Anda di halaman 1dari 5

Didirikan dengan nama 

Bizantium sekitar tahun 660 SM di sebuah tanjung kecil


bernama Sarayburnu, kota ini berkembang sehingga menjadi salah satu kota terpenting dalam
sejarah. Setelah pendiriannya kembali dengan nama Konstantinopel pada tahun 330 M, kota ini
berfungsi sebagai ibu kota kekaisaran selama hampir 16 abad, yaitu
selama Kekaisaran Romawi dan Bizantium atau Romawi Timur (330–1204 dan 1261–
1453), Latin (1204–1261), dan Utsmaniyah atau Ottoman (1453–1922).[12] Kota ini berperan penting
dalam perkembangan Kekristenan selama zaman Kekaisaran Romawi dan Bizantium sebelum
Utsmaniyah menaklukkannya pada tahun 1453 dan mengubahnya menjadi kubu
pertahanan Islam serta tempat kedudukan Kesultanan Utsmaniyah.[13]
Posisi strategis Istanbul di Jalur Sutera yang bersejarah,[14] jaringan-jaringan kereta menuju Eropa
dan Timur Tengah, dan satu-satunya jalur laut antara Laut Hitam dan Mediterania, telah
menghasilkan suatu populasi kosmopolitan meskipun agak berkurang sejak didirikannya Republik
Turki pada tahun 1923. Setelah terabaikan karena adanya ibu kota baru selama periode
antarperang, kota ini memperoleh kembali posisi pentingnya. Populasi kota bertambah sepuluh kali
lipat sejak tahun 1950-an setelah para migran dari seluruh Anatolia pindah ke kota ini dan batas-
batas kota diperluas demi menampung mereka. [15][16] Berbagai festival budaya, film, musik, dan seni
diadakan pada akhir abad ke-20 dan tetap diselenggarakan oleh kota ini sampai sekarang,
sementara perbaikan infrastruktur telah menghasilkan suatu jaringan transportasi yang kompleks.
Sekitar 12,56 juta turis asing berkunjung ke Istanbul pada tahun 2015, lima tahun setelah
penetapannya sebagai suatu Ibukota Kebudayaan Eropa, yang menjadikan kota ini sebagai tujuan
wisata paling populer kelima di dunia. [17] Atraksi utama kota ini adalah pusat sejarahnya, yang
sebagian di antaranya terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO; pusat hiburan dan
budayanya berada di sepanjang pelabuhan alami kota ini, yaitu Tanduk Emas, di Distrik Beyoğlu.
Dipandang sebagai suatu kota global,[18] Istanbul memiliki salah satu perekonomian metropolitan
dengan pertumbuhan tercepat di dunia. [19] Kota ini menjadi tempat berdirinya kantor pusat dari
banyak perusahaan dan media massa Turki serta menyumbang lebih dari seperempat produk
domestik bruto negara tersebut.[20] Untuk memanfaatkan revitalisasi dan ekspansinya yang cepat,
Istanbul mengajukan diri sebagai penyelenggara Olimpiade Musim Panas sebanyak lima kali dalam
waktu dua puluh tahun.[21]

Daftar isi

 1Toponimi
 2Sejarah
o 2.1Kebangkitan dan kejatuhan Konstantinopel
o 2.2Era Utsmaniyah dan Turki
 3Geografi
o 3.1Iklim
 4Lanskap kota
o 4.1Arsitektur
 5Pemerintahan
 6Demografi
o 6.1Kelompok etnis dan keagamaan
 7Politik
 8Ekonomi
 9Budaya
o 9.1Rekreasi dan hiburan
 10Olahraga
 11Media
 12Pendidikan
 13Pelayanan publik
 14Transportasi
 15Kota kembar
 16Lihat pula
 17Catatan kaki
 18Referensi
o 18.1Pustaka
 19Pranala luar

Toponimi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Nama-nama Istanbul

Konstantinus I

Nama kota ini yang pertama kali diketahui adalah Bizantium (bahasa


Yunani: Βυζάντιον, Byzántion; bahasa Inggris: Byzantium), nama tersebut diberikan pada saat
pendiriannya oleh para pemukim di Megara sekitar tahun 660 SM.[1] Nama Bizantium diperkirakan
berasal dari nama seseorang, yaitu Byzas. Tradisi Yunani Kuno merujuk pada seorang raja
lengendaris dengan nama tersebut sebagai pemimpin dari orang-orang Yunani pendatang. Para ahli
modern juga telah memperkirakan bahwa yang bernama Byzas ini adalah seorang Thrakia setempat
atau berasal dari Iliria, dan karenanya telah ada sebelum permukiman Megara tersebut. [22]
Setelah Konstantinus Agung menjadikannya sebagai ibu kota baru di wilayah timur Kekaisaran
Romawi pada tahun 330 M, kota ini kemudian dikenal secara luas dengan
nama Constantinopolis (Konstantinopel), yang sama seperti bentuk Latin
dari "Κωνσταντινούπολις" (Konstantinoúpolis)—berarti "Kota Konstantinus".[1] Ia juga berupaya
mempromosikan nama Nova Roma dan versi Yunaninya, Νέα Ῥώμη" Nea Romē (Roma Baru),
tetapi ini tidak digunakan secara luas.[23] Konstantinopel tetap merupakan nama yang paling umum
digunakan di Barat untuk menyebut kota ini sampai berdirinya Republik Turki; Kostantiniyye (bahasa
Turki Utsmaniyah: ‫ )قسطنطينيه‬dan İstanbul adalah nama-nama yang digunakan sebagai alternatif oleh
Dinasti Utsmaniyah selama pemerintahan mereka. [24] Kini orang Turki menganggap
penggunaan Konstantinopel untuk merujuk ke kota ini selama pemerintahan Utsmaniyah (dari
pertengahan abad ke-15) tidaklah benar secara politis, kendati bukannya tidak akurat secara
historis.[25]
Hingga abad ke-19, kota ini telah memperoleh nama-nama lain yang digunakan oleh orang asing
ataupun orang Turki. Bangsa Eropa menggunakan Konstantinopel untuk merujuk pada keseluruhan
kota ini, tetapi—sebagaimana juga orang Turki—menggunakan nama Stamboul untuk
mendeskripsikan semenanjung berdinding antara Tanduk Emas dan Laut Marmara.[25] Pera (dari
kata Yunani "Πέρα" yang berarti "di seberang" atau "di luar") dulu digunakan untuk mendeskripsikan
daerah di antara Tanduk Emas dan Selat Bosporus, tetapi orang Turki juga menggunakan
nama Beyoğlu (sekarang menjadi nama resmi salah satu distrik konstituen kota ini).
[26]
 Dahulu Islambol (berarti "Kota Islam" atau "Penuh dengan Islam") terkadang digunakan dalam
bahasa sehari-hari untuk merujuk pada kota ini, dan bahkan terukir pada beberapa uang logam
Utsmaniyah,[27] tetapi keyakinan bahwa nama tersebut adalah asal mula dari nama yang
sekarang, İstanbul, disangkal oleh fakta yang menyatakan bahwa nama yang sekarang telah ada
jauh sebelum nama Islambol dikenal dan bahkan sebelum penaklukan Utsmaniyah atas kota ini.[1]
Nama İstanbul (Pengucapan bahasa Turki: [isˈtanbuɫ] (  simak), bahasa sehari-hari: [ɯsˈtambuɫ]) pada
umumnya dianggap berasal dari frasa Yunani Abad Pertengahan "εἰς τὴν Πόλιν" (dilafalkan [is tim
ˈbolin]), artinya "ke kota itu"[28] dan merupakan cara orang Yunani setempat menyebut
Konstantinopel. Hal ini mencerminkan status kota tersebut sebagai satu-satunya kota besar di
sekitarnya. Arti penting Konstantinopel dalam dunia Utsmaniyah juga tercermin dari nama 'Der
Saadet' yang berarti 'gerbang menuju Kemakmuran' dalam bahasa Utsmaniyah. Ada suatu
pandangan alternatif yang menyatakan bahwa nama tersebut berevolusi secara langsung dari
nama Konstantinopel, dengan menghilangkan suku kata yang pertama dan ketiga. [1] Suatu etimologi
rakyat Turki menelusuri nama tersebut kepada "banyak Islam" (Islam bol) [29] karena kota tersebut
disebut Islambol ("banyak Islam") atau Islambul ("menemukan Islam") sebagai ibukota Kesultanan
Utsmaniyah Islam. Ini ditegaskan pertama kali tak lama setelah penaklukannya, dan beberapa
penulis pada zaman tersebut menganggap nama ini ditemukan oleh Sultan Mehmed II sendiri.
[30]
 Beberapa sumber Utsmaniyah dari abad ke-17, seperti Evliya Çelebi, menggambarkannya
sebagai nama Turki yang umum dari zaman itu; antara akhir abad ke-17 dan akhir abad ke-18,
nama itu juga terdapat dalam penggunaan resmi. Penggunaan kata "Islambol" yang pertama kali
pada uang logam adalah pada tahun 1703 (1115 H) selama masa pemerintahan Sultan Ahmed III.
Bagaimanapun penggunaan nama Constantinople (Konstantinopel) masih umum dalam bahasa
Inggris pada abad ke-20, Istanbul menjadi umum setelah Turki mengadaptasi abjad Latin pada
tahun 1928 dan mendorong negara-negara lain untuk menggunakan nama Turki kota tersebut. [31]
[32]
 Kaum Viking berlayar menyusuri sungai-sungai di Rusia dari Laut Utara, lalu masuk ke Laut
Hitam dan tiba di Konstantinopel sekitar abad ke-10. Mereka menyebut Konstantinopel dengan
nama "Miklagard",[33] yang artinya "Kota Besar".
Dalam bahasa Turki modern, nama kota ini ditulis İstanbul dengan sebuah İ bertitik, karena alfabet
Turki membuat perbedaan antara I bertitik dan tanpa titik. Dalam bahasa Inggris penekanannya
adalah pada suku kata pertama (Is), tetapi dalam bahasa Turki pada suku kata kedua (tan).[34] Orang
dari kota ini disebut sebagai seorang İstanbullu (jamak: İstanbullular), kendati Istanbulite digunakan
dalam bahasa Inggris.[35]

Sejarah[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Sejarah Istanbul

Lihat pula: Garis waktu Istanbul


Sisa-sisa sebuah kolom (tiang) Bizantium yang ditemukan di akropolis Bizantium, terletak di dalam
kompleks Istana Topkapı.

Artefak-artefak Neolitikum yang ditemukan oleh para arkeolog pada awal abad ke-21 menunjukkan
bahwa semenanjung bersejarah Istanbul telah dihuni setidaknya sejak milenium ke-7 SM.
[36]
 Permukiman awal ini, yang dipandang penting dalam penyebaran saat Revolusi Neolitik dari
Timur Dekat ke Eropa, berlangsung selama hampir satu milenium sebelum dibanjiri oleh naiknya
permukaan air.[37][38][39][40] Permukiman manusia yang pertama di sisi Asia, yakni gundukan Fikirtepe,
berasal dari periode Zaman tembaga yang artefak-artefaknya bertarikh 5500–3500 SM. [41] Di sisi
Eropa, dekat ujung semenanjung tersebut (Sarayburnu), terdapat suatu permukiman Thrakia selama
awal milenium ke-1 SM. Para penulis modern menghubungkannya dengan toponim Thrakia Lygos,
[42]
 yang disebutkan oleh Plinius yang Tua sebagai sebuah nama awal untuk situs Bizantium.[43]
Sejarah kota ini secara tepat dimulai sekitar tahun 660 SM, [44][a] yaitu ketika para pemukim Yunani
dari Megara mendirikan Bizantium di sisi Eropa dari Selat Bosporus. Para pemukim itu membangun
sebuah akropolis yang berdekatan dengan Tanduk Emas di situs permukiman Thrakia awal mula,
sehingga mendorong perekonomian kota yang baru lahir ini. [50] Kota itu mengalami masa singkat
pemerintahan Persia pada pergantian abad ke-5 SM, tetapi bangsa Yunani merebutnya kembali
selama Perang Yunani-Persia.[51] Bizantium kemudian berlanjut sebagai bagian dari Liga Athena dan
penerusnya, Kekaisaran Athena Kedua, sebelum memperoleh kemerdekaan pada tahun 355 SM.
[52]
 Karena telah lama menjalin aliansi dengan bangsa Romawi, Bizantium secara resmi menjadi
bagian dari Kekaisaran Romawi pada tahun 73 M.[53] Keputusan Bizantium untuk
memihak Pescennius Niger, seorang perampas kuasa Romawi, untuk melawan Kaisar Septimius
Severus membuatnya harus membayar mahal harganya; saat Bizantium menyerah pada tahun 195
M, pengepungan selama dua tahun telah meninggalkan kota itu dalam keadaan hancur. [54] Lima
tahun kemudian Severus mulai membangun Bizantium lagi, dan kota itu memperoleh kembali—
serta, menurut beberapa catatan, melampaui—kemakmuran yang sebelumnya. [55]

Kebangkitan dan kejatuhan Konstantinopel[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Konstantinopel
Peta Konstantinopel tertua yang masih terlestarikan; karya Cristoforo Buondelmonti pada tahun 1422.

Konstantinus Agung efektif menjadi kaisar dari keseluruhan Kekaisaran Romawi pada bulan


September 324.[56] Dua bulan kemudian ia mengemukakan rencana pendirian suatu kota Kristen
yang baru untuk menggantikan Bizantium. Sebagai ibukota bagian timur kekaisaran, kota tersebut
diberi nama Nea Roma; kebanyakan menyebutnya Konstantinopel, suatu nama yang tetap
digunakan sampai dengan abad ke-20.[57] Pada tanggal 11 Mei 330, Konstantinopel dinyatakan
sebagai ibukota dari suatu kekaisaran yang kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium
atau Kekaisaran Romawi Timur.[58]
Pendirian Konstantinopel merupakan salah satu prestasi Konstantinus yang paling bertahan lama,
yang mengalihkan kekuasaan Romawi ke sebelah timur karena kota tersebut menjadi suatu pusat
Kekristenan dan kebudayaan Yunani.[58][59] Sejumlah besar bangunan gereja dibangun di seluruh
kota, termasuk Hagia Sophia yang dibangun pada masa pemerintahan Yustinianus Agung dan
menjadi katedral terbesar di dunia sampai dengan seribu tahun berikutnya. [60] Konstantinus juga
melakukan perluasan dan renovasi besar atas Hipodrom Konstantinopel; dengan daya tampung
puluhan ribu penonton, hipodrom tersebut menjadi pusat kehidupan masyarakat dan pada abad ke-
5 juga abad ke-6 menjadi pusat berbagai peristiwa kerusuhan, misalnya Kerusuhan Nika.[61][62] Lokasi
Konstantinopel juga memastikan keberadaannya yang mampu bertahan terhadap ujian waktu;
dalam kurun waktu berabad-abad, daerah tepi laut dan temboknya melindungi Eropa terhadap para
pasukan penyerang dari timur dan perkembangan Islam. [59] Selama hampir sepanjang Abad
Pertengahan, yakni bagian terakhir era Bizantium, Konstantinopel merupakan kota terbesar dan
terkaya di benua Eropa dan adakalanya yang terbesar di dunia. [63][64]

Anda mungkin juga menyukai

  • Vbrya
    Vbrya
    Dokumen7 halaman
    Vbrya
    nacenk
    Belum ada peringkat
  • Uhbvfcd
    Uhbvfcd
    Dokumen7 halaman
    Uhbvfcd
    nacenk
    Belum ada peringkat
  • Tuyjdf
    Tuyjdf
    Dokumen7 halaman
    Tuyjdf
    nacenk
    Belum ada peringkat
  • Xsxasas
    Xsxasas
    Dokumen11 halaman
    Xsxasas
    nacenk
    Belum ada peringkat