Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN AKHIR

Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

BAB - 4
STANDAR/KRITERIA
PERENCANAAN

4.1 KRITERIA PERENCANAAN

4.1.1 Unit air Baku

4.1.1.1 Bangunan Intake

Intake atau bangunan penangkap air adalah bangunan penyadap air atau alat yang berfungsi
untuk mengambil air dari sumbernya. Pada dasarnya intake dilengkapi dengan kisi-kisi atau
saringan dimana air baku masih dapat melewatinya. Fungsi dari bangunan penangkap air
adalah untuk menampung air sementara sebelum dialirkan melalui pipa transmisi. Hal ini
untuk menjamin kuantitas air bersih sesuai dengan kebutuhan kota.

Dalam pererencanaan bangunan penangkap air perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Topografi sumber

 Debit yang akan diambil

 Faktor teknis dan ekonomis

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-1


LAPORAN
AKHIR

Dalam penentuan lokasi intake ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar intake
dapat berfungsi dengan baik, yaitu:

 Tersedia air baku yang memenuhi syarat kualitas air baku.

 Tidak terancam arus deras.

 Kuantitas mencukupi (sampai akhir batas perencanaaan).

 Mudah diambil dan dicapai.

 Lokasi intake sebaiknya di bagian hulu (sebelum tercemar oleh kegiatan masyarakat).

Adapun syarat-syarat dari intake adalah sebagai berikut:

 Keandalan (memenuhi: kualitas dan kuantitas)

 Keamanan (tidak ada faktor kontaminasi, tidak rusak)

 Operasi yang murah

 Biaya operasi yang murah

Selain persyaratan diatas, intake itu juga harus ditempatkan pada suatu lokasi yang tepat,
yaitu sungai, danau dan sumber air permukaan lainnya. Sedangkan syarat- syarat dari
penentuan lokasi intake antara lain:

 Mudah dijangkau

 Dapat diandalkan

 Dapat memberikan suplai air dalam jumlah yang spesifik

 Perlu dilakukan studi, untuk menentukan lokasi intake

Hak guna air

Kualitas sumber air

Kondisi alam (Geografis dan geologis)

Fluktuasi aliran air

Ketinggian muka air (untuk menentukan titik sadap air)

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-2


 Peraturan dan hukum yang berlaku dari instalasi yang berwenang

 Kondisi ekonomi

Seperti yang kita ketahui bahwa bangunan intake satu sama lain mempunyai bentuk yang
berbeda sesuai dengan sumber airnya misalkan broncapterig kata lain dari intake untuk
mata air, intake tipe jembatan atau ponton untuk sungai, dam atau waduk kata lain dari
intake untuk sungai yang dibendung dan masih banyak lagi yang lainnya, namun semuanya
mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk menangkap air baku dengan kapasitas yang
memadai sebelum dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air.

Dasar perencanaan bangunan penangkap air:

 Intake dibangun tegak lurus terhadap aliran untuk menghindari masuknya pasir ke
dalam bangunan

 Dibangun sedemikian rupa sehingga dalam kondisi yang terburuk masih dapat
dipergunakan

 Dibangun dengan mempertimbangkan kemungkinan peningkatan kapasitas air dimasa


yang akan datang

 Konstruksi beton yang terletak dibagian luar harus kedap air

Sekarang ini telah banyak jenis-jenis intake atau bangunan pengambilan air ini, intake
sungai antara lain adalah tower, crib, shome dan pipe/condult.

A. Intake Tower

Lokasi. Lokasi diusahakan sedekat mungkin dengan tepian air minum yang ditempatkan
dengan kedalaman air minum 10 ft (3 m), kecuali intake yang berukuran kecil.

Bentuk dan Ukuran. Bagian puncak tower minimum harus dapat mencapai ketinggian
5 ft (1,5 m) diatas permukaan air tertinggi. Jembatan penghubung juga harus memiliki
ketinggian yang sama. Diameter tower harus cukup besar untuk meletakkan dan
memperbaiki pintu intake juga pompa.

Struktur. Material yang digunakan untuk membangun tower harus kuat dan tahan lama,
seperti rainforced concrete dan harus dibangun diatas pondasi yang kokoh sehingga
dapat bertahan walaupun terjadi bencana banjir.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-3


Intake Ports. Pintu intake port haruslah tersedia untuk beberapa kedalaman air.
Pintu terendah terletak 2 ft dari dasar. Interval vertikal dari pintu-pintu berikutnya
antara 10 – 15 ft (3 – 4,5 m). Kecepatan aliran yang melewati pintu pada ketinggian
yang sama tidak lebih dari 1 fps (0,3 m/s). Didaerah-daerah yang sering terjadi
pembekuan air, kecepatan aliran air yang dianjurkan dibawah 0,5 fps (0,15 m/s).

B. Shore Intake

Lokasi. Shore intake harus ditempatkan dengan ketinggian air minimal 6 ft atau
1,8m.

Tipe. Shore intake tipikal. Tipe Sumur siphon, tersuspensi, terapung, tergantung
situasi daerahnya.

Intake Bay. Intake bay harus dapat dilewati aliran dengan kecepatan maksimal 15fps
(0,45m/s). Jika terdapat sampah ataupun es dalam jumlah yang besar, kecepatan harus
diturunkan sampai dibawah 1 fps (0,3 m/s).

C. Intake Crib

Lokasi. Lebih dari 10 ft (3 m) dari permukaan dan terletak dilokasi dimana intake crib
tidak akan terbenam oleh sedimen yang terbentuk, terbawa aliran sungai.

Struktur. Terletak pada area dimana ketinggian air lebih dari 10 ft, puncak intake harus
berada 3 ft (1 m) dari dasar. Jika ketinggian air kurang dari 10 ft, crib harus diletakkan
dibawah dasar sungai sejauh 1–3 ft (0,3–1 m). Semua sisi harus dilindungi dengan
tembok batu ataupun lempengan beton. Kecepatan maksimal aliran yang lewat adalah
0,25–0,5 fps (0,08–0,15 menit per detik).

D. Intake Pipe/Condult

Ukuran. Dalam upaya mencegah akumulasi sedimen, dengan ukuran pipa/condult


haruslah memadai agar dapat dilewati air dengan kecepatan maksimum aliran 3– 4 ft
(0,09–1,2 m/s).

Perlindungan. Jika pipa harus menyebrangi sungai ataupun danau untuk menuju shaft,
puncak harus dilindungi. Kadang-kadang pecahan batu harus diletakkan diatas selokan
penghubung sebagai pelindung.

Kemiringan. Untuk menghindari terjebaknya udara dalam saluran pipa, maka harus
diletakkan dalam kondisi miring.
Infiltration Gallery. Arah memiliki sudut yang tepat terhadap sungai ataupun
paralel dengan arah aliran yang tergantung pola underflow, tingkat kesulitan,
bahaya pembangunan gallery.

Kedalaman. Kedalaman yang umum adalah 5 ft (4,5 m) dibawah dasar sungai ataupun
danau. Namun demikian kedalaman yang sebenarnya haruslah ditentukan berdasarkan
study hidrologi

Kriteria Perencanaan:

 KemiringanBar ( 40 – 60 ).

 Diameter Bar ( 0.5 – 1 ) inch.

 Kecepatan aliran ( 0.3 – 0.6 ) m/det.

 Lebar saluran 1.5 m.

Perhitungan:

 Luas Permukaan Saringan (As)

As = Debit (Q) / Kecepatan (V)

 Lebar total bukaan saringan (Ws)

Ws = As.Sin / Diameter Bars

 Jumlah batang (n)

n = (Lebar Saluran – Ws) / Diameter Batang

 Jarak antar batang (b)

B = Ws / (n-1)

4.1.1.2 Perlengkapan Bangunan Intake

Bangunan intake mempunyai perlengkapan sebagai berikut:

 Screen
Screen adalah penyaring atau penahan yang terbuat dari batang-batang besi
tegak. Pada screen, partikel-partikel mengambang, sampah dan benda-benda terapung
lainnya yang mungkin ada ditempat-tempat penyadapan terutama di bangunan sadap
sungai (intake) dapat disisihkan. Cara penyisihannya yaitu dengan melewatkan air pada
screen sehingga partikel-partikel yang tidak diinginkan dapat tertahan di screen tersebut.
Screen berada pada struktur intake, reservoir dan sungai.

Screen mempunyai bukaan/opening yang umumnya berukuran seragam, materinya


berupa bar (batang), wire (kawat), grating,perfored plate; berbentuk lingkaran ataupun
segiempat. Screen dari paralel bars atau rods disebut: rack yang fungsinya untuk
melindungi pompa-pompa, valve, pipa dan instalasi lainnya. Istilah screen dikhususkan
untuk perforated plate dan wire chlot.

 Wash Out

Berfungsi untuk pengurasan/ drainase berkaitan dengan proses pengendapan di daerah


mulut intake.

 Over Flow

Over Flow berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air sehingga tinggi muka air akan
konstan.

 Alat Ukur Debit

Alat ukur debit berfingsi untuk mengetahui jumlah air yang mengalir dalam pipa
transmisi.

 Mistar Ukur

Mistar ukur digunakan untuk mengetahui kedalaman/ ketinggian dari dasar intake.

4.1.1.3 Screen

Screen adalah penyaring atau penahan yang terbuat dari batang-batang besi atau baja tegak.
Pada screen, partikel-partikel mengambang, sampah dan benda-benda terapung lainnya yang
mungkin saja berada di tempat-tempat penyadapan terutama di bangunan sadap sungai
(intake) dapat disisihkan. Cara penyisihannya yaitu dengan melewatkan air pada screen
sehingga partikel-partikel yang tidak diinginkan dapat
tertahankan discreen tersebut. Screen berada pada struktur intake, reservoir dan
disungai.

Kriteria perencanaan:

 Bar Screen

Bars screen (racks) harus disediakan pada setiap pintu, diletakkan pada bagian yang
terbuat dari baja dan diletakkan 2 – 3 Inchi antara satu sama lainnya. Pada kondisi
normal kecepatan aliran yang melewati bukaan bar screen tidak boleh melewati 2 fps
(0,6 m/s). Pada kasus-kasus khusus kecepatan aliran dibatasi dibawah 0,5 fps untuk
mencegah ikan-ikan kecil terhisap.

 Fine Screen

Perlu dipasang untuk menyisihkan benda-benda terapung dan melindungi ikan. Pada
bagian besar khusus, jarak bukaan saringan berkisar antara 3 – 16 dan 3 – 8 inci ( 5 - 9,5
mm) dan kecepatan aliran maksimum yang melewati saringan adalah
2 ft. Penggunaan pembersih hidrolik otomatis sangat direkomendasikan. Jika intake
terletak didaerah yang sangat dingin maka intake tower dan saringan harus dilindungi
dari es.

 Metoda pembersih: hand cleaned (manual) dan mechanically cleaned (otomatis).

 Rack 1 inchi (25 mm)

 Screen ¼ inchi (6 mm)

 Bar dipasang vertikal atau inclined/miring dengan  = 30 – 80o terhadap


horizontal.

 Head loss pada rack: berbentuk bar dan velocity head.

 Kemiringan bar (40 – 60)o.

 Diameter bar (0,5 – 1) inchi.

 Kecepatan aliran (0,3 – 0,6 m/det).

 Lebar saluran 1,5 m.


Perhitungan:

 Luas permukaan saringan, As = Q/V.

 Lebar total bukaan saringan, Ws = As sin/diameter bar.

 Jumlah batang, n = {lebar bukaan – Ws} / diameter batang

 Jarak antar batang, b = Ws / [n-1]

HL = (v/b)4/3 . hv . sin 

Dimana:

HL = head loss / kehilangan tekanan (m), untuk bar yang bersih akan
bertambah dengan meningkatnya clogging.

 = faktor bentuk bar

(lingkaran) = 1,79

(segiempat tajam) = 2,42

v = lebar rack (m)

b = jarak antar bar (m)

hv = velocity head (m)

 = sudut antar bar dengan bidang horizontal

HL = ½ g (Q/CA)2 .............(untuk Orifice pada fine screen)

Dimana:

C = koefisien discharge 0,60 (typikal) Q

= kapasitas (m2/det)

A = luas lubang screen basah (m2) g

= gravitasi (m/det2)
4.1.2 Unit Transmisi

Sistem transmisi merupakan salah satu bagian dari Unit Produksi air minum yang berguna
untuk menghantarkan air baku ke Instalasi Pengolahan Air. Dalam perencanaan sistem
transmisi ini digunakan satu jalur pipa. Kedalaman dari penempatan pipa transmisi adalah
0.8 m – 1.5 m dari muka tanah, hal ini perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan
sistem dari berbagai gangguan. Kecepatan aliran air di dalam pipa adalah 0.6 m/detik –
3 m/detik. Untuk menentukan dari sistem transmisi, maka perlu diperhatikan dengan baik
jalur pipa transmisi air baku guna menciptakan energi yang baik, ekonomis, mudah dirawat.

Pada kondisi kemiringan tanah cukup besar sehingga untuk dapat menghantarkan air dalam
jumlah yang cukup maka pipa transmisi dilengkapi dengan perlengkapan pembantu seperti
valve, bak pelepas tekan, blow off dan sebagainya.

Perletakan pipa transmisi sebaiknya ditempatkan pada daerah yang telah mempunyai jalur
untuk mempermudah pengangkutan, pemasangan, pemgawasan dan perawatan. Penentuan
diameter dilakukan dengan memperhitungkan jumlah air yang akan dialirkan, perbedaan
tinggi yang tersedia, kapasitas dari perlengkapan pipa maupun suku cadangnya dan
kehilangan tekanan maksimum yang mungkin terjadi.

Dalam pembuatan pipa transmisi ini ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah
faktor-faktor berikut ini:

 Dari segi tinjauan hidrolis

Cara pengaliran diusahakan secara gravitasi dengan menggunakan tekanan yang tersedia
semaksimal mungkin dan diakhir transmisi disarankan terdapat sisa tekan yang dapat
mengalirkan air ke Unit IPA atau ke reservoir distribusi sehingga proses dapat berjalan
dengan sistem gravitasi secara keseluruhan. Pada akhir transmisi diharapkan terdapat
sisa tekan minimal 10 mka.

Gambar 4-1 Contoh Profil Hidrolis


 Dari segi ekonomis

Jalur transmisi diusahakan pendek dan penggunaan diameter yang paling sesuai serta
menghindari penggunaan perlengkapan yang terlalu banyak dan perlu memperhatikan
pula umur dari pipa agar dapat diperhitungkan berapa besar biaya yang diperlukan untuk
memelihara sistem dan adanya kemungkinan pengadaan jalur yang baru.

 Dari segi teknis dan operasional

Menghindari penggalian dan penimbunan tanah yang terlalu banyak. Penempatan pipa
dipilih daerah yang mudah pengerjaanya dan mudah untuk melakukan pengawasannya.

Perhitungan Pipa Transmisi

Dimensi pipa transmisi dapat ditentukan menggunakan rumus Hazen William sebagai
berikut:

Dimana:
D = Diameter pipa (m)
Q = Debit aliran (m3/det)
C = Koefisien kekerasan
S = Sloop (m/m)

Koefisien kekasaran pipa, bergantung pada jenis dan kondisinya. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4-1 Nilai koefisien Kekasaran Pipa Untuk Pipa Baru

No Material Hazen Wiliams C


1 Cast Iron 130 – 140
2 Concrete or Concrete Line 140
3 Galvanized Iron 120
4 Plastic dan PVC 140 – 150
5 Steel dengan Cemen Lining 140 – 150
6 Vitrified Clay 110

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 10
Jenis pipa yang akan digunakan dalam pekerjaan ini adalah pipa baja dengan
spesifikasi steel water pipe, AWWA C 208 dengan diameter 300 mm.

4.1.3 Unit Produksi

Salah satu bagian dari Unit Produksi adalah Instalasi Pengolahan Air (IPA). Jenis IPA ada
berbagai macam, pemilihannya biasanya sesuai dengan kondisi kualitas air baku yang akan
digunakan. Berikut ini akan diuraikan jenis-jenis IPA yang umum digunakan di Indonesia,
yaitu yang sesuai dengan kebutuhan kondisi kualitas air yang umum dijumpai.

4.1.3.1 Koagulasi dan Flokulasi

Flokulasi dan koagulasi merupakan tempat dimana proses penambahan zat kimia
pembentuk flok atau koagulan kedalam air baku, sehingga bercampur dengan koloid yang
tidak dapat mengendap serta suspensi yang sulit untuk mengendap sehingga terbentuk
flok-flok yang cepat mengendap. Pada koagulasi, terjadi penambahan koagulan dan
pencampuran pada saat memberi kesempatan pada koagulan untuk bercampur dengan air
baku. Segera setelah pengadukan cepat, air dialirkan ke proses flokulasi, dimana terbentuk
flok-flok yang lebih besar pada pengadukan lambat. Pengadukan tidak boleh terlalu cepat
karena dapat mengakibatkan pecahnya flok yang sudah terbentuk. Pada proses koagulasi
tidak boleh terjadi pengendapan, partikel/flok yang terbentuk akan diendapkan di bak
sedimentasi.

Fungsi proses ini adalah jumlah partikel koloid tersuspensi yang sulit mengendap
sehingga mengurangi beban untuk proses selanjutnya (sedimentasi, filtrasi pasir cepat). Jika
partikel-partikel yang tergantung sulit untuk di endapkan, dapat juga dilakukan
penambahan kekeruhan seperti penambahan claya, sehingga partikel- partikel yang sulit
mengendap diharapkan dapat ikut mengendap bersama dengan partikel hasil penambahan
tersebut. Prinsip flokulasi dan koagulasi kimiawi adalah destabilisasi dan pengikatan
partikel-partikel koloid secara bersama-sama. Proses ini juga menyangkut pembentukkan
flok-flok yang mengadsorp dan menangkap atau mengikat partikel koloid di dalam air.
Selain itu terbentuk flok-flok yang lebih besar sehingga mudah diendapkan dan disaring.

Proses yang termasuk ke dalam bagian proses koagulasi flokulasi adalah:

a. Pembubuhan Koagulan.
Pembubuhan koagulan ini dimaksudkan agar partikel-partikel koloid yang sulit
diendapkan dapat membentuk flok-flok yang lebih besar yang dapat mengendap dengan
sendirinya. Harus diperhatikan dalam pembubuhan koagulan adalah pH yang efektif
sesuai dengan koagulan yang akan dibubuhkan.

b. Pengadukan Cepat.

Proses ini dimaksudkan agar terjadi pencampuran antara koagulan dengan air secara
cepat dan segera. Hal sangat membantu untuk menghasilkan proses flokulasi yang baik,
karena proses ini memerlukan distribusi baik dan merata dari bahan koagulasi dengan
air secara cepat. Didalam prakteknya pengadukan dengan cepat dilakukan dengan cara:

 Memanfaatkan ketinggian air jatuh (Hydraulic Jump).

 Menggunakan alat pengaduk mekanis.

 Mempergunakan alat pengaduk secara gravitasi.

c. Pengadukan Lambat

Atau Proses Secara Gravitasi proses ini dimaksudkan untuk memberi waktu yang cukup
untuk kontak antara koagulasi yang terhidrolisa dalam air dengan partikel- partikel
koloid dan kemudian membentuk flok-flok dalam aliran yang lebih besar yang dapat
diendapkan dalam bak pengendapan. Secara umum pengadukan lambat dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

 Secara Gravitasi, yaitu dengan menggunakan Bafled Channel (aliran yang


berkelok-kelok).

 Secara Mekanis, yaitu dengan menggunakan pengaduk mekanis.

Bahan-bahan yang digunakan sebagai koagulasi yaitu:

 Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3.18H2O)

 Bentuk serbuk

 Natrium Aluminat (NaAlO2)

 Bentuk serbuk

 Ferri Klorid (FeC13.8H2O)


 Bentuk Serbuk

 Ferri Sulfat (Fe(SO4)3.7H2O)

 Bentuk kristal kecil

 Ferro Sulfat (FeSO4.7H20)

 Bentuk kristal kecil

 Kapur (CaO)

 Bentuk serbuk

 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)

 Bentuk serbuk

Mekanisme Yang

Terjadi

Kekeruhan yang terjadi pada air baku dari sumber air permukaan berasal dari partikel yang
disebut dengan “Colloid”. Colloid memiliki ukuran yang sangat kecil yaitu sekitar 0,001–
colloid
tersebut dapat mudah mengendap maka perlu dilakukan pengelompokan diantara colloid
tersedut sehingga membentuk partikel yang memiliki ukuran yang besar dan mudah
mengendap.

Colloid biasanya bermuatan ion negatif, sehingga agar dapat saling tarik menarik dengan
colloid lainnya dibutuhkan pemberian ion positif. Dengan pemberian ion positif dan
dilakukan pengadukan maka sejumlah colloid akan saling menempel dan membentuk flock.

LAPORAN AKHIR
+

+
+
+ +
Colloid bermuatan
ion negatif

+
Pemberian ion positif yang
berasal dari bahan koagulan

+
Membentuk Flock
+ +
+

+ +

Mengendap

Setelah flok terbentuk maka dapat dilakukan proses pengendapan. Kecepatan endap flok
sekitar antara 0,3 – 0,45 m/jam

Reaksi kimia yang terjadi:

Al2(SO4)3.18H2O Al3+ + 3SO42- + 18H2O 2Al3

+ 6OH- Al2O3.XH2O

Al2(SO4)3.18H2O 4nH2O + 6NaAlO2 4Al2O3.nH2O + 3Na2SO4 FeCl3 +

(n+3)H2O Fe2O3 . nH2O + 6HCl

6FeSO4 + 3Cl2 FeCl3 + 2Fe2(SO4)3

Design Kriteria

 Koagulasi:

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 14
LAPORAN
AKHIR

Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan koagulan ke air baku. Proses pembubuhan
bahan koagulan ini membutuhkan pengadukan dengan G sebesar 500 /dt.

 G (Gradient velocity) = 500 - 1000 per detik

 Td (waktu tinggal) = 120 – 600 detik

G x Td = 104 - 105

 Flokulasi:

Flocculasi adalah proses pembentukan flocc dari colloid yang terkandung di dalam air
baku. Untuk proses flocculasi ini membutuhkan pengadukan dengan nilai G antara
20 hingga 100 /dt. Proses flocculasi juga membutuhkan waktu tertentu yaitu t = 10 –
30 menit.

Dan Gt = 104 – 105 , tanpa satuan

 G (Gradient velocity) = 20 – 100 per detik

 Td (waktu tinggal) = 1200 – 2400 detik

G x Td = 104 - 105

 G Value

Proses pengelompokan dua atau lebih materi, misalkan colloid, di dalam air akan
dipengaruhi oleh faktor kecepatan (dv) dan jarak (dz) antara partikelnya. Perbandingan
antara kecepatan partikel dan jarak antara partikel untuk bertemu dan mengelompok
disebut gradien velocity atau memiliki simbul G dengan satuan 1/dt.

dv

dz

Gradient velocity (G) = dv/dz (1/dt)

P
G
(.C)
Dimana:

- P = Power =.g.H.Q

- = Kerapatan air pada 26o C = 0,996 ton/m3

- g = Percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2

- H = Kehilangan tekanan (m)

- Q = Kapasitas aliran (m3/dt)

-  = -6 m2/dt

- C = Volume air (m3)

 Pengadukan Secara Hidrolis

Pengadukan secara hidrolis biasanya menggunakan konstruksi Baffel Chanel. Jenis


aliran pengadukan di baffel chanel terdiri dari dua macam yaitu aliran horizontal (zig-
zag) dan aliran vertikal (up and down). Pada kedua jenis aliran pada baffel chanel ini
pada prinsipnya akan terjadi peristiwa kehilangan tekanan air/ head loss h, yang
selanjutnya akan menciptakan Power dan menghasilkan gradient velocity (G).

 Baffel Chanel Dengan Aliran Horizontal

Baffel chanel dengan aliran horizontal akan menghasilkan aliran air yang mengalir
secara zig-zag sebagai
v2 berikut:

Inlet
v1
Outlet
Pada baffel chanel dengan jenis aliran horizontal akan terjadi dua macam
aliran yaitu aliran lurus dengan kecepatan v1 (m/dt) dan aliran berkelok dengan
kecepatan v2 (m/dt) , dimana dari kedua jenis kecepatan aliran tersebut masing-
masing akan menghasilkan kehilangan tekanan, sebagai berikut:

h1 = v12/ 2g (m), dan h2 = v22/ 2g (m)

Dimana g = gravitasi (m/dt2 )

Pada baffel chanel aliran horizontal, Apabila jumlah h1 adalah n, maka jumlah h2
adalah (n-1).

 Baffel Chanel Dengan Aliran Vertikal

Baffel chanel dengan aliran jenis vertikal akan menghasilkan aliran air yang naik
turun (up and down), sebagai berikut:

h1

h2
Inlet v2 h3
Outlet

v1 v3

Kehilangan tekanan akan dihasilkan oleh masing-masing kecepatan aliran yang


melalui masing-masing lubang, yang merupakan jenis aliran bejana berhubungan,
sebagai berikut:
h

v
h = v2 /2g
Q = v. . A
Dimana:
 = Koef kontraksi = 0,63 A
= luas lubang

Sehingga pada baffel chanel berlaku:


h1 = v12 /2g, h2 = v22/ 2g, dan h3 = v32 /2g

 Pengadukan Secara Mekanis

Proses pengadukan juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat mekanis yaitu
baling-baling yang diputar oleh rotor, sebagai berikut:
v
rp

P
G
(.C)

Dimana:
Cd = Koefisien drag = 1,8
A = Luas daun baling-baling (m2)
v = Kecepatan relatif baling-baling terhadap aliran air (m/dt) C
= Volume air di bak flocculator

4.1.3.2 Sedimentasi

Merupakan unit pemisahan atau pengendapan (Solid Liquid Seperation) untuk


menghilangkan partikel diskrit air, menghilangkan flok-flok, serta presipitat yang terbentuk
selama proses pengolahan air dengan cara gravitasi tanpa bantuan zat kimia. Dimana bahan
dipisahkan dari cairan atau suspesinya sehingga diperoleh cairan yang lebih jernih.
Sedimentasi dilakukan jika kekeruhan air melebihi 5 NTU atau 25 mg/l SiU2. Sedimentasi
dapat dilakukan setelah proses flokulasi partikel koloid serta ditetapkan setelah dilakukan
proses pengurangan besi dan mangan yang tinggi di dalam air baku, karena proses
sedimentasi tidak dapat menghilangkan partikel-partikel koloid yang terdapat pada air
baku.

Partikel diskrit non-koloid yang tersuspensi didalam air baku akan dipengaruhi oleh gaya
vertikal ke bawah dan gaya horizontal sepanjang aliran yang laminer. Apabila kecepatan
partikel mengendap (Vs) lebih kecil daripada kecepatan mengendap Vo, maka partikel
diskrit tersebut akan terbawa oleh aliran yang laminer. Apabila kecepatan partikel
mengendap (Vs) lebih kecil daripada kecepatan mengendap Vo, maka partikel diskrit
tersebut akan terbawa oleh aliran air, sebaliknya apabila Vs > Vo partikel diskrit tersebut
akan mengendap.

Jenis aliran proses pengendapan:

 Proses Pengendapan Dengan Aliran Horizontal

 Proses Pengendapan Dengan Aliran Vertikal

Jenis partikel yang diendapkan:

 Discrete Partikel: Partikel yang pada proses pengendapan tidak mengalami perubahan
pada ukuran, bentuk dan berat.

 Flocculent Partikel: Partikel yang pada proses pengendapan mengalami perubahan pada
ukuran, bentuk dan berat akibat penggabungan antara dua atau lebih jumlah partikel
sehingga memiliki kecepatan endap yang lebih besar.

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 19
Dalam proses pengendapan/sedimentasi terjadi pengendapan pada dasar bak pengendapan.
Lumpur yang mengendap dikumpulkan dan dibersihkan menggunakan pengeruk lumpur
(Scrapper) yang digerakkan dengan rantai dan roda gigi (Sprocket and Driven Rankes),
kemudian dikeluarkan dari bak pengendapan.

Bak pengendapan terdiri dari beberapa zone, diantaranya yaitu:

 Zone Inlet, merupakan tempat air terdistribusi secara merata, dimana partikel
menyebar keseluruh bagian bak pengendapan, Vs = Vo.

 Zone Pengendapan, tempat mengendapkan partikel-partikel tersuspensi dalam kondisi


diam, Vs = Vo.

 Zone Lumpur, tempat mengumpulkan endapan lumpur, Vs = Vo.

 Zone Outlet, tempat mengalirkan air yang mengandung partikel yang tidak dapat
diendapkan untuk dikeluarkan dari bak pengendapan.

Bak sedimentasi yang ideal menurut Teori Comp (1946), mengikuti asumsi:

 Setting adalah tipe I, dengan kata lain partikel diskrit.

 Ada distribusi dari aliran ketika masuk kedalam bak sedimentasi.

 Ada distribusi dari aliran yang meninggalkan bak.

Ada tiga zone dalam bak, yaitu:

 Zone inlet.

 Zone outlet.

 Zone lumpur.

Terdapat distribusi unirorm partikel yang melalui zone inlet. Partikel-partikel yang masuk
ke zone lumpur akan terus mengendap dan partikel-partikel yang masuk ke zone outlet
akan dialirkan keluarkan.
 Bak Pengendap Dengan Aliran Horizontal

So = Q/BL = Q/A Vo

= Q/BH

Dimana
So = Beban Permukaan (m/jam)
S = Kecept. Endap Partikel (m/jam)
Vo = Kecept. Aliran Air (m/jam)
Q = Kapasitas Aliran (m3/jam) B
= Lebar Bak (m)
H = Tinggi Bak (m) L
= Panjang Bak (m)
 Bak Pengendap Dengan Aliran Vertikal

Q = Kapasitas Aliran (m3/jam)

A = Luas Permukaan (m2)

So = KecepatanAliran Air/ Beban Permukaan S

= Kecepatan Endap Partikel (m/jam)

S > So Partikel Mengendap.

S = So Partikel melayang

S < So Partikel Mengambang

a. Keadaan Yang Dapat Mengurangi Efisiensi Proses Pengendapan

 Aliran yang bergolak (turbulen):

 Mengukur turbulensi aliran dengan rumus Renold Number (Re)

 Re = Vo R/ n , dimana: Vo = Kecept Aliran (m/jam),

 R = jari-jari penampang basah = BH / (B+2H)


 n = Kinematik viskositas (1,31 x 10-6 m2/dt)

 Re > 2000 Aliran Turbulen

 Aliran yang tidak stabil:

 Mengukur kestabilan aliran dengan rumus Froude Number (Fr)

 Fr = Vo2/ g R, dimana:

 Vo = Kecept Aliran (m/jam)

 g = Gravitasi (9,81 m/dt2)

 R = jari-jari penampang basah = BH / (B+2H)

 Fr < 10-5 Aliran tidak stabil

 Aliran Short- Circuit:

 yaitu akibat dari adanya hembusan angin atau aliran yang tidak merata di zona
inlet atau zona outlet.

b. Dimensi Praktis Bak Pengendap Aliran Horizontal

H = 1/12 x L0,8

B: L = 1: 6 -10
Tabel 4-2 Kecepatan Endap Partikel

Diameter
Kecepatan Endap Berat Jenis Jenis Partikel
partikel
o
(mm) (cm/dt, 10 C) (m/jam) (ton/m3)
0.3 3.2 115.2 2.65
0.2 2.1 75.6 2.65
0.15 1.5 54 2.65 Pasir

0.1 0.8 28.8 2.65


0.08 0.6 21.6 2.65
0.02 0.02 0.72 1.03
0.018 0.015 0.54 1.03
Flock
0.015 0.012 0.43 1.03
0.01 0.01 0.36 1.03
0.0001 0.00001 0.00036 1.03 Colloid

c. Plate Settler
Fungsi plate settler adalah untuk memperluas permukaan bak sedimentasi atau
meningkatkan beban permukaan bak sedimentasi.

Vo = q/ w (m/jam)

So = (q sin a) / ( w + t)
(m/jam)

So’ = So ( w + t) / H
cos a + W ) (m/jam)
Jenis lain: Tube Settler

d. Sludge Blanket

V = Q/A,

Dimana:

Q = Kapasitas Aliran (m3/jam)

V = Kecept. Aliran Air (m/jam)

atau beban Permukaan

A = Luas permukaan (m2)

S = Kecept. Endap Partikel (m/jam)

Karena Bak berbentuk krucut, maka makin keatas A dan V makin membesar pada lokasi
Sludge Blanket terbentuk, V = S , yaitu posisi sludge melayang, sehingga sludge
terkumpul dan membentuk sludge blanket (selimut lumpur).

Manfaat Sludge Blanket: memperbesar ukuran Flocc yang terbentuk dengan


memperbanyak partikel yang dapat ditangkap dan dibentuk menjadi flocc, sehingga air
hasil olahan menjadi lebih jernih.
e. Grit Chamber

Fungsi: untuk mengendapkan partikel-partikel besar dan pasir yang terbawa oleh aliran
air dari unit pengambilan sumber air baku (air permukaan) menuju unit pengolahan.

Grit chamber ditujukan untuk menangkap partikel besar dan pasir yang memiliki
diameter antara 0,08-0,3mm dengan kecepatan endap sekitar 21,6-115,2m/jam.

Design Kriteria:

 Penempatan Grit chamber sebelum IPA, didekat intake

 Bentuk bak grit chamber dibuat sedemikian rupa untuk dapat menciptakan aliran
streamline yaitu berbentuk segi empat memanjang dengan di bagian inflow menuju
bak grit chamber dibentuk membesar secara gradual dan di bagian menuju
outflow mengecil secara gradual

 Jumlah Bak minimal 2 buah, untuk keperluan pengurasan. Apabila jumlah bak
hanya 1 buah maka harus dilengkapi dengan saluran by pass

 Lebar (B): Panjang (L) = 1: 3 s/d 1: 8

 Untuk menghitung panjang bak (L) menggunakan rumus: L = K ( H / U ) V

Dimana:

L = Panjang bak

H = Tinggi efektif bak

U = Kecepatan endap pasir (m/jam) (diameter pasir yang digunakan antara 0,1 –
0,2 mm)

V = Kecepatan aliran air (m/jam) K

= Angka keamanan = 1,5 – 2

 Waktu tinggal di bak = 10 – 20 menit

 Kecepatan aliran air = 75 – 250 m/jam

 Ambang bebas minimal 30 cm


 Tinggi muka air di bak grit chamber di bawah muka air minimum intake

 Kedalaman efektif bak (H) = 2 – 3 m

 Ketebalan pasir yang diendapkan maksimum 0,5 – 1 m

4.1.3.3 Unit Filtrasi

Filtrasi adalah unit yang berfungsi untuk menyaring flok-flok yang tidak dapat diendapkan
di unit sedimentasi, terutama yang berat jenisnya lebih kecil dari berat jenis air. Proses
pemisahan zat padat dari cairan yang ada pada cairan lain yang diolah media proses,
untuk menghitung partikel-partikel yang sangat halus, flok-flok dari zat tersuspensi dan
mikroorganisme.

Pada proses ini terjadi penahan partikel diantara dua media (bagian porinya) atau diatas
permukaan media yaitu partikel yang mempunyai diameter lebih besar dari pori-pori.
Sedangkan flok-flok atau partikel yang mempunyai diameter lebih besar dari pori-pori.
Sedangkan flok-flok atau partikel yang memiliki diameter lebih kecil akan mengendap
dan menempel di butiran media. Setelah melalui filter diharapkan kekeruhan dapat lebih
kecil dari 1 NTU.

Berdasarkan kecepatan aliran terdapat dua jenis filter, yaitu saringan pasir lambat (SSF)
dan saringan pasir cepat (RSF). Berikut penjelasanrinci dan jenis-jenis filter tersebut.
a. Saringan Pasir Lambat (SSF)

BUTI

PO

 Mekanisme

Penyaringan air menggunakan media pasir memiliki mekanisme proses sebagai


berikut:

a. Mechanical Straining

Proses mechanical straining adalah penyaringan air yang dilakukan dengan cari
melalui lubang porous diantara pasir. Bagi materi didalam air yang memiliki
diameter lebih besar dari lubang porous yaitu sebesar kurang

b. Pengendapan

Proses pengendapan merupakan salah satu jenis proses yang terjadi pada media
saringan pasir. Pengendapapan dari materi kotoran yang ada didalam aliran air
yang disaring terjadi pada permukaan butiran pasir.
c. Adsorbtion

Adsorbtion adalah proses pelekatan kotoran dari dalam air pada permukaan
media penyaring akibat daya tarik menarik diantara keduanya karena memiliki
mutan listrik yang berbeda.

d. Kimiawi

Proses kimiawi juga dapat terjadi didalam media penyaring pada saat menyaring
air yang memiliki kandungan bahan anorganik maupun organik yang akan
berreaksi dengan oksigen yang terbawa oleh arus air:

1. Bahan Anorganik:

2 Mn++ + O2 + 4 HCO3- 2 MnO2+ 2 H2O + 4 CO2

2. Bahan Organik:

NH4+ + 3/2 O2 H2O + NO2- + 2 H+

e. Biologis

Proses biologis mikroorganisme akan berlangsung pada proses penyaringan


dengan media pasir terutama apabila pada air baku banyak mengandung zat
organik. Proses biologis ini biasanya terjadi pada Saringan Pasir lambat

LAPORAN AKHIR
f. Ketentuan Media Pasir

Media pasir yang akan digunakan memiliki ketentuan sebagai berikut:

a. Fisik

Secara fisik, media saringan harus dapat memenuhi beberapa ketentuan


yaitu berbentuk bulat, bersih, tahan lama, bebas dari kotoran atau debu,
tahan terhadap gesekan maupun tekanan mekanis, dan tahan terhadap proses
kimiawi. Jenis material yang dapat memenuhi ketentuan tersebut adalah
pasir silika atau pasir kwarsa.

b. Diameter Media Pasir (D.eff):

Media pasir yang digunakan sebagai saringan memiliki besaran diameter


yang akan ditetapkan dengan menggunakan analisa ayakan (sieve analisys).
Dari hasil analisa ayakan tersebut akan ditetapkan besarnya diameter efektif
dari pasir yang akan digunakan. Informasi mengenai besarnya Diameter
efektif (D.eff) pasir dibutuhkan untuk dapat menghitung besarnya
kehilangan tekanan air didalam media filter

c. Tingkat Keseragaman/ Uniformity Coefisien (UC):

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 30
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Material pasir yang akan digunakan untuk media saringan harus memiliki
tingkat ketidak seragaman diameter yang dibatasi. Tingkat keseragaman/
Uniformity Coeficient (UC) untuk saringan pasir cepat maksimum sebesar
1,5, sedangkan untuk saringan pasir lambat sebesar
2. Apabila tingkat keseragaman media pasir adalah sebesar 1,5 maka dapat
diartikan bahwa ada sebanyak 50% dari jumlah pasir yang tersedia yang
memiliki diameter lebih besar maupun lebih kecil dari diameter efektifnya.

d. Sieve Analysis (Analisa Ayakan Pasir)

Untuk menentukan diameter efektif (D.eff) dan tingkat keseragaman (UC)


suatu tumpukan pasir digunakan sieve analysis. Analisa ayakan
menggunakan ayakan pasir khusus yang memiliki bukaan diantaranya: 0,5
0,56 0,63 0,71 0,8 0,9 1,0 1,12 1,25 1,4 1,6 1,8 2 2,24
mm, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Timbang berat pasir kering yang akan dilakukan analisa sebanyak 1kg

2. Masukan pasir diatas ke dalam susunan ayakan yang disusun dengan


besar bukaan paling kecil dibagian paling atas

3. Pasir kemudian diayak dengan cara menggoyang=goyang selama


30menit

4. Timbang masing-masing pasir yang tertinggal di setiap ayakan

5. Buat grafik terhadap data berat pasir yang tertinggal diatas masing-
masing ayakan tersebut

6. Tentukan Diameter pasir efektif (D.eff) pada grafik dengan menarik


garis dari jumlah 10% (d.10)

7. Tentukan UC dengan rumus d.60/d.10.

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 31
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

DIMASUKAN

DITIMBANG
PASIR 1 KG AYAKAN

Grafik Hasil Analisa Ayakan Pasir


% Lolos
100

d eff = d 10 = 0,4 mm
60

50 UC = d 60 = 1,5
d 10

d 60 = 0,6 mm
10
0
0,1
0,2 0,5 1,0 2,0Bukaan saringan (mm)

d ef f = d 10 = 0,4 mm

e. Kehilangan Tekanan

Pada saat air mengalir melalui media pasir maka akan terjadi kehilangan tekanan.
Kehilangan tekanan di dalam media saringan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Carman-Kozeny sebagai berikut:

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 32
LAPORAN
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

 (1 – p)
2
v 2
H = 180 L
g 3 (deff)
p

Dimana:
n = Viskositas kinematik = (1,011) 10-6 m2/dt g
= grafitasi = 9,81 m/dt2
p = porositas pasir = 40% = 0,4 v
= kecepatan aliran (m/dt)
d eff = d10 = diameter pasir yang digunakan (mm)
L = Tebal lapisan pasir

f. Jenis Saringan Pasir

Saringan pasir secara umum terdiri dari dua jenis yaitu Saringan Pasir Cepat dan
Saringan Pasir Lambat. Saringan pasir cepat memiliki media penyaring dengan
diameter yang besar dan kecepatan aliran filtrasi yang besar. Sedangkan Saringan
Pasir lambat memiliki media penyaring yang menggunakan diameter yang kecil
dengan kecepatan aliran filtrasi yang kecil. Saringan Pasir Cepat digunakan untuk
menyaring materi yang besar seperti Floc. Saringan pasir lambat dapat menyaring
materi yang sangat kecil seperti virus. Penggunaan SPC harus didahului oleh proses
flokulasi untuk membentuk floc, sedangkan pada PSL dapat langsung menyaring air
baku tanpa memerlukan proses pembentukan floc.
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

g. Design Kriteria

Desing kriteria untuk Saringan Pasir Cepat sebagai berikut:

 Kecepatan Filtrasi (Vf) : 7 – 12 m/jam

 Media penyaring : Pasir Silika SiO2

 Dia. Efektif Pasir (df) : 0,7 – 1,2 mm

 Uniformity Coefisient (UC) : 1,5

 Tebal Gravel : 20 – 30 cm

 Cara pencucian media filter : Backwashing

Desing kriteria untuk Saringan Pasir Lambat sebagai berikut:

 Jenis media penyaring : Pasir Silika SiO2

 Diameter efektif media pasir : 0,25 – 0,4 mm

 Tingkat keseragaman butiran pasir: 2

 Tinggi media pasir : 60 – 90 cm

 Kecepatan Filtrasi : 0,2 – 0,4 m/jam

 Tinggi Gravel : 30 cm

h. Pencucian Media Pasir

 Saringan Pasir Cepat:

Pencucian media pasir Saringan Pasir Cepat dilakukan dengan cara


mengalirkan air dengan arah yang berbalik dari arah aliran filtrasinya atau
biasa disebut Back Washing. Pencucian pasir ini dapat dikakukan dengan
sistim grafitasi maupun dengan pemompaan.

Kebutuhan ketinggian air untuk proses pencucian media pasir saringan pasir
cepat menggunakan rumus sebagai berikut:
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

0,8 1,8 1,2


H = 130  (1 – pe) v Le
g pe3 (deff )1,8

+
E pe =p
1
+E

Dimana:

E = Ekspansi = 30 – 40 %

pe = Porositas pasir pada saat ekspansi

Le = Tinggi pasir pada saat ekspansi

 Saringan Pasir Lambat:

Pencucian/ pembersihan media pasir pada SPL dilakukan dengan cara scraping
(pengerokan). Pada saat pada media pasir sudah menunjukan adanya penyumbatan
yaitu aliran air di media filter sudah tidak lancar, maka perlu dilakukan pencucian
pasir.

Langkah-langkah pencucian pasir SPL sebagai berikut:

1. Keringkan air diatas media penyaring melalui saluran penguras

2. Kerok lumpur yang berada diatas media pasir bersama-sama dengan pasirnya
setebal 2 – 3 cm

3. Pasir yang terkerok kemudian dicuci dengan air bersih, untuk kemudian digunakan
lagi dikemudian hari

4. Batas minimum tinggi media pasir setelah dikerok adalah 40 cm

5. Apabila ketinggian media pasir telah mencapai batas minimum yaitu 40 cm,
angkat keseluruhan pasir yang tersisa
LAPORAN
AKHIR

6. Masukan pasir yang telah dicuci sebelumnya dan tempatkan pada lapisan
bagian bawah.

4.1.3.4 Reservoir

Sistem distribusi merupakan suatu sistem yang berfungsi sebagai sistem pembagi air kepada
konsumen. Oleh karena pemakaian air tidak selalu tepat dari waktu ke waktu dimana terjadi
pemakaian maksimum dan minimum, maka diperlukan adanya tempat penyimpanan air
untuk keadaan darurat, misalkan untuk pemadam kebakaran.

Dalam suatu sistem distribusi, reservoar memegang peranan yang sangat penting.
Instalasi pengolahan air memberikan kapasitas berdasarkan kebutuhan air maksimum perjam
(debit puncak per jam). Dalam hal ini ada perbedaan besar antara kapasitas yang satu
dengan yang lain.

Untuk menyeimbangkan perbedaan tersebut diperlukan suatu tempat penampungan air yaitu
reservoar distribusi. Kelebihan air pada waktu pemakaian kurang dari rata- rata disimpan
dalam reservoar dan dialirkan pada waktu pemakaian maksimum.

Fungsi reservoar distribusi secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Equalizing Flows atau keseimbangan aliran. Debit yang masuk ke dalam reservoar harus
konstan, sedangkan debit yang keluar bervariasi atau berfluktuasi. Untuk itu diperlukan
suatu keseimbangan aliran yang dapat melayani fluktuasi, juga untuk menyimpan
cadangan air bersih untuk keadaan darurat.

2. Equalizing Pressure atau keseimbangan tekanan. Pemerataan tekanan diperlukan karena


bervariasinya pemakaian air di daerah distribusi.

3. Sebagai distributor atau pembagi aliran.

a. Kapasitas Reservoir Distribusi

Untuk distribusi air minum kapasitas pengaliran direncanakan menurut kebutuhan pada
jam puncak. Kapasitas yang direncanakan tersebut merupakan dasar untuk menentukan
diameter pipa. Pada keadaan normal penentuan diameter ini didasarkan pada pemakaian
air maksimum atau pemakaian jam puncak (Qmaks/jam) sehingga pelayanan terhadap
pemakaian air pada saat yang bersamaan dapat dilakukan dengan memuasakan.
Reservoir distribusi diperlukan untuk menyimpan air akibat adanya variasi
pemakaian yang terjadi selama 24 jam. Kapasitas reservoir distribusi ini direncanakan
sebesar 10 – 20% dari Kebutuhan air harian rata - rata.

Apabila terjadi kebakaran, diperlukan pertimbangan khusus untuk memusatkan jumlah


air yang besar pada tempat kejadian secara serentak. Sistem yang ideal adalah sistem
yang kapasitasnya direncanakan untuk mengatasi kebakaran pada saat pemakaian
puncak. Akan tetapi hal ini menyebabkan diameter pipa yang digunakan relatif
besar, sehingga biaya konstruksi menjadi lebih besar dan tidak ekonomis. Oleh karena
itu kapasitas pengaliran yang direncanakan adalah kapasitas pada saat pemakaian jam
puncak ditambah dengan pemakaian jumlah air yang diperkirakan cukup untuk
mengatasi kebakaran.

b. Perlengkapan Pada Reservoir

 Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan bentuk dan
struktur reservoar, sehingga air yang masuk ke dalam reservoar dapat mengalir
dengan merata sedemikian rupa serta diuasahakan tidak ada daerah aliran mati.

 Pipa outlet diletakkan minimal 10 cm diatas lantai atau pada muka air terendah dan
dilengkapi dengan saringan.

 Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve.

 Pipa peluap (over flow) dan penguras dimensinya harus terhindar dari kemungkinan
terjadinya kontaminasi dari luar.

 Reservoar dilengkapi dengan pipa vent, manhole dan alat ukur volume air.

 Dimensi pipa harus cukup untuk sirkulasi udara yang sesuai dengan kapasitas
reservoar.

 Tinggi pipa vent dari atap sekitar 50 cm, dan harus dilengkapi dengan kawat kasa
sehingga kotoran tidak dapat masuk.

 Konstruksi manhole keseluruhan harus kedap air, agar air dari luar tidak masuk.

c. Penempatan Reservoir
Reservoir distribusi ditempatkan di lokasi yang relatif paling tinggi di daerah
perencanaan yang bersangkutan dan sedapat mungkin terletak di pusat/ yang paling
dekat dengan daerah pelayanan.

d. Konstruksi Reservoir

Konstruksi Reservoir direncanakan berdasarkan standar-standar yang berlaku di


Indonesia. Konstruksi yang biasa di gunakan adalah konstruksi beton. Reservoir ini
harus tertutup untuk mencegah masuknya kotoran ke dalamnya.

e. Perpipaan Reservoir

Pada reservoir ini harus dilengkapi dengan sistem perpipaan yang terdiri dari pipa inlet,
outlet, overflow (peluap) dan blow out (penguras) serta dilengkapi pula dengan
lubang manhole dan ventilasi.

4.1.4 Unit Distribusi

Sistem distribusi perpipaan adalah suatu sarana untuk melayani atau menyampaikan air
kepada konsumen yang membutuhkannya dengan syarat memenuhi aspek kuantitas, kualitas
dan kontinuitas. Sistem ini adalah merupakan salah satu komponen dari sistem penyediaan
air bersih.

Intake Instalasi

Sedangkan tujuan dari pendistribusian air tersebut untuk melayani:

 Kebutuhan rumah tangga

 Kebutuhan fasilitas bangunan kota

 Kebutuhan fasilitas industri dan komersil

 Kebutuhan fasilitas umum

Dalam mendisain sistem distribusi harus sesuai dengan kriteria perencanaan teknis,
dimana kriteria perencanaan teknis jaringan distribusi air bersih ini digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan jaringan distribusi air bersih Perumahan Kota Wisata.
Sehingga jaringan yang direncanakan dapat memenuhi persyaratan teknis dan hidrolis serta
ekonomis.

Sistem distribusi merupakan sistem penyaluran air bersih dari reservoir distribusi ke daerah
pelayanan dan merupakan sistem yang paling penting dalam penyediaan air minum, hal ini
dikarenakan bahwa baik buruknya sistem penyediaan air minum dapat dinilai dari sistem
distribusinya. Konsumen menilai keseluruhan sistem penyediaan air minum hanya dari
sistem distribusinya, artinya bagaimana konsumen dapat menerima air minum dengan
kualitas dan kuantitas yang memuaskan. Untuk itu suatu sistem distribusi yang baik adalah
sistem yang bisa melayani kebutuhan konsumen dengan memuaskan setiap waktu.

Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam suatu sistem distribusi yaitu:

 Kualitas air minum yang sampai kepada konsumen harus memenuhi syarat air
minum.

 Menghindari terjadinya kebocoran sepanjang jaringan distribusi dengan menggunakan


pipa yang berkualitas baik yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapannya
sehingga dapat berfungsi seefisien dan seefektif mungkin.

 Kuantitas air yang disediakan mencukupi dalam arti dapat memenuhi kebutuhan
konsumen setiap saat.

 Seluruh daerah pelayanan harus tercukupi kebutuhannya dengan sistem distribusi yang
dirancang, dengan memperhatikan tekanan dalam pengaliran harus dapat menjangkau
daerah pelayanan yang paling kritis.

 Besar aliran dan tekanan yang memadai adalah hal yang perlu diperhatikan, agar air
dapat sampai ke konsumen dengan memuaskan.

Jaringan perpipaan digunakan untuk mengalirkan air minum ke semua blok-blok


pelayanan suatu daerah pelayanan atau merupakan sarana fisik yang bertujuan untuk
mentransportasikan air minum dari tempat penampungan (reservoar) menuju konsumen di
daerah pelayanan. Selain itu sistem distribusi harus pula dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan lain agar dapat berfungsi dengan baik.
4.1.5 Unit Pelayanan

Sistem jaringan distribusi perpipaan merupakan suatu sarana fisik yang bertujuan membawa
atau memindahkan air minum dari reservoir menuju konsumen di daerah pelayanan. Selain
itu sistem distribusi harus pula dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan lain agar
dapat berfungsi dengan baik.

 Klasifikasi Sistem Perpipaan

Tujuan dari pengklasifikasian jaringan perpipaan ini adalah:

 Memisahkan bagian jaringan menjadi suatu sistem hidrolis tersendiri sehingga


memberikan beberapa keuntungan seperti:

 Kemudahan dalam pengoperasian, sesuai dengan debit yang mengalir.

 Mempermudah perbaikan jika terjadi kerusakan.

 Meratakan sisa tekan dalam jaringan perpipaan, sehingga setiap daerah


pelayanan mendapatkan sisa tekan relatif tidak jauh berbeda.

 Mempermudah pengembangan jaringan perpipaan, sehingga jika dilakukan perluasan


tidak perlu mengganti jaringan yang sudah ada, dengan catatan masih memenuhi syarat
kriteria hidrolis.

Pengklasifikasian jaringan perpipaan direncanakan terbagi tiga yaitu pipa induk, pipa cabang
dan pipa pelayanan yang perencanaannya dibatasi oleh kriteria tertentu (Tabel 4.3).

Tabel 4-3 Perencanaan Pipa Induk, Pipa Cabang Dan Pipa Pelayanan

No Klasifikasi Pipa Kriteria / Batasan


1 Pipa Induk  Diameter minimal 150 mm (6”).
(Pipa Utama)  Kecepatan aliran maksimal 3,0 – 5,0 m/det, tergantung jenis
pipa.
 Head statis yang tersedia tidak lebih dari 80 m.
 Tekanan pada sistem harus dapat mengjangkau titik kritis
dan sisa tekan tidak kurang dari 15 m.
 Tidak melayani penyadapan langsung ke rumah-rumah.
 Mampu mengalirkan air sampai akhir tahap dengan Qpeak.
 Jenis pipa yang dipilih harus mempunyai ketahanan tinggi.
 Dimensi direncanakan untuk mengalirkan air sampai dengan
akhir perencanaan dengan debit puncak.

2 Pipa Cabang  Diameternya dihitung dari banyaknya sambungan yang


LAPORAN
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

No Klasifikasi Pipa Kriteria / Batasan


(Tapping) melayani konsumen
 Kriteria kecepatan sama dengan pipa induk
 Sisa tekan tidak kurang dari 15 m
 Klas pipa yang sama dan atau lebih rendah dari pipa induk.

3 Pipa Pelayanan  Diameter tidak lebih besar dari 50 mm ( 2”)


(Pipa Service)  Kriteria kecepatan sama dengan pipa induk
 Sisa tekan tidak kurang dari 15 m
 Penyadapan dilakukan dengan alat Clamp Saddle, diameter 1
“ pada posisi vertikal dan 2 “ untuk posisi horisontal.

Sumber: Harun et al., “Draft Guidelines For Design and Contruction of Public Water Supply System
in Indonesia”, 1980 Dept. Teknik Penyehatan – ITB.

Tujuan dari pengklasifikasian jaringan perpipaan ini adalah:

1. Memisahkan bagian jaringan menjadi satu sistem hidrolis tersendiri sehingga


memberikan beberapa keuntungan seperti:

 Kemudahan dalam pengoperasian sesuai dengan debit yang mengalir.

 Mempermudah perbaikan jika terjadi kerusakan.

 Meratakan sisa tekan dalam jaringan perpipaan, sehingga setiap daerah pelayanan
mendapatkan sisa tekan relatif tidak jauh berbeda.

2. Mempermudah pengembangan jaringan perpipaan, sehingga jika dilakukan masih


memenuhi syarat kriteria hidrolis.

Jaringan perpipaan distribusi air bersih diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Feeder System (Pipa Hantar Distribusi)

Pipa hantar dalam sistem distribusi air bersih biasanya memberikan bentuk atau
kerangka dasar sistem distribusi. Tidak dibenarkan dibuat sambungan rumah pada
sistem pipa hantar distribusi ini. Feeder system ini dibedakan menjadi:

b. Primary Feeder (Pipa Induk Utama)

Pipa induk utama merupakan pipa distribusi yang mempunyai jangkauan terluas dan
diameter terbesar. Pipa ini melayani dan menghubungkan daerah- daerah (blok-blok)
pelayanan di daerah pelayanan, dan di setiap blok memiliki satu atau dua titik
penyadap (tap) yang dihubungkan dengan pipa cabang atau sekunder (Secondary
Feeder). Hubungan ini dikenal sebagai tapping.
LAPORAN
AKHIR

Secara fisik, pipa induk utama diatas adalah sebagai berikut:

 Dimensinya direncanakan untuk dapat mengalirkan air sampai dengan akhir


perencanaan dengan debit jam puncak.

 Diameter pipa minimal 150 mm (6").

 Head statis yang tersedia tidak lebih dari 80 m tergantung jenis dan kelas pipa.

 Tekanan pada sistem harus dapat menjangkau titik krtitis, dengan sisa tekan tidak
kurang dari 10 m.

 Tidak melayani penyadapan langsung ke konsumen.

 Jenis pipa yang dipilih harus mempunyai ketahanan tinggi.

Sedangkan kriteria teknis yang harus diambil dalam perencanaan pipa induk
adalah:

 Lokasi jalur pipa dipilih menghindari medan yang sulit, seperti halnya tanah
longsor, banjir 1-2 tahunan atau bahaya lainnya yang menyebabkan lepas atau
pecahnya pipa.

 Jalan pintas sedapat mungkin dipilih tepat berada diatas tanah milik pemerintah
atau sepanjang jalan raya atau jalan umum.

 Jalur pipa sedapat mugkin menghindari belokan tajam baik horizontal maupun
vertikal dan menghindari siphon yang aliran airnya diatas garis hidrolis.

 Untuk jalur pipa yang panjang dimana air terpaksa dipompa, katup atau tangki
pengaman harus dapat mencegah terjadinya water hammer.

 Jalur pipa diusahakan sedikit mungkin melintasi jalan raya, sungai, jalur
kereta api, jalur yang kurang stabil sebagai dasar pipa dan daerah yang dapat
menjadi sumber kontaminasi.

c. Secondary Feeder (Pipa Cabang)

Pipa cabang nerupakan jenis hantaran yang kedua dari sistem. Pipa ini meneruskan air
yang disadap dari pipa induk utama ke suatu blokj pelayanan.

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 42
Pipa ini selanjutnya mempunyai percabangan terhadap pipa service. Secara fisik,
pipa induk dibatasi sebagai berikut:

 Tidak melayani penyadapan langsung ke konsumen.

 Dimensi dihitung berdasarkan banyaknya sambungan yang melayani konsumen.

 Kelas pipa yang dipergunakan sama atau lebih dari pipa induk utama.

d. Distribusi System (Pipa Pelayanan Distribusi)

Pipa pelayanan adalah pipa yang menyadap dari pipa induk sekunder dan langsung
melayani konsumen. Diameter yang dipakai tergantung pada besarnya pelayanan
terhadap konsumen. Sistem pipa ini dibedakan menjadi:

 Small Distribution Main

Dapat mengalirkan langsung ke rumah dan dapat mengalirkan ke pipa yang


lebih kecil.

 Service Line

Pipa ini merupakan pipa sambungan rumah.

a. Perencanaan Jalur Perpipaan

Penyampaian air secara baik dan optimum kepada konsumen perlu


memperhatikan perencanaan jalur perpipaan yang akurat, seperti:

 Pemakaian energi untuk operasi diusahakan seminimal mungkin.

 Jaringan sedapat mungkin mengikuti jalur yang ada, untuk memudahkan


pemasangan, pengoperasian, dan pemeliharaan.

 Jaringan memenuhi syarat-syarat teknis, yaitu air dapat sampai ke konsumen sesuai
dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan.

 Jaringan direncanakan dengan biaya yang paling ekonomis, yaitu mencari jalur yang
terpendek dan diameter kecil.

Sedangkan kriteria teknis yang perlu dipenuhi dalam perencanaan jalur pipa induk
adalah:
 Jalur pipa menghindari medan yang sulit.

 Jalur pipa sedapat mungkin dipilih di atas tanah milik pemerintah atau sepanjang
jalan umum

 Jalur pipa harus menghindari belokan tajam baik horizontal maupun vertikal dan
harus menghindari siphon yang aliran airnya di atas garis hidrolis.

 Jalur pipa sedikit mungkin melintasi jalan raya, sungai, jalan kereta api, jalan kurang
stabil, sebagai dasar pipa dan daerah yang dapat menjadi sumber kontaminan.

b. Pola Jaringan Perpipaan

Pola jaringan perpipaan sistem distribusi air bersih umumnya dapat diklasifikasikan
menjadi sistem jaringan melingkar (Loop System), sistem jaringan bercabang (Branch
System) dan sistem kombinasi dari keduanya. Bentuk sistem jaringan perpipaan tersebut
tergantung pada pola jalan, topografi, tingkat dan tipe perkembangan daerah pelayanan
serta lokasi instalasi pengolahan.

a. Cabang b. Kisi atau Loop c. Kombinasi


Gambar 4-2 Pola Jaringan Distribusi Air Bersih

Untuk lebih jelasnya berikut ini diterangkan mengenai ketiga sistem tersebut.

1. Sistem Jaringan Perpipaan Bercabang

Sistem jaringan bercabang terdiri dari pipa induk utama (main feeder)
disambungkan dengan pipa sekunder, lalu disambungkan lagi dengan pipa cabang
lainya sampai akhirnya pada pipa yang menuju konsumen.

Dari segi ekonomis sistem bercabang ini sangat menguntungkan, karena jalur pipa
lebih pendek dan diameter yang kecil, namun dari segi operasional mempunyai
keterbatasan diantaranya:
 Jika terjadi kerusakan, akan terdapat daerah pelayanan yang tidak akan
mendapatkan air karena tidak adanya sirkulasi air.

 Jika terjadi kebakaran, suplai air pada fire hidran lebih sedikit karena
aliranya satu arah.

Sistem jaringan perpipaan bercabang digunakan untuk daerah pelayanan dengan


karakteristik sebagai berikut:

 Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah.

 Jalur jalannya tidak berhubungan satu sama lainya.

 Elevasi permukaan tanahnya mempunyai perbedaan tinggi.

 Luas daerah pelayanan relative kecil.

2. Sistem Perpipaan Lingkaran

Sistem jaringan perpipaan melingkar terdiri dari pipa induk dan cabang yang saling
berhubungan satu sama lainnya dan membentuk suatu loop (jaringan yang
melingkar), sehingga terjadi sirkulasi air ke seluruh jaringan distribusi. Dari pipa
induk dilakukan penyadapan oleh pipa cabang dan selanjutnya dari pipa cabang
dilakukan pendistribusian untuk konsumen.

Dari segi ekonomis, sistem ini kurang menguntungkan karena diperlukan katup dan
diameter pipa yang bervariasi, sedangkan dari segi hidrolis (pengaliran), sistem ini
lebih baik karena jika terjadi kerusakan pada sebagian sistem, selama perbaikan
daerah layanan masih dapat disuplai melalui loop lainnya.

Sistem jaringan perpipaan melingkar digunakan untuk daerah pelayanan dengan


karakteristik sebagai berikut:

 Bentuk dan perluasannya menyebar ke seluruh arah.

 Jaringan jalannya berhubungan satu dengan yang lainya.

 Elevasi tanahnya relatif datar.

3. Sistem Jaringan Perpipaan Kombinasi


Sistem jaringan perpipaan kombinasi merupakan gabungan dari sistem
jaringan perpipaan bercabang dan jaringan perpipaan melingkar. Sistem ini
diterapkan untuk daerah pelayanan dengan karakteristik sebagai berikut:

 Kota yang sedang berkembang.

 Bentuk perluasan kota yang tidak diatur, demikian pula jaringan jalannya tidak
berhubungan satu sama lain pada bagian tertentu.

 Terdapat daerah pelayanan yang terpencil.

 Elevasi muka tanah yang bervariasi.

Kriteria Disain Jalur Pipa

a. Gradien Pipa:

 Gradien Minimum Pipa : 1 sampai 500 diatas garis horizontal untuk


kemiringan pipa yang sesuai dan searah dengan
arah aliran air.

: 1 sampai 300 dibawah garis horizontal untuk


kemiringan pipa yang berlawanan dengan arah
aliran air.

 Gradien maksimum pipa : 1 persen.

b. Penutup Pipa

Penutup minimum pipa yang digunakan untuk melindungi pipa yang ditanam di
dalam tanah disarankan sebagai berikut:

 60 cm di luar jalur

 90 cm di dalam jalur jalan

Sedangkan penutup maksimum pipa disarankan tidak lebih 2 m dibawah permukaan


tanah.

c. Static Pressure
Menghindari resiko pecahnya pipa eksisting yang umurnya sudah lebih dari 10
tahun, maka diusahakan tekanan yang terjadi pada saat tidak ada aliran pada semua
titik junction lebih kecil dari 5 m.

d. Penanaman Pipa

 Pipa Transmisi

Perpipaan Transmisi sedapat mungkin dipasang didalam tanah. Hal ini


dimaksudkan untuk mengurangi biaya konstruksi serta kemungkinan rusaknya
pipa secara fisik seperti tumbuhnya pepohonan, hewan, manusia ataupun
kerusakan yang disebabkan oleh faktor lainnya.

Kedalaman penanaman pipa dihitung dari permukaan tanah terhadap bagian


atas pipa. Perimbangan kedalaman pemasangan pipa antara lain untuk
menghindari rusaknya pipa akibat external pressure dan akar-akar pohon.
Demikian pula dengan jenis pipa, diameter serta kondisi tanah setempat.

 Penanaman Pipa Distribusi

Pipa induk distribusi sedapat mungkin dipasang di dalam tanah. Kedalaman


tanah penutup pipa minimum ditentukan sebesar 80 cm pada kondisi biasa dan
100 cm pada kondisi pipa dibawah jalan.

Untuk kemudahan pemasangan dan pemeriksaan, pipa induk disarankan


dipasang pada sepanjang pinggir jalan.

 Pipa Sekunder

Sambungan rumah tidak boleh dilakukan terhadap pipa induk distribusi yang
lebih besar dari diameter 100 mm (4”). Untuk itu diperlukan adanya perpipaan
sekunder yang berukuran diameter 75 mm (3”) atau 50 mm (2”) yang
dipasang sejajar (sesuai denga keperluan) dengan diameter induk tadi sebagai
tempat penyadapan sambungan rumah tersebut.

Apabila pada kedua tepi jalan, posisi bangunan rumah cukup rapat, maka
diperlukan pemasangan pipa sekunder di kedua tepi jalan tersebut untuk
mengurangi terjadinya penyeberangan pipa terhadap jalan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya kebocoran yang umumnya terjadi pada
penyeberangan pipa akibat pecahnya pipa tersebut.
e. Pipa Pararel

Pipa Pararel selalu dipasang pada kondisi dimana terdapat kepadatan bangunan
yang terdiri pada kedua sistem penyediaan air bersih jalan, dengan maksud
mencegah terjadinya perlintasan jalan yag terlalu banyak dalam penyambungan
terhadap pelanggan. Pipa distribusi utama pada beberapa tempat/ segmen dipasang
pararel untuk mendapatkan losses yang lebih rendah dan dengan maksud tetap
memanfaatkan pipa distribusi utama eksisting. sehingga dengan demikian biaya
konstruksi untuk pengembangan dapat direduksi.

f. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran didalam pipa tidak kurang dari 0,3 m/dt untuk mencegah
terjadinya pengendapan dan penyumbatan pipa, dan lebih kecil dari 5 m/det, untuk
mencegah terjadinya gangguan hidrolis dan mekanik pada jaringan pipa.

Dalam menghitung dimensi pipa dan menetapkan besarnya kecepatan aliran perlu
diingat bahwa:

 Kecepatan aliran yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya kehilangan


tekanan total dari pompa, yang berarti dapat menyebabkan meningkatnya
biaya operasi dan pemeliharaan.

 Kecepatan aliran yang rendah menyebabkan pemakaian pipa dengan


diameter yang besar, yang berarti meningkatkan biaya investasi dari sistem.

c. Hidrolika Jaringan Perpipaan

1. Sisa Tekan

Sisa tekan yang tersedia besarnya bervariasi menurut klasifikasi jaringan perpipaan
dan daerah pelayanan, serta jenis pipanya. Kriteria sisa tekan menurut Draft
Guidelines for Design and Construction of Publik Water Supply System in
Indonesia, 1980 sisa tekan minimum yang harus disediakan adalah:

 Untuk pipa Distribusi Utama, sisa tekan minimum pada daerah kritis sekitar 15
meter kolom air.
 Untuk pipa pelayanan ditentukan menurut daerah layanannya terendah,
yaitu 10 meter kolom air .

2. Kecepatan Aliran

Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa distribusi menurut Al-Layla dalam bukunya
Water Supply Engineering Design, 1980 adalah sampai 0,1 – 1,5 m/det.

d. Jenis Perlengkapan Pipa

 Jenis Pipa

Pemilihan jenis pipa dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu
ketentuan dan daya tahan terhadap tekanan yang terdiri dari:

 Tekanan dari dalam yaitu tekanan statik dan water hammer.

 Tekanan dari luar pipa yaitu tekanan tanah dan air tanah serta beban lalu lintas.

 Diameter yang tersedia dipasaran.

 Daya tahan terhadap korosi dari luar.

 Kemudahan pengadaan, pengangkutan dan pemasangan di daerah yang


bersangkutan.

Pipa Distribusi Utama

Jenis pipa yang umum dipakai untuk pipa induk adalah ACP (Asbestos
Cement Pipe), DCIP (Ductile Cast Iron Pipe), GIP (Galvanized Iron Pipe),
Steel Pipe dan pipa HDPE.

Pipa CIP terbuat dari besi tuang. Pipa jenis ini sangat kuat, berat dan tahan lama
tetapi mudah terkena korosi terutama pada bagian permukaan dan
sambungannya, oleh karena itu ada jenis pipa CIP yang diberi lapisan anti
korosi yaitu DCIP.

Pipa GIP terbuat dari baja atau besi. Umumnya tidak tahan terhadap korosi,
tahan terhadap kesadahan tinggi, harganya mahal, pengangkutan dan
pemasangan mudah tetapi tidak tahan terhadap tekanan dari luar.
Steel Pipe merupakan pipa yang terbuat dari baja. Umumnya tahan
terhadap benturan ringan, pembuatanya mudah tetapi tidak tahan terhadap
korosi dan membutuhkan banyak waktu untuk penyambungan serta mahal
harganya.

Pipa PVC (Poly Vinyl Chlorida) merupakan pipa yang terbuat dari palstik Poly
Vinyl Chlorida. Umumnya tahan terhadap korosi, ringan, pemasangan dan
pengangkutannya mudah.

Pipa HDPE adalah jenis pipa plastic yang sekarang direkomendasikan untuk
mendukung pada drinking water atau air siap minum.

Pipa Pelayanan

Jenis pipa yang umum dipakai adalah GIP, Steel Pipe dan pipa PVC (Poly Vinyl
Chlorida). Dengan melihat jalur distribusi saat ini dan mudah ditemukan
dipasaran, maka untuk pipa pelayanan memakai pipa PVC. Dengan
berkembangnya teknologi dan bergesernya kearah pelayanan air minum maka
dari aspek standar kualitas yang mendukung adalah pipa PE.

 Perlengkapan Pipa

Perlengkapan perpipaan berfungsi agar jaringan perpipaan berjalan baik sesuai


dengan yang diharapkan. Beberapa perlengkapan perpipaan beserta fungsinya
diuraikan dibawah ini.

a. Katup Isolasi

Berfungsi untuk :

 Membuka dan menutup aliran

 Mengatur aliran, terutama bila satu bagian jalur pipa akan dites, diperiksa dan
diperbaiki.

Katup isolasi menggunakan standard gate valve. Katup butterfly mempunyai katup
yang lebih kecil dan mudah dioperasikan, tetapi bila tidak dapat ditempatkan maka
gate valve yang dipergunakan.

Pada pipa induk dengan aliran secara gravitasi perlu dilengkapi gate valve
dengan penutupan lambat agar dapat melindungai (mengurangi) gelombang air
(water hammer).
b. Fitting (sambungan)

Berfungsi untuk:

 Menyambung pipa pada jenis dan ukuran yang sama.

 Menyambungg dengan ukuran yang berlainan digunakan reducer pipe.

 Mengubah dan membagi aliran dipergunakan:

 Elbow / Bend, dipakai dalam belokan.

 Tee, untuk membagi aliran menjadi dua

 Cross, untuk membagi aliran menjadi tiga.

c. Trust Block dan Angker (blok penahan dan jangkar)

Berfungsi untuk menahan pipa dan fittingnya pada tempat tertentu yang mendapat
beban tekanan yang mengakibatkan pipa tidak stabil (bergerak). Blok penahan ini
memindahkan beban dari sambungan ke bidang tanah sekitarnya. Peralatan ini
digunakan jika pipa menyebrangi saluran sungai, irigasi atau lembah. Untuk panjang
lebih dari 4 m dipergunakan tiang penyangga jembatan pipa.

d. Air Valve (katup udara)

Berfungsi untuk mengeluarkan udara dalam pipa. Adanya udara ini akibat aliran
turbulen dan tidak meratanya aliran dalam pipa. Udara dalam pipa akan
terakumulasi pada titik tertinggi dan pada setiap 1 km jalur pipa di titik tertinggi
dipasang alat ini .

e. Blow Off (Pipa Penguras)

Berfungsi mengeluarkan endapan (lumpur) dalam pipa. Ditempatkan pada posisi


terendah dalam jalur pipa, tempat lumpur diperkirakan terakumulasi. Perlu
diperhatikan saluran pembawa air penguras beserta lumpurnya, sehingga tidak
mengganggu lingkungan sekitarnya.

f. Perlintasan Jalan Raya

Untuk perlintasan jalan raya (jalur pipa bersilangan dengan jalan), konstruksi
lintasan dibuat seperti penimbunan biasa dengan memperkuat bagian sebelah atasnya
dengan memakai plat beton atau urugan pasir ditambah sirtu.
g. Water Meter (Meteran Air)

Water meter mempunyai fungsi untuk mengukur besarnya aliran air yang mengalir
dalam pipa. Jenis water meter biasanya ditentukan berdasarkan penempatan water
meter itu sendiri misalnya:

 Water meter yang dipasang didekat instalasi biasanya disebut water meter induk

 Water meter yang dipasang pada zona pelayanan tertentu biasanya disebut
dengan water meter zoning

 Water meter yang dipasang pada sambungan rumah disebut water meter
pelanggan.

Pemasangan water meter induk biasanya dilengkapi dengan chamber guna


menghindari gangguan dari luar dan dilengkapi bypass dengan maksud jika water
meter tersebut rusak atau ada gangguan air dapat dilairkan memalui bypass.

h. Meter Pengukuran Aliran (Flow Meter)

Flow meter berfungsi untuk mengukur debit aliran air didalam pipa, flow meter
dipasang pada pipa utama distribusi dan transmisi sebagai kelengkapan untuk
kontrol debit dan kontrol pompa atau dapat juga dipasang pada sistem dosing
dengan maksud alat pelengkap untuk dapat menentukan dosing rate yang akurat.
Flow meter dapat dipasang secara permanen/ terus-menerus atau dapat juga dipasang
secara temporer tergantung dari fungsi dan tujuannya.

i. Pressure Gauges

Pressure Gauges berfungsi untuk mengatur tekanan air yang ada didalam pipa.
Pressure gauges biasanya dipasang pada:

 Rumah pompa, untuk kontrol bekerjanya pompa agar sesuai.

 Pada bak pelepas tekan dan perlengkapan kontrol debit lainnya dengan sistem
gravitasi, fasilitas pelengkap untuk pemeriksaan kondisi peralatan kontrol.

j. Regulating Valves

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 52
Regulating Valves diperlukan bila aliran air atau besarnya tekanan perlu
dikontrol. Katup ini merupakan jenis Disc-valve atau Butterfly valves. Disc-
valves dipergunakan dalam mengurangi besarnya tekanan tetapi pada bak pelepas
tekan dipergunakan Butterfly valves.

k. Air Resease Valve

Air Resease Valves dipasang pada belokan pipa yang mengarah kebawah.
Katup yang akan dipergunakan merupakan disain standard (flosing balls)

l. Prssure Release Valves

Pressure Release Valves yang menggunakan tipe per (spring operated type).
Katup ini dipasang pada pipa induk dengan aliran gravitasi dengan arah aliran
lagsung dimulai dan peralatan kontrol aliran (bak pelepas tekan, PRV, Washouts dan
katup pemeliharaan).

m. Float Valve

Float Valve dipasang pada bak pelepas tekan dan pada bak penampung (reservoir).
Tipe disesuaikan dengan bak pelepas tekan/ reservoir.

n. Wash - Out

Wash - out dipasang pada jalur pipa distribusi induk dengan lokasi pada profil
memanjang yang memperlihatkan adanya depresi, seperti perlintasan sungai dan
sebelum bak pelepas tekan daripada keadaan dimana terdapat ujung atau akhir dari
pipa cabang.

Pada sistem distribusi dipasang pada setiap titik terendah untuk semua diameter pipa
distribusi lebih besar dari 25 mm, dengan maksimum jarak sebesar 2 km.

o. Fire Hydrant

Unit ini dipasang pada perpipaan distribusi sebagai tempat (sarana) pengambilan air
saat terjadi kebakaran. Biasanya ditempatkan pada lokasi- lokasi yang menjadi pusat
keramaian.

Penempatan Fire Hydrant tersebut disarankan pada lokasi-lokasi dengan kepadatan


tinggi seperti pusat-pusat keramaian. Selain itu, pada umumnya Fire hydrant ini
dipasang pada setiap interval jarak sejauh 500 m dengan diameter pipa sebesar 75
mm atau 65 mm.
e. Sistem Pengaliran

Sistem pengaliran dalam sistem distribusi air bersih dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Sistem Gravitasi

Sistem pengaliran dengan gravitasi dilakukan dengan memanfaatkan beda tinggi


muka tanah, dalam hal ini jika daerah pelayanan terletak lebih rendah dari sumber
air (reservoir). Untuk daerah pelayanan yang mempunyai beda tinggi yang besar,
sistem gravitasi sangat baik digunakan, karena menghemat energi (pemompaan).
Bila digabungkan dengan pola jaringan bercabang akan membentuk sistem yang
optimal, baik dari segi ekonomis maupun dari segi teknis.

2. Sistem Pemompaan

Sistem pengaliran dengan pemompaan digunakan di daerah yang tidak mempunyai


beda tinggi yang besar dan relatif datar. Perlu diperhitungkan besarnya tekanan pada
sistem untuk mendapatkan sistem pemompaan yang optimal, sehingga tidak terjadi
kekurangan tekanan yang dapat mengganggu sistem pengaliran, atau kelebihan
tekanan yang dapat mengakibatkan pemborosan energi dan kerusakan pipa. Sistem
distribusi air minum di Perumahan Kota Wisata cocok menggunakan sistem
pengaliran dengan pemompaan.

3. Sistem Kombinasi

Sistem ini merupakan sistem gabungan dari sistem gravitasi dan sistem pemompaan.
Pada sistem kombinasi ini, air yang didistribusikan dikumpulkan terlebih dahulu
dalam reservoir pada saat permintaan air minimum. Jika permintaan air meningkat
maka air akan dialirkan melalui sistem gravitasi maupun sistem pemompaan.

f. Hidrolis Jaringan Perpipaan

 Sisa Tekan

Sisa tekan yang tersedia besarnya bervariasi menurut klasifikasi jaringan perpipaan
dan daerah pelayanan, serta jenis pipanya. Kriteria sisa tekan minimum yang harus
disediakan adalah:

S t a n d a r / K r i t e r i a P e r e n c a n a a n | 4 - 54
 Untuk pipa induk, sisa tekan minimum pada daerah krisis sekitar 15 meter
kolom air.

 Untuk pipa pelayanan ditentukan menurut daerah layanannya, yaitu 10 meter


kolom air jika daerah tersebut mayoritas bangunan tidak bertingkat, dan 12
meter jika mayoritas bangunan di daerah tersebut bertingkat.

 Kecepatan Aliran

Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa distribusi menurut Al-Layla dalam bukunya
Water Supply Engineering Design, 1980 adalah sampai 0,6 – 3 m/det.

g. Struktur Khusus Jalur Pipa

 Perlintasan Sungai/ Badan Air

Ada 3 (tiga) metoda untuk perlintasan sungai dan atau badan air, yang dapat
digunakan yaitu:

 Melalui badan sungai/ badan air

 Melalui/ mengikuti jembatan yang ada

 Membuat jembatan penyembrangan pipa

Pemilihan perlintasan ini dilakukan berdasarkan pedoman standar IKK atau BNA,
yaitu berdasarkan diameter pipa dan besarnya bentang. Pipa yang diletakkan pada
bawah badan air sebaiknya dibungkus dengan massa beton dengan tebal 10 mm.
penutup pipa dari dasar sungai sampai dengan bagian atas beton diusahakan 1
(satu) meter. Sedangkan untuk perlintasan yang tidak sesuai dengan standar, perlu
dibuat disain khusus yang sesuai dengan kondisi lapangan.

Pada setiap jembatan pipa minimum dipasang 1 (satu) buah air valve dan 2 (dua)
buah wash-out dan minimum 1 (satu) buah wash out dan 2 (dua) buah air valve
untuk pipa yang diletakkan melintas dibawah sungai/ badan air.

h. Perlintasan Kereta Api

Perlintasan pada jalur jalan/ rel kereta api dapat menggunakan atau melalui gorong-
gorong yang ada. Jika tidak ada gorong-gorong yang dekat dengan lokasi
maka diputuskan dengan melakukan pemboran pipa melalui dalam tanah
(dengan thrustbrote).

i. Thrust Blocks

Tekanan pada bagian dalam pipa akan dapat berkembang menjadi besar apabila terjadi
kesalahan penempatan lokasi jalur pipa (ketidak seimbangan gaya penahan).

Blok penahan pipa ini dipasang pada:

 Akhir/ ujung setiap jalur pipa (cap ands)

 Setiap perubahan arah (bend) atau diameter (taper)

 Setiap cabang pipa

Terjadinya ketidak seimbangan gaya pada jalur penyambungan pipa tersebut dapat
dilawan dengan blok beton yang diserap oleh material pondasi. Dimensi dari blok
beton tersebut diperhitungkan berdasarkan prinsip mekanika tanah. Sebagai penahan
gaya geser pada dasar blok beton dilakukan oleh gaya literal pada gaya luar dari
permukaan pipa dan blok. Dalam disain ini dipergunakan juga standar disain sesuai
bentuk dari blok penahan tersebut.

Sebagaimana telah diuraikan dalam lingkup pekerjaan pada bab terdahulu, maka DED
yang di buat untuk menyusun pekerjaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan
kapasitas 50 l/det, telah disepakati bahwa unit pengolahan yang akan digunakan
(dibangun) terdiri dari unit pengolahan lengkap.

Dimana design konstruksi dan struktur bangunan IPA menggunakan metode dengan
penelitian kondisi site plan yang ada serta fasilitas yang telah tersedia dalam site
plan tersebut.

Dalam rangka pencapaian misi, visi serta tujuan PDAM dalam upayanya mencapai
target jangkauan pelayanan dan juga menyikapi kompleksitasnya permasalahan
pengelolaan air bersih, maka suatu perencanaan pengembangan perusahaan jangka
menengah yang jelas dan tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dan yang
akan datang mutlak sangat diperlukan. Dengan dibangunnya IPA yang baru diharapkan
dapat mencapai target peningkatan pelayanan.
LAPORAN
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

4.2 STANDAR KEBUTUHAN AIR

Tingkat pemakaian air per orang sangat bervariasi antara suatu daerah dengan daerah
lainnya, sehingga secara keseluruhan penggunaan air dalam suatu sistem penyediaan air
minum juga akan bervariasi. Bervariasinya pemakaian air ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain: iklim, standar hidup, aktivitas masyarakat, tingkat sosial dan ekonomi,
pola serta kebiasaan masyarakat dan hari libur.

Berhubungan dengan fluktuasi pemakaian air ini, terdapat tiga macam pengertian, yaitu:

a. Kebutuhan rata-rata

Pemakaian air rata-rata dalam satu hari adalah pemakaian air dalam setahun dibagi
dengan 365 hari.

b. Kebutuhan maksimum (Qmax)

Fluktuasi pemakaian air dari hari ke hari dalam satu tahun sangat bervariasi dan
terdapat satu hari dimana pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan hari lainnya.
Kebutuhan air pada hari maksimum digunakan sebagai dasar perencanaan untuk
menghitung kapasitas bangunan penangkap air, perpipaan transmisi dan Instalasi
Pengolahan Air (IPA). Faktor hari maksimum (fm) berkisar antara 1,1 sampai 1,5
(Lampiran III Permen PU NO. 18 Tahun 2007). Dalam penyusunan Rencana Induk
SPAM Kabupaten Cianjur, faktor hari maksimum (fm) yang digunakan sebagai
kriteria desain adalah 1,2.

c. Kebutuhan Puncak (Qpeak)

Faktor jam puncak (fp) adalah suatu kondisi dimana pemakaian air pada jam
tersebut mencapai maksimum. Faktor jam puncak biasanya dipengaruhi oleh jumlah
penduduk dan tingkat perkembangan kota, dimana semakin besar jumlah penduduknya
semakin beraneka ragam aktivitas penduduknya. Dengan bertambahnya aktivitas
penduduk, maka fluktuasi pemakian air semakin kecil. Berdasarkan standar yang
tercantum dalam Lampiran III Permen PU No.18 Tahun 2007, faktor jam puncak (fp)
berkisar antara 1,15-3. Dalam penyusunan Rencana Induk SPAM Kabupaten Cianjur,
faktor jam puncak (fp) yang digunakan sebagai kriteria desain adalah 1,5.
LAPORAN
AKHIR

Kebutuhan air ditentukan berdasarkan:

 Proyeksi penduduk

Proyeksi penduduk harus dilakukan untuk interval 5 tahun selama periode perencanaan

 Pemakaian air (L/o/h)

Laju pemakaian air diproyeksikan setiap interval 5 tahun

 Ketersediaan air

Perkiraan kebutuhan air hanya didasarkan pada data sekunder sosial ekonomi dan
kebutuhan air diklasifikasikan berdasarkan aktifitas perkotaan atau masyarakat.
LAPORAN AKHIR
Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air Minum (RI-SPAM)

Tabel 4-4 Kriteria Standar Kebutuhan Air

Kategori Kota
Besar Sedang Kecil
No Uraian Kriteria Metro Desa
(500 rb – 1 (100-500 rb) (20 – 100 rb)
(>1 Jt) Jiwa (<20 rb) Jiwa
Jt) Jiwa Jiwa Jiwa
1 Cakupan Pelayanan (%) 90 90 90 90 70
Perpipaan 60 Perpipaan 60 Perpipaan 60 Perpipaan 60 Perpipaan 25
BPJ 30 BPJ 30 BPJ 30 BPJ 30 BPJ 45
2 Konsumsi SR (L/o/Hr) 190 170 150 130 30
3 Konsumsi HU (L/o/Hr) 30 30 30 30 30
4 Jumlah Jiwa/SR 5 5 6 6 10
5 Jumlah Jiwa/HU 100 100 100 (100 – 200) 200
6 SR: HU (50: 50) s/d (50: 50) s/d (80: 20 70: 30 70: 30
(80: 20) (80: 20)
7 Konsumsi Non Domestik (%) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30)
8 Kehilangan Air (%) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30) (20 – 30)
9 Faktor Max Day 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
10 Faktor Peak Hour 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
11 Tekanan Air Dalam Pipa Min & Max 10 & 70 10 & 70 10 & 70 10 & 70 10 & 70
(mka)
12 Jam Operasi 24 24 24 24 24
13 Vol.Reservoir (%) (max day demand) 20 20 20 20 20
14 Kecepatan Pengaliran Dalam Pipa Tr (0,6 – 4,0) Tr (0,6 – 4,0) Tr (0,6 – 4,0) Tr (0,6 – 4,0) Tr (0,6 – 4,0)
(m/det) DI (0,6 – 2) DI (0,6 – 2) DI (0,6 – 2) DI (0,6 – 2) DI (0,6 – 2)
15 Koefisien HW PVC (120 – 140) PVC (120 – PVC (120 – 140) PVC (120 – 140) PVC (120 – 140)
Steel 120 140) Steel 120 Steel 120 Steel 120
GIP 110 Steel 120 GIP 110 GIP 110 GIP 110
GIP 110

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-59


LAPORAN
AKHIR

4.2.1 Kebutuhan Domestik

Merupakan kebutuhan air yang berasal dari rumah tangga dan sosial. Standar konsumsi
pemakaian domestik ditentukan berdasarkan rata-rata pemakaian air perhari yang
diperlukan oleh setiap orang. Standar konsumsi pemakaian air domestik dapat dilihat dari
Tabel 4.5.

Tabel 4-5 Tingkat Konsumsi/Pemakaian Air Rumah Tangga Sesuai Kategori Kota

No Kategori Kota Jumlah Penduduk Sistem Tingkat Pemakaina Air


1 Kota Metropolitan > 1.000.0000 Non Standar 190
2 Kota Besar 500.000 – 1.000.000 Non Standar 170
3 Kota Sedang 100.000 – 500.000 Non Standar 150
4 Kota Kecil 20.000 – 100.000 Standar BNA 130
5 Kota Kecamatan < 20.000 Standar IKK 100
6 Kota Pusat Pertumbuhan < 3.000 Standar DPP 60
Sumber: SK-SNI Air Minum

Kebutuhan air untuk rumah tangga (domestik) dihitung berdasarkan jumlah penduduk tahun
perencanaan. Kebutuhan air minum untuk daerah domestik ini dilayani dengan sambungan
rumah (SR) dan hidran umum (HU). Kebutuhan air minum untuk daerah domestik ini dapat
dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Kebutuhan air = % pelayanan x a x b

Dimana:

a= jumlah pemakaian air (liter/orang/hari)

b= jumlah penduduk daerah pelayanan (jiwa)

4.2.2 Kebutuhan Non Domestik

Kegiatan non domestik adalah kegiatan penunjang kota terdiri dari kegiatan komersil berupa
industri, perkantoran, perniagaan dan kegiatan sosial seperti sekolah, rumah sakit dan
tempat ibadah. Penentuan kebutuhan air non domestik didasarkan pada faktor jumlah
penduduk pendukng dan jumlah unit fasilitas yang dimaksud. Fasilitas perkotaan tersebut
antara lain adalah fasilitas umum, industri dan komersil. Perhitungan kebutuhan air non
domestik di wilayah Imekko Kabupaten Sorong Selatan diasumsikan sebesar 15-20%.

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-60


LAPORAN
AKHIR

Tabel 4-6 Tingkat Pemakaian Air Non Rumah Tangga

No Kategori Kota Jumlah Penduduk


1 Sekolah 10 Liter/hari
2 Rumah Sakit 200 Liter/hari
3 Puskesmas (0,5 – 1) m3/unit/hari
4 Peribadatan (0,5 – 2) m3/unit/hari
5 Kantor (1 – 2) m3/unit/hari
6 Toko (1 – 2) m3/unit/hari
7 Rumah Makan 1 m3/unit/hari
8 Hotel/Losmen (100 – 150) m3/unit/hari
9 Pasar (6 – 12) m3/unit/hari
10 Industri (0,5 – 2) m3/unit/hari
11 Pelabuhan/Terminal (10 – 20) m3/unit/hari
12 SPBU (5 – 20) m3/unit/hari
13 Pertamanan 25 m3/unit/hari
Sumber: SK-SNI Air Minum

4.3 PERIODE PERENCANAAN

Dimana periode perencanaan penyusunan Penyusunan Rencana Induk Sistem Pelayanan Air
Minum (RI-SPAM) dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 4-7 Periode Perencanaan

Jenis Kota
No Kriteria Teknis Metro Besar Sedang Kecil
(1>1 Juta) Jiwa (500 Rb – 1 Juta) Jiwa (100 – 500 Ribu) Jiwa 20 – 100 Rb) JIwa
1 Jenis Perencanaan Rencana Induk Rencana Induk Rencana Induk -
2 Horison 20 Tahun 15 - 20 Tahun 15 - 20 Tahun 15 - 20 Tahun
Perencanaan
3 Sumber Air Baku Investigasi Investigasi Identifikasi Identifikasi
4 Pelaksana Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/ Penyedia Jasa/
Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/Pemda
5 Peninjauan Ulang Per 5 Tahun Per 5 Tahun Per 5 Tahun Per 5 Tahun
6 Penanggung Jawab Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/ Pemda Penyelenggara/Pemda Penyelenggara/Pemda
7 Sumber Pendanaan  Hibah Luar Negeri  Hibah Luar Negeri  Hibah Luar Negeri  Pinjaman Luar
 Pinjaman Luar  Pinjaman Luar  Pinjaman Luar Negeri
Negeri Negeri Negeri  APBD
 Pinjamanan dalam  Pinjamanan dalam  Pinjamanan dalam
negeri negeri negeri
 APBD  APBD  APBD
 PDAM  PDAM  PDAM
 Swasta  Swasta  Swasta

Standar/Kriteria Perencanaan | 4-61

Anda mungkin juga menyukai