Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi bayi berat lahir rendah (BBLR)
BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500
gram (Sugeng dan Weni, 2010).

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga
dapat mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan
bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).

Untuk mendapatkan keseragaman pada kongres “europen perinatal


medicine” II di London (1970) telah di susun definisi sebagai berikut:
1.1.1 Bayi kurang bulan (pre-term): bayi dengan masa kehamilan kurang
dari 37 minggu (259 hari)
1.1.2 Bayi cukup bulan (Term): bayi dengan masa kehamilan mulai 37
minggu sampai dengan 42 minggu (259-293 hari)
1.1.3 Bayi lebih bulan(Post-Term): bayi dengan masa kehamilan mulai 42
minggu atau lebih (294 hari atau lebih)

Bayi berat lahir rendah dapat dibagi menjadi dua golongan: yaitu
prematuritas dan dismaturitas.

- Prematuritas murni
Prematuritas murni adalah neonates dengan usia kehamilan kurang kurang
dari 37 minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa
kehamilan atau disebut juga neonates preterm / BBLR / SMK (sesuai
masa kehamilan).
- Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan, dikarenakan mengalami gangguan
pertumbuhan dalam kandungan.

1
2

1.2 Etiologi
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1.2.1 Faktor ibu
1.2.1.1 Penyakit
1) Toksemia gravidarum
2) Peradarahan antepartum
3) Trauma fisik dan psikologis
4) Nefritis akut
5) Diabetes mellitus
1.2.1.2 Usia ibu
1) Usia < 16 tahun
2) Usia > 35 tahun
3) Multigravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat
1.2.1.3 Keadaan sosial
1) Golongan sosial ekonomo rendah
2) Perkawinan tidak sah
1.2.1.4 Sebab lain
1) Ibu yang merokok
2) Ibu peminum alkohol
3) Ibu pecandu narkotik
1.2.2 Faktor janin
1.2.2.1 Hidramniom
1.2.2.2 Kehamilan ganda
1.2.2.3 Kelainan kromosom
1.2.2.4 Aplasia pancreas
1.2.2.5 Infeksi janin kronik
1.2.3 Faktor lingkungan
1.2.3.1 Tempat tinggal dataran tinggi
1.2.3.2 Radiasi
1.2.3.3 Zat-zat beracun
1.2.3.4 Karakteristik (keadaan yang di jumpai)
(Sugeng dan Weni, 2010)
3

1.3 Tanda gejala


1.3.1 Prematuritas
1.3.1.1 Berat badan kurang dari 2500 gram, PB 45 cm, lingkar
kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm
1.3.1.2 Masa gestasi kurang dari 37 minggu
1.3.1.3 Kulit tipis dan transparan, tmapak mengkilat dan licin
1.3.1.4 Kepala lebih besar daripada badan
1.3.1.5 Lanugo banyak terutama pada daerah dahi, pelipis, telinga,
dan lengan
1.3.1.6 Lemak subkutan kurang
1.3.1.7 Ubun-ubun dan sutura lebar
1.3.1.8 Rambut tipis, halus
1.3.1.9 Tulang rawan dan daun telinga immature
1.3.1.10 Puting susu belum terbentuk dengan baik
1.3.1.11 Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat
terlihat
1.3.1.12 Genitalia belum sempurna, labia minora belum menutup
labia mayora (pada perempuan), testis belum turun (pada
laki-laki)
1.3.1.13 Bayi masih posisi fetal
1.3.1.14 Pergerakan kurang dan lemah
1.3.1.15 Otot masih hipotonik
1.3.1.16 Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan
sering mengalami serangan apnea
1.3.1.17 Refleks tonic neck lemah
1.3.1.18 Refleks menghisap dan menelan belum sempurna

1.3.2 Dismaturitas
1.3.2.1 Pre term: sama dengan bayi prematuritas murni
1.3.2.2 Post term
1) Kulit pucat/bernod, mekonium kering keriput, tipis
2) Verniks caseosa tipis/tidak ada
3) Jaringan lemak dibawah kulit tipis
4) Bayi tampak gesit, aktif, dan kuat
4

5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan (Sugeng dan Weni,


2010)

1.4 Pemeriksaan penunjang


1.4.1 Radiologi
1.4.1.1 foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan usia
kehamilan kurang bulan, dapat dimulai pada umur 8 jam.
Gambaran foto thoraks pada bayi dengan penyakit membran
hialin karena kekurangan surfaktan berupa terdapatnya
retikulogranular pada parenkim dan bronkogram udara. Pada
kondisi berat hanya tampak gambaran white lung (Masjoer
dkk, 2000 dalam Titik, 2016)
1.4.1.2 USG kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan 35
minggu dimulai pada umur 2 hari untuk mengetahui adanya
hidrosefalus atau perdarahan intrakranial dengan
memvisualisasi ventrikrel dan struktur otak garis tengah
dengan fontanel anterior yang terbuka (Merenstein, 2002
dalam Titik, 2016)
1.4.1.3 Laboratorium
1) Darah rutin
a) Hematokrit
a. Bayi usia 1 hari 48 -69 %
b. Bayi usia 2 hari 48 – 75%
c. Bayi usia 3 hari 44 – 72%
b) Hemoglobin (Hb) untuk bayi usia 1-3 hari 14, 5-22,5
g/dl
c) Hb A . 95% dari total o,95 fraksi Hb
d) Hb F
a. Bayi usia 1 hari 63-92%
b. Bayi usia 5 hari 65-88%
c. Bayi usia 3 minggu 31-75%
e) Jumlah leukosit
a. Bayi baru lahir 9,0-30,0 x 103 sel/mm (L)
b. Bayi usia 1 hari/24 jam 9,4-43,0x 103 sel/mm (L)
5

c. Usia 1 bulan 5,0-19,5x 103 sel/mm (L)


2) Bilirubin
a) Total (serum)
a. Tali pusat <2,0 mg/dl
b. 0-1 hari 8,0 mg/dl
c. 1-2 hari 12,0 mg/dl
d. 2-5 hari 16,0 mg/dl
e. Kemudian 2,0 mg/dl
b) Direk (terkonjugasi)
a. 0,0-0,2 mg/dl
c) Glukosa (8-12 jam post natal) disebut hipoglikemia
bila konsentrasi glukosa plasma < 50 mg/dl.
Serum:
a. Tali pusat 45-96 mg/dl
b. Bay baru lahir (usia 1 hari) 40-60 mg/dl
c. Bayi usia > 1 hari 50-90 mg/dl

d) Analisa gas darah


a. Tekanan parsial CO2(PCO2) bayi baru lahir 27-40
mmHg
b. Tekanan parsial O2(PO2)
 Lahir 8-24 mmHg
 5-10 menit 33-75 mmHg
 30 menit 31-85 mmHg
 >1 jam 55-80 mmHg
 1 hari 54-95 mmHg
 Kemuudian (menurun sesuai usia) 83-108
mmHg
c. Saturasi oksigen (SaO2)
 Bayi baru lahir 85-90%
 Kemudian 95-99%
d. pH bayi prematur (48 jam) 7,35-7,50
e) elektrolit darah (k/p)
a. Natrium
 Serum atau plasma
6

o Bayi baru lahir 136-146 mEq/L


o Bayi 139-146 mEq/L
 Urine 24 jam 40-220 mEq/L
b. Kalium
 Serum bayi baru lahir 3,0-6,0 mEq/L
 Plasma (heparin) 3,4-4,5 mEq/L
 Urine 24 jam 2,5-125 mEq/L (bervariasi
sesuai diit)
c. Klorida
 Serum plasma
o Tali pusat 96-104 mEq/L
o Bayi baru lahir 97-110 mEq/L
1.4.2 Tes kocok/shake test
Sebaiknya dilakuka pada bayi yang berusia < 1 jam dengan
mengambil cairan amnion yang tertelan di lambung dan bayi belum
diberikan makanan. Cairan amnion 0,5 cc ditambah dengan garam
fasi 0,5 cc, kemudian ditambah 1 cc alkohol 95% dicampur dalam
tabung kemudian di kocok selama 15 detik, setelah itu didiamkan 15
menit dengan tabung tetap berdiri, interpretasi hasil:
1.4.2.1 (+) : Bila terdapat gelembung yang membentuk cincin
arttinya surfaktan terdapat dala paru dengan jumlah cukup.
1.4.2.2 (-) : Bila tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak
setengah permukaan artinya paru-paru belum matang/tidak
ada surfaktan
1.4.2.3 Ragu : Bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin. Jjika
hasil menunjukkan ragu maka tes harus diulang. (Abdullah,
2012)

1.5.3 Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan


reflek dan maturitas fisik untuk menilai refleks pada bayi tersebut
untuk mengetahui apakah bayi itu prematuritas atau maturitas

1.5 Komplikasi
7

1.5.1 Komplikasi BBLR yang berhubungan dengan penyakit-penyakit yang


sering diderita BBLR
1.5.1.1 Sindrom distress respirasi idiopatik
Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi
paru progresif akibat kurangnya surfaktan yang menurunkan
tegangan permukaan di alveoli dan mencegah kolaps.

Pada waktu atau segera setelah lahir bayi akan mengalami


rintihan waktu inspirasi, nafas cuping hidung, kecepatan
respirasi lebih dari 70 x/menit, dan tarikan waktu inspirasi
pada sternum
1.5.1.2 Takipnea selintas pada bayi baru lahir
Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup
bulan tetap edematous untuk beberapa jam setelah lahir dan
menyebabkan takipnea.Keadaan ini tidak berbahaya,
biasanya tidak akan menyebabkan tanda-tanda distress
respirasi lain dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir.
1.5.1.3 Fibroplasia retrolental
Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat
pertumbuhan jaringan serat atau fibrosa dibelakang lensa dan
pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan. Hal ini dapat
dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen dibawah
40%.
1.5.1.4 Serangan apnea
Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional
pusat pernafasan atau ada hubungannya dengan hipoglikemia
atau perdarahan intrakranial.
1.5.1.5 Enterokolitis nekrotik (necrotic enterocolitis/NEC)
Keadaan ini timbul terutama pada bayi kurang bulan dengan
riwayat asfiksia. Dapat juga terjadi setelah transfusi tukar.
1.5.2 Komplikasi BBLR yang berhubungan dengan gejala-gejala umum
atau tanda klinis yang biasa terjadi pada BBLR
1.5.2.1 Hipotermia
Tanda klinis hipotermia antara lain suhu tubuh dibawah
normal, kulit dingin, akral dingin, sianosis.
8

1.5.2.2 Sindroma gawat nafas


Tanda klinis sindrom gawat nafas antara lain pernafasan
cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi,retraksi
substernal dan intercosta.
1.5.2.3 Hipoglikemia
Tanda klinis hipoglikemia antara lain: gemetar/tremor,
sianosis, apatis, kejang, apnea intermitten, tangisan
lmah/melengkung, kelumpuhan/letargi, terdapat gerakan
pusat mata, keringat dingin, hipotermia, gagal jantung/henti
jantung.
1.5.2.4 Perdarahan intrakranial
Tanda klinis perdarahan intrakranial antara lain: kegagalan
umum untuk bergerak normal, refleks moro menurun atau
tidak ada, tonus otot menurun atau tidak ada, sianosis, apnea,
kegaglan menyusu dengan baik, muntah yang kuat, tangisan
bernada tinggi dan tajam, kejang, kelumpuhan, fontanela
mayor mungkin tegang dan cembung.
1.5.2.5 Rentan terhadap infeksi
Bayi prematur mudah menderita infeksi karena imunitas
humoral dan selular masih kurang hingga bayi mudah
menerita infeksi, selain itu karena kulit dan selaput lendir
membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup
bulan.
1.5.2.6 Hiperbilirubinemia
Tanda klinis hiperbilirubinemia antara lain: sklera, puncak
hidung, sekitar mulut, dada, perut, ekstremitas tampak
kuning, letargi, kemampua menghisap menurun, kejang.
1.5.2.7 Kerusakan integritas kulit
Lemak subkutan kadang sedikit, struktur kulit belum matang
dan rapuh, sensibilitas yang kurang akan memudahkan
kerusakan integritas kulit terutama pada daerah yang sering
tertekan (Anik, 2013).

1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Pengaturan suhu
9

Untuk mencegah hipotermi, diperlukan lingkungan yang cukup


hangat dan istirahat konsumsi O2 yang cukup. Bila dirawta dalm
inkubator maka suhunya untuk bayi dengan BB 2 kg adalah 34 oC.
Bila tidak ada inkubator pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat yang telah
dibungkus dengan handuk. Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan
popok untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum,
warna kulit, pernafasan , kejang, dan sebagainya sehingga penyakit
dapat dikenali sedini mungkin.
1.6.2 Pengauturan makanan/nutrisi
Prinsip utama pemberian makanan pada bayi prematur adalah sedikit
demi sedikit. Secara perlahan-lahan dan hati-hati. Pemberian makan
dini berupa glukosa, Asi atau PASI atau mengurangi hipoglikemia,
dehidrasi atau hiperbilirubinia. Bayi yang daya isapnya baik dan
tanpa sakit berta dapat di coba minum melalui mulut. Umunya bayi
dengan berat kurang dari 1500 gram memerlukan minum pertama
dengan pipa lambung karena belum adanya koordinasi anata geraka
menghisap dengan menelan.
1.6.3 Mencegah infeksi
Bayi prematur mudah terserang infeksi. Hal ini disebabkan karena
daya tahan tubuh bayi terhadap infeksi kurang, antibodi relatif belum
terbentuk dan daya fagositosis serta reaksi terhadap preradangan
belum baik (Titik, 2016)
10

1.7 Pathway
Prematurius Dismaturia

Faktor gangguan:
Faktor ibu: umur (<20 Faktor placenta: pertukaran zat antara
Faktor janin: kelainan
tahun), paritas, ras, penyakit vaskuler, ibu dan janin
kromosom,
infertilitas,
v riwayat kehamilan ganda,
malformasi, TORCH,
kehamilan tak baik, malformasi, tumor
kehamilan ganda Retardasi pertumbuhan
rahim abnormal, dll
intra uterin

Dinding otot rahim Bayi lahir prematur Berat badan < 2500
bagian bawah lemah (BBLR/BBSLR) gram

Fungsi organ-organ
Permukaan tubuh Jaringan lemak prematuritas belum baik
relatif lebih luas subkutan lebih tipis
Penurunan daya tahan
Penguapan Pemaparan Kehilangan panas Kekurangan
berlebihan dengan suhu luar melalui kulit cadangan energi Resiko infeksi

Kehilangan Kehilangan Malnutrisi


cairan panas
hipotermi Hipoglikemia
Dehidrasi Resiko
ketidakseimbangan
hipertermi suhu tubuh syokHipoglikemia

Resiko/ikterus Konjugasi bilirubin


Hiperbilirubin Hati
neonatus belum baik

Resiko infeksi
Sepsis Halus mudah lecet Kulit
piodermal

Gangguan lensa mata


Retinopaty Retrolentral fibroplasia Mata
sekunder efek O2

Sekunder terapi Imaturitas ginjal Ginjal

Penyakit membran Pertumbuhan dinding


Insuf pernafasan Paru
hialin dada belum sempurna
vaskuler dada imatur
Ketidakefektifan pola Otak
Imaturitas sentrum2
nafas
vital

Refleks menelan belum


Regulasi pernafasan
sempurna

Pernafasan periodik 
pernafasan biot Resiko nutrisi kurang Diskontinuitas usus
dari kebutuhan tubuh pemberian ASI

Ketidakseimbangan nutrisi Pengosongan lambung belum baik Dinding lambung lunak


kurang dari kebutuhan tubuh
Peristaltik belum sempurna Mudah kembung

Disfungsi motilitas gatrointestinal


11

2. Rencana Asuhan Keperawatan BBLR


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
2.1.1.1 Riwayat antenatal
1) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi,
gizi buruk, diabetes mellitus, merokok, ketergantungan
obat-obatan, penyakit kardiovaskulaer dan paru.
2) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multiple, kelainan konginetal
3) Riwayat komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan permasalahan bayi baru lahir.
4) Kala I : perdarahan antepatum baik solusio plasenta
maupun plasenta previa
5) Kala II : persalinan dengan tindakan pembedahan, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan
sistem pusat pernafasan.
2.1.1.2 Riwayat post natal
1) APGAR Score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5
menit kedua asfiksia berat (0-3), asfiksia sedang (4-6),
dan asfiksia ringan (7-10).
2) Berat badab lahir: preterm atau BBLR < 2500 gram,
untuk aterm 2500 gram, LK kurang atau lebih dari normal
(34-36 cm)
3) Pola nutrisi yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR
gangguan absorbsi gastrointestinal, muntah, aspirasi,
kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan
parenteral atau personde sesuai dengan kondisi bayi
untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori, dan
juga untuk mengoreksi dehidrasi, aasidosi metabolik,
hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
4) Pola eliminasi yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB: konsentrasi, jumlah, konsistensi. BAK: frekuensi
dan jumlah
5) Latar belakang sosial budaya yang berpengaruh terhadap
BBLR adalah kebiasaan ibu merokok, obat-obatan jenis
12

psikotropika, kebiasaan ibu mengkonsumsi alkohol, dan


kebiasan ibu melakukan diet ketat atau pantanagn
makanan tertentu.

2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus


2.1.2.1 Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR keadaannya lemah dan hanya
merintih. Kesadaran neonatus dapat diliat dari responnya
terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil,panjang badan
sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala
dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2.1.2.2 Tanda-tanda vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat, dan cepat. Suhu normal
pada tubuh bayi (36,5-37,5oC), nadi normal antara 120-140
kali/menit, untuk respirasi normal pada bayi 40-60
kali/menit, sering apada bayi post asfiksia berat respirasi
sering tidak teratur.
2.1.2.3 Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna
biru, pada bayi pre term terdapat lanugo dan vekniks.
2.1.2.4 Kepala
Kemungkinan ditemukan capu seccedanum atau cephal
haematom, ubun-ubunbesar cekung atau kemungkinan
adanya peningkatan intrakranial
2.1.2.5 Mata
Warna konjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding konjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
2.1.2.6 Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
2.1.2.7 Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak
13

2.1.2.8 Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
2.1.2.9 Leher
Perhatikan kebersihan karena leher neonatus pendek
2.1.2.10 Thoraks
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatiakn
suara wheezing dan ronkhi, frekuensi bunyi jantung > 100
kali/menit
2.1.2.11 Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah ascus
costae pada garis papilla mammae, lien tidak teraba, perut
buncit berarti ada asites atau tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus tibul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena
gastrointestinal tract belum sempurna
2.1.2.12 Umbilicus
Tali puast layu, perhatiakn adanya perdarahan atau tidak,
adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
2.1.2.13 Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lijat adakah kelainan
letak muara uretara pada neonatus laki-laki, nenatus
perempuan lihat labia mayora dan minora, adanya sekresi
mukus keputihan , kadang perdarahan.
2.1.2.14 Anus
Perhatiakn adanya darah dalam feces, frekuensi BAB serta
warna dari feces
2.1.2.15 Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatiakn adanya
patah tulang atau adanay kelumpuhan saraf atau keadaan
jari-jari tangan dan kaki serta jumlahnya
2.1.2.16 Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksis berat refleks moro dan
sucking lemah. Refleks moro dapat memberi keterangan
mengenai keteranagn susunan saraf pusat atau adanya patah
tulang.
14

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


2.1.3.1 Jumlah sel adarh putih : 18.000/mm 3, netrofil meningkat
sampai 23.000-24.000/mm3, hari pertama setelah lahir
(menurun bila ada sepsis)
2.1.3.2 Hematokrit (Ht) : 43-61% (peninngkatan sampai 65% atau
lebih menandakan polisitemia, penurunan kadar
menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal/perinatal)
2.1.3.3 Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah
berhubungan dengan anemia atau hemolisis berlebihan)
2.1.3.4 Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8
mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.
2.1.3.5 Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama
setelah kelahiran rata-rat 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl
pada hari ketiga
2.1.3.6 Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl) : biasanya dalam batas
normal pada awalnya
2.1.3.7 Pemeriksaan analisa gas darah.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola nafas
2.2.1 Definisi
Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Perubahan kedalaman pernafasan
2.2.2.2 Perubahan ekskursi dada
2.2.2.3 Mengambil posisi tiga titik
2.2.2.4 Bradipneu
2.2.2.5 Penurunan tekanan ekspirasi
2.2.2.6 Penurunan ventilasi semenit
2.2.2.7 Penurunan kapasitas vital
2.2.2.8 Dispneu
2.2.2.9 Peningkatann diameter anterior-posterior
2.2.2.10 Pernapasan cuping hidung
2.2.2.11 Ortopneu
2.2.2.12 Fase ekspirasi memenjang
15

2.2.2.13 Pernapasan bibir


2.2.2.14 Takipneu
2.2.2.15 Penggunaan otot aksesorius untuk bernapas
2.2.3 Faktor yang berhubungan
2.2.3.1 Ansietas
2.2.3.2 Posisi tubuh
2.2.3.3 Deformitas tulang
2.2.3.4 Deformitas dinding dada
2.2.3.5 Keletihan
2.2.3.6 Hiperventilasi
2.2.3.7 Sindrom hipoventilasi
2.2.3.8 Gangguan muskuloskeletal
2.2.3.9 Kerusakan neurologis
2.2.3.10 Imaturitas neurologis
2.2.3.11 Disfungsi neuromuskular
2.2.3.12 Obesitas
2.2.3.13 Nyeri
2.2.3.14 Keletihan otot pernapaan cedera medula spinalis

Diagnosa 2: Dikontinuitas pemberian ASI


2.2.4 Definisi
Penghentian kontinuitas proses pemberian ASI akibat
ketidakmampuan atau kesalahan dalam mengubah posisi bayi pada
payudara untuk menyusi
2.2.5 Batasan karakteristik
2.2.5.1 Kurang pengetahuan tentang cara pemberian ASI
2.2.5.2 Kurang pengetahuan tentang cara pemberian ASI
2.2.5.3 Bayi tidak mendapat nutisi dari payudara untuk beberapa atau
semua pemberian makanan
2.2.5.4 Keinginan ibu untuk pada akhirnya memberikan ASI guna
memenuhi kebutuhan nutrisi anak
2.2.5.5 Keinginan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak
2.2.5.6 Perpisahan ibu dan anak
16

2.2.6 Faktor yang berhubungan


2.2.6.1 Kontraindikasi terhadap menyusui (mis. Agen farmaseutik
tertentu)
2.2.6.2 Penyakit bayi
2.2.6.3 Prematuritas
2.2.6.4 Ibu bekerja
2.2.6.5 Penyakit ibu
2.2.6.6 Kebutuhan untuk segera menyapih bayi

Diagnosa 3: Difungsi motalitas gastrointestinal


2.2.7 Definisi
Peningkatan, penurunan ketidakefektifan, atau kurang aktivitas
peristaltik didalam sistem gastrointestinal
2.2.8 Batasan karakteristik
2.2.8.1 Nyeri abdomen
2.2.8.2 Tidak flatus
2.2.8.3 Akselerasi pengosongan lambung
2.2.8.4 Residu lambung berwarna empedu
2.2.8.5 Perubahan bising usus (mis. Tidak ada, hipoaktif,
hiperaktif)
2.2.8.6 Diare
2.2.8.7 Kesulitan mengeluraan feses
2.2.8.8 Feses kering
2.2.8.9 Feses keras
2.2.8.10 Peningkatan residu lambung
2.2.8.11 Mual
2.2.8.12 Regurgitasi
2.2.8.13 Muntah
2.2.9 Faktor yang berhubungan
2.2.9.1 Penurunan
2.2.9.2 Ansietas
2.2.9.3 Pemberian makanan enteral
2.2.9.4 Intolerasi makanan (mis. Gluten laktosa)
2.2.9.5 Imobilitas
2.2.9.6 Makanan kontaminan (mis. Makanan, air)
17

2.2.9.7 Malnutrisi
2.2.9.8 Mediaksil (mis. Narkotik/opiate, laksatif, antibiotik,
anestesi)
2.2.9.9 Prematuritas
2.2.9.10 Gaya hidup monoton
2.2.9.11 Pembedahan

Diagnosa 4: Hipotermia
2.2.1 Definisi
Suhu inti tubuh dibawah kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi.
2.2.2 Batasan karakteristik
 Akrosianosis
 Bradikardia
 Dasar kuku sianotik
 Hipertensi
 Hipoglikemia
 Hipoksia
 Kulit dingin
 Menggigil
 Pengisian ulang kapiler lambat
 Peningkatan konsumsi oksigen
 Paningkatan laju metabolik
 Penurunan kadar glukosa darah
 Penurunan ventilasi
 Piloereksi
 Takikardia
 Vasokontriksi perifer
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Agens farmaseutikal
 Berat badan ekstrem
 Ekonomi rendah
 Kerusakan hipotalamus
 Konsumsi alkohol
18

 Kurang pengetahuan
 Kurang suplai lemak subkutan
 Lingkungan bersuhu rendah
 Malnutrisi
 Pemakaian pakaian yang tidak adekuat
 Penurunan laju metabolism
 Terapi radiasi
 Tidak beraktivitas
 Transfer panas
 Trauma
 Usia ekstrem

Diagnosa 5 : Hipertermi
2.2.1 Definisi
Suhu tubuh diatas rentang normal >37,5 C
2.2.2 Batasan karakteristik
Objektif
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
Frekuensi napas meningkat
Kejang atau konvulsi
Kulit teraba hangat
Takikardi
Takipnea
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Dehidrasi, Penyakit atau trauma
Ketidakmampuan atau kemampuan untuk berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolisme
Obat atau anestesia
Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
Aktivitas yang berlebihan

Diagnosa 6: ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


2.2.1 Definisi
19

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi asupa metabolik.


2.2.2 Batasan karakteristik
 Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
 Bising usus hiperaktif
 Cepat kenyang setelah makan
 Diare
 Gangguan sensasi rasa
 Kehilangan rambut berlebihan
 Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Faktor biologis, ekonomi
 Ketidakmampuan makan
 Kurang asupan makanan

Diagnosa 7: Resiko infeksi


2.2.1 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
2.2.2 Faktor–faktor resiko :
2.2.2.1 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
a. Gangguan peritalsis
b. Pecah ketuban dini
c. Pecah ketuban lama
2.2.2.2 Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
a. Imunosupresi (imunitas didapat tidak adekuat)
b. Respon inflamasi
2.2.2.3 Pemajanan terhadap pathogen

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola nafas
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
2.3.1.1 Tujuan
1) Respiratory status: ventilation
2) Respiratory status: airway patency
3) Vital sign status
20

2.3.1.2 Kriteria hasil


1) Tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips
2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama napas, frekuensi pernapsan dalam rentang
normal, tidak ada suara napas abnormal)
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernapasan)
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
2.3.2.1 Airway management
1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust
bila perlu
R: memaksimalkan potensialventilasi
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
R: memaksimalkan ekspansi paru
3) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
R: memonitor kepatenan jalan nafas
4) Monitor pernafasan dan status oksigen yang sesuai
R: Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen
2.3.2.2 Oxygen therapy
1) Pertahankan jalan nafas yang paten
R: menjaga keadekuatan ventilasi
2) Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
R: meningkatka ventilasi dan asupan oksigen
3) Monitor aliran oksigen
R: menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
2.3.2.3 Vital sign monitoring
1) Monitor nadi, suhu, dan RR
R: memonitor peningkatan atau penurunan nadi, suhu,
dan Respirasi rate
2) Monitor kualitas dari nadi
R: mengetahui apakah nadi lemah atau cepat
3) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
21

R: memonitor keadekuatan pernafasan


4) Monitor suara paru-paru
R: mengetahui adanya sumbatan pada jalan nafas
5) Monitor pola pernafasan abnormal
R: Memonitor keadaan pernafan klien
6) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
R: memonitor adanya tanda-tanda hipotermia atau
hipertermi
7) Monitor sianosis perifer
R: mengetahui tanda-tanda hipoksia

Diagnosa 2: Dikontinuitas pemberian ASI


2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
2.3.3.1 Tujuan
1) Breastfeeding ineffective
2) Breathing pattern ineffective
3) Breastfeeding interuped
2.3.3.2 Kriteria hasil
1) Menyusui secara mandiri
2) Tetap mempertahankan laktasi
3) Petumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal
4) Mengetahui tanda-tanda penurunan suplai ASI
5) Ibu mampu mengumpulkan dan menyimpan ASI secara
aman
6) Penyapihan pemberian ASI diskontinuitas progresif
pemberian ASI
7) Kemampuan penyedia perawatan untuk mencairkan,
menghangatkan, dan menyimpan ASI secara aman
8) Menunjukkan teknik dalam memompa ASI
9) Berat badan bayi = masaa tubuh
10) Tidak ada respon alergi sitemik
11) Respirasi status: jalan nafas, pertukran gas, dan ventilasi
nafas bayi adekuat
12) Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal
22

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional


2.3.4.1 Bottle feeding
1) Posisikan bayi semifowler
R: posisi bayi mudah untuk menyusu
2) Letakkan pentil dot diatas lidah bayi
R: memudahkan bayi dalam proses menyusu
3) Monitor dan evaluasi refleks menelan sebelum
memberikan susu
R: mencegah aspirasi pada bayi ketida diberikan susu
4) Tentukan sumber air yang digunakan untuk
mengencerkan susu formula yang kental atau dalam
bentuk bubuk
R: mencegah sumber air yang tercemar
5) Instruksikan dan demonstrasikan kepada orang tua teknik
membersihkan mulut bayi setelah diberikan susu
R: orang tua paham teknik membersihkan mulut bayi
untuk mencegah air susu masuk ke dalam saluran
pernafasan
2.3.4.2 Lactation supresion
1) Fasilitasi proses bantuan interaktif untuk membantu
mempertahankan keberhasilan proses pemberian ASI
R: Membantu mempertahankan keberhasilan dalam
proses pemberian ASI
2) Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa
ASI (secara manual atau dengan pompa elektrik), cara
mengumpulkan dan menyimpan ASI
R: orang tua mengetahui informasi tentang laktasi dan
teknik memompa ASI
3) Tunjukkan dan demonstrasikan berbagai jenis pompa
payudara, tentang biaya, keefektifan dan ketersediaan alat
tersebut
R: orang tua dapat melakukan pompa payudara secara
mandiri sehingga proses pemberian ASI akan berhasil
23

2.3.4.3 Lactation counseling


1) Menggunakan bantuan interaktif untuk membantu ibu
mempertahankan keberhasilan proses pemberian ASI
R: membantu keberhasilan proses pemberian ASI
2) Beri dorongan untuk tetap melanjutkan menyusui
sepulang kerja
R:membantu keberhasilan proses pemberian ASI

Diagnosa 3: Difungsi motilitas gastrointestinal


2.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
2.3.5.1 Tujuan
1) Gastrointestinal function
2) Bowel continence
2.3.5.2 Kriteria hasil
1) Tidak ada distensi abdomen
2) Bising usus dalam batas normal 15-30 kali/menit
3) Frekuensi, warna, konsistensi, banyaknya feses dalam
batas normal
4) Tidak ada darah di feses
5) Tidak ada diare
6) Tidak ada mual dan muntah
2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional
2.3.6.1 Tube care gastrointestinal
1) Monitor status cairan dan elektrolit
R: mengetahui keadekuatan status cairan dan elektrolit
2) Monitor bising usus
R: sebagai petujuk awal dalam mendeteksi adanya
gangguan pada gastrointestinal dan menunjukkan
penurunan motilitas usus akibat tertelannya udara
3) Pasang OGT bila diperlukan
R: menurunkan episode muntah pada klien dan
mempermudah pemberian nutrisi
4) Monitor diare
R: menunjukkan peningkatan gerakan peristaltik
24

Diagnosa 4: Hipotermia
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Suhu tubuh dalam rentang normal
Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C.
- Kulit hangat.
- Sianosis (-)
- Ekstremitas hangat
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi tanda-tanda vital Hipotermia membuat bayi cenderung
merasa stres karena dingin, penggunaan
simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
bila ada dan penurunan sensivitas  untuk
meningkatkan kadar CO2 atau
penurunan kadar O2.
Tempatkan bayi pada incubator Mempertahankan lingkungan
termonetral, membantu mencegah stres
karena dingin
Awasi dan atur kontrol temperatur Bayi dengan berat badan berbeda
dalam incubator sesuai kebutuhan membutuhkan suhu dalam inkubator
yang berbeda
Monitor tanda-tanda hipertermi Tanda-tanda hipertermi ini dapat
berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
teratasi.
Hindari bayi dari pengaruh yang dapat Lingkungan yang dingin dapat
menurunkan suhu tubuh menyebabkan bayi kedinginan
Ganti pakaian setiap basah Pakaian basah dapat menyebabkan bayi
kedinginan
Ajarkan keluarga teknik kangaroo Bayi mendapat kehangatan pada saat
mother care dilakukan KMC serta menjalin bonding
antara ibu dan bayi

Diagnosa 5: Hipertermi
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteia): berdasarkan NOC
- Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh
indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
Peningkatan suhu kulit
Hipertermia
Dehidrasi
Mengantuk
25

- Pasien akan menunjukkan teroregulasi, yang dibuktikan oleh


indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat,
sedang, ringan, atau, tidak ada gangguan):
Berkeringat saat panas
Denyut nadi radialis
Frekuensi pernapasan
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Mandiri:
- Pantau aktivitas kejang
R/ seberapa lama aktivitas kejang yang terjadi
- Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembaban membran
mukosa)
R/ apakah terjadi edema
- Pantau TTV
R/ mengetahui perkembangan TTV
Kolaborasi:
Berikan obat antipiretik: jika perlu

Diagnosa 6: ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
 Memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut: (sebutkan 1-5: tidak
adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, sangat adekuat).
a. Makanan oral atau pemberian makanan lewat selang
b. Asupan cairan oral atau IV
 Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal.
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
 Mandiri
1) Kaji faktor yang mungkin menjadi penyebab kekurangan
nutrisi
- Banyak faktor yang mempengaruhi kekurangan nutrisi
sehingga identifikasi faktor penyebab menjadi penting
sebagai bahan intervensi
26

2) Sesuaikan cara berkomunikasi perawat dengan tahap


perkembangan anak
- Memudahkan dalam intervensi selanjutnya
3) Timbang berat badan pasien
- Berat badan merupakan salah satu indikator status
nutrisi
4) Jaga kebersihan badan dan mulut pasien
- Meningkatkan selera makan pasien
5) Ajarkan orang tua mengenai nutrisi yang diperlukan pada
masing-masing tahap perkembangan
- Mencegah kesalahan pemberian makan berdasarkan
usia.

Diagnosa 7: Risiko infeksi


2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan: Immune status, infection control, risk control.
Kriteria hasil :
2.3.1.1 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2.3.1.2 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi, penularan serta penatalaksanaannya.
2.3.1.3 Jumlah leukosit dalam batas normal.
2.3.2 Intervensi dan rasional
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
- Mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.
 Batasi pengunjung
- Agar lingkungan nyaman
 Instruksikan pada pengunjung untuk mecuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.
- Mencegah penyebaran mikroorganisme.
 Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan.
- Menjaga kebersihan.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
- Mencegah penyebaran mikroorganisme.
 Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
- Agar tetap aman dalam melakukan tindakan.
27

 Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.


- Memudahkan dalam melakukan tindakan.
 Tingkatkan intake nutrisi.
- Menambah nutrisi klien yang kurang.
 Berikan terapi antibiotik jika perlu.
- Mencegah infeksi.
 Monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal.
- Mengetahui perkembangan klien.
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase.
- Mengetahui secara dini kelainan yang terjadi.

III. Daftar Pustaka


Heardman, T. Heater. (2016). Nanda Internasional Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Lestari, Titik. (2015). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarka: Nuha Medika

Nurarif, Huda Amin Dan Kusuma Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Dianosa Medis Dan Nanda Nic-Noc.
Jogjakarta: Mediaction

Royyan, Abdullah. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Anak. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Sugeng Djitowiyono, Weni Kristiyanasari. (2011). Asuhan Neonatus dan Anak.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Banjarmasin, Juli 2019

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik.

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai