Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

PERCOBAAN III

“ ANTIPIRETIK “

DISUSUN OLEH :

Nama : Timur Muhamad Alfa Rizki

NIM : 1041911149

Kelompok :L

Tanggal Praktikum : 18 Maret 2021

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

YAYASAN PHARMASI SEMARANG

2021
PERCOBAAN III

ANTIPIRETIK

A. TUJUAN
1. Mengenal satu cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek antipiretik
suatu obat.
2. Mampu membedakan potensi antipiretik dari beberapa golongan kimia obat-
obatan antipiretik.
3. Mampu merumuskan beberapa kriteria antipiretik untuk senyawa-senyawa yang
diduga potensial.
4. Menyadari pendekatan sebaik-baiknya untuk mengatasi panas.

B. DASAR TEORI

Demam diartikan sebagai respon fisiologis tubuh terhadap penyakit yang di


perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat tubuh dan
aktivitas kompleks imun. Demam merupakan gejala yang menyertai beberapa
penyakit infeksi maupun penyakit radang non infeksi. Pada penyakit infeksi, demam
dapat diakibatkan oleh infeksi virus yang bersifat self limited maupun infeksi bakteri,
parasit, dan jamur. Demam dapat juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan
(overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun karena gangguan
sistem imun (Lubis, 2009).

Demam merupakan suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan


tubuhmelawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi
padamanusia hidup subur pada suhu 37˚C. Meningkatnya suhu tubuh beberapaderajat
dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah putih, membuat lebih
banyak antibodi dan membuat lebih banyak zat-zat lain untuk melawan infeksi
(Wibowo, S., 2006).

Gejala demam dapat dipastikan dari pemeriksaan suhu tubuh yang lebih tinggi
dari rentang normal. Dikatakan demam, apabila pada pengukuran suhu rektal >38 oC
(100,4oF) atau suhu oral >37,8oC atau suhu aksila >37,2oC (99oF). Sedangkan pada
bayi berumur kurang dari 3 bulan, dikatakan demam apabila suhu rektal > 38 oC dan
pada bayi usia lebih dari 3 bulan apabila suhu aksila dan oral lebih dari 38,3 oC
(Nurlaili Susanti, 2012).

Demam memiliki tiga fase klinis yaitu menggigil (chill), febris (fever) dan
kemerahan (flush). Pada fase menggigil, temperatur inti tubuh naik menjangkau set
poin suhu baru dengan vasokonstriksi perifer untuk mengurangi pengeluaran panas
dan peningkatan aktivitas otot (shivering) untuk meningkatkan produksi panas. Pada
fase febris terjadi keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas pada set poin
yang meningkat. Kulit teraba hangat, kemerahan, dan kering. Ketika set poin kembali
normal, tubuh mempersepsikan dirinya menjadi terlalu panas, sehingga mekanisme
mengurangi panas dimulai melalui vasodilatasi perifer dan berkeringat (diaphoresis)
(Nurlaili Susanti, 2012).

Penyebab utama demam adalah infeksi oleh bakteri dan virus, meskipun ada
beberapa jenis demam yang tidak disebabkan oleh infeksi melainkan oleh kondisi
patologis lain seperti serangan jantung, tumor, kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh sinar X, efek pembedahan dan respon dari pemberian vaksin (Amila, 2008).

Pada keadaan demam, thermostat di hipotalamus terganggu sehingga


menyebabkan suhu tubuh meningkat, suhu tubuh normal manusia kurang lebih 370C
dalam rentang (36,50C - 36,90C ), thermostat merupakan mekanisme sentral di
hipotalamus untuk mengatur suhu. Pada umumnya demam adalah suatu gejala dan
bukan merupakan penyakit tersendiri. Kini para ahli berpendapat bahwa demam
adalah suatu reaksi tangkis yang berguna dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu diatas
370C limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu mancapai 40 - 410C
barulah terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal karena tidak terkendalikan lagi
oleh tubuh (Tjay, Tan Hoa., dan Rahardja, Kirana, 2007).

Produksi panas dipengaruhi oleh aktivitas metabolik dan aktivitas fisik.


Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam
keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point ± 37° C, setelah
informasi tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan
dan pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set poin (Wilmana, 2011).
Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat
penghatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam keseimbangan ini
terganggu tetapi dapat dikembalikan ke keadaan normal oleh obat mirip aspirin.
Peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pengelepasan suatu zat
pirogen endogen atau sitokin misalnya interleukin-1 (IL-1) yang memacu
pengelepasan prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Obat
mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis
prostaglandin. Demam yang timbul akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi,
demikian pula peningkatan suhu tubuh sebab lain misalnya latihan fisik (Wilmana,
2011).

Pirogen eksogen menginduksi sintesis dan pelepasan dari sitokin pirogenik


endogen. Kebanyakan substansi pirogenik eksogen berasal dari bakteri dan jamur,
sedangkan virus menginduksi sitokin pirogenik dengan menginfeksi sel. Demam juga
dapat diakibatkan oleh berbagai jenis penyakit inflamasi, trauma atau kompleks
antigen antibodi yang dapat menginduksi produksi IL-1,TNF, dan IL-6 yang
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan set point ke level demam (Ganong,
1997).

Respon-respon mencakup perubahan otonom, somatik, endokrim dan perilaku.


Secara umum, pajanan panas merangsang kelompok respon pertama dan menghambat
yang terakhir, sedangkan pajanan dingin menyebabkan sebaliknya. “Menggulung
tubuh” adalah reaksi terhadap dingin yang sering dilakukan oleh hewan seperti yang
juga dilakukan beberapa orang apabila tidur di atas tempat tidur dingin. Menggulung
tubuh menurunkan luas permukaan tubuh yang terpajan lingkungan. Menggigil adalah
respons involunter otot-otot rangka, tetapi dingin juga menyebabkan peningkatan
umum aktivitas motorik yang setengah-disadari, misalnya menghentak-hentakkan
kaki dan berjingkrak-jingkrak di hari yang dingin. Peningkatan sekresi ketokelamin
merupakan suatu respons endokrin yang penting terhadap dingin (Ganong, 1997).

Pada percobaan digunakan hewan uji tikus jantan putih. Tikus yang tidak dapat
membentuk norepinefrin dan epinefrin karena gen pembentuk enzim dopamin β-
hidroksilase-nya telah diuraikan, tidak mampu menoleransi dingin, vasokonstriksi
pada tikus-tikus itu tidak sempurna dan mereka tidak dapat meningkatkan
termogenesis. Pada hewan percobaan, sekresi TSH meningkat akibat dingin dan
menurun akibat panas, tetapi pada orang dewasa normal perubahan sekresi TSH yang
diinduksi oleh dingin kecil dan kemaknaannya dipertanyakan. Telah umum diketahui
bahwa aktivitas berkurang selama cuaca panas untuk bergerak, yaitu reaksi “terlalu
panas untuk bergerak”. (Ganong, 1997).

Penyesuaian termoregulatoris melibatkan respon-respon lokal serta respon refleks


yang lebih menyeluruh. Apabila pembuluh-pembuluh darah kulit didinginkan,
pembuluh-pembuluh tersebut jadi lebih peka terhadap katekolamin dan arteriol serta
venula mengalami konstriksi. Efek lokal ini mengarahkan darah menjauhi kulit.
Respon-respon refleks yang diaktifkan oleh dingin dikendalikan dari hipotalamus
posterior, sedangkan respon-respon yang diaktifkan oleh panas dikendalikan oleh
hipotalamus anterior walaupun sebagian termoregulasi terhadap panas masih tetap
terjadi setelah diserebrasi pada tingkat rostral otak tengah. Rangsangan pada
hipotalamus anterior menyebabkan vasodilatasi kulit dan berkeringat. Rangsangan
pada hipotalamus posterior menyebabkan menggigil, dan suhu tubuh hewan yan
gmengalami lesi di hipotalamus posterior turun mendekati suhu lingkungan (Ganong,
1997).

Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan
salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep
dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimia.
Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek
terapi maupun efek samping (Wilmana, 2011)

Obat - obat analgetika - antipiretika merupakan terapi pilihan pada semua kasus
demam. Obat obat ini dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu golongan salisilat,
golonganderivat - derivat paraaminophenol (acetaminophen) dan golongan derivat -
derivat pyrazolon (phenilbutazone). Semuanya merupakan obat antipiretik yang
efektif. Semua kerjanya terutama pada susunan syaraf pusat untuk menimbulkan efek
antipiretik terhadap kenaikan suhu tubuh yang patologis (Company, Boston & Brown,
Little, 1979).

Asetaminofen hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan


adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang, karena itu efek
antiradang asetaminofen lemah. Efek antipiretiknya dapat dijelaskan dengan
kemampuannya menghambat siklooksigenase di otak, yang tonus peroksidanya
lemah. Selain itu, asetaminofen tidak menghambat aktivasi neutrofil, sedangkan
NSAID lain menghambat aktivasi tersebut. Konsentrasi asetaminofen dalam plasma
mencapai puncak dalam 30 sampai 60 menit, waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam
setelah dosis terapeutik (Abdillah, Rozi, 2012).

C. ALAT DAN BAHAN


o Alat
- Jarum suntik oral ( Ujung tumpul )
- Termometer rectal
o Bahan
- Penginduksi panas : Vaksin DPT Hb
- Zat pensuspensi : CMC Na
- Bahan obat : Ibuprofen, Na diklofenak, Asam mefenamat, Metilprednisolon &
Deksamethasone
- Tikus jantan putih

D. SKEMA KERJA

Setiap kelompok besar dibagi menjadi 6 kelompok. Bab ini dikerjakan oleh kelompok 1
dan 2

Masing-masing kelompok mendapat 4 hewan uji, ditimbang 4 ekor tikus, 1 hewan uji
dijadikan sebagai control dan 3 lainnya diberikan perlakuan

3 hewan uji yang diberi perlakuan diberikan induksi panas : pepton 300 mg/kg BB secara
subkutan dengan volume pemberian sesuai dengan berat badan

Suhu tubuh hewan uji di ukur setiap 30 menit sekali menggunakan thermometer melalui
rektal

Setelah suhu tubuh meningkat, selanjutnya diberikan obat antipiretik berupa suspensi
(Ibuprofen/Metilprednisolon/Asam Mefenamat/Na diklofenak/Deksamethasone) secara
peroran dengan dosis dan volume pemberian tergantung jenis obat dan berat tikus yang di
gunakan
1 hewan uji (sebagai control) diberikan CMC Na

Suhu tubuh keempat hewan uji di ukur dan diamati secara berkala selang 20, 40, 60,
90,120, 150 dan 180 menit

E. DATA PENGAMATAN

SUHU
SUHU SETELA
T20 T40 T60 T90 T120 T150
NAMA OBAT NO NORMAL H
o
(oC) (oC) (oC) (oC) (oC) (oC)
( C) VAKSIN
(oC)
1 35,7 37,1 34,9 34 33,6 34,1 33,6 33,6 10,416667
2 35 37 36,2 35,3 34 35,3 35,1 35,1 5,4131054
3 34,5 35,6 34,6 34,5 35 33,3 33,2 33,2 7,2289157
4 36,6 35,6 37,1 37,3 37,2 35,4 35,9 35,1 1,4245014
Ibuprofen 5 35,4 37 37 36,4 35,2 36,4 36,4 35,4 4,519774
6 35,4 37 37 36,4 35,2 36,4 36,4 35,4 4,519774
Rata 36,1 35,0 34,6
35,4333 36,55 35,65 35,15 35,1
-rata 3 3 3
1 37,6 38,1 37,6 36,4 36,3 37,1 37 37 2,972973
2 36,6 37,1 35,3 37,1 35,9 36,5 34,8 34,8 6,6091954
3 37,2 37,9 37,9 37,6 36,7 36,4 35,5 35,5 6,7605634
4 36,7 37,8 37,4 36,8 36 36,2 36,1 36,1 4,7091413
Na diklofenak 5 36,1 36,7 36,5 35,9 36,4 36,1 36 36 1,9444444
6 37,9 37,4 36,7 36,5 36 36,2 35,9 35,9 4,178273
Rata 36,2 35,8
37,01 37,5 36,9 36,71 36,41 35,88
-rata 1 8
Metilprednisolon 1 37,2 38 37,3 37,1 36,7 36,1 36,1 36,1 5,2631579
2 37,1 38,3 37,4 37,2 36,8 36,4 36,4 36,4 5,2197802
3 37,1 37,2 37,8 36,3 36,1 36 36 36 3,3333333
4 36,3 38,1 37,2 37,1 36,5 36,1 35,9 35,9 6,1281337
5 37,1 38,5 37,3 37,6 37,1 34,3 34 34 13,235294
6 37 37,6 38,1 37,1 36,3 36,7 36,5 36,5 3,0136986
Rata 37,5 36,5 35,8
36,96 37,95 37,06 35,93 35,81
-rata 1 8 1
1 38 39,1 36,7 36,4 36,7 36,3 35,9 35,6 9,8314607
2 37,1 38,1 36,8 36,7 36,4 36,3 36,3 36,3 4,9586777
3 38,3 38,9 38,5 37,6 37,1 36,7 36,7 36,7 5,9945504
4 37,8 36,1 36 36,3 36,4 36,3 36,3 36 0,2777778
Deksamethasone 5 38 38,6 35,2 35,9 36,1 35,7 35,7 36,3 6,3360882
6 38 35,6 37,5 36,6 36,6 36,2 36,2 35,7 -0,280112
Rata 36,7 36,5
37,86 37,73 36,58 36,25 36,18 36,1
-rata 8 5
SUHU
SUHU SETELA
NAMA T20 T30 T40 T60 T90 T120 T150
NO NORMAL H
OBAT o
(oC) (OC) (oC) (oC) (oC) (oC) (oC)
( C) VAKSIN
(oC)
1 38 38,3 37,3 37,3 37,3 37,9 38 37,9 37,9 -1,583113
2 38,3 38,5 38,3 38,3 38,3 38,1 37,9 37,8 37,8 1,3227513
3 38,9 38,3 38,3 38,3 38,3 38 37,5 37,5 37,5 2,1333333
Asam 4 39,3 40 39,5 39,5 39,5 39,4 39 38,9 38,9 1,5424165
5 38,7 38,6 38,1 38,1 38,1 38,2 37,9 37,9 37,9 0,5277045
Mefenamat
6 38,2 38,4 38,3 38,3 38,3 37,8 38 38,2 38,2 0,2617801
Rata 38,0
38,56 38,68 38,3 38,3 38,3 38,23 38,05 38,03
-rata 3
1 35 37,4 37,8 37,8 37,8 37,6 37,6 37,6 37,6 0,5319149
2 37,5 38,1 37,8 37,8 37,8 37,6 37,6 37,6 37,6 0,5319149
3 37,1 38,4 37,8 37,8 37,8 37,6 37,6 37,6 37,6 0,5319149
4 36 38,1 37,2 37,2 37,2 34,5 34,5 34,5 34,5 7,826087
Parasetamol 5 35 37,2 36,4 36,4 36,4 35,9 36,4 36,1 36,1 0,8310249
6 35,3 37,3 36,8 36,8 36,8 36,4 36,3 35,5 35 5,1428571
Rata 36,4
35,98 37,75 37,3 37,3 37,3 36,6 36,66 36,4
-rata 8

Grafik rata-rata kontrol dan obat


ANTIPIRETIK
16

14

12
Na Diklofenak
10 Ibuprofen
Metilprednisolon
8
dexamethason
Axis Title

Asam Mefenamat
6
Paracetamol
4 Kontrol

0
0 20 40 60 90 120 150
-2

-4

F. PERHITUNGAN
Perhitungan Pepton
CMC NA 0,5 %
BB Tikus Terbesar 218,1 g
0,5 g
Pepton 300mg/200g x 50 ml=0,25 g
100 ml
218,1 g Air Corpus = 0,25 g x 20 ml
Dosis : x 300 mg=327,15 mg
200 g = 5 ml
327 ,15 mg
Cstok sebenarnya : =130,86 mg/ml
1/2 x 5
Pembuatan 25ml x130,86 mg/ml=3, 2715 mg
Rentang ± 5% (3,1079 – 3,4350)
Penimbangan :
K+Z :3,7954 g
K+S :0,5233 g
3, 2721 g
Perhitungan pemberian volume Pepton kelompok 1

Mg PENIMBANGAN VOLUME PEMBERIAN


158 ,5 g -
Mg control tikus 1 = x 300 mg=237,75 mg
200 g
193 g 289 ,5 mg
Mg tikus 2 = x 300 mg=289,5 mg Vp= =2,21 ml
200 g 130 ,86 mg/ml
157 g 235 , 5 mg
Mg tikus 3 = x 300 mg=235,5 mg =1,79 ml 1,80 ml
200 g Vp = mg
130,86
ml
191,1 g 286,65 mg
Mg tikus 4 = x 300 mg=286,65 mg Vp = =2,19 ml ~ 2,20
200 g 130 ,86 mg/ml
ml

Perhitungan Pepton Kelompok 2

310,35 mg
Vp untuk tikus 1 = =2,371 ml 2,37 ml
130,86 mg/ml
276,45 mg
Vp untuk tikus 2 = =2,112 ml 2,11 ml
130,86 mg/ml
283,95 mg
Vp untuk tikus 3 = =2,169 ml 2,17 ml
130 ,86 mg/ml

Perhitungan Asam Mefenamat

Dosis ASMEF = 550G/50KgBB


70 kg
Dosis BB 70 kg manuasia = x 500 mg=700 mg/70 kgBBmanusia
50 kg
Dosis tikus 200g = 0,018 x 700 mg = 12,6 mg/316 g BB tikus
BB tikus terbesar = 316 g
316 g
Dosis tikus terbesar ¿ x 12,6=19,908 mg/316 g BB tikus
200 g
19,908 mg
Cstok = =7,9632 mg/ ml
1/2 x 5
Dibuat larutn stok 50 ml = 7,9632 mg/ml x 50 l = 398,16 mg/50ml

Bobot Per No Berat Tablet tablet

.
1. 0,6534 g
2. 0,6465 g
3. 0,6535 g
4. 0,6533 g
5. 0,6656 g

Bobot Rata-rata tablet = 0,65446 g (654,46mg)


Serbuk yang ditimbang ( rata-rata tablet = 654,46 mg
398 ,16 mg
x 654 , 46 mg=521,1596 mg/50ml
500 mg
Rentang ± 5% ( 495,1016 mg- 547,2175 mg )
Berat serbuk sebenarnya = 527,7 mg
527,5 mg
Cstok sebenarnya= x 500 mg = 403,004 mg/50ml = 8,06 mg/ml
654 , 46 mg

Perhitungan Dosis Asama Mefenamat


Bobot tikus
Tikus 1 = 193 g
Tikus II = 157 g
Tikus III = 191,1 g
Kontrol = 158,5 g
Konversi dosis manusia ke tikus = 0,018

Dosis tikus = 70 kg/50 kg x 0,018 = 12,6 mg/kg BB tikus

Mg tikus I = 193 g/200 g x 12,6 mg = 12,59 mg

Mg tikus II = 157 g/200 g x 12,6 mg = 9,891 mg

Mg tikus III = 191,1 g/200 g x 12,6 mg = 11,944 mg

Mg control = 158,5 g/200 g x 12,6 mg = 9,986 mg

Pemberian Volume Pemberian Asam Mefenamat Kelompok 1

Vp untuk tikus I = 12,159 mg = 1,508 ml – 1,51 mg


8,06 mg/ml
Vp untuk tikus II = 9,891 mg = 1,227 ml – 1,23 ml
8,09 mg/ml
Vp untuk tikus III = 11,944 mg = 1,481 ml – 1,48 ml
8,06mg/ml
Vp untuk kontrol = ½ x vp maksimal = ½ x 5 = 2,5 ml
Pemberian Volume Pemberian Asam Mefenamat Kelompok 2

NO TIKUS BERAT PERHITUNGAN


Berat Tikus Dosis
KE- Dosis = x dosis Vp =
200 gr Tikus C stock
tikus 200g
1. 1 218,1 Kontrol Vp = ½ x Vp maksimal
gram Suspensi CMC Na 0,5% = ½ x 5 = 2,5 ml
2. 2 206,9 206,9 gram 16,4367 mg
x 12,6 mg = Vp=
200 gram 8,06 mg = 1,617ml
gram
16,4367 mg mL
~ 1,62 ml
3. 3 184,3 184,3 gram 11,6109 mg
x 12,6 mg = Vp=
200 gram 8,06 mg = 1,440 ml
gram
11,6109 mg mL
~ 1,44 ml
4. 4 189,3 189,3 gram 11 , 9259 mg
x 12,6 mg = Vp=
200 gram 8,06 mg = 1,479 ml
gram
11,9259 mg mL
~ 1,48 ml

G. PEMBAHASAN
Prinsip pengujian efek obat antipiretik pada praktikum kali ini adalah dengan
mengukur kemampuannya untuk menurunkan panas yang diciptakan secara
eksperimental pada hewan percobaan. Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan
putih karena lebih mudah perlakuannya. Obat antipiretik bersifat asam, sehingga lebih
banyak terkumpul dalam sel yang bersifat seperti di lambung, ginjal dan jaringan lain
yang mengalami peradangan. Efek samping yang sering ditimbulkan adalah induksi
tukak lambung, kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Pada praktikum kali ini kami melakukan uji antipiretik terhadap hewan uji
(tikus putih jantan) digunakannya tikus pada uji ini adalah karena genetik,
karakteristik biologi dan perilakunya hampir sama dengan manusia; salah satu hewan
yang mudah didapatkan; serta harganya yang relatif murah. Tujuan praktikum ini
untuk mempelajari dan mengetahui efektivitas antipiretik sediaan obat (Asam
Mefenamat, Natrium Diklofenak, Ibuprofen, Metil Prednisolon, Paracetamol,
Dexamethason, dan asetosal) pada hewan uji tikus putih jantan sehingga kita dapat
membandingkan daya antipiretik dari obat-obat tersebut setelah tikus diberi inductor
pepton.
Hewan uji yang digunakan sebanyak 4 tikus yaitu 3 tikus sebagai uji dan 1
tikus sebagai kontrol untuk masing – masing obat yang akan diujikan. Obat yang
digunakan adalah Ibuprofen, Na.Diklofenak, Metilprednisolon, Asam Mefenamat,
Parasetamol, dan Deksamethasone. Sedangkan untuk kontrol digunakan CMC Na 0,5
%. Perlakuan dilakukan dengan pemberian vaksin Pepton sebagai penginduksi panas
secara subcutan, setelah 30 menit kemudian diberikan obat antipiretika tersebut secara
per oral. Hal ini dilakukan dengan tujuan bahwa obat yang diberikan secara oral akan
mengalami serangkaian proses di dalam tubuh meliputi absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi, sehingga dengan selang waktu 30 menit obat diharapkan
mencapai efek maksimal dan obat dapat berefek terhadap rangsang kimia yang
diberikan secara subcutan.
Prinsip pengujian efek obat antipiretik pada praktikum kali ini adalah dengan
mengukur kemampuannya untuk menurunkan panas yang diciptakan secara
eksperimental pada hewan percobaan. Obat antipiretik bersifat asam, sehingga lebih
banyak terkumpul dalam sel yang bersifat seperti di lambung, ginjal dan jaringan lain
yang mengalami peradangan. Efek samping yang sering ditimbulkan adalah induksi
tukak lambung, kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Mekanisme demam diawali dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen.
Bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag
jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya
mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 ke dalam cairan
tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen endogen. Zat interleukin-1
tersebut ketika sampai di hipotalamus akan menimbulkan demam dengan cara
meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-10 menit. Zat interleukin-1 juga
menginduksi pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandin E-2, yang
selanjutnya bekerja dihipotalamus membangkitkan reaksi demam.
Pada pemberian suspensi Metil prednisolon dan suspensi Paracetamol
memiliki efek antipiretik yang lebih cepat dibandingkan pemberian suspensi obat
yang lain, hal ini disebabkan karena Parasetamol dan Metilprednisolon lebih cepat
menurunkan suhu tubuh penderita demam dengan jalan bekerja secara sentral,
menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus dengan menghambat enzim
siklooksigenase yang berperan pada sintesis prostaglandin (PGE 2) yang merupakan
mediator penting untuk menginduksi demam. Penurunan pusat pengaturan suhu akan
diikuti respon fisiologis berupa penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah
ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit secara radiasi, konveksi dan
penguapan (evaporasi). Asam mefenamat adalah analgesik kelompok AINS
tetapi sifat antiiflamasinya rendah. Natrium diklofenak digunakan untuk indikasi nyeri
dan radang pada penyakit reumatik (termasuk juvenil arthritis) dan gangguan otot
sekelet lainnya. Deksamethason mampu menekan reaksi radang dan reaksi alergi,
udem otak. Pemberian suspensi obat dilakukan secara per oral. Pada uji kontrol hanya
diberikan suspensi CMC Na 0,5 % dan tidak memiliki pengaruh apapun pada hewan
uji, hal ini disebabkan karena pada suspensi CMC Na 0,5 % tidak mengandung bahan
obat yang berkhasiat antipiretik sehingga tidak dapat menurunkan suhu tubuh hewan
uji.
Pada percobaan ini didapatkan hasil yang tidak stabil. Hal itu dikarenakan
kesalahan saat pengukuran pengambilan obat yang akan diberikan kepada hewan uji.
Saat menyuntikkan obat tidak masuk secara sempurna. Keadaan mencit pada saat
praktikum berjalan. Pada grafik kontrol, tikus dengan perlakuan CMC Na
menunjukkan kemampuan untuk menurunkan suhu. CMC Na merupakan suspending
agent yang tidak memiliki daya antipiretik dan digunakan sebagai pensuspensi bahan
obat.

H. KESIMPULAN
- Efek dari pemberian larutan vaksin Pepton adalah menyebabkan
demam karena bersifat pirogen.
- Efek suspensi obat sebagai penurun panas yakni berdasarkan kerjanya yang
mempengaruhi hipotalamus dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
tidak terbentuk prostaglandin dan dengan vasodilatasi perifer sehingga suhu
tubuhakan turun.
- Bahan obat yang memiliki efek antipiretik dari yang tertinggi ke yang terendah
menurut percobobaan adalah Methylprednisolon, Paracetamol, Ibuprofen, Na
diklofenak, Dexamethason, Asam mefenamat.

I. DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Rozi. 2012. Buku Saku Kedokteran. Jakarta : EGC


Amila. 2008. Uji Efek Antipiretik Jus Jeruk Nipis pada Tikus Putih Galur
Sprague Dawley Sel kelamin. Vol. XXIV, No. 1 (Januari - Juni 2008): 27-35
Company, Boston dan Brown, Little. 1979. Pedoman Pengobatan. Yogyakarta
: Yayasan Essentia Medica
Ganong, W.F. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Lubis, Namora Lumongga. 2009. Depresi : Tujuan Psikologis. Jakarta :
Kencana Predana Media Grub
Susanti, Nurlaili. 2012. Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat Pada
Penatalaksanaan Demam. Bandung : Alfabeta Bandung
Tjay, Tan Hoa., Rahardja, Kirana. 2007. Obat-obat Penting Khasiat dan
Penggunannya Edisi 6. Jakarta : PT. Elex Media Computindo
Wibowo. 2006. Demam. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Cendekia Press
Wilmana, P.F. 2011. Analgesik-Antipiretik, Analgesik-Anti inflamasi
Nonsteroid, dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam Buku: Farmakologi dan
Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Semarang, 23 Maret 2020

Semarang, 1 Maret 2021


Dosen Pembimbing Praktikkan

(Apt.Dhimas Adityasmara M. Farm) Timur Muhamad Alfa Rizki

(1041911149)

(Apt. Ebta Narasukma A, M.Sc)


LAMPIRAN

PERTANYAAN

1. Bagaimana hasil praktek P3 ?


2. Manakah obat yang paling efektif ?
3. Menurut teori harusnya gimana ?
4. Apakah perbedaan obat golongan steroid dan non steroid ?

JAWAB :

1. Pada praktikum percobaan 3 ini didapatkan hasil Ibuprofen dan Na diklofenak


merupakan obat yang paling cepat menurunkan demam. Walaupun sebenarnya Na
diklofenak merupakan golongan antiinflamasi.
2. Obat yang paling efektif pada percobaan kali ini adalah Ibuprofen dan Na diklofenak
karena paling cepat menurunkan demam dan merupakan golongan antipiretik.
3. Hasilnya sesuai dengan teori bahwa ibuprofen menurunkan demam palingg cepat.
Namun, paracetamol juga seharusnya yang paling tepat karena mekanisme kerja
paracetamol mengurangi produksi dengan menganggu kerja enzim COX,
menghambat kerja COX pada system syaraf pusat yang tidak efektif dan sel edothelial
dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi.
4. Obat golongan steroid menghambat fosfolipase sehingga fosfolipid tidak bisa diubah
menjadi asam aracidonat sehingga secara spesifik mampu mencegah produksi
mediator inflamasi,obat golongan ini lebih berbahaya dari nonsteroid karena
menyebabkan cushing (tensi cairan yang berlebih), osteoporosis, menghambat
pertumbuhan, immunosukresif dan moonface pada wajah,terjadi lisis karbohidrat dan
trigliserida yang menyebabkan hiperglikemia sehingga kadar insulin meningkat.
Obat golongan non steroid menghambat sintesa prostaglandin sehingga siklooginase
diblok yaitu COX 1 dan COX 2 Prostaglandin sendiri merupakan sediaan pro-
inflamasi, tetapi juga merupakan sediaan gastroprotektor. Oleh karena non steroid
dengan selektivitas menghambat COX-2, maka sediaan ini diduga bebas dari efek
samping yang membahayakan pada saluran cerna.
1. DATA STATISTIKA

A. Uji Normalitas

A. Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
kinetika pelepasan formula 1 .174 10 .200 .910 10 .283
formula 2 .258 8 .126 .943 8 .637
*
formula 3 .204 9 .200 .950 9 .694
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
 Pada Uji Normalitas menghasilkan nilai sig. >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal

B. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variance


Levene Statistic df1 df2 Sig.
kinetika pelepasan Based on Mean .318 2 24 .730
Based on Median .325 2 24 .726
Based on Median and with
.325 2 20.242 .726
adjusted df
Based on trimmed mean .324 2 24 .726

 Pada Uji Homogenitas menghasilkan data sig. >0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa data homogen

C. Uji Kruskal-Wallis Test

Ranks
Jenis Obat N Mean Rank
Ssuhu Ibu Profen 6 29.67
Na Diklofenak 6 26.83
Metilprednisolon 6 29.83
Deksamethasone 6 24.33
Asam Mefenamat 6 9.50
Parasetamol 6 17.33
Kontrol 7 17.29
Total 43

Test Statisticsa,b
Suhu
Chi-Square 13.435
Df 6
Asymp. Sig. .037
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Jenis Obat
 Dari Uji Kruskal-Wallis didapatkan nilai sig. <0,05 maka dapat disimpulkan ada
perbedaan yang signifikan
D. Uji ANOVA
ANOVA
kinetika pelepasan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6.389 2 3.195 4.783 .018
Within Groups 16.031 24 .668
Total 22.420 26
 Pada Uji ANOVA didapatkan hasil sig. <0,05 maka ada perbedaan yang
signifikan maka dilanjutkan uji selanjutnya

E. Uji Non-Parametric

NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu na diklofenak 6 5.83 35.00
ibuprofen 6 7.17 43.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 14.000
Wilcoxon W 35.000
Z -.642
Asymp. Sig. (2-tailed) .521
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .589b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(1 3)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests
Mann-Whitney Test

Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu na diklofenak 6 5.83 35.00
metil prednisolon 6 7.17 43.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 14.000
Wilcoxon W 35.000
Z -.641
Asymp. Sig. (2-tailed) .522
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .589b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(1 4)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Suhu na diklofenak 6 9.33 56.00
asam mefenamat 6 3.67 22.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 22.000
Z -2.722
Asymp. Sig. (2-tailed) .006
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .004b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(1 5)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu na diklofenak 6 7.83 47.00
paracetamol 6 5.17 31.00
Total 12
F.
Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 31.000
Z -1.290
Asymp. Sig. (2-tailed) .197
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .240b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.

NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(1 6)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu na diklofenak 6 6.50 39.00
dexamethason 6 6.50 39.00
Total 12
G.
Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 18.000
Wilcoxon W 39.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(1 7)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu na diklofenak 6 9.00 54.00
control 7 5.29 37.00
Total 13

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 9.000
Wilcoxon W 37.000
Z -1.714
Asymp. Sig. (2-tailed) .086
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .101b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.

NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(2 3)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test

Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu ibuprofen 6 6.50 39.00
metil prednisolon 6 6.50 39.00
Total 12
H.
Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 18.000
Wilcoxon W 39.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(2 4)
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests
Mann-Whitney Test

Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu ibuprofen 6 9.17 55.00
asam mefenamat 6 3.83 23.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 23.000
Z -2.567
Asymp. Sig. (2-tailed) .010
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.

NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(2 6)
/MISSING ANALYSIS
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu ibuprofen 6 6.83 41.00
dexamethason 6 6.17 37.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 16.000
Wilcoxon W 37.000
Z -.321
Asymp. Sig. (2-tailed) .748
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .818b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.

NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(2 7)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu ibuprofen 6 9.33 56.00
control 7 5.00 35.00
Total 13

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 35.000
Z -2.003
Asymp. Sig. (2-tailed) .045
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .051b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(3 4)
/MISSING ANALYSIS

NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu metil prednisolon 6 9.50 57.00
asam mefenamat 6 3.50 21.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 21.000
Z -2.882
Asymp. Sig. (2-tailed) .004
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(3 5)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu metil prednisolon 6 8.33 50.00
paracetamol 6 4.67 28.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 28.000
Z -1.774
Asymp. Sig. (2-tailed) .076
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .093b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(3 6)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu metil prednisolon 6 6.83 41.00
dexamethason 6 6.17 37.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 16.000
Wilcoxon W 37.000
Z -.320
Asymp. Sig. (2-tailed) .749
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .818b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(3 7)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu metil prednisolon 6 9.00 54.00
control 7 5.29 37.00
Total 13

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 9.000
Wilcoxon W 37.000
Z -1.714
Asymp. Sig. (2-tailed) .086
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .101b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.

NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(4 5)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu asam mefenamat 6 5.50 33.00
paracetamol 6 7.50 45.00
Total 12

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 33.000
Z -.968
Asymp. Sig. (2-tailed) .333
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .394b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(4 6)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu asam mefenamat 6 5.00 30.00
dexamethason 6 8.00 48.00
Total 12
Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 9.000
Wilcoxon W 30.000
Z -1.441
Asymp. Sig. (2-tailed) .150
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .180b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(4 7)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
jenis obat N Mean Rank Sum of Ranks
Ssuhu asam mefenamat 6 5.50 33.00
control 7 8.29 58.00
Total 13

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 33.000
Z -1.286
Asymp. Sig. (2-tailed) .199
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .234b
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(5 6)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Sum of
jenis obat N Mean Rank Ranks
Ssuhu paracetamol 6 6.17 37.00
dexamethason 6 6.83 41.00
Total 12
Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 16.000
Wilcoxon W 37.000
Z -.323
Asymp. Sig. (2-tailed) .747
Exact Sig. [2*(1-tailed
.818b
Sig.)]
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(5 7)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Sum of
jenis obat N Mean Rank Ranks
Ssuhu paracetamol 6 6.50 39.00
control 7 7.43 52.00
Total 13

Test Statisticsa
Suhu
Mann-Whitney U 18.000
Wilcoxon W 39.000
Z -.431
Asymp. Sig. (2-tailed) .667
Exact Sig. [2*(1-tailed
.731b
Sig.)]
a. Grouping Variable: jenis obat
b. Not corrected for ties.
NPAR TESTS
/M-W= respond BY obat(6 7)
/MISSING ANALYSIS.

Anda mungkin juga menyukai