Anda di halaman 1dari 4

BAB I

SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

1. Jelaskan subjek hukum internasional apa sajakah yang dapat membuat perjanjian
internasional!

Perjanjian internasional pada dasarnya dibuat oleh dua subjek hukum internasional atau
lebih. Namun tidak semua subjek hukum internasional dapat membuat perjanjian
internasional. Subjek hukum internasional yang utama dalam membuat perjanjian
internasional adalah negara. Hal ini ditunjukan pada pengertian dari perjanjian
internasional pada Article 2(1)(a) VCLT 1969, yang menyebutkan :1

“Treaty means an international agreement concluded between States in written


form and governed by international law, whether embodied in a single instrument
or in two or more related instruments and whatever its particular designation .”
(Traktat adalah suatu persetujuan internasional yang diadakan antara negara-
negara dalam bentuk tertulis dan diatur dalam hukum internasional, baik yang
berupa satu instrument tunggal atau dua atau lebih instrument yang saling
berkaitan tanpa memandang apapun juga namanya.”

Hal ini juga diperkuat dalam Article 6 VCLT 1969 yang pada dasarnya menyatakan
bahwa setiap negara mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian internasional.
Namun dalam hal ini, meskipun tidak disebutkan dengan jelas pada dasarnya hanya
negara yang berdaulat yang mampu untuk memenuhi kualifikasi sebagai subjek hukum
internasional yang dapat membuat perjanjian internasional.2 Kualifikasi tersebut adalah
suatu negara mempunyai penduduk yang tetap, pemerintah yang berdaulat dan merdeka
dari negara lainnya. 3 Namun, pada Article 1 Montevide Convention 1933, terdapat
tambahan kualifikasi yaitu mempunyai kapasitas untuk dapat berhubungan dengan negara
lainnya.4 Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan suatu negara dalam berhubungan
dengan negara lain memiliki keterkaitan dengan kemampuan suatu negara untuk
perjanjian internasional, sebagai sebuah bentuk hubungan antara negara-negara.

Organisasi internasional pada dasarnya mempunya ciri khas sebagai subjek hukum
internasional, yang dimana dalam hal ini mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian
1
Konvensi Winna 1969,Ps.2(1)(a)
2
V. Selvie Sinaga, Hukum Perjanjian Internasional : Diskursus Tentang Konvensi Wina 1969, Jakarta: Penerbit
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019, hlm.25.
3
Anthony Aust, Modern Treaty Law and Practice, 2nd Edition New York : Cambridge University Press, 2007,
hlm.59.
4
Konvensi Montevide 1933,Ps.1.
internasional. Dalam hal ini tidak hanya dapat membuat perjanjian internasional dengan
antar organisasi, tetapi juga bisa membuat perjanjian dengan negara sebagai subjek
hukum internasional lain. Hal ini ditunjukan dengan Paragraf 11 dari preambul VCLT
between States and International Organisations or between International Organisations
1986, yang tertulis :5

“international organisations possess the capacity to conclude treaties which is


necessary for the exercise of their functions and the fulfilment of their purposes.”
(Organisasi internasional mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian
internasional untuk keperluan dalam menjalankan fungsi dan tujuan dari
organisasi tersebut).

Pada Article 1 VLCT between States and International Organisations or between


International Organisations 1986 pada dasarnya disebutkan bahwa ketentuan konvensi
hanya dapat diterapkan bagi perjanjian yang pihak-pihaknya adalah antara satu atau lebih
negara dengan organisasi internasional atau perjanjian organisasi internasional. 6 Hal ini
menunjukkan bahwasanya terdapat perkembangan zaman yang dimana VCLT 1969 oleh
International Law Commission mempunyai kekurangan didalamnya karena hanya sebatas
antara negara-negara yang ditunjukan dalam Article 3 VCLT 1969, yang berisikan pada
dasarnya cakupan konvensi tersebut tidak memuat perjanjian antara negara dan subjek
hukum internasional lainnya.

Menurut pandangan Prof. Mochtar Kusumaatmadja, untuk vatikan atau takhta suci dapat
dikatakan sebagai subjek hukum internasional yang dapat membuat perjanjian
internasional dengan negara-negara, meskipun bukan untuk urusan kenegaraan tetapi
lebih kepada urusan keagamaan.7 Hal ini juga dapat dibuktikan dengan adanya Lateran
Pacts 1929 yang dibuat antara Vatikan dan Itali, yang dengan melihat bahwa vatikan
sebagai sebuah negara yang dimana memiliki status sebagai pengamat dalam PBB. Selain
itu Vatikan sendiri adalah anggota dari beberapa organisasi dan pihak dalam banyak
perjanjian bilateral dan multilateral.8

2. Apakah VCLT 1969 berlaku untuk semua jenis perjanjian yang dibuat oleh para subjek
hukum internasional di atas?

5
Konvensi Winna 1986, Preambul Paragraf 11.
6
International Law Making,” Vienna Convention On The Law Of Treaties Between States and International
Organizations or Between International Organizations”,Jurnal Hukum Internasional, Volume 3,
Nomor1,2005,hlm.98.
7
Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes,Pengantar Hukum Internasional,Bandung : PT. Alumni,2003,hlm.117
8
Anthony Aust, Modern Treaty Law and Practice, Op.Cit,hlm.60.
Jawabannya adalah tidak, pada dasarnya hal ini sudah terlihat dalam pengertian
perjanjian internasional pada Article 2(1)(a) VCLT 1969 yang sudah dijelaskan
sebelumnya, bahwa hanya negara-negara yang dapat membuat perjanjian internasional.
Selain itu, pada Article 3 VCLT 1969 juga disebutkan, bahwa :9

“The fact that the present Convention does not apply to international agreements
concluded between States and other subjects of international law or between such
other subjects of international law, or to international agreements not in written
form.”
( Fakta dari konvensi pada saar ini tidak berlaku pada perjanjian internasional
antara negara-negara dengan subjek hukum internasional lainnya atau antar
subjek hukum internasional selain negara, atau perjanjian internasional yang tidak
dalam bentuk tertulis.)

Dengan kata lain, cakupan dari VCLT 1969 dalam hal ini tidak memuat mengenai
perjanjian internasional selain antara negara-negara dan bahkan tidak mencakup antara
negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Namun, hal ini akan berbeda dengan
perjanjian internasional yang dibuat setelag VCLT 1968 berlaku, yang memungkinkan
subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi internasional sebagai pihak
dalam perjanjian internasional.

3. Jelaskan apakah kepala pemerintahan dari wilayah otonomi khusus dalam suatu negara
(contoh: Taiwan, Hongkong, negara-negara bagian di Amerika Serikat) dapat membuat
suatu perjanjian internasional? Berikan contoh kasusnya!

Negara bagian dari suatu negara federal tidak memiliki kewenangan dalam mengadakan
perjanjian internasional. Namun, ada kalanya negara bagian diberi kewenangan oleh
konstitusi federal negara yang bersangkutan untuk dapat mengadakan perjanjian
internasional. Hal ini dapat dicontohkan seperto, negara Byelo-Russian Sovyet Republic
dan Ukraina Sovyet Republic yang turut serta dalam perundingan dalam Konferensi
Jenewa tahun 1958 mengenai Hukum Laut sebagai peserta yang berdiri sendiri dan
terpisah dari Uni Sovyet (USSR) yang juga menghadiri konferensi tersebut sebagai
peserta.10

Dalam wilayah otonomi khusus, kepala pemerintahannya berdasarkan penjelasan


sebelumnya dalam hal ini dapat membuat perjanjian internasional. Sebagai pemerintah
yang diklaim Cina, Taiwan memiliki hubungan diplomatik dan perjanjian hanya dengan
beberapa negara berkembang kecil. Maka dari itu Taiwan masih bisa dianggap sebagai
subjek hukum perjanjian internasional. Negara Taiwan sebagai negara bagian dari
9
Konvensi Winna 1969, Ps.3.
10
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Op.Cit., hlm. 125-126.
Republik Tiongkok, misalnya yang banyak melakukan perjanjian, termasuk dengan
Australia, Belanda, New Zealand, Swedia, dan Inggris, terkait pajak ganda, tetapi negara-
negara tersebut tidak mengakui Taiwan sebagai negara. Sebagaimana yang tertulis pada
Pasal 6 VCLT 1969, bahwa setiap negara memiliki kemampuan untuk melakukan
perjanjian yang kemudian pada konvensi tersebut tidak terdapat syarat jika negara yang
bersangkutan perlu diakui terlebih dahulu. The Convention on Rights and Duties of State
1933, menjelaskan mengenai status kenegaraan yang mana suatu negara harus memiliki
penduduk yang permanen, wilayah yang jelas, pemerintah dan kapasitas untuk
mengadakan hubungan internasional dengan negara lain. Pada tahun 2001, Republik
Rakyat Cina (dengan nama Tionghoa Taipei) menjadi anggota Perjanjian Perdagangan
Dunia tentang dasar bahwa itu merupakan wilayah pabean yang terpisah, seperti yang
dimiliki orang Eropa Komunitas, Hongkong, Cina dan Makau, Cina.11

Contoh lainnya, yaitu Hongkong yang sampai saat ini memiliki perjanjian ekstradisi
dengan 20 negara namun sebagian dari negara-negara tersebut sudah menangguhkan atau
ditangguhkan oleh Hongkong.12 Status masa depan Hongkong pada dasarnya sudah
disepakati dalam sebuah deklarasi, yaitu the China-United Kingdom Joint Declaration on
the Question of Hong Kong pada tahun 1984, sehingga berstatus sebagai Special
Administrative Region of China dan dikenal sebagai “Hong Kong Special Administrative
Region” atau HKSAR, sehingga Hongkong memiliki otonomi tingkat tinggi. 13 Bagian
Pasal 3(9) dan (1) dari Deklarasi Bersama Cina-Inggris memberikan kewenangan kepada
Hongkong untuk memiliki hubungan ekonomi dengan Inggris serta negara lainnya,
dengan ketentuan bahwa Hongkong dapat memelihara dan mengembangkannya sendiri
dan membuat kesepakatan yang relevan. Selain itu, Hongkong dapat mempertahankan
dan mengembangkan hubungan dan menyimpulkan serta mengimplementasikan
perjanjian dengan negara bagian, wilayah dan organisasi internasional yang relevan di
bidang yang sesuai dan membuat perjanjian dari bidang tersebut termasuk hal-hal seperti
promosi investasi dan perlindungan, pajak berganda, jaminan sosial, kekayaan intelektual
dan kerjasama bea cukai.14 Dengan kata lain, Hongkong SAR dalam hal ini dalam
membuat perjanjian tidak memperlukan otorisasi dari pemerintah pusat dan bahkan
pemerintah pusat harus meminta izin atau membiarkan Hongkong SAR bernegosiasi
untuk membuat suatu perjanjian.

11
Anthony Aust, Modern Treaty Law and Practice, Op.Cit., hlm. 61.
12
Sita Hidriyah, “Aksi Unjuk Rasa Hongkong dan Respons Internasional”, INFO Singkat, Volume XI,Nomor 16,
2019, hlm.9
13
Anthony Aust, Modern Treaty Law and Practice, Op.Cit., hlm. 68.
14
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai