Anda di halaman 1dari 6

Seringkali kita menganggap bahwa emosi adalah hal yang begitu saja terjadi dalam hidup kita.

Kita menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan
sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon kita terhadap berbagai peristiwa yang
terjadi pada kita.

Menurut definisi Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence, emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan Anthony Robbins (penulis Awaken the
Giant Within) menunjuk emosi sebagai sinyal untuk melakukan suatu tindakan.

Di sini ia melihat bahwa emosi bukan akibat atau sekadar respon, tetapi justru sinyal untuk kita
melakukan sesuatu. Jadi dalam hal ini ada unsur proaktif, yaitu kita melakukan tindakan atas
dorongan emosi yang kita miliki. Bukannya kita bereaksi atau merasakan perasaan hati atau
emosi karena kejadian yang terjadi pada kita.

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa meskipun ada ratusan jenis emosi, namun ada empat emosi
dasar di titik pusatnya (takut, marah, sedih dan senang), dengan berbagai variasi atau nuansanya
yang mengembang keluar dari titik pusat tersebut.

Tepi luar ”lingkaran emosi” diisi oleh suasana hati yang secara teknis lebih tersembunyi dan
berlangsung jauh lebih lama daripada emosi (misalnya jika suasana hati sedang marah, mudah
tersinggung, kejadian kecil yang mengecewakan dapat memicu kemarahan seseorang). Di luar
lingkaran suasana hati terdapat temperamen atau watak. Artinya seseorang dalam kondisi selalu
dalam suasana hati dengan emosi tertentu, misalnya seseorang dengan temperamen pemarah
akan selalu menunjukkan emosi marah setiap saat.

Di luar temperamen, barulah apa yang disebut dengan gangguan emosi seperti: depresi klinis,
atau kecemasan yang tidak kunjung reda, kegelisahan dan sebagainya. Emosi secara fisiologis
terdapat pada salah satu bagian dari sistem otak yang disebut sistem limbik, yaitu ”otak kecil” di
atas tulang belakang, di bawah tulang tengkorak. Sistem limbik ini memiliki tiga fungsi, yaitu
mengontrol emosi, mengontrol seksualitas, dan mengontrol pusat-pusat kenikmatan.

Emosi merupakan hal yang paling penting dalam perkembangan otak seseorang. Banyak orang
mengira bahwa emosi secara keseluruhan ada di luar kendali dirinya, sehingga berbagai reaksi
atas berbagai kejadian hidup terjadi secara spontan. Padahal sesungguhnya kemampuan kita
dalam mengendalikan dan mengelola emosi kita merupakan faktor penentu penting keberhasilan
atau kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan kita.

Sejak diperkenalkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence - EQ) oleh Daniel Goleman
pada 1995 tersebut, perhatian masyarakat mulai beralih dari kecerdasan intelektual (IQ) semata
kepada kecerdasan emosional. Meskipun sampai saat ini, setidaknya menurut pandangan kami,
upaya pendidikan formal masih hanya ditekankan pada penguasaan kecerdasan intelektual - IQ
semata.
***

Keterampilan yang berhubungan dengan emosi (dikenal dengan istilah soft-skills) hampir
terlupakan dalam sistem dunia pendidikan kita dibandingkan dengan penguasaan ilmu-ilmu
pengetahuan dan teknologi (hard-skills). Padahal keberhasilan seseorang amatlah ditentukan oleh
kemampuannya menguasai berbagai keterampilan yang berhubungan dengan kecerdasan emosi.
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa orang tidak akan sukses dalam bidang apa pun kecuali
jika ia senang dengan apa yang digelutinya itu.

Pernahkah Anda mengalami tidak menyukai satu mata pelajaran tertentu, atau tidak suka dengan
guru yang mengajar mata ajaran tersebut? Saya dapat pastikan bahwa Anda tidak akan
memperoleh nilai bagus untuk mata pelajaran itu. Penelitian menunjukkan bahwa emosi biasanya
memicu seseorang untuk berprestasi. Oleh karena itu, kecerdasan emosional menjadi lebih
penting dibandingkan dengan kecerdasan intelektual atau prestasi akademik. Kecerdasan
emosional merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan
menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan
lain-lain) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan mampu
mengendalikan stres.

Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan,
semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial (social skills). Keterampilan yang
berkaitan dengan kecerdasan emosi ini antara lain misalnya: kemampuan untuk memahami orang
lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan
komunikasi, kerja sama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi, dan
sebagainya. Sebagian besar yang menentukan kesuksesan seseorang dalam hidup adalah
kecerdasan emosional ini atau EQ (emotional intelligence). Orang dengan kecerdasan emosional
yang tinggi biasanya menonjol dalam kehidupan nyata, misalnya menjadi pemimpin, memiliki
hubungan luas, mudah bergaul, mempunyai karakter yang baik dan disiplin diri, serta memiliki
kemampuan-kemampuan dasar untuk mencapai kesuksesan hidup.

Dibanding EQ, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang kira-kira 20 persen untuk
menentukan kesuksesan seseorang.

***

Bisakah kita meningkatkan kecerdasan emosi kita? Para filsuf besar seperti Socrates maupun Lao
Tsu menunjukkan bahwa inti kecerdasan emosional adalah kesadaran akan perasaan diri sendiri.
Artinya bahwa semakin kita mengenali diri sendiri, semakin meningkatlah kecerdasan emosi
kita. Inilah pesan pokok manajemen diri yaitu mengenali dan mengelola diri (termasuk emosi
kita), sehingga akhirnya kita dapat meningkatkan kecerdasan emosi kita yang merupakan
penunjang keberhasilan kita dalam kehidupan ini.

Berikut ada 7 keterampilan yang perlu kita perhatikan dalam upaya meningkatkan kecerdasan
emosional kita:
1. Mengenali emosi diri. Keterampilan ini meliputi kemampuan kita untuk mengidentifikasi apa
yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita
harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.

Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi:


Takut. Emosi ketakutan (termasuk kegelisahan, kecemasan, kekuatiran, teror) merupakan
antisipasi ke hal-hal buruk yang mungkin terjadi yang perlu dipersiapkan. Justru jika kita merasa
takut kita justru mengirim pesan untuk siap siaga. Ketakutan itu tidak menyelesaikan masalah,
tetapi tindakanlah yang mengatasi rasa takut dan masalah yang mungkin terjadi.

Sakit Hati. Perasaan sakit hati merupakan emosi yang paling mendominasi hubungan
antarmanusia, baik pribadi maupun profesional. Sakit hati biasanya disebabkan oleh perasaan
kehilangan atau memiliki harapan yang belum terpenuhi. Perasaan ini muncul jika
mengharapkan orang menepati janji tetapi ingkar. Rasa kehilangan keakraban atau kepercayaan
dapat menciptakan sakit hati.

Marah. Termasuk di dalamnya emosi kebencian, kegeraman bahkan mengamuk. Pesan atas
kemarahan adalah berarti adanya suatu aturan atau standar penting yang dipegang dalam hidup
telah dirusak oleh orang lain atau bahkan oleh diri sendiri. Kemarahan juga bisa diakibatkan oleh
ketakutan atau rasa kehilangan yang menumpuk, sehingga meledak menjadi kemarahan. Oleh
karena itu penting bagi kita untuk selalu dapat melepaskan emosi negatif sekecil apapun agar
tidak meledak menjadi kemarahan yang destruktif bagi diri dan orang lain.

Frustrasi. Kapanpun kita merasa telah terus menerus berusaha tetapi tidak atau belum
memperoleh hasil yang kita harapkan, kita cenderung merasakan emosi frustasi. Pesan emosi
frustasi adalah sinyal positif, artinya kita percaya bahwa kita dapat melakukan lebih baik dari
yang sedang kita lakukan. Kita hanya perlu mengubah pendekatan, persepsi atau perilaku kita
terhadap masalah yang kita hadapi atau upaya yang sedang kita lakukan.

Kecewa. Kekecewaan terjadi jika kita merasa bahwa kita gagal atau kehilangan sesuatu selama-
lamanya. Pesan emosi kecewa menunjukkan adanya harapan - tujuan yang seharusnya terwujud -
mungkin tidak terjadi, sehingga kita perlu mengubah harapan atau menyesuaikan dengan situasi
dan mengambil tindakan dan mencapai tujuan baru.

Rasa Bersalah. Perasaan atau emosi ini muncul ketika kita telah melanggar salah satu standar
yang kita pegang. Emosi ini nampaknya mudah diatasi ketika kita merasa tidak ada orang lain
yang mengetahui pelanggaran yang kita lakukan. Namun sesungguhnya dampaknya sangat
berbahaya di masa mendatang, apalagi jika perasaan itu menumpuk dalam bawah sadar. Rasa
bersalah yang terus menerus dapat menyebabkan stres dan mengurangi daya tahan tubuh serta
menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Oleh karena itu penting sekali untuk segera
melepaskan rasa bersalah itu. Kesepian. Perasaan ini muncul ketika kita merasa sendiri atau
terpisah dari lingkungan orang lain. Ada dua macam tindakan yang dapat kita lakukan ketika
rasa ini muncul. Pertama adalah dengan memanfaatkan emosi kesepian untuk memunculkan
energi kreatif yang ada dalam diri kita, sehingga biasanya para seniman atau artis menjadi kreatif
ketika mereka merasa kesepian. Hal kedua adalah dengan bertindak untuk mulai membina
hubungan baru dengan orang lain. Mengenali emosi diri merupakan bentuk kesadaran diri yang
tinggi. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi
wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat
kita berada dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita yang
pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas hidup kita.

***

2. Melepaskan emosi negatif Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan kita untuk
memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri kita. Sebagai contoh, keinginan untuk
memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat kita mudah marah
ataupun frustrasi seringkali justru merusak hubungan kita dengan bawahan maupun atasan serta
dapat menyebabkan stres. Jadi selama kita dikendalikan oleh emosi negatif kita justru tidak bisa
mencapai potensi terbaik dari diri kita. Oleh karena itu kita membutuhkan keterampilan untuk
dapat menghilangkan emosi negatif sebelum perasaan itu merusak kinerja kita atau kinerja
organisasi secara keseluruhan. Kebanyakan orang mengatasi emosi negatif dengan
mengekspresikannya (expressing limiting emotions) ataupun dengan menahan (suppressing)
emosi tersebut.

Kedua hal ini justru malah menimbulkan dampak negatif. Ekspresi dari emosi seringkali
bersinggungan dengan hubungan kita dengan orang lain, sehingga semakin ekspresif kita dalam
menyatakan emosi semakin merusak hubungan personal maupun profesional kita.

Menahan emosi di lain pihak dapat menyebabkan tekanan atau stres, sehingga pada gilirannya
akan merusak diri kita sendiri. Cara terbaik adalah dengan melepaskan emosi negatif (releasing
limiting emotions) melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar, sehingga kita maupun
orang-orang di sekitar kita tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.
Ketika kita sudah menguasai keterampilan menghilangkan emosi negatif, maka kita dapat
meningkatkan kemampuan kita dalam membina hubungan dengan orang lain, berkomunikasi,
kita menjadi semakin optimistis, percaya diri, mudah menyesuaikan diri dan sebagainya.

***

3. Mengelola emosi diri sendiri. Kita jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu,
baik atau buruk. Emosi adalah sekadar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk
mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari
kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat
membantu kita mencapai kesuksesan. Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri,
yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua
berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil
menangani emosi ini sebelumnya.
Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan
kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting
dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan
kita, bukan sebaliknya.

4. Memotivasi diri sendiri Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang
sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri
(achievement motivation) dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri
emosional - menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati - adalah landasan
keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya
kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung
jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

5. Mengenali emosi orang lain Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap
apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Covey sebagai komunikasi empatik.
Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam
berhubungan dengan manusia secara efektif.

***

6. Mengelola emosi orang lain. Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar
dalam berhubungan antarpribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan
pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua
hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antarmanusia.
Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat
mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antarpribadi yang kokoh dan
berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antarkorporasi atau organisasi sebenarnya
dibangun atas hubungan antarindividu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi
untuk mengelola emosi orang lain (baca: membina hubungan yang efektif dengan pihak lain)
semakin tinggi kinerja organisasi itu secara keseluruhan.

7. Memotivasi orang lain Keterampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari
keterampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini adalah bentuk lain
dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan
memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan handal.
Jadi sesungguhnya ketujuh keterampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan. Kita
tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau kita tidak dapat mengenali dan mengelola emosi diri
sendiri. Setelah kita memiliki kemampuan dalam memotivasi diri, barulah kita dapat memotivasi
orang lain. ***

Sumber: www.sinarharapan.co.id
https://www.kompasiana.com/2mulyantoscout.blogspot.com/54ffb32fa33311576350f990/manaje
men-emosi?page=4

Anda mungkin juga menyukai