Anda di halaman 1dari 5

Case Based Learning I

Patofisiologi Stroke Iskemik


Oleh Ananda Nur Shafira, 1806139872, FG 1, KMB III – Kelas B, FIK UI 2018

World Stroke Organization (2019) menyatakan bahwa dalam setiap tahun


setidaknya terdapat lebih dari 13,7 juta kasus stroke baru di dunia. Dimana hampir
60% kasus stroke terjadi pada usia 70 tahun ke atas. Namun, hal tersebut tidak
menutup kemungkinan jika stroke juga terjadi pada usia muda atau bahkan
remaja. Seperti hal nya yang terjadi di Indonesia, menurut Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (2019), terjadi peningkatan prevalensi stroke dari tahun 2013
dengan angka 7% menjadi 10,9% pada tahun 2018. Angka tersebut merupakan
data Riskesdas yang diperoleh berdasarkan wawancara pada sejumlah masyarakat
yang telah terdiagnosa medis mengidap stroke. Tentunya, stroke bukan lah
masalah kesehatan yang sepele, melainkan suatu kondisi darurat yang apabila
terlambat ditangani dapat mengakibatkan kelumpuhan hingga kematian. Seperti
yang terjadi pada kasus CBD 1 yaitu pasien usia 59 tahun yang mengeluhkan
adanya kelemahan pada lengan kanan dan mati rasa pada pipi serta tangan kanan.
Tidak hanya itu, bibir pasien juga tampak miring ke sisi kanan, disertai dengan
adanya facial drop. Berdasarkan kasus tersebut, maka perlu dibahas lebih lanjut
mengenai proses dan respon terjadinya stroke pada tubuh.

Menurut Ignatavicius, Workman, dan Rebar (2018), stroke atau disebut


juga sebagai ‘brain attack’ merupakan kondisi dimana terjadi defisit neurologis
akibat adanya gangguan perfusi pada aliran darah ke bagian otak. Apabila ditinjau
dari penyebabnya, stroke dapat digolongkan menjadi dua yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik dengan angka insiden masing-masing sebesar 83% dan 15%
(Black & Hawks, 2014). Pada stroke iskemik, penyebab utamanya adalah
penyumbatan pada arteri karotis serebral akibat trombus atau pun embolus.
Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena adanya perdarahan akibat pecah
pembuluh darah di otak. Kondisi tersebut tentunya dapat menyebabkan penurunan
fungsi sel hingga kematian sel pada otak. Pada lembar tugas berikut, akan dibahas
lebih lanjut mengenai patofisiologi stroke iskemik.
Ditinjau dari anatominya, menurut Kuriakose dan Xiao (2020), yang
mengatur aliran darah menuju ke otak adalah dua arteri karotid interna dan dua
arteri vertebra posterior (disebut dengan ‘the circle of Willis’). Tentunya, otak
sebagai pusat koordinasi tubuh tentu sangat memerlukan sirkulasi atau aliran
darah bersih dari jantung dan paru. Darah tersebut membawa oksigen dan nutrisi
sebagai bahan baku proses respirasi sel otak. Kemudian darah akan mengangkut
zat sisa seperti karbondioksida (Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2018). Namun
jika arteri mengalami penyumbatan, maka otomatis aliran darah yang mengangkut
oksigen dan nutrisi menjadi tidak lancar, sehingga berdampak pada penurunan
fungsi sel otak. Bahkan, jika penyumbatan terjadi selama lebih dari beberapa
menit atau penurunan aliran darah ke otak hingga kurang dari 25 mL per 100 gr
per menit, maka sel-sel saraf di otak akan mengalami infark atau kematian sel
akibat defisit oksigen dan nutrisi (Kuriakose & Xiao, 2020).

(Awal penyumbatan >> Infark serebral)


Sumber: http://www.strokecenter.org/patients/about-stroke/ischemic-stroke/

Menurut Ignatavicius, Workman, dan Rebar (2018), secara umum stroke


iskemik dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke trombotik dan stroke
emboli. Pada stroke trombotik diawali dengan pembentukan trombus atau
gumpalan akibat adanya kerusakan pada bagian endotelial pembuluh darah.
Menurut Black dan Hawks (2014), stroke dapat terjadi akibat kerusakan atau
sumbatan pada: (1)pembuluh darah besar, seperti arteri serebral utama (karotid
interna), serebral anterior, serebral media, serebral posterior, vertebral, dan arteri
basilaris; dan (2)pembuluh darah kecil, yang terjadi pada cabang dari pembuluh
darah besar yang terhubung dengan otak bagian dalam atau biasa disebut dengan
stroke lakunar. Umumnya kerusakan tersebut disebabkan oleh penumpukan plak
lemak atau kolesterol (aterosklerosis) yang menempel pada pembuluh darah di
otak. Jika hal ini terjadi, maka lama kelamaan lapisan plak tersebut akan semakin
menebal dan menyumbat aliran darah pada otak hingga mengakibatkan iskemik
dan kematian pada otak (nekrosis). Dengan adanya proses pembentukan dan
penumpukan plak aterosklerosis hingga menyumbat aliran darah pada otak, maka
stroke trombotik memiliki onset yang lebih lambat, sekitar beberapa menit hingga
jam (Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2018).

(Stroke iskemik: trombotik dan emboli)

Sumber: https://healthand.com/id/topic/general-report/ischaemic-stroke

Selanjutnya, stroke emboli juga disebabkan karena adanya sumbatan


berupa embolus dalam pembuluh darah. Berbeda dengan stroke iskemik
trombotik, stroke emboli terjadi karena adanya sumbatan yang dapat berasal dari
pembuluh darah tubuh mana pun selain di otak. Embolus merupakan kumpulan
dari pecahan clot (emboli) yang umumnya ditemukan pada pasien atrial fibrilasi
(AF), kelainan katup jantung, infark miokard, hingga pasien dengan endokarditis.
Pada pasien AF, embolus dapat terbentuk di bilik atau ventrikel jantung yang
kemudian apabila darah dipompakan ke arteri, maka embolus akan ikut terbawa
dan terus berpindah hingga akhirnya menyumbat area arteri yang ukurannya lebih
kecil. Dengan adanya sumbatan tersebut, maka aliran darah yang seharusnya
disalurkan ke otak akan terhambat sehingga menyebabkan defisit neurologis
hingga kematian sel akibat secara tiba-tiba (Ignatavicius, Workman, & Rebar,
2018). Maka dari itu, onset stroke emboli tergolong mendadak dan lebih cepat
dibanding stroke trombotik. Apabila hal tersebut tidak segera diatasi, maka
dinding arteri akan semakin tertekan hingga memungkinkan untuk terjadinya
ruptur hingga perdarahan dan terjadi lah stroke hemoragik (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2010).

Pada awal penyumbatan stroke trombotik atau pun stroke emboli, neuron
atau sel saraf di otak tidak dapat melakukan respirasi aerob seperti biasanya. Maka
dari itu, mitokondria akan otomatis mengaktifkan sistem respirasi anaerob yang
menghasilkan asam laktat dan ion hidrogen dalam jumlah besar dan menyebabkan
perubahan pH intrasel. Pada proses pengaktifan respirasi anaerob, terjadi
penurunan jumlah produksi adenosine triphosphate (ATP) yang menyebabkan
terhambatnya aktivitas sistem pompa dan transport natrium, kalium, dan kalsium.
Hal tersebut berdampak pada terjadinya proses depolarisasi dan dilanjutkan
dengan penumpukan ion kalsium intrasel, kerusakan mitokondria, penurunan
fungsi membran sel, hingga terjadi kematian sel atau nekrosis (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2010). Apabila proses di atas telah terjadi, maka dapat
dipastikan bahwa seseorang akan mulai mengeluhkan berbagai manifestasi klinis
yang dialaminya. Contohnya seperti kelemahan atau sensasi mati rasa pada bagian
tubuh tertentu, sakit kepala, kesulitan berbicara, penglihatan kurang jelas,
kesulitan menelan, hingga kelumpuhan (Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2018).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa stroke


iskemik merupakan kondisi menurunnya fungsi neurologis pada otak yang
disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah akibat trombosis dan atau
embolus. Dengan adanya penyumbatan tersebut, maka aliran darah yang
seharusnya membawa oksigen dan nutrisi ke otak akan berangsur berkurang
hingga terhenti. Selain itu, kondisi stroke juga melibatkan serangkaian proses
kimia seperti respirasi anaerob, pompa dan transport zat, hingga depolarisasi yang
berujung pada infark serebral. Setelah mengetahui patofisiologi stroke, diharapkan
kemampuan berpikir kritis mahasiswa dan perawat semakin meningkat guna
menentukan tindakan keperawatan yang akan diberikan dan mencegah adanya
perburukan pada pasien.

Referensi

Black, J. M. & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen

Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (Edisi 8). (J. Mulyanto et al,
Penerjemah). Jakarta: Salemba Emban Patria.

Ignatavicius., D.D., Workman, M. L. & Rebar, C. R. (2018). Medical Surgical

Nursing: Concepts for Interprofessional Collaborative Care (9th ed.).


Missouri: Elsevier.

Kemenkes Republik Indonesia. (2019). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Kemkas.kemkes.go.id. Diakses dari


https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Has
il-riskesdas-2018_1274.pdf

Kuriakose, D. & Xiao, Z. (2020). Review Pathophysiology and Treatment of

Stroke: Present Status and Future Perspectives, International Journal of


Molecular Sciences. 21,7609. doi:10.3390/ijms21207609

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &

Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th Edition).


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

World Stroke Organization. (2019). Global Stroke Fact Sheet 2019. World-

stroke.org. Diakses dari https://www.world-


stroke.org/assets/downloads/WSO_Fact-sheet_15.01.2020.pdf

Anda mungkin juga menyukai