Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Penyebab Anak Putus Sekolah di dusun II Desa Hessa Perlompongan


Kec. Air Batu Kabupaten Asahan

Faktor penyebab anak putus sekolah sebagaimana yang dijelaskan pada

bab II yakni dapat dibagi menjadi dua bagian :

1. Faktor Internal.

a. Dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan malas untuk pergi sekolah

karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan

sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban

biaya sekolah

b. Karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti play

station sampai ahirnya sering membolos dan tidak naik kelas, prestasi di

sekolah menurun, dan malu untuk pergi kembali ke sekolah.

c. Anak yang kena sanksi karena mangkir sekolah sehingga kena Droup Out.

2. Faktor Eksternal

a. Keadaan status ekonomi keluarga.

Dalam keluarga miskin cenderung timbul masalah yang berkaitan dengan

pembiayaan hidup anak, sehingga anak sering dilibatkan untuk membantu

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga merasa terbebani dengan

40
41

masalah ekonomi ini sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan

mengikuti pelajaran.

b. Perhatian orang tua

Kurangnya perhatian orang tua cenderung akan menimbulkan berbagai

masalah. Makin besar anak, perhatian orang tua makin diperlukan, dengan

cara dan variasi yang sesuai dengan kemampuannya. Kenakalan anak salah

satu penyebab adalah kurangnya perhatian orang tua.

c. Hubungan orang tua kurang harmonis

Hubungan keluarga tidak harmonis dapat berupa perceraian orang tua, tidak

saling peduli. Keadaan ini merupakan dasar anak mengalami permasalahan

yang serius dan hambatan dalam pendidikannya sehingga mengakibatkan

anak mengalami putus sekolah.

Perilaku anak putus sekolah tersebut didorong oleh beberapa factor

yaitu :

1. Keluarga

Didalam keluarga ada beberapa permasalahan yang menyebabkan anak

putus sekolah, yaitu :

a. Keadaan ekonomi keluarga.

Sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin

berkembang pesat menyebabkan segala kebutuhan manusia sulit


42

terjangkau oleh manusia itu sendiri, dari sandang pangan, pakaian dan

pendidikan semuanya diatas rata-rata yan harus dicapai. Tentulah

orangtua lebih mementingkan kebutuhan pokok berupa makanan

dibandingkan pendidikan. Walaupun ada sebagian bantuan berupa dana

bos akan tetapi itu tidak menjamin anak akan tetap bertahan

melanjutkan sekolahnya. Khususnya di desa hessa perlompongan,

banyak anak yang putus sekolah diakibatkan kurangnya biaya

pendidikan. Anak yang tidak tahu dengan kondisi ekonomi keluarga

mendesak ayah atau ibunya untuk diberi uang jajan yang banyak,

membuat orangtuanya bingung dan akhirnya menyuruh anaknya untuk

tidak melanjutkan sekolahnya.

Lemahnya keadaan ekonomi orang adalah salah satu penyebab

terjadinya anak putus sekolah. Apabila keadaan ekonomi orang tua

kurang mampu, maka kebutuhan anak dalam bidang pendidikan tidak

dapat terpenuhi dengan baik. Sebaliknya kebutuhan yang cukup bagi

anak hanyalah didasarkan kepada kemampuan ekonomi dari orang

tuanya, yang dapat memenuhi segala keperluan kepentingan anak.

Terutama dalam bidang pendidikan

b. Latar belakang pendidikan ayah dan ibu.


43

Perilaku anak putus sekolah dilatarbelakangi juga oleh pendidikan

orangtua. Masih ada beberapa orangtua yang kurang memahami pola

tingkah laku anaknya, mereka beranggapan anak yang putus sekolah

dengan anak yang masih bersekolah itu sama saja. Mereka menjadikan

pendidikan tersebut bukan merupakan sesuatu yang menjanjikan.

Sekolah itu hanya nama saja dan belum pasti. Jadi mereka memberikan

pemikiran-pemikiran kepada anak mereka dan tidak memberikan

dukungan kepada kemauan anak untuk bersekolah.

c. Status ayah dalam masyarakat dan pekerjaan.

Status orangtua juga menjadi faktor yang dapat menyebabkan prilaku

anak berubah, orangtua yang memiliki kepribadian yang buruk seperti

mantan pencuri dan sebagainya maka pekerjaan orangtua tersebut akan

menjadi bahan ejekan bagi teman-teman anak tersebut. Ketika anak itu

berangkat sekolah ia mungkin diejek teman sekelasnya, setiap hari

bahkan setiap jumpa anak itu selalu diejek. Sehingga anak itu malu dan

akhirnya ia tidak mau lagi berangkat ke sekolah. Orangtua yang tidak

tahu menahu membiarkan keputusan anaknya tanpa memberi

dukungan.
44

d. Hubungan sosial psikologis antara orang tua dan antara anak dengan

orang tua.

Di dalam rumah tangga sangat diperlukan hubungan yang harmonis

antara orangtua dan anak, mengajak anak berbicara tentang pelajaran

yang diajarkan oleh guru disekolah, menanyakan kepada anak apa ada

pekerjaan rumah dan apa sudah diselesaikan. Tugas orangtua perlu

mengajari lagi atau membimbing serta menemani anak mengerjakan

pekerjaan rumah agar anak merasa diperhatikan. Tapi beberapa

keluarga banyak yang tidak melakukan hal yang demikian, sehingga

hubungan tersebut sangat minim dan jarang sekali tatap muka antara

orangtua dan anak

e. Aspirasi orang tua tentang pendidikan anak, serta perhatiannya

terhadap pendidikan anak.

Disisi lain ditemukan anak yang putus sekolah dikarenakan orangtua

yang kurang mendukung pendidikan anak, misalnya mereka sibuk

dengan pekerjaan mereka sendiri. Segala kegiatan anak diserahkan

kepada tukang becak, atau pembantunya. Pergi diantar pembantu,

pulangnya dijeput tukang becak. Sehingga anak merasa kurang

diperhatikan oleh orangtua mereka.


45

Jelas bahwa kondisi ekonomi merupakan faktor pendukung yang paling

besar untuk kelanjutan pendidikan anak-anak, sebab pendidikan juga

membutuhkan biaya besar. Sebagaimana Baharuddin M juga mengatakan

bahwa: “Nampaknya di negara kita faktor dana merupakan penghambat utama,

untuk mengejar ketinggalan kita dalam dunia pendidikan. Sudah tidak dapat

dipungkiri bahwa tanpa dana yang cukup, tidak akan dapat diharapkan

pendidikan yang sempurna. Jadi, kurangnya biaya pendidikan, maka akan

mengakibatkan pendidikan tertunda.

Bila dilihat dari segi perkembangan zaman sekarang ini, yaitu biaya

pendidikan yang setiap tahun terus meningkat, kebutuhan pokok masyarakat

terus meningkatkan harganya sedangkan mata pencahariannya semakin

merosot, sehingga keadaan kehidupan semakin sulit dan melarat. Keadaan

semacam ini bisa kita lihat secara langsung di negara kita sendiri Indonesia.

Hal seperti ini akan mengakibatkan antara lain: anak tidak dapat melanjutkan

pendidikannya karena terpaksa membantu orang tua dalam memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itulah pendidikan anak terhambat

akibat kesibukan-kesibukannya dalam bekerja. Hal yang seperti ini sering

terjadi di kalangan keluarga yang kurang mampu dan akibatnya pendidikan

anak terhambat. Dalam hal ini faktor dana dalam dunia pendidikan sangat
46

menentukan. Jika tanpa adanya dana yang cukup, tidak bisa diharapkan untuk

mendapatkan pendidikan yang sempurna. Hal-hal seperti inilah yang dapat

menjadikan seorang anak menjadi putus.

2. Sekolah

Lingkungan sekolah merupakan suatu situasi yang sangat erat kaitannya

dengan anak putus sekolah. Di mana sekolah itu merupakan suatu lembaga

atau tempat anak memperoleh atau menerima pendidikan dan pengetahuan

kepada anak serta berusaha supaya anak dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Di sekolah guru mengajarkan seorang anak untuk bisa

bertanggung jawab baik untuk dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.

Dalam upaya untuk tercapainya tujuan pendidikan faktor-faktor sarana

dan prasarana sangat di butuhkan, seperti fasilitas gedung, ruangan serta alat-

alat sekolah lainnya. Baharuddin M, mengemukakan bahwa:

Apabila faktor sarana ini tidak terpenuhi, maka banyak murid usia  sekolah,

maupun berbagi tingkat pendidikan yang tidak bisa bersekolah, atau tidak bisa

melanjutkan sekolahnya. Bila hal tersebut terjadi berarti “putus sekolah” pun

terciptalah dikarenakan faktor tersebut. Yang paling berpengaruh adalah

kurangnya pengadaan sarana tempat belajar dan pengadaan guru. Sarana

adalah penunjang utama dalam hal pendidikan bagi anak, tanpa sarana yang
47

memadai, maka pendidikan anak akan terbengkalai. Sedangkan di negara

Republik Indonesia sarana baik gedung sekolah maupun ruangan sekolah

masih adanya kekurangan, jumlah gedung atau ruangan yang ada tidak dapat

menampung seluruh aspek usia sekolah, sehingga masih ada anak yang ada

lowongan untuk sekolah dan akhirnya si anak terpaksa meninggalkan masa

sekolahnya.

Selanjutnya di samping kekurangan masalah sarana dan alat-alat

sekolah tersebut di atas, juga masih ada masalah tenaga pengajar, yaitu

kurangnya tenaga guru

Apalagi di daerah telah di bangun fasilitas sekolah (sarana). Lalu guru

tidak ada, tentu saja sekolah tadi tidak akan terjadi. Dan para murid yang akan

bersekolah, terpaksa tidak bersekolah. Kalau saja hal ini terjadi di jenjang

lanjutan sekolah, ini berarti mereka disebut sebagai “putus sekolah sebelum

bersekolah, dikarenakan oleh kekurangan tenaga guru tadi”.

Di samping perlu banyaknya jumlah tenaga pengajar juga sangat

diperlukan kemampuan dan sifat-sifat seorang guru yang baik. Guru harus

sanggup menciptakan suasana yang harmonis. Di sekolah para guru dapat

memberikan contoh-contoh yang baik dalam proses pendidikan dan pengajaran

pada murid, agar mereka menjadi generasi yang handal dan utuh, beriman,

berpegang teguh kepada agama, membela dan bertanggung jawab kepada tanah
48

airnya, berwawasan luas, mempunyai kepribadian yang kuat, senang belajar

dan mencintai orang seperti mencintai dirinya sendiri dan memiliki semangat

gotong-royong.

Bagi anak didik, guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam

pertumbuhannya, guru adalah orang yang pertama sesudah orang tua yang

mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Apa saja yang dilakukan

oleh guru dinilai baik oleh anak dan sebaliknya apa saja yang tidak baik

menurut guru juga tidak baik menurut anak. Jadi guru memegang tanggung

jawab dan peranan yang amat penting terhadap pendidikan anak dalam rangka

pembentukan kepribadiannya menjadi seorang yang bertakwa dan

berintelektual.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru juga mempunyai

peranan sangat penting dalam pendidikan anak. Jika guru tidak ada maka bisa

mengakibatkan anak putus sekolah. Jika diperhatikan tentang masalah-masalah

tersebut, maka akan tampak persoalannya walaupun masalah itu kelihatannya

banyak dan bermacam-macam, tetapi sebenarnya dapat dikembalikan kepada

sebab-sebab yang sedikit saja.


49

3. Masyarakat

Masalah kehidupan anak bukan saja berlangsung di dalam rumah tangga

dan sekolah, tetapi sebahagian besar kehidupannya berada dalam masyarakat

yang lebih luas. Kehidupan dalam masyarakat merupakan lingkungan yang

ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya

terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak

menerima bermacam-macam pengalaman baik yang sifatnya positif maupun

yang sifatnya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa anak akan memperoleh

pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang

lain.

Akibat yang ditimbulkan dari anak yang putus sekolah adalah pastinya

anak tidak mendapatkan ijazah yang asli dari departemen pendidikan,

kurangnya wawasan dari sekolah, berujung dengan penyesalan. Namun kalau

putus sekolah dikarenakan minimnya biaya, kebanyakan orangtua akan

memilih lebih baik putus sekolah daripada susah membiayai hidup, karena

ijazah tidaklah penitng masih banyak yang lebih penting daripada ijazah.

Dampak bagi pribadi anak adalah :

- Bodoh - Diejek orang

- Suram masa depan - Hidup pontang panting


50

- Berpikir sempit - Depresi

Dampak bagi lingkungan sosial adalah :

- Kriminalitas tinggi

- Pengangguran meningkat

- Sulit bersosialisasi

B. Perilaku Anak Putus Sekolah di dusun II Desa Hessa Perlompongan


Kec. Air Batu Kabupaten Asahan

Perilaku Anak didasari faktor-faktor tertentu diantaranya perilaku yang

muncul karena anak tersebut tidak dapat melanjutkan pendidikannya yang

mengakibatkan perubahan pribadi dalam diri anak. Baik itu perubahan kearah

positif maupun perubahan kearah yang negatif. Namun anak putus sekolah

kebanyakan mengalami perubahan ke arah negatif, khususnya pada anak yang

berada di desa Hessa Perlompongan.

Perilaku anak di dusun II Desa Hessa Perlompongan banyak

menunjukkan hal-hal yang bersifat negatif. Berbeda dengan anak yang masih

bersekolah, perilaku anak putus sekolah mencerminkan perilaku yang dapat

meresahkan warga, terutama dalam berbicara, kata-kata yang diucapkan

kurang sopan, mengejek sesama teman sudah hal yang biasa, mereka
51

menganggap orang yang lebih tua sebaya dengan mereka, sehingga mereka

beranggapan tidak perlu menghormati atau menghargai orang lain.

Dalam pergaulan anak, banyak orangtua yang khawatir anak mereka

akan terbawa oleh perilaku buruk yang ditimbulkan dari anak yang putus

sekolah, karena perilaku yang terus menerus ditimbulkan dari anak yang putus

sekolah berpengaruh buruk bagi anak-anak lain, namun perilaku anak putus

sekolah tersebut tidak sepenuhnya salah anak melainkan karena beberapa

faktor tertentu.

Sebagaimana yang kita ketahui pada bab II prilaku anak putus sekolah

memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. Fisik : Perkembangan aspek fisik terkait dengan keutuhan dan kemampuan

fungsi panca indera anak, kemampuan melakukan gerakan-gerakan sesuai

perkembangan usianya serta kemampuan mengontrol keseimbangan. Anak

yang mengalami hambatan dalam hal-hal tersebut dapat dikatakan

mengalami masalah secara fisik. Permasalahan-permasalahan fisik tersebut

adalah sebagai berikut.

a. Gangguan fungsi pancaindera.

Panca indera yang terdiri dari mata, telinga, hidung, lidah dan kulit

semua itu mempengaruhi perkembangan anak, misalnya mata yang


52

berfungsi untuk melihat. Ketika mata anak kena gangguan sehingga

sulit untuk melihat yang ada disekelilingnya membuat anak enggan

melakukan pekerjaan apalagi yang berkaitan dengan belajar. Anak

akan cendrung kesulitan dan akan sulit baginya menerima pelajaran.

Sama halnya dengan telinga yang fungsinya untuk mendengar, guru

yang tidak tahu dengan kondisi anak menempatkan anak pada posisi

belakang, sehingga anak sulit mendengar penjelasan yang

disampaikan guru. Akhirnya ia tidak mau belajar dan enggan ke

sekolah.

b. Cacat tubuh

Cacat tubuh pada anak juga dapat menyebabkan anak malu pergi ke

sekolah karena malu dan takut diejek sama teman sekolahnya. Sama

halnya dengan anak desa hessa perlompongan, karena cacat pada

bagian tubuhnya, anak tersebut akhirnya berhenti sekolah karena

malu diejek teman sekolahnya.

c. Kegemukan (obesitas)

Tidak sedikit anak yang malu karena badannya terlalu gemuk, dan

terkadang ia tidak mampu mengimbangi badannya

d. Gangguan gerak peniruan (stereotipik)


53

e. Kidal

f. Gangguan Kesehatan (penyakit)

g. Hiperaktif

h. Neuropati

i. Ngompol (enuresis)

j. Buang air besar di sembarang tempat (encopresis)

k. Gagap

Masalah yang selalu dijumpai dalam fisik anak diantaranya gagap

yaitu kesulitan anak dalam berbicara, misalnya dalam pelajaran yang

disajikan oleh guru tidak dapat dijelaskan kembali oleh anak dengan

baik

l. Gangguan perkembangan bahasa.

2. Psikis

Permasalahan psikis anak terkait dengan kemampuan psikologis yang

dimilikinya atau ketidakmampuan mengekspresikan dirinya dalam kondisi

yang tidak normal. Beberapa permasalahan psikis yang seringkali dialami anak

adalah sebagai berikut.

a. Gangguan konsentrasi

b. Inteligensi (baik tinggi maupun rendah)


54

c. Berbohong

d. Emosi(perasaan takut, cemas, marah, sedih, dan lain-lain)

3. Sosial

Perkembangan sosial anak berhubungan dengan kemampuan anak

dalam berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan

pergaulan yang lebih luas. Dengan demikian, permasalahan anak dalam bidang

sosial juga berkaitan dengan pergaulan atau hubungan sosial, yang meliputi

perilaku-perilaku sebagai berikut.

a. Tingkah laku agresif

b. Daya suara kurang

c. Pemalu

d. Anak manja

e. Negativisme

f. Perilaku berkuasa

g. Perilaku merusak

4. Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar pada anak dapat dimaknai sebagai ketidakmampuan

anak dalam mencapai taraf hasil belajar yang sudah ditentukan dalam batas

waktu yang telah ditetapkan dalam program kegiatan belajar, sesuai dengan
55

potensi yang dimilikinya. Beberapa indikator dan jenis kesulitan belajar yang

mungkin dialami anak adalah sebagai berikut.

a. Lower level

b. Underachiever

c. Slow learner

C. Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam mengatasi Anak Putus


Sekolah di dusun II Desa Hessa Perlompongan Kec. Air Batu

Penanganan masalah anak dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-

langkah sebagai berikut.

1. Identifikasi kasus, yakni upaya untuk menandai subjek (anak) yang

diperkirakan mengalami masalah.

2. Identifikasi masalah, yakni upaya mengetahui inti permasalahan yang

dihadapi anak.

3. Diagnosis, merupakan langkah untuk mengidentifikasi karakteristik serta

faktor penyebab masalah yang dialami anak.

4. Prognosis, merupakan langkah untuk merumuskan alternatif upaya bantuan

sesuai dengan karakteristik permasalahan yang dialami.

5. Treatment, merupakan upaya pemberian bantuan itu sendiri.


56

6. Tindak lanjut, dilakukan sebagai bentuk evaluasi terhadap upaya

pemberian bantuan yang telah dilakukan serta kemungkinan penggunaan

langkah-langkah berikutnya.

Pada hakikatnya, tidak ada satu pun teknik yang efektif untuk

menangani permasalahan anak yang berbeda-beda. Penggunaan suatu teknik

akan bergantung kepada karakteristik anak, jenis permasalahan, kemampuan

serta keterampilan pemberi bantuan, serta faktor feasibilitasnya.

Di antara berbagai teknik yang dapat dilakukan orang tua dan guru

untuk membantu menangani permasalahan anak adalah sebagai berikut.

a. Latihan

b. Permainan

c. Saran dan nasihat

d. Pengkondisian (conditioning)

e. Model dan peniruan (modeling and imitation)

f. Konseling

Orang tua dan guru merupakan model bagi anak. Untuk dapat

membantu menangani permasalahan anak dengan tepat, orang tua dan guru

diharapkan memiliki beberapa karakteristik sebagai persyaratannya.


57

Beberapa karakteristik di bawah ini setidaknya dapat membantu

mempermudah orang tua dan guru dalam menangani permasalahan yang

dihadapi anak.

a. Kesabaran

b. Penuh kasih sayang

c. Penuh perhatian

d. Ramah

e. Toleransi terhadap anak

f. Empati

g. Penuh kehangatan

h. Menerima anak apa adanya

i. Adil

j. Dapat memahami perasaan anak

k. Pemaaf terhadap anak

l. Menghargai anak

m. Memberi kebebasan terhadap anak

n. Menciptakan hubungan yang akrab dengan anak

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Anak Putus Sekolah di dusun II


Desa Hessa Perlompongan Kec. Air Batu
58

Adapun faktor pendukung dan penghambat anak putus sekolah di desa

hessa perlompongan adalah sebagai berikut :

1. Banyaknya biaya yang dikeluarkan orangtua : Sekolah, uang daftar, buku

dan alat tulis lainnya, serta biaya transportasi atau akomodasi bagi siswa

yang jauh dari sekolah. Hal-hal tersebut masih dianggap sebagai beban

oleh orang tua sehingga membuat mereka enggan untuk menyekolahkan

anaknya. Selain itu, mata pencaharian orang tua anak tidak dan putus

sekolah sebagian besar petani, sebagian kecil nelayan, buruh, serta terdapat

orang tua anak yang tidak memiliki pekerjaan (tetap). Perlu dikemukakan

bahwa terdapat sejumlah anak yang tidak dan putus sekolah disebabkan

oleh ketiadaan orang tua atau meninggal dunia. Jadi, anak tersebut putus

sekolah karena tidak adanya orang tua atau pihak yang mau membiayai

sekolah si anak. Jumlah anak yang tidak dan putus sekolah karena orang

tuanya meninggal dunia.

2. Yang menyebabkan anak tidak dan putus sekolah adalah rendahnya atau

kurangnya minat anak untuk bersekolah, Rendahnya minat anak dapat

disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang, jarak antara tempat

tinggal anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang, dan

pengaruh lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang dapat disebabkan oleh

pengaruh lingkungan misalnya tingkat pendidikan masyarakat rendah yang


59

diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang  pentingnya pendidikan. Ada

pula anak putus sekolah karena malas untuk pergi sekolah karena merasa

minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering

dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah

dipengaruhi oleh berbagai faktor .Ketidak mampuan ekonomi keluarga

dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah

psikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam

pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah peranan lingkungan

Faktor

3. Kurangnya perhatian orang tua. Rendahnya perhatian orang tua terhadap

anak dapat disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga atau rendahnya

pendapatan orang tua si anak sehingga perhatian orang tua lebih banyak

tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Persentase anak

yang tidak dan putus sekolah karena rendahnya kurangnya perhatian orang

tua. Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang

berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan

belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran. Banyak sekali anak yang putus

sekolah ini diakibatkan karena keadan dirumahnya, biasanya dialami pada

masa SMP dan SMA, karena pada masa itu anak sedang mencari jati

dirinya sendiri, sehingga sangat sulit untuk dinasehati orang tunya. Itu
60

berakibat hubungan sang orang tua dengan anak menjadi tidak harmonis

lagi. Faktor yang

4. Ketiadaan prasarana sekolah. Faktor prasarana yang dimaksudkan adalah

terkait dengan ketidaktersediaan prasarana pendidikan  berupa gedung

sekolah atau alat transportasi dari tempat tinggal siswa dengan sekolah.

Persentase anak yang putus sekolah yang disebabkan karena faktor

ketiadaan  prasarana sekolah. Masalah ini sering terjadi di sekolah- sekolah

yang berada di pedesaan, maupun di wilayah pedalaman seperti di hutan.

Alat transportasi yang kurang serta  jarak antara rumah dengan sekolah

yang cukup jauh. Faktor

5. Yang menyebabkan anak putus sekolah adalah fasilitas belajar yang

kurang memadai. Fasilitas belajar yang dimaksudkan adalah fasilitas

belajar yang tersedia di sekolah, misalnya perangkat (alat, bahan, dan

media) pembelajaran yang kurang memadai, buku pelajaran kurang

memadai, dan sebagainya. Kebutuhan dan fasilitas belajar yang dibutuhkan

siswa tidak dapat dipenuhi siswa dapat menyebabkan turunnya minat anak

yang pada akhirnya menyebabkan putus sekolah. Faktor

6. Budaya. Faktor budaya yang dimaksudkan di sini adalah terkait dengan

kebiasaan masyarakat di sekitarnya. Yaitu, rendahnya kesadaran orang tua

atau masyarakat akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat


61

pedesaan dalam menyekolahkan anaknya lebih banyak dipengaruhi faktor

lingkungan. Mereka beranggapan tanpa bersekolah pun anak-anak mereka

dapat hidup layak seperti anak lainnya yang bersekolah. Oleh karena di

desa jumlah anak yang tidak bersekolah lebih banyak dan mereka dapat

hidup layak maka kondisi seperti itu dijadikan landasan dalam menentukan

masa depan anaknya. Kendala budaya yang dimaksudkan adalah

pandangan masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting.

Pandangan banyak anak banyak rejeki membuat masyarakat di pedesaan

lebih banyak mengarahkan anaknya yang masih usia sekolah diarahkan

untuk membantu orang tua dalam mencari nafkah. Faktor

7. Cacat, IQ yang rendah, rendah diri, dan umur yang melampaui usia

sekolah. Persentase anak yang putus sekolah yang disebabkan karena

faktor ini sangat sedikit, yaitu kurang dari 1%.

Anda mungkin juga menyukai