Anda di halaman 1dari 15

GUGATAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Peratun

Oleh :

Gymnastiar Ahmad Fauzan

NPM : 18.4301.154

Mata Kuliah : Hukum Acara Peratun

Kelas :C

Dosen :

R. Wawan Darmawan, S.H., M.H.

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG

2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................3
B. Identifikasi Masalah................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.................................................................................................................5
A. Gugatan...................................................................................................................5
B. Bagian-bagian Penting Gugatan..............................................................................8
C. Subjek Gugatan.....................................................................................................10
BAB III.................................................................................................................................14
SIMPULAN......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) bukan negara yang
mengedepankan kekuasaan (machstaat). Artinya segala sesuatu yang dilakukan
di Indonesia wajib didasarkan atas hukum yang berlaku. Selain itu, makna negara
hukum adalah jaminan bahwa warga negara Indonesia akan mendapatkan
perlindungan hukum, terutama ketika warga negara dirugikan atau diserang hak-
hak hukumnya. Termasuk ketika Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
melakukannya. Untuk itulah pemerintah menyediakan penyaluran ketika warga
negara ingin mencari keadilan atas tindakan yang tidak sesuai yang dilakukan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mempunyai akibat ruginya
hak-hak hukum warga negara melalui beracara di Peradilan Tata Usaha Negara.
Tahap pertama dalam beracara di seluruh lembaga Pengadilan termasuk
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah mendaftarkan gugatan secara tertulis
melalui Kepaniteraan Pengadilan. Hal tersebut merupakan suatu keharusan yang
dilakukan karena telah diatur di dalam Undang-Undang, selain itu karena dengan
surat gugatanlah Hakim akan dengan mudah memeriksa perkara. Untuk
menyusun suatu surat gugatan (gugatan tertulis) tersebut haruslah dibutuhkan
pengetahuan dan tekhnik-tekhnik tertentu yang diperoleh dari sumber hukum
acara Peradilan Tata Usaha Negara. karena dengan kesalahan dalam surat
gugatan dapat berimplikasi yang fatal terhadap gugatan yang diajukan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah


dirubah oleh UU No. 9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU
PTUN), Peradilan Tata Usaha Negara diadakan untuk menghadapi
kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa
antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat. UU
PTUN memberikan 2 macam cara penyelesaian sengketa TUN yakni upaya
administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi

3
pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN).

B. Identifikasi Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Gugatan dan apakah yang dimaksud dengan
surat gugatan ?
2. Apa saja bagian-bagian penting dalam surat gugatan dan apakah yg
dimaksud dengan kepala gugatan ?
3. Siapakah subyek sengketa Tata Usaha Negara ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gugatan
Pengertian gugatan terdapat dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 jo. Pasal 1 Angka 11 UU No. 51 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara. “Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan
atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
putusan”. Unsur-unsur dari gugatan adalah sebagai berikut :
1) Permohonan
2) Berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk
menyatakan batal atau tidak sah suatu KTUN ataupun menuntut untuk
diterbitkan suatu KTUN.
3) Diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara melalui Kepaniteraan perkara
4)   Tujuan diajukannya gugatan untuk mendapatkan putusan.
Pengaturan terkait gugatan, terdapat ketentuan pula bahwa gugatan yang
diajukan kepada Pengadilan haruslah secara tertulis. Hal tersebut sesuai dengan
isi Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Pasal 53 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 disebutkan bahwa Seseorang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan
Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang
berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi. Dari pasal itulah kemudian dikenal Surat
Gugatan.
1. Alasan Mengajukan Gugatan
Berdasarkan Pasal 53 ayat (2) UU No. 9/2004 menentukan beberapa alasan
menggugat suatu keputusan tata usaha negara ke Pengadilan Tata Usaha
Negara, yaitu:

5
a) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-
asas umum pemerintahan yang baik.
Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan:
 bersifat prosedural/formal;
 bersifat material/substansial;
 dikeluarkan oleh badan/pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang.
Asas-asas umum pemerintahan yang baik seperti; kepastian hukum, tertib
penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas,
akunta-bilitas.
2. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan.
Berdasarkan Pasal 55 UUPT, ditentukan gugatan dapat diajukan hanya dalam
tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya
atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara.
Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, tenggang waktu 90 (sembilan puluh)
hari untuk mengajukan gugatan dihitung secara bervariasi:
a) Bagi pihak yang namanya tersebut dalam keputusan tata usaha negara
yang digugat, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dihitung
sejak hari diterimanya keputusan tata usaha yang digugat.
b) Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut
ketentuan:

1) Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari


dihitung setelah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam
peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya
permohonan yang bersangkutan.

6
2) Pasal 3 ayat (3), maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari
dihitung setelah lewatnya batas waktu 4 (empat) bulan yang dihitung
sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
c) Dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan itu
harus diumumkan, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari
dihitung sejak hari pengumuman tersebut.1
3. Syarat-syarat Gugatan
Dalam Pasal 56 UUPTUN disebutkan bahwa syarat-syarat gugatan adalah:

a) Gugatan harus memuat:


1) nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat,
atau kuasanya;

2) nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat;


3) dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh
Pengadilan.

b) Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat,


maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.

c) Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara.


yang disengketakan oleh penggugat.
Dengan kata sedapat mungkin tersebut, bererti ditampung semua
kemungkinan termasuk apabila tidak ada keputusan yang dikeluarkan
menurut ketentuan Pasal 3. Bila diperhatikan Pasal 56 ayat (1) di atas, maka
syarat-syarat gugatan harus memuat; identitas para pihak, fundamentum
petendi/posita, dan petitum.
4. Tuntutan

1
Indroharto, Usaha Memahami Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1996, hlm. 61.

7
Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) UUPTUN, maka tuntutan dalam
gugatan (petitum) yang dapat diajukan oleh penggugat ke pengadilan tata
usaha negara adalah sebagai berikut: Seseorang atau badan hukum perdata
yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang
berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi. Ketentuan Pasal 53 ayat (1) di atas,
harus dikaitkan dengan Pasal 3 dan Pasal 117 ayat (2) UUPTUN. Dari situ
akan diperoleh perihal tuntutan apa saja yang dapat diajukan dalam gugatan:

a) Tuntutan agar keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh badan
atau pejabat tata usaha negara itu dinyatakan batal atau tidak sah; atau

b) Tuntutan agar badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat untuk
mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang dimohonkan penggugat;

c) Tuntutan ganti rugi; dan/atau


d) Tuntutan rehabilitasi dengan atau tanpa kompensasi. 2

5. Permohonan Beracara dengan Cuma-Cuma (Prodeo)


Pada dasarnya setiap mengajukan gugatan di pengadilan, harus terlebih
dahulu membayar uang muka biaya perkara, tetapi dalam hal-hal tertentu
dapat berperkara dengan cuma-cuma, hal ini diatur dalam Pasal 60, 61
UUPTUN.
Berdasarkan pasal 60, 61 UU PTUN tersebut dinyatakan bahwa menurut
undang-undang ini seseorang dianggap tidak mampu apabila penghasilannya
sangat kecil, sehingga ia tidak mampu membayar biaya perkara dan biaya
pembelaan perkara di pengadilan. Ketidak mampuan ini ditentukan oleh
ketua pengadilan berdasarkan penilaian yang objektif.

2
Zairin Harahap, Op.Cit., hlm. 99-100.

8
B. Bagian-bagian Penting Gugatan
Bagian-bagian dari surat gugatan hal yang penting mengingat masing-
masing bagian memiliki fungsi yang berbeda-beda dan mempunyai celah untuk
disangkal (dieksepsi) oleh pihak Tergugat apabila tidak jeli dalam
merumuskannya.
Bagian-bagian surat gugatan sebenarnya telah disinggung di dalam Pasal
56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang berbunyi “Gugatan harus
memuat : 
1. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat, atau
kuasanya; 
2. Nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat; 
3. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan.”
Dari ketentuan Pasal tersebut dapat kita simpulkan bahwa yang merupakan
bagian-bagian dari surat kuasa adalah Identitas para pihak, dasar gugatan dan
petitum. Hal itulah yang dapat ditangkap dari redaksi Pasal 56 tersebut. Tetapi
dalam referensi lain juga dikatakan bahwa sebelum memasuki identitas para
pihak, surat gugatan juga sebaiknya dilengkapi dengan kepala gugatan. kepala
gugatan mempunyai peran yang cukup penting dalam surat gugatan karena di
dalam kepala gugatan memuat diataranya adalah tempat dan tanggal pengajuan
gugatan, perihal, dan alamat gugatan. tampat dan tanggal gugatan mempunyai
fungsi yang sangat vital, tempat pengajuan gugatan merupakan hal yang sangat
penting menyangkut daerah hukum Pengadilan tempat Perkara diajukan.3
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986. Apabila tempat pengajuan salah maka dapat mempunyai resikonya adalah
dapat dieksepsi oleh pihak Tergugat. Hal tersebut diatur dalam Pasal 77 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Sedangkan pentingnya tanggal pengajuan
gugatan berkaitan erat dengan masa waktu pengajuan gugatan. mengenai
tenggang waktu pengajuan gugatan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 55
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang berbunyi “Gugatan dapat diajukan
3
Abdullah, Rozali. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada. 2002.

9
hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat
diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara”. Sehingga tanggal pada gugatan dapat dilihat apakah gugatan yang
diajukan telah lewat dari masa pengajuan gugatan atau belum.
Apabila ternyata tanggal pengajuan gugatan telah melewati masa
pengajuan gugatan yang ditentukan oleh Undang-Undang, maka hal tersebut
mempunyai resiko kemungkinan tidak diterimanya gugatan atau gugatan
dinyatakan tidak berdasar oleh Majelis Hakim berdasarkan Pasal 62 ayat (1)
point  E yang menyatakan “Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan
berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan
pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak
diterima atau tidak berdasar, dalam hal : 
a) pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang
Pengadilan;
b) syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi
oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperringatkan; 
c) gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak; 
d) apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat;
e) gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.”
Perihal gugatan penting untuk mengetahui apa yang disengketakan dan
diajukan untuk diperiksa oleh Penggugat. Di dalam kepala surat gugatan, alamat
kantor PTUN atau PTTUN juga harus ditulis secara lengkap termasuk kode
posnya walaupun mungkin kotanya berbeda.

C. Subjek Gugatan
1. Pihak Penggugat
Ketentuan mengenai para pihak dalam Peradilan Tata Usaha Negara diatur di
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004. Di dalam pasal 53 Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa

10
“Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.” yang
dapat bertindak sebagai penggugat dalam Peradilan Tata Usaha Negara yaitu:
 Orang yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata
Usaha Negara;
 Badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara.
Berapa banyak orang ataupun badan hukum perdata tidak dipermasalahkan
untuk maju sebagai penggugat dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara, selain itu  juga apakah orang atau badan hukum perdata yang dituju
ataupun tidak dituju oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang diselenggarakan
juga dapat menjadi penggugat, asalkan kesemuanya mempunyai unsur yang
sama, yaitu merasa dirugikan kepentingannya oleh Keputusan Tata Usaha
Negara.
a) Menunjuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum.
 Kepentingan dalam hubungannya dengan Keputusan Tata Usaha
Negara yang bersangkutan. Artinya, penggugat harus dapat
menunjukkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugatnya
itu merugikan dirinya sendiri secara langsung.
b) Kepentingan proses, artinya apa yang hendak dicapai dengan melakukan
suatu proses gugatan yang bersangkutan. Maksudnya adalah, bahwa
tujuan yang hendak dicapai dengan berproses adalah terlepas dari
kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum. Jadi, berproses yang
tidak ada tujuan apa-apa harus dihindarkan, tidak diperbolehkan.
Demikian pendapat Indroharto tentang apa yang dimaksud dengan

11
“kepentingan” dalam Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.4

2. Pihak Tergugat
Tergugat dalam sengketa Peradilan Tata Usaha Negara terdapat dalam Pasal 1
angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor
51 Tahun 2009. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Yang dimaksudkan “wewenang” dalam Pasal tersebut adalah wewenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, jadi wewenang
dalam pengertian hukum publik.
Kriteria Badan atau Pejabat dapat dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, telah dijelaskan dalam Bab 3 tentang Keputusan Tata
Usaha Negara. Dari ketentuan Pasal 1 angka 6 tersebut dapat diketahui bahwa
sebagai Tergugat dibedakan sebagai berikut :
c) Badan Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha
Negara berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
d) Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha
Negara berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
3. Pihak Intervensi
Dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, intervensi diatur dalam
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang menentukan :

4
  Harahap, Zairin. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: -PT RajaGrafindo Persada.
1997.

12
a) Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan
dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik
atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan maupun atas
prakarsa Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara dan
bertindak sebagai :
 Pihak yang membela haknya, atau
 Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersangkutan.
b) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan atau
ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita
acara sidang.
c) Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus
bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam
pokok sengketa.
Dalam masalah tenggang waktu yang harus diperhatikan apabila pihak-pihak
diluar Penggugat dan Tergugat yang merasa dirugikan kepentingannya ingin
masuk dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung
selaku Pemegang Kekuasaan Tertinggi dalam Kekuasaan Kehakiman
memberikan petunjuk kepada Kepala Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, bahwa gugatan intervensi dapat
diajukan paling lambat sebelum pemeriksaan saksi-saksi, hal mana untuk
menghindari pemeriksaan persiapan yang harus diulang lagi.

13
BAB III
SIMPULAN

Dalam Peradilan Tata Usaha Negara ketika orang atau Badan Hukum Perdata
yang merasa dirugikan haknya oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara dengan cara tertulis
maupun lisan yang akan dituangkan di dalam surat gugatan. Gugatan pada umumnya
memuat beberapa bagian penting diantaranya adalah kepala surat, identitas para
pihak, dan obyek sengketa yang dijelaskan secara rinci dan jelas. Bahwa para pihak
yang bersengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara dapat ditempatkan sebagai
Penggugat, Tergugat, dan Intervensi. Dalam surat gugatan para pihak yang
bersengketa diwajibkan untuk menyebutkan identitas meliputi : Penggugat harus
disebutkan Nama Penggugat, Kewarganegaraan Penggugat, Tempat Tinggal
Penggugat, dan Pekerjaan Penggugat atau kuasanya, dan Tergugat harus disebutkan 
Nama Tergugat , Jabatan Tergugat dan Tempat Kedudukan Tergugat. Hal tersebut
telah ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Pasal 56 ayat (1).
Dalam sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut pastilah terdapat
obyek sengketa yang melatarbelakangi terjadinya sengketa. Obyek sengketa dalam
Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang
mana diatur dalam Pasal 1 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. dan Obyek Fiktif Negatif ( yang dianggap
sama dengan KTUN) yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986.

14
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Zairin Harahap. 2001. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. PT

RajaGrafindo Persada : Jakarta

Indroharto, Usaha Memahami Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Cetakan
Keenam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.

Abdullah, Rozali. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:PT


RajaGrafindo Persada. 2002.

Wiyono, R. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika.
2014

15

Anda mungkin juga menyukai