TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik
6
7
golongan ini juga menimbulkan efek toksis seperti gangguan pada fungsi ginjal
dengan menurunnya kreatinin dan gangguan pada sistem saraf. β-Laktam
golongan lainnya seperti yang diketahui pada golongan karbapenem juga didapati
kasus neurotoksisitas. Jumlah insiden neurotoksik yang dilaporkan sekitar 1%
sampai dengan 15 % pada pasien. Faktor risiko terkena neurotoksisitas ini adalah
usia lanjut, riwayat penyakit CNS, insufisiensi ginjal dan berat badan rendah
(Marie and Maganti, 2011).
Obat-obat golongan β-Laktam terbagi menjadi 3 sub golongan. Pertama
turunan penisilin terdiri dari penisilin G, penisilin V, fenetisilin, ampisilin,
amoksisilin, amoksisilin trihidrat, ampisilin trihidrat, natrium ampisilin,
sultamicillin, CO-amoksiklav, prokain penicillin (aquacilina), kloksasilin natrium,
piperacilin. Sefalosporin generasi satu terdiri dari sefaleksin, sefadroksil,
sefadrin, sefalotin, sefazolin; sefalosporin generasi dua terdiri dari sefaklor,
sefuroksim, sefamandol, sefmetazol, sefotetan; sefalosporin generasi tiga terdiri
dari seftibuten, seftizoksim, sefotaksim, sefotiam, sefetamet, seftriaksin,
sefpodoksim, sefiksim, sefdinir, seftazidim, sefprozil, sefsulodin,
moksalaktam/latamoxef, sefoperazon; sefalosporin generasi empat terdiri dari
sefepim dan sefpirom. Pada β-laktam non klasik dibagi menjadi lima golongan
yang pertama turunan asam amidinopenisilanat yaitu amdinosilin, bakmesilinam,
pivmesilinam; yang kedua turunan asam penisilanat yaitu sulbaktam,
pivsulbaktam, sultamisilin; yang ketiga golongan karbapenem yaitu
asparenomisin A, karpetimisin C, asam olivanat, imipenem, meropenem trihidrat,
ertapenem sodium; yang keempat golongan oksapenem yaitu asam klavulanat;
yang kelima golongan turunan β-laktam monosiklik yaitu norkarsidin A,
astreonam dan sulfasezin (Siswandono dan Bambang, 2008).
samping berat pada pasien akibat afinitas sterol dalam tubuh manusia, terutama
toksik untuk ginjal. Jumlah insiden toksik pada ginjal dilaporkan 7% pada pasien.
Ampoterisin B dan nistatin tidak memiliki efek samping toksik dalam pengobatan
jika dibandingkan dengan kandisidin (Kerridge, 1979).
EEG ditandai dengan perubahan status mental atau kebingungan pada pasien.
Selain itu juga ditemukan kasus mioklonus pada penggunaan ciprofloksasin.
Turunan quinolon atau inhibitor gyrase mencakup levofloksasin, sparfloksasin,
grepafloksasin, trovafloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin dan obat yang
paling sering terlibat menyebabkan efek samping neurotoksik diantara quinolon.
Pengobatan menggunakan quinolon juga mengakibatkan manifestasi
ekstrapiramidal seperti gangguan cara berjalan, dysarthria dan gerakan
choreiform. Variabilitas dalam potensi quinolon mengikat reseptor GABA-A
dapat menjelaskan variabilitas dalam efek neurotoksik (Marie and Maganti,
2011). Pada jurnal yang lain juga dijelaskan bahwa gangguan pada CNS
merupakan efek samping kedua yang paling umum ditimbulkan oleh quinolon.
Insiden laporan ini bervariasi dari 1% - 3,3%. Gejala paling sering dilaporkan
termasuk sakit kepala, pusing dan mengantuk, ini biasanya terjadi pada hari
pertama dan akan selesai setelah penghentian terapi obat quinolon (Kamath,
2013).
perubahan permanen dalam jumlah atau struktur bahan genetik dalam sel (Golan
et al., 2008).
Karsinogen dan mutagen merupakan suatu zat yang berbahaya dalam tubuh.
Mekanisme kerja karsinogenesis dan mutagenesis merupakan suatu proses dan
hubungan yang menjadi satu yaitu menginduksi kanker dengan melibatkan mutasi
(disebabkan oleh zat genotoksik) dan salah satu yang menginduksi atau
mempromosikan dengan cara yang lain (disebabkan oleh zat non-genotoksik).
Agen genotoksik atau metabolitnya menginduksi perubahan langsung dalam
materi genetik (DNA) sedangkan agen non-genotoksik dianggap terlibat dalam
jenis lain dari mekanismenya. Misalnya bertindak sebagai promotor tumor. Zat
genotoksik dan non-genotoksik dapat berinteraksi di berbagai tahap
karsinogenisitas. Tubuh biasanya diprogram (oleh informasi genetik yang
dikodekan) untuk mengontrol pertumbuhan sel dalam rangka untuk memastikan
pembangunan, fungsi dan perbaikan jaringan. Berbagai faktor (termasuk paparan
CMRS) dapat mengganggu mekanisme ini dan mengubah sel normal menjadi
yang ganas. Mereka cenderung untuk berkembangbiak cepat dan menyerang
jaringan tetangga atau memasuki aliran darah atau sistem limfatik dan tersebar di
bagian yang jauh dari tubuh (metastasis). Mutagen dapat merusak materi genetik
dari sel-sel (DNA dan / atau kromosom). Mutagen bersifat perubahan mutasi
secara permanen. Banyak mutasi terjadi dalam seumur hidup. Banyak dari mereka
yang netral, tetapi beberapa negatif dapat mempengaruhi sel-sel dimana mereka
terjadi. Ketika mutasi terjadi pada sel germinal (sel reproduksi laki-laki atau
perempuan) perubahan tersebut akan diwariskan ke generasi berikutnya.
Mutagenitas sel germinal dapat terjadi selama beberapa generasi dan
menyebabkan masalah seperti berkurangnya fertilitas, malformasi, penyakit
genetik, kematian embrio atau perubahan fenotip yang ditentukan secara genetik.
Karena mekanisme kerja mutagen pada sel germinal cenderung memiliki efek
karsinogenik. Mutasi yang terjadi pada sel-sel somatik (sel non-reproduktif) dapat
meningkatkan kemungkinan kanker, tetapi mutasi somatik tidak diteruskan ke
generasi berikutnya. Karsinogen non-genotoksik berpartisipasi dalam proses
karsinogenesis oleh mekanisme tidak langsung berhubungan dengan materi
genetik. Mereka telah ditunjukkan untuk bertindak sebagai promotor tumor,
17
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada
sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan
uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan dosis penggunaan
yang aman pada manusia. Selama ini model uji toksisitas yang sering digunakan
adalah metode in vivo dan in vitro, sedangkan untuk uji toksisitas metode in silico
masih jarang digunakan (BPOM, 2014).
18
2.4.1 In silico
2.4.2 In vitro
In vitro merupakan suatu uji yang mengacu pada teknik melakukan prosedur
yang diberikan dalam lingkungan yang terkendali di luar organisme hidup.
Banyak percobaan dalam bidang biologi seluler dilakukan di luar organisme atau
sel. Salah satu kelemahan eksperimen in vitro adalah gagal dalam meniru kondisi
selular yang tepat dari sutu organisme, khususnya mikroorganisme (Eisenbrand,
2002).
2.4.3 In vivo
Selama ini uji toksisitas lebih banyak menggunakan metode in vivo dan in
vitro. Kedua metode tersebut memiliki keterbatasan yaitu waktu yang lama, dana
yang cukup besar, dibutuhkan ketersediaan laboratorium yang memadai serta
adanya masalah tentang etika dalam penggunaan hewan sebagai bahan uji
(Antoniu et al., 2009). Solusi dalam mengatasi permasalah itu yakni
digunakannya software Toxtree. Toxtree merupakan software open source yang
mampu memperkirakan toksikologi dari suatu molekul secara cepat dan murah.
Toxtree merupakan perangkat lunak terbaru yang dikembangkan oleh
ideaconsult Ltd (Sofia, Bulgaria) di bawah persyaratan kontrak JRC. Perangkat
lunak ini tersedia secara bebas sebagai layanan untuk para peneliti ilmiah dan
siapa pun yang berkepentingan dengan penerapan metode estimasi berbasis
komputer dalam penelitian toksisitas kimia (Toxtree, 2015).
Toxtree dapat digunakan untuk menentukan toksisitas senyawa melalui
berbagai metode, metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
Carcinogenicity, dan In Vitro Mutagenicity, dengan kategori tiap metode
ditunjukkan pada tabel II.1.
No Metode Kategori
1. Carcinogenicity 1. Peringatan struktural terhadap karsinogenisitas
(genotox and genotoksik
nongenotox) 2. Peringatan struktural terhadap karsinogenisitas
and non genotoksik
mutagenicity 3. Potensial terjadi mutagen S.Typhimurium
rulebase by ISS TA100
21
No Metode Kategori
4. Tidak mungkin mutagen S.Typhimurium TA
100 berdasarkan QSAR
5. Untuk melakukan kajian yang lebih baik
perhitungan QSAR dapat diterapkan
6. Tidak mungkin menjadi karsinogen
berdasarkan QSAR
7. Untuk melakukan kajian yang lebih baik
perhitungan QSAR dapat diterapkan
8. Negatif terhadap karsinogenik genotoksik
9. Negatif terhadap karsinogenik non genotoksik
Kesalahan saat menerapkan decision tree
2. In vitro 1. Peringatan struktural terhadap mutagenisitas
mutagenicity 2. Tidak terdapat peringatan terhadap
(Ames test) S.Typhimurium mutagenisitas
alerts by ISS
3. Potensial terjadi mutagen S.Typhimurium
TA100 berdasarkan QSAR
4. Kemungkinan terjadi mutagen S.Typhimurium
TA100
5. Untuk melakukan kajian yang lebih baik
perhitungan QSAR dapat diterapkan
6. Kesalahan saat menerapkan pohon keputusan
NCBI. Pada penelitian ini PubChem digunakan untuk mendukung Toxtree dalam
menyediakan data SMILES (PubChem, 2004).