Anda di halaman 1dari 13

DEFINISI

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai criteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali
per hari. Buang besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase
tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar di
dunia telah mengajukan beberapa criteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada
yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih dari 15 hari
agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat.
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare
yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare
akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30
hari).
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare noninfektif bila tidak
ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut. Diare organic adalah bila ditemukan
penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak
ditemukan penyebab organik.
Klasifikasi:
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1. Lama waktu diare : akut atau kronik
2. Mekanisme patofisiologis: osmotic atau sekretorik
3. Berat ringan diare: kecil atau besar
4. Penyebab infeksi atau tidak: infektif atau non-infektif
5. Penyebab organic atau tidak: organic atau fungsional.

EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setia tahunnya yang merupakan
penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Gambaran klinis diare akut
acapkali tidak spesifik. Namun selalu behubungan dengan hal-hal berikut : adanya traveling
(domestik atau internasional), kontak personal, adanya sangkaan food-borne transmisi dengan
masa inkubasi yang pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme
enterotoksisn. Sebaliknya, bila ada demam dan masa inkubasi yang lebih panjang, ini
karakteristik suatu etiologi infeksi. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(seperti E.coli 0157:H7) membutuhkan beberapa hari masa inkubasi.

ETIOLOGI
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus),
keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.
A. Infeksi
1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entero
colytica, Compylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, V.NAG., Staphylococcus aureus,
Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus dll.
a. Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan
enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan
elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush
border atau menginvasi mukosa.
b. Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya
proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili
yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
c. Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus
dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya
diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
d. Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella.
Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
e. Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2
yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di
kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
f. Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam
alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang
mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin
dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan
watery diarrhea
g. Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung
dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan
melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang
infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin
menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin
yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi
yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
h. Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile
toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang
mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan
zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam
lumen usus.
i. Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin
yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan
ulkus, akan terjadi bloody diarrhea

B. Virus
Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, Cytomegalovirus (CMV),
echovirus. Virus-virus tersebut merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%).
Rotavirus: yang sering dijumpai adalah serotype 1,2,8,dan 9 : terdapat pada manusia,
Sedangkan serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia, serta serotype 5,6, dan 7 didapati
hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne
transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person. Astrovirus, didapati pada anak dan
dewasa.

C. Parasit
protozoa: Entemoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium parvum, Balantidium coli.
a. Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum
jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi
melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis
dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di
daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar
dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia.
Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.
b. Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya
di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada
laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica
non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan
persisten sampai disentri yang fulminant.
c. Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare
pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang
lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea,
ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan
tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease
dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Worm: A.lumbrocoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S.strercoralis, cestodiasis dll.
a. Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.
b. Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk
intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..
c. Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,
menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri
abdomen.
d. Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat
dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

Fungus: Kandida/moniliasis

2. Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diarrhea: E.coli, Giardia
lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.
A. Makanan:
Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan
mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus
anhaemoliticus lyticus dll.
B. Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa),
disakarida (sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asma amino tertentu,
celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.
C. Imunodefisiensi: hipogmaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit
grnaulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombinationa.
D. Terapi obat, antibiotic, kemoterapi, antacid dll.
E. Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.
F. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomic (neuropati diabetic)
PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai berikut:
1). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotic; 2). Sekresi cairan dan
elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak;
4). Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu
transit usus abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare
imflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
A. Diare osmotic: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari
usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4,
Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan efek dalam absorbsi mukosa usus missal pada
defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa/galaktosa.
B. Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya basorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan
diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena
efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang
menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbs garam empedu), dan
efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).
C. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan
pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.
D. Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan
absorpsi Na+ dan air yang abnormal.
E. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan
iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
F. Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada usus halus.
G. Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan
eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi
mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis
ulseratif dan penyakit crohn).
H. Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan
invasive (merusak mukosa). Bakteri noninvasive menyebabkan diare karena toksin yang
disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l.
kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang
dapat menempel pada epitel usus, lalu membentuk adenosisn monofosfat siklik (AMF
siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion
bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui
mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ino klorida (diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi eleh mneingginya absorsi ion
natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel
usus.

PATOGENESIS
Yang berperan pada pathogenesis diare akut terutama karena infeksi yaitu factor kausal
(agent) dan factor pejamu (host). Factor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diri terhadap organism yang
dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari factor-fkator daya tangkis atau lingkungan internal
saluran cerna a.l keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora
usus. Faktro kausal yaitu daya penetrasi yang dapat masuk sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang memperngaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman.
Pathogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas:
a. Diare karena bakteri Non-Invasif (Enterotoksigenik).
Bakteri yang tidak merusak mukosa missal V.cholerae Eltor, Enterotoksigenic E.coli
(ETEC) dan C.perfringens. V.Cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa
usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat, kation natrium dan kalium.

b. Diare karen Bakteri/parasit invasif (Enterovasif).


Bakteri yang merusak (invasive) antara lain: Enteroinvasif E.coli (EIEC), Salmonella,
Shigelle, Yersinia, C.Perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan
darah. Walau demikian, infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare
koleriformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu: S.paratyphi B,
Styphimurium, S.entereiditis, S.choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E.histolitica dan
G.lamblia.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasrkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab
penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit
usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorbsi,
dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon sering berhubungan dengan tinja
berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan
diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu: nausea, muntah, nyeri abdomen, demam,
dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah tergantung bakteri pathogen yang
spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasive, dan patpgen ileokolon lebih
mengarah ke invasive. Pasien yang memakai toksin atau pasien yang mengalami infeksi
toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan
dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari
masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang diahsilkan.
Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium,
biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin
berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan kembung.
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan organism yang
menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan enterohemorragic E.coli (serotype
O157:H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organism Yersinia seringkali menginfeksi
ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai
apendisitis akut. Infeksi Compylobacter jejuni sering bermanifestasi sebagai diare, demam dan
kadangkali kelumpuhan anggota badan dan (GBS). Kelumpuhan lumpuh pada infeksi usus ini
sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena ketidaktahuan masyarakat.
Diare air merupakan gejala tipikal dari organism yang menginvasi epitel usus dengan
inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organism yang menempel tetapi tidak
menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminthes. Beberapa
organism sperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V
parahaemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien karena
itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari.
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat timbul
pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagik dan Shigella, terutama anak kecil dan
orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enteric lain dapat disertai sindrom Reiter (arthritis,
uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis. Demam enteric,
disebabkan Salmonella parathypi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi
sebagai demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik, diikuti nyeri tekan
abdomen, diare dan kemerahan (rash).
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan auspan oral terbatas karena nausea dan
muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus
yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu
berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut
dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan:

1) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak,
pasien belum jatuh dalam presyok.

2) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam
presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam

3) Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran
menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis)

2. Pemeriksaan Fisik
Kelainan – kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik
pada tekanan darah dan nadi, temperature tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang
seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak
adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan “clue” bagi penentuan etiologi.

3. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit, kadar
elektrolit serum,
2) Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh.
3) Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang menunjukkan adanya infeksi
bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa.
4) Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi giardiasis dan tes
serologic amebiasis
5) Foto x-ray abdomen
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit
normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasif
ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul
pada salmonellosis. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare akut dilakukan
pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan adanya
miroorganisme atau ova, maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu
sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin.

Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu tubuh > 38,50C, adanya darah
dan/atau lender pada feses, ditemukan leukosit pada feses, laktoferin, dan diare persisten yang
belum mendapat antibiotic.

Penentuan derajat dehidrasi


Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:
1. Keadaan kilnis: ringan, sedang, dan berat (telah dibicarakan dia atas)

2. Berat Jenis Plasma: pada dehidrasi BJ plasma meningkat


a. Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040
b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 – 1,032
c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 – 1,028

3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)


Bila CVP +4 s/d +11 cm H2 : normal
Bila CVP < +4 cm H2 : Syok atau dehidrasi

PENATALAKSANAAN
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa komplikasi, dan
kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan. Tidak jarang penderita mencari
pengobatan sendiri atau mengobati sendiri dengan obat-obatan anti diare yang dijual bebas.
Biasanya penderita baru mencari pertolongan medis bila diare akut sudah lebih dari 24 jam
belum ada perbaikan dalam frekwensi buang air besar ataupun jumlah feses yang dikeluarkan.
Penatalaksanaan pada diare akut antara lain:
1. Rehidrasi
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat
dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan
yang banyak dan dehidrasi, penatalkasanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi
oral dengan cairan isotonic mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi
rehidrasi orla murah, efektif dan lebih praktis dairpada cairan intravena. Cairan oral antara lain:
ringer laktat dll. Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status
dehidrasi.
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derjat dehidrasi. Dehidrasi
terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan
2-5% dair BB. Sedang bila pasien kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien
kehilangan cairan 8-10% dari berat badan.
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan
yang keluar dari tubuh. Macam – macam pemberian cairan:
Metode pierce berdasarkan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x BB (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x BB (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x BB (kg)
Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang, nasogastrik atau
intravena. Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infuse
pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan
per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran cerna atas tak
dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g
glukosa, 3.5 g NaCl, 2.5 g Natrium bikarbonat dan 1.5 g KCl setiap liter. Contoh oralit generic,
renalyte, pharolit dll.

2. Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien dianjurkan
minum minuman sari buah, the, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang,
nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang
disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol harus dihindari karena
dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

3. Obat anti-diare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a) yang paling efektif yaitu derifat opiad missal
loperamid, difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamid paling disukai karena tidak adiktif
dan memiliki efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat
digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati
bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas
(termasuk infeksi shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama
penyembuhan penyakit. b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1
saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti. c) obat anti sekretorik atau anti
enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari.

4. Obat antimikroba
Dalam praktek sehari-hari acapkali dokter langsung memberikan antibiotik/antimikroba
secara empiris. Pedoman sederhana pemberian antibiotik pada diare akut dewasa seperti terlihat
pada table berikut
Pedoman Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Diare Akut
Indikasi Pemberian Antibiotik Pilihan Antibiotik
Demam (suhu oral >38,50C), bloody Kuinolon 3 – 5 hari
stools, leukosit, laktoferin, hemoccult,
Kotrimoksazole 3 – 5 hari
sindroma disentri
Traveler’s diarrhea Kuinolon 1 – 5 hari
Diare persisten (kemungkinan Metronidazole 3x500 mg selama 7 hari
Giardiasis)
Shigellosis Kotrimoksazole selama 3 hari
Kuinolon selama 3 hari
Intestinal Salmonellosis Kloramfenikol/Kotrimoksazole/Kuinolon
selama 7 hari
Campylobacteriosis Eritromisin selama 5 hari
EPEC Terapi sebagai Febrile Dysentry
ETEC Terapi sebagai Traveler’s diarrhea
EIEC Terapi sebagai Shigellosis
EHEC Peranan antibiotik belum jelas
Vibrio non kolera Terapi sebagai febrile dysentery
Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile dysentery
Yersiniosis Umumnya dapat di terapi sebagai febrile
dysentri.Pada kasus berat : Ceftriaxon IV 1
g/6 jam selama 5 hari
Giardiasis Metronidazole 4 x 250 mg selama 7 hari.
Atau Tinidazole 2 g single dose atau
Quinacine 3 x 100 mg selama 7 hari
Ingtestinal Amebiasis Metronidazole 3 x 750 mg 5 – 10 hari +
pengobatan kista untuk mencegah relaps:
Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg 10 hari atau
Paramomycin 3 x 500 mg 10 hari atau
Diloxanide furoate 3 x 500 mg 10 hari
Cryptosporidiosis Untuk kasus berat atau
immunocompromised :
Paromomycin 3 x 500 selama 7 hari
Isosporiosis Kotrimoksazole 2 x 160/800 7 hari

Obat-obat Probiotik yang merupakan suplemen bakteri atau yeast banyak digunakan
untuk mengatasi diare dengan menjaga atau menormalkan flora usus. Namun berbagai hasil uji
klinis belum dapat merekomendasikan obat ini untuk diare akut secara umum. Probiotik meliputi
Laktobasilus, Bifidobakterium, Streptokokus spp, yeast (Saccaromyces boulardi),dan lainnya.

PENCEGAHAN
Diare mudah dicegah antara lain dengan cara:
1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting: 1) sebelum makan, 2)
setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak dan 5) sebelum
menyiapkan makanan;
2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus,
pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;
3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu,
lipas, dan lain-lain);
4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan
tangki septik.
DAFTAR PUSTAKA

1. DuPont HL : Guidelines on Acute Infectious Diarrhea in Adults, American Journal of


Gastroenterology, No.11, November 1997.

2. Marcellus Simadibrata K, Daldiyono, Diare Akut. Dalam Noer HMS-Waspadji S-Rachman


AM. Lesmana LA-Widodo D-ISbagio H-Alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 408 – 413

3. Hardjono dkk, Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Lembaga Penerbitan


Universitas Hasanuddin. 2003

4. Ilnyckyj A : Clinical Evaluation and Management of Acute Infectious Diarrhea in Adult,


Gastroenterology Clinics, WB Saunders Company, September 2001.

5. Pedoman Cairan Infus. Edisi revisi IX, PT. Otsuka Indonesia.2007

6. Turgeon DK, Fritsche, T.R : Laboratory Approachs to Infectious Diarrhea, Gastroenterology


Clinics, WB Saunders Company, September 2001.

7. World Gastroenterology Organisation. Global Guidelines 2005.

Anda mungkin juga menyukai