Anda di halaman 1dari 9

Makalah Tugas Mikrobiologi

ENSEFALITIS

NAMA : Ilham Suripto Gani

STAMBUK : N 101 17 077

KELOKMPOK : 1 (Satu)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Enterovirus merupakan virus berdiameter kecil. Penularan biasanya meningkat


berkaitan dengan tingkat kepadatan penduduk serta sanitasi yang buruk. Gejala
umumnya diawali dengan demam, nyeri tenggorokan, nafsu makan yang menurun,
dan nyeri atau tidak enak badan. Kemudian diikuti munculnya ruam pada sekitar
mulut, telapak tangan dan telapak kaki (Rizki,2019)

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan dengan cara Polymerase Chain


Reaction (PCR) dan isolasi virus yang dilakukan untuk mendeteksi adanya
enterovirus dan virus EV-71. VTM yang berisi swab spesimen diekstaksi terlebih
dahulu dengan menggunakan kit ekstraksi RNA yang dijual secara komersial.
Prosedur yang digunakan mengikuti prosedur yang dikeluarkan pabrik. Tahap
selanjutnya dilakukan pemeriksaan Pan Enterovirus RT-PCR di 5”UTR dengan
menggunakan primer MD 90 (5’-ATT GTC ACC ATA AGC AGC CA-3’) dan MD
91 (5’ –CCT CCG GCC CCT GAA TGC GGC TAA T-3’) untuk mendeteksi adanya
gen Enterovirus. Jika dideteksi adanya gen Pan Enterovirus maka dilanjutkan dengan
permeriksaan RT-PCR spesifik untuk EV-71 di VP1 dengan menggunakan primer
MAS01S dan MAS02A dengan urutan asam basa MAS01S (5’-
ATAATAGCA(C/T)T (A/G)GCGGCAGCCCA -3’) dan MAS02A (5’ –
AGAGGGAG(A/G) TCT ATCTC(C/T)CC -3’) (Susanti, 2014)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ensefalitis
Ensefalitis adalah peradangan parenkim otak yang berhubungan
dengan disfungsi neurologis seperti penurunan kesadaran, kejang, perubahan
kepribadian, kelumpuhan saraf kranial, gangguan bicara, dan defisit motorik
dan sensorik. Ensefalitis dapat disebabkan oleh etiologi infeksi seperti virus
dan bakteri, serta etiologi noninfeksi seperti proses autoimun. Beberapa
organisme yang dapat menyebabkan ensefalitis adalah virus herpes simpleks,
virus varicella zoster, dan Mycoplasma sp. Di Indonesia, ensefalitis juga bisa
menjadi komplikasi berbagai penyakit infeksi tropik, seperti pada infeksi
dengue dan malaria.

Data epidemiologi menunjukan bahwa kasus ensefalitis dapat terjadi


pada semua usia, namun paling banyak terjadi pada anak-anak dengan
insidensi sedikit lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Mortalitas tergantung dari tingkat virulensi virus dan daya tahan tubuh pasien
(BMJ,2019)

B. Etiologi
Enterovirus penyebab ensefalitis viral diantaranya adalah
coxsackievirus, echovirus, poliovirus, dan human enterovirus 68 hingga 70.
Virus dari golongan herpes yang sering menyebabkan meningoensefalitis viral
adalah herpes simplex virus type 2 (HSV-2), Epstein-Barr virus, dan varicella-
zoster virus (VZV) (Harahap,2015)

C. Patofisiologi
Pada infeksi enterovirus sistem syaraf pusat yang menyertakan organ-
organ dan kadang-kadang terjadi penundaan munculnya gejala sistem saraf
pusat karena masuknya virus yang ada hubungannya dengan viremia yang
luas atau melalui jalan lain seperti melalui serabut syaraf otonom. Viremia
mereda dengan munculnya antibodi dan konsentrasi virus pada tempat-tempat
keradangan baru mulai menurun kurang lebih setelah 7 hari. Walaupun
demikian infeksi berjalan terus di saluran cerna bagian bawah dalam periode
yang lama. Enterovirus dideteksi di beberapa kasus dengan mioperikarditis,
patogenensis enterovirus yang berkaitan dengan nephritis, myocitis,
polyradiculitis pancreatitis, hepatitis, pneumoni, dan syndrom-syndrom lain
masih belum jelas. Kelainan ini mungkin karena reaksi keradangan yang
terjadi karena masuknya antigen virus atau infeksi virus dapat memacu
kerusakan jaringan (Solomon,2018)

D. Manifestasi Klinis
Secara umum, Gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam,
kejang, dan kesadaran menurun. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit
kepala, muntah letargi, kadang disertai kaku kuduk jika mengenai meningen
(Solomon,2018)

E. Diagnosis Banding
Ensefalitis harus dibedakan dari penyakit neurologis maupun non
neurologis lainnya seperti abses otak, meningitis, perdarahan subaraknoid,
stroke, hipoglikemia, tumor otak, kejang, keracunan obat, dan delirium
tremens.
Abses otak dan meningitis jarang menimbulkan penurunan kesadaran
seperti pada ensefalitis. Sementara itu, keluhan pada tumor otak umumnya
sudah berlangsung sejak lama walaupun sifatnya bisa hilang-timbul. Pasien
dengan stroke sering kali memiliki komorbiditas seperti hipertensi atau
dislipidemia. Secara umum, diagnosis banding ini bisa dibedakan dari
ensefalitis melalui analisis cairan serebrospinal dan CT scan kepala
(Solomon,2018)

F. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan analisis cairan serebrospinal dan CT scan kepala dapat


mengidentifikasi penyebab ensefalitis dan menyingkirkan diagnosis banding.

Analisa Cairan Serebrospinal

Jika ada ensefalitis, pada analisis cairan serebrospinal akan ditemukan


limfositosis limfositik, glukosa normal, dengan protein sedikit meningkat.
Pewarnaan Gram dan kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri
penyebab.

Cairan serebrospinal juga bisa dianalisis menggunakan polymerase chain


reaction (PCR) untuk mengidentifikasi virus penyebab. Virus herpes simpleks
adalah yang paling sering dan PCR memiliki sensitivitas dan spesifisitas melebihi
95% untuk mengidentifikasi virus ini.

Radiologi

Pencitraan bisa diperlukan sebelum melakukan pungsi lumbal pada pasien


yang dicurigai mengalami ensefalitis. Indikasi dilakukannya pencitraan sebelum
pungsi lumbal adalah:

 Gejala neurologi fokal


 Adanya papiledema
 Kejang yang berkelanjutan atau tidak terkontrol
 GCS ≤ 12

Pencitraan juga mampu membedakan ensefalitis dari diagnosis banding


seperti perdarahan intrakranial, stroke, tumor otak, ataupun abses otak. Modalitas
pencitraan yang dapat dilakukan adalah CT scan dan MRI kepala.

Pada ensefalitis akibat virus herpes simpleks, MRI dapat menunjukkan


beberapa fokus peningkatan intensitas sinyal T2 di lobus temporal medial dan
grey matter frontal inferior. CT Scan biasanya menunjukkan area edema atau
perdarahan petekie pada area yang sama (Solomon,2018)

G. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan ensefalitis adalah untuk mengurangi


morbiditas dan mencegah komplikasi.

1. Terapi Antiviral

Antivirus bisa diberikan pada ensefalitis akibat virus herpes simpleks


dan varicella zoster untuk mempersingkat perjalanan klinis, mencegah
komplikasi, mencegah perkembangan latensi atau kekambuhan, mengurangi
penularan, dan menghilangkan latensi yang telah ada.

a. Acyclovir

Acyclovir telah dilaporkan efektif terhadap virus herpes simpleks tipe


1 dan 2.Acyclovir diberikan dengan dosis 10 mg/kg intravena setiap 8 jam,
dimulai segera setelah diagnosis dan dilanjutkan selama 14 hari atau sampai
infeksi virus selesai.
b. Foscarnet

Foscarnet adalah analog organik pirofosfat anorganik. Obat ini


menghambat replikasi virus herpes dan cytomegalovirus. Obat ini
memberikan aktivitas antivirus dengan menghambat replikasi virus di situs
pengikatan pirofosfat pada DNA polimerase spesifik.

Pasien yang memiliki respon klinis yang buruk atau mengalami virus
yang persisten selama terapi, terutama pada pasien HIV-positif, dapat
diberikan foscarnet. Dosis yang disarankan adalah 120 mg/kg/hari.

2. Kortikosteroid

Dexamethasone dapat mengurangi peradangan dengan menekan


migrasi leukosit polimorfonuklear dan membalikkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Obat ini dapat mengurangi edema otak. Dosis untuk
edema otak yang dianjurkan adalah 10 mg intravena, kemudian 4 mg
intramuskular setiap 6 jam sampai perbaikan klinis. Dapat dikurangi setelah 2-
4 hari dan secara bertahap dihentikan selama 5-7 hari.

3. Antibiotik

Antibiotik empiris dapat diberikan hingga bakteri penyebab dapat


diidentifikasi. Pilihan antibiotik empirik adalah ceftriaxone untuk pasien yang
berusia > 3 bulan, dan kombinasi ampicillin dan cefotaxime pada pasien
berusia < 3 bulan. Jika bakteri penyebab telah diketahui, dapat diberikan
antibiotik yang sesuai, misalnya azithromycin dan doxycycline pada infeksi
M. pneumoniae.

4. Obat Antikejang
Pada pasien dengan keluhan kejang dapat diberikan lorazepam 4 mg
diberikan bolus pelan. Pemberian dapat diulangi setiap 5-10 menit jika kejang
masih terjadi (Ventakesan,2013)

H. Komplikasi

a. Penurunan tekanan darah (hipotensi).


b. Penurunan kadar oksigen dalam darah (hypoxaemia).
c. Pendarahan pada otak (intracerebral haemorrhage).
d. Kerusakan saraf (neuropathy).
e. Kerusakan otak secara permanen, seperti gangguan memori, bicara,
penglihatan, dan pendengaran.
f. Kematian (WHO, 2019)

BAB III
KESIMPULAN

1. Pada infeksi system saraf pusat dapat menyebabkan Meningitis aseptic,


Ganglionitis dan meilitis, serta Ensefalitis
2. Meningitis aseptic berupa meningitis limfositik benigna akut, lebih sering
disebabkan oleh infeksi HSV-2
3. Ensefalitis berupa suatu acute necrotizing viral encephalitis. Biasanya
disebabkan oleh HSV-1, dan pada umumnya terjadi sesudah periode
neonatal,.
4. Gambaran klinis dari Ensefalitis berupa nyeri kepala, tanda rangsang
meningeal, gangguan status mental, dan kejang umum.
5. Pemeriksaan Laboratorium Enselfalitis yaitu dengan Tehnik PCR
DAFTAR PUSTAKA

Ellul M, Solomon T.2018. Acute encephalitis - diagnosis and management. Clin Med
(Lond);18(2):155–159. doi:10.7861/clinmedicine.18-2-155

Venkatesan A, Tunkel AR, Bloch KC, Lauring AS, Sejvar J, Bitnun A, et al. 2013
.Case definitions, diagnostic algorithms, and priorities in encephalitis:
Consensus statement of the international encephalitis consortium. Clin Infect
Dis. Oct;57(8):1114-28. doi: 10.1093/cid/cit458

WHO.2019. encephalitis_viral. Diakses pada 18 Mei 2019

BMJ. 2019. Encephalitis. BMJPractice, from: https://bestpractice.bmj.com

Rizki.,F.,A.,R.et.al.2019. Deteksi Hand, Foot, and Mouth Disease Menggunakan


Metode Klasifikasi Naïve Bayes Berbasis Android. From : google.scholar.ac.id

Susanti.,N.2014. Deteksi Penyebab dan Sebaran Kasus Kejadian Luar Biasa Hand
Foot and Mouth Diseases (HFMD) Tahun 2008-2012. From :
google.scholar.ac.id

Harahap.,H.,S.2015. Demensia Terkait Infeksi. Jurnal MNJ. Vol 1 (1).viewed 02 mei


2020. From : google.scholar.ac.id

Anda mungkin juga menyukai