Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KMB II

BERPIKIR KRITIS DAN PROSES KEPERAWATAN

Disusun oleh :

Kholifah Rosdiana Fitriani 23181002


Lisinta Ferawati Dato 23181003
Rifka Friskilla Nee 231913007

AKADEMI KEPERAWATAN ANTARIKSA


TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

karena rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah

ini berisikan tentang berpikir kritis yang ditunjang dengan proses keperawatan.

Perawat dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk membantu individu

meraih kembali atau meningkatkan kesehatannya harus mampu berpikir kritis.

Kami ucapkan terima kasih untuk rekan-rekan dan dosen yang telah

membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami hanya manusia yang tak luput

dari kesalahan, maka kami mohon maaf apabila telah melakukan kesalahan di

dalam penyusunan makalah ini serta isi dalam makalah. Semoga dengan selesai-

nya makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun.

Jakarta, 17 Maret 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2

2.1 Berpikir Kritis ................................................................................... 2


2.1.1 Model Berpikir Kritis ........................................................ 2
2.1.2 Tingkat Berpikir dalam Keperawatan ...............................
7

2.2 Proses Keperawatan ........................................................................ 8

2.2.1 Pengkajian ......................................................................... 9

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ....................................................14

2.2.3 Perencanaan ......................................................................15

2.2.5 Evaluasi ............................................................................19

BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Perawat memegang peran penting pada klien dalam kelangsungan asuhan

keperawatan. Saat klien mengeluhkan berbagai masalah, perawat dituntut untuk

selalu berpikir kritis dan menemukan jalan keluar yang terbaik untuk memenuhi

kebutuhan klien. Berpikir kritis adalah suatu proses yang dikaji setelah mendapat

informasi.

Penerapan praktik berpikir kritis ditunjang oleh proses keperawatan.

Proses keprawatan terdiri atas pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi. Perawat pun akan melakukan berbagai pertimbangan

dalam melakukan intervensi pada klien karena kondisi kesehatan klien merupakan

tanggung jawabnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Berpikir Kritis

Berpikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat,


membuat keputusan,menarik kesimpulan,dan mereflesikan (Gordon,1995). Ber-
pikir merupakan suatu proses yang aktif dan terkoordinasi(Chaffee,1994). Bagai-
mana perawat menggunakan informasi sebagai pertimbangan, membuat kesimpul-
an, dan membentuk gambaran mental tentang apa yang terjadi pada klien ini ada-
lah gambaran berpikir kritis.

BERPIKIR DAN BELAJAR

Sebagai perawat profesional, perawat harus selalu melihat dan berpikir ke


depan. Perawat tidak dapat membiarkan berpikir menjadi sesuatu yang rutin atau
standar. Praktik keperawatan selalu berubah. Sehingga dapat dikatakan, dengan
tersedianya pengetahuan baru, perawat profesional harus selalu menantang cara-
cara tradisional dalam melakukan sesuatu dan mencari apa yang paling efektif,
yang mempunyai bukti-bukti mendukung secara ilmiah,dan memberikan hasil
yang lebih baik untuk klien.Untuk berpikir secara kritis membuat perawat mampu
belajar dan untuk secara positif mempengaruhi praktik keperawatan. Kedewasaan
seorang perawat diukur dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan
baru yang terlibat dalam proses penemuan yang menguntungkan bagi klien juga
bagi profesi.

B. Model Berpikir Kritis

Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) telah mengembangkan model berpikir


kritis untuk penilaian keperawatan. Model tersebut dirancang untuk
mengetengah-kan penilaian keperawatan dalam peran klinis, manajerial,
kepemimpinan, dan pendidikan. Saat perawat masuk ke dalam pengalaman
klinis, tujuan dari model tersebut, yaitu lima komponen berpikir kritis, yang
pada akhirnya mengarahkan perawat untuk membuat penilaian klinis yang
diperlukan untuk asuhan keperawatan yang aman dan efektif.

1. Dasar Pengetahuan khusus


Dasar pengetahuan khusus merupakan komponen pertama berpikir
kritis seorang perawat profesional. Dasar pengetahuan ini beragam
sesuai dengan program pendidikan dan dasar keperawatan dari jenjang
mana perawat diluluskan, dan setiap gelar tingkat lanjut yang
didapatkan pearawat atau profesi yang dijalani dan  pendidikan
tambahan yang harus dicari maupun ditempuh. Penting artinya bahwa
dasar pengetahuan ini mencakup pendekatan yang menguatkan
kemampuan pearawat untuk berpikir secara kritis tentang masalah
keperawatan.
Dasar pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari
ilmu pengetahuan alam, humaniora, dan keperawatan yang diperlukan
untuk memikirkan masalah keperawatan. Seseorang yang sudah
mempunyai kemampuan untuk berpikir kritis biasa-nya akan
melakukan aktivitas mental berikut ini sementara ia berpikir secara
kritis :
a) Mengajukan pertanyaan- pertanyaan untuk menentukan alasan
dan penyebab mengapa perkembangan tertentu terjadi dan
untuk menentukan apakah diperlukan informasi lain.
b) Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan
untuk mempertimbangkan semua faktor yang tercakup.
c) Memvalidasi informasi yang tersedia untuk memastikan bahwa
informasi itu akurat, bukan semata- mata pendapat atau
dugaan, dan bahwa informasi itu beralasan dan didasarkan
pada fakta dan bukti.
d) Menganalisa informasi tersebut untuk menentukan maknanya
dan untuk menentukan apakah informasi tersebut membentuk
suatu rangkaian atau pola yang akin mengacu pada suatu
kesimpulan tertentu.
e) Menggunakan pengalaman dan pengetahuan klinis yang lalu
untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi dan untuk
mengantisisipasi apa yang akin terjadi selanjutnya.
f) Mempertahankan suatu sikap fleksibel yang memungkinkan
fakta- fakta untuk menuntun dalam brisker dan dalam
mempertimbangkan semua kemungkinan.
g) Mempertimbangkan pilihan yang tersedia dan menilai tiap
pilihan itu menurut keuntungan dan kerugian masing- masing.
h) Merumuskan suatu keputusan yang mencerminkan
pengambilan keputusan yang kreatif dan mandiri.

2. Pengalaman

Pengalaman memberikan suatu sarana untuk menguji keprofesionalan .


Seorang perawat menjadikan pengalaman klinis sebagai suatu sarana laboratorium
untuk menguji pengetahuan keperawatan. Perawat harus mengetahui bahwa
pendekatan teori atau buku ajar mempunyai landasan kerja yang penting untuk
praktik tetapi harus dibuat modifikasi untuk merangkul lingkungan kerja, kualitas
keunikan klien yang ada dan pengalaman perawat yang didapatkan dari klien-
klien sebelumnya.

Perawat yang ahli memahami konteks dalam situasi klinis, mengenali


isyarat, dan menginterpretasikannya sebagai relevan atau tidak relevan (Benner,
1992). Tingkat kompetensi ini hanya terdapat dalam pengalaman. Kemungkinan
merupakan pelajaran terbaik yang harus dipelajari oleh peserta didik keperawatan
yang baru adalah mengambil manfaat semua yang dialami klien.

3. Kompetensi

Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat


untuk membuat penilain keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi yaitu :

A. Berpikir kritis umum


Proses berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah, pemecahan
masalah, dan pembuatan keputusan. Proses berpikir umum digunakan
dalam disiplin lain (mis, pekerja sosial dan kedokteran) dan dalam situasi
non-klinis. Pemecahan masalah mencakup mendapatkan informasi ketika
terdapat kesengajaan antara apa yang sedang terjadi dengan yang
seharusnya terjadi. Dalam pembuatan keputusan, individu memilih
tindakan untuk memenuhi tujuan. Sebagai contoh, pengambilan keputusan
terjadi ketika seseorang memutuskan bagaimana cara menggunakan
waktunya atau makanan yang akan dimasak untuk makan malam. Untuk
membuat keputusan, seseorang harus mengkaji semua pilihan, menimbang
setiap pilihan tersebut terhadap serangkaian criteria, dan kemudian
membuat pilihan terakhir.

B. Berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis


Kompetensi berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis mencakup
pertimbangan diagnostik, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan
klinis. Suatu contoh pemeriksaan diagnostik yang beralasan termasuk
perawat yang membuat pengkajian berkesinambungan berdasarkan
masalah medis klien (Carnevali & Thomas, 1993).

C. Berpikir kritis dalam keperawatan


Satu teori kompetensi berpikir kritis bersifat khusus untuk
keperawatan. Proses keperawatan merupakan pendekatan sistematis yang
digunakan untuk secara kritis mengkaji dan menelaah kondisi klien,
mengidentifikasi respons klien terhadap masalah kesehatan, melakukan
tindakan yang sesuai, dan kemudian mengevaluasi apakah tindakan yang
dilakukan telah efektif. Format untuk proses keperawatan adalah unik
untuk disiplin keperawatan dan memberikan bahasa dan proses yang
umum bagi perawat untuk “memikirkan semua” masalah klien (Kataoka-
Yahiro dan Saylor, 1994).
4. Sikap untuk Berpikir Kritis
a. Sikap adalah adalah nilai yang diyakini terbentuk dalam bentuk
pemikiran yang termanifestasi dalam sebuah tindakan. Berikut ini
adalah contoh sikap untuk berpikir kritis.
b. Tanggung gugat
Tanggung gugat adalah kesiapan seorang profesional mengalami
tanggung gugat untuk apapun penilaian yang dibuatnya atas nama
pekerjaan terhadap segala sesuatu tindakanya atau keputusannya.

c. Berpikir mandiri
Berpikir mandiri adalah inti dari riset ,untuk dapat berfikir mandiri
seseorang profesional akan berfikir dan mencari rasional serta
jawaban yang logis.

d. Mengambil Resiko
Seorang profesional harus rela ide-idenya ditelaah dan harus dapat
menerima pemikiran baru dan maju, Perlu dibutuhkan keyakinan dan
niat serta kemauan untuk mengambil resiko apa yang salah dan untuk
kemudian melakukan tindakan didasarkan pada keyakinan yang
didukung fakta dan bukti yang kuat.

e. Kerendahan Hati
Penting untuk mengakui keterbatasan diri, pemikir kritis mengetahui
ersiko yang timbul dari sebuah keputusan maupun situasi jika
profesional tidak mampu mengenali ketidakmampuannya untuk
mengatasi masalah yang muncul maka bias dipastikan strateginya akan
mengalami kegagalan. Seorang profesional harus memikirkan kembali
untuk mencari pengetahuan baru, mencari sumber informasi yang lain.

f. Integritas
Integritas pribadi membangun ras percaya diri , seorang profesional
yang mempunyai integritas dengan cepat akan berkeinginan mengakui
dan mengevaluasi segala ketidak konsistenan dalam ide dan
keyakinanya.
g. Ketekunan
Profesional yang berfikir kritis bertekad menemukan solusi yang
efektif untuk mengatasi konflik terkait dengan profesionalisme .
Profesional belajar sebanyak mungkin mengenali masalah yang .
mungkin timbul dari profesinya .

h. Kreatif
Kreativitas mencakup berpikir original, hal ini berarti menemukan
solusi di luar apa yang dilakukan secara tradisonal. Komponen standar
dalam berfikir kritis mencakup standar intelektual dan profesional.
(Paul, 1993).

C. Tingkat Berpikir dalam Keperawatan


Model Kataoka-Yuhiro dan Saylor, (1994) mengidentifikasi tiga tingkat
berpikir kritis dalam keperawatan yaitu: tingkat dasar, kompleks, dan komitmen.
Tingkat ini cenderung sejajar dengan lima tingkat kecakapan yang diuraikan oleh
Banner (1984) yaitu, pendatang, pemula lanjut, kompeten, cakap, dan ahli.
Pada tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang mempu-
nyai jawaban yang benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi
konkret dan didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupa-
kan langkah awal dalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan
(Kataoka Yuhiro dan Saylor, 1994). Individu mempunyai keterbatasan pengala-
man dalam berpikir kritis. Disamping kecenderungan untuk diatur oleh orang lain,
individu belajar menerima perbedaan pendapat dan nilai-nilai diantara pihak yang
berwenang. Dalam kasus perawat baru, berpikir kritis sambil melakukan prosedur
perawatan masih terbatas. Pendekatan tahap demi tahap digunakan untuk mem-
berikan perawatan dan mungkin tidak dapat diadaptasi untuk kebutuhan klien
yang unik atau tidak lazim.
Pada tingkat berpikir kritis yang kompleks, seseorang secara continue
mengenali keragaman dari pandangan dan persepsi individu. Apa yang berubah
adalah kemampuan dan inisiatif individu. Pengalaman membantu individu
mencapai kemampuan untuk terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta
meneliti alternatif secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam kaitannya dengan
keperawatan, praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan
mempunyai man-faat jangka panjang untuk klien. Perawat mulai mengantisipasi
alternatif lebih baik dan menggali lebih luas. Hanya kemauan untuk
mempertimbangkan penyim-pangan dari protokol atau peraturan standar ketika
terjadi situasi klien yang kom-pleks. Sering terdapat lebih dari satu solusi untuk
satu masalah. Perawat belajar keragaman dari pendekatan yang berbeda untuk
terapi yang sama.
Tingkat ketiga dari berpikir kritis adalah komitmen. Pada tingkat ini perawat
memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan alternatif yang diidentifikasi pada
tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mengantisipasi kebutuhan
untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari alternatif
lainnya. Maturitas perawat tercermin dalam kebiasaan mencari pilihan yang ter-
baik, yang paling inovatif, dan paling sesuai untuk perawatan klien.

D. Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah
yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan kepera-
watan.proses keperawatan mengandung elemen berpikir kritis yang memungkin-
kan perawat membuat penilaian dan melakukan tindakan berdasarkan naluri.
Proses adalah serangkaian tahapan atau komponen yang mengarah pada penca-
paian tujuan. Tiga karakteristik dari proses adalah tujuab,organisasi dan krea-
tivitas (Bevis,1978).Tujuan adalah maksud spesifikasi atau tujuan dari proses.
Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa dan mengatasi respons
manusia terhadap sehat dan sakit(American Nurses Association,1980). Organisasi
adalah satu rangkaian tahap atau komponen yang diperlukan untuk mencapai
tujuan. Proses keperawatan mencakup lima tahap, yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
PENGKAJIAN

EVALUASI DIAGNOSA
KEPERAWATAN

ANALISIS

IMPLEMENTASI PERENCANAAN

E. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang


bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995).

Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap


kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan
penentuan masalah. Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan
dokumentasi data (meskipun setiap langkah dari proses keperawatan harus selalu
didokumentasikan juga). Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-
perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, serta
hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan kepada klien. Pada dasarnya
tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien.
Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan,
atau kebudayaan. (Mc Farland & Mc Farlane, 1997)
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:

a) Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien


dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosialkultural,
dan spiritual yagn bisa mempengaruhi status kesehatannya.
b) Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu,
saat ini bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi
klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul
berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain.
(Gordon, 1987;1994)
c) Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
d) Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang
berperan penting dan catatan kesehatan klien.

Metode pengumpulan data meliputi :

a) Melakukan interview/wawancara.
b) Riwayat kesehatan/keperawatan
c) Pemeriksaan fisik
d) Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain
serta catatan kesehatan (rekam medik).

Model Keperawatan dalam Pengkajian/ Pengumpulan Data

A. Menurut Gordon (1982) : Pola Kesehatan Fungsional


1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat. Antara lain :
a) Pola sehat sejahtera yang dirasakan
b) Pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan
sehat
c) Pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif
d) Ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan
2. Pola nutrisi metabolik
a) Pola makan biasa dan masukan cairan
b) Tipe makanan dan cairan
c) Peningkatan / penurunan berat badan
d) Nafsu makan, pilihan makanan
3. Pola eliminasi
a) Defekasi, berkemih
b) Penggunaan alat bantu
c) Penggunaan obat-obatan
4. Pola aktivitas – latihan
a) Pola aktivitas, latihan dan rekreasi
b) Kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari
(merawat diri, bekerja, dll)
5. Pola tidur dan istirahat
a) Pola tidur – istirahat dalam 24 jam
b) Kualitas dan kuantitas tidur
6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori
a) Penglihatan, perasa, pembau
b) Kemampuan bahasa, belajar, ingatan dan pembuatan
keputusan
7. Pola persepsi-konsep diri
a) Sikap klien mengenai dirinya
b) Persepsi klien tentang kemampuannya
c) Pola emosional
d) Citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri
8. Pola peran dan tanggung jawab
a) Persepsi klien tantang pola hubungan
b) Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab
9. Pola seksual – reproduksi
a) Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien terhadap
seksualitasnya
b) Tahap dan pola reproduksi
10. Pola koping dan toleransi stress
a) Kemampuan mengendalian stress
b) Sumber pendukung
11. Pola nilai dan keyakinan
a) Nilai, tujuan dan keyakinan
b) Spiritual
c) Konflik

B. Model Roy’s (1984) : Model adaptasi :


1. Kebutuhan fisiologik
a) Aktivitas dan istirahat
b) Nutrisi
c) Eliminasi
d) Cairan dan elektrolit
e) Oksigen
f) Proteksi
g) Pengaturan suhu
h) Pengaturan sistem endokrin
2. Konsep diri
3. Fungsi peran
4. Interdependent

C. Model Orem (1985) : Self-care / kemandirian klien dalam merawat


dirinya sendiri :
1. Pemenuhan kebutuhan oksigen
2. Pemenuhan kebutuhan cairan
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
5. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
6. Sosial
7. Pencegahan
8. Promosi
D. Menurut Doengoes (1993) :

1. Aktivitas / istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
4. Eliminasi
5. Makanan dan cairan
6. Hygiene
7. Neurosensori
8. Nyeri / ketidaknyamanan
9. Pernafasan
10. Keamanan
11. Seksualitas
12. Interaksi sosial
13. Penyuluhan / pembelajaran

E. Fitz Patrick (1991) : Pola respon manusia :

1. Memilih : memilih di antara alternatif-alternatif


2. Berkomunikasi : verbal – non verbal
3. Bertukaran : memberikan, melepaskan, dan kehilangan sesuatu
4. Merasakan : pengalaman, kesadaran, sensasi, pemahaman atau
pengertian secara sadar / emosional
5. Mengetahui : mengenal – memahami
6. Bergerak : mengubah posisi, desakan untuk bertindak / melakukan
sesuatuMempersepsikan : memahami dengan pikiran, sadar tentang
indera / rangsangan eksternal
7. Berhubungan : menjalin hubungan, membangun hubungan, berada
dalam beberapa asosiasi dengan benda, orang atau tempat.

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan
objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan
melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan
dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain.
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA,
1992) mendefinisikan diagnosa keperawatan semacam keputusan klinik
yang mencakup klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap sesuatu
yan berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan.
Dalam membuat diagnosa keperawatan dibutuhkan ketrampilan klinik
yang baik, mencakup proses diagnosa kepe-rawatan dan perumusan
dalam pembuatan pernyataan keperawatan. Proses diagnosa
keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin
keakuratan diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan
pernyataan diagnosa keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu
mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu yang
aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan.

G. Perencanaan
Rencana keperawatan adalah kerangka (daftar) atau rancangan
intervensi yang komprehensif untuk mencapai kriteria hasil dengan
kerangka waktu yang ditentukan. Komponen rencana keperawatan yaitu :
a) Diagnosa Keperawatan
b) Kriteria hasil (tujuan )
c) Intervensi Keperawatan
d) Mengurangi atau meminimalkan masalah kesehatan, meningkatkan
kekuatan dan perilaku sehat dan membantu pasien mencapai kriteria
hasil yang telah ditetapkan
Adanya perencanaan keperawatan ditujukan untuk :
1. Tujuan langsung perawatan dan koordinasi perawatan pasien
2. Kesinambungan perawatan
3. Komunikasi antar peraawat
4. Gambaran standar perawatan yang diberikan pada pasien
5. Ketetapan perawatan dan pembiayaan ( pembayaran ) perawatan
6. Dasar pembiayaan perawatan yang akan dating
7. Perencanaan komponen fungsi managemen misalnya staffing, yang akan
datang.
Adapun peran klien dalam penetapan tujuan :
1. Tujuan yang berpusat pada klien sasaran spesifik yang dapat di ukur
dan di rancang unttuk menunjukan tingkat kesejahteraanklien yang
tertinggi dean kemandirian dalam berfungsi. Dalam hal ini klien harus
bertindak secara aktif.
2. Tujuan jangka pendek sasaran yang diharapkan dapat tercapat dalam
kurun waktu kurang dari satu munggu.
3. Tujuan jangka panjang sasaran yang diperrkirakan dicapai sepanjang
periode waktu lebih lama. Biasanya akan disususn rancangan kerja.

Tipe-tipe Perencanaan Keperawatan

1. Traditional Narative Care Plan  (Perencanaan Keperawatan Naratif


Tradisional). Bentuknya format terbuka . PengisIan oleh perawat
berdasar textbook , protap atau buku standar
2. Standarized Care Plan (Perencanaan Keperawatan Standart).
a. Bentuk formatnya check list
b. Efisien  dan membantu perawat baru ( belum ada pengalaman )
c. Membantu program peningkatan mutu pelayanan
d. Kerugian : depersonalisasi dan individualisasi terlalaikan

H. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan,
ada-lah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan .Sebagai contoh, implementasi
segera diperlukan ketika perawat mengidentifikasi kebutuhan klien yang
mendesak dalam situasi seperti henti jantung, kematian mendadak dari
orang yang dicintai atau kehilangan rumah akibat kebakaran .
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan
kinerja aktivitas kehidupan sehari – hari memberikan arahan peerawatan
untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien. Dalam situasi yang
tidak genting, implementasi dimulai setelah rencana asuhan
dikembangkan dan difokuskan pada melakukan intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan .
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien beralih dari status kesehatan yang di uraikan dalam
hasil yang di harapkan ( Gordon, 1994 ) .

TIPE INTERVENSI KEPERAWATAN


Implementasi menuangkan rencana asuhan ke dalam tindakan
setelah rencana di kembangkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas
klien, perawat melakukan intervensi keperawatan spesifik, yang
mencakup tindakan perawat dan tindakan dokter. Intervensi keperawatan
mungkin secara keseluruhan didasarkan pada protokol atau standing
orders .
Protokol adalah rencana tertulis yang menguraikan prosedur yang
harus diikuti selama perawatan klien dengan kondisi atau situasi klinis
tertentu , seperti perawatan klien pascaoperatif. Protokol juga dapat
menjadi ketat dalam kerangka kerja keperawatan , seperti halnya protokol
untuk penerimaan dan pemulangan pasien , penatalaksa-naan nyeri , atau
melakukan resusitasi jantung paru . Protokol juga digunakan dalam
lingkungan interdisiplin untuk pemeriksaan diagnostic dan fisik , terapi
okupasi dan wicara .
Standing order adalah dokumen yang mengandung intruksi untuk
melaku-kan terapi rutin , pedoman pemantauan , dan / atau prosedur
diagnosticuntuk klien spesifik dengan masalah klinis yang telah
diidentifikasi . Standing order disahkan dan ditandatangani oleh dokter
yang bertanggung jawab dalam perawatan sebe-lum perawatan tersebut
diimplementasikan. Standing order juga umum dalam lingkungan
kesehatan komunitas , dimana perawat menghadapi situasi yang tidak
memungkinkan kontak segera dengan dokter.
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN
PENGIMPLEMENTASIAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Perawat membuat dua jenis keputusan yang besar dalam proses
keperawatan , proses diagnostik menentukan kekuatan dan masalah klien
saat pembuatan konklusi pengkajian dan sepanjang fase diagnostik.
Perawat kemudian menggu-nakan pendekatan metodis , sistematis , yang
di dasarkan pada riset untuk meren-canakan dan memilih intervensi yang
sesuai.
Beberapa faktor menyebabkan pembuatan keputusan menjadi sulit
ketika memilih di antara intervensi perawat . Salah satu faktor adalah tidak
adanya data objektif mengenai kemungkinan konsekuensi dari intervensi
yang di lakukan. Faktor lainnya adalan intervensi perawat sering tidak
saling terpisah dari terapi medis. Sebagai contoh perawat mungkin harus
memperbanyak teknik relaksasi , masase , dan teknik imajinasi terbimbing
dengan analgesik yang di resepkan untuk penatalaksanaan nyeri .
Dengan model pemrosesan informasi , perawat menggunakan
komponen pembuatan keputusan berikut ketika menentukan intervensi
keperawatan :
1. Rangkaian dari semua tindakan keperawatan yang mungkin .
sebagai contoh , tindakan kontrol nyeri yang mencakup analgesia ,
relaksasi , dan pengubahan posisi .
2. Penyusunan semua kemungkinan konsekuensi yang berkaitan
dengan setiap tindakan keperawatan yang mungkin , seperti nyeri
reda , nyeri tak reda , dan reaksi analgesia yang merugikan .
3. Penentuan probilitas untuk setiap konsekuensi yang akan terjadi .
sebagai contoh , nyeri klien menurun dengan analgesia sebelumnya
dan perubahan posisi , oleh kerenanya tidak terjadi reksi yang
merugikan .
4. Penilaian yang didasarkan pada nilai terhadap konsekuensi tersebut
pada klien . sebagai contoh , nyeri klien akan paling mungkin
menurun dengan analgesia dan perubahan posisi .
Komponen implementasi dari proses keperawatan
mempunyai lima tahap: mengkajin ulang klien, menelaah dan
memmodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi
area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawat-an, dan
mengomukasian intervensi.
Perawat menjalankan rencana asuhan keperawatan dengan
menggunakan beberapa metoda implementasi . Untuk setiap
diagnosa keperawatan perawat mengidentifikasi intervensi yang
sesuai , yang dari setiap intervensi tersebut membutuhkan
pengetahuan teoretis spesifik dan keterampilan klinik spesifik .
Beberapa metoda implementasi sebagai berikut :
a) Konseling
b) Penyuluhan
c) Memberikan asuhan keperawatan langsung
d) Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari anggota staf lain
e) Membantu dalam aktivitas kehidupan sehari – hari.

I. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur proses klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian
tujuan. Data dikum-pulkan dengan dasar berkelanjutan untuk mengukur
perubahan dalam fungsi, da-lam kehidupan sehari-hari dan dalam
ketersediaan sumber eksternal. Evaluasi ter-jadi kapan saja perawat
berhubungan dengan klien. Penekananya adalah pada ha-sil klien.
Perawat mengevaluasi apakah perilaku mencerminkan suatu
kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau
pemeliharaan status yang se-hat. Selama evaluasi perawat memutuskan
apakah langkah proses keperawatan se-belumnya telah efektif dalam
menelaah respons klien dan membandingkannya de-ngan perilaku yang
disebutkan dalam hasil yang diharapkan.
Aspek evaluasi mencangkup pengukuran kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan.
Perawat mengevaluasi se-tiap kemajuan dan pemulihan klien.
Keperawatan memainkan perasaan penting dalam membantu organisasi
menemukan cara untuk memperbaiki kualitas asuhan klien. Penekanannya
adalah pada hasil klien, produk klien dan sistem tempat pro-fesional
berpraktik.
Tujuan adalah pernyataan ringkas tentang apa yang harus
diselesaikan ke-tika hasil yang diharapkan telah terpenuhi. Setiap
diagnosa keperawatan pada ren-cana klien mempunyai tujuan dan
mempunyai batasan waktu untuk evaluasi. Pe-rawat mengevaluasi tujuan
setelah membandingkan temuan evaluatif dengan se-mua hasil yang
diharapkan. Ketika tujuan telah terpenuhi perawat telah mengeta-hui
bahwa intervensi telah berhasil dan bahwa klien mengalami kemajuan.
Hasil yang diharapkan adalah akibat dari yang diharapkan dari
proses yang berorientasi pada tujuan. Hasil yang diharapkan adalah
pernyataan tentang perila-ku atau respon progresif tahap demi tahap yang
harus diselesaikan klien untuk mencapai tujuan perawatan yang diberikan.
Jika klien mencapai hasil yang diha-rapkan perawat dapat melanjutkan
rencana asuhan atau menghentikan intervensi karena tujuan dalam asuhan
telah terpenuhi jika evaluasi menunjukan bahwa hasil yang diharapkan
tidak terpenuhi atau hanya terpenuhi sebagian maka perawat mengkaji
kembali dan merevisi rencana asuhan.
Evaluasi dari pelayanan kesehatan adalah proses yang digunakan
untuk menentukan kualitas keperawatan dan pelayanan yang diberikan
pada klien. Setiap perawat professional diharapkan untuk mengevaluasi
keberhasilan dirinya dalam memberikan asuhan keperawatan yang efektif.
Namun demikian hasil klien yang baik adalah produk dari semua kerja
individual dan intervensi yang berhubungan langsung maupun tidak
langsung terhadap asuhan yang diterima klien. Hasil akhir asuhan yang
diberikan adalah ukuran kinerja keseluruhan tim pelayanan kesehatan
mendefinisikan perbaikan kualitas sebagai suatu pendekatan terhadap
studi dan perbaikan berkelanjutan dari proses pemberian pelayanan
kesehatan untuk memenuhi kebutuhan klien dan orang terdekat.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berpikir kritis tak hanya selesai setelah mendapatkan jalan
keluar, ada proses yang menuntun perawat , yaitu proses
keperawatan. Tahapan-tahapan da-lam proses keperawatan
merupakan tangga keberhasilan dalam melakukan asuhan
keperawatan. Apabila tahapan-tahapan tersebut dilakukan dengan
benar maka klien pun akan merasakan dampak positif dari apa
yang telah dilakukan perawat padanya.
Kolaborasi antara berpikir kritis dan proses keperawatan
merupakan hal penting untuk terus memperkuat pola pikir dan pola
sikap para perawat dalam memperbaiki atau meningkatkan kondisi
kesehatan klien. Semakin sering perawat melaksanakan kolaborasi
tersebut maka semakin berpengalaman pula sang pera-wat, maka
perawat pun akan dapat berpikir cepat untuk mendapatkan jalan
keluar terbaik bagi kliennya.

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental keperawatan. Jakarta : EGC.

Chase, S. 1994. Clinical Judgement by critical care nurse: An ethnographic study.


In R. M. Carroll-Johnson 7 Pacquette (Eds), Classification of nursing
diagnosis: Proceedingof the ninth conference, North American Nursing
Diagnosis Association (pp. 367-368). Philadelphia: J.B. Lippincott.

Lunney; M. (1992). Divergent productie thinking factors and accuracy of nursing


diagnoses. Research in Nursing and Health, 15(4), 303-312.

http://nursing-care-indonesia.com

Anda mungkin juga menyukai