REFARAT
INFARK
DOKTER PEMBIMBING
SMF ILMU
PENYAKIT NEUROLOGRSUD Dr.MEDAN
2019
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Dokter Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Refarat” ini guna memenuhi persyaratan
mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Neurologi RSUD Dr.
Pirngadi Medan yang berjudul “Tic’s and Tourette”.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
pembimbing selama menjalani KKS di bagian ini yaitu dr. Saulina Sembiring, M.
Ked, Neu, Sp. S atas segala bimbingan dan arahannya dalam menjalani KKS dan dalam
pembuatan refarat ini.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna memperbaiki
refarat ini di kemudian hari. Harapan penulis semoga refarat ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi kita semua.
Laily Ikrima
DAFTAR ISI
i
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5
2.1 Definis.................................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi.......................................................................................... 5
2.3 Etiologi................................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi........................................................................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis................................................................................... 7
2.6 Kriteria Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang..................................... 8
2.7 Diagnosa Banding.................................................................................. 9
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................... 9
2.9 Komplikasi............................................................................................. 11
2.10 Prognosis.............................................................................................. 11
BAB II PENUTUP................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 13
i
BAB I
PENDAHULUAN
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom Tourette adalah gangguan yang menyebabkan penderitanya tiba-tiba
melakukan gerakan atau ucapan berulang yang tidak disengaja dan di luar kendali, yang
disebut tic. Tics diklasifikasikan sebagai sederhana dan kompleks. Tics motorik
sederhana tiba-tiba, singkat, berulang-ulang gerakan yang melibatkan jumlah
terbatas kelompok otot. Tics sederhana termasuk mata berkedip dan gerakan mata
lainnya, wajah meringis, mengangkat bahu, dan kepala atau menyentak bahu.
Vokalisasi sederhana mungkin termasuk membersihkan tenggorokan berulang-
ulang, mengendus, atau suara mendengus.
Tic’s Motorik Sederhana (Simple) Pada umumnya berakhir kurang dari 1/100 detik.
Contohnya: Kedipan mata, nose wrinkling, Kedutan leher, Bahu terangkat-angkat,
Wajah menyeringai, Perut tegang.
Tic’s Motorik Kompleks (Complex): Durasinya lebih panjang dari tik sederhana;
biasanya berakhir dalam detik atau lebih lama lagi. Contohnya meliputi : Gestur
tangan (hand gestures), Lompatan (jumping), sentuhan (touching), penekanan
(pressing), Kontorsi wajah (facial contortions), Senyuman berulang-ulang kepada
suatu objek (repeatedly smelling an object), jongkok dan / atau menekuk lutut
dalam/ menapak langkah dan/atau memutar-mutar saat berjalan asumsi dan
memegang posisi yang tidak biasa (termasuk "dystonic" tics, seperti memegang leher
dalam posisi tegang tertentu).
2.2 Epidemiologi
Pada mulanya insidens TS dilaporkan 4,6 per 1 juta penduduk, jumlah ini
terus bertambah sesuai pertumbuhan penduduk dan berkembangnya metodologi
riset. Riset terbaru menunjukkan insiden TS mencapai 1-10 per 1000 orang.
Prevalensi sekitar 0,03–3%. Referensi lain menyebutkan prevalensi berkisar dari
1:20.000 hingga 1:2000. Prevalensi internasional rata-rata 1% di mayoritas
kebudayaan dunia. TS dapat mengenai semua ras, lebih dominan pada pria, dengan
rasio anak lelaki : anak wanita = 3-5:1. Banyak kasus ringan yang luput dari
perhatian medis. Onset biasanya pada usia 7-8 tahun, puncaknya antara 8-12 tahun.
Sumber lain menyebutkan, TS umum terjadi di usia 5-9 tahun, mencapai puncak di
usia 10-12 tahun, dan berkurang di usia 13-16 tahun. Rentang usia penderita TS
7
antara 2-21 tahun. Terutama terjadi di usia 10 tahun, namun hanya 5% yang
menetap hingga dewasa. Sekitar dua pertiga penderita TS mengalami perbaikan
gejala saat dewasa, namun perbaikan total jarang terjadi. Prevalensi tic di populasi
pediatrik diperkirakan 6–12%. Prevalensi TS pada 447 pelajar dengan autisme
anak-anak dan remaja di sembilan sekolah di London mencapai 8,1%.
2.3 Etiologi
Teori tentang penyebab TS dan fenotip multifasetnya telah berkembang
selama 10 tahun terakhir dengan pengembangan teknik yang kuat dalam studi
genetika manusia dan neurofisiologi kontrol motorik. Faktor kerentanan genetik
telah terlibat dalam transmisi vertikal TS dan gangguan terkait. Pola penularan
turun-temurun pada anggota keluarga yang terkena menunjukkan efek gen utama.
Sindrom tourette sebagian besar terjadi karena faktor genetik (minimal
memiliki riwayat tic dan OCD), namun pola pewarisan gangguan ini masih belum
jelas. Akan tetapi, terdapat kemungkinan bahwa salah satu penyebab sindrom
tourette merupakan akibat dari gangguan cedera saat kelahiran bayi. Berdasarkan
faktor neurokimiawi, penyebab sindrom tourette yaitu lemahnya pengaturan
dopamin di caudate nucleus. Menurut Moe, Benke dan Bernard (2007, 21-23)
sindrom tourette juga dipicu oleh stimulan seperti methylphenidate dan
dextroamphetamine. Di samping itu, adanya ketidakseimbangan atau
hipersensitivitas terhadap neurotransmiter, terutama dopamin, serotonin dan
norepinephrine yang bertanggung jawab dalam komunikasi antar sel saraf.
Ketidaknormalan otak di daerah tertentu seperti ganglia dan frontal lobes juga
dapat menjadi penyebab dari gangguan ini.
Pada tahun 1980 dan 1990 mulai dilakukan penelitian terhadap pengaruh
genetik pada anak kembar yang menunjukkan bahwa adanya kerentanan pada
komponen genetik. Hal tersebut sesuai dengan yang dialami oleh GA (inisial
penderita). Ia memiliki kerentanan untuk terkena sindrom tourette karena
keluarganya memiliki riwayat gangguan yang sama yaitu sindrom tourette
(minimal memiliki riwayat tik dan OCD). Dengan kata lain, faktor genetik
mempengaruhi GA terkena gangguan sindrom tourette. Hipotesis terbaru juga
menyebutkan bahwa sindrom tourette diakibatkan oleh PANDAS (Pediatric
Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal Infections),
atau gangguan neuropsikiatris autoimun yang disebabkan oleh infeksi bakteri
8
streptokokus maupun virus-virus yang diduga berperan dalam perkembangan
gangguan sindrom Tourette.
Menurut Leckman masa prenatal dan perinatal mempengaruhi pembentukan
patogenesis pada sindrom tourette. Ibu yang memiliki gangguan tik selama
kehamilan akan mengalami komplikasi 1,5 kali lebih besar dari pada ibu yang tidak
mengalami gangguan tik. Anak kembar dengan sindrom tourette selalu memiliki
berat tubuh yang lebih rendah pada saat kelahiran dibandingkan dengan anak yang
normal. Ibu yang mengalami stres selama kehamilan pada tiga bulan pertama juga
memiliki faktor risiko dalam mengembangkan gangguan tik. Hormon androgen
juga berperan penting dalam pembentukan patogenesis dari sindrom tourette dan
gangguan yang berhubungan dengan tic. Selain itu, hormon ini juga mempengaruhi
pembentukan fenotif pada bayi.
Studi yang dilakukan pada subjek dengan sindrom tourette yang berjumlah
lebih dari 400 orang menunjukan bahwa 16,7% gangguan sindrom tourette
diturunkan oleh ibu, dan 13,9% diturunkan oleh ayah. Gangguan tic memiliki
hubungan dengan kebiasaan ibu yang merokok yang dapat mengakibatkan berat
badan bayi menjadi rendah (di bawah normal) pada saat kelahiran, stres yang
dialami secara psikososial, kecemasan dan infeksi GABHS (Group A β-hemolityc
Streptococcus). Tingkat keparahan tic dengan orang yang mengalami gangguan
sindrom tourette akan mulai berkurang pada masa remaja akhir, tetapi meningkat
pada masa remaja awal dan kanak-kanak.
2.4 Patofisiologi
Tics datang dan pergi seiring waktu, bervariasi dalam jenis, frekuensi, lokasi, dan
tingkat keparahan. Gejala pertama biasanya terjadi di kepala dan area leher dan dapat
berkembang untuk memasukkan otot-otot batang dan ekstremitas. Motor Tics biasanya
mendahului perkembangan tics vokal dan tics sederhana sering mendahului tics kompleks.
Kebanyakan pasien mengalami puncak. Tingkat keparahan sebelum pertengahan tahun
remaja dengan perbaikan untuk sebagian besar pasien di akhir tahun remaja dan dewasa
awal. Sekitar 10 hingga 15 persen dari mereka terkena memiliki progresif atau
melumpuhkan. Tentu saja itu berlangsung hingga dewasa.
10
yaitu: tic multipel, berkata jorok (coprolalia), dan latah atau suka membeo
(echolalia). Kriteria yang dipakai secara internasional adalah Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-
TR) :
Menurut DSM-IV, kriteria diagnostik dari sindrom tourette antara lain
adalah:
1) Baik tic motorik multipel maupun satu atau lebih tic vokal ditemukan pada suatu
waktu perjalanan penyakit, walaupun tidak perlu bersamaan.
2) Tic terjadi beberapa kali sehari (biasanya dalam waktu yang singkat) hampir setiap
hari atau secara intermiten sepanjang suatu periode lebih dari 1 tahun, dan selama
periode ini tidak pernah terdapat periode bebas dari tic lebih dari 3 bulan berturut-
turut.
3) Onset sebelum berumur 18 tahun.
4) Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, stimulansia)
atau suatu kondisi medis umum (misalnya, penyakit Huntington atau ensefalitis
pasca infeksi virus).
Pemeriksaan Penunjang
EEG didapatkan gelombang abnormal spesifik
Terdapat kelainan spesifik CT Scan
11
Parkinson
Korea Syndeman
Tremor
Manerisme
Gangguan gerakan stereotypi(gerakan mengguncang-guncang yang memberikan rasa
nyaman, sedang TIC menimbulkan penderitaan)
Gangguan mood dan perilaku
Anak autistic dan retardasi mental
Diskinesia Tardif
Penggunaan obat stimulant
2.8 Penatalaksanaan
Bila gejala ringan, penderita dan anggota keluarganya hanya memerlukan edukasi
dan konseling. Berbagai teknik psikoterapi, seperti: psikoterapi suportif, terapi kognitif,
assertiveness training, dan self-monitoring dapat juga diberikan. Pendekatan comprehensive
behavioral intervention for tics (CBIT), berdasarkan habit reversal training/therapy, efektif
mengurangi tik serta perburukan yang berhubungan dengan tik (tics-related impairment)
pada anak dan remaja penderita TS dengan tingkat keparahan sedang atau berat. Terapi
suportif dan edukasi dapat sebagai pelengkap dan pendukung CBIT.
Banyak anak TS yang berhasil ditangani tanpa terapi obat. Farmakoterapi diberikan
sesuai indikasi. Berikut beberapa pilihan terapi :
a. Golongan neuroleptik atau penyekat dopamin seperti haloperidol, pimozid, aripiprazol,
olanzapin, risperidon.
b. Golongan obat serotonergik, seperti fluoxetine, clomipramine.
c. Golongan agonis alfa-2, seperti: clonidine, guanfacine.
d. Golongan antagonis dopamin, seperti metaclopramid.
e. Golongan lain, seperti benzodiazepin (misalnya: klonazepam, diazepam), antipsikotik
atipikal (misalnya: olanzapin, quetiapin, ziprasidon), penyakit kanal kalsium
(misalnya: nifedipin, verapamil, fl unarizin), obat GABAergic (misalnya: baklofen,
levetirasetam, topiramat, vigabatrin, zolpidem), agonis dopamin (misalnya: pergolid,
pramipeksol), antagonis 5-HT2 (ketanserin) dan 5-HT3 (ondansetron) reseptor, obat
yang beraksi pada reseptor kanabinoid (Δ-9-tetrahidrokanabinol), penghambat
androgen dan androgen (flutamid dan finasterid), baklofen, nalokson.
12
Dua agen neuroleptik yang paling banyak digunakan untuk terapi TS dan tik adalah
pimozid dan risperidone. Sedangkan medikasi yang paling efektif adalah dopamin blockers.
Obat golongan antipsikotik merupakan terapi lini pertama untuk tik sedang hingga berat,
sering memiliki efek samping yang berat. Golongan penyakit dopamin banyak yang
merupakan obat antipsikotik, serotonergic drugs bermanfaat terutama untuk
obsessivecompulsive disorder, sedangkan noradrenergic drugs (alfa-agonist) efektif
terutama untuk tic dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Aripiprazol dan
olanzapin termasuk “off -label use”. Untuk terapi OCD pada TS, boleh dipertimbangkan
golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluokstin, fluvoksamin,
paroksetin, sertralin, escitalopram, dan citalopram. Klomipramin juga efektif karena
memiliki serotonin reuptake action. SSRI dapat dikombinasikan dengan antipsikotik
atipikal.
2.9 Komplikasi
Penderita Sindrom Tourette umumnya juga mengalami satu atau lebih
kondisi tertentu. Belum diketahui mengapa berbagai kondisi tersebut muncul saat
penderita mengalami sindrom Tourette. Sejumlah kondisi tersebut adalah:
Gangguan perilaku, dialami 8 dari 10 anak penderita sindrom Tourette.
ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). Kondisi ini terjadi pada 6 dari 10
anak dengan sindrom Tourette.
OCD (obsessive-compulsive disorder) atau OCB (obsessive-compulsive behavior). 5
dari 10 anak penderita sindrom Tourette diketahui mengalami kondisi ini.
Perilaku melukai diri sendiri. Kondisi ini dialami oleh 3 dari 10 anak dengan
sindrom Tourette.
Gangguan suasana hati. 2 dari 10 anak penderita sindrom Tourette mengalami
depresi.
Kesulitan belajar. 3 dari 10 anak dengan sindrom Tourette mengalami kondisi ini.
Gangguan tingkah laku (conduct disorder), dialami oleh 1-2 anak dari 10 penderita
sindrom Tourette.
2.10 Prognosis
13
Tics sering dimulai pada masa kanak-kanak, dan lokasi, frekuensi, dan tingkat
keparahan tics dapat berubah seiring waktu. Banyak orang yang didiagnosis memiliki
sindrom Tourette pada masa kanak-kanak mengalami lebih sedikit gejala atau tidak ada
gejala pada saat mereka menjadi dewasa.
Sindrom Tourette tidak mengurangi kepintaran atau usia penderitanya, Gejala sindrom
Tourette dapat membaik seiring bertambahnya usia, namun dapat juga bertambah parah, dan
membutuhkan perawatan lanjutan.
14
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Sindrom Tourette adalah gangguan yang menyebabkan penderitanya tiba-tiba
melakukan gerakan atau ucapan berulang yang tidak disengaja dan di luar kendali, yang
disebut tic. Kondisi ini biasanya dimulai pada usia 2-15 tahun, dan lebih umum terjadi pada
anak laki-laki dibanding anak perempuan. Tic umum terjadi pada anak-anak, dan biasanya
tidak bertahan lebih dari satu tahun. Namun pada anak-anak dengan sindrom Tourette, tic
berlangsung selama lebih dari satu tahun dan muncul dalam berbagai macam perilaku.
Sindrom Tourette dengan gejala yang ringan umumnya tidak memerlukan
pengobatan. Namun jika gejala yang dialami cukup parah, mengganggu aktivitas
keseharian, atau membahayakan diri, ada beberapa metode pengobatan yang bisa dilakukan,
seperti: psikoterapi, obat-obatan dan DBS (Deep Brain Stimulation). Penderita sindrom
Tourette umumnya memiliki masalah saat harus berinteraksi dengan orang lain.
Kepercayaan diri mereka dapat berkurang akibat kondisi yang mereka miliki, sehingga turut
meningkatkan stres dan depresi.
Sindrom Tourette tidak mengurangi kepintaran atau usia penderitanya. Gejala
sindrom Tourette dapat membaik seiring bertambahnya usia, namun dapat juga bertambah
parah, dan membutuhkan perawatan lanjutan. Dukungan pada penderita sindrom Tourette
dapat membantu meredakan gejala yang mereka alami, yang umumnya dipicu oleh serangan
panik, cemas, dan depresi yang berasal dari lingkungan sekitar mereka. Itulah sebabnya
edukasi, terapi, dan kelompok dukungan berperan penting bagi perkembangan kondisi
penderita.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Department of Health and Human Services. Tourette Syndrome. Public
Health Service National Institutes of Health. US.
Anonim. 2017. Tics and Torette Syndrome. Jama Patient Page. 317. (15).
Anurogo. D. 2013. Fenomena Sindrom Tourette. Jurnal Kedokteran. 14. (12). 900-906.
Kartikadewi. A. 2017. Buku Ajar Sistem Neurobehaviour (Psikiatri). Penerbit Unimus
Press. Semarang.
Prima. E. 2015. Peran Penerimaan Sosial Terhadap Psikopatologi Perkembangan Sindrom
Tourette Pada Perempuan. Buana Gender. 10. (2). 135-147.
Prima. E. 2016. Peran Penerimaan Sosial Terhadap Psikopatologi Perkembangan Sindrom
Tourette Pada Anak. Buana Gender. 1. (2). 129-142.
Ryan. J. F. and Harvey. S. S. 2011. Neurobiology of Tourette Syndrom: Current Status and
Need for Further Investigation. The Journal of Neuroscience. 31. (35).
12387-12395.
Stern. J. S., Burza. S., and Robertson. M. M. 2005. Gilles De La Tourette’s Syndrome and it
is Impact in the UK. Postgrad Medical Journal. 81. 12-19.
Swain. J. E. and Leckman. J. F. 2005. Tourette Syndrome and Tic Disorders. Journal
Psychiatry. 2. (7). 26-36.
16