Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PERPAJAKAN

“Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Prolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)”

OLEH:

Hajar iswanti
1861201088
5KUA1

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUSLIM MAROS

2018/2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta
karunia-Nya kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan Bea Prolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)”. Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
makalah ini dari awal hingga akhir.
Makalah ini berisikan uraian tentang, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Prolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah “tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea
Prolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Maros,23 Desember 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................6
C. Tujuan..............................................................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................7
A. Pengertian PBB dan Dasar Hukum Pengenaan................................................................................7
B. Subyek PBB......................................................................................................................................7
C. Obyek PPB.......................................................................................................................................7
D. Pengecualian Obyek PBB.................................................................................................................8
E. Pengertian BPHTB dan Dasar Hukum Pengenaan BPHTB................................................................8
F. Jenis dan Fungsi BPHTB...................................................................................................................8
G. Nilai Perolehan Obyek Pajak NJOP...................................................................................................9
H. Perhitungan BPHTB........................................................................................................................10
BAB III........................................................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak bumi adalah pengenaan pajak atas permukaan bumi (lahan)berdasarkan UU
nomor 12 Tahun 1985. Sedangkanpajak bangunan adalah pengenaan pajak atas konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada lahan; konstruksi teknik tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, atau tempat berusaha, atau tempat yang dapat
diusahakanberdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985. Pajak merupakan iuran wajib yang dibayar
oleh rakyat dengan dasar hukum yang jelas dan dikelola oleh Pemerintah untuk menjalankan
roda pemerintahan dan melakukan pembangunan dengan tujuan untuk mensejahterakan
rakyat. Peranan pajak dalam suatu negara adalah sebagai salah satu pendapatan negara yang
dapat menjadi aset negara. Selain itu pajak pada dasarnya mengandung dua sifat, yaitu
budgeter (memasukkan) dan non budgeter (mengatur). Budgeter atau yang berarti
memasukkan adalah sifat yang mutlak dimiliki oleh pajak. Hal ini dapat dikatakan karena dengan
adanya pajak maka ada uang yang masuk ke kas negara yang nantinya dikelola dengan tujuan
membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Sifat budgeter juga sangat berkaitan dengan fungsi sosial dalam batas-batas
keadilan dan perikemanusian yang terpancar dari nilai-nilai pancasila. Sifat pajak yang lain
adalah non budgeter yang berarti mengatur. Dengan adanya pemasukan kas negara yang
berasal dari pajak maka pembangunan akan dapat terus berjalan seiring dengan pengelolaan
pajak yang baik, adil dan 2 transparan. Semakin besar pajak yang diterima maka diperlukan
pengelolaan yang lebih dan pembangunan pun akan terus berjalan. Dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) pajak mempunyai peranan yang sangat vital dimana pajak sebagai
pendapatan terbesar negara. Besar kecilnya pajak yang diterima oleh negara akan sangat
menentukan laju perkembangan roda pemerintahan khususnya dalam melaksanakan
pembangunan.
Ada beberapa macam pajak yang diterima oleh kas negara salah satunya adalah pajak
bumi dan bangunan (PBB). Pajak bumi dan bangunan merupakan iuran wajib kepada kas negara
atas dasar kepemilikan, penguasaan dan perolehan manfaat dari bumi dan bangunan. Apabila
dilihat lebih mendetail pajak bumi adalah pengenaan pajak atas permukaan bumi (lahan) dan
pajak bangunan adalah pengenaan pajak atas konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada lahan tersebut. Dasar yang digunakan untuk mengenakan Pajak Bumi dan
Bangunan adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Nilai jual obyek pajak (NJOP) merupakan taxe
base/dasar bagi penentuan pengenaan dan cara perhitungan besarnya nilai pajak bumi dan
bangunan khususnya dalam perhitungan besarnya nilai harga jual lahan yang umum dan wajar.
Jika tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan
obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan atau Nilai Jual Pengganti. NJOP ditetapkan setiap
tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai

4
perkembangan daerahnya terutama apabila daerah tersebut mengalami kemajuan nilai
ekonomis tanah. NJOP ditentukan berdasarkan harga rata-rata dari transaksi jualbeli, maka
dalam pelaksanaan pengenaan PBB di lapangan dapat saja NJOP lebih tinggi atau lebih rendah
dari transaksi jual beli yang ditentukan oleh masyarakat. Saat ini hampir seluruh penelitian
untuk pengenaan PBB dilakukan secara masal (mass appraisal),
sedangkan penilaian yang dilaksanakan secara individual (individual appraisal) masih
sedikit. Keadaan ini disebabkan wilayah obyek pajak yang luas, besarnya jumlah obyek pajak dan
waktu yang dibutuhkan cukup lama jika penilaian obyek pajak 3 dilakukan langsung ke lapangan
satu per satu. Hal tersebut membuat pengelolaan dan pamantauan pajak yang kurang efektif
dan efisien. Pengelolaan dan pemantauan pajak yang kurang efektif dan efisien tidak hanya
dirasakan di Kantor Pusat (Direktorat Pajak) tetapi juga hingga ke daerah. Salah satu daerah
yang mengalami masalah perpajakan tersebut adalah Kecamatan Serengan. Kecamatan
Serengan merupakan kecamatan yang termasuk pengelolaan dan pemantauan pajaknya tidak
efektif dan efisien. Akibatnya pembangunan di kecamatan tersebut kurang lancar. Penarikan
Pajak Bumi Bangunan (PBB) di kecamatan Serengan dan Pasar Kliwon diketahui paling rendah
dibandingkan tiga kecamatan lainya di Kota Surakarta.Hal itu akibat minimnya perkantoran yang
berdiri di wilayah tersebut. Aplikasi SIG dengan dukungan teknologi penginderaan jauh dapat
dimanfaatkan dalam menentukan nilai jual obyek pajak pada suatu daerah. Penafsiran pajak
bumi tersebut dapat dilakukan dengan interpretasi citra penginderaan jauh dengan
menggunakan parameter-parameter yang mempengaruhi nilai harga lahan.Dengan data citra
penginderaan jauh, saat ini pemerintah juga dapat menilai apakah penentuan besaran NJOP
pajak bumi dan bangunan (PBB) di setiap daerah sudah tepat atau belum dengan fakta yang dari
waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dinamika pembangunan.Oleh karena itu,
penginderaan jauh dapat diterapkan untuk menentukan besar NJOP pajak bumi dan bangunan
disetiap daerah.Kemampuan Sistem Informasi Geografi untuk mengelola data skala makro
maupun mikro cocok di aplikasikan kedalam bentuk perhitungan nilai Jual Objek Pajak,
disamping kemampuan untuk mengelola data. Keluaran data dari Aplikasi Sistem Informasi
Geografi penentuan Nilai Jual Objek Pajak mampu memberikan gambaran pendapatan negara
atau penentuan kebijakan mengenai Pajak bumi dan Bangunan dari sektor pajak dalam skala
kecil.

5
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian PBB dan Dasar Hukum Pengenaan
2. Subyek PBB
3. Obyek PBB
4. Pengecualian Obyek PBB
5. Pengertian BPHTB dan Dasar Hukum Pengenaan BPHTB
6. Jenis dan fungsi BPHTB
7. Nilai Perolehan Obyek Pajak NJOP
8. Perhitungan BPHTB

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian PBB dan Dasar Hukum Pengenaan?
2. Untuk Mengetahui Subyek PBB?
3. Untuk Mengetahui Obyek PBB?
4. Untuk Mengetahui Pengecualian Obyek PBB?
5. Untuk Mengetahui Pengertian BPHTB dan Dasar Hukum Pengenaan BPHTB?
6. Untuk Mengetahui Jenis dan fungsi BPHTB?
7. Untuk Mengetahui Nilai Perolehan Obyek Pajak NJOP?
8. Untuk Mengetahui Perhitungan BPHTB?

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian PBB dan Dasar Hukum Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan
atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah
pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan
objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut
menentukan besarnya pajak.

B. Subyek PBB
Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal berikut
ini:

 Mempunyai hak atas bumi.


 Memperoleh manfaat atas bumi.
 Memiliki bangunan.
 Menguasai bangunan.
 Memperoleh manfaat atas bangunan.

C. Obyek PPB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:

1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta
laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan
atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat,
pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang
memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.

Secara garis besar terdapat 5 sektor PBB yaitu

 Sektor perdesaan
 Sektor perkotaan
 Sektor perkebunan
 Sektor perhutanan
 dan sektor pertambangan. Sebelum diundangkannya UU PDRD, seluruh sektor
PBB tersebut pemungutannya menjadi wewenang pemerintah pusat.

7
D. Pengecualian Obyek PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :

 Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,


kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti
asuhan, candi.
 Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
 Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
 Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
 Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

E. Pengertian BPHTB dan Dasar Hukum Pengenaan BPHTB


Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah salah satu
jenis pajak yang harus dibayarkan saat membeli rumah maupun properti lainnya. Dalam
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000, pemberian Hak
Pengelolaan merupakan objek pajak. Dikenakannya Hak Pengelolaan sebagai objek pajak adalah
karena penerima Hak Pengelolaan memperoleh manfaat ekonomis dari tanah yang dikelolanya.
Namun, mengingat pada umumnya Hak Pengelolaan diberikan kepada Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan
Perumahan Nasional (Perum Perumnas) tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan. Jadi,
pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena pemberian Hak Pengelolaan
perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Subjek pajak yang wajib dikenakan BPHTB adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Sesuai aturan,
tarif pajak yang ditetapkan sebesar 5%.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukum BPHTB adalah Undang-Undang
Nomor 21 tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Kemudian pajak ini masuk dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD Pasal 85 sampai dengan
Pasal 93

F. Jenis dan Fungsi BPHTB


Adapun jenis hak dasar yang menjadi objek BPHTB meliputi hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.

8
G. Nilai Perolehan Obyek Pajak NJOP
Nilai jual objek pajak merupakan taksiran harga suatu properti yang dihitung
berdasarkan luas dan zona rumah serta bangunan.
Nilai jual objek pajak ditentukan berdasarkan perbandingan harga dengan objek lainnya yang
sejenis. Jadi, semakin mahal harga pasaran rumah dan bangunan di suatu kawasan, maka
semakin tinggi pula nilai jualnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
nilai jual objek pajak digunakan sebagai dasar dari penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang wajib disetor setiap tahunnya .
Apabila transaksi jual beli properti terjadi, maka nilai jual objek pajak akan ditentukan
berdasarkan tiga hal berikut ini:
 Perbandingan dengan objek pajak lain yang sejenis. Penentuan nilai jual objek pajak bisa
diperoleh dari perbandingan dengan objek pajak lain yang sejenis dan berdekatan
secara letak dan sudah diketahui juga nilai jualnya.
 NJOP pengganti. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan nilai jual objek pajak
berdasarkan hasil pendapatan atau pemasukan dari objek pajak yang dinilai.
 Nilai perolehan baru. Dengan cara ini, Anda perlu menghitung terlebih dahulu total
biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan objek pajak tersebut. Namun, sebelum
penentuan nilai jual objek pajak, Anda juga perlu melihat kondisi fisik dari bangunan
yang dijadikan objek pajak tersebut. Jika terjadi penyusutan, maka total biaya yang
sudah Anda keluarkan untuk membuat objek pajak harus dikurang sesuai penyusutan
kondisi fisik bangunan.
Biasanya nilai jual objek pajak ditetapkan untuk menghitung besaran pajak terutang, disesuaikan
dengan kondisi objek pajak pada 1 Januari Tahun Pajak. Artinya, besaran nilai jual objek pajak
harus telah rampung ditetapkan sebelum 1 Januari Tahun Pajak. Sehingga fiskus dapat
menetapkan berapa besaran PBB terutang atas tiap objek pajak yang ada di wilayahnya.

Nilai jual objek pajak juga ditetapkan berdasarkan pada Surat Keputusan Kepala Daerah, baik
Gubernur, Bupati, atau Walikota. Biasanya, nilai jual objek pajak tanah ditetapkan dengan
satuan rupiah per meter persegi tanah yang menjadi objek. Tentu disesuaikan juga dengan
lokasi tanah yang tercermin dalam zona nilai tanah (ZNT). Zona nilai tanah digunakan sebagai
acuan harga jual tanah.
Sementara, nilai jual objek pajak bangunan ditetapkan berdasarkan biaya per meter persegi,
material, dan upah yang ada pada tiap komponen pada bangunan tersebut. Dalam pengelolaan
PBB sektor Perkotaan dan Pedesaan (PBB P2) hal ini dikenal sebagai Daftar Biaya Komponen
Bangunan (DBKB).

Perlu diketahui bahwa pemerintah melalui kementerian keuangan menetapkan besaran nilai
jual objek pajak setiap tiga tahun sekali. Namun di daerah tertentu yang berkembang sangat
pesat sehingga mengakibatkan nilai jual naik signifikan, maka penetapan nilai jual objek pajak
dilakukan setahun sekali.

9
H. Perhitungan BPHTB
Rumusnya adalah:

Tarif pajak (5%) x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP – NPOPTKP)

Terkait dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, besarnya NPOPTKP bisa bervariasi. Ini
tergantung kebijakan setiap wilayah masing-masing yang menjadi lokasi properti ini. Pasal 87
ayat 4 menetapkan bahwa besaran terendah adalah 60 juta rupiah (Rp60.000.000) untuk setiap
wajib pajak.

Misalnya: Anda ingin membeli sebuah rumah dengan harga 300 juta rupiah (Rp300.000.000) di
Jakarta. Seperti inilah perhitungan tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan:

 NPOP: Rp300.000.000
 NPOPTKP: Rp80.000.000

5% x (Rp300.000.000 – Rp80.000.000) = 5% x Rp220.000.000 = Rp11.000.000

Maka, tarif BPHTB yang harus dibayar adalah sebesar 11 juta rupiah.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pajak bumi dan bangunan memiliki peranan penting dan manfaat yang besar bagi
kehidupan masyarakat.Pajak memiliki peran yang sangat penting terhadap
kelangsungan masyarakat, terutama di Indonesia.Setiap harta yang dimiliki wajib pajak
dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang ada.Pajak terdiri dari pajak bumi dan
bangunan, pajak tersebut merupakan pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak.
Pajak bumi dan bangunan merupakan iuran wajib kepada kas negara atas dasar
kepemilikan, penguasaan dan perolehan manfaat dari bumi dan bangunan. Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

B. Saran
Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh sebabitu
penulis dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari pembaca
gunapenyempurnaan lebih lanjut.

11
DAFTAR PUSTAKA
https://www.akseleran.co.id/blog/bphtb/

https://www.google.com/search?
q=Nilai+Perolehan+Obyek+Pajak+NJOP&rlz=1C1GCEA_enID839ID839&oq=Nilai+Perolehan+Obyek+Paja
k+NJOP&aqs=chrome.0.69i59.1562j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://www.google.com/search?q=E.
+Pengertian+BPHTB+dan+Dasar+Hukum+Pengenaan+BPHTB&rlz=1C1GCEA_enID839ID839&oq=E.
%09Pengertian+BPHTB+dan+Dasar+Hukum+Pengenaan+BPHTB&aqs=chchro..69i57j0i333l4.1776j0j4&s
ourceid=chrome&ie=UTF-8

https://www.softwarepajak.net/news/110-seri-pbb-ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-bangunan-
pbb#:~:text=Objek%20pajak%20yang%20tidak%20dikenakan%20PBB%20adalah%20objek%20yang
%20%3A,sekolah%2C%20panti%20asuhan%2C%20candi.

http://eprints.ums.ac.id/32131/2/04.%20BAB%20I.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai