Anda di halaman 1dari 9

KONSEP KEADILAN RESTORATIF DALAM UPAYA PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP ANAK DI INDONESIA

Kelompok 2:
Paramudya Adnanta H, Rendy Yuliansyah, Reza Kaspalida, Rizky Muhammad Fala,
Umi Kalsum, Ummi Fathonah, Ullymaz Ega Rossy, Tasyah Az-Zahrah Putri Utami,
Yusril Muslimin
Mahasiswa Program Studi Hukum Pidana Islam FSH UIN Raden Fatah Palembang

ABSTRAK
Dalam rangka membutuhkan pembinaan dan perlindungan untuk menjamin pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental dan sosial terhadap anak secara utuh, oleh karena itulah
sebagai implementasinya, Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian dilakukan perubahan beberapa
ketentuannya menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Akan tetapi
problematika suatu hukum terletak pada tatacara penerapan hukum dan
pengimplementasian hukum tersebut, dalam perlindungan hukum terhadap anak di
Indonesia, baik korban dan pelaku tindak pidana memiliki hak untuk dilindungi. Untuk
itulah sebuah aturan hukum telah ditetapkan terhadap tindakan kenakalan anak itu sendiri
yang dianggap melanggar aturan yang berlaku. Namun berbanding terbalik dengan
problematika penangkapan serta penahanan dan hukuman terhadap kejahatan yang
dilakukan anak berlakunya pasal 43 UU Nomor 3 Tahun 1997 yang menjelaskan bahwa
penangkapan anak pada dasarnya masih diberlakukannya ketentuan KUHAP adalah
hilangnya hak-hak anak dan perlindungannya terhadap hukum yang berlaku. Dalam
perkara anak adakalanya anak sebagai pelaku, korban, dan saksi sehingga perlu
perlindungan dan penanganan yang serius untuk mengantisipasi hal tersebut agar tidak
merugikan anak. Dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
tetapi proses penyelesaian perkara anak tidak hanya dapat diselesaikan melalui proses
peradilan namun juga diluar peradilan melalui dengan pendekatan keadilan restoratif
dengan melibatkan semua pihak baik pelaku, korban, dan saksi dengan pihak terkait untuk
mencari solusi penyelesaian perkara anak demi kepentingan terbaik bagi anak tersebut

Kata Kunci : Anak, Disversi, Keadilan Restoratif


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Permasalahan yang berhubungan dengan anak selalu menjadi hal yang menarik
untuk diperbincangkan. Terutama diIndonesia sendiri masih banyak persoalan-persoalan
yang saat ini menjadi sesuatu yang disoroti. Penanggulanagan dan penanganan yang salah
terhadap anak baik sebagai pelaku tindak pidana atau korban tindak pidana, pastinya
berdampak pada program pemerintah untuk melindungi anak-anak. Anak-anak adalah
generasi penerus bangsa, jika pertumbuhan dan perkembangan kehidupan mereka
terganggu. Maka, akan memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan anak-anak.
Rasa trauma ataupun stigma/label penjahat merupakan hal yang sering terjadi
dialami oleh anak-anak pelaku ataupun korban tindak pidana. Akan Tetapi, hal itu masih
dapat diatasi dan termakan oleh waktu. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah apabila
mereka sebagai pelaku tindak pidana dan ditempatkan dalam sistem peradilan formal.
Tentu hal ini akan berpotensi melanggar hak-hak asasi mereka, Apalagi mereka adalah
seorang anak yang dimana umur mereka masih tergolong muda dan mereka merupakan
perekam yang hebat yang belum menemukan jati diri mereka yang sesungguhnya, Bisa
saja hal itu akan berdampak mereka membentuk suatu keterempilan kriminal yang luar
biasa dikarenakan pergaulan dengan sesama tahanan maupun orang dewasa jika mereka
sebagai pelaku tindak pidana. Namun jika mereka sebagai korban tindak pidana jika rasa
trauma atau ketakutakan akan mengganggu psikis mereka dan bisa saja mereka tidak
terima apa yang telah dialaminya dan muncul perasaan dendam dan marah didalam diri
mereka. Jadi, Hal itulah yang mendorong kami untuk mengkaji persoalan tentang
perlindungan yang diperlukan jika anak-anak terlibat atau berkonflik dengan hukum agar
terciptanya keadilan.

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diurai sebelumnya, maka rumusan masalah
yang akan dikaji dalam artikel ini sebagai berikut:
1. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana
2. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana.
C. Ruang Lingkup
Konsepsi perlindungan anak meliputi ruang lingkup yang luas, dalam arti bahwa
perlindungan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas jiwa dan raga si anak, tapi
mencakup pula perlindungan atas semua hak serta kepentingannya yang dapat menjamin
pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohaniah, jasmani maupun
sosialnya. Adapn ruang lingkup perlindungan terhadap anak yaitu:
1. UU yang mengatur perlindungan anak, yakni batas usia anak untuk mendapatkan
perlindungan hukum.
2. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban.
3. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian hukum
normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang
mencakup penelitian terhadap pendekatan undang-undang, pendekatan historis, dan
pendekatan konseptual dengan menggunakan sumber data sekunder di bidang hukum
berupa bahan hukum sekunder.
Sumber data sekunder utama dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian
kepustakaan (bahan hukum primer) dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan,
buku-buku literatur, hasil penelitian, majalah, makalah, jurnal dan tulisan ilmiah lainnya
yang berkaitan dengan bahasan dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh dengan
menelusuri beberapa bahan hukum yaitu bahan hukum primer dan sekunder.

II. PEMBAHASAN

Konsep Keadilan Restoratif Dalam Upaya Pelindungan Hukum Terhadap Anak


Anak merupakan amanah sekaligus karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa,
yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa anak adalah makhluk yang mulia
dan memiliki sebuah hak asasi manusia. Maka dengan itu negara menjamin kelangsungan
kehidupan anak-anak dengan jaminan hak untuk dilindungi dengan dibuatnya Undan-
undang Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang
memiliki tanggung jawab untuk efektifitas perlindungan anak.
Berbicara tentang definis anak maka siapakah yang dapat dikatakan anak-anak itu,
maka hal seorang dapat dikatakan anak-anak itu dapat ditentukan dalam batasan usia,
didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terdapat berbagai batasan usia anak,
diantaranya:
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mensyaratkan usia
perkawinan 16 (enam belas) tahun bagi perempuan dan 19 (sembilan belas) tahun
bagi laki-laki,
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mendefiniskan
anak berusia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin,
3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mendefiniskan
anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan)
tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
kawin,
4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan
bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin

Berdasarkan diatas seperti adanya ketidaksesuaian perundang-undangan yang ada.


Untuk itu penulis menyebutkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak
dalam Pasal 1 anak-anak itu ialah seseorang yang belum berusia 18 (delpan belas) tahun.
Pengetian keadilan restoratif diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UUSPPA) Yang berbunyi sebagai berikut:
“Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan
pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama
mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan
semula, dan bukan pembalasan”.1

Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi, yaitu semua pihak yang terlibat
dalam suatu tindak pidana tertentu bersma-sama mengatasi masalah serta mencipatakan
suatu kewajiban untuk membuat segala lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan
masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati
yang tidak berdasarkan pembalasan.
Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan, dan diadili pembinaanya
wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah anak. Namun, sebelum
masuk proses peradilan, para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat wajib
mengupayakan proses penyelesaian diluar jalur pengadilan yakni melalui diversi
berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU SPPA, keadilan restoratif adalah pendekatan yang
digunakan dalam pelaksanaan diversi. Akan tetapi proses diversi ini hanya dapat dilakukan
1
Erny Herlin Setyorini, Sumiati, dan Pinto Utomo.”Konsep Keadilan Restoratif Bagi Anak Yang
Berkonflik Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.” Jurnal Ilmu Hukum 16, no. 2 (Agustus
2020):,hlm. 149-159.
untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tahun dan bukan
merupakan pengulangan tindak pidana (Pasal 7 UU SPPA).
Diversi merupakan kebijaksanaan dalam memutuskan suatu tindakan berdasarkan
hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijakan, pertimbangan, keadilan. Jadi, dapat
dikatakan bahwa diskresi itu adalah pengalihan untuk penanganan kasus kasus anak yang
diduga telah melakukan tindak pidana keluar dari proses peradilan untuk diselesaikan
secara musyawarah tanpa adanya syarat. 2
Konsep daripada restorative justice itu adalah penyelesaian perkara diluar
pengadilan, yang dilakukan dengan cara diversi, yang dilakukan dengan mempertemukan
para pihak yaitu anak yang berkonflik dengan hukum dan keluarganya, kemudian korban
dan keluarga korban, atau bisa digantikan oleh para pihak, yaitu pengacara masing-masing,
tokoh agama, tokoh masyarakat, dinas sosial, pembimbing kemasyarakatan, dan sesuai
kebutuhan.3 Contohnya kasus anak yang berkonflik dengan hukum yang terjadi di sekolah
bisa saja Kepala Sekolah atau pihak dari Departemen Pendidikan Nasional dipanggil untuk
duduk bersama mencari jalan keluar yang sama-sama disepakati yang tepat dan yang
terbaik bagi anak.4 Tujuannya adalah perbaikan keadaan korban, memaafkan perbuatan
pelaku dan keikhlasan korban serta mengembalikan pelaku pada masyarakat.
Namun demikian, keadilan restoratif belum dapat diterapkan secara maksimal
untuk menangani perkara anak yang berkonflik dengan hukum karena mensyaratkan
adanya kesepakatan dengan korban atau keluarga korban.5

Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana


Pelanggaran terhadap norma hukum yang membuat seorang anak harus berhadapan
dengan sistem peradilan, menimbulkan tanggapan yang mengatakan bahwa adanya
penegak hukum yang belum memberikan perhatian secara khusus terhadap tersangka anak,
dan hal tersebut menunjukan bahwa hukum yang ada di Indonesia masih belum cukup

2
Lanora Siregar,”Penerapan Restorative Justice Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana
Asusila.” :,hlm. 1-14.
3
David Setyawan,.”Konsep Keadilan Restoratif Perlindungan Anak.” Diakses 20 November 2020.
https://www.kpai.go.id/berita/artikel/konsep-keadilan-restoratif-perlindungan-anak.
4
Laksana, Andri Winjaya.”Keadilan Restoratif Dalam Penyelesaian Perkara Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.” Jurnal Pembaharuan Hukum IV, no.1
(Januari-April 2017): hlm. 57-61.
5
Iqbal, Muhammad.”Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Law Protection
On Children As A Crime Victim” Kanun: Jurnal Ilmu Hukum XII, no. 54 (Agustus 2011),hlm. 97-106.
berpihak pada anak-anak, sedangkan sebagai bagian dari subjek hukum anak-anak
mestinya mendapatkan perlindungan dikarenakan anak adalah titipan Tuhan dan generasi
penerus keluarga, marga, suku, bangsa dan Negara serta generasi penerus umat manusia.
Perlindungan anak tersebut adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi
agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan
pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial.
Pelanggaran norma hukum yang dilakukan anak-anak merupakan sebuah kenakalan
anak daripada kejahatan anak, karena jika dikatakan sebagai penjahat itu terlalu keras bila
seorang anak melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat. Sedangkan hal itu
merupakan proses alami yang dialami anak-anak menuju kedewasaannya.
Sistem peradilan pidana anak adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang
terkait didalam penanganan kasus kasus kenakalan. Sehinggan diharapkan penyelesaian
kasus yang berhadapan dengan hukum dapat diselesaikan melalui upaya non-litigasi,
sehingga anak tidak mengalami trauma dan menghindari stigam buruk sebagai pelaku
kejahatan.
Perilaku kenakalan anak seperti membolos sekolah atau kabur dari rumah dan
perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap pelanggaran
atau kejahatan merupakan katagori perilaku mereka yang membuat mereka berhadapan
dengan hukum.
Meskipun anak harus menjalani proses peradilan pidana, hak-hak anak harus tetap
diberikan. Pasal 3 Konvensi Hak Anak memberikan kewajiban pemenuhan dan
perlindungan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum sebagai berikut :
1. Dalam semua tindakan mengenai anak, yang dilakukan oleh lembagalembaga
kesejahteraan sosial negara atau swasta, pengadilan hukum, penguasa administratif
atau badan legislatif, kepentingan-kepentingan terbaik anak harus merupakan
pertimbangan utama.
2. Negara-negara pihak berusaha menjamin perlindungan dan perawatan anak-anak
seperti yang diperlukan untuk kesejahteraannya, dengan memperhatikan hak-hak
dan kewajiban-kewajiban orang tuanya, wali hukumnya atau orang-orang lain yang
secara sah atas dia, dan untuk tujuan ini, harus mengambil semua tindakan legislatif
dan administratif yang tepat.
3. Negara-negara pihak harus menjamin bahwa berbagai lembaga, pelayanan, dan
fasilitas yang bertanggung jawab atas perawatan dan perlindungan.
Salah satu bentuk penanganan terhadap Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH)
diatur dalam Pasal 16 ayat 3 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak yang menyatakan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak
hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir.
Sebenarnya secara yuridis sudah menerapkan keadilan restoratif tetapi belum secara
maksimal atau komprehensif. Tak jarang banyak anak yang berbuat kejahatan ringan
dipenjara. Terdapat empat kriteria kasus anak yang berhadapan dengan hukum yang dapat
diselesaikan dengan model restorative justice, yaitu: Kasus itu tidak mengorbankan
kepentingan umum dan bukan pelanggaran lalu lintas, Anak itu baru pertama kali
melakukan kenakalan dan bukan residivis, Kasus itu bukan kasus yang mengakibatkan
hilangnya nyawa manusia, luka berat, atau cacat seumur hidup, Kasus tersebut bukan
merupakan kejahatan kesusilaan yang serius yang menyangkut kehormatan.6

Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Tindak Pidana


Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi. Salah satu hak
anak secara universal adalah hak memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental,
penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi) dan penyalahgunaan seksual serta hak
memperoleh perlindungan dari diskriminasi dan hukuman.
Seringkali anak dianggap makhluk yang lemah yang tidak memiliki daya kekuatan
untuk memberontak ataupun melawan yang pada akhirnya anak-anak menjadi korban dari
kekerasan yang dilakukan oleh orang tua atau orang yang lebih dewasa. Kekerasan yang
dialami anak seringkali tidak terungkap karena biasanya anak takut atas tekanan atau
ancaman yang ditujukan pada dirinya dan juga didalam keluarga hal ini menjadi hal yang
bersifat pribadi.7

Untuk itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28b ayat 2 yang
berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas

6
Ni Made Kusuma Wardhani, I Gusti Ngurah Wairocana, “Perlindungan Hukum Bagi Anak Pelaku
Tindak Pidana Dengan Ancaman Pidana Penjara Tujuh Tahun atau Lebih”, Program Kekhususan Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana,hlm.7-13
7
Wahyuningsih, Sri Endah.” Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana
Kesusilaan Dalam Hukum Pidana Positif Saat Ini.” Jurnal Pembaharuan Hukum III, NO.2 (Mei-
Agustus),hlm.172-180.
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Maka pemerintah berupaya untuk
melindungi hak-hak atas anak melalui produk hukum, yaitu :
1. UU No.4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.
2. UU No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan anak.
3. UU No.20 tahun 1999 tentang pengesahan Konvensi ILO No.138 Mengenai Usia
Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja.
4. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
5. UU No.1 tahun 2000 tentang pengesahan Konvensi ILO No.182 mengenai
Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk
Untuk Anak.
6. UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; disamping Undang-undang
tersebut terdapat Keputusan Presiden No.36 tahun 1990 tentang Ratifikasi
Konvensi Hak Anak tahun 1986.
7. UU No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Sementara itu, perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana
dilaksanakan melalui upaya rehabilitasi, upaya perlindungan dari pemberitaan identitas
melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi, pemberian jaminan keselamatan
bagi saksi korban dan saksi ahli, dan pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi
mengenai perkembangan perkara.
Bentuk perlindungan yang dapat diberikan kepada korban adalah restitusi, kompensasi,
dan konseling. Konseling adalah yang paling tepat dan cocok yang dibutuhkan oleh korban
karena kejahatan menimbulkan atau meninggalkan rasa trauma. Maka, pemulihan mental
sangat dibutuhkan oleh korban tindak pidana. 8

III. KESIMPULAN
Anak merupakan amanah sekaligus karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha
Eesa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Maka
diperlukan perlindungan hukum terhadap anak. Pasal 16 ayat 3 UU No.23 Tahun 2002
Tentang Perlingan Anak yang menyatakan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak
pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya
dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
8
Afdhaliyah, Nur, Ismansyah, dan Fadillah Sabri.” Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai
Korban Pencabulan Legal Protection On Children As Victims Of Sexual Abuse.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum
21, no.1 (April 2019),hlm.109-128. https://doi.org/10.24815/kanun.v21i1.11159 .
Ada 4 kriteria kasus anak yang dapat diselesaikan dengan model restorative justice
yaitu: Kasus tidak mengorbankan kepentingan umum, Bukan pengulangan tindak pidana,
Kasus yang tidak mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, dan Bukan kejahatan yang
bersifat kesusilaan.
Terdapat banyak perundang-undangan yang mengatur tentang segala bentuk
perlindungan hak-hak anak. Jika merujuk pada bentuk perlindungan terhadap anak sebagai
korban meliputi: Restitusi. Kompensasi, dan Konseling. Dan konseling dirasa pilihan tepat
dan cocok yang dibutuhkan oleh seorang korban.

DAFTAR PUSTAKA

Afdhaliyah, Nur, Ismansyah, dan Fadillah Sabri.” Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Sebagai Korban Pencabulan Legal Protection On Children As Victims Of Sexual
Abuse.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 21, no.1, April 2019..
https://doi.org/10.24815/kanun.v21i1.11159 .
Iqbal, Muhammad.”Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Law
Protection On Children As A Crime Victim” Kanun: Jurnal Ilmu Hukum XII, no.
54 , Agustus 2011.
Laksana, Andri Winjaya.”Keadilan Restoratif Dalam Penyelesaian Perkara Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.” Jurnal
Pembaharuan Hukum IV, no.1, Januari-April 2017.
Ni Made Kusuma Wardhani, I Gusti Ngurah Wairocana, “Perlindungan Hukum Bagi Anak
Pelaku Tindak Pidana Dengan Ancaman Pidana Penjara Tujuh Tahun atau Lebih”,
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Setyawan, David.”Konsep Keadilan Restoratif Perlindungan Anak.” Diakses 20 November
2020. https://www.kpai.go.id/berita/artikel/konsep-keadilan-restoratif-perlindungan-
anak.
Setyorini, Erny Herlin, Sumiati, dan Pinto Utomo.”Konsep Keadilan Restoratif Bagi Anak
Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.” Jurnal
Ilmu Hukum 16, no. 2 ,Agustus 2020.
Siregar, Lanora.” Penerapan Restorative Justice Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak
Pidana Asusila.”
Wahyuningsih, Sri Endah.” Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana
Kesusilaan Dalam Hukum Pidana Positif Saat Ini.” Jurnal Pembaharuan Hukum III, NO.2
,Mei-Agustus.

Anda mungkin juga menyukai