Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

“ FILARIASIS ”

Disusun oleh :

KHOLIFAH ROSDIANA FITRIANI

23181002

AKADEMI KEPERAWATAN ANTARIKSA

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Penyakit
Filariasis dengan baik meskipun banayak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih
kepada Bapak Ns. Wanto Sinaga M.Kep selaku Dosen mata kuliah medikal bedah I yang telah
memberikan tugas ini kepada saya.

Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
penegtahuan kita mengenai penyakit gagal jantung ini, saya juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari anda untuk saya perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Jakarta, September 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan


oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat
menahun, dan bila tidak dapat  pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya
penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang
lain sehingga menjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada tahun
2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten
sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survei
laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate)
3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang
memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularannya tersebar luas.
Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas.

Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi.


Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553
desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang
endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survei laboratorium, melalui
pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta
orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi
untuk ketularan karena vektornya tersebar luas.

Di dunia,penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang diharapkan dapat
tereradikasi padatahun 2020. Diperkirakan kerugian ekonomi mencapai 43 trilyun
rupiah,jika tidak dilakukan Pemberian Obat Massal Pencegahan filariasis.Sampai dengan
tahun 2009 dilaporkan sebanyak 31 propinsi dan 337 kabupaten/kota endemis filariasis
dan11.914 kasus kronis. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Filariasis limfatik menimpa lebih dari 25 juta orang dengan penyakit genital dan
lebih dari 15 juta orang dengan lymphoedema. Karena prevalensi dan intensitas infeksi
yang terkait dengan kemiskinan, eliminasinya dapat berkontribusi untuk mencapai United
Nations Millennium Development Goals(UN MDG)(World Health Organization, 2013).
Untuk mengatasi penyakit ini, WHO meluncurkan Program global untuk
menghilangkan filariasis limfatik, yaitu Global Programme to Eliminate Lymphatic
Filariasis(GPELF) pada tahun 2000. Tujuan dari GPELF adalah menghilangkan filariasis
limfatik sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2020. Strategi ini didasarkan
pada dua komponen utama yaitu (1) Mengganggu transmisi melalui program tahunan
skala besar pengobatan, dikenal sebagai pemberian obat massal, dilaksanakan untuk
menutupi seluruh populasi berisiko; (2) Mengurangi penderitaan yang disebabkan oleh
filariasis limfatik melalui manajemen morbiditas dan pencegahan kecacatan(WorldHealth
Organization, 2013).
Jumlah kasus klinis filariasis terbanyak pada tahun 2009 terdapat di kabupaten
Aceh Utara (1.353) selanjutnya diikuti oleh kabupaten Manokwari (667), Mappi (652),
Sikka (619) dan Ende (244).Jumlah Kabupaten/kota yang endemis filariasis tahun 2009
adalah 356 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota (71,9%) 3dan 139 kabupaten/kota
(28,1%)yang tidak endemis filariasis.Daerah dengan mikrofilaria rate tertinggi tahun
2009 adalah kabupaten Bonebolango (40%) selanjutnya diikuti oleh kabupaten
Manokwari (38,57%) Kota Cilegon (37,50 %), Mamberamo Raya (31,46%) dan Kutai
Kertanegara (26,00%)(Wahyono, 2010).Jumlah penderita filariasis di kabupaten Bandung
tahun 2013 sebanyak 46 orang, diantaranya 10 kasus baru. Di kecamatan Margaasih
terdapat total 4 penderita filariasis, terdiri dari 1 laki-laki dan 3 perempuan.

B. TUJUAN

Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :

1. Tujuan umum.

Tujuan umum dari penulis makalah ini yaitu penulis mampu memahami konsep
penyakit filariasis dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
filariasis.
2. Tujuan khusus.

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah filariasis ini yaitu penulis
mampu menggambarkan, mengetahui, menentukan, menjelaskan dan
mendeskripsikan :

a) Memahami pengertian filariasis

b) Memahami etiologi

c) Memahami patofisiologi dan pathway

d) Memahami tanda dan gejala

e) Memahami klasifikasi

f) Memahami komplikasi

g) Memahami pemeriksaan penunjang

h) Memahami pengkajian

i) Memahami diagnose keperawatan

j) Memahami rencana asuhan keperawatan

C. MANFAAT

Manfaat penusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala sesuatu
tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis dan pengobatan serta
mengendalikan vector filariasis. Dengan demikian diharapkan perawat atau masyarakt
ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemic di
masyarakat.
BAB II
TINJAUN LITERLATUR

A. Definisi

Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu
infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe dan
kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun
(kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
(Juni Prianto L.A. dkk., 1999)

Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria
yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini
bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan
cacat menetap berupa  pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan
maupun laki-laki. (Widoyono,2009)

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial dan ditularkan
oleh beberapa jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa
pembesaran tangan, kaki, payudara dan buah zakar. Cacing filarial hidup di saluran dan
kelenjar getah bening. Infeksi cacig filarial dapat menyebabkan gejala klinis akut dan
kronik. (Depkes RI, 2005)

Dari definisi diatas, yang dapat disimpulkan bahwa Filariasis adalah penyakit parasit
yang disebabkan oleh cacing filaria. Cacing dengan bentuk seperti benang ini hidup pada
sistem limfatik (kelenjar getah bening) manusia. Penyakit ini membuat beberapa bagian
tubuh membengkak, terutama pada kaki, lengan, dan alat kelamin luar. Namun, tak
menutup kemungkinan payudara juga akan membengkak.
Filariasis termasuk penyakit kronis yang bisa memberikan efek jangka panjang. Anda
akan mengalami nyeri dan pembengkakan tubuh dalam waktu yang lama hingga
kehilangan kemampuan seksual.

B. Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria
ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Cacing filaria berasal dari kelas
Secernentea, filum Nematoda. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing
filaria yaitu :

a) Wuchereria bancrofti
b) Brugia malayi
c) Brugia timori

A B C
Cacing Wuchereria bancrofti inilah yang dapat menyebabkan penyakit kaki gajah
karena sifatnya yang dapat mengganggu peredaran getah bening. Sedangkan Brugia
malayi dan Brugia timori tidak.
Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya berukuran ±250µ, cacing betina dewasa
berukuran panjang 65 – 100mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang ±40mm. Di
ujung daerah kepala membesar, mulutnya berupa lubang sederhana tanpa bibir (Oral
stylet) seperti terlihat pada Gambar 2. Sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori,
mikrofilarianya berukuran ±280µ. Cacing jantan dewasa panjangnya 23mm dan cacing
betina dewasa panjangnya 39mm. Mikrofilaria dilindungi oleh suatu selubung transparan
yang mengelilingi tubuhnya. Aktifitas mikrofilaria lebih banyak terjadi pada malam hari
dibandingkan siang hari.
Pada malam hari mikrofilaria dapat ditemukan beredar di dalam sistem pembuluh
darah tepi. Hal ini terjadi karena mikrofilaria memiliki granula-granula flouresen yang
peka terhadap sinar matahari. Bila terdapat sinar matahari maka mikrofilaria akan
bermigrasi ke dalam kapiler-kapiler paru-paru. Ketika tidak ada sinar matahari,
mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam sistem pembuluh darah tepi. Mikrofilaria ini
muncul di peredaran darah pada waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah terjadinya infeksi
dan dapat bertahan hidup hingga 5 – 10 tahun. Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui
dua tahap, yaitu:
a. Tahap pertama, perkembangan cacing filarial dalam tubuh nyamuk sebagai
vector yang masa pertumbuhan nya kurang lebih 2 minggu.
b. Tahap kedua, perkembangan cacing filarial dalam tubuh manusia kurang lebih
7 bulan .

Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh nyamuk. Siklus hidup pada tubuh nyamuk
terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena
filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam
tubuh nyamuk. Mikrofilaria yang masuk lepaskan sarung pembungkusnya, kemudian
mikrofilaria menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot dada.
Bentuk cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu
kurang lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang
yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya, larva berganti kulit
untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini yang sering
disebut larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai
bermigrasi (pindah), mula-mula ke rongga perut kemudian pindah ke kepala dan ke alat
tusuk nyamuk.
Perkembangan filaria dalam tubuh manusia. Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh
manusia terjadi apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia.
Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut
masuk ke dalam tubuh manusia. Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh manusia,
larva keluar dari pembuluh darah kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam
pembuluh limfe, larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing
dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan stadium V. Cacing Filaria yang sudah
dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan
akan terjadi pembengkakan, misalnya pada kaki dan disebut kaki gajah (filariasis).

C. Patofisiologi dan Pathway

Pada saat nyamuk menghisap darah manusia/hewan yang mengandung mikrofilaria,


mikrofilaria akan terbawa masuk ke dalam lambung nyamuk dan melepaskan
selubungnya kemudian menembus dinding lambung nyamuk bergerak menuju otot atau
jaringan lemak di bagian dada. Mikrofilaria akan mengalami perubahan bentuk menjadi
larva stadium I (L1), bentuknya seperti sosis berukuran 125-250µm x 10-17µm dengan
ekor runcing seperti cambuk setelah 3 hari. Larva tumbuh menjadi larva stadium II (L2)
disebut larva preinfektif yang berukuran 200 300µm x 15-30µm dengan ekor tumpul atau
memendek setelah 6 hari. Pada stadium II larva menunjukkan adanya gerakan.

Kemudian larva tumbuh menjadi larva stadium III (L3) yang berukuran 1400µm x
20µm. Larva stadium L3 tampak panjang dan ramping disertai dengan gerakan yang aktif
setelah 8-10 hari pada spesies Brugia dan 10-14 hari pada spesies Wuchereria. Larva
stadium III (L3) disebut sebagai larva infektif. Apabila seseorang mendapat gigitan
nyamuk infektif maka orang tersebut berisiko tertular filariasis. N n Pada saat nyamuk
infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosisnya dan tinggal di
kulit sekitar lubang gigitan nyamuk kemudian menuju sistem limfe. Larva L3 Brugia
malayi dan Brugia timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu 3,5 bulan,
sedangkan Wuchereria bancrofti memerlukan waktu lebih 9 bulan (Depkes RI, 2005).

D. Tanda dan Gejala


Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan
gejala lanjut (kronik).
Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan
selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada
lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali
yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah
ujung kaki atau tangan.
Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah
zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap
(Depkes RI, 2005).
Gejala klinis filariasis terdiri dari gejala klinis akut dan kronis. Pada dasarnya gejala
klinis filariasis yang disebabkan oleh infeksi Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori adalah sama, tetapi gejala klinis akut tampak lebih jelas dan lebih berat
pada infeksi oleh B. malayi dan B. timori. infeksi W. bancrofti dapat menyebabkan
kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin, tetapi infeksi oleh B. malayi dan B. timori
tidak menimbulkan kelainan pada saluran kemih dan alat kelamin (Depkes RI, 2008).
1. Gejala Klinis Akut
Gejala klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang disertai
demam, sakit kepala, rasa lemah dan dapat pula terjadi abses. Abses dapat pecah
yang kemudian mengalami penyembuhan dengan menimbulkan parut, terutama di
daerah lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi B. malayi dan
B. timori dibandingkan dengan infeksi W. brancofti, demikian juga dengan
timbulnya limfangitis dan limfadenitis. Sebaliknya, pada infeksi W. brancofti
sering terjadi peradangan buah pelir, peradangan epididimis dan peradangan
funikulus spermatikus (Depkes RI, 2005).
2. Gejala Klinis Kronis
a. Limfedema
Pada infeksi W. brancofti terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh
lengan, skrotum, penis, vulva, vagina, dan payudara, sedangkan pada
infeksi Brugia, terjadi pembengkakan kaki di bawah lutut, lengan di
bawah siku dimana siku dan lutut masih normal (Depkes RI, 2008).
b. Lymph Scrotum
Lymph scrotum pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit scrotum,
kadangkadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah
pecah dan cairan limfe mengalir keluar dan membasahi pakaian.
Ditemukan juga lepuh (vesicles) besar dan kecil pada kulit, yang dapat
pecah dan membasahi pakaian, hal ini mempunyai risiko tinggi terjadinya
infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan akut berulang dan dapat
berkembang menjadi limfedema skrotum. Ukuran skrotum kadang-kadang
normal kadang-kadang membesar (Notoatmodjo, 1997).

c. Kiluria
Kiluria adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah
di ginjal (pelvis renal) oleh cacing filaria dewasa spesies W. brancofti,
sehingga cairan limfe dan darah masuk ke dalam saluran kemih. Gejala
yang timbul pada kiluria adalah air kencing seperti susu, karena air
kencing banyak mengandung lemak dan kadang-kadang disertai darah
(haematuria), sukar kencing, kelelahan tubuh, kehilangan berat badan
(Depkes RI, 2005).
d. Hidrokel
Hidrokel adalah pembengkakan kantung buah pelir karena terkumpulnya
cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada
satu atau dua kantung buah pelir, dengan gambaran klinis dan
epidemiologis sebagai berikut :
a) Ukuran skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang
sangat besar sekali, sehingga penis tertarik dan tersembunyi.
b) Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus.
c) Akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi yaitu Chyle
(Chylocele), darah (haematocele) atau nanah (pyocele). Uji
transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan hidrokel
dengan komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi. Uji
transiluminasi ini dapat dikerjakan oleh dokter Puskesmas yang
sudah dilatih.
d) Hidrokel banyak ditemukan didaerah endemis W. bancrofti dan
dapat digunakan sebagai indikator adanya infeksi W. bancrofti.

E. Klasifikasi
Klasifikasi filariasis menurut Depkes (2006) meliputi :
1. Filariasis limfatik Filariasis limfatik disebabkan oleh wuchereria bancrofti, brugia
malayi dan brugia timori. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-
jaringan dibawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini.
2. Timori diketahui jarang menyerang jenis kelamin, tetapi w.bancrofti dapat
menyerang tungkai dada serta alat kelamin.
3. Filariasis subkutan (bawah jaringan kulit)Filariasis subkutan disebabkan oleh loa-
loa (cacing mata afrika), mansonella streptocerca, onchocerca volvulus dan
dracunculusmedinensis (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang
ada dibawah lapisan kulit.
4. Filariasis rongga serosa (serous cavity) Filariasis rongga serosa disebabkan oleh
mansonella perstans dan mansolla ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua
parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat penghisap darah.

F. Komplikasi
Dapat di ketahui dari penyakit filariasis adalah sebagai berikut :
1. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
2. Elephantiasis tungkai
3. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva
vagina dan payudara
4. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pada saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di
antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
5. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh
cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran
kemih.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pasien yang terkena filariasis dapat diketahui melalui :
1. Diagnosis klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinik. Diagnosis
klinik penting dalam menetukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and
Cronic Disease Rate).
2. Diagnosis parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada
pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan
siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara
morfologis dapat ditentukan species cacing filarial.

3. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe
inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak.
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang
dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas system
limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilremia asimtomatik.

4. Diagnosis immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia denan gejala menahun, maka deteksi antibody atau antigen
dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.

H. Pengkajian
a) Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing
filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk, infeksi yang mengandung
larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam
ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.

b) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas
(perubahan tekanan darah, frekuensi jantug).

c) Sirkulasi
Tanda : Perubahan tekanan darah, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan
pengisian kapiler.

d) Integritas dan Ego


Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan dan
putus asa.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri dan marah.

e) Integumen
Tanda : Gatal, kering, lesi, bernanah, bengkak dan turgor jelek.

f) Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan.
Tanda : Turgor kulit buruk dan edema.

g) Hygiene
Gejala : Tidak dapay menyelesaikan AKS (Akademi Kesejahteraan Sosial).
Tanda : Penampilan tidak rapid an kurang perawatan diri.

h) Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba, kelemahan
otot.
Tanda : Ansietas dan refleks tidak normal.

i) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum/local, rasa terbakar dan sakit kepala.
Tanda : Bengkak dan penurunan rentang gerak.
j) Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka , penyakit defisiensi imun, demam
berulang dan berkeringan malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.

k) Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis.

l) Interaksi sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi dan kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah
bening.
2. Nyeri berghubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik.
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, deficit imun, lesi pada
kulit.

J. Rencana Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah


bening.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


perubahan suhu tubuh pasien dalam batas normal. Dengan

Kriteria hasil : - Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.


- Suhu 36,0°c – 37,5°c.

- Leukosit normal; 4.500-10.000 sel/mm.

Intervensi :

1) Berikan kompres pada daerah frontalis dan axila, pantau suhu tubuh
pasien perhatikan adanya menggigil/diafores.

Rasional : Dapat membantu mengurani demam, Suhu 38°c sampai 41,1°c


menunjukkan adanya infeksius akut.

2) Pantau suhu ruangan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk


mempertahankan suhu mendekati normal.

3) Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan mudah menyerap keringat.

Rasional : Dengan pakaian tipis dapat menyerap keringat maka akan


mengurangi penguapan dan digunakan untuk mengurangi demam.

4) Kolaborasi dengan dokter atau tim medis lainnya untuk pemberian


antipiretik.

Rasional : Antipiretik diharapkan dapat menurunkan panas dan


mengurangi infeksi.

2. Nyeri berhubungan dengan adanya peradangan pada kelenjar limfe.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


nyeri berkurang / menghilang 0. Dengan

Kriteria hasil : - Tanda-tanda vital normal, TD; 120/80 mmHg, N; 60-90x/mnt,

RR; 16-20x/mnt, S; 36,5°c - 37,5°c.

- Pasien tampak tenang.


Intervensi :

1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas dan frekuensi.

Rasional : Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga


tanda-tanda perkembangan.

2) Lakukan teknik relaksasi, mis; perubahan posisi, masase, rentang


gerak pada sendi yang sakit.

Rasional : Dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan relaksasi


serta menurunkan tegangan otot. Dapat mengurangi ansietas dan rasa
takut sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit.

3) Berikan kompres hangat atau lembab pada daerah nyeri.

Rasional : Dapat mengurangi / menurunkan rasa nyeri.

4) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan / rasa sakit yang


dirasakan.

Rasional : Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang


system syaraf simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjutan

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.

Rasional : Membantu meredakan nyeri pasien.

3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


pasien menunjukkan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealisme.
Dengan

Kriteria hasil : - Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai

tanggung jawab sendiri.

- Menyatakan gambaran diri lebih nyata.


Intervensi :

1) Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan-tanggapannya mengenai


keadaan yang dialami.

Rasional : Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya,


adanya perubahan pran dan kebutuhan, dan berguna untuk
memberikan informasi pada fase penerimaan.

2) Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negative,


penggunaan penolakan atau tidak terlalu mempermasalahkan
perubahan aktual.

Rasional : Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.

3) Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara


normal.

Rasional : Melihat pasien dalam keluarga, mengurangi perasaan tidak


berguna, tidak berdaya dan perasaan terisolasi dari lingkungan.

4) Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai


individu.

Rasional : Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai


penerimaan diri

5) Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa


dengan jujur jika pasien sudah berada pada fase menerima.

Rasional : fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan-kebutuhan


sekarang dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang.

6) Kolaborasi dengan psikoterapi sesuai dengan indikasi.

Rasional : Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan


pada perubahan gambaran diri.
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


pasien mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
sakit. Dengan

Kriteria hasil : - Kaki pasien tidak lagi mengalami pembesaran.

- Tanda-tanda vital normal, TD; 120/80 mmHg, N; 60-90x/mnt,

RR; 16-20x/mnt, S; 36,5°c - 37,5°c.

Intervensi :

1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara kondisional pada


kerusakan yang terjadi.

Rasional : Mengidentifikasi kerusakan kemungkinan kerusakan secara


fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.

2) Atur posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karna tekanan, ubah


posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara
waktu perubahan posisi tersebut.

Rasional : Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyamaran


terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada bagian tubuh.

3) Berikan atau bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak.

Rasional : Memperhatikan mobilitas dan fungsi sendi / posisi normal


ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.

4) Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai


kemampuan pasien.
Rasional : Keterlibatan pasien dalam perencanaan kegiatan adalah
sangat penting untuk meningkatkan kerjasama pasien untuk
keberhasilan dari suatu program tersebut.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, deficit imun, lesi pada
kulit.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


pasien dapat mempertahankan keutuhan kulit. Dengan

Kriteria hasil : - Lesi pada kulit dapat hilang

Intervensi :

1) Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam
sekali).

Rasional : Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang


dapat menyebabkan kerusakan aliran darah seluler.

2) Gunakan pelindung kaki, bantalan busa pada waktu berada di tempat


tidur dan pada waktu duduk di kursi.

Rasional : Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk


mengurangi panas / kelembaban.

3) Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.

Rasional : Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah-


daerah yang beresiko terinfeksi dan nekrotik.

4) Kolaborasi pada dokter spesialis kulit guna meningkatkan sirkulasi,


dan mencegah terjadinya decubitus.

Rasional : Mungkin membutuhkan perwatan professional untuk


masalah kulit yang dialami.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan
oleh cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini
bersifat menahun, dan bila tidak dapat pengobatan dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan atau
laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya
tergantung pada orang lain sehingga menjadi beban keluarga.

B. SARAN
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis
karenaa penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga
akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus
filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia
sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.

Kurniawan Liliana. Filariasis – aspek klinis, diagnosis, pengobatan dan pemberantasannya.


Jakarta: Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI

Widoyono. 2009. Penyakit Tropis Epidemiologi, penularan pencegahan dan


pemberantasannya. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai