Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain


"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
(Undang-Undang No. 22 tahun 1997). Jenis Narkotika adalah : Tanaman papaver,
opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina,
ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja. Garam-garam dan turunan-turunan dari
morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang
mengandung bahan tersebut di atas.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-
Undang No. 5/1997). Zat yang termasuk psikotropika antara lain: Sedatin (Pil BK),
Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon,
Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis
Diethylamide), dsb.

Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis


maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang
dapat mengganggu sistim syaraf pusat, seperti: Alkohol yang mengandung ethyl
etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang

1
menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol
atau obat anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether, dsb.

Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat
yang umumnya mempunyai risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar
kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius
pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini
presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah di luar batas dosis.

Efek toksik narkoba ini sangat banyak sekali dalam kehidupan sehari-hari,
seperti ketergantungan yang bisa mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis,
karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh
seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.

Selain itu, dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung


pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi
pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis
maupun sosial seseorang. Salah satu dampak pemakaian narkoba yaitu kecelakaan
lalu lintas yang akan di bahas pada makalah ini.

I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan referat ini unuk mengetahui efek toksik narkoba pada
korban kecelakaan lalu-lintas.

I.3. Batasan Masalah

Penulisan referat ini membahas tentang efek toksik narkoba pada korban
kecelakaan lalu-lintas.
I.4. Metode Penulisan
Referat ini dibuat dengan mengacu kepada berbagai tinjauan pustaka dan
literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Narkoba

Narkoba (singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif berbahaya


lainnya) adalah bahan atau zat yang bila dimasukkan dalam tubuh manusia, baik
secara oral atau diminum, dihirup, maupun disuntikkan dapat mengubah pikiran,
suasana hati atau perasaan dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan
ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.1
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (undang-
undang No. 22 tahun 1997). Beberapa yang termasuk jenis narkotika adalah : 1
 Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko),
opium, morfin,kokain, ekgonina,tanaman ganja,dan damar ganja
 Garam-garam dan turunan-turunan dari morfin dan kokain, serta campuran-
campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
Psikotropika adalah obat atau zat baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. 1 Zat yang
termasuk psikotropika antara lain sedatin (pil BK), Rohypnoi, Magadon, Valium,
Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metilfenidat, Fenobarbital,
Flunitrazepam, Ekstasi, shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide), dan lain-
lain.1,2
Bahan adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis
maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfin atau kokain yang dapat
mengganggu sistim saraf pusat seperti : Alkohol yang mengandung ethyl etanol,
inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek

3
yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anastetik
jika aromanya dihisap, contoh : lem/perekat, aseton, ether, dan lain-lain. 2

2.2. Jenis- Jenis Narkoba


Macam-macam Narkoba antara lain:
1. Narkotika
Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris
“Narcotics“ yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata “Narcosis” dalam
bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Pengertian narkotika
secara umum adalah suatu zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana
pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan saraf pusat. 1
Menurut proses pembuatannya berasal dari alam, semi sintetik dan sintetik
dengan uraian sebagai berikut : 1,2
a. Narkotika alam terdiri dari :
1) Opium
Diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum yang getahnya bila
dikeringkan akan menjadi opium mentah. Efek samping yang ditimbulkan
(dari yuda) :
a. Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara
b. Kerusakan penglihatan pada malam hari
c. Mengalami kerusakan pada liver dan ginjal
d. Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit
infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam
hubungan sex
e. Kebingungan dalam identitas seksual
f. Kematian karena overdosis
Gejala intoksitasi (keracunan) opium : konstraksi pupil (atau dilatasi
pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu atau lebih tanda
berikut, yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian opium, yaitu:
a. Mengantuk atau koma bicara cadel

4
b. Gangguan atensi atau daya ingat
c. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis misalnya:
o Euforia awal diikuti oleh apatis
o Disforia
o Agitasi atau retardasi psikomotor
o Gangguan pertimbangaan
o Gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berkembang selama
atau segera setelah pemakaian opium
Seseorang dengan ketergantungan opium jarang meninggal akibat putus
opium, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti
penyakit jantung. Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi
temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus
zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin
atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah
kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah. Turunan
opium (opiat) yang sering disalahgunakan, adalah candu, morfin, heroin, codein,
demerol, methadone, kokain (dari yuda)
2) Kokain
Diperoleh dari daun tumbuhan Erythroxylon Coca dalam peredaran
mempunyai efek stimulansia yang disebut kokain. Gejala intoksitasi
kokain, antara lain : 1,2,3
 Agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual
yang impulsif
 Kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor :
takikardia, hipertensi, midriasis
Gejala putus zat kokain antara lain :
Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah intoksikasi
akut terjadi depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia,

5
anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-
kadang agitasi. Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus
kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus
kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya
pada dua sampai empat hari. Gejala putus kokain juga dapat disertai
dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus
kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol,
sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam (valium) (dari
yuda).
3) Canabis
Diperoleh dari tanaman Perdu Cannabis sativa (ganja) yang mengandung
tanaman aktif yang bersifat adiktif.2
b. Narkotika semi sintetik
Dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti Phenanthren dan
diproses secara kimiawi menjadi suatu bahan obat yang berkhasiat sebagai
narkotik, contoh : Heroin, Codein, Oxymorphon, dan lain-lain.2
c. Narkotika Sintetik
Dibuat dengan suatu proses kimia dengan menggunakan bahan baku
kimia sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek narkotik,
contoh : Petidine, Nisentil, Leritine, dan lain-lain.2,3
Penggolongan Narkotika menurut undang-undang RI No. 22 Tahun 1997
adalah : berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No.22 Tahun 1997 tentang narkotika,
narkotika digolongkan menjadi 3 yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II,
dan narkotika golongan III.1,2,3,4
a. Narkotika golongan I
Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Beberapa
narkotika yang termasuk dalam golongan I misalnya tanaman Papaver

6
somniferum L, Opium, tanaman koka (daun koka, kokain merah), heroin,
morfin, dan ganja.
b. Narkotika golongan II
Adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk kedalam
golongan II, misalnya Alfasetilmetadol, Benzetidin, Betametadol.
c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika
yang termasuk ke dalam golongan III misalnya Asetildihidrokodeina,
Dokstropropoksifena, Dihidroko-deina, Etilmorfin, dan lain-lain. Narkotika untuk
pengobatan, terdiri dari opium obat, codein, petidin, fenobarbital.3

2. Psikotropika

Selain jenis narkotika, di berbagai penjuru dunia terdapat obat-obatan yang


bukan Narkotika tetapi mempunyai efek dan bahaya yang sama dengan Narkotika
yang disebut dengan istilah psikotropika.2 Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau
obat bukan narkotik tetapi berkhasiat psikoaktif berupa perubahan aktifitas mental
atau tingkah laku melalui pengaruhnya pada susunan syaraf pusat serta dapat
menyebabkan efek ketergantungan. Dalam artian lain psikotropika atau obat adalah
setiap zat yang jika masuk organisme hidup dapat mengadakan atau menyebabkan
perubahan atau mempengaruhi hidup.2,3 Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan
yaitu :
a. Psikotropika Golongan I
Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat

7
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh : LSD, MDMA, dan
Masealin.2
b. Psikotropika Golongan II
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh : amfetamin.2
c. Psikotropika Golongan III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh : kelompok hipnotik Sedatif
(Barbiturat).2
d. Psikotropika Golongan IV
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan atauuntuktujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh : Diazepam,
Nitrazepam. Pengaruh penggunaan psikotropika terhadap susunan syaraf pusat
dapat dikelompokkan menjadi :
1. Depressant, yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi
aktivitas susunan syaraf pusat, contohnya antara lain : Sedatin (Pil
KB), Rohypnol, Mogadon, Valium, Mandrax.2,3
2. Stimulant, yaitu yang bekerja mengaktifkan kerja susunan syaraf
pusat, contohnya : Amphetamine dan turunannya (Ecstacy). 2,3
3. Halusinogen, yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan
halusinasi atau khayalan, contoh : Lysergid Acid Diethylamide
(LSD).2,3
3. Bahan Berbahaya
Bahan berbahaya yaitu bahan kimia meledak, mudah menyala atau terbakar,
oksidator, reduktor, racun korosif, timbulkan iritasi, sentilasi luka dan nyeri,
timbulkan bahaya elektronik, karsiogenik, teratogenik mutagenik, etiologik atau
biomedik.2,3 Bahan berbahaya diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelas, yaitu :

8
a. Kelas 1 : Dapat menimbulkan bahaya yang fatal dan luas secara langsung dan
tidak langsung, karena sulit penanganan dan pengamanannya, contoh:
Pestisida, DDT dan lain-lain.
b. Kelas 2 : Bahan yang sangat mudah meledak karena gangguan mekanik,
contoh : minuman keras, spritus, bensin dan lain-lain.
c. Kelas 3 : Bahan yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, contoh : zat
pewarna, atau pemanis makanan dan lain-lain.
d. Kelas 4 : Bahan korosif sedang dan lemah, contoh : kosmetik dan alat
kesehatan.

Jenis Minuman Keras dibagi menjadi 3 Golongan :


a. Golongan A : minuman keras yang berkadar ethanol 1% -5%, contohnya : bir
bintang, green sand dan lain-lain.3
b. Golongan B : minuman keras yang berkadar ethanol 5% -20%, contohnya :
anggur malaga dan lain-lain.3
c. Golongan C : minuman keras yang berkadar ethanol 20% -50%, contohnya:
brandy, wisky, jenever dan lain-lain.3

2.3. Efek Toksik Narkoba

Dalam menginterpretasikan hasil temuannya seorang toksikologi forensik


harus mengulas kembali efek toksik dan farmakologi yang ditimbulkan oleh analit,
baik efek tunggal dari opiate dan benzodiazepin maupun efek kombinasi yang
ditimbulkan dalam pemakaian bersama antara opiat dan benzodiazepin. Mengacu
informasi konsentrasi toksik (“lethal concentration”) dapat diduga penyebab
kematian dari korban.3
Guna mengetahui obat apa yang telah dikonsumsi oleh korban, berdasarkan
hasil analisis dan alur metabolisme dari suatu senyawa obat, seorang toksikolog
forensik akan merunut balik apa yang telah dikonsumsi korban.3

2.4. Pemeriksaan Barang Bukti Mati Pada Kasus Pemakaian Narkoba

9
Efek toksik yang ditimbulkan oleh pemakaian heroin adalah depresi saluran
pernafasan. Keracunan oleh heroin ditandai dengan adanya udema paru-paru.
Sedangkan pemakaian diazepam secara bersamaan akan meningkatkan efek heroin
dalam penekanan sistem pernafasan. Hal ini akan mempercepat kematian.3
Pemeriksaan di darah dan urin akan ditemukan morfin dan kodein baik dalam
bentuk bebas maupun terikat dengan glukuronidnya namun di urin terdeteksi juga 6-
asetilmorfin. Heroin di dalam tubuh dalam waktu yang sangat singkat akan
termetabilisme menjadi 6-asetilmorfin, dan kemudian membentuk morfin. Morfin
akan terkonjugasi menjadi morfin-glukuronidanya.3
Kemudian dalam pemakaian diazepam, pada pemeriksaan dalam tubuh
diazepam akan termetabolisme melalui N-demitelasi membentuk desmitldiazepam
(nordazepam) dan kemudian akan terhidrolisis membentuk oksazepam, sebagaian
kecil akan termetabolisme membentuk temazepam.3
Penyelidikan pada kasus kematian akibat pemakaian narkoba memerlukan
kerja sama dalam satu tim yang terdiri dari kepolisian (penyidik), ahli forensic,
psikiater maupun ahli toksikologi. Pertanyaan–pertanyaan yang sering muncul
sehubungan dengan hal di atas meliputi apakah kejadian tersebut merupakaan
kesengajaan (bunuh diri), kecelakaan, ataupun kemungkianan pembunuhan? jenis
obat apakah yang digunakan? Melalui cara bagaimanakah pemakaian obat tersebut?
Adakah hubungan antara waktu pemakaian dengan saat kematian? Apakah korban
baru pertama kali memakai, atau sudah beberapa kali memakai, ataupun sudah
merupakan pecandu berat? Adakah riwayat alergi terhadap obat tersebut? Apakah
jenis narkoba yang digunakan memprovokasi penyakit- penyakit yang mungkin sudah
ada pada korban? Apakah mungkin penyakit tersebut terlibat sehubungan dengan
kematian korban? Ringkasnya, penyidikan terhadap kasus narkoba meliputi 4 aspek,
yaitu : 3
1. TKP (Tempat Kejadian Perkara).
2. Riwayat korban.
3. Otopsi.
4. Pemeriksaan Toksikologi

10
Dalam kaitannya dengan TKP, dapat ditemukan bukti- bukti adanya
pemakaian narkoba. Semua pakaian maupun perhiasan dan juga barang bukti narkoba
yang ditemukan di TKP harus diperiksa dan dianalisa lebih lanjut. Riwayat dari
korban yang perlu digali meliputi riwayat pemakaian narkoba yang bisa didapatkan
melalui catatan kepolisian, informasi dari keluarga, teman, maupun saksi- saksi yang
berkaitan dengan informasi penggunaan narkoba (Tedeschi, 1977).3
Otopsi dikonsentrasikan pada pemeriksaan luar dan dalam dan juga pada
pengumpulan sampel yang adekuat untuk pemerikasaan toksikologi. Biasanya temuan
yang paling sering didapatkan pada pemeriksaan luar adalah busa yang berasal dari
hidung dan mulut. Hal ini merupakan karakteristik kematian yang disebabkan oleh
pemakaian narkoba meskipun tidak bersifat diagnostik, karena pada kasus tenggelam,
asfiksia, maupun gagal jantung dapat juga ditemukan tanda kematian di atas. Selain
itu pada pemeriksaan luar dapat juga ditemukan bekas penyuntikan maupun sayatan-
sayatan di kulit yang khas pada pemakaian narkoba. Pada pemeriksaan dalam,
penyebab kematian harus digali dengan cara mencari tanda- tanda dari komplikasi
akibat pemakaian narkoba. Pembukaan cavum pleura dan jantung dibarengi dengan
mengguyur air untuk melihat adanya pneumothoraks, maupun emboli udara. Pada
pemeriksaan paru, biasanya didapatkan paru membesar sebagai akibat adanya edema
dan kongesti. Pada pemeriksaan getah lambung jarang didapatkan bahan – bahan
narkoba yang masih utuh tetapi warna dari cairan lambung daapt memberi petunjuk
mengenai jenis narkoba yang dikonsumsi. Saluran pencernaan harus diperiksa secara
keseluruhan untuk mencari bukti adanya usaha – usaha penyelundupan narkoba.3
Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan kulit dan vena pada daerah-
daerah yang dicurigai merupakn tempat suntikan. Penilaian mengenai adanya
perdarahan, peradangan, benda- benda asing, dan tingkat ketebalan vena akan dapat
memberikan informasi mengenai berapa lama telah dilakukan kebiasaan menyuntik.
Ahli toksikologi perlu mendapatkan riwayat paling lengkap dan berbagai macam
barang bukti untuk dilakukan pemeriksaan. Jaringan dan cairan tubuh yang diperiksa
meliputi hepar, ginjal, paru, otak, getah lambung, urine, darah, dan cairan empedu.
.Cairan empedu dan urine secara khusus sangat penting pada kasus- kasus kematian

11
akibat pemakaian opiate. Rambut dan kuku kadang- kadang perlu diperiksa untuk
pemeriksaan toksikologi lain. Usapan mukosa hidung kadang- kadang dapat
menunjukkan bekas hisapan pada pemakaian kokain maupun heroin (Knight, 1996).3,4

2.5. Pemeriksaan Pada Kematian Akibat Pemakaian Opioid (Morfin atau


Heroin)

A. Pemeriksaan luar
Tanda- tanda yang khas sukar didapat, namun masih ada beberapa petunjuk yang
dapat dipakai sebagai acuan membuat kesimpulan sebab kematian.3

1. Needle marks
Lokasi : fossa ante cubiti, lengan atas, dan punggung tangan dan kaki. Tempat
lain adalah leher, dibawah lidah, perineal, dan pada perempuan disekitar
papilla mamae. Needle marks yang masih baru sering disertai tanda- tanda
perdarahan sub kutan, perivenous, yaitu kalau dipencet akan keluar cairan
serum atau darah. Pada kasus ketagihan, banyak terdapat bekas suntikan yang
lama berupa jaringan parut titik- titik sepanjang lintasan vena dan disebut
“intravenous mainline tracks”. Kadang – kadang untuk menyamarkan needle
marks itu ditutup dengan gambaran tattoase. Juga dapat ditemukan abses,
granuloma atau ulkus, yang mana cara ini sering didapatkan pada korban yang
melakukannya dengan cara suntikan subkutan. Dengan demikian efek
toksikologinya diperlama, artinya efek kenikmatannya menjadi lebih tahan
lama. Pada mereka inilah sering diketemukan adanya tanda- tanda abses dan
lain sebagainya. Bagaimana kalau tidak terdapat tanda bekas suntikan? Bisa
saja hal ini terjadi, sebab mungkin sekali korban menggunakan cara lain,
misalnya denngan menghirup bau morfin, atau merokok dengan campuran
heroin. Oleh karena itu dalam pemeriksaan toksikologi perlu diambil sediaan
usap ingus (nasal swab).3,4
2. Hipertrofi kelenjar getah bening regional.

12
Pada korban yang sering menyuntik lengannya maka sering terdapat hipertrofi
kelenjar getah bening di regio aksiler.Hal ini merupakan ‘Drain phenomenon’.
Biasanya karena jarum suntikannya tidak steril. Dengan pemeriksaan PA
tampak hipertrofi dan hyperplasia limfositik.3,4
3. Gelembung-gelembung pada kulit
Sering terdapat pada telapak tangan/kaki, dan hal ini sering dilakukan untuk
suntikan dalam jumlah besar (overdosis). Harus dibedakan dengan intoksikasi
gas CO dan barbiturate.3,4
4. Tanda mati lemas
Keluarnya busa putih dan halus dari lubang hidung dan mulut yang makin
lama tampak kemerahan karena adanya proses autolisis. Tanda ini dianggap
sebagai tanda terjadinya edema pulmonum. Juga terdapat tanda sianosis pada
muka, kuku, ujung-ujung jari, dan bibir. Juga ada tanda perdarahan (bintik-
bintik perdarahan) pada kelopak mata. Bahkan pada keracunan dengan
membau dapat ditemukan perforasi pada septum nasi.3,4

B. Pemeriksaan Dalam Paru-paru

1. Perubahan akut : Mulai saat suntikan terakhir sampai dengan saat kematian.
Adapun perubahan awal yang terjadi adalah :
a) Dari 0 sampai 3 jam. Hanya terdapat edema dan kongesti sel-sel
mononuclear atau makrofag pada dinding alveoli. PA : Paru-paru tampak
voluminous, kadang-kadang bagian posterior lebih padat sehingga tak ada
krepitasi. Bagian anterior tampak ada emfisema yang difus dengan
terdapat benda-benda asing yang terisap di dalam bronkus. Tampak ada
kongesti, edema dengan sel-sel mononuclear dalam alveoli.3,4
b) Dari 3 sampai 12 jam pertama. Terdapat narcotic lungs (siegel). Tanda ini
amat bermakna ( 25 % kasus). Secara makroskopis tampak paru sangat
mngembang (over inflated). Trakea tertutup busa halus. Pada permukaan
paru-paru dan penampangnya tampak gambaran lobuler akibat adanya
bermacam-macam tingkat aerasi (atelaksi adalah aerasi yang normal,

13
amat mengembang, dan emfisma), kongesti, dan terdapat perdarahan di
beberapa tempat terutama di bagian belakang dan bawah (posterior dan
inferior). Secara PA, tampak sel-sel makrofag, perdarahan alveolar,
intrabronkhiolar, subpleural, dan sel-sel polimorfonuklear. Dapat
ditemukan juga aspirat di daalm traktus respiratorius. Sering berupa susu,
karena susu sering dianggap antidotum opiate.3,4
c) Dari 12 sampai 24 jam. Proses pneumoniasis tampak lebih rata, tampak
sel-sel PMN. Sedangkan proses lanjut yang dapat terjadi adalah apabila
interval > 24 jam. Akan tampak pneumonia lobularis diffusa, tampak
kecoklatan dan granula.3,4
2. Perubahan kronis.
Terdapat perubahan berupa pneumonia granulosis vascular. Akibat tanda
adanya reaksi talk (magnesium silikat, filter untuk natkotika). Talk ini juga
dapat masuk bersama narkotik saat disuntikkan. Kristal-kristal ini dapat
dilihat dengan mikroskop polarisasi, berwarna putih, bening atau kekuningan,
dan terdapat garis refraksi. Granuloma-granuloma ini bisa dilihat dalam
vascular, perivascular, atau di dalam alveolus.3,4

C. Pemeriksaan Hati
Perubahan ini nampak lebih jelas pada korban yang sudah lama menyandu.
Terdapat pengumpulan limfosit, sel-sel PMN, dan beberapa sel-sel narkotika. Juga
nampak fibrosis jaringan, dan adanya sel-sel ductus biliaris yang mengalami
proliferasi. Terdapat 4 kelainan :3,4
1. Hepatitis agresif kronika : tandanya ada pembentukan septa.
2. Hepatitis persisten kronika : adanya infiltrasi sel radang didaerah portal
3. Hepatitis reaktif kronika.
4. Perlemakan hati.

14
D. Getah Bening

Lokasi pemeriksaan terutama di daerah portal hepatic, yaitu di sekitar kaput


pankreas dan duktus kholedocus. Makin berat menyandunya, makin banyak
kelainannya.3,4
a. Makroskopis : tampak pembesaran
b. Mikroskopis : tampak adanya hyperplasia dan hipertropi limfosit.

E. Pemeriksaan toksikologi
1. Urin, cairan empedu, dan jaringan temapt suntikan.
2. Darah dan isi lambung, diperiksa bila keracunanya peroral.
3. Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara membau dan menghirup
4. Barang bukti lainnya.(2,8)
Metode pemeriksaan dilakukan dengan alat Thin Layer Chromatography atau
dengan gas Chromatography atau bisa juga dilakukan dengan test Nalorfine.1,2

15
BAB III
KESIMPULAN

Obat disamping memberikan manfaat klinis sering juga menimbulkan dampak


efek samping karena efek kliniknya pada sistem saraf pusat. Beberapa obat dari
golongan opiat sering disalahgunakan untuk kepentingan nonmedis obat-obat yang
banyak disalahgunakan biasanya memberikan efek sedasi, analgesi dan euforia.4
Efek samping obat-obat tersebut beragam mulai dari asikap dan mental serta
intelektual sehingga kerusakan organ yang kadang berakhir dengan kematian. Secara
sosial dampak negatif dari penyalahgunaan obat adalah berupa ketergantungan dan
ketagihan yang seringkali dimanifestasikan dalam bentuk tindakan brutal dan
cenderung kriminal.1,2,4
Pemeriksaan pada korban pemakai morfin yang masih hidup meliputi
anamnesa dan pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan pemeriksaan tambahan
berupa pemeriksaan toksikologi. Anamnesa dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk
mencari gejala-gejala yang tampak akibat pemakaian narkoba sedangkan
pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk amenentukan apakah didalam tubuh korban
terdapat sisa-sisa zat morfin atau tidak. pada pemeriksaan barang bukti mati, jenazah
akibat pemakaian narkoba, analisa toksikologi memegang peran yang sangat penting
dimana pengumpulan sampel dan akemampuan pemeriksaan toksikologi yang
adekuat akan sangat membantu penyidikan.1,2

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN


Depkes. 2003. Informasi Kesehatan Remaja. : Jakarta,.
2. Wulan, Chusnul. 2000. Upaya Polwiltabes Semarang Dalam
Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di Semarang.
3. Knight, B., 1996, Forensic Pathology, Oxford University Press Inc.,
New York.
4. Tedeschi, E., 1977, Forensic Medicine, Vol II, W B Saunders
Company, West Washington Squartz, Philadelphia.
5. Wirasuta, I M.A.G. 2005. Peran Toksikologi forensik dalam
penegakan hukum kesehatan di Indonesia. Penerbit Udayana, Denpasar.
6. Latief. S. A. et.al. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi II,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta. Juni 2001; 77-83, 161.

17

Anda mungkin juga menyukai