentralistik. Kebijakan Pusat menyangkut dukungan keuangan tidak lepas dari prosedur atau tata-cara formal yang menjadi landasan
dengan formula perhitungan yang jelas terhadap region menjadi hukum dan acuan pelaksanaan. Namun, dinamika pembangunan saat ini
salah satu komponen utama. Dalam kebijakan tersebut perlu dihadapkan pada dua jenis tantangan besar yang tidak dapat dihindari,
mengacu pada produk instrumentasi formal yang ada (RPJP, RPJM, berupa globalisasi dan implikasi pelaksanaan otonomi daerah. Kedua
Renstra-KL dstnya) agar sinkronisasi anggaran dapat terwujud.
Sedangkan mekanisme dari berbagai bentuk dukungan (termasuk tantangan tersebut begitu besar sehingga mustahil dapat ditanggulangi
finansial) itulah yang dapat diwujudkan dalam bentuk program dari dengan hanya melalui tata cara formal yang memiliki berbagai karakter
Pusat dan Provinsi. khasnya, seperti prosedural dan birokratis. Salah satu kelemahan yang
Upaya perintisan dalam bentuk program yang berasal dari tingkat sudah dapat dimaklumi adalah kerjanya yang relatif lamban karena tidak
Provinsi telah dimulai di Jawa Tengah dengan nama Regional dapat secara cepat melakukan penyesuaian dengan dinamika
Economic Development Strategic Program (REDSP). Salah satu pembangunan yang disebabkan oleh panjangnya proses perencanaan.
tantangan besar dari program ini adalah kemampuannya dalam Pada hakikatnya sumber kelemahan pelaksanaan pembangunan101 melalui
memberikan dukungan pembiayaan terhadap inisiatif pembangunan
pola formal selalu ditandai dengan kelemahan pada tiga komponen penting
regional.
yaitu: komunikasi, kerja sama, dan koordinasi yang mencerminkan kekuatan
komitmen dari para aktor pembangunannya.
Pola dan mekanisme penganggaran sebagaimana dipraktekkan Berbagai kelemahan instrumentasi formal pembangunan harus
oleh regionalisasi sentralistik, seperti pada konsep KAPET yang segera ditutupi oleh instrumentasi bentuk baru yang dapat menjadi solusi
sepenuhnya diperoleh dari APBN, tidak lagi dapat dilaksanakan pada strategis dalam memecahkan masalah pembangunan. Oleh karena itu,
pola regionalisasi desentralistik. Alokasi anggaran akan sangat pemanfaatan konsepsi yang sudah teruji dan terukur keberhasilannya seperti
bergantung pada kebutuhan region sebagai pelaku utama pendekatan regionalisasi desentralistik perlu mendapat perhatian khusus.
pembangunan wilayah. Akan tetapi, regulasi umum dalam rangka Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001
menunjang inisiasi regional dapat dengan mudah dibentuk bila ada telah terjadi upaya-upaya pemanfaatan konsepsi pembangunan
political will dari Pusat dan Provinsi untuk melaksanakannya. inkonvensional berupa pendekatan regionalisasi dengan pola baru oleh
beberapa Kabupaten dan Kota. Salah satu indikator regionalisasi ini adalah

101
Dengan asumsi, bahwa manusia dengan lingkungannya merupakan pusat dari segala
100
atau Negara Bagian (Jerman: Länder) untuk negara-negara federal aktifitas pembangunan.

•143 •144
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

tumbuh kembangnya kesadaran berbagai daerah untuk merapatkan barisan, menambah wawasan para pihak terkait karena dapat melihat permasalahan
menyatukan visi, menggalang kekuatan potensi, dan mengaplikasikannya dari sisi yang beragam.
melalui konsepsi bersama dalam bentuk-bentuk aliansi pembangunan Regional Management juga dapat menjawab kekhawatiran
regional seperti Regional Management. disintegrasi karena dengan pengalaman kerja sama lintas administratif serta
Saat ini banyak instansi pusat yang mulai mengakomodasi kebutuhan komunikasi yang terbina dapat membantu menekan kepentingan sesaat
dari berbagai wilayah kerja sama, khususnya yang menggunakan daerah sebagai implikasi negatif dari penerapan otonomi daerah. Praktek
pendekatan Regional Management ke dalam kebijakannya. Hal ini antara transparansi pada proses pelaksananan konsep membuka segala
lain dapat dilihat pada BAPPENAS yang telah memasukkan kerja sama permasalahan wilayah dan dengan demikian setiap daerah dapat lebih
antardaerah, khususnya Regional Management, sebagai salah satu memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini akan lebih
pendekatan, yang pengembangannya didukung dalam RPJM 2009-2014. Di memberikan suasana keterbukaan dan saling pengertian antardaerah, baik
lain pihak, DEPDAGRI setelah mengeluarkan produk hukumnya berupa PP sektoral maupun administratif, sehingga meredam kecurigaan dan ‘egoisme
No. 50 Tahun 2007 tentang Kerja Sama Antardaerah, terus mempersiapkan daerah’ yang kontraproduktif bagi pembangunan nasional.
kebijakan yang mendukung pemanfaatan kerja sama antardaerah sebagai Tradisi musyawarah yang mengakar pada budaya komunikasi di
salah satu strategi pembangunan daerah. Diharapkan dalam tempo yang masyarakat pada umumnya, merupakan landasan kuat bagi keberhasilan
tidak terlalu lama, produk-produk kebijakan regulasi lainnya yang pelaksanaan Regional Management di Indonesia. Dengan demikian,
menyangkut Kerja Sama Antardaerah (KAD) dan khususnya Regional menggali dan mengembangkan Regional Management yang didukung oleh
Management dapat diterbitkan sehingga dapat menjadi acuan daerah dalam semua pihak merupakan sebuah upaya yang layak untuk segera
melaksanakan KAD. ditindaklanjuti.
Berbagai ciri khas Regional Management seperti profesionalisme, Melalui konsep Regional Marketing oleh sebuah Regional
fleksibilitas, orientasi pada program aksi yang nyata dan bermanfaat, Management terbuka peluang pemanfaatan potensi daerah melalui sinergi
mengutamakan efisiensi dan sinergitas potensi wilayah, serta pemberdayaan antardaerah. Dengan ‘kebersamaan’ terbentuk kekuatan
mengutamakan konsensus dalam membuahkan komitmen antar-aktor sumber daya yang memperbesar peluang dalam mencapai target-target
pembangunan semakin menjanjikan keselarasan dengan tuntutan dinamika pembangunan daerah. Bersama Regional Marketing, beban keuangan
pembangunan kontemporer. daerah yang sedianya dipikul sendiri dapat ditangani secara kolektif dalam
Salah satu peluang penerapan Regional Management terletak pada konteks kebersamaan kepentingan. Pentingnya sebuah citra wilayah saat ini
sifat dan orientasi komunikatif yang menjadi karakternya. Justru karena telah menjadi bagian dari salah satu faktor keberhasilan pembangunan. Oleh
ruang gerak kompetensi tidak kaku maka dapat melahirkan bentuk-bentuk sebab itu, Regional Marketing merupakan komponen penting dalam strategi
solusi baru (nonkonvensional) bagi pemecahan masalah daerah, regional, pembangunan pada masa mendatang.
bahkan hingga nasional. Pemanfaatan regionalisasi berdasarkan kaidah paradigma
Keberhasilan Regional Management dalam menangani program- pembangunan desentralistik masih merupakan pengalaman baru di
program pembangunan tergantung dari seberapa besar partisipasi dan iklim Indonesia. Berbagai kajian dan aplikasi konsep perlu mendapat perhatian
komunikasi kondusif yang tercipta antar pihak terkait. Pengalaman kerja khusus baik dari Pemerintah Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota
sama antarinstansi sektoral, lintas sektoral dan antardaerah dapat dalam rangka menggali dan mengembangkan pendekatan ini untuk
mewujudkan keberhasilan pembangunan secara menyeluruh.

•145 •146
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Daftar Pustaka Maier, Gunter; Toedling, Franz, 1996. Regional- und Stadtoekonomik. 2
Wien Springer Verlag
Mariotti, John. 2003. Marketing, Cara Cepat Meningkatkan Segala Aspek
Marketing Yang Luar Biasa, Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
von Neumann, J. & Morgenstern, O. 1944. Theory of Games and
Buku Economic Behavior (Oekonomische Spieltheorie) Princeton, NJ:
Princeton University Press.
Blair, John P. 1991. Urban and Regional Economics. Homewood, IL: Irwin Priebst, A. 2001. Die Gestaltung der Stadtregion – eine Zukunftsaufgabe;
Blau, Peter. 1964. Exchange and Power in Social Life. New York: Wiley. Sonderdruck aus: Bayerische Akademi der Schoenen Kuenste
(Hrsg.): Jahrbuch 15, Muenchen
Boye, P. 1997. Market- Policy- and Concept-driven Integration
Processes: Three Transnational Regions Compared. In The Richardson, H.W., 1978, Regional and Urban Economics, Middlesex.
Öresund Region Building, ed. Berg, P-O & Lyck, L. Copenhagen: Riyadi, Dodi Slamet. 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah,
Nyt fra Samfundsvidensk. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan
Burns, T. & G.M. Stalker 1994. The Management of Innovation. Oxford: Wilayah.
Oxford University Press Rustiadi E. et.al. 2004. Perencanaan Pengembangan Wilayah, Konsep
Calthorpe, Peter & William Fulton. 2001. The Regional City: Planning in Dasar & Teori, Faperta IPB.
the End of Sprawl. Washington-Covelo-London: Island Press Selle, Klaus. 1994. Was ist bloß mit der Planung los? Erkundungen auf
Echols, John M. & Hasan Shadily. 1992. Kamus Inggris-Indonesia. dem Weg zum kooperativen Handeln. Ein Werkbuch. Dortmund: Inst.
Jakarta: Gramedia f. Raumplanung.
Fuerst. D. 1994. Regionalmanagement Zwischen Regionalkonferenz Simon, M., 2001, Das Instrument „Regionalmarketing“ im Überblick.
und Regionalplanung. In: Regionalmanagement-Migrations- und Zusammenfassung der Ergebnisse einer Befragung der AG CIMA-
Integrationspolitik in der EU. Hrsg. Dr. Jobst Steeber; 3. Europa- München GmbH, im Auftrag des DSSW. München: DSSW
Woche der Hochschulen in Oldenburg 1994. Thibaut, J.W., & Kelley, H.H. (1959). The Social Psychology of Groups.
Fuerst. D. 1998. Projekt- und Regionalmanagement, in: ARL, Hg., New York, Wiley.
Methoden und Instrumente der räumlichen Planung. Handbuch, Thoss, R. 1984: Potenzialfaktoren als Chance selbstverantworteter
Hannover Entwicklung der Regionen, Informationen zur Raumentwicklung, H.
Homans, G.C. 1961. Social Behavior: Its Elementary Form. New York: 1/2, S. 21-27
Harcourt Brace. Turowski & Lehmkühler. 1999. Raumordnerische Konzeptionen.
Knieling, Joerg. 2000: Leitbildprozesse & Regionalmanagement Ein Einführung und Überblick. – In: Grundriß der Lande- und
Beitrag zur Weiterentwicklung des Instrumentariums der Regionalplanung. Akademie für Raumforschung und Landesplanung,
Raumordnungspolitik, Beiträge zur Politikwissenschaft, Bd. 77, Hannover.
Frankfurt a.M./New York, Peter Lang-Verlag P. Weichhart, 2002, Globalization – Die Globalisierung und ihre
Kotler, Philip, et al. 1993. Marketing Places; Attracting Investment, Auswirkungen auf die Regionen. – In: H. DACHS und R.FLOIMAIR,
Industry, and Tourism to Cities, States, and Nations; The Free Hrsg., Salzburger Jahrbuch für Politik 2001. – Salzburg, (Schriftenreihe
Press, New York. des Landespressebüros, Sonderpublikationen, Nr. 180).
Mackensen, Lutz. 1985. Ursprung der Woerter, Muenchen

•147 •148
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Terbitan Terbatas Sumarsono, Soni. 2004. “Peran Pemerintah dalam Mendukung


Konsolidasi dan Kekuatan Lokal Pembangunan”. Makalah
Depkimpraswil. Januari 2003. Rencana Penanganan Kawasan seminar nasional Regionalisasi dalam perspektif Otonomi Daerah
Pengembangan Ekonomi Terpadu. dan Pembangunan Wilayah, di LPPK UNDIP, Semarang, 12
Agustus 2004.
Ditjen Cipta Karya. 1997. Kamus Tata Ruang.
Franz Fallend et al. Ringkasan Laporan DVPW, ÖGPW dan SVPW Halaman
3; Titel: „Der Wandel föderativer Strukturen“, Berlin, 8. hingga 9. Artikel Jurnal dan Surat Kabar
Juni 2001, dalam Workshop 5: „Föderalistische Strukturen und
europäische Integration“. Hasil penelitian „zur Förderung der Ansell. July 2000. “The Network Polity: Regional Development in Western
wissenschaftlichen Forschung (Projektnummer P13751)“ dalam kurun Europe” dalam Governance: An International Journal of Policy and
waktu 1999-2002 pada Institut für Politikwissenschaft, Universität Administration, Vol 13, No. 3. July 2000. Oxford, UK, Blackwell
Salzburg, Nama proyek: „Lokalen Politik in Österreich“ (Franz Fallend, Publishers
Elisabeth Wolfgruber, Armin Mühlböck, Dagmar Aigner).
Eberle, H., K. ILLIGMANN und M. SIMON, 2000, DSSW – Leitfaden.
Sekretariat Badan Kerja sama Pembangunan JABOTABEK. Maret 2003. Regionalmarketing in Deutschland – eine aktuelle Bilanz. – Berlin, (=
Kerja sama dalam rangka Pembangunan Jabotabek. Jakarta DSSW-Schriften, Nr. 35).
Sekretariat Badan Kerja sama Pembangunan Jabotabek. Maret 2003. Kompas. “Sampah di Jabodetabek Akan Dikelola secara Terpadu”, Rabu,
Perluasan Wilayah DKI Jakarta. 16 Juni 2004, hal. 11.
Sekretariat Tim Teknis Badan Pengembangan KAPET (BP KAPET). Januari Pos Kupang. Selasa, 5 Agustus 2003.
2003. Rencana Penanganan Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu.
Sekretariat Tim Teknis Badan Pengembangan Kapet. Januari 2003. Peraturan, Hukum, dan Undang-Undang
Rencana Penganganan Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu. Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 2000
Soefaat et al. 1997. Kamus Tata Ruang, edisi 1, Jakarta: Dirktorat Jenderal Keputusan Bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat dan
Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Ikatan Ahli Perencanaan Gubernur Kepala Daerah Khusus IbuKota Jakarta Nomor 8 Tahun 1994
Indonesia. 7 Tahun 1994
Sugiono & Benjamin Abdurahman et al. 2004.(MPWK, 2004) Regional Tentang Penetapan Organisasi dan Tata Kerja BKSP Jabotabek
Management dan Regional Marketing, Magister Pembangunan Keputusan Bersama Gubernur Kepala DKI Jakarta dan Gubernur Kepala
Wilayah & Kota – UNDIP, Semarang. Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 6375/A-1/1975 dan 1/DP/040/PD/76
2450/A/K/BKD/75 3 Tahun 1976
Tentang pembentukan Badan Persiapan Daerah untuk Pengembangan
Metropolitan Jabotabek dan Kerja sama Jabotabek.
Makalah dan Seminar
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 107 Tahun 1994
Oktorialdi. 2004. “Regionalisasi dalam Perspektif Otonomi Daerah dan
Peraturan Bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat dan
Pembangunan Wilayah” makalah seminar nasional di Magister
Gubernur Kepala Daerah Khusus IbuKota Jakarta Nomor D.IV-
Pembangunan Wilayah & Kota, Program Pascasarjana, Universitas
320/d/II/1976;197.Pem.121/SK/1976 Tentang Pem-bentukan Badan
Diponegoro, Semarang, 12 Agustus 2004.
Kerja sama Pembangunan Jabotabek

•149 •150
- Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing - Edisi 2 - Pemahaman Dasar Regional Management dan Regional Marketing

Peraturan Bersama Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Daerah Khusus
IbuKota Jakarta Nomor 1/DP/040/PD/1976; 3 Tahun 1976 & 9 Tahun Biografi
1991
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1974 tentang Perubahan Batas Wilayah
Daerah Khusus IbuKota Jakarta (Lembar Negara Tahun 1974 Nomor 66)
jo Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 151 Tahun 1975.
Perjanjian Bersama DKI Jakarta dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tgl. Tentang Penulis
26 Desember 1997 dan tgl 23 September 1998
Benjamin Abdurahman
Perjanjian Bersama DKI Jakarta dengan Kotamadya Daerah Tingkat II
Tangerang tgl 26 Desember 1997 dan tgl. 23 September 1998 Lahir di Jakarta 1963 saat ini aktif sebagai Direktur Eksekutif Lembaga
Pengembangan dan Pemberdayaan Kerja Sama Antardaerah (LEKAD).
Perjanjian Kerja sama Pemerintah Provinsi Daerah Khusus IbuKota Jakarta Saat ini juga menjadi anggota Ikatan Ahli Perencana (IAP) dan World
dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang, tanggal 16 Mei 2000. University Service Commitee Indonesia (WUSKI) serta anggota
Surat Keputusan Ketua Forum Badan Kerja sama Pembangunan Jabotabek Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ). Selain berpengalaman menjadi peneliti
Nomor 71/BKSP/SK/X/98 pada lembaga penelitian MPWK UNDIP, penulis juga aktif sebagai senior
advisor di berbagai lembaga bantuan teknis internasional, seperti GTZ,
Surat Perjanjian Bersama Pemerintah DKI Jakarta dengan Pemerintah Swisscontact, KAS, INWent, dan GfA Management (German).
Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi tgl. 23 September 1998 Pengalamannya lebih dari satu dasawarsa dalam bidang pembangunan
Surat Perjanjian Bersama Pemerintah DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota wilayah dan kota telah menjadikannya sebagai narasumber di berbagai
Depok tgl. 11 Nopember dan tgl. 17 Februari 2000. seminar, konferensi, dan workshop bertema pembangunan wilayah dan kota,
khususnya yang terkait dengan pemanfaatan regionalisasi sebagai
Undang Undang Nomor 15 Tahun 1999 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri instrumentasi pembangunan.
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaannya.
Salah satu kiprahnya, bersama Tim Peneliti MPWK UNDIP, di bawah
UU. Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah pimpinan Prof. Dr. Sugiono Soetomo, CES, DEA, telah melahirkan Regional
UU. Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Management dan Regional Marketing di region Barlingmascakeb
Pemerintah Pusat Dan Daerah. (Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen)
dan Sapta-Mitra-Pantura di Jawa Tengah.
UU. Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Nasional
Sebagai Tenaga Ahli dalam Tim Kementrian Pembangunan Daerah
UU. Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Tertinggal telah turut aktif memfasilitasi terbentuknya 5 Regional
Management di tingkat nasional. Sebagai senior advisor turut aktif
UU. Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
memfasilitasi berbagai inisiatif aliansi pembangunan kewilayahan dan kerja
Pemerintah Pusat Dan Daerah.
sama antardaerah, seperti CIAYUMAJAKUNING (Jabar) dan KEDU Plus
(Jawa Tengah).
Selain buku ini, penulis juga telah menulis buku pedoman instrumen
Website
perencanaan Kerja Sama Daerah (KAD), yaitu Skenario Kerja Sama
Antardaerah (SKAD) yang telah digunakan di berbagai wilayah kerja sama di
http://www.kimpraswil.go.id
Indonesia.
http:// www.kapet.org/
http://www.beacukai.go.id/sisdur/fasilitas/detil/Kapet.html

•151 •152

Anda mungkin juga menyukai