Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA INFARK

A. Tinjauan Teori

1. Definisi

CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak

yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan

peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja

dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang

menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,

proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga

menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).

Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan

neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya

aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya

digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. Istilah yang

lebih lama dan masih sering digunakan adalah cerebrovascular accident

(CVA). (Price, 2006).

CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,

progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang

berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang

menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh

darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan

cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131).

2. Klasifikasi

CVA Infark/Stroke Non Haemorrhagi/Iskemik dapat dibagi menjadi :

a. Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas.

Merupakan gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari

berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. Penyebab

TIA adalah serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada

dinding pembuluh darah bisa lepas ,mengikuti aliran darah dan

menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju otak, sehingga untuk

sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan

terjadinya TIA. Resiko TIA meningkat pada tekanan darah tinggi,

aterosklerosis, penyakit jantung (terutama pada kelainan katub dan

irama jantung), diabetes dan polisitemia (kelebihan sel darah merah).

Gejalanya tergantung pada bagian otak mana yang kekurangan aliran

darah. Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka gejala

yang paling sering ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata

atau kelainan rasa dan kelemahan. Jika mengenai arteri yang berasal

dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda, dan

kelemahan menyeluruh.

b. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi

Defisit (RIND). Gejala dan tanda gangguan neurologis yang


berlangsung lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali

(dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu).

c. Evolutional atau Progressing Stroke. Gejala gangguan neurologis yang

progresif dalam waktu enam jam atau lebih.

d. Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke ). Gejala

gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode

waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.

3. Etiologi

Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)

a. Trombosis serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema

dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua

yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan

aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini

disebabkan karena adanya:

a) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan

elastisitas dinding pembuluh darah.

b) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan

menyebabkan viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat

melambatkan aliran darah cerebral

c) Arteritis: radang pada arteri.


b. Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah

otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal

dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri

serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:

a) Penyakit jantung reumatik

b) Infark miokardium

c) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-

gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri

d) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium

c. Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :

a) Hipertensi.

b) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:

Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi

ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),

penyakit jantung kongestif.

c) Kolesterol tinggi

d) Obesitas

e) Peningkatan hematocrit

f) Diabetes Melitus

g) Merokok
4. Manifestasi Klinis

Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996: 258-260),

yaitu:

a. Lobus Frontal

a) Deficit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat,

peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak

mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.

b) Deficit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-

otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).

c) Deficit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas

emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan

toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah,

kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.

b. Lobus Parietal

a) Dominan :

1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong

sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon

terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas

dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi

(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).

2) Defisit bahasa/komunikasi
(1) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi

pola-pola bicara yang dapat dipahami)

(2) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang

diucapkan)

(3) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap

tingkat)

(4) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang

dituliskan)

(5) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-

ide dalam tulisan).

b) Non Dominan

1) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat

dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:

(1) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal

terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)

(2) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)

(3) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan

obyak-obyak dengan tepat)

(4) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi

lingkungan melalui indra)

(5) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan

(6) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek

atau tempat

(7) Disorientasi kanan kiri


c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman

penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.

d. Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

5. Patofisiologi

Gangguan pasokan darah aliran otak dapat terjadi dimana saja di dalam

arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi seperti arteri karotis interna dan

system vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila

aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi

infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak

selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.

Alasannya adalah mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah

tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai

proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.

Patologinya dapat berupa keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti

pada atrosklerosis atau trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau

peradangan,berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya

syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atauy

embolus infeksi yang berasal dari jantubg atau pembuluh ekstrakranium, atau

rupture vascular di dalm jaringan otak atau ruang subarakhnoid.

Hampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir di otak, hal ini

disebabkan karena: Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga

emboli yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah

ke arteri karotis komunis kiri dan arteri brakhiosefalik. Jaringan otak

sangat sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang

berukuran 1 mm sudah dapat menimbulkan gangguan neurologis yang


berat, emboli dengan ukuran yang sama bila masuk ke jaringan lain dapat

tidak memberikan gejala sama sekali.

Emboli intra kranial terutama berada di hemister serebri, hal ini

disebabkan oleh karena jumlah darah yang melalui arteri karotis

(300ml/menit) jauh lebih banyak daripada yang melalui arteri vertebralis

(100ml/menit), selain itu juga disebabkan oleh karena aliran yang berkelok

kelok dari arteri subklavia untuk dapat mencapai sistem vertebralis.

Emboli mempunyai predileksi pada bifurkasio arteri terutama pada cabang

cerebri media, bagian distal arteri basilaris dan arteri cerebri posterior.

Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli ulang

pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri media

merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan arteri

cerebri media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri karotis

interna. Medula spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari

abdomen danaorta dapat menimbulkan sumbatan aliran darah ke medulla

spinalis dan menimbulkan gejala defisit neurologis. Berbeda dengan

emboli pada atherosklerosis, emboli dari jantung terdiri dari gumpalan

darah (klot) yang lepas daya ikatnya dari dinding pembuluh darah atau

jantung, emboli ini dapat pecah dan pindah ke pembuluh darah yang lebih

distal sehingga bila dilakukan pemeriksaan angiografi setelah 48 jam

emboli biasanya sudah tidak tampak.

6. Pathway

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wilson, (2006). Pemeriksaan penunjang neurovascular

diutamakan yang non infasif. Pemeriksaan yang berikut ini dianjurkan

pada pasien infark serebri bila alat tersedia dan biaya terjangkau.

a. Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung.

Pada bayak pasien ekokardiografi transtorakal sudah memadai.

Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail

terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta serta lebih sensitive untuk

mendeteksi thrombus mural atau vegetasi katup.

b. Ultrasonografi Doppler karotis dipewrlukan untuk menyingkirkan

satenosis karotis yang simtomatis serta lebih dari 70%, yang

merupakan indikasi ntuk enarterektomi karotis.

Pemeriksaan penunjang pada pasien CVA infark:

a. Laboratorium :

a) Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA

ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam

Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen

(Muttaqin, 2008: 249-252)

b) Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien

CVA infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60

mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan

mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung

darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED

tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya


artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium

(3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)

b. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,

posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan

posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan

hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar

ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).

c. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung

(kardiomegali)    dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal

jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)

d. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi

gangguan aliran  darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa

stroke (Prince,dkk ,2005:1122).

e. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke

secara  Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia

fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan   pembentukan

thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).

f. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):

mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan

memetabolisme glukosa serta luas cedera  (Prince, dkk ,2005:1122)

g. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber

kardioembolus  potensial (Prince, dkk ,2005:1123).

h. MRI : menggunakan gelombang magnetik  untuk memeriksa posisi

dan besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).


8. Penatalaksanaan

Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin,

2008:14):

a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :

a) Mempertahankan saluran nafas yang paten

b) Kontrol tekanan darah

c) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter

d) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.

b. Terapi Konservatif

a) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral

b) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi

pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi

alteroma.

c) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya

trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem

kardiovaskuler.

d) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:

1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg

2) Osmoterapi antara lain :


(1) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali

dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.

(2) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari

(3) Posisi kepala head up (15-30⁰)

(4) Menghindari mengejan pada BAB

(5) Hindari batuk

(6) Meminimalkan lingkungan yang panas

9. Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,

komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

a. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada

daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

b. Berhubungan dengan paralisis          nyeri pada daerah punggung,

dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh.

c. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.

d. Hidrocephalus

Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang

mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.


B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Terdiri dari DS (data subjektif) dan DO (data objektif). Data subjektif

merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengkajian terhadap pasien

atau keluarga pasien (apa yang dikatakan pasien atau keluarga pasien),

sedangkan data objektif adalah data yang diperoleh dari pemeriksaan.

Terdiri dari :

a. Identitas

Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan

juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga

dapat mempengaruhi.

b. Keluhan utama

Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes

mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan

anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok,

penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).

e. Riwayat penyakit keluarga

Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus,

atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.


f. Riwayat psikososial-spiritual

Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat

mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat

mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.

Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk

berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan

terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.

g. Kebutuhan

a) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada

fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,

tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas

b) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti

inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi

bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi

biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus

c) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas

karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,

mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)

d) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang

otot/nyeri otot

h. Pemeriksaan Fisik

a) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan

kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat


peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk

batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar

baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem

respirasi.

b) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau

hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur

c) Sistem neurologi

1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma.

Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien

2) Refleks Patologis

Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di

otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis

stroke yang ada apakah bleeding atau infark

3) Pemeriksaan saraf kranial

(1) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada

kelainan pada fungsi penciuman

(2) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak

sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual.

Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada

klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan

untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.


(3) Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan

paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan

kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit

(4) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat

(5) Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan

fasikulasi. Indera pengecapan normal

d) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.

e) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan

pemenuhan kebutuhan seksual.

f) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid.

g) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan,

nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin

mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat

penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V yaitu

pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf

trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan

mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan

kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X

yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka

mulut.

h) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol

volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis


atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat

immobilisasi fisik.

Skala ukuran kekuatan otot

Kekuatan Ciri-ciri

otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan

kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh


1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat

ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu

menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa


3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan

dorongan yang ringan dari pemeriksa


4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang

lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang


5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak

dengan kekuatan penuh

B. Diagnosa Keperawatan

Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien dengan CVA

Infark adalah sebagai berikut :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

b. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan neuromuskular

penurunan atau hilangnya refleks muntah

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi

nerfus hipoglosus.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis,

kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak.

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

hemiparesis/hemiplegia,penurunan mobilitas.

f. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi

otot facial/oral

g. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan

h. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengn

penurunan aliran darah ke otak (aterosklerosis, embolisme)

C.  Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keprawatan 3 x 24 jam

diharapkan pasien mengalami nyeri akut teratasi

Kriteria Hasil :

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu teknik non

farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri

c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi :

1.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.


Reason : dengan menentukan pengkajian nyeri secara komprehensif

maka dapat mengetahui perkembangan nyeri dan ada atau tidaknya

komplikasi

1.2 Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi

Reason : dengan tekhnik distraksi dan relaksasi pasien mampu

mengontrol nyeri secara non farmakologi

1.3 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Reason : Mengetahui perkembangan nyeri melalui rekasi non verbal

1.4 Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik

Reason : Menurunkan rasa nyeri dan mepercepat penyembuhan

2. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nerfus vagus

atau hilangnya muntah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keprawatan 3 x 24 jam

Diharapakan gangguan menelan teratasi

Kriteria Hasil :

a. Dapat mempertahankan makanan dalam mulut

b. Kemampuan menelan adekuat

c. Dapat mentoleransi ingesti makanan tanpa tersedak atau aspirasi

d. Menunjukan kemampuan mengosongkan rongga mulut dari makanan

Intervensi :

2.1 Pantau reflex batuk, reflex muntah, dan kemampuan menelan


Reason : untuk mengetahui reflek batuk, reflek muntah dan

kemampuan menelan pasien

2.2 Berikan makanan dalam jumlah kecil

Reason : Untuk menghindari terjadinya obstruksi jalan makanan ke

saluran pencernaan.

2.3 Tinggikan kepala 30-45 menit saat makan maupun setelah makan

Reason : untuk melancarkan makanan dalam saluran pencernaan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi

nerfus hipoglosus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam

kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

d. Tidak ada malnutrisi

e. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :
3.1 Kaji adanya alergi makanan

Reason : dengan mengkaji adanya alergi makanan untuk

menghindari masalah tambahan pada asupan nutrisi

3.2 Pantau intake dan ouput pasien

Reason : mengetahui asupan nutrisi yang masuk dan yang keluar

3.3 Monitor berat badan

Reason : untuk mengetahui jika adanya penurunan berat badan

3.4 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian asupan nutrisi

Reason : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai nutrisi yang

dianjurkan.

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan

keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak.

Tujuan : setelah dilakukan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan

pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri

Kriteria hasil :

a. Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan

b.  Menunjukkan toleransi aktivitas

c.  Mendemonstrasikan penghematan energy

Intervensi :
4.1 Kaji tingkat kemampuan klien berpindah dari tempat tidur, berdiri,

ambulasi.

Reason : Untuk mengetahui tingkat perkembangan/kemampuan

aktivitas klien.

4.2 Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL.

Reason : Untuk meningkatkan kemampuan pasien secara mandiri

dalam memenuhi kebutuhan ADL.

4.3 Bantu pasien untuk menggunakan walker saat berjalan.

Reason : Untuk mencegah terjadinya komplikasi

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/hemiplegia,

penurunan mobilitas

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam

diharapkan kerusakan integritas kulit teratasi

Kriteria hasil :

a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,elastisitas,

temperature, hidrasi, pigmentasi)

b. Tidak ada luka/lesi pada kulit

c. Perfusi jaringan baik

d. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah

terjadinya cedera berulang

e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan

perawatan alami
Intervensi :

5.1 Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar

Reason : jika menggunakan pakaian yang ketat, maka dapat merusak

kembali integritas kulit dan jaringan

5.2 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

Reason : agar kulit terhindar dari infeksi bakteri dan jamur

5.3 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

Reason : mencegah terjadinya nekrosis jaringan

5.4 Monitor kulit akan adanya kemerahan

Reason : mengetahui adanya tanda-tanda infeksi

5.5 Hindari kerutan pada tempat tidur

Reason : Untuk menghindari terjadinya nekrosis luka

6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot

facial/oral

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keprawatan 3 x 24 jam

diharapkan hambatan komunikasi verbal teratasi

Kriteria hasil :
a. Lisan, tulisan dan non verbal meningkat

b. Komunikasi ekspresif (kesulitan mendengar) : penerimaan komunikasi

dan intpretasi pesan verbal/non verbal

c. Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan sosial

Intervensi :

6.1 Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk

mengulangi permintaan

Reason : untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam

berkomunikasi

6.2 Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan

informasi (bahasa isyarat)

Reason : Untuk memudahkan pasien berkomunikasi

6.3 Kolaborasi : konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara

Reason : untuk meningkatkan kemampuan komunikasi verbal pasien

7. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapakan pasien

tidak mengalami resiko jatuh

Kriteria hasil :

a. Gerakan terkoordinasi kemampuan otot untuk bekerja sama secara

volunter untuk melakukan gerakan

b. Perilaku pencegahan jatuh : tindakan individu atau pemberi asuhan

untuk meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh

dilingkungan individu
c. Tidak ada kejadian jatuh

Intervensi :

7.1 Pasang pengaman pada tempat tidur

Reason : agar pasien tidak mengalami jatuh

7.2 Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko

jatuh

7.3 Reason : untuk menghindari resiko jatuh akibat dari perilaku pasien

7.4 Ajarkan keluarga tentang faktor resiko yang berkonstribusi terhadap

jatuh dan bagaimana mereka dapat menurunkan resiko tersebut.

Reason : dengan peningkatan kognitif, mampu menghindari

terjadinya resiko jatuhh.

8. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengn

penurunan aliran darah ke otak (aterosklerosis, embolisme)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam

diharapkan tidak terjadi ketidakefktifan perfusi jaringan

otak

Kriteria hasil :

a. Tekanan systole dan dyastole dalam rentang yang diharapkan

b. Tidak ada ortostatik hipertensi


c. Menunjukan fungsi sensori motori cranial yang utuh, tingkat kesadaran

membaik, tidak ada gerakan involuter

d. Menunjukan perhatian, konsentrasi dan orientasi

Intervensi :

8.1 Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung

Reason : mencegah terjadinya resiko penurunan jaringan otak

8.2 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul.

Reason : untuk mengetahui adanya tanda ketidakefektifan perfusi

jaringan

8.3 Monitor adanya trombopeblitis

Reason : untuk mengetahui adanya penyumbatan sirkulasi darah

Anda mungkin juga menyukai