Anda di halaman 1dari 5

Nama Kelompok: Mochammad Faris Rizki (21801091021)

Dina Oktaviasari (21801091025)

Kelas : 3 A PUBLIK

REFORMASI KEBIJAKAN PENOLAKAN RUU KPK


TENTANG DEWAN PENGAWAS
Abstract: This journal aims to find out the government's policy in making
decisions about the rejection of the bill which was rejected by the public. In this
journal, analyzing the policies of the government, is it considered more effective
or detrimental. Because in Indonesia it is a state of law that all refer to the law.
Because the KPK will be overseen by a selection team from the DPR to prevent
corruption even though the KPK is an independent institution. This journal also
investigates any policies from the government to address this matter.

Abstrak: jurnal ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam


mengambil keputusan tentang penolakan RUU yang ditolak oleh masyarakat.
Dalam jurnal ini menganalisa kebijakan-kebijakan dari pemerintah tersebut,
apakah dirasa lebih efektif atau merugikan. Karena di Indonesia merupakan
negara hukum yang semuanya mengacu pada undang-undang. Karena KPK akan
diawasi oleh tim tim pilihan dari DPR untuk mencegah korupsi padahal KPK
merupakan lembaga independen. Jurnal ini juga menyelidiki kebijakan kebijakan
apa saja dari pemerintah untuk meyikapi hal ini.

PENDAHULUAN

Di semua negara sering terjadi korupsi yang semakin tidak menemukan


titik temu. Bahkan bukan uang saja yang bisa di korupsi, waktu juga di korupsi.
Dari kalangan masyarakat hingga petinggi negara bisa terjebak dengan korupsi.
Maka dari itu kpk ada, untuk mengawasi pergerakan masyarakat bahkan petinggi
negara untuk korupsi, pada RUU kpk saat ini justru yang tadinya lembaga
independen menjadi lembaga eksekutif dan ada dewan pengawas

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan suatu lembaga negara


yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas
dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002). Sebagai lembaga independen, artinya tidak boleh ada intervensi dari pihak
lain dalam penyelidikannya agar diperoleh hasil sebaik mungkin.
Tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut adalah untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
yang sudah merajalela keseluruh lapisan masyarakat. Perang terhadap korupsi
merupakan fokus yang sangat signifikan dalam suatu negara berdasarkan hukum,
bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah satu unsur
yang sangat penting dari penegakan hukum dalam suatu negara adalah perang
terhadap korupsi, karena korupsi merupakan suatu penyakit dan merusak semua
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk perekonomian serta penataan
ruang wilayah.

Lahirnya KPK didasarkan pada perkembangan pemikiran di dunia hukum


bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Label demikian dianggap tepat untuk
disematkan dalam konteks Indonesia, mengingat daya rusak praktek korupsi telah
mencapai level tinggi. Maka, tidak mengherankan jika hingga hari ini Indonesia
masih terjebak dalam suatu kondisi sosial ekonomi dan politik yang
memprihatinkan. Indikasinya bisa dilihat dari deretan angka kemiskinan yang
timbul, besarnya tingkat pengangguran, rendahnya indeks sumber daya manusia
Indonesia, serta rendahnya kualitas demokrasi.

KPK yang memiliki kewenangan penuh untuk menangkap dan


menyelidiki kasus tindak pidana korupsi. Tidak dapat kita pungkiri dengan
kewenangan itu pula, KPK menjadi mimpi buruk bagi para pejabat dan elit politik
yang korupsi. Karena KPK dapat menangkap para pelaku korupsi yang telah di
curigai kapanpun dan dimana pun. Seperti yang telah kita lihat pada beberapa
kasus yaitu kasus E-ktp yang menjerat setyo novanto. Demikian juga dengan
pemeriksaan KPK terhadap tersangka kasus korupsi Al Amin Nasution, KPK
tanpa segan-segan menggeledah kantor anggota DPR RI tersebut.1

Berbagai Kinerja Komisi Pemberantasan korupsi dalam proses penetapan


tersangka dalam melaksanakan tugas penyelidikan (baik melalui penyadapan,
maupun mekanisme kolektif kolegial). Disamping itu, jika melihat dari
kedudukan lembaga Negara, makan jangkauan terhadap kewenagan komisi
1
Ida Bagus Surya Darmajaya, Kewenagan Komisi Pemberantasan Korupsi (KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI) Dalam Upaya Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi Indonesia,(Bali:
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2008).
Pemberantasan Korupsi yang super body, secara yuridis normative hanya
didasarkan pada pengawasan internal Komisi Pemberantasan Korupsi oleh deputi
pengawasan komisi pemberantasan korupsi.

Melihat dari sudut pandang yuridis, dan konsep lembaga Negara, maka
sejatinya harus melahirkan kejelasan konseptual yang dapat dijalankan secara
tataran praktis dan normatif. Sehingga penulis terilhami untuk mencoba meneliti
pengawasan dalam mengawal Penegakkan hukum Komisi Pemberantasan
Korupsi.

Dalam hal sitem pengawasan secara teori, pengawasan pada dasarnya


diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewangan
atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Pengwasan juga dapat
mendeteksi seluas apa kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauh mana
penyimpangan yang terjadi dalam pelaksaan kerja tersebut. Menurut saiful Anwar,
Pengawas atau kontrol terhadap tindakan aparatur pemerintah diperlukan agar
pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terhindar dari
penyimpangan – penyimpangan.2

PERMASLAHAN

Pengawasan pada dasarnya diarahkan secara penuh pada kemungkinan


penyelewengan dan penyimpangan atas tujuan yang hendak dicapai. Melalui
pengawasan diharapakan dapat tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erta dengan
penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah
dilaksanakan.

Pengawasan juga dapat mendektesi sejahumana kebijakan pimpinan


dijalankan dan samapai sejauhmana penyimpangan yang terjadidalam pelaksaan
kerja tersebut. Kewenagan KPK untuk melakukan penutupan terhadapa tindak
pidana korupsi lebih diperluas lagi dengan wewenang untuk mengambil alih
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, dalam melaksanakan tugasnya
supervise tersebeut, kpk berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau
penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang yang

2
Saiful Anwawr., Sendi Sendi Hukum Administrasi Negara, (Glora Madani Press, 2004)
berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang
melaksanankan pelayanan publik.

Polemik yang menjadi permasalahan kasus ini, Komisi Pemberantasan


Korupsi mempersalahakan standar larangan etik dan anti konflik kepentingan bagi
dewan pengawas KPK yang lebih rendah dibanding pimpinan dan pegawai kpk
dan di Rancangan Undangan Undangan Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK di
revisi dari DPR isinya yaitu KPK di awasi oleh Dewan pengawas bukan dari
pimpinan KPK sendiri, dan Dewan Pengawas Tersebut yg beranggotakan DPR
dan Pemerintah. Ketua dan anggota dewan pengawas di tetapkan oleh presiden
dalam pasal 37A

Dewan pengawas menambah panjang birokrasi penanganan perkara karena


sejumlah kebutuhan penanganan perkara harus izin Dewan Pengawas, seperti:
3P(Penyadapan,Penggeledahan dan penyitaan), maka dari itu Dewan pengwasa
perlu di revisi nantinya jika kinerjanya tidak sesuai prosedur.

SOLUSI

Banyak dari lapisan masyarakat yang kontra dengan pengesahan uundang-


undang tersebut mulai dari ormas, mahasiswa hingga pelajar STM. Tidak sedikit
dari mereka yang juga turun ke jalan melakukan demo ke gedung DPR di jakarta.
Pemerintah juga terlihat tutup telinga, bahkan menkumham menyalahkan
masyarakat yang turut demo.

Bahkan pemerintah menuduh aksi demo tersebut ditunggangi oleh pihak


tertentu, seharusnya kapolri bisa membaca oknum-oknum yang berusaha
membuat kerusuhan bilamana ada masyarakat yang ingin menyalurkan hak
demonstrasinya yaitu menyalurkan pendapat di tempat umum .

Kembali ke undang-undang KPK yang kebanyakan tidak diterima oleh


masyarakat. Karena isi dari undang-undang tersebut dirasa merugikan, padahal
pemerintah juga membuat peraturan untuk kesejahteraan bagi masyarakat. Berikut
isi undang-undang yang memperlemah KPK:
 pasal 69D “sebelum dewan pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan
kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum undang-
udang ini”

 Pasal 70C “semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,


tindak piadana korupsi yang proses hukumnya belum selesai, harus
dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini”

Dari kedua pasal ini sudah sangat berbeda yang artinya, hanya penyidik
dari kepolisian yang bisa bekerja karena polisi berstatus sebagai ASN.
Konsekuensi aturan ini akan melemahkan pengawasan internal terhadap kerja
penyidik. Berikut solusi yang dapat menyelesaikannya:

1. pasal-pasal yang mengandung pelemahan terhadap fungsi lembagai anti


rasuah tersebut dibatalkan dengan cara menganti dengan aturan yuridis
yang sesuai aspirasi masyarakat.

2. Kedua, judicial review. Mekanisme ini dapat ditempuh di Mahkamah


Konstitusi. Caranya, dapat mengajukan pengujian secara materiil (Uji
materi) maupun formil (uji formil) terhadap norma hukum didalam
Perubahan UU KPK yang dianggap melanggar hak-hak konstitusional.
Tujuannya, Mahkamah Konstitusi dapat menyatakan isi norma atau
keseluruhan norma dalam perubahan UU KPK tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat.

Ketiga, executive review. Mekanisme ini dapat ditempuh dengan cara Presiden
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Misalnya,

Anda mungkin juga menyukai