ElI$KtOPEDI
IJffi
Peneriemah:
K.H,A. SAHAL MACHFUDZ
K.H. MUSTOFA BISRI
Terjadinya proses penafsiran ularrg hukum agama (fiqh), dan
sebagai konsekuensinya perubahan ketentuan, hal-hal yang
telah diterima sebagai konsensus itu menunjukkan vitalitas
nilai-nilai normatif Islam. Tidak mudah dilakukan perubahan
atasnya, tetapi tetap tidak tertutup kemungkinan bagi
perubahan. Rintisan perumusan kembali ketentuan yang telah
ada merupakan proses dinamisasi hukum agamq dan pada
esensi inilah sehatusnya hukum agama berkembang menjadi
Hukum Islam, sebuah si'stem hukum yang melayani
kehidupan manusia dan mengarahkannya dalam sebuah
proses yang boleh dikata tidak akan pernah terhenti. Dari
sudut pandangan inilah patut dipuji karsa menerbitkan
kompendium berupa hukum-hukum agama (fiqh) yangtelah
menjadi konsensus bersama para ulama selama berabad-
abad.Ia merupakan kaca pembanding, dan akar kesadaran
yang menghunjam kuat dalam benak kita, bagi proses yang
kita lakukan dalam diri kita masing-rnasing untuk melakukan
..ukt lulirut i ajar an Islam.
Abdurrahman Wahid
tgBN 979-541-103-9
www.tedisobandi.blogspot.com
! J "
I
\
. %
. «
www.tedisobandi.blogspot.com
Mj *
>»*
I
F »
ENSIKLOPEDI
UMAK
www.tedisobandi.blogspot.com
>
i ! ! % -
V
0
« n..-
>
k
V .
< .
«
/ .
-■! V
0
*
*
Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam
ENSIKIOPEDI
IJMAK
Kata Pengantar
Abdurrahman Wahid
Diindonesiakan oleh:
/
ENSIKLOPEDI IJMAK
Sa'di Abu Habieb
V
- c
T- ' l / ' -
C ^ U.^=» V—\.—
''Jz.
Persembahan
Sa 'di
VI
o<1>—!
-y! A♦ . .'^ !. f t y A ^ !
(Uh 5 i ^ d i l \
❖^;A_:i !
VII
Ji ^\i
.-^ _ ''<■'! ! < -'l ". -^ _ X- -- X, ^ ^ ^
-i«#‘U j
!> !!
VIII
N I L A I - N I L A I N O R M AT I F D A N
REAKTUALISASI AJARAN DALAM
ISLAM
Sebuah Kata Pengantar
A b d u r r a h m a n Wa h i d
Empal belas tahun yang lalu, kaum Muslimin di tanah air kita di-
guncangkan oleh sebuah kasus sepele. Tidak berpadanan antara
kasus tersebut dengan reaksi yang timbul atasnya. sehingga iaiu
menjadi membingungkan. Dalam rancangan undang-undang (RUU)
yang diajukan ke Dewan Perwakiian Rakyat termuat perkenan bagi
warga negara untuk melakukan adopsr atau mengambii anak angkat.
Adopsi (bahasa Arab, tabanni) juga dikenal dalam Islam, tetapi anak
angkat tidak memiliki hak hukum penuh bagaikan anak kandung.
seperti dalam hukum Barat, karenanya tidak dapal mewahsi harla
ayah/ibu angkatnya.
Karena tentangan yang timbul di masyarakat demikian besar atas
ketentuan tersebut, dan juga atas beberapa aspek lain yang dikemu-
kakan, akhirnya RUU tersebut dipetieskan dan sebuah rancangan
lain yang disahkan menjadi Undang-Undang Perkawinan di awal
tahun 1974. Mengapakah demikian gemuruh reaksi atas sesuatu
yang demikian sepele? Bukankah wajar-wajar saja ada usulan untuk
mem-Baratkan konsep anak angkat, jika diingat bahwa seluruh
sistem hukum nasional kita sebenarnya bertumpu pada teori hukum
Barat? Bahkan tampak tidak rasiona! sikap untuk tetap bertahan pada
pandangan Islam tentang anak angkat, kaiau keseluruhan kerangka
hukum nasional kita sudah mengambii kerangka hukum Barat?
I X
dari kerangka hukum Barat kepada kebutuhan lokal, seperti
pemberian tempat kepada praktek adat dalam beberapa hal?
Ternyata asumsi dasar ini tidak berlaku dalam kenyataan, dan
keseluruhan UU Perkawinan kita sekarang ini justru merupakan
anomali bagi kerangka sistem hukum kita yang masih juga didasar-
kan pada asumsi-asumsi dasar hukum Barat. Wawasan hukum kita
secara tidak terhindarkan lagi lalu menjadi bercabang, dan sistemati-
sasi mated hukum kita falu menjadi balau kembali, jika dilihat dari
sudut pandangan asumsi-asumsi dasar yang dipakai itu sendiri.
Memang masih banyak yang harus dibenahi, sebelum kita mampu
mencapai tahap sistematisasi tersebut, namun jelas sekali bahwa
anomali-anomali seperti itu merupakan tantangan untuk menguji
kemampuan kita membertkan penjelasan yang tuntas dan rasional
bagi perkembangan sistem hukum kita di masa depan. Upaya di
bawah ini adalah suatu percobaan untuk melakukan pemahaman
seperti itu.
Reaksi masyarakat waktu itu timbul dari kenyataan, bahwa
hubungan darah (bahasa Arab nasab) tetap menjadi sendi utama
bagi hukum waris yang kita gunakan. Kesadaran akan hal ini telah
mendarahdaging begitu rupa, ditempat selama sekian abad panda¬
ngan Islam tentang keluarga, yang pada dasarnya menggunakan
konsep keluarga inti {nuclear family, bahasa Arab; usrab], berbeda
dan konsep keluarga besar {extended family, bahasa Arab: asyirah)
yang umumnya dipakai di 'Dunia Timur'. Dalam konsep keluarga inti
ini dibedakan secara tegas hak keluarga langsung yang tumbuh dari
hubungan darah, bila dibandingkan dengan hak kerabat {bahasa
Arab: dzawii qurta). Urutan pertamanya adalah lini anak ke bawah
dan ayah ke atas, baru saudara kandung, saudara ayah ke atas dan
saudara anak ke bawah jika lini perlama memang tidak ada sama
sekali. Tidak heranlah jika lalu tak ada tempat tersedia bagi anak
angkat, yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan
orangtua angkatnya. Hanya ada satu jalan untuk memindahkan harta
kepadanya, yaitu dengan cara pemberian sebelum orang tua angkat
meninggal. atau dengan cara wasiat (yang itu pun tidak boleh
melebihi sepertigajumlah harta tinggalan).
Berlakulah dalam kasus anak angkat itu sebuah nilai normatif
Islam tentang pentingnya penjagaan nasab dan pelestanannya. Yang
sangat menarik adalah untuk melihat, bahwa konsep keluarga yang
dimiliki berbagai suku bangsa kita dari masa pra-lslam justru sangat
berbeda dari konsep pelestarian nasab itu. Di lingkungan adat
Minangkabau kita melihat adanya sistem keluarga besar yang disebut
konsep ninik-mamak. yang bersandar pada garis keturunan
matriarchaal (keluarga ibu), sedangkan berbagai adat untuk
X
mengangkat anggota keluarga baru melalui berbagai upacara di
hampir semua sistem budaya daerah kita juga memperlihatkan
kecenderungan serupa kepada konsep keluarga besar. Penerimaan
orang luar ke dalam sebuah marge dalam masyarakat Batak jelas
sekali menampakkan konsep luwes tersebut. Yang menarik adalah
kenyataan, bahwa konsep keluarga inti melalui nilai pelestarian
nasab itu justru dapat berkembang demikian luas, di hadapan kenya¬
taan bahwa adat (baik yang dihukumkan maupun yang lidak) masih
menjadi corak pelestarian nilai-nilai dalam berbagai sistem budaya
daerah kita hingga saat ini. Vitalitas adat kita ternyata memperoleh
pihak dampingan {counterpart, bahasa Arab; muqabalah) berupa nilai
pelestarian nasab, yang dipertahankan dengan gigih oleh kaum
Muslimin di negeri kita.
Namun, dalam perspektif historis adanya kenyataan tersebut juga
menunjukkan sebuah kenyataan lain yang lebih besar: nilai-nilai
normalif yang dimiliki Islam juga mengalami deraan sejarah dan
karenanya lalu mengalami modifikasi tidak sedikit. Tilikan ini akan
membuktikan, bahwa tidak semua nilai normatif dalam Islam dapat
berkembang secara kokoh, memelihara dirinya dan menjadikan
dirinya aplikatif dalam kondisi masyarakat yang terus-menerus
berubah. Watak berbalasan {lex talionis) dari hukum agama dalam
Islam, yang dikenal dengan konsep diyat, memang dapat dilestarikan
sebagai nilai normatif, tetapi tidak semua bentuk rinciannya dapat
diaplikasikan di zaman modern ini. Hukum potong tangan, yang
notabene disebutkan secara eksplisit dalam sumber tekstual (bahasa
Arab; dalil naqii) kitab suci al-Qur'an, ternyata tidak aplikatif lagi di
hampir semua negeri Muslim, walaupun konsep membalas kejahatan
dengan hukuman masih tetap dipertahankan. Watak berbalasan itu
juga tampak dalam penetapan kompensasi bagi kerugian yang
diakibatkan pada orang lain. Ketentuan dasarnya adalah 'mata diganti
mata, gigi dengan gigi', seperti disebutkan secara eksplisit oleh
al-Qur ’an. Bahkan kitab-kitab hukum agama berbicara tentang
amputasi kaki atau tangan sebagai kompensasi atas cacat tangan
atau kaki yang ditimbulkan pada orang lain. Namun, karena sumber
tekstual sendiri yang menyebutkan kemungkinan kompensasi dengan
harta atau uang, maka hukum agama membiarkan saja tumbuhnya
jenis-jenis kompensasi yang sangat bera-gam, termasuk reparasi
(biaya penggantian alat tubuh atau perawatan-nya).
Adakalanya modifikasi dapat dilakukan atas materi hukum agama
yang sudah dikodifikasikan dan dibakukan, tetapi juga sering terjadi
bahwa modifikasi tidak datang secara parsial, melainkan secara total:
materi hukum agama yang bersangkutan sama sekali tidak digarap,
melainkan ditinggalkan begitu saja. Kasus hukum potong tangan, pe-
XI
rajaman (dtlempari batu hingga mati) bagi suami atau istri yang dipu-
tuskan melakukan perzinaan (bahasa Arab: zina muhsan) dan budak
di kebanyakan negeri Muslim sudah tidak berlaku lag! karena ber-
bagai pertimbangan. Hukuman yang dibetikan lalu menjadi bergpa
hukuman kurungan. Konversi sanksi hukum juga memperlihatkan
kecenderungan menurunnya kadar sanksi yang diberikan itu sendiri.
Jika dahulu zina muhson dihukum dengan rajam, dus hukuman mati,
maka sekarang sanksinyajauh lebih ringan, yaitu hukuman kurungan
beiaka. Bahkan perbudakan lalu menjadi hapus sama sekali, sesuai
dengan tuntutan rasa peri kemanusiaan yang dirasakan oleh manusia
modern.
Dalam perspektif perubahan mated hukum seperti inilah lalu
menjadi nyata bagi kita daya tahan nilai-nilai normatif secara global.
Nilai pelestarian nasab yang bersendikan konsep keluarga inti, tetap
bertahan terhadap kekokohan hukum dan kebiasaan adat di negeri
kita. Konsep berbalasan menemukan perwujudannya dalam prinsip
kompensasi dan reparasi, prinsip tindak pidana harus diben sanksi
di lestaiikan dalam bentuk hukuman kurungan dan seterusnya.
Vitalitas hukum agama dalam Islam tampak begitu jelas dalam uraian
di atas, menampilkan citra kokoh-nya nilai-nilai normatif dalam
kehidupan kaum Muslimin. Bahkan sekarang justru muncut arus balik
untuk menampilkan nilai-nilai normatif itu dalam produk hukum
formal, yang dikodifikasikan dalam perundang-undangan sebagai
hukum nasional. seperti kasus khalwat di Malaysia (larangan pria dan
wanita bukan suami-istri untuk bersama-sama berada di satu tempat
'tersendiri', termasuk dalam mobil yang sama di tepi pantai).
Tak terhindarkan lagi, tentu timbul pertanyaan mengapakah
modifikasi atas mated hukum agama lalu tidak dilakukan secara
formal saja. Mengapakah tidak pernah diumumkan secara resmi
bahwa undang-undang melarang perbudakan, hukum potong tangan
dan rajam? Bukan-kah dengan demikian lalu masalahnya terselesai-
k a n s e c a r a t u n t a s d a n fi n a l ? B u k a n k a h k e t i d a k s e d i a a n m e l a k u k a n h a l
itu menunjukkan bahwa kaum Muslimin masih mendua sikap mereka;
menerima perubahan dalam praktek, tetapi tidak mau melakukan
formallsasi perubahan? Bukankah sikap mendua seperti itu lalu
mengakibatkan situasi ketidakpastian hukum? Bukankah penerimaan
atas hukum Barat hanyalah salah satu bentuk ambivalensi sikap di
atas?
Hukum agama dalam Islam bersumber pada kedua sumber
tekstual al-Qur'an dan Sunnah (tradisi) Nabi, konsensus (ijma') dan
analog! (qiyas). Oapat juga sumber itu diringkas menjadi kedua
sumber tekstual di atas, karena pada hakikatnya semua upaya
mencapai konsensus dan melakukan analogi hanyalah berfungsi
XII
subordinatif kepada kedua sumber tekstual tersebut. Sumber-sumber
hukum tersebut berfungsl dengan cara sangat sederhana di bidang
hukum: melakukan kategorisasi atas semua perbuatan atau tindakan
manusia. Kategorisasi dilakukan dengan Jalan menempatkan perbua¬
tan atau tindakkan itu ke dalam salah satu dari lima kategorl berikut:
wajib atau fardhu, diseyogyakan (sunnah), diperkenankan {mubah).
tidak diseyogyakan {makruh) dan terlarang (haram). Dalam allran
hukum {mazhab) Hanafi, dibedakan antara wajib dan fardhu. karena
fardhu adalah keharusan yang secara ekspllsit disebutkan dalam
sumber tekstual dan wajib adalah keharusan yang tidak demiklan.
Juga disisipkan satu kategorl, yaitu makrub tahrim yang berarti lara-
ngan yang tidak eksplisit disebutkan dalam sumber tekstual. Kategorl
sisipan itu dibedakan dari haram, yaitu larangan yang berdasarkan
ketentuan eksplisit dalam sumber tekstual.
Berbagai pertanyaan tentang ambivalensi kaum Muslimin dalam
memperlakukan hukum agama mereka harus dijawab dengan
beranjak dari kategorl tindakan dan perbuatan di atas. Sesuatu yang
diperkenankan (mubah), diseyogyakan atau sekedar tidak diseyogya¬
kan saja tentu tidak memerlukan 'penanganan' lebih jauh. Kesemua-
nya tergantung dari kesediaan setiap individu Muslim untuk melak-
sanakannya atau tidak. karena tidak ada akibat hukum atas dirinya.
Berbeda halnya dengan kewajiban dan larangan, yang mau tidak mau
harus diakui bersifat mengikat. Itu pun masih harus dipertimbangkan
status sesuatu tindakan atau perbuatan, bila dilihat dari kewajiban
atau larangan, dari sumbernya: larangan atau keharusan itu bukan
sesuatu yang dirumuskan dan dikehendaki manusia. melainkan
sepenuhnya kehendak Tuhan. Dengan kata lain, tidak akan pernah
dapat diterima oleh kaum Muslimin imbauan untuk 'menguburkan'
perintah atau larangan Tuhan, kecuaii jika ada sesuatu yang dapat
dirumuskan sebagai 'perintah llahi' untuk membatal-kannya -seperti
terjadi pada beberapa kasus yang secara eksplisit disebutkan oleh
sumber tekstual. Minuman keras, semula hanya dinilai sebagai
sesuatu tidak balk, dan akibat buruknya jauh melebihi kebaikan.
Status 'nefra/'dari minuman keras itu kemudian diubah sendiri oleh
al-Qur'an, yang menampilkan larangan eksplisit. Memakan bangkai
juga dilarang secara eksplisit, tetapi kemudian ada perkecualian
disimpulkan oleh para ahli hukum agama {fuqaha). yaitu dalam
keadaan darurat karena ketiadaan makanan lain.
Xltl
penyesuaian ajaran Islam kepada keadaan yang mengalami peru-
bahan, bukannya oleh kesimpulan yang ditarik dari pemikiran ke-
agamaan itu sendiri. Kasusnya berbeda. misalnya dari kasus pro-
sedur perceraian. Sumber tekstual menyebutkan perceraian terjadi
manakala ucapan "Engkau kuceraikan" dikeluarkan. Kebutuhan ad-
ministratif untuk menata hal ini memang dimungkinkan oleh pemikiran
agama, sehingga akhirnya dapat diterima adanya ketentuan un-
dang-undang, bahwa perceraian hanya sah dan terjadi, manakala hal
itu diputuskan oleh Pengadilan Agama.
Jelas tidak ada keharusan untuk menghilangkan hukum potong
tangan, misalnya, kalau dilihat dari sudut pandangan formal agama
semata. Karenanya, penghapusan hukum agama itu secara formal
lalu menjadi tidak dilakukan. Bahwa umat manusia kemudian me-
nganggap praktek itu bertentangan dengan rasa peri kemanusiaan,
adatah sesuatu yang berasal dari perasaan manusia belaka, bukan¬
nya dari agama itu sendiri. Akomodasi yang diberikan kepada kebu¬
tuhan kaum Muslimin itu dilakukan dengan membiarkan mereka
menerapkan sanksi lain, seiama masih berpegang pada prinsip mem-
berlakukan hukuman sebagai penangkal bagi tindak kejahatan.
Dengan cara demikian, ketentuan formal agama tidak dihapuskan,
namun hanya dilakukan upaya 'penundaan aplikasi' atasnya. Secara
teoretis ketentuan semula memang berlaku. namun secara teknis
'penundaan' itu akan bersifat operatif hingga ada kebutuhan yang
timbul. yang akan mengubahnya pula.
Dengan demikian, sampailah kita kepada konfigurasi baru antara
niiai-nilai normatif yang dimiliki Islam dan proses reaktualisasi
ajarannya di hadapan perubahan yang terus-menerus terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Reaktualisasi adalah upaya penafsiran kem-
bali, yang memi-liki validitasnya sendiri. la harus dilakukan, untuk
menampung kebutuhan hidup yang terus berkembang. Perspektif
yang tidak pernah sama jika dilihat dari sudut pandangan sejarah itu
menuntut dari kaum Muslimin kemampuan untuk merumuskan ulang
nilai-nilai normatif yang langsung dalam konleks relevansinya bagi
kebutuhan hidup. Prinsip-prinsip teori hukum agama {usul fiqh) dan
kaidah-kaidah hukum agama (qawa'id fiqh) akan menjaga agar
proses penafsiran kembali itu tidak menyimpang dari prinsip yang
terkandung dalam hai yang ingin ditafsirkan ulang statusnya itu, dan
tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan status hal itu sendiri
semula.
Secara tidak kita sadari, proses itu telah menjadi 'alami' dalam
kehidupan kaum Muslimin. Bersalaman tangan antara wanita dan pria
yang bukan saudara langsung, kedua orang tua dan suami-isth. tetap
saja status formalnya sebagai hal terlarang. Namun, dalam kenyataan
xiv
terjadi penafsiran kembali, tanpa kita merasa kehilangan iman atau
melanggar ajaran agama. Kalaupun ada yang bertahan kokoh me-
ngaplikasikan ketentuan formal di atas. tidak berarti mereka yang
mengambil cara lain melalui penafsiran kembali ketentuan agama itu
sendiri lalu berkurang 'ke-/s/am-annya'.
Konfigurasi antara nilai-nilai normatif dan reaktuaiisasi ajaran
agama akan tetap menjadi kebuluhan yang nyata, selama kaum
Muslimin tetap pada pendirian untuk tidak 'melangkahi' ketentuan
sumber tekstual, tetapi juga tidak bersedia menarik diri dari poia
kehidupan yang senantiasa berubah Dengan kata lain, konfigurasi
itu upaya menjaga kontinuilas (persambungan tradisi) di tengah
perubahan, agar tidak kehilangan akar-akar budaya dan keagamaan
mereka. Dalam jangka panjang, sikap ini akan mematangkan fungsi
syari'ah dalam hidup mereka Syari'ah, yang semula berarti kerangka
hidup normatif dengan penwujudannya sendiri sebagai hukum formal,
lalu berubah menjadi etika masyarakat yang diserahkan sepenuhnya
kepada pilihan-pilihan oleh warga masyarakat. la tidak berkembang
menjadi hipokritas, karena pada dasarnya kemunafikan haruslah
dilihat adanya pada kesengajaan untuk menggelapkan ajaran. Dalam
proses reaktuaiisasi. yang terjadi adalah upaya penafsiran kembali
yang berbeda dari satu ke lain orang di kalangan kaum Muslimin,
tanpa mengubah pandangan formal masyarakat Muslimin secara
keseluruhan.
Kenyataan terjadinya proses reaktuaiisasi dalam bentuk penaf¬
siran ulang ajaran agama itu tentu membawakan implikasinya bagi
sumber ketiga bagi hukum agama dalam Islam, yaitu ijma' atau
konsensus. Sumber ini bermula muncul dalam bentuk kesepakatan
para sahabat Nabi di Madinah, dan ia tetap diartikan demikian oleh
aliran hukum (mazhab) Maliki. Pendapat itu kemudian ditentang oleh
Syafi'i, yang mencari bentuk lain dari konsensus yang dipertukan.
Metoda yang dikembangkannya adalah mempertemukan antara
ketentuan eksplisit dari sumber tekstual dan analog! rasional dari
manusia, cara yang kemudian dikenal dengan nama metoda istiqra'
(semi-empirik). Kenyataan tidak diabaikan, tetapi ia ditundukkan
kepada sumber tekstual. Dalam perkembangan selanjutnya, ijma’
kemudian berkembang menjadi kesepakatan para ulama hukum
agama (fuqaha) atas sesuatu hai, yang berlaku bagi semua kaum
Muslimin dan tidak terbatas oleh waktu.
X V
menghasilkan ketenluan baru. Kelestarian nilai-nilai normalif Islam
laiu tercapai. Memang ada usaha terus-menerus untuk menembus:
'dinding konsensus' itu, antara lam melalui perluasan wawasan ijma’
itu sendiri. Dimasukkanlah sejumlah pertimbangan, guna memung-
kinkan perluasan lingkup ijma’, dengan mengundang pertimbangan-
pertimbangan ilmu pengetahuan modern, sejarah umat manusia,
filsafat dan sebagainya. Jika pertimbangan nontekstual dapat dite-
rima (untuk kepeduan perluasan jangkauan ijma' itu) berarti dimung-
kinkan terjadinya perumusan ulang atas hal-hat yang telah disepakati
sebagai konsensus oleh kaum Muslimin selama ini secara formal.
Pikiran ini teiah diajukan oleh mereka yang menawarkan pembaruan
pemikiran keagamaan semenjak Muhammad Abduh pada awal abad
ini. Namun harus diakui, bahwa keinginan tersebut belum mempe-
roleh penerimaan luas dari kalangan ulama hukum agama (fuqaha)
sendiri, sehingga hasil yang dicapai juga baru berbentuk kesadaran,
belum menjadi keputusan.
Selama hal itu belum tercapai, kesadaran akan perlunya per-
timbangan-pertimbangan lain itu lalu berfungsi secara infiltratif, yaitu
membentuk pandangan kaum Muslimin secara individual, bukannya
secara kolektif. Muslimin secara satu per satu harus merumuskan
pendiriannya sendiri atas hal-hal yang teiah dikonsensuskan melalui
ijma' sejak berabad-abad yang lalu, seperti perbudakan, hukuman
potong tangan dan sebagainya. Proses itu akan berjalan dengan
sendirinya, karena kesadaran bersama akan perlunya perubahan
sikap dan pandangan teiah tersebar di kalangan cukup luas, yang
dalam hakikatnya juga tidak merasakan ketergantungan kepada para
ahli hukum agama (fuqaha). Dengan ungkapan lain, jika terjadi
penafsiran ulang atas ketentuan-ketentuan normatif dan diambil
pandangan baru, maka yang terjadi bukaniah hilangnya relevansi
hukum agama, melainkan pudarnya pengaruh ahli hukum agama
(fuqaha).
Terjadinya proses penafsiran ulang, dan sebagai konsekuensinya
perubahan ketentuan, hal-hal yang teiah diterima sebagai konsensus
itu menunjukkan vitalitas nilai-nilai normatif Islam. Tidak mudah
dilakukan perubahan atasnya, tetapi tetap tidak terlutup kemungkinan
bagi peru-bahan. Rintisan perumusan kembali ketentuan yang teiah
ada merupakan proses dinamisasi hukum agama. dan pada esensi
inilah seharusnya hukum agama berkembang menjadi Hukum Islam,
sebuah sistem hukum yang melayani kehidupan manusia dan
mengarahkannya dalam sebuah proses yang boleh dikata tidak akan
pernah terhenti. Dari sudut pan-dangan inilah patut dipuji karsa
menerbitkan kompendium berupa hukum-hukum agama (fiqh) yang
teiah menjadi konsensus bersama para ulama selama berabad-abad.
XVI
la merupakan kaca pembanding, dan akar kesa*daran yang meng-
hunjam kuat dalam benak kita, bagi proses yang kita lakukan dalam
diri kita masing-masing untuk melakukan reaktualisasi ajaran Islam
Semogalah demikian adanya.
Amin
XVII
B E B E R A PA C ATATA N
DARI PENERJEMAH
XVIII
dan qasam-
Kata-kata yang tidak dapat diterjemahkan langsung, seperti istilah
yang hanya dapat diterangkan saja, tetapi kami tulis apa adanya
sesuai dengan bunyinya -dengan memberi keterangan seringkas
mungkin dalam kurung sesudahnya, atau dengan keterangan calatan
kaki
Contoh:
Halaman: 449
XIX
sesuaikan dengan huruf latin -- sebagai beriku!
Rajab, 1404 H.
XX
C ATATA N C E TA K A N K E D U A
A. Mustofa Bisri
xx<
P E M B U K A
1) Q.S. AI-’Alaq1-5
XXII
Karena itu, ulama kita yang besar memperoleh penghormatan
sepenuhnya ketika mereka melaksanakan khidmah kepada agama
mi, khidmah yang membuat dunia mengagungkan nama mereka
setlap saat.
Peninggalan yang mereka wariskan datam bidang ilmu-ilmu Bi-
Qur'an dan tafsimya, hadits, ilmu, dan musthalah-nya, tidak lain bukti
ketinggian kemuliaan, mereka.
Kalau peninggalan mereka mengenai ijmak dan masalah-
masalahnya tidak sampal kepada kita, akibat serangan keji atas
peradaban Islam, dan yang sampai kepada kita hanya catatan-
catatan kecil terdiri dari Ikhlilaaful Fuqahaa-nya Ath Thabary dan
Maraatibul Ijmaak-nya ibn Hazm, maka masalah-masalah ijmak
masih merupakan mutiara yang bertebaran dalam karya-karya Fiqh
yang besar.
Saya telah menelusuri karya-karya yang mengagumkan itu, dan
menyusun mutiara-mutiara itu dalam buku yang saya beri nama
ENSIKLOPEDIA IJMAK DALAM FIQH ISLAM. Saya tempuh itu,
tanpa mengecualikan satu masalah pun dari karya-karya itu, karena
saya tidak mengikuti pemahaman terlentu mengenai ijmak, tapi
mengambil pendapat-pendapat ulama dengan menghindari perbe-
daan-perbedaan me-reka tentang ijmak, rukun-rukun, dan berbagai
persyaratannya, sebagai-mana akan engkau lihat dijelaskan dalam
Mukaddimah.
Dalam menyusun ensiklopedia ini saya berhadapan dengan dua
metode. Apakah akan mengutamakan masalah-masalah yang berkai-
tan dengan seluk-beluk ibadat, yang dibakukan di bawah bab-bab
fiqh yang lazim, sepeiti lhaharaah (bersuci), salat sebagaimana
dilakukan Ibn Hazm dalam Maraatibul Ijmak7 Ataukah mengikuti
metode penyusunan yang baru, yang mudah, enak, dan membantu
pembaca tercinta dalam mengkaji hukum sebaik-baiknya?
Saya pilih yang baru -dan saya jelaskan tahapan-tahapan kerja
dalam "Kerangka Kerja" dengan penjelasan terinci.
Ini bukan eksperimen pertama. Saya telah melakukannya
bersama dua teman (Al Ustadz Muhammad Qal'ah Ji dan Al Ustadz
Muhammad Bassaam Al Usthuwany) ketika kami membuat ensiklo¬
pedia fiqh Islam di Kuwait, dengan susunan sepetli kitab Al
Mughny-nya Ibn Qudaamah -susunan ensiklopedia barut ~dengan
mengambil manfaat dari catatan-catatan berharga yang diberikan
oleh guru kami. seorang alim besar, Mustofa Ahmad Az Zarqaa.
Di samping itu saya berhadapan dengan dua sistem penggarapan.
Apakah akan menjadi redaksi ulama fiqh sebagaimana adanya,
kecuali dalam batas-batas keterpaksaan? Ataukah mengulangi
penggarapan dengan memperbarui, dengan mempergunakan bahasa
XXIII
yang lebih dekat kepada yang biasa dikenal orang masa kini?
Masing-masing punya kelebihan dan kebaikannya.
Tapi saya memilih cara pertama, karena ia lebih dekat kepada
amanah ilmiah. Karena di dalamnya terkandung kekayaan bahasa
dan sastra yang langka. Seperti diketahui, tokoh-tokoh fiqh adalah
lokoh-tokoh bahasa pula. Betapa tidak? Bahasa Arab adalah materi
Islam dan bahasa al-Qur’anul Karim. Sebab kita mau menghidupkan
pusaka lama. Menghidupkan pusaka lama adalah dengan menyam-
paikannya secara apa adanya. Kalau tidak, ia tak lagi pusaka.
Engkau akan menjumpai, saudaraku tercinta, dalam ensiklopedia
ini ungkapan-ungkapan Arab yang sangat mudah dan enak; engkau
tak akan menemukan insya Allah Ta'ala -kesulitan apa pun dalam
memahami hukum yang engkau kehendaki.
Waba'du:
11 R a m a d h a n 1 3 9 4 H .
Damaskus,
27 September 1974 M.
x x t v
KERANGKA KERJA
XXV
Kami cantumkan komentarnya pada hasyiali. Berdasar itu, kami
cantumkan kritik Ibn Taimiyah atas kitab Maraalibul Ijmak pada
hasyiah.
9. Adapun rumus sumber-sumber dan cara-cara menunjuk dapat
Andajumpai tersendiri dalam Keterangan Rumus.
XXVI
KETERANGAN RUMUS
I. RUMUS SUMBER-SUMBER
B BidayatuI Mujtahid
Kh = Ikhtilaful Fuqaha
S Syarah Muslim
M Al-Majmu'
F Fathul Bari
Mh = Al-Muhalla
Mr = Maralibul Ijmak
N Nailul Authar
Y Al-Mugtmy
)«VU
3. Angka setelah huruf Mh menunjukkan nomor masalah di
Al-Muhallaa.
Contoh; [Mh 230]
Artinya; Al-Muhallaa. masalah nomor 230.
4. Nama seorang tokoh, antara dua kurung kecil setelah angka
jilid dan halaman, menunjukkan bahwa sumber yang dibuat
pedoman telah menukil ijmak dari tokoh yang namanya
disebutkan.
Contoh: [F 2/151 {dari Ibnul Mundzir dan An Nawawy)]
Artinya: pengarang Faihul Bari menukil ijmak dalam masalah
ini dari Ibnul Mundzir dan An Nawawy.
5. Huruf Lmerupakan kependekan kata Lihatlah. Maksudnya
mengalihkan kepada kata yang disebutkan sesudahnya
a . Kalau kata sesudahnya itu hanya kata judul. maksudnya
mengalihkan kepada kata tersebut.
b. Kalau sesudahnya berupa kata judul dan diikuti dua garis
miring serta angka, maksudnya mengalihkan kepada
masalah yang bemomordah kata judul tersebut.
c . Kalau sesudah huruf Lada tanda-tanda garis miring dan
angka, maksudnya mengalihkan kepada masalah yang
bernomor di bawah kata judul.
Contoh:
Di bawah kata judul Islam terjadi pengalihan kepada kata
Iman dalam bentuk sebagai berikut:
L:Iman.
Di bawah kata judul Umroh terjadi pengalihan kepada
kata Ihram alam bentuk sebagai berikut:
LIhram /75
Artinya: pengalihan kepada butir ke 75 dari Ihram.
Pada butir ke-3 dari kata Islam terdapat rumus seperti ini:
L//1
Artinya: Lihatlah butir ke-1 dari kata judul itu sendiri.
XXVIII
MUKADIMAH
a. Menurut Bahasa
b. Menurut Istilah
1. Definisi Ijmak Menurut Al-Ghazali
2. Definisi Ijmak Menurut Jumhur Ulama
3. Upaya Pendekatan Antara Dua Definisi
4 . U r a i a n D e fi n i s i J u m h u r,
c. Apa yang Dianggap Ijmak Menurut Sebagian Ulama
1. Ijmak Sahabat
2- Ijmak Khulafa-ur Rasyidin
3. Ijmak Dua Sesepuh Sahabat Abu Bakar dan Umar
4. Ijmak Penduduk Masing-masing darl Madinah, Mekkah,
Bashrah atau Kufah.
5. Ijmak Ahlul Bait.
XXIX
I V. Dua Macam Ijmak
V . Kemungkinan Ijmak
I. K E D U D U K A N I J M A K D l A N TA R A S U M B E R -
SUMBER FIQH ISLAM
X X X
sesudah kitab Allah Ta'alaa (al-Qur'an) dan sunnah Rasulnya saw.
Karena itu wajib bagi orang Islam untuk mengetahui -tidak boleh
tidak ”masalah-masalahnya dan untuk mengamalkannya. Seorang
muslim tidak bisa menghindannya, menganggap dirinya mampu
melewatinya, dan beramal dengan dasar sekadar pendapat dan
pikiran
Abdullah bin Mas'ud ra berkata: "Bila kamu ditanya, hendaklah
menengok (melihat) Kitab Allah (al-Qur'an); bila tidak menemukan
jawab-annya, hendaklah melihat sunnah Rasulullah saw. Bila tetap
tak menemukannya, hendaklah melihat apa yang disepakati orang
Islam. Bila tidak, maka berijtihadlah."
I I . D A L I L ATA S K E D U D U K A N I J M A K
XXXI
itu mereka menjadi adil.
X ! ^ r > ^
*'“*!>
. JUjwi »rjUa
"Aku memohon kepada Allah Ta'ala agar umatku tidak ber¬
kumpul atas kesesatan, maka la pun memberikan hal itu."
.1 cf^\3
"Tangan Allah bersama Jama'ah."
XXXII
Kalaulah ada sementara uiama yang mempunyai tafsiran lertenlu
yang memberi kesan menganggap jauh penunjukkan pengertian
berbagai nash bag: kedudukan ijmak, nash-nash itu sendiri sudah
meru-pakan bantahan. Sebab, para Sahabat, para tabi'in dan orang-
orang sesudah mereka pun berpedoman pada nash-nash itu, tanpa
seorang pun menolak. Berarti mustahil bagi mereka semua berhujjah
dengan sesualu yang tanpa dasar, dalam menetapkan satu dari
dasar-dasar Syariat dan salah satu sumber dari sumber-sumber fiqh
kita yang besar.
a. Menurut Bahasa
b. Menurut tstilah
ijmak tidak punya definisi yang terseragamkan. Bangunan
khilaf ada\ah sikap yang diambii setiap 'alim dari sendi-sendi
ijmak dan syarat-syaratnya. Hanya saja pendapat para ahli
pusat pada seputar dua definisi -yang menurut penilaian
kami cukup, tidak perlu lagi mendatangkan semua definisi
yang kami jumpai.
1. Definisi Ijmak Menunit Al-Ghazali
A l - G h a z a l i - r a h i m a h u l l a h Ta ' a l l a - b e r k a t a :
''Ijmak yaitu kesepakatan umat Muhammad saw. khusus-
nya atas suatu persoalan kegunaan."
xxxni
2. Definisi Ijmak Menurut Jumhur Ulama
Mayoritas ulama ushul berpendapat: ''Ijmak yai(u kesepakat-
an para mujlahid umat Muhammad saw. setelah wafatnya,
di suatu kurun waktu, atas hukum agama di dalam suatu
kejadian {waaqi'ah) "
3. Upaya Pendekatan Antara Dua Definisi
Suatu pengamatan selintas atas pengertian ijmak menurut
Al-Ghazali -- dan ulama yang mengikuti jejaknya -- membe-
rikan kesan bahwa ijmak tak mungkin terjadi sampai dengan
Allah mewariskan bumi ini dan penghuni-penghuninya.
Sebab umat Islam mencakup seluruh orang yang beriman
kepada Rasulullah saw. sejak ia diutus hingga hah kiamat.
Dan saya tidak yakin ada seorang pun mensyaratkan
kesepakatan mereka semua bagi penerimaan ijmak.
Dari segi lain, di dalam umat ini ada orang yang tak
mengerti agama {Fiqh) sedikit pun. Bahkan mereka ini ma¬
yoritas dalam setiap kurun waktu, maka apakah siapa saja
dari mereka ini punya pendapat? Apakah untuk terjadinya
ijmak, orang-orang itu wajib menyatakan pendapat mereka?
Kritik ini dilerima Al-Ghazali, dan dia hanya dapat men-
jawab dengan membagi ijmak menjadi dua macam:
XXXIV
Kita tahu macam yang pertama. kepada nash-nash
qath'iy (yang sudah pasli) yang sudah maklum fiddien
bidMIarurah. lebth dekat dan rapat
Sebab sumber wajibnya salat, zakat dan puasa ada-
lah nash-nash yang sudah past! telapnya {qath'iy) dan
past! da/a/a/i-nya, datang dari wahyu yang mulia. Ijmak
semata-mata adalah dalil lain yang membonceng pada
nash-nash itu.
4 . U r a i a n D e fi n i s i J u m h u r
Dalam definisi ini, kita menemukan bahwa kesepakatan
(ijmak) ahlul 'iimt (ulama) hanya ada setelah berpulangnya
RasuluKah saw. ke rahmatullah. Sebab, selama Rasulullah
saw. masih hidup. Kalam Allah masih turun kepadanya -dan
akan disampaikan langsung dalam bentuk hukum-hukum
atau beliaukeluarkan peraturan-peraturan yang juga
langsung. Kesemuanya itu wajib dilaksanakan. Sebab, "tidaklah
patut bagi mukmin lelaki maupun perempuan, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan lain dalam urusan mereka."
Adapun pada saat nash-nash terhenti, tidak bisa tidak orang-
orang muslim -ketika mereka harus menempuh jalan mereka
yang bercahaya sepanjang kehidupan -memerlukan keten-
tuan-ketentuan yang mengatur setiap kasus yang ditemui, yang
tidak ada nash yang menentukan hukumnya. Di sinilah tampak
pentingnya ijtihad dan kedudukan ijmak; di situ ditemui kelen-
turan yang besar dalam syariat untuk menghadapi setiap yang
baru yang dilahirkan zaman. Dan syariat yang bersumber pada
hal-hal itu sudah sewajarnya langgeng sepanjang masa.
Dalam definisi Jumhur ini ada pembatasan pada sumber
ijmak, yaitu bahwa ia merupakan kesepakatan Ahlul Halli wal
'Aqd. yaitu ahli ijtihad dari ulama umat. Karena itu. persetuju-
an ataupun penolakan orang-orang selain mereka tidak diang-
gap -baik orang kebanyakan yang tidak mengerti soal agama
kecuali sedikit sekali maupun orang yang mengerti (alim) tapi
tidak termasuk ahli ijtihad (memenuhi persyaratan-persyaratan
ijtihad). Kesepakatan ini haruslah timbul dari seiuruh mujtahid
XXXV
umat di suatu kurun waktu. Tapi bagaimana kalau mayoritas
sepakat, dan sebagian kecil berbeda pendapat? Adakah ijmak
di situ?
Segolongan ulama, termasuk Ath-Thabary, Abu Bakar Ar-
Raazy, sebagian ulama Maliky serta sebagian Mu'tazil, berpen-
dapat bahwa itu merupakan ijmak yang beriaku. Ini satu riwayat
dari Imam Abmad dan yang muktamad di kalangan mazhab
Syafi'i, sebagaimana dikatakan Ai-Ghazali.
Tetapi kebanyakan ahlul 'ilmi berpendapat, itu tidak meru¬
pakan ijmak yang beriaku, meskipun tetap bisa dijadikan hujjah.
Boleh jadi juga tokoh-tokoh seiain mereka condong untuk me-
rinci (melihat kasusnya; ed.)- Dasarnya adalah pribadi orang
yang berbeda pendapat itu.
ibnu Qudaamah, misalnya, tidak menganggap ijmak bila ter-
nyata berlentangan dengan apa yang dilakukan Abu Bakar Ash
Shiddiq dan AN bin Abu Thalib.Dan An Nawawy menukil penda¬
pat, bahwa yang ashah (lebih shahih) menurut Jumhur adalah
bahwa kMffberbedanya pendapat Abu Adh Dhahiry dan orang-
orang Dhahiriyah tidak menghalangi berlakunya ijmak,’
Sedang As Syaukany berpendapat bahwa perbedaan pen¬
dapat Khawarij terhadap ijmak tidak dianggap.
Ijmak yang terjadi dengan kesepakatan ahli ijtihad wajib
diikuti. Sebab itu merupakan ijmak yang beriaku dan bersifat ti¬
dak boleh tidak -baik masa para mujtaidien telah berlalu atau-
pun belum. Ini adalah pendapat jumhur ulama Ushul -berbeda
dengan pendapat Mu'tazilah, Al Asy'aty, Abu Bakar bin Furik
dan Sulaim Ar Raazy. Mereka ini. untuk terjadinya ijmak, men-
XXXVI
syaratkan babisnya masa mujtahidien. Ini pendapat Asy
Syafi'iy, juga Ahmad; hanya saja pendapat yang muktamad
dalam mazhab beliau adalah seperti pendapat Jumhur.
XXXVII
diketahui, yang mereka maksud A1 Ma'shum adalah imam dari
Ahlul Bait (keturunan Nabi).
Yang benar, menurut mayoritas ahli ilmu, adalah bahwa
ijmak tidak terbatas pada Sahabat saja. dan bahwa kesepakat-
an ahlul Haramain (penduduk Mekkah-Madinah), atau salah
satunya, atau penduduk suatu kota, atau Ahlul Bait, bukanlah
ijmak. Karena mereka itu hanya sebagian dari keseluruhan. Ka-
rena ijmak adalah kesepakatan mujtahid-mujtahid dunia Islam.
I V. D U A M A C A M I J M A K
a. Ijmak Sharieh
Yaitu kesepakatan para mujtahid atas suatu hukum dari sua¬
tu kasus dengan cara masing-masing mujtahid menyatakan pen-
dapatnya secara tegas terhadap hukum tersebut. ijmak ini meru-
pakan ijmak yang menunjukkan dengan pasti hukum kasus itu.
Tidak dimungkinkan memberi hukum dengan yang berbeda dari
hukum itu, dan tidak satu ijtihad pun yang berbeda dengannya
boieh dianggap. Barang siapa mengingkarinya -setelah tahun
tentang ijmak itu -hukumnya kafir. Sebab, dengan pengingkaran-
nya itu, dia sama saja dengan orang yang mengingkari nash yang
pasti (nasb qath'iy) yang mutawatir.
Telapi sementara ulama membuat kekhususan dalam hat ini
dengan hanya mengkafirkan orang yang mengingkari ijmak saha¬
bat yang sharieh- Yang lain membatasi pada ijmak yang dinukil
secara mutawatir dari Nabi -seperti wajibnya salat, misalnya -
dan mengatakan bahwa orang yang mengingkari ijmak semacam
itu kaftr, karena mengingkari kemutawatiran dan bukan karena
mengingkari ijmak. (Seperti diketahui, mutawatir adalah kabar -
hadits dan sebagainya -- yang pasti, lewat mulut orang banyak
yang tidak dapat digambarkan bersekongkol untuk bersama-sama
bohong, karena jumlah mereka yang sangat banyak dan karena
integritas mereka. Seperti kepastian bahwa Nabi Muhammad saw.
mengaku utusan Allah dan memperlihatkan mukjizat sebagai
bukti; (Pent.).
Sedang ijmak yang tidak diketahui kecuali melalui jalan ilmu
orang-orang tertentu, seperti haramnya nikah perempuan untuk
XXXVIII
bermadu dengan bibinya, atau bahwa orang yang membunuh
dengan sengaja tidak dapat mewarisi korbannya, atau bahwa
kakek mendapat seperenam warisan cucunya, dan sebagainya,
dan sebagainya, maka orang yang mengingkarinya tidak menjadi
kafir. Sebab mengetahui hal-hal semacam itu tidak merata di
kalangan semua orang.
b. IJmak Sukuly
Sebagaimana namanya menunjukkan, ijmak ini iaiah adanya
sementara mujtahid yang menyatakan pendapat terhadap suatu
masalah, sedang ahlul halli wal 'aqdl selebihnya mengetahuinya,
dan mereka diam saja, tidak mengingkarinya, baik hal ini me-
nyangkut para Sahabat maupun bukan.
Tetapi pandangan para ulama terhadap ijmak macam ini ber-
beda-beda.
XXXIX
yakinan saja, tidak pasti qath'iy). Karena ia tidak menghalangi ijli-
had, dan yang mengingkari tidak menjadi kafir, hanya mendapat
predikat sesat.
Periu mendapat perhatian bahwa masaiah-masaiah ijmak
sukuty merupakan masaiah ijmak yang terbesar, mengingat luas-
nya kawasan dunia isiam dan suiitnya menghiitung abli ijtihad.
ibnu Qudaamah berkata; "Tidak ada cara untuk menukii pendapat
seiuruh Sahabat daiam suatu masaiah, tidak juga penukiian pen¬
dapat isyarah. Yang ada hanyalah pendapat yang tersiarYang
beliau maksud dengan itu adalah ijmak sukuty.
Jika itu keadaan pada zaman Sahabat. iaiu bagaimana setelah
Kaiimah isiam begini berkembang menyemaraki jagat dari ujung
ke ujung?
V. K E M U N G K I N A N I J M A K
X)
Mu'tazilah berpendapat bahwa ijmak itu musiabil. Bagaimana
mungkin semua orang {an naas) berkumpul di satu lempat,
menyepakali satu perkara? Tidak mungkin.^ Karena itu, Asy Syau-
kany berkata; "Kami tidak menolak kehujjahan ijmak, tapi menolak
kemungkinannya, dan memastikan ketidak mungkinan
terjadinya "
2) Banyak sumber -yang ada di tangan kami -menyebutkan bahwa ini pen¬
dapat An Nadhdham. Imam As Subky. Abu Ishaq MSyairazy, dan Imam Ar
Razy, mengatakan bahwa itu penda-pat sebagian pengikut An Nadhdham;
sedang pendapat An Nadhdham sendiri iaiah bahwa ijmak bisa dibayangkan
terjadinya, tapi tidak ada hujjahnya.
{Musallamuts Isubuut, jilid 2hal. 211).
xli
Barang siapa membaca perkataan kedua imam raksasa itu
dengan selintas, mungkin mengira kedua beliau berpendapat
bahwa ijmak tak mungkin terjadi. Tapi pemahaman seperti itu
terburu-buru. Seandai-nya dia mau membaca ... pelan-pelan,
pasti menemukan bahwa beiiau berdua hanyalah bersikap keras
terhadap pernyataan adanya ijmak. dan meminta daii setiap orang
alim untuk tidak sembarangan mengatakan adanya ijmak (atas
suatu masalah) kecuali setelah betul-betui memastikan lerjadinya
!! dalam kenyataan. seperti seorang muslim memastikan bahwa
Mekkah adalah medan berhaji orang-orang Islam, bahwa di
Madinah Al Munawwarah terdapat jasat Rasulullah saw. dan
bahwa salat dhuhur empat rakaat, dan seterusnya. Yang men-
dorong kedua beliau menyatakan begitu tidak lain sikap hati-hati
(warak) -bukan anggapan pada kemustahilan ijtimak.
Di dalam kitab ini terdapat banyak sekali masalah yang disertai
riwayat ijmak yang sharieh dari masing-masing beliau berdua.
Ibnu Taimiah berkata: "Barang siapa menyatakan ijmak dalam
perkara-perkara yang samar, dalam pengertian dia tahu tidak
adanya orang, yang menentang, berarti dia benar-benar telah
mengikuti apa yang tidak diketahuinya. Mereka inilah yang
ditentang Imam Ahmad. Adapun orang yang berhujjah dengan
ijmak, dengan pengertian dia tidak tahu adanya orang yang
menentang, dia telah mengikuti jalan para pemimpin Islam
(al-immah). Inilah ijmak yang pernah mereka pakai sebagai
hujjah."
Ibnu Hazm berkata, mengomentari ucapan Imam Ahmad'
"Imam Ahmad ra., benar. Siapa yang menyatakan ijmak di dalam
suatu hal yang tiada diyakininya bahwa itu pendapat semua ahlul
Islam tanpa keraguan pada salah seorang dari mereka, orang itu
telah benar-benar berdusta kepada umat seluruhnya dan
memastikan apa yang diduganya kepada mereka semua. Padahal
Rasulullah saw., telah bersabda: "Dugaan {dhann) adalah sebo-
hong-bohong ucapan'."
Itulah yang mendorong Ibnul Mundzir -- rahimahullah -untuk
tidak menyatakan adanya tashrieh pada ijmak, dan memilih ung-
kapan yang indah penuh kewarakan: 'Telah sepakat semua orang
yang terawat pendapatnya dari para Ahlul ‘ilmi.... "Dan pada saat
ulama mengambil darinya, mereka tegas-tegas menyatakannya
sebagai ijmak -mengingat beliaulah yang dipercaya dan tempat
rujukan dalam penukilan pendapat madzhab-madzhab, sebagai-
mana dikatakan Imam Nawawy.
Di samping mereka itu, terdapat sejumlah ulama yang menga-
kukan ijmak untuk memperkuat pendapat mereka sendiri. Padahal
xlii
hanya suatu pengakuan yang kosong, tidak didukung kenyataan
dan bukti. Boteb jadi adanya mereka inilah yang mendorong Imam
Asy Syafi'iy, Imam Ahmad, dan mereka yang sejalan dengan
kedua beliau itu untuk bersikap keras dalam penukilan ijmak dan
perwartaannya.
xliii
apa pun. Adanya ijmak itu sendiri, dari segi lain cukup untuk tidak
mencari dalil itu atau bagaimana cara dalalah-nya atas hukum yang
disepakati bersama itu.
Apa yang dinyatakan sebagian Ahlul 'ilmi sebagai menutur,
masalah-masaiah yang disepakati (mujma' 'alaih) tanpa suatu dalil
yang menopangnya, seperti soal mudlaarabah, sebenarnya bukan
seperti yang mereka sangka. Mudlaarabah sudah popuier di kalangan
Quraisy pada zaman jahiliah. Rasulullah sendiri benar-benar pernah
bepergian dengan membawa harta istri, Khadijah Al Kubra, sebeium
menjadi nabi. Setelah datang Islam, Rasulullah saw., menetapkan
mudlaarabah itu. Dan sahabat-sahabat beliau yang mula-mula pun
pergi berdagang dengan harta orang lain secara mudlaarabah. dan
beliau saw., tidak melarangnya. Sunnah adalah sabda beliau, tin-
dakan beliau dan penetapan beliau. Dan karena beliau menetapkan
mudlaarabah. maka ia menjadi tetap dengan Sunnah.
Demikianlah; dan sesungguhnya landasan ijmak menurut jumhur
ulama bisa jadi berupa dalil qath'iy, seperti nash al Kitab dan hadits
mutawatir. Ini merupakan landasan kebanyakan masalah ijmak. Tapi
bisa jadi juga berupa dalil dhanny. seperti khabar wahid dan qias.
Hanya saja goiongan Adh Dhahiriyah, Syi'ah, Muhammad bin Jabir
Ath Thabary, dan Al Qaasyaany dari goiongan Mu’tazilah, menging-
kari adanya qias sebagai landasan ijmak.
Keuntungan penyandaran ijmak pada dalil dhanny adalah: ijmak
itu sendiri dapat mengangkat dalil dhanny itu ke tingkat qath'iy.
V I I I . T I N G K ATA N - T I N G K ATA N I J M A K
Syahdan:
Pengamatan kita terhadap yang sudah dituturkan di atas menje-
laskan bahwa ijmak, dalam sikap ulama terhadapnya, terbagi menjadi
dua bagian pokok.
Yang perlama terdiri dari:
1. Ijmak kaum Muslimin.
2. Ijmak para Sahabat.
3. Ijmak Ahlul 'ilmi.
Dan ini adalah puncak ijmak yang tidak diragui seorang pun.
Yang kedua, mencakup:
1. Pendapat Ahlul 'ilmi dengan sedikit penentang.
2. Pendapat seorang Sahabat yang tidak diketahui ditentang
oleh para Sahahbat lain.
3- Pendapat seorang alim yang tidak diketahui ada yang
menentangnya dari kalangan ulama.
xliv
4. Penafian terhadap pengetahuan adanya perbedaan pen-
dapat (khilaO.
5. Ijmak Ahlul Haramain -Mekkah dan Madinah.
6. Ijmak ahli Madinah.
7. Ijmak Khulafaur Rasyidien.
8. \\mak Ahlul Bait.
Mengenai bagian kedua ini, alim ulama berbeda pendapat dan
masing-masing punya alasan sendiri-sendiri.
Ada yang menganggapnya termasuk bab ijmak, ada yang tidak
menganggapnya demikian.
I X . A PA YA N G T E R D A PAT D A L A M E N S I K L O P E -
DI INI
xlv
masalah ini sangat besar, ketahuilah bahwa kita sebenarnya belum
mencapai separuh dari seluruh masalab ijmak berdasarkan ucapan
Abi Ishaq Al Isfirayiny: "Kita tahu bahwa masalah ijmak lebih dari
20 000 (dua puluh ribu) buah."
Barangkali ucapan beliau itu bersandar pada sumber-sumber
yang belum/tidak sampai kepada kami, atau beliau mengithaqkan dan
memaksudkannya semua masalah ijmak menurut pandangan-
pandangan ulama Ushul, sesuai dengan apa yang kami terangkan di
depan. Setelah kerja, perlu kami mengeluarkan catatan-catatan
sebagai berikut:
Perlama
Satu masalah mungkin terdapat dalam lebih dari satu sumber. dan
uraiannya sangat berlainan sekali Oleh seorang penyusun ia
dianggap Ijmak Kaum Muslimin, oleh yang lain kesepakatan ulama.
dan yang lain lagi menganggapnya penafian khilaf.
Kedua
Sementara Ahlul 'ilmi telah mengithaqkan ijmak pada suatu
masalah, padahal yang mengatakannya itu hanyaiah orang awam.
Atau yang mengatakannya seorang alim saja, atau beberapa orang
-sedikit saja -- dari ulama,
Te r a k h i r
Sebagian ulama menukil ijmak dalam suatu masalah, lainnya
menukil ijmak pada kebalikan masalah itu. Dan ini banyak sekali.
H A R A PA N D A N K E I N G I N A N
xlvi
D A F TA R E N T R I
A B
Aborsi 1 B a b i 53
Adab.. 2Bagi; Pembagian (Qismah) 54
Adil 5BaituI Maqdis 56
Adu Domba 5Baligh; Kebalighan .. 56
Adzan 5Band 57
Ahbaas 8Bangkai 5 8
Asuhan (Pemeliharaan;
Hadlafiyah) 4 9 D
'Atirah 4 9 83
Dajjal
Aurat 5 0 Dakwa 83
xlvli
Darul Harb 8 9 Had Pencurian 135
Darurat (Terpaksa) 8 9 Had Qadzaf .. 141
Dengki 9 0 Hadyu {Persembahan bina-
Dhihar 9 0 tang ternak) ... 147
Diat 9 2 Had Zina 152
Dirham 9 8 Haid (Menstruasi) .. 161
Ooa 9 8 Haji 165
Dosa Besar 101 Hajr (Larangan menta-
Dusta 101 sarufkan harta .. . 187
Dzikir 102 Hakim 189
Halang 189
xlviii
leiaa’ 227 Janin (Kandungan) 284
Ihram 228 Janji 284
xUx
Ktblat 360 Mandi 444
Kisas 361 Mandi-(kan) Mayat . 254
Kongsi (Syirkah).... 376 Mantera . 554
Kongsi 'Inaan 378 Manusia 456
Kongsi Mudlarabah 378 Maradlul Maut .. 457
Kubur; Penguburan 383 Mariidi (Orang sakit) 460
Kufur 384 Masjid .. .461
Kuku 388 Masjidil Haram... . 465
Kulah 388 Mata-mata 465
Kunut(Qunut) 388 Mali 466
Kun-yah 389 Mayat 466
Kurang Akal 390 Mengemis (Minta-minta).. 470
Kurban (Qurban).... 390 Merdeka; Pemerdekaan
ntq). 470
Milik 478
L
Mina 483
LailatuI Qadar 397
Minum 483
Lakab 397
Minuman 485
Laknat 398
398 Miqaat 485
Laqiith {Anak terlantar). Miskin 487
Li'aan 399
Mitsqal 487
Liwaath (Sodomi) 403
Mu'athat 487
Lomba;Perlombaan
Mubaarazah 488
(Sibaaq/musabaqah).. 403 M u d a b b a r. . . 488
Luka 404
Mudlarabah 488
Lupa, Kelupaan 414
415 Mufiis (Pailit, Bangkrut).... 488
Luqathah (Temuan) Muhallil 490
Muhammad SAW.... 490
M Muhaqalah 495
Mabuk 419 Muharabah 495
MadinatuI Munawarah 419 Mukhabarah 495
I
Musyawarah; Permusya P
waratan 506
Pajak (Kharaaj) 567
Musyrik 506
Pakaian 568
Mut’atuth Thaiaq 508
Paksa; Pemaksaan 572
Muzabanah 508
Pampasan (DIamaan).... 573
Muzdalifah 508
Patung 576
Muzara'ah 508
Perabot (Jihaaz) 576
Perak 577
N Perempuan 577
Nabi 5 11 Pingsan {Mughmaa
Nabidz (Minuman anggur/ 'Alaih) 583
Najis . 523
Nama 528
Q
Nard 529
Nasab . 529
Qadla-ul Fawa-it (Mengkadli
Nashara 533 hal-hal yang tertinggal) 623
Qadzaf 624
Neraka . 533
Qardl (Pinjaman) 624
Niat 535
Qasaamah 626
Nifak (Kemunafikan) 536
Qiyaafah{Keahilanmelihat/
Nifas 537
melacak asal ketu-
Nikah 539
runan) 628
Nitsaar 562
Quraisy 628
Nujum/Pernujuman Quran/AI-Quran 628
(Kahaanah) 562
Nusyuz 563
Nyanyian 563 R
Racauan 637
Racun 637
o
Ramadan 637
Obat 565
Ramal (Berlari-lari
Onani/Masturbasi 566
anjing pent).... 637
li
Rambut 637 Salat Qiyaamul Lail 745
Pampas, Rampasan... . 639 Salat Subuh 746
Rampasan Perang Salat Tathawwu'
(Ghanimah) 643 (Salat Sunnah) 747
s Selawat kepada
Nabi AS 758
S a fi h 657
Seleweng; Penyele-
Sahabat; Persaha-
wengan (Bughaat) 758
batan (Shadaaqah)... 657
Sepatu 761
Sahabat; (Shahabat) 761
Nabi 658 Sepersepuluh
Sahur 659 Sewa-Menyewa 762
Shaa' 766
Sa'i 660
Sakit 662
Sharf (Jual-beli
662 tsaman) 766
Saks! (Syahaadah)
Sihir 766
Salah 673
Salat 673 Simpan; Penyimpanan 767
Siwak 767
Salat 'Ashar 707
Suami 768
Salat Dhuhur 708
Suap (Rasywah)... 771
Salat Gerhana 709
Suci; Bersuci 771
Salat 'ledain 710
Sujud 774
Salat Istikharah 713
Sujud Sahwi 774
Salat Istisqaa' (Mohon
siraman) 714 Sujud Syukur 776
Sujud Tilawah 777
Salat 'Isyaa 715
Salat Jamaah 716 Sumpah (Yamien) 778
Sunnah 790
Salat Jenazah 726
Surga 792
Salat Jum'at 731
Susuan; Persusuan
Salat Khauf 739
(Radlaa') 794
Salat Maghrib 740
Sutera 797
Salat Musafir 7 4 1
Syafa'at. 798
Salat Orang Sakit 744
Syahid 798 Uuqiyah 886
Syarat 799
Syariat 800
w
Syighar. ... 801
801 Wa'ad (Janji) 887
Syi'ir (Puisi) Wakaf 887
Syufah ... 802
Wakalah 891
Walaa' 894
T Walad (Anak) 897
Tadbier 807 Walimah 898
TahiyyatuI Masjid... 810 Wangi-wangian 900
Ta h a n ; P e n a h a n a n 810 WarisA/Varisan 980
Tahkim 8 11 Wasaq 935
Takaran Faraq 8 11 Washiy 935
Takbir 8 11 Wasiat 935
Takdir 814 Watsany 944
Taklif 815 Wilayah (Perwakilan).. 944
Talak 816 Wiqiyah (Tutup kepala
Talbiah 832 wanita) 945
Tambang 832 Wisyaayah 945
Tamu 832 Witir 948
Tanah 833 Wudiu 948
Tanaman 833
landing 834 Y
Tasarriy 834
Ya t i m 965
Taurat 839
Tawaf 840
Tawakal 845 Z
Tawanan 846 Zakat 967
<^8nA)'i}aifiVV T
808 ! u . .rl&mit&W TQ3 ... i^4b«iT
.OOe rifgwiiif-fjfteW 'OfS h)(ecMJui<»y\'M^T
oeo fi - ^ i j V V \ > f t 8 \ ^ J t 8 RsrifiiiucaH nt^ieT
2£S p«eW >fe ir"if:1BT
U G yifMW rrs p&H»^ newiHiT
W*-'
6(6 .. . »Bl^cw us !)<3>*«T
.,.i ■‘i»teT
!MWcl
era !<.f. /ieiGl’
e w lennew- S88 rtttKjfKT
rtayBBveWV 98 !V ! ! grtad^n^T
8 K .iww sea uiiaT
m uibiM ces .. dMfipT
see ..iism^neT
Y
▶es
ass ... !intta'C ee». . .ia^ufrT
066 IfiVWT
S a w
v«e .. t&j}sS 868 ntlfttiweT
eve OK’ .'iLira/n£y«T
dte t&'nS r'aft^T
o w
hdo gn-dmaXta^tbC U
?8C afeUMal
bctsMLi^frfnU
ooe ..a- . .. . V S ! .... ievnU
soe ... .Tea^e^teS -a’fs r»S)bnU
n«d nemiifttTlMdS
af^B n& am^ cina
... ' nsqlJ
aee lamteT
uauatsd maifiQ) qn«U
8lo .atv^
3 \ e .(utifem
088 ^naitl
1. ABORSI
3. Sifat janin
Kesepakatan ulama yang memutuskan wajibnya pembebasan
satu budak wanita -baik janin itu sudah lengkap anggota badannya
atau belum, masih berupa segumpal daging yang sudah tergambar
bentuk manusia atau belum tergambar.
Ulama juga sepakat bahwa dalam masalah tersebut tidak ada
perbedaan antara Janin laki-iaki atau perempuan, Janin wanita merde-
ka atau budak wanita hasii pembuahan tuannya. [S 7/194 Mh 2128
B2/407 Y8/390]
1
akibat pukulan, maka d/af-nya adalah diat orang dewasa. Kalau janin
itu laki-Iaki, wajib dibayar seratus unta; jika perempuan, wajib lima
puluh unta, baik demikian tadi disengaja atau suatu kekeliruan. Ini
sudah mujma"alaih.
Apabila wanita tadi meninggal akibat pukulan, lalu janinnya
keluar setelah la mati, maka dalam hal ibunya, wajib qawad atau diat,
demikian menurut ijmak ulama. Adapun dalam hal janinnya, sebagian
ulama berpendapat wajib pembebasan satu budak wanita -- begitu
pendapatAI Laits, Rabi'ah, Zuhri dan Asyhab.
Sementara itu Asy Syafi'iy dan Malik berpendapat tidak diwajib-
kan apa pun. [B 2/407 -- 408 Y8/400 (dari Ibnul Mundzir) S7/194,
195 N7/72 (dari Al Mahdy)]
2. ADAB
2
fain sebagainya. Demikian itu sudah mujma' 'alaih.
Dan disunnahkan memulai dengan yang kiri dalam semua per-
buatan kebalikan di atas. Di antara perbuatan tersebut iaiah melepas
sandal, sepatu, dan celana, keluar dart masjid, masuk jamban, istin-
yaa'(bersuci dari buang air), menyentuh kemaluan, mengambil barang
yang menjijikkan, dan Iain-lain. Ini sudah mujma' 'alaih. (S 8/390-392
M2/84, 85]
2.
Yang disunnahkan bagi orang bersin dan yang men-
dengarnya
Ulama sepakat bahwa oran^^^ang bersin disunnahkan memba-
ca Alhamdulillah ( ) s e s u d a h b e r s i n . K a l a u l a r n a u
mengucapkan Alhamdulillahi Robbil 'alamien
itu lebih baik lagi; jika la membaca: Alhamdulillah^llakuli haal
(lebih utama.
Mereka bersepakat bahwa orang yang mendengar bacaan
orang yang bersin tadi disunnahkan membaca Yarhamukallah
( ), atau Rahimakallah (4bi) Rahimaka
Rabbukai ) a t s u Ya r t i a m u k u m u l l a h (
Yang paling ulama mengucapkan Rahimakallah (-Jj* .)’
Lalu bagi yang bersin disunnahkan mendoakan dengan: Yahdiku-
mullahu, wa yushlihu balakum ,[M 4/474 S
10/448 Mr 156 F10/494.495,496 (dari ^Nawawy 3an IIbnul 'Araby)]
3. Pemutusan hubungan antara seorang musiim dan mus-
lim lain
3
mereka, menghina mereka, mengangap dirinya lebih utama dari
mereka atau memburukkan tingkah laku mereka. [S 10/55]
9. Adab duduk
11 . Adab makan
4
3. ADIL
1. Keadilan Sahabat
L=Sahabat, him. 657
4. ADU DOMBA
5. A D Z A N
1. Hukum adzan
2. Tidak adzan
Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat dalam hal tidak
diperbolehkannya meninggalkan adzan (sama sekali; ed.). Andai
kata seluruh penduduk suatu negara sepakat untuk tidak adzan,
penguasa boleh memerangi mereka. [F 2/72 (dari Ibnul 'Abdil Barr)]
3. Salat yangdiadzani
L = / / 1
L=Haji//55, him. 173
5
orang dengan seruan semisal "As Sholaatu jaami'ah" ) !
Dalam semuanya itu tidak diketahui adanya pendapat yang
berbeda kecuali sedikit: Bani Umayyah telah mengada-adakan adzan
untuk salat 7eda/n; demikian itu bid'ah. [Mh 322]
6. Waktu adzan
Tidak ada perbedaan pendapat antara para imam, bahwa
adzan tidak dilaksanakan kecuali setelah masuk waktu salat. Apabila
belum masuk waktunya, adzan tidak sah menurut ijmak muslimin,
kecuali pada salat subuh. Dalam masalah adzan subuh sebelum
waktu, ada perbedaan pendapat. (F 2/80 (dari Ibnu Baththaal) B
1/104 Y1/361 (dari Ibnul Mundzir) M3/97 (dari Ibnu Jarir dan
lainnya)]
8. Te r t i b a d z a n
Ulama sepakat atas disyaratkannya pengucapan yang urut di
dalam adzan. [M 3/119]
6
9. Yang dibaca muadzdzin ketika ada udzur meninggalkan
jamaah
L=Salat Jamaah //10, him. 717 !!
2) Ini perlu ditinjau: mazhab Asy Syaafi'iyah dan yang masyhur menurut
Hanafiah, adzan berdiri adalah sunnah. Sedang adzan duduk atau liduran,
tanpa ada udzur. sah, tapi tidak mendapat fadlilah (keutamaan) adzan.
Dalam persyarat-an berdiri tidak ada dalil yang pasti. [S 2/458,459 F2/65]
7
13. Upah adzan
Memungut upah untuk adzan itu boleh, demikian lanpa adanya
perbedaan pendapat yang dikelahui.^ [Y 1/366)
6. A H B A A S
L=Wakaf, him. 887
3) Ibnu Umar berkata kepada seorang lelaki: "Saya sungguh tidak menyukaimu
fillah. Engkau meminla upah atas adzanmu." Dan tidak diketahui ada yang
menentang Ibnu Umar di kalangan Sahabat. (Mh 327 N2/66 (dari Al
Ya'mary)]
8
2. isi akad dzimmah
Ulama sepakat bahwa akan dzimmah yang dibuat dengan ahlul
jizyah berlsl ketetapan bahwa mereka harus mewajibkan kepada diri
mereka sendiri:
9
yang berupa hamba sahaya.
-! Memberitahu orang-orang Islam dan tidak memberitahu musuh-
musuh orang Islam yang akan mencelakakan orang-orang Islam.
-Tidak memukul atau memaki orang Islam.
-Tidak menjadikan orang Islam pelayan.
-Tidak menghina orang Islam.
-Tidak memperdengarkan apa pun tentang kemusyrikan mereka
kepada orang Islam.
Tidak memperdengarkan cacian terhadap Rasulullah saw atau
nabi-nabi selain beliau.
-Tidak memperlihatkan khamar atau ketika meminumnya.
-Tidak memperlihatkan pemikahan mereka dengan mahram
mereka.
“Kalau orang Islam berdiam di antara mereka, mereka harus mero-
bohkan gereja-gereja dan biara-biara mereka. (Mr 115-116 Kh
3/208, 236]
4) Kata Ibnu Taimiah: "Ini menurul pendapal Jtimhur Pengikut Asy Syafi'iy
mempunyai dua pendapal. 1. Akad harus diperbarui, dan ini yang ditetapkan
Asy Syafi'iy. 2. Tidak perlu diperbarui, seperti pendapat Jumhur, [123]
10
6. Kebebasan beragama bagi ahludz dzimmah
Semua ahlul 'ilmi sepakat bahwa orang Yahudi dan Nashara
yang termasuk ahladz dzimmah, jika meminta diperbdehkan mene-
tapi agama mereka, kepala negara harus mengizinkan mereka me-
netapi agama mereka. IKh 3/199)
5) Demikian itu jika makan dan minumnya tidak terang-terangan (di depan
umum, ed.). Apabila terang-terangan. kepala negara harus melarangnya.
11
15. Had dijatuhkan kepada dzimmiy
I=Hadhirabah II 9. h\mA32
L=Had pencurian //11, him. 137
L=Had qadzaf II 3, him. 142
L=Had Zina II24, him. 158
12
24. Pergaulan antara orang Islam dan ahludz dzimmah serta
lainnya
Kaum muBiimin sepakat atas diperbolehkannya pergaulan
antara orang Islam dan ahludz dzimmah atau orang kafir lainnya jika
hal itu terjadi sesuai dengan yang dihalalkan dan diharamkan agama
Islam, baik dalam soal jual beli atau hibah, tetapi orang Islam tidak
boleh menjual senjata kepada ahlul harb atau benda yang dapat
membantu mereka menegakkan agama mereka. Orang Islam dila-
rang menjual mushaf (kitab Qur'an; ed.) atau budak muslim kepada
orang kafir secara mutlak. Tidak boleh membeli budak ahludz dzim¬
mah atau tanahnya, atau menjual tanahnya kepada mereka. [S 7/40
Mr 90,152 Mh 1394 Y3/601 F6/101 B3/235 Kh 3/220, 225 (dari Al
'Auza’iy)]
6) Seakan-akan tidak diketahui ada perbedaan pendapal dari Ibnut Qasim, yang
mengatakan bahwa mereka dijadikan budak jika merusak akad. [F 6/127}
13
8. AHLUL BAIT (ALU BAITIKELUARGA NABI)
1. Istri-istri Nabi saw termasuk alu bait
L=Istri-istri Nabi saw, him. 270
7) Ruqbaa iaiah perjanjian orang yang mengalakan: "Kaiau aku mati lebih
dahulu. ia menjadi milikmu, kaiau engkau mall lebih dahulu, la kembali
kepadaku."
Sedang ‘umrea iaiah menghibahkan sesuatu selama hidup orang yang dih-
ibahi atau orang yang menghibahkan, dengan syaral mengembalikan setelah
yang dihibahi meninggal. Pemilikannya sah, syaralnya batal. (Penerjemah).
14
10. Memberikan zakat kepada budak-budak milik Bani Al
Muththalib yang telah dimerdekakan
L=Zakat//44, him. 976
1. Hukum Harby
Dua orang dati kalangan umat tidak berbeda pendapat, bahwa
orang kafir harby dibunuh dalam peperangan sedapat mungkin,
sampai ia masuk Islam alau memberikan jizyah secara langsung dan
dalam keadaan tekuk lutut. Tidak ada penyaliban, potong tangan dan
kaki serta pembuangan (pengasingan) dalam hukum-hukumnya --
lanpa ada perbedaan pendapat. [Mh 2252)
2. Penawaran Harby
L=Tawanan. him. 246
15
7, Pelaksanaan kisas atas Harby
Disepakati bahwa kafir harby, setelah memasuki Darul Islam
dengan jaminan keamanan (dengan damai) atau menjadi salah se-
orang ahludz dzimmah, atau masuk Islam, sedang la telah melakukan
tindak pidana IJinaayah) atau membunuh seseorang ketika la kafir
harby dan di Darul Harb, tidak dikisas dan tidak dituntut membayar
dial -- balk tindak pidana atau pembunuhan itu terhadap ©rang mus-
Itm atau nonmuslim. [Mr 132 Mb 2081 Kh 3/59-60, 243]
16.
Memperbudak muslim atau kafir dzimmy yang merdeka
oleh Harby
Ahlul Harb. bila menguasai seorang merdeka dari kalangan
16
muslimin atau ahludz dzimmah, ia tidak dapat memilikinya -- tanpa
khilaf yang diketahui. [Y 9/262]
17. Ahlul
Penjualan senjata dan penggadaiannya kepada
Harb
L=Jual beli//61,hlm. 307
L = G a d a i / / 6 , h i m . 11 2
17
dengan kehendak mereka sendiri memilih kekufuran daripada Islam,
maka mereka sama dengan orang-orang musyrik lain, TIdak ada
bedanya. (Mr 119]
24.
ra#cW(pembebanan) peraturan-peraturan agama terhadap
Harby yang sudah masuk Islam
Telah disepakati bahwa harby. jika sudah masuk Islam di DanjI
Harb dan sudah mengetahui syarat-syarat agama yang diwajibkan
alas ahlul Islam, ia tidak ditolerir meninggalkan apa yang wajib
dilakukannya dan melakukan apa yang wajib la tinggalkan. Hukum-
hukumnya dalam hal itu adalah hukum-hukum orang muslim [Kh
3/60, 67J
18
dengan damai, ia tetap berstatus hamba sahaya milik tuannya. Ulama
telah sepakat atas itu, kecuali Auza'iy, yang mengatakan; "Bila
seorang hamba sahaya musuh masuk Islam, kemudian kaum mus-
limin mendapatkannya di negeri mereka sebelum hamba sahaya itu
keluar kepada kita, ia berstatus orang merdeka."
(2) Bila seorang tuan masuk Islam dan hamba-hamba saha-
yanya ikut masuk Islam bersamanya, atau mereka masuk
Islam setelahnya, maka ulama sepakat bahwa mereka ini
masih terus berstatus hamba-hamba sahayanya. Dan
mereka, bila keluar ke Darul Islam di luar kehendak tuan
mereka, kemudian tuan mereka datang setelah mereka,
dan menurut imam telah sah bahwa tuan mereka masuk
Islam bersama mereka atau sebelum mereka, maka
mereka dikembalikan (sebagai hamba-hamba sahaya)
kepada tuan mereka Itu. [Kh 3/44 Y9/257 (dari Ibnil
Mundzir)]
19
L = K a fi r / / 4 . h i m . 3 4 1
L=Neraka // 7, him. 534
20
11. Kewajiban memberi nafkah kepada istri yang Ahlul Kitab
L=Nafkah istri//1, him, 519
12. Persamaan antara istri yang Islam dan yang Kitaby da\am
giltr
L=Gilir//4, him. 120
21
berpendapat bahwa saiam Ahlul Kitab tidak perlu dijawab. [S 8M68
N8/68 (dari An Nawawy)]
11. AIB(Cacat)
1. Akad-akad yang dapat dipengaruhi aib
Tidak ada pertentangan pendapat bahwa akad yang dapat
dipengaruhi adanya aib dan mengharuskan adanya hukum aib di da-
lamnya adalah akad-akad yang dimaksudkan untuk pertukaran,
seperti jual beli.
Adapun akad yang tidak dimaksudkan untuk pertukaran, seperti
hibah tanpa imbalan, dan sedekah, tak ada sedikit pun pengaruii aib
di dalamnya. (B 2/172-173]
22
12. AIR
L=Irigasi, him. 260
3. Pencurian air
9) Ibnu Taimiah: "Imam Syafi'iy dalam qaul jadied dan salah satu gaul dari
mazhab Imam Ahmad menyalakan bahwa air yang mengalir seperti air yang
diam dalam pertimbangan dua quiah, arlinya dapat menjadi najis -kalau ku-
rang dari dua gufah- karena terkena najis, meskipun tidak tampak." [Mr 17]
2 3
berbau (beiubah dari asalnya, meskipun tidak karena sesua-
tu yang mengenainya), tidak ada kodok atau ikan yang mati
di dalamnya, tidak mempakan sisa orang yang berwudlu ka¬
rena hadats atau sisa orang yang mandi wajib, belum dipa-
kai, bukan bekas dipakai wudiu atau bersuci seorang perem-
puan, tidak diterikkan mentari, tidak dipanaskan, tidak diam-
bil dari laut. bukan ghasaban (rampasan), tidak dimasuki
tangan orang yang baru bangun lidur sebelum dicuci tiga
kali, tidak kemasukan dan kemudian tercampur dengan
sesuatu yang suci (selain tanah yang termasuk unsurnya),
tidak dicelupi roti, bukan bekas orang benvudiu atau mandi
dengannya atau di dalamnya atau membasuh suatu anggota
wudlunya -baik air itu manis, pahit, asin, beracun, turun
dari langit atau timbul dari bumi. Umat Islam sepakat bahwa
bersuci dengan air tersebut jaiz (boleh), dan memperguna-
kannya wajib bagi orang yang sehat yang menemukannya
dan mampu mempergunakannya. [Mr 16-17,18-21 B1/22
y1/29, 33 M1/26-129]
6. Bersuci dengan air hu]an
L = / / 5
10) L//5
11 ) L / / 5
2 4
11. Bersuci dengan air berbau
Bersuci dengan air yang berbau bukan karena kena najis, jaiz
(boleh) tanpa kemakruhan dengan kesepakatan ulama, kecuali ibnu
Sierin yang memakruhkanya. [M 1/137 (darl tbnul Mundzir) Y1/34
(dari Ibnul Mundzir}]
2 5
14. Kesucian sisa binatang yang boleh dimakan dagingnya
Ahlul 'ilmi sepakat bahwa sisa binatang yang boleb dimakan
dagingnya itu boleh diminum atau dipakai berwudlu. (Y 1/64 (dari
Ibnui Mundzir) B1/27]
12) Ini dalam hal air yang dipanaskan dengan najis yang tidak bisa sampai ke air
itu (misalnya: untuk zaman ini dengan gas bio; Dalam persoalan ini ada
perincian yang dapat dilihal oleh yang menghendaki. (Y 1/37)
26
dapat digunakan untuk bersuci, (dua quilah: 11/4 hasta; atau, kaiau
tempatnya bulat: garis tengah 1hasta, dalam 21/4 hasta, keliling 3
1/7 hasta; ed.). [Mr 17 B1/23 Y1/55 (dari Ibnul Mundzir) N1/31, 33)
27
26. Air bekas cucian najis
Air bekas cucian najis, jika sesudah terpisah masih berubah,
maka ia najis -baik berubah rasa, warna atau baunya, baik perubah-
an itu sedikit atau banyak, air tersebut sedikit atau banyak. Itulah
ijmak umat Islam. [S 2/318 Y2/82 M1/214]
13. A K A D
L=Hibah, him. 206
2 8
7. Pengaruh kegilaan dalam akad
L = G i l a / / 3 , h i m . 11 8
14. AKAD K I TA B A H
L=Mukaatab, him, 495
15. AK\KAHIAQIQAH
1. Hukum akikah
Akikah hukumnya sunnah, menurut kebanyakan ahlul 'ilmi
kecuali Ashahabur Ra'yi. [Y 9/459)
4. Sifat akikah
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa umur dan sifat akikah
iaiah seumur binatang kurban dan sifatnya yang diperboiehkan, dan
cacat-cacat yang dijauhi dalam binatang kurban juga dijauhi dalam
binatang akikah. [B 1/450]
L=Kurban, him. 390
29
16. ALLAH JALLA JALALUH
13) Menukil ijmak bahwa makrifat merupakan kewajiban yang pertama, sangat
perlu dilinjau, bahkan ada perlentangan yang berkepanjangan, sampai ada
kelompokyangmenukilijmakyangjustrukebalikannya.Merekainiberargu-
menlasi dengan praktek orang-orang pada zaman awal Islam dalam m e -
nerima Islam: orang masuk Islam tanpa mempertimbangkan seal makrifat
[F 1/69]
3 0
4. K e e s a a n A l l a h Ta ' a l a
Ulama sepakat bahwa Allah 'Azza wa Jalla itu esa. tak ada se-
kutu bagi-Nya, dan Allah Ta'ala selalu tunggal dan tak ada satu pun
seiain Allah yang barsamanya. Barang siapa menentang semua itu,
dia kafir, menurut ijmak. |Mr 167]
U) Ibnu Taimiah berkata: "Adapun kesepakatan Salaf dan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah bahwa sesungguhnya Allah sendlrllah. Pencipta segala sesuatu,
adalah benar. Tapi mereka tidak sepakat atas kufurnya orang yang
menentang itu. (Mr 167-173]
31
13. U n g k a p a n " A l l a h b e r fi r m a n "
Ucapan seseorang "Allah berfirman" itu boleh, menurul semua
ulama, kecuali pendapat yang dalang dari sebagian ulama Salaf,
yang berpendapat makruhnya berkata begitu, dan bahwa orang tidak
boleh berkata ’Allah berfirman", tetapi 'Allah telah berfirman" [S
9/460]
32
20. Halaf demi Allah Swt
L=Sumpah // 7, 5, 39, him. 779, 787
17. AMAL
L=Sewa-menyewa, him. 762
L=Upah, him. 875
L=Ja'alah. him.
33
(1) Mereka sepakat mengharamkan upah biduan dan bidua-
nita untuk menyanyi.
(2) Mereka sependapat mengharamkan upah peralap (orang
yang meratapi jenazah) untuk menangis.
(3) Apa yang dipungut oleh perempuan pezina atas zinanya,
haram menurut ijmak umat Islam.
(4) Apa yang dipungut peramal, yaitu orang yang mengaku
mengetahui ilmu gaib dan memberi tahu orang perkara
yang akan terjadi, dan apa yang dipungut lukang nujum,
haram menurut ijmak kaum muslimin.
[B 2/218 S3/187, 6/444 (dari IBaghawy dan ’lyaad) F
1/101-102, 4/338, 9/408 {dari Ibnu 'Abdil Barr dan Ibnu Baththaal) N
5/144, 145, 284 (dari Ibnu Hajar)]
5.
Pengupahan nonmuslim oleh seorang muslim
Seorang muslim mengupah orang nonmuslim itu boleh menurut
pendapat semua ulama Fiqh. [F 4/350 (dari Ibnu Baththaal) N5/281
(dari Ibnu Baththaal)]
7.
Mengupah orang untuk memutuskan perkara
L=Putusan; Keputusan // 7. him. 614
8.
Mengupah orang untuk membangun masjid
L=Masjid //5, him. 462
12.
Mengupah tukang menyusui
L=Susuan, Persusuan//11, him, 615
34
13. Mengupah untuk pengobatan dan sejenisnya
Mengupah orang untuk khitan, pengobatan perawatan luka dan
semisalnya itu boleh, tanpa ada perbedaan pendapat yang diketahui.
[Y 6/441]
35
Ian barang ladi berkurang, maka penyewa boleh membebani orang
yang memindahkan untuk membawa barang yang senilai dengan ke-
kurangan barangnya tadi, meskipun di anlara mereka tidak ada syarat
demikian, Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat. [Y 5/421)
23.
Mengupah buruh untuk pekerjaan yang bukan keahliannya
Mengupah tukang bekam untuk pekerjaan selain membekam
itu boleh tanpa ada perbedaan pendapat -- seperti mengkop. memo-
tong atau mencukur rambut, mengkhitan atau memotong sesuatu dari
tubuh, karena dibutuhkannya semua tadi. [Y 5/442]
25.
Tanggung jawab pengupah atas kejadian dalam kerja
Orang yang mempekerjakan (mengupah) empat orang untuk
menggali sumur, dan ketika mereka menggali sumur itu runtuh me-
nimpa mereka, dan salah seorang di antara mereka meninggal, dia
menanggung yang tiga orang, tiga perempat d/af dan seperempat dial
dikurangi dari yang meninggal. Ini pendapat Sayyidina Ali, dan dalam
hal ini tidak diketahui ada yang menentang dari kalangan Sahabat
[Mh 2087]
15) Daerah harb; daerah yang belum dikuasai oleh orang Islam. (Pent.).
16) Daerah dzimmah daerah yang sudah mengadakan akad dzimmah dengan
pemerintahan Islam. (Pent.).
3 7
a) (Aku lindungi engkau).
b> {Aku jamin keamananmu).
c) {Jangan khawatir).
d). !>! (Jangan bingung).
e) (Jangan takut).
f). (Tidak ada yang perlu dikhawatirkan atas
dirimu).
g)- (Tidak ada bahaya atas dirimu). fY 9/312,
313]
38
syaratkan kepadanya, ahlul 'ilmi sepakat bahwa janjinya tidak boleh
dirusak dan ia tidak boleh dipaksa melakukan sesuatu yang bukan
kewajibannya. [Y 8/560]
3 9
50, 52-53]
19. AMARMAKRUF
4 0
20. AMIL
L=Amal, him. 33
21. ANAKKECIL
41
shalih dan diharapkan berkahnya, baik laki-laki maupun wanita. (S
8M43, 344 N5/137 (dari An Nawawy)]
4 2
merdeka, anak tadi merdeka. Kalau ayahnya budak, dia budak; dan
apabila mukatab (budak dalam proses penebusan/pemerdekaan: ed.)
anak tersebut mukatab. [2/384]
4 3
27. Permulaan hak anak kecil dan mewarisi
L=Waris, him. 900
29.
Anak kecil tidak disumpah daiam qasaamah
L=Qasaamah, him. 626
4 4
kan manasik-nya, maka hal itu sudah mencukupi untuk haji Islam
(tidak wajib naik haji lagi: ed.) tanpa ada perbedaan pendapat yang
diketahui. (M 7/34, 35-36, 43, 47 (dari Ibnul Mundzir dan 'lyaadi) Y3/
(dari Ibnul Mundzir dan At Turmudzy) S6/27 (dari 'lyaadi) F4/57 (dari
Ibnu Baththaal) N4/294 (dari 'lyaadi, Ibnu Baththaal dan An
Nawawy)]
4 5
48. Hak ayah memaksa kawin anak kecil perempuannya
L=Nikah // 9, him. 541
49. Ta s h a r r u f a n a k k e c i l
L = Wa s i a t / / 3 , h i m . 9 3 6
4 6
22. ANIAYA{KEZALIMAN)
1. Menolong orang yang dianiaya
Menolong orang yang dianiaya dan menghalangi orang yang
ingin menghinanya, dengan salat satu cara, hukumnya wajib. Demi-
kian tanpa ada perbedaan pendapat yang diketahui. [N 5/329]
23. 'AQILAH
4 7
2. Kerabat susuan tidak termasuk 'aqilah
L=Susuan, Persusuan // 4, him. 795
3.
Orang dari kalangan 'aqilah yang tidak masuk hitungan
(1). Semua orang yang dikenal dart kalangan ahlul 'ilmi sudah
bersepakat bahwa wanita dan anak kecil yang belum ba-
ligh tidak terkena kewajiban menanggung dial sedikit pun
bersama ‘aqilah.
(2). Mereka sependapat bahwa orang kafir tidak diwajibkan
apa-apa.
(3). Orang dart kalangan 'aqilah yang mati atau jatuh miskin
atau gila sebelum sampai haul, tidak wajib membayar dial
sedikit pun. Dalam masalah ini tidak ada pertentangan
pendapat yang sempat diketahui. (Y 8/380, 381 (dari Ibnul
Mundzir)]
24. ARAB
25. A R A FA H
L=Haji, him. 165
26. ‘ASHABAH
1. Pembatasan 'ashabah
L=Pusaka II8, him. 614
4 8
2. Warisan untuk 'ashabah
L=Pusaka // 8, him. 614
19) Ini perlu ditinjau: sebab pendapal yang menyataKan "mendahulukan ayah"
ini, hanya dinwayatkan dari Al Haady, Asy Syafi'ly dan pengikut-pengikutnya.
[N 6/328]
4 9
2 8 . ' AT I R A H
1. Makna 'atirah
Ulama sepakat bahwa 'atirah adalah sembelihan model kaum
Jahiliyah, pada tanggal 10 Rajab, dan mereka namakan rajabiyyah.
[S 8/203-204 N5/139-140 (dari An Nawawy)]
2. Hukum 'atirah
'Atirah tidak disunnahkan menurut uiama -kecuali Ibnu
Sierien. Beliau menyembelihnya dalam bulan Rajab. [Y 9/465]
2 9 . A U R AT
50
keluar dengan membuka wajahnya. Lebih-lebih pada saat banyak
orang fasik. [N 6/114 (dari Ibnu Ruslan)]
7. Menutupi aurat
Menutupi aurat dari pandangan adalah wajib atas laki-Iaki dan
wanita. Ha! ini menurut ijamk. [M 3/171, 173 B1/110]
51
ulama. Tidak halal meiihat farji dan dubur bagi selain suaml. Demi-
kian ini tanpa ada perbedaan pendapat. [Mr 157 Mh 1878 S2/403 F
9/278 (dari An Nawawy) N6/116 (dari Al Mahdy)]
5 2
1. BABI
1. Kenajisan babi
Ulama sepakat bahwa daging, lemak, minyak, tulang rawan,
sumsum dan ural/otot babi, semuanya najis -- apa pun juga yang
mengakibatkan kematian babi itu.’
Sementara itu kaum muslimin sepakat bahwa hukum babi da-
lam kenajisannya sama dengan hukum anjing. [Mr 23 B1/73 Y1/69
M2/574 {dari Ibnul Mundzir)]
1) Ini pendapal yang paling balk dibuat hujjah andal kata sudah nyata meru-
pakan Ijmak; tetapi menurut mazhab Imam Malik, babi itu suci selagi masih
hidup. (M 2/574]
5 3
6. Memakan babi
2. Cara pembagian
Telah disepakati bahwa semua pemilik andil jika dipanggil
seluruhnya untuk pembagian dan sesuafu (yang akan dibagi) apabila
dibagi serla masing-masing pemilik andil mendapatkan apa yang
dapat la manfaatkan, dan sesuatu yang menjadi milik bersama itu
tidak hanya satu, seperti permata sebuah atau pakaian sehelai, atau
dua yang tak terpisahkan seperti sepasang daun pintu, sepasang
khuf, sepasang sandal dan sebagainya: di samping itu mereka s e -
mua dapat membuktikan milik mereka, ketika menuntut pembagian,
dengan bayyinah (bukti; saksi) yang adil, maka hakim membagi di
antara mereka, (Mr 55]
54
5. Pembagian sesuatu yang tak dapat dipindahkan
Gedung-gedung atau dan pekarangan-pekarangan dan pokok-
pokok pohon, boleh dibagi dengan saling rela (persetujuan) masing-
masing pihak, dan dengan saham-saham jika hal-hal itu dikembalikan
kepada harganya. Dalam hal ini ahlul 'ilmi telah sepakat secara
u m u m .
55
ditimbang) sekira terjadi kebersamaan dalam penerimaan hak, adaiab
tidak boleh menurut ijmak. [F 5/97 (dari Ibnu Balhthaal)]
3. BAITUL MAQDIS
L=Masjid, him.461
4. BAUGH; KEBALIGHAN
1, Tanda-tanda baligh
(1) Ihtilaam. Keluarnya air mani dari kemaluan laki-laki atau
perempuan. dalam keadaan jaga atau tidur adaiab ter-
masuk tanda kebalighan menurut ijmak.
(2) Haid. Ulama sepakat bahwa bald adalah tanda kebaiigh-
an seorang wanita.
(3) Rambul. Tumbuhnya rambut yang kasar di sekitar kema¬
luan adalah kebalighan. Ini pendapat Abu Nadirah dan
'Uqbah bin Amir dan tidak tampak ada pendapat yang
berbeda, jadi merupakan ijmak.
(4) Umur Orang yang umurnya sudab lebih dari 19 tahun,
balk laki-laki maupun wanita, sedangkan dia wares dan
56
belum pernah ihtilaam atau haid. ulama sepakat bahwa
dia telah benar-benar baligh, [N 5/260 (dari Al Mahdy) Mr
22 Mh 119 B2/397 Y4/413, 9/300, 301 F5/211]
2. Konsekuensi kebalighan
Ulama sepakat bahwa orang yang padanya telah tampak salah
satu tanda kebalighan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan
dia waras dan orang Islam, dia sudah bisa terkena hukum-hukum
had, faraidi dan Iain-lain. (Mr 21-22 Y4/412 (dari tbnul Mundzir) F
5/211]
5. BANCI
1. Macam-macam banci
(1) Ulama sepakat bahwa jika pada seorang banci tampak
tanda-tanda keiuamya mani, tanda-tanda kemampuannya
menghamili, atau bahwa kencingnya hanya dari zakar,
maka dia adalah laki-laki dalam semua hukumnya, pewa-
risannya, dan Iain-lain.
(2) Bila keiihatan tanda-tanda haid yang meyakinkan, atau
kehamilan, atau kencing hanya dari farji, ulama sepakat
bahwa dia adalah perempuan dalam semua hukumnya,
pewarisannya, dan Iain-lain.
(3) Kalau tidak tampak apa pun dari apa yang telah disebut-
kan, sedang air kencingnya keluar dari dua lubang de-
ngan serentak dan sama, ulama sependapat bahwa dia
adalah khuntsa (band) musykil. [Mr 109 M2/9]
2. Wa r i s a n u n t u k b a n c i
Bila seorang banci kencing sebagaimana kencingnya laki-laki,
dia adalah laki-laki yang mewaris dengan hukum pewarisan laki-laki.
Kalau dia kencing seperti kencingnya perempuan, dia adalah pe¬
rempuan, mewaris dengan hukum pewarisan perempuan. Ini telah
disepakati semua ahlul 'ilmi yang terawat pendapatnya.
Ulama telah sepakat bahwa khuntsa musykil diberi bagian
perempuan jika bagian perempuan tadi menyamai bagian laki-laki
atau lebih sedikit.^
3) Bila seorang khuntsa musykil baligh, dia mendapat warisan separuh bagian
perempuan ditambah separuh bagian laki-laki. Ini pendapat Ibnu Abbas, dan
tidak diketahui ada seorang pun dari Sahabat yang menentangnya. (Y 6/304J
57
Apabila seorang banci mati sebelum baligh dan tidak tampak
tanda-tanda (yang disebutkan di atas; Ed.) padanya, dia diwaris
separuh warisan laki-laki dan separuh warisan perempuan. Ini pen-
dapat Ibnu Abbas, dan tak dikelahui seorang penentang pun terha-
dap pendapalnya dari kalangan Sahabat. [Y 6/303 Mr 109]
6. BANGKAI
5 8
4. Jual beli bangkai ikan dan belalang
L = / / 3
5. Makan bangkai
L=Makanan II6, him. 431
7. B A N G K I T / K E B A N G K I TA N
1. Art! kebangkitan
Ulama sepakat bahwa kebangkitan itu hak, dan semua manu-
sia akan dibangkitkan pada suatu waktu yang dalam saat itu putuslah
kediaman mereka di dunia. Amal-amal mereka, yang baik maupun
59
yang buaik akan dihisap: dan Allah Ta'ala akan menyiksa siapa pun
yang dikehendaki-Nya dan mengampuni orang yang dikehendaki-
Nya.“ [Mr 175-176]
5. Timbangan di akhirat
L=Timbangan, him. 861
8. BASMALAH
4) Sudah dimaklumi bahwa ampunan tidak akan diberikan kepada orang kafir,
karena Allah telah berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa sylrik, dan DIa mengampuni segala dosa yang selain (sylrlk) Itu bagi
siapa yang dIkehendakl-Nya. (Q.S. 4An-NIsa 46)
6 0
9. BENDA CAIR
10. BID'AH
11 . BIJI-BIJIAN
5) Ibnu Taimiah berkata "Ulama menuturkan dari Ibnu Abu Laila -- orang yang
oleh Ibnu Hazm dianggap paling unggul pendapatnya dl antara mereka yang
diriwayatkannya -bahwa ber-wudiu dengan air sulingan boleh, seperti air
mawar dan sejenisnya, sebagaimana mereka memutuskan hal itu dari Al
Asham, tetapi Al Asham ini oleh ibnu Hazm tidak dimasukkan dalam
golongan orang-orang yang ijmaknya bisa dipakai." [17]
61
.. jual beli bijl-bijian
L=Jual beli, him 296
- - Z a k a t Ts i m a r
L=Zakat tanaman, him. 993
L=Biji-bijian, him. 61
1 2 . B I N ATA N G
6 2
dan babi, sepeti air mata, air liur, ingus dan keringat, hukumnya najis
-- tanpa khilaf. [M 2/565)
63
karena mengagumi bentuknya atau untuk kebanggaan, hukumnya
haram —tanpa khilaf. [S 2/312 F5/5 N8/129]
64
Sebagian ulama melarang memboncengkan secara mutlak. Pendapat
ini salah- [Mr 80 M4/278 S9/299 F10/325 (dari An Nawawy)]
6 5
bufuan, menurut ijmak halal, iagi pula hasan (baik). [Mh 2022)
L=Potong, him. 586
L=Buruan, him. 75
6 6
40, Binatang yang boleh dijual
Ulama sepakat bahwa boleh menjual binatang yang telah di-
miliki selain anjing, kucing,'® lebah, atau binatang yang tidak dapat
dimanfaatkan. [Mr 87)
10) L//42
11) Hasil penjualan Kucing tidak halal menurut Jabir, dan tidak diketahui ada
seorang pun dari Sahabat yang menentangnya. [Mh 1535]
6 7
lam warisan dan wasiat menurut ijmak.'^ [Mh 1514 {dari sebagian
ulama)]
13} Jinayah (pelanggaran besar. ed.) yang dimaksud di sini iaiah penjsakan yang
dilakukan binatang. (Pent.).
68
13. BlSU
14) Imam Malik mengatakan, kesakstannya diterima. jadi tidak ada i|mak. [F
9/263)
15) Semua sepakat bahwa hukum harus diputuskan dengan adanya dua saksi
tanpa sumpah penggugat. kecuali Ibnu Abu Laila yang berpendapat bahwa
harus disertai sumpah penggugat |B 2/455]
69
2 . Kecermatan memeriksa bukti-bukti dalam gugatan masalah
bud/u'(kelamin wanita/farji, dalam hubungannya dengan
nikah)
Menetapkan masalah farji hendaknya iebih teliti daripada dalam
masalah harta benda, menumt ijmak. [S 7/261 F13/150 (dari An
Nawawy) N8/281 (dari An Nawawy)]
15. BULAN
16
6. Puasa Ayyaamil Bid!
L = P u a s a / / 9 2 . h i m . 6 11
16) Ayyaamil 6/d/iaiah hari-hari tanggal 13, 14, 15 tiap bulan Arab. (Pent.)
70
1. Hukum pembunuhan
Orang-orang Islam telah sepakat (ijmak) atas diharamkannya
membunuh dengan tanpa alasan yang hak [Y 8/235 Mh 2153]
71
membunuh dengan sengaja, menurut ijmak. [B 2/390, 393 Y8/236,
237]
17)OrangyangtaKmaumemberiminumini,bilamengelahuibahwaorangyang
terbunuh tidak memiliki air sama sekali dan tidak mungkin menemukan a i r
sedikit pun hingga mati, maka orang yang tak memberi minuman itu adalah
pembunuh dengan sengaja dan terkena kisas. Apabila dia tidak mengelahui
haltersebut.diaadalahpembunuhsecarakeliru,danSahabatUmarmenya-
lakan wajib membayar diat. [Mh 2097]
72
13. Pembunuhan setelah orang lain memegangi si korban
Barang siapa memegangi seseorang dan yang lain membunuh-
nya, maka si pembunuh dihukum mati, dengan tanpa ada khilaf.'® [Y
8/348]
18) Apabila orang yang memegangi tidak tahu bahwa si pembunuh akan membu¬
nuhnya, maka dia tidak dikenai apa-apa. Tapi jika dia memeganginya uniuk
si pembunuh agar bisa membunuhnya, maka dia dihukum kurungan seumur
hidup. Ini pendapat Ahmad, 'Athaa dan Rabie’ah. Dan diriwayatkan juga dari
AN. Sedang Imam Malik mengatakan: dia dihukum mati juga. Ini salah satu
riwayat dari Ahmad dan pendapat Suiaiman bin Abu Musa. Sementara Abu
Hanifah, AsySyafi’iy, AbuTsaurdan Ibnul Mundzir mengatakan: dia dihukum
tapi tidak dibunuh. [Y 8/348]
7 3
18. Ketetapan pembelaan diri yang masyruu'
Barang siapa membunuh seseorang dan menyatakan bahwa
dia memergokinya bersama istrinya lalu membunuhnya sebagai
pembelaan diri, atau seseorang itu telah masuk rumahnya dan meng-
gagahi kehormaiannya dan dia tidak dapat membelanya kecuali
dengan membunuhnya, maka pemyataanya itu tidak diterima kecuali
dengan bayyinah (bukti/saksi). Apabiia dia tidak dapat mengajukan
bayyinah alas pemyataanna, dia wajib dikisas; baik korban yang
terbunuh berada di rumah si pembunuh atau di tempat lain; baik dite-
mukan senjata bersama si korban tersebut atau tidak. Ini pendapat
Sahabat Ali dan tidak diketahui ada yang menentang. [Y 8/247]
19. Tercegahnya pembunuh pewarisnya dari mewaris
L=Warisan H23, him. 905
17. BUNUHDIRI
Ulama sepakat bahwa siapa pun tidak halal bunuh diri. [Mr 157]
2. Memaksakan bunuh diri
Barang siapa memaksa orang lain agar minum racun, kemu-
dian orang itu mati, menurut kesepakatan ulama yang memaksa tadi
dibunuh secara kisas. [F 10/203]
74
suatu atau pads seseorang, dan orang ini membawa besi atau pisau,
berarti bunuh diri dengan sengaja: sedang orang yang kejatuhan tadi
tidak dikenai hukuman apa pun -- tanpa khilaf. [Mr 2087]
18. BURUAN
1. Hukum berburu
Ijmak kaum muslimin menelapkan keya/zan (kebolehan) ber¬
buru. [S 8/Y 9/359]
3. Makan buruan
Makan binatang buruan mubah, menurut ijmak ahlul 'ilmi. [Y
9/359]
L=Makanan, him. 430
4. Sasaran perburuan
Ulama sepakat bahwa sasaran perburuan binatang laut adalah
ikan dan semua jenisnya, sedang binatang darat iaiah binatang liar
yang halal dimakan. [B 1/440]
5. Syarat-syarat pemburu
Syarat-syarat untuk pembunj yang telah disepakati iaiah: Islam,
laki-laki, baligh, berakal, tidak mengabaikan salat dan tidak sedang
menjalankan ihram. Syarat yang terakhir khusus untuk yang berburu
di darat, tanpa khilaf. Apabiia ihramnya telah selesai, dia dibolehkan
berburu, tanpa ada perbedaan pendapat, [B 1/439-448]
6. Buruan Kitaby
L=Ahlul Kitab If M, him. 21
75
7. Buruan Majusi
L=Majusi II 5, him.426
76
12. Berburu dengan anjing yang dilatih oleh orang Majusi
Binatang yang diburu orang muslim dengan menggunakan
anjing yang diiatih oleh orang Majusi tidak boleh dimakan, meskipun
pemburu tadi membaca basmalah. Ini pendapat Ibnu 'Abbas, dan
tidak diketahui ada seorang pun dari Sahabat yang menentangnya.
jMh 1092]
7 7
18.
Berburu dengan menggunakan besi yang tajam dan
sejenisnya
Ulama sepakat atas diperbolehkannya berburu dengan meng¬
gunakan besi yang tajam seperti tombak, pedang, panah, dan benda
yang kegunaannya sama dengan semua itu, yaitu dapat dipakai me-
nyembelih -selain benda-benda yang diperselisihkan ulama dalam
hal kejaizannya (kebolehannya) untuk menyembelih binatang piaraan,
yaitu gigi, kuku, dan tulang. [B 1/441 Y9/371]
19. Berburu dengan menggunakan benda tumpul
Ulama sepakat ~kecuali orang yang menyendiri dari mereka
“atas keharaman makan binatang yang terbunuh oleh peluru atau
batu.
Begitu pula buruan yang terbunuh oleh jaring atau jerat. Dalam
hal ini tidak diketahui ada khilaf, kecuali pendapat Al Hasan, bahwa-
sanya mubah membunuh dengan tali -dengan cara menjerat bina¬
tang itu hingga melukainya -apabila pemburu membaca basmalah.
Tapi ini pendapat yang asing (syaadz). [N 8/138 Y9/377]
20. Tergulingnya binatang buruan
Ulama sepakat bahwa, kalau ada seekor buruan jatuh di bukit,
umpamanya, iaiu terguling dari bukit itu dan mati, ia tidak boleh dima-
kan.
7 8
sa Etiopia, bukan orang yang berkufup (tidak berkhitan;
ed.) dan bukan pula orang yang junub, dia membaca
basmalah serla menentukan bidikannya pada seekor
buruan yang belum dimiliki siapa pun dan termasuk bina-
tang yang haial dimakan, kemudian bidikannya menge-
nai tempat yangmematikan, sehingga buruan tadi mati,
maka halai memakan buruan itu, selagi tidak hilang dari
pandangannya atau tidak membusuk.
(2) Mereka sepakat pula bahwa binatang yang diburu orang
muslim, baiigh, berakal, tidak mabuk, tidak sedang ihram,
tidak di Tanah Haram Mekkah atau Madinah, bukan
orang negro, bukan orang berkulup dan tidak junub, dia
berburu dengan anjingnya yang terlatih dan bukan anjing
hitam, serla peiatihnya orang Islam, dan anjing yang di-
lepaskan itu pernah memburu buruan tiga kali berturut-
turut tanpa memakan sedikit pun datl hasii buruannya
dan tidak menjilat darah buruannya, kemudian anjing
yang seperti itu membunuh buruan, dengan ketentuan
anjing itu dilepaskan pemiliknya untuk memburu buruan
itu !! sebagaimana telah diterangkan -dan melukainya,
sedang buruan itu termasuk binatang yang boleh dimakan
dagingnya serta tidak dimiliki siapa pun, iaiu la dibunuh
anjing tadi sebelum pemilik yang melepaskannya sempat
menyembelih buruan itu, dan anjing itu tidak makan se¬
dikit pun dari binatang itu, tidak menjilati darahnya, dalam
membunuh tidak dibantu binatang buas atau anjing lain
atau air. dan buruan tadi bukannya tergelincir. sedang pe-
lepasnya menentukan anjing itu yang dilepas dan mem¬
baca basmalah ketika melepaskannya, serta tidak se-
orang pun pada saat itu yang melepaskan anjing lain, ma¬
ka makan binatang buruan tadi haial, sedang penyem-
belihannya hanyalah penyempurnaan (Mr 145, 146]
79
25. Menyembelih buruan
Ulama sepakat bahwa penyembelihan yang khusus untuk
buruan adalah memotong {al'aqr). Apabila seseorang menjumpai
buruannya sudah lidak mengandung kehidupan yang tetap, seperti
jika telah terpotong batang tenggorokan dan kerongkongannya,
terobek atau terkeluarkan ususnya, maka buruan tersebut halal tanpa
disembelih, menurut ijmak.
Kalau orang tadi mendapatkannya dalam keadaan masih ada
kehidupan yang tetap, maka wajib disembelih, dan buruan itu lidak
halai kecuali setelah disembelih. Ini mujma' 'alaih. Adapun pendapat
yang dinukil dari Al Hasan dan An Nakha’iy, yaitu yang bertentangan
dengan pendapat pertama, batal -- tidak bisa dipastikan bahwa pen¬
dapat itu benar-benar dari beliau berdua.
Penangkapan dan pembunuhan oleh anjing pemburu terhadap
binalang buruannya sudah merupakan penyembelihan secara syarak,
sama dengan penyembelihan binatang piaraan. Ini mujma' 'alaih. [B
1/444 Mr 145-146, 147 Mh 1048 Y9.367, 375 S8/137, 138 191 F
9/497 (dari Ibnu Balhthaal)]
19. B U TA
80
1. CACIMAKI
1. Hukum mencaci
Mencaci orang muslim tanpa alasan yang benar hukumnya
haram menurut ijmak umat. [S 1/386)
2. Hukuman mencaci
L=Had Qadzaf//7, him, 142
3 . M e n c a c i A l i a h Ta ' a l a
L=Aliah Jalla Jalaluh // 24, him. 33
4 . Saling mencaci
Tidak ada khilaf, dosa mencaci yang terjadi antara dua orang
hanyalah atas orang yang memulainya, kecuali jika cacian orang
kedoa melebihi batas pembelaan diri. sampai la mencaci orang per-
tama lebih banyak dari yang dlcacikan kepadanya. [S 10/18-19)
2. CADAR
-Mengusap cadar
L=Usap, Mengusap //1, him. 876
3. CAGAR ALAM
4. CUKAI
-Ketentuan cukal dan pajak
81
-- Ketentuan cukai dan pajak
Ulama sepakat bahwa pos-pos penjagaan yang ada di jalan-
jalan atau diperbatasan-perbatasan kota yang digunakan untuk
memungut cukai dan apa yang dipungut di pasar-pasar berupa
pajak-pajak atas dagangan yang dilarik dari orang yang lewat dan
para pedagang adalah merupakan kezaliman yang besar, haram dan
fasik, kecuali apa yang dipungut berdasarkan bukum zakat dan
dengan nama zakat dari orang-orang muslim dari tahun ke tahun
berupa barang yang mereka perdagangkan; dan kecuali pula apa
yangdipungutdariahlulhak>danahludzdzimmahberupase-
persepuluh atau seperdua puluh dari barang yang mereka per¬
dagangkan, maka dalam masalah-masalah tersebut maka masih
belum sepakat. [Mr 121]
5. CURl; PENCURIAN
1. Hukuman pencurian
L=Had pencurian, him. 135
2. Sembelihan pencuri
L=Potong; Pemotongan // 23, him. 590
82
1. DAJJAL
1. Hakikatwujud Dajjal
Menurut mazhab ahlil haq, Dajjal benar-benar berwujud. la
suatu sosok terlentu. Dengan Dajjal, Allah menguji hamba-hamba-
Nya. Allah memberikan kemampuan atas segala sesuatu kepadanya
dari perkara yang dimampui Allah berupa menghidupkan orang yang
dibunuhnya, munculnya keindahan dunia dan kesuburan, terlihatnya
surga, neraka dan dua sungainya, dimilikinya sumber-sumber ke-
kayaan bumi, kepatuhan langit kepadanya, (jika diperintahkan hujan
langit pun menurunkan hujan), kepatuhan bumi kepadanya (kalau
diperintahkan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, bumi pun menum-
buhkannya). Semuanya itu terjadi dengan kekuasaan dan kehendak
Allah Ta'ala. Sesudah itu Allah membuatnya tidak berdaya sehtngga
tidak mampu membunuh seorang pun dan semua perintahnya tidak
bisa terlaksana. Pada saat itulah, Nabi 'isa 'alaihis salam turun lalu
membunuh Dajjal. Dan Allah meneguhkan iman orang-orang mukmin
dengan ucapan yang teguh.
Keterangan di atas adalah menurut mazhab Ahlis Sunnah, ahli
hadits, fukaha dan para peneliti. Berbeda dengan pendapat orang
yang mengingkari wujud Dajjal dan menganggap batal perkara Dajjal,
yaitu golongan Khawarij, Jahmiyyah, dan sebagian Mu’tazlliah.
Berbeda pula dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa
Dajjal benar-benar wujud tap! apa-apa yang dinyatakan sebagai
dilakukan olehnya tidak disependapati. Mereka menganggap semua
itu hanya isapan jempol dan khayal. [S 10/386, 405 (dati 'lyaadi)]
2. DAKWA
L=Putusan; Keputusan, him. 612
83
1. Perwakilan dalam menerima keputusan
L=Wakil//4, 5, him. 945
84
yang lalu, dan ia mempunyai bukti, sedang ielaki pertama menolak
tuduhan itu, dan mengatakan bahwa kambing tersebut miliknya sejak
dua tahun lalu, ia mempunyai bukti, kambing itu tetap menjadi milik¬
nya ”tanpa khilaf.
Seorang laki-laki mendakwa memiliki rumah yang sekarang
dipegang orang tain. Orang lain itu mendakwa rumah itu miliknya
sejak dua tahun lalu. Masing-masing mempunyai bukti mengenai
dakwaannya. Menurut ijmak. rumah tersebut milik orang pertama. [Y
10/339-340-341, 370]
85
rumah itu, tanpa khilaf hak memiliki rumah ada pada orang yang
mendakwa telah membeli. (Y 10/349, 370]
86
3. DAMAI; PERDAMAIAN (SHULH)'
1. Apa yang jaiz diperdamaikan
Imam-imam sepakat alas kejaizan melakukan perdamaian
antara kaum muslimin dan Ahlul Harb. antara Ahlul 'Ad// {yang berdiri
di pihak kebenaran hukum) dan Ahlul Baghy (penyeieweng, yang
keluar dari hukum) dan antara suami istri, ketika dikhawalirkan
perpecahan. [Y 4/427]
L=D/af//31,hlm. 98
L=Ghasab 1120, him.
2) Perlu peninjauan lertiadap sahnya ijmak ini. Sebab habits Jabir -bahwa
ayah beiiau terbunuh pada waktu perang Uhud sebagai syahid dan mem-
punyai tanggungan utang dan orang-orang yang memiiiki piutang mendesak.
Sahabat Jabir berkata: "Saya pun mendatangi Nabi saw. Dan Nabi meminta
para pemiiik piutang mau menehma buah kebunku dan menghaiaikan ayah-
ku. Mereka (ak mau dan Nabi pun tak memberi mereka, dan bersabda:
!pagi-pagi aku akan ke tempatmu'. Nabi pagi-pagi ke tempat kami dan berke-
iiling di kebun kurma serta mendoakan agar buahnya berkah adanya. Dan
aku memolonginya serla membayarinya para pemilik piutang; dan masih
terstsa buahnya untuk kami sendiri." Madits diriwayatkan Ai Bukhary i n i
habits jeias menerangkan di-perboiehkannya perdamaian dengan sesuatu
yang majtiul (tidak diketahui) untuk sesuatu yang maklum. [N S/2S6]
87
Perdamaian atas kesepakatan si debtor (yang mempunyai utang)
memberikan kepada si pemilik piutang (kreditor) sebagian hartanya
dan si kreditor ini membebaskan selebihnya dari si debtor atas ke-
mauannya sendiri, dan seandainya dia mau, dia dapat mengambil
apa yang dibebaskannya itu; ini adalab baik dan jaiz, tanpa ada khilaf
(F 5/237 (dari Ibnu Baththaal) Mb 1270]
4. DARAH
2. Najisnya darah
L=Najis//3, him. 523
88
5. Menjual darah
Menjual darah hukumnya haram secara ijmak. [F 4/338 Y4/229
(dari Ibngl Mundzir) N5/144 (dari Ibnu Hajar)]
6. Makan darah
Tidak ada khilaf dalam hal: semua darah yang mengalir dari
binatang, baik sedikit maupun banyak, haram. Ulama sepakat bahwa
darah yang mengalir dari binatang yang disembelih hukumnya
haram.^
Mengenai binatang yang haram dimakan, meskipun disembelih,
darahnya haram, baik sedikit atau banyak, tanpa khilaf, [B 1/452, 453
Mr 150 Mh 988, 1058, N9/70 (dari Al Khaththaaby)]
5. DARULHARB
L=Ahlul Haiti {Harby). him. 15
6. DARURAT (TERPAKSA)
1, Siapa yang disebut orang terpaksa
L=Makanan II28, him. 425
2.
Kemubahan bangkai dan sebagainya bag! orang terpaksa
L*Makanan // 27, him. 425
5. Keterpaksaan jual-beli
L=Jual-beli I115, him. 299
3) Maksudnya: darah yang mengalir ketika disembelih dari binatang yang halal
dimakan (B 1M53]
89
6. Keterpaksaan mengambil harta orang lain
L=Milik 11/31, him, 479
7. Keterpaksaan membunuh
L=Bunuh //15, him. 73
7. DENGKI
8. DHIHAR"
2. Dhihar budak
5. Ber'azam dhihar
5) Dakwaan adanya ijmak ilu tertolak, karena Ibnu Qudaamah lelah menukil
pendapat dari sebagian ulama bahwa dhihar budak tidak sah IF 9/358 N
6/260]
90
6. Bentuk dhihar
Perkataan seseorang kepada istrinya:
(Bagiku engkau seperti punggung ibuku) adalah dhihar Wdak
bisa diartikan lainnya, baik ia bemiat mentalak atau tidak.
Demikian menurut ijmak. Y7/514, 518 (dari Ibnul Mundzir) B
2/104]
(Apa pun yang dihaiaikan Aiiah, bagiku haram, insya Ailah), ucapan
itu berarti sumpah dan dia tidak wajib meiakukan apa-apa. ini adalah
pendapat Asy Syafi’iy dan pengikut-pengikutnya, Ahmad, Abu Tsaur
-- tidak diketahui ada khiiaf dari iainnya. [Y 7/524]
91
12. Hal-hal yang diharamkan atas orang yang men-dhihar
sebelum membayar kaffaarah
Ulama sepakal bahwa jika orang yang men-dhihar sebelum
membayar kaffaarah tidak menyentuh bagian tubuhnya yang mana
pun, juga bagian tubuh istri yang di-dhihar-nya, dia teiah memenuhi
kewajibannya.
Ulama sepakat bahwa persetubuhan yang dilakukan orang
yang men-dhihar dengan istri yang di-dh/har-nya hukumnya haram
sebelum membayar kaffaarah, dan halal sesudah membayarnya. [Mr
82, 131 B2/108 Y7/521, 9/525 N6/261, 262]
9. D I AT
L=Luka, him. 404
L={Pem)-Bunuh-(an), him. 70
1. =Kisas, him. 361
1. Hukum Diat
Ahlul 'ilmi sepakat atas diwajibkannya diat. [Y 8/351]
6) Ini yang dikatakan Ibnu Haan dl dalam Maraatibul Ijmak. Di dalam Al Muhalla
beliau berkata: "Sudah ada ijmak yang meyakinkan bahwa dial itu terdiri dari
unta, dan ulama berbeda pendapat dalam hal apakah boleh dengan selain
unta.[Mh 2023]
9 2
semua.'
Mereka sepakat bahwa anak unta baru disaplh, yang umurnya
lebih muda dari binti makhadi atau ibnu makhadl. belum mencukupi
[unfuk dial. [Mr 140 Mh 2023 Y8/351)
9) Diat luka wanita sama dengan diat luka laki-laki sampai 1/3 diatnya, Kalau
melebihi 1/3 diat luka wanita adalah separuh diat laki-laki. Ini pendapat
'Umar, Zald bin Tsabit dan Ibnu 'Umar, Pendapat Ini menjadi ijmak Sahabat,
karena tidak ada nukilan dan mereka yang bertentangan dengan itu kecuali
dari 'Ally, tetapi tidak diketahui apakah past! dari beliau. [V 8/387,388]
10) Orang yang membunuh budak orang lain, balk sengaja atau tidak, harus
membayar harganya, dan penggantian itu menjadi milik berapa pun tinggi
harganya. Ini pendapat Ibnu Mas'ud, dan Aliy dan tidak diketahui ada seor-
ang Sahabalnya yang menentangnya. [Mh 1268]
93
9. Diat luka buka
Dial anggota badan budak itu tidak past! -berbeda-beda
menurut harga budak itu. Diat sebelah tangan, mata, telinga, atau
bibirnya adalah separuh harganya. Diat luka di kepala adalah 1/20
harganya.
Yang mengharuskan pembayaran diat secara sempurna dalam
masalab orang merdeka, seperti bidung, lidah, kedua tangan, kaki,
mata, dan telinga, mengharuskan pula pembayaran harga budak dan
tetapnya hak milik si tuan terhadap budak itu. Semua ini pendapat
'Aliy dan tidak diketahui seorang sahabat pun menentangnya.
Anggota badan yang tidak ada diatnya menurut ukuran syarat
harus diganti sesuai dengan kekurangan harganya dan tidak wajib
melebihinya.
Dalam hal ini tidak ada khilaf yang sempat diketaui {Mb 1268
Y8/252, 480,481]
11 . Diat Majusi
L=Majusi // 7, him. 472
13. Diat orang yang tidak sengaja melakukan jinayah pada diri
sendiri
14. Diat orang Islam yang asalnya berstatus harby jika ter-
bunuh dengan tidak sengaja dl daerah Islam
L=Ahlul Harbi (Harty) II22, him. 17
94
16. Diat kesalahan dokter dan sesamanya
L=Obat, him. 565
11) Tidak ada nash atau ijmak yang menyatakan bahwa pembunuh harus
menanggung apa saja bersama 'aqilah. [Mh 2142]
12) Ini yang dikatakan Ibnu Hazm dalam Muhallaa, sedang di Maraalibul IJma'
beliau berkala. "Ulama sepakat bahwa diat harus dibayar oleh orang yang
mempunyai 'aqilah, tetapi mereka ber-beda pendapat dalam hal apakah diat
tadi diwajibkan kepada 'aqilah atau kepada orang tersebut. Mereka berbeda
pendapat pula dalam masalah orang yang tidak mempunyai 'aqilah. apakah
ia wajib membayar atau tidak. [Mr 144]
95
(3) 'Aqilah tidak menanggung diat pengakuan, yaitu penga-
kuan seseorang bahwa dia telah membunuh dengan tidak
sengaja atau pembunuhan itu mirip suatu kesengajaan.
Diat ini harus ditanggung orang itu sendiri. Daiam hai ini
tidak ada khilaf yang diketahui.
(4) 'Aqilah tidak menanggung diat perdamaian, yaitu bila
seseorang yang dituduh membunuh tidak mau mengakui,
kemudian penuduh mengajak berdamai dengan syarat
orang tadi mengganti rugi berupa uang, maka ‘aqilah
tidak menanggungnya. Ini pendapat 'Umar dan Ibnu
'Abbas dan tidak diketahui seorang Sahabat pun menen-
tangnya.
(5) Apabila seseorang membunuh budak orang lain, dia
harus membayar harga budak itu dengan uangnya sen¬
diri. 'Aqilah tidak wajib menanggung sedikit pun, baik
pembunuhan itu disengaja atau tidak. Ini pendapat Ibnu
'Abbas, dan tidak diketahui seorang Sahabat pun me-
nentangnya, karenanya menjadi ijmak.'^ [Mh 2024, 2140
(dari sebagian ulama) Y356. 366, 367, 368]
13) Ulama berkata: "'Aqilah tidak menanggung diat pembunuhan yang disengaja,
pengakuan, perdamaian, dan pembunuhan budak ini. Ini pendapat 'Umar
dan Ibnu Abbas, dan tidak diketahui seorang Sahabat pun menentangnya".
Ini tidak bisa dilerima, karena perkataan siapa pun tidak bisa dipakai hujjah
selain sabda Rasulullah saw dan tidak benar pendapat di atas bersumber
pada 'Umar dan Ibnu Abbas. [Mh 2140)
96
terluka dan sudah sembuh? "Kalau dijawab, "Sembilan puluh dinar”,
maka orang yang melukainya wajib membayar 1/10 dial. Jika lebih
aiau kurang, maka menurut ukuran itu. Ini pendapat semua ahlul 'ilmi.
tanpa khilaf yang diketahui. {Y 8/477 (dari Ibnul Mundzir))
9 7
yang melakukan jinayah berdamai menangguhkannya. [Y 8./3S9, 362
B2/404, 405 N7/85, 86 (dari Asy Syafi’iy, At Turmudzy dan Ibnul
Mundzir))
10. DIRHAM
1. Batasan dirham
Ahlul 'ashril awwal (para ulama abad pertama; ed.) sepakat
bahwa satu dirham sama dengan enam daaniq dan tiap sepuluh dir¬
ham sama dengan tujuh mitsqal. [S 4/324 M6/5,16 (dari Ar Raafi'iy
dan lainnya) N4/139 B2/403 F3/241]
11 . DOA
9 8
Ini berbeda dengan pendapat sebagian ahli tashawwuf yang
menyatakan bahwa doa mengurangi nilai tawakal dan ridia, dan
seyogyanya orang tidak mengerjakannya. Juga berbeda dengan
pendapat Mu'tazilah yang mengalakan tidak ada gunanya berdoa
kalau sudah didahului takdir (mereka tidak percaya kepada takdir
seperti yang ditafsirkan kalangan Sunni; ed.). IS 6/86-87 (dari 'lyaadi)]
2. Mengangkat tangan ketika berdoa
Dalam setiap doa untuk menghilangkan bala, disunnahkan
mengangkat kedua tangan dengan punggung telapak menghadap ke
langit. Kalau berdoa meminta sesuatu atau berbasilnya sesuatu,
disunnahkan menghaapkan telapak tangan ke langit. Ini pendapat
ulama. [B 2/415 {dari An Nawawiy)]
8. Doa Qunut
L=Qunul. him.
99
11. Memohonkan rahmat untuk selain Nabi Muhammad saw
Memohonkan rahmat untuk seiain Nabi Muhammad s a w
hukumnya jaiz (boleh) menurut pendapat kebanyakan ahlul 'ilmi IF
11/142 {dari ’lyaadi)]
19.
Mendoakan orang kafir yang mati supaya diampuni
L = K a fi r / / 1 4 , h i m , 3 4 2
100
12. DOSABESAR
L=Maksiat, him. 448
1 3 . D U S TA
1. Hukum Dusta
101
3. Persaksian pendusta
L=Saksi//48, hlm.669
14. DZIKIR
3. Dzikir di Muzdalifah
L=Haj//65. him. 174
102
1. EMAS
5. Zakat emas
L=Zakat emas, him. 978
103
■ . .
* r
*. -
3
i*
ciAMa
«*maUA^. -.8.
■8?* rn>f ai«a9ifirtet“a
! >
20 (
F
1. FAir
105
4. Pembagian far/'menjadi lima bagian
Mengambil 1/5 fa/7'bukumnya tidak wajib, menurut pendapat
semua ulama kecuali Asy Syafi'iy, Beliau berpendapat bahwa fail'
harus dibagi iima, sebagaimana ghanimah {rampasan perang; ed,).
[S 7/335 (dari Ibnul Mundzir) U6/441 (dari Ibnul Mundzir)]
2. FAKIR
3. FA R A I D L
L=Waris, him. 900
4. FAT WA
1. Sifat mufti
106
4. Perubahan fatwa mufti
Ulama sepakat bahwa seorang mufti tidak dihalalkan mem-
fatwakan pendapat yang disenanginya dalam suatu masalah, ke-
mudian pada lain ketika !! dalam masalah yang sama !! la mem-
fatwakan pendapat yang disenanginya yang berbeda dengan fatwa-
nya yang pertama, meskipun kedua pendapat tadi termasuk pendapat
segolongan ulama, selagi fatwa kedua bukan merupakan pembetulan
terhadap kesalahan yang telah nyata baginya dan pengembaliannya
kepada kebenaran yang baginya sudahjelas [Mr 51]
5 . FA S I K ; K E FA S I K A N
1. Mengakhirkan salat dengan sengaja adalah kefasikan
L=Salat//38, him. 679
107
4. Penyelewengan adalah kefasikan
L=Seleweng; (Penyelewengan) //1, him, 758
L = Wa d z i n a / / 3 , h i m . 1 5 3
6. FITRI/FITHRAH
L=Zakat Fithrah, him. 980
L=Salat ’ledain, him. 710
108
7 . FUDLUULIY (Barang yang bukan milik peme-
gangnya; Pent.)
3. Hibah fudluuliy
L=Hibah//21,h!m. 209
4 . Pemerdekaan fudluuliy
L=Merdeka I115, him. 474
5. Sedekah fudluuliy
L=Sedekah//13, him. 757
6. Mewasiatkan fudluuliy
L = Wa s i a t / / 2 8 , h i m . 9 4 4
109
/ilifft OB^ud grT6ia8>YUViyi:iC\4^ . \
|<no^ B^gfifig
!80S ! ' J
■.K;
fV* frfrj ,ei \\ ciatrtsV-.J
>< !■
4sh«$ -a
'■'
>
t f T5X nwlebj? -J
<
V^\uutDu^ .3
Sfrij jntrf- 5S '* ! j
eo^.
1. GADAI
1) Hadlar adalah lawan kala Safar (bepergian). Jadi Hadlar -tidak pergi. dl
ruman (pent.)
111
5. Gadai untuk pengukuh perjanjian
Gadai untuk pengukuh perjanjian tidak boleh, menurut ijmak. [Y
4/485]
112
11 , Ulama sepakat bahwa penerimaan [qabdl)
Si penerima gadai atas barang gadai yang diserahkan pengga-
dai merupakan syarat bagi sahnya gadai. [B 2/269, 270]
11 3
19. Hak istimewa bagi si penerima gadai
Bila harta penggadai tidak cukup untuk membayar utang-utang-
nya, sedang orang-orang yang mempunyai piutang memintanya, si
penerima gadai lebih berhak dengan pembayaran gadai daripada
pemiiik'pemiiik piutang iainnya. Daiam hai ini tak diketahui ada per-
bedaan pendapat.
Bila seorang hamba yang digadaikan, meiakukan tindak krimi-
nal atas manusia atau harta, perbuatannya itu meiekat pada dihnya
sendiri sebagai hamba -dan urusannya didahuiukan dari hak si
penerima gadai, tanpa khiiaf yang diketahui. [Y 4/329, 362]
2) Dari kaiangan Sahabat pendapat ini hanya datang dari 'Umar, 'Aii dan 'Ibn
Umar. Penukilan dari ‘Umar dan Ibn 'Umar tidak sah: adapun tentang
penukilan dari Ali masih diperselisihkan. Riwayat yang paling shahih dari AN
adaiah pendapat bahwa pada barang yang tertimpa bencana tidak ada
tanggungan. [Mh 1214]
114
23. Perselisihan tentang kadargadai
8ila penggadai dan si penerima berselisih tentang kadar
(jumlah) gadai -yang satu mengatakan: "Aku menggadaikan benda
ini," dan yang lain mengatakan; "Tidak ini saja, tapi ini dan sesuatu
yang lain bersamanya" -dan tidak ada bukti pada salah seorang di
antara mereka berdua, maka perkataan yang didengar adalah
perkataan penggadai. tanpa perbedaan pendapat ulama.
lY 4/357]
2. GAMBAR
115
yang direndahkan atau tidak.^
Sementara ulama Salaf mengatakan ada rukhshah (keri-
nganan; ed.) untuk boneka anak perempuan kecil {Jawa: golekan).
[F 10/318, 321 (dari Ibnul 'Araby) S8/399 N2/102 (dari An Nawawy)]
3. GANTI RUGI
L=Pampasan, him. 573
4. G E N C ATA N S E N J ATA
L=Jihad, him. 286
3) Ijmak ini terjadi pada selain boneka anak-anak perempuan kecil sebab ini
diperbolehkan. |F 10/318]
116
5. GERHANA
L=Salat gerhana, him. 709
6. GHIBAH (GUNJINGAN)
1. Hukum ghibah (gunjing)
Ghibah diharamkan dengan ijmak kaum muslimin la termasuk
dosa besar menurut kesepakatan ulama, kecuali pendapat An Nawa-
wy dan Ar Rafi'iy yang mengatakan termasuk dosa kecil. [F 10/386
(dari An Nawawy dan Al Qurthuby) Mr 156)
7. GIGI
1. Membersihkan gigi
L=Siwak. him. 767
117
2. Kisas dalam menanggalkan gigi
L=Kisas//82, him. 375
8. GILA
118
Apabila dia sadar di pertengahan bulan, dia wajib puasa pada
hari-hari yang masth -- tanpa khilaf. Orang yang sudah berniat puasa,
seperti yang diperintahkan Allah 'Azza wa Jalla, kemudian gila,
puasanya sah dengan yakin, berdasar ijmak. {M 6/277 Mh 754 Y
3/141]
119
(tidak sah), [S 7/214 N6/236]
9. G\LIR (QASM)
1. Hukum gilir
Ulama sepakat atas wajibnya mempersamakan jumlah malam
antara istri-istri yang merdeka, muslimah, berakal, dan tidak nusyuz
(bertingkah), selagi dt antara mereka tidak ada istri yang baru dinikah.
[Mr65B2/55Y7/231]
120
muslimah datam soal gilir. [Y 7/240 {dari Ibnul Mundzir)]
5. Giltr antara istri merdeka dan budak {amah)
Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal tidak diperkenankan-
nya lelaki menggilir sama untuk ummul-walad-nya (budak yang mela-
hirkan anaknya) juga ama/mya (budak yang tak melahirkan anaknya;
ed.) dengan istrtnya bila ada.‘ [Mh 1901]
6. Masa gilir
Barang siapa mempunyai banyak istri (2 s/d 4), bagi masing-
masing istri satu malam setiap empat hari. Ini pendapat Ka'b Ibnul
Miswar di masa 'Umar bin Khattab. Pendapat ini sudah tersiar dan tak
ada yang ingkar; berarti ijmak. [Y 7/233]
7 . Patokan gilir
Patokan gilir adalah malam; tanpa khilaf. [Y 7/236]
8. Cara memulai gilir
Bila seorang lelaki menghendaki memulai gilir, dia melakukan
undian di antara istri-istrinya. Dalam hal ini tidak diketahui ada khilaf
di kalangan ulama. [Y 10/319]
4) Orang yang berpendapat bahwa gilir bagi istri merdeka dua hari dan bagi
amah (budak wanita) satu hari, berhujah bahwa itu pendapat Sahabat ‘All
dan tidak diketahui ada yang menentang beliau di kalangan para Sahabat.
Tidak dapat menjadi hujah pendapat seseorang, selain Rasulullah. [Mh 1888]
121
11 . Berkeliling pada lebih dari seorang istri dalam semalam
Tidak ada khilaf mengenai diperkenankannya berkeliling pada
lebih dari satu istri dalam satu malam dengan kerelaan pihak istri-istri,
bagaimanapun adanya. [S 5/216]
122
1. HAD
123
5. Pelaksanaan had oleh seorang anak atas ayahnya
L=Ibu-bapa I114, him. 218
9.
Pelaksanaan /rad atas para penyeleweng
L=Seleweng, Penyeleweng //16, him. 761
124
L=Had pencurian II9, him. 136
L=Hadtuduhan zina {qadzal) II6, him. 142
L=Had minum khamar II 5, him. 133
L=Had Zina //18, him. 156
125
majlis yang terpisah, sedang dia merdeka, berakal (waras), baligh,
tidak mabuk, tidak terpaksa, dan ikrarnya dilakukan di majlis hakim
di depan saksi-saksi yang adil dan dia absen -di antara dua penga-
kuan itu -sehingga saksi-saksi tidak melihatnya, kemudian terbukti
ikrarnya itu, hingga dia dibunuh atau dipotong tangannya, berarti
telah dilaksanakan had yang wajib atas dirinya. [Mr 55 -56 Y9/36]
21. Mengajari orang yang ikrar had agar menarik ikrarnya
Ulama sepakat atas kesunnahannya mengajari orang yang ikrar
{menyatakan pengakuan) agar menarik kembali ikrarnya yang berke-
naan dengan had -dengan cara kiasan atau yang lebih jelas dari itu
-untuk menghindari hukuman had. [S 7/217 F12/112]
22. Ikrar/lad orang yang dipaksa
Ikrar orang yang dipaksa, tidak mewajibkan had atas dirinya;
dengan tidak ada khilaf yang diketahui di kalangan ahlul 'ilmi. [Y 9/38]
L=Paksaan // 4, him. 573
23.
Ikrar ftadoleh mahjur'alaih {orang yang dilarang tasharruf)
L=HajrtI 4. him. 188
126
hui ada khilaf. 10/302]
34, Te b u s a n d a l a m h a d
Had-hadztna. pencurian, perampokan/penyamunan {hirabah)
dan minum-minuman yang memabukkan, tidak menerima tebusan
(tidak bisa diganti dengan semacam denda). Ini mujma' ‘ataih. [F
1 2 / 11 8 ]
127
38. Gugurnya /lad dengan ibadat
Ulama sepakat bahwa maksiat-maksiat yang mengakibatkan
had (seperti zina, membunuh; Pent.), hadnya (hukumannya) tidak
gugur oleh salat ataupun haji. [S 10/194 Mh 217 N7/101]
39. To b a t d a r i h a d
L = To b a t / / 6 , h l m . B 6 5
4) Berdalil dengan ijmak para Sahabat Ini perlu ditinjau. Sebab ulama telah
sepakat bahwa pencambukan dapat dilakukan dengan pelapah (kurma dan
sebagalnya), dengan sandal, atau dengan ujung pakaian. Yang leblh shahih,
mempergunakan cambuk hukumnya jaiz (boleh). Adalah penyimpangan
{syadz) orang yang mengatakan bahwa cambuk adalah syarat. Ini kellru --
bertentangan dengan banyak hadits shahih. [S 7/244 F1254 (dari An
Nawawy) N7/140 (dari An Nawawy))
128
sembuh.® [N 7/113 (dari Al Mahdy)]
5) Pada orang sakit yang diharapkan sembuhnya, eksekusi had dllakukan dan
tidak ditunda. Ini dllakukan Sahabat Umar dan terslar dl kalangan para
Sahabat. Para Sahabat tidak mengingkarinya, maka ini merupakan Ijmak.
Adapun pada orang sakit yang tidak diharapkan sembuhnya, eksekusi
dllakukan segera dengan cambuk yang aman (dari kerusakan), seperti
tongkat yang kecll. Ini pendapat Imam Syafi'ly, sedangkan Imam Ahmad dan
Imam Malik menolaknya. [Y 9/17]
7) Dalam had mlnum khamarada khilaf [F 12/56]. Dan dl dalam had t]mak atas
tidak adanya diat perlu peninjauan. Sebab Abu Hanifah dan Ibnu Abu Lalla
mengatakan bahwa diat wajib atas 'aqilah (keluarga). [N 7/145]
129
Adapun kalau sudah dilaksanakan had. kemudian terjadi lagi tindak
pidana had, dilakukan had baru. Dalam hal ini tidak diketahui ada
khilaf. [Y 9/54 (dari Ibnul Mundzir))
130
hal ini berbeda pendapat, tapi tidak cukup didukung hujjah. [Kh 1/146,
147, 3/249 B2/437 M2252 Y9/124)
5. Had hirabah
131
9. Persamaan antara musiim dan nonmuslim dalam had
Seorang musyrik, kafir, apabila memerangi Allah dan Rasul-
Nya {menyamun; ed.) dan berbuat keonaran di muka bumi, maka had
hirabah dikenakan atasnya. Para ulama sepakat atas ini, tanpa per-
bedaan pendapat di antara mereka. [Kh 3/242]
8) Ini perlu ditinjau, ada riwayat dan segoiongan ulama bahwa khamartldak ada
hadnya (hukuman had-nya), yang ada hanya takzir. [F 2/60 N7/142]
132
2. Khamaryang menyebabkan peminumnya d'thad
L= Khamar, him. 348
10) Telah tetap ijmak Sahabat bahwa had minum adalah delapan puluh kali
cambukan. [S 7/243 (dari 'lyaadi) Mh 590 (dari sebagian ulama) F12/60 (dan
sebagian ulama)] Ini perlu ditinjau; sebab Sahabat Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Al Hasan bin AN dan Abdullah bin Jakfar mengatakan bahwa
peminum dicambuk empat puluh kali, dan ini dihadapan para Sahabat. Maka
berarti ijmak batal.
Demikian pula Sahabat Ali pernah memberi pertimbangan kepada Sahabat
Umar untuk mencambuk sebanyak delapan puluh kali, kemudian Sahabat Ali
menarik kembali pertimbangannya itu dan mencukupkan empat puluh kali,
sebab ini ukuran yang telah disepakati para Sahabat pada masa Abu Bakar.
[Mh 590, 2287 F12/60)
133
6. Ketetapan minum dengan pengakuan
Ulama sepakat bahwa orang yang mengaku dua kali" bahwa
ia telah minum khamar, dan pengakuannya telah ditetapkan, ia dija-
tuhi had. [Mr 133 B2/435 Y9/143)
11) Menurut pendapat umumnya ahlul ‘ilmi, pengakuan cukup sekali. [YY 9/143]
12) Ibnu Hazm menolak pernyataan Ijmak atas tidak dibunuhnya peminum
khamar (yang berulang-ulang). [Mh 2288] dan dibantah oleh Al Hafidz Ibnu
Hajr yang kemudian berkata: "Orang yang menolak Ijmak tidak dibunuhnya
peminum khamar, tidak lagi dapat dijadikan pegangan. |F 12/66]
134
11 . Persaksian orang yang dijatuhi had minum
L=Saksi // 24, 48, him. 666,669
4. HAD PENCURIAN
1. Definisi pencurian
Pencurian ialah "bersembunyi dengan mengambil sesuatu yang
bukan milik si pengambil",
Dalam hal ini tidak ada perbedaan penda-patdi kalangan umat
seluruhnya. [Mh 2263]
2, Definisi pencuri
Orang-orang khusus atau orang-orang awam sepakat bahwa
orang yang mengambil harta seorang muslim atau seorang mu'aahid
(nonmuslim yang terikat perjanjian) tanpa adanya had, tidak atas
kerelaan halinya, pengambilannya itu dari penyimpanan dan secara
sembunyi-sembunyi, serta yang diamfail adalah sesuatu yang meng-
haruskan pemotongan (tangan). maka orang itu, lantaran yang diam-
bilnya itu, disebut pencuri, (Kh 1/146-147 Mh 2263]
4. Had pencurian
Tangan pencuri wajib dipotong, menurut ijmak umat, [Mh 2263
B2/443 Y9/79 S7/200]
5. Te m p a t p e m o t o n g a n
Umat sepakat bahwa orang yang mencuri dan dipotong tangan
kanannya, teiah memenuhi had pencurian. Tempat pemotongan ada¬
lah ruas telapak tangan (pergelangan), menurut kesepakatan. [Mr 135
Y9/97 B2/443 S7/205 F12/80 (dari sebagian ulama)]
135
8. Siapa yang wajib dikenat had pencurian
Disepakati bahwa orang yang mencuri dan penyimpanan -dari
selain rampasan perang dan Baitil Mai (Kas Negara) -dengan ta-
ngannya, tidak dengan suatu alat, sendirian, sedang dia baligh, waras
{'aaqil atau tidak glia, musiim, merdeka (bukan hamba sahaya), tidak
di Tanah Suci Mekkah, tidak di Daarul, Hart, mencuri bukan dari istri/
suaminya, bukan dari mahramnya, dan tidak dalam keadaan mabuk,
tidak terpaksa karena kelaparan, tidak dipaksa, mencuri harta yang
dimiliki yang memperjualbeiikannya halal bagi orang Islam, dia men¬
curi bukan dari orang yang menghasab miliknya, dan nilai barang
yang dicurinya itu mencapai sepulub diitiam uang perak murni de¬
ngan timbangan Mekkah, yang dicurinya bukan berupa daging dan
bukan binatang sembelihan, bukan sesuatu yang dimakan atau di-
minum, bukan burung, bukan binatang buruan, bukan anjing, bukan
kucing hutan, bukan tinja, bukan kotoran, bukan debu, bukan wa-
rangan (arsenikum), bukan ketikil, bukan batu, bukan bahan gerabah
(tembikar), bukan kaca, bukan emas, bukan bambu, bukan kayu, bu¬
kan buah-buahan, dan bukan keledai, bukan binatang yang lepas,
bukan mushaf, bukan tanaman di tanahnya, bukan kurma dikebun-
nya, bukan pepohonan, bukan seseorang yang merdeka, bukan ham¬
ba sahaya yang bisa bicara dan berfikir, dan si pencuri tidak menim-
bulkan jinaayah (tindak kriminal) pada suriannya sebelum dikeluarkan
dari tempat penyimpanan yang tak diizinkan dimasuki olehnya, dia
mengeluarkan sendiri curian itu dari penyimpanannya, dan semua itu
ada saksi dua lelaki yang patut memberi kesaksian (memenuhi
persyaratan sebagai saksi; Pent.)
Serta keduanya tidak berbeda (dalam kesaksiannya) dan tidak
mencabut persaksian mereka, sedang si pencuri tidak mengaku
pemilik barang yang dicurinya, dan tangan kirinya utuh, juga kaki
kanannya, tidak kurang suatu apa pun, orang yang kecurian tidak
menghibahkan kepadanya apa yang dicurinya dan tidak memberi kan-
nya setelah pencurian, si pencuri tidak mengembalikan curiannya
kepada si pemilik, saksi-saksi yang hadir menyaksikan adanya pen¬
curian, serta pencurian itu belum satu bulan, maka orang yang men¬
curi tersebut wajib dijatuhi had pencurian [Mr 135 B2/437, 441]
136
budak wanita (amah) dalam pencurian sama seperti had orang mer
deka (Mh 1977 B2/437]
dan pendukung-pendukungnya.
Pintu rumah dan penutupnya merupakan penyimpanan, menu-
rut kesepakatan mereka [6 2/440]
13) Sufyan All Tsaurl berpendapat bahwa pemotongan tangan hanya dijatuhkan
dalam pencurian mencapai sepuluh dirham. Alasannya, karena tangan
adalah sesuatu yang terhormal menurut ijmak, maka tidak boieh
dipermubahkan kecuali oleh sesuatu yang diijmaki (disepakati).
14) Orang yang mencuri dari penyimpanan atau bukan adalah pencuri dan
disebut telah metakukan pencurian -tanpa ada perbedaan pendapat. [Mh
2263)
137
kalangan ahlil 'ilmi -kecuali satu pendapat yang disitir dari 'Aisyah, Al
Hasan, dan An Nakha'iy, mengenai orang yang mengumpulkan
barang dan tidak membawa ke luar darl penyimpanannya; dijatuhi
hukuman potong tangan. Diriwayatkan dari Al Hasan pendapat yang
sama dengan pendapat Jamaah. Sementara diriwayatkan dari Daud
bahwa penyimpanan tidak dianggap (sebagai syarat dalam had)
Ini merupakan pendapat-pendapat yang ganjil (syaadz), dan
tidak pasti dari orang-orang yang pendapat-pendapatnya dinukil.
Sebab para ahli fiqh telah sepakat bahwa orang yang mencuri dari
suatu rumah {apartemen dari sebuah bangunan) yang tidak dihuni
secara bersama, orang itu dipotong tangannya sampai dia keluar dari
rumah itu. [Y 9/87 B2/440]
16. Pencurian harta dari tangan orang yang diberi hak atasnya
Bila seorang mudlarib (orang yang dipercaya meniagakan
harta) menyimpan harta mudlarabah (akad penyerahan harta untuk
diniagakan), atau orang yang dititipi menyimpan barang titipan, atau
peminjam menyimpan barang, pinjamannya, atau seorang yang di-
serahi menyimpan harta yang diserahkan, kemudian harta/ barang
yang disimpan itu dicuri orang yang terkena hukuman potong tangan.
Dalam hal ini tidak diketahui ada yang menentang. [Y 9/92]
138
ini tidak diketahui ada khilaf. fV 9/84]
2 3 Memotong uang
Barang siapa memotong uang dittIam'^ dia dijatuhi hukuman
potong tangan. Ini merupakan tindakan Abdillah bin Zubair dan tak
diketahui ada yang menentang dari kalangan Sahabat (Mh. 2286]
15) Art! "memotong uang-uang dirham" pernah uang dirham berlaku sebagai
mata uang dan bertaku sistem nilai jumlahnya. bukan berat timbangannya,
orang yang mempunyat tanggungan uang dirham atau dinar disebut
"memotong uang" apabila dia menggunting bulalan mata uang dan
memberikan jumlah hitungannya kepada pemilik hak. dan dia mengambil
keuntungan dari guntingan tebihannya untuk dirinya sendiri. {Mh 2286}
139
Semua ahlul 'ilmi yang terawat pendapatnya sepakat bahwa
bila dua orang saksi memberi kesaksian mengenai pencurian harta
orang yang tidak ada di tempat, apabiia punya wakil yang hadir dan
menuntut, maka si pencuri dijatuhi hukuman potong tangan: kalau
tidak, si pencuri tidak dipotong tangannya. [Y 9/115 (dan Ibnul
Mundzir)]
140
Y9/115 (dari ibnul Mudzir)]
5. HAD QADZAF
1. Hukum Qadza/
141
Qadraf (melempar tuduhan zina) diharamkan menurut ijinak
umat. [Y 9/56)
142
buktikan perzinaan orang yang dituduh atau dia tidak mengakui apa
yang dituduhkan.
Bila si penuduh suami sendiri, ditentukan syarat ketiga, yaitu ia
menolak li'an (bersumpah dengan melaknati dirt dengan ketentuan-
ketentuan tertentu dalam babnya, Pent.). Dalam hal ini semua tidak
diketahui ada perbedaan pendapat.
Atas dasar ini, telah disepakati bahwa had tidak dijatuhkan atas
orang yang melempar tuduhan zina kepada seseorang yang terbukti
berzina, bila menuduhnya dengan perzinaan yang terbukti itu, tidak
dengan lainnya. [Y 9/57-58 Mr 134 B2/432 Mh 2218, 2228, 2249 F
12/145 (dari Ibnu! Baththaal)]
143
12. Syarat-syarat pelempar tuduhan zina
Telah menjadi kesepakatan bahwa syarat orang yang melem-
par tuduhan zina (qadzif) antara lain: baligh, berakal sehat, baik lelaki
atau perempuan, merdeka atau hamba, muslim atau nonmusiim [B
2/431 Y9/56]
144
18. Menuduh lawan bagi saksi
L=Saksi//50, him. 669 i
16) Penukilan ijmak ini perlu dKinjau. Sebab ada riwayat dan Ibnu Umar dengan
sanad yang shalih, bahwa orang yang melempar tuduhan zina kepada budak
wanita yang punya anak dari orang lain (umuml-waladii-aakhai). dijatuhi had.
Ini pendapat Al Hasan, Ahlul Ohahir, Malik, dan Jama'ah. [F 127156]
145
25. Ketidaktahuan orang yang dituduh (diqadzaf)
Orang yang berkata: "Jika ada orang yang melempar tuduhan
Zina kepadaku, orang itu anak pezina." lalu ada yang melempar tu¬
duhan Zina kepadanya, maka ia tidak dijatuhi had, menurut ahlul 'ilmi
[Y9/75]
29.
Banyaknya pelempar 'tuduhan zina terhadap seorang ter-
tuduh'
146
atau dengan satu perkataan. ditetapkan satu had terhadapnya. [Mr
1324]
1. Hukum hadyu
Semua sepakat bahwa hadyu (persembahan temak) ada yang
wajib dan ada yang sunnah. Yang wajib ada yang sebab nadzar, ada
yang merupakan sebagian dari upacara haji, dan ada yang karena
merupakan denda {kaffarah). [B 1/363]
2. Nadzar hadyu
Telah disepakati bahwa kewajiban hadyu merupakan ketetapan
atas orang yang bemadzar dengan nadzar yang digantungkan pada
sesuatu yang bukan maksiat; seperli misalnya bemadzar dengan
mengatakan: "Jika demikian, saya bemadzar akan mempersembah-
kan hadyu litlahi ta'alaa." [Mr 46]
147
boleh berpindah dari persembahan temak {hadyu) itu ke puasa. Ini
juga telah disepakati bersama {mujma 'alaih), sebab telah disetujui
bahwa kaffarah famaffy'itu ditunaikan secara lertib (berurul); hadyu
dulu, baru puasa.
Dan telah menjadi kesepakatan bahwa bila orang sudah ber-
puasa tiga hari pada sepuluh yang pertama dari bulan Dzulhijjah,
berarli telah melaksanakan puasa itu pada tempatnya. Dan itu hanya
dapat ditakukan setelah ihram haji. Ini pendapat Sayyidatina 'Aisyah
dan Sahabat Ibnu ’Umar, serta tak diketahui ada yang menentang
beliau berdua dari kalangan para Sahabat. Juga telah disepakati bah¬
wa bila orang berpuasa tujuh hari di tengah keluarganya (setelah
pulang haji), itu telah mencukupinya. Daiam pelaksanaan puasa itu
tidak diwajibkan berturut-turut. Ini pendapat Ats Tsaury, Ishak dan
Ahmad, serta tidak diketahui ada seorang pun yang menentangnya.
Demikianlah; dan menurut ijma', puasa tujuh hari itu tidak boleh
dilaksanakan pada hari-hari tasyrieq (tanggal-tanggal 11,12 dan 13
Dzulhijjah; ed.). [Mh 835 B1/356, 357 Y3/426, 428, 491, 10/30 M
7/181, 185, 190 (dari Ibnul Mundzir),
148
Ulama sepakat bahwa kewajiban hadyu difardlukan atas orang
muhshar (yang terhalang melaksanakan ibadah haji, padahal sudah
berangkat; ed.)'® [Mr 46 B1/360]
18) Ibnu Taimiyah berkata: 'Tidak hanya seorang yang menukil dari Imam Malik
bahwa hadyu tidak wajib atas muhshar. Ini merupakan pendapat yang
masyhur dari mazhab Imam Malik. [Mr 46]
149
(selesai) dari ibadat haji. (Mh 473 N3/112 (dari Ibnu Hazm)]
15. Penentuan/ladyu
Barang siapa mewajibkan hadyu atas dirinya dengan ucapan:
"Ini wajib atas diri saya", atau menyatakan hadyu wajib atasnya dan
menentukannya, maka kewajibannya -- sebagai hadyu -tertentu
pada apa yang ditentukannya itu, dengan tidak dapat bebas dari
langgungan terhadap (hewan) yang sudah ditentukan tersebut. la
merupakan tanggungannya.
Maka bila hewan itu rusak (mati), dicuri, hilang atau semisal-
nya, ia tidak bisa melampauainya, dan kewajiban itu kembali kepada
tanggungannya (Artinya -waliahu a'lam -kalau yang ditentukan
unta, ia menanggung unta; kalau sapi, menanggung sapi, dan sete-
rusnya, tidak boleh diganti jenis yang lain jika hewan itu mati, hilang
dansebagainya,Pent.).Dalamhalinisemuatidakdiketahuiadayang
berbeda pendapat. Dan ya/z (boleh; ed.) mengganti hadyu yang lebih
rendah harganya (misalnya kambing; Pent.) dengan yang lebih afdol
(sapi, misalnya; Pent.)^® (Y 4/478, 479 N5/100 (dari sementara
ulama)]
20)Kalaubanar,makainimerupakanhujjahbagimerekayangmempergunakan
hujjanijmakbagikejaizansemata-malamengganti(hewanhadyu)dengan
yang lebih afdol. Tapi perlu dikaji kebenarannya, sebab Imam Syafi'iy dan
sementara orang Hanafiah telah berhujjah dengan hadits ibnu Umar yang
menyatakan: "Sahabat Umar sudah menetapkan hadyu seekor unta najib
(unta yang kuat, ramping dan cepat larinya N5/100) lalu beliau ditawari untuk
memberikan unta tersebut dengan harga tiga ratus dinar. Kemudian beliau
menghadapNabisawdanbetkata:"YaRasuiulJah,sayatelahmenetapkan
hadyu seekor unta najieb. lalu ada yang memberi saya tiga ratus dinar dan
saya jual serta hasil penjualannnya saya belikan unta badanah." Nabi s a w
pun bersabda: "Jangan. Sembeiihlah unta najieb itu saja Hadits ini
diriwayatkann oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Bukhary dalam
Tan'kh-nya. ULama-ulama menjadikan hadits ini sebagai hujjah untuk
melarang segala tasarruf (transaksi apa saja terhadap hewan hadyu),
meskipu mengganti dengan yang lebih afdol. [N 5/100]
150
orang. Dalam hal ini terjadi ijmak para Sahabat.
Mereka teiah sepakat bahwa tidak diperkenankan bersama-
sama menghadiahkan rtadyu-wajib iebih dari tujuh orang.^' [Mr 154
Mh 836 B1/421 (dari At-Thabawy) S5/439 F3/421 N5/101,102, 121
(dari At-Thahawy dan ibnu Rusydi dan Ai Mahdy)]
19. Te m p a t p e n y e m b e l i h a n h a d y u
Uiama teiah sepakat bahwa menghadiahkan setiap dam yang
wajib atau setiap hadyu sunnah, dan berwuquf di Arafah lalu me-
nyembelih hewan {dam atau hadyu) tersebut, atau memotongnya di
Mekkah, teiah mencukupi (sebagai pemenuhan ketentuan). Uiama
juga sepakat bahwa tidak diperkenankan bag! seorang pun menyem-
21) Teiah disepakali bahwa tidak boleh bersama-sama dalam hadyu Iebih dari
sepuluh orang. [Mr 154]
22) Sebagai uiama menyatakan ada ijmak alas tidak adanya hadyu dan
pengalungannya {taqiiedhadyu). Pernyataan ini tertolak dengan apa yang
teiah diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, 'Atha', Ubaidillah bin Abu Yazied, Abu
Jakfar Muhammad bin AN dan lain-lam; mereka mengatakan: "Kami melihat
kambing mendahului idepan dengan berkalung {muqelladah). [F 3/431]
151
belih di Ka'bah.
7. HAD ZINA
1. Hukum Zina
152
yang sah atau syubhat nikah dan bukan milku yamien (pemilikan
dalam hak perbudakan). Ini sudah kesepakatan ulama Islam. [B
2/224 Y9/25)
153
8. Perkawinan seorang wanita merdeka dengan hamba saha-
yanya
L=Nikah//51,hlm,549
23) Kata-kata Ibnu Abbas "dan dikirim" bukan merupakan dalil yang menunjuk-
kan bahwa beliau tidak mewajibkan pengasingan. malah kata-kata itu dimak-
sudkan dikirim ke negeri lain [Mh 2203]
154
11. Had pezina yang merdeka dan muhshan
Kaum muslimin sepakat bahwa, pezina muhshan (yang sudah
kawin), apabila berzina dengan sengaja, sadar. atas kehendak sendiri
(tiak dipaksa), hadnya adalah rajam hingga rnati.^* Menurut Khawarij
dan Mu'tazilah, tidak ada rajam. Kaum muslimin juga sepakat bahwa
ihshaan (keadaan sudah kawin) merupakan syarat rajam. (B 2/426 Mr
129 Y9/4, 7, S7/209, 213 F12/98 (dari Ibnu Baththaal) N7/90-91)
13. Syarat-syarat/Yishaan
(1) Islam: bahwa Islam merupakan syarat ihshaan yang me-
nyebabkan rajam, adalah merupakan kesepakatan.
(2) Merdeka: kemerdekaan merupakan syarat ihshaan. menu-
rut ijmak. Abu Tsur berkata: "Budak laki-laki atau perem-
puan adalah muhshan-muhshan yang dirajam bila ber-
zina." Dari Al Auza'iy diriwayatkan pendapat bahwa
hamba sahaya yang punya istn wanita merdeka adalah
muhshan. dan dia bila berzina, dirajam. Kalau isttinya bu¬
dak {amah] dia tidak dirajam. Pendapat-pendapat ini ber-
tentangan dengan ijmak.
(3) Bersanggama dalam nikah yang sah: Arti ihshaan terda-
pat pada perkawinan yang disertai persanggamaan pada
gubul (vagina). Ini ijmak.
Kalau dalam pernikahan tak terjadi sanggama, maka tak terjadi
ihshaan, baik dalam pernikahan itu terjadi khalwah (berdua-duaan
dalam kesendirian) atau terjadi hubungan intim tidak pada farji atau
hubungan pada dubur (anus) atau pun tidak terjadi sesuatu seperti
itu. Dalam hal ini tidak ada khilaf.
24) Disepakati bahwa sebelum dirajam, pezina muhshan Itu dicambuk dulu
seraius kali. [Mr 129]
155
14. Tetapnya ihshaan oleh pernyataan perempuan
Apabila seorang istri berkata bahwa suaminya telah menyang-
gamainya, maka ketentuan ihshaan berlaku, tanpa perbedaan penda-
pat yang dikelahui. [Y 9/11]
25) Ulama sepakat bahwa rajam dapat dengan batu. atau tanah keras, tulang,
tembikar, kayu dan lain sebagainya yang dapat membunuh, dan tidak mesti
dengan batu saja. [S 7/220]
26) Tidak digali liang bagi orang yang dirajam, dengan tanpa khilaf yang
diketahui. (Y 9/5]
156
Kaum muslimin telah sepakat bahwa had hamba sahaya yang
lidak muhshan dan budak wanita yang tidak muhshanah adalah se-
paruh had orang merdeka yang {idak muhshan, yaitu lima puluh cam-
bukan.
Umat telah sepakat bahwa budak wanita, bila muhshanah.
27
hadnya lima puluh cambukan, dan dia tidak dirajam menurut ijmak.
[2/40, 428 Mr 131 Mh 2184, 2202 S7/239 N7/121 (dan Al Mahdy)]
19. Setiap pezina mempunyal /ladtersendiri
Ulama sepakat bahwa jika salah seorang dari dua pezina orang
yang muhshan, sedang yang lain tidak muhshan. masing-masing me-
miliki hukumannya sendiri-sendiri. [Mr 130-131]
20. Zina dengan wanita merdeka dan amah (budak wanita)
sama saja
Dua dari kalangan ahlul Islam tidak berbeda pendapat menge-
nai bahwasanya pezina dengan wanita merdeka /?ad-nya sama de¬
ngan pezina dengan amah (amah: budak wanita). [Mh 349]
27) Hamba sahaya yang muhshan. bila berzina, hadnya lima puluh cambukan,
menurut kebanyakan ahii Fiqh. [Y 9/18]
157
rempuan anu, melihat dza#car (penis) orang tersebut keluar masuk
farji si perempuan anu seperti tangkai cela keluar masuk wadah
celak, dan bahwa saat zinanya itu kurang dart satu bulan, serta
mereka berempat tidak berbeda sedikit pun dalam persaksian dan
lidak goyah (berbelit-belit) dalam persaksian. sedang si pezina ber-
keras mengingkarinya, dan tidak ada pembuktian dari para orang
wanita bahwa si perempuan anu itu perawan, dan tak terbukti bahwa
si orang tersebut "putus dzakar”.
Dan telah sah ijmak atas bahwasanya selain persaksian de-
ngan melihat alat ketamin lelaki keluar-masuk alat kelamin perem¬
puan, bukanlah persaksian zina. Dan dengan itu penuduh zina tidak
bebas dari had. (Mr 53, 130 Mh 1786, 2226 B2/429 430 453 S
7/213 Y9/40, 41, 50. 10/216 N7/106]
26.
Kapan saksi-saksi dicambuk sebagai pelaksanaan had
qadzaf
Bila saksi tidak mencapai empat orang, mereka semua terkenai
had qadzaf, sesuai dengan ijmak para Sahabat. (Y 9/43 Mh 2218]
27. Persaksian wanita dalam zina
Persaksian saksi-saksi wanita dalam zina tidak diterima. Dalam
hal ini tidak diketahui ada khilaf. kecuali satu liwayat dari 'Atha' dan
Hammad, yang dalam zina ini menerima persaksian tiga lelaki dan
158
dua perempuan. [Y 9/40, 41]
28) Adapun pendapat para Sahabat. riwayat yang bersumber dari mereka ber-
beda-beda. Seorang wanita pernah diadukan kepada Sahabat Umar bin Al
Khatthab, dia tak punya suami, lapi hamil. Ketika Sahabat Umar menanyai-
nya, wanita itu menjawab: 'Saya adalah seorang wanita yang ’berat kepala':
seorang lelaki telah meniduri saya pada saat saya sedang tidur, saya baru
terbangun setelah dia selesai (melampiaskan nafsunya)." Maka Sahabat
Umar melindungi (tidak menghukum had) wanita tersebut.
Dan diriwayatkan dari Sahabat Ali dan Ibnu Abbas pendapat mereka berdua.
Bila dalam had dijumpai "barangkali" dan "kalau-kalatj". hukuman had tidak
bisa diberlakukan. [Y 9/52] (maksudnya -Wallahu a’lam bishawab -
hukuman had tidak dilaksanakan bila dalam had masih ada kemungkinan-
kemungkinan yang meragukan, tidak pasti. Pent.).
159
33. Pernyataan kawin lelaki dan wanita
Bila seorang wanita disetubuhi seorang lelaki dan wanita itu
berkata; "Dia ini suami saya," dan si lelaki berkata; "Dia ini istri saya,"
dan hal itu tidak diketahui, mereka berdua tidak dijatuhi hukuman had
menurut pendapat Sahabat AN di depan para Sahabat, dan tak se¬
orang dari mereka menentangnya.^* [Mh 2206 (dari sebagian ulama)]
34.
Pengakuan memiliki budak wanita setelah bersanggama
Kalau seorang lelaki menyetubuhi seorang budak milik orang
lain, dan orang yang mengetahui bahwa budak wanita itu miliknya
berkata: "Dia telah membeli budak wanita itu dariku", dan si ielaki
{yang menyetubuhi budak) mengiyakan, dan si budak wanita menga-
kuinya, mereka berdua tidak dijatuhi hukuman had. Dalam hal ini tak
3 0
seorang pun berbeda pendapat.
29) Ucapan seseorang selain RasuluHah saw tidak menjadi hujjah. [Mh 2206]
30) Pengakuan ijmak (tak seorang pun berPeda pendapat dari mereka)
merupakan ucapan berdasarkan dugaan fdhann) yang tidak sah. [Mh 2206]
31) Imam Abu Hanifah mengambil pendapat Sahabat Umar, sedang ulama laln-
nya mengatakan Itu semua zIna dan dikenai had. Demikianlah, dan riwayal
dari Sahabat Umar Itu pun berbeda. Satu riwayat menyatakan bahwa ada
seorang wanita yang kelaparan menjumpai seorang penggembaia dan wani¬
ta itu minta makanan darinya. Sang penggembaia trdak memberinya, kecuali
si wanita itu mau menyerahkan dirinya. Maka Sahabat Umar mengatakan:
"YaAmifulMukminin, Aku sedang menggembaia kambingku, ketika datang
seorang lelaki dan mengguncang untukku dari buah kurma. lalu menggun-
cang untukku dari buah kurma, lalu mengguncang unttukku dan buah kurma,
lalu menkturiku (menyetubuhiku). Sahabat Umar berkata; "Apa kau bilang?"
Sang wanita pun mengulangi kata-katanya. Sahabat Umar pun berkata sam-
bilmemberi isyarat dengan tangan beliau. "Maskawin, maskawin, maskawin. "
Kemudian Sahabat Umar meninggalkan wanita tersebut. [Mh 2213 Y9/52J
160
nyak), hanya satu had yang wajib atasnya. (Mh 2305 Mr 133]
8. HMD (MENSTRUASI)
1. Batasan darah haid
Ulama sepakat bahwa darah yang hitam pekat adalah haid bila
muncul di hari-hari haid dan tidak melebihi tujuh hari dan tidak kurang
dari tiga hari. [Mr 23 Mh 254]
32) Sementara ulama mengatakan bahwa minimum (paling sedikit) waktu haid
adalah sehari semalam, menurut ijmak. Ini tidak benar, sebab Al Auza’iy
mengatakan bahwa dia mengetahui seorang wanita yang malam suci, siang
haid. Sedang imam Malik dan Imam Syafi'iy mewajibkan wanita, sebab
melihat "pancaran darah". ontuk tidak mengeijakan salat, be/buka (bag! yang
berpuasa), mereka juga mengharamkan sanggama. Ini semua ketentuan-
ketentuan haid. Jadi pernyataan sementara ulama tersebut gugur.
Imam At Thabaryy mengatakan, ulama telah sepakat bahwa apabila anita
"melihat darah" sesaat, lalu terputus. darah itu bukanlah haid Ijmak yang
dikatakan Imam At Thabary ini tidak benar, sebab menurut mazhab Imam
Malik sedikitnya haid adalah satu pancaran (sekali keluar). (Mh 266 M2/392)
33) Sementara Ulama mengatakan bahwa Ulama telah sepakat bahwa selama-
lama haid adalah lima belas hari. Ini tidak benar: sebab benar-benar diriwa-
yalkan ada wanita yang haid selama tujuh belas hari. Dan diriwayatkan dari
161
6. Minimum dan maksimum suci
Minimum masa suci (wanita) fidak ada batasnya. Ini pendapat
Ibnu 'Abbas dan tidak seorang pun yang meneniangnya di kalangan
Sahabat.^ Sedang masa paling lama juga tidak ada batasnya,
menurut Ijmak, Ulama juga telah sepakat bahwa "bagian putih"^* yang
bersambung ferus-menerus dalam sebulan kecuali sehari adalah
benar-benar suci. Dan barangsiapa haid sehari dan suci sehari
secara terus-menerus, ijmak umat menetapkan bahwa setiap bersih
tidak dijadikan masa suci tersendiri yang sempurna. [Mh 264, 267,
268, Mr 24 M2/388, 392, 505 (daii Al Ghazaly dan Ar Rafi'iy)]
7. Membersihkan dengan lap
Membersihkan darah haid dengan lap, hukumnya tidak wajib
menurut ijmak. [Mh 124]
kami dengar adalah tujuh belas hah." Dan dari wanlla-wanita Alu Maajisyun
diriwayatkan bahwa mereka haid tujuh belas hah. Sedang paling lamanya
haid tidak ditentukan waktunya bagi kita, maka kita pegang saja paling
banyak yang pernah dikatakan.
34) Sementara ulama mengatakan bahwa minimum suci adalah lima belas hah,
menunjt l]mak. Pernyalaan ini ditolak. Perbedaan pendapat {khilafi mengenai
itu tersiar luas.
36) Ketetapan haid dan suci adaiah dengan pembuktian, bukan dengan ucapan
wanita yang bersangkutan. Demikian pendapat Sahabat Alt, dan tidak sah
dari seorang pun dari kalangan Sahabat pernyataan berbeda pendapat
dengannya. [Mh 267]
162
masak, membikin roli, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Dalam hal ini
ulama telah sepakat. (Ini, juga no. 11 dan 20, mempakan kebahkan
dari peraturan agama Yahudi, lihat juga Perjanjian Lama\ ed) [S
2/338 (dari At Thabary) M2549 (dari At Thabary)]
Ulama sepakat bahwa wanita yang haid, bila telah melihat ke-
sucian (habis masa haidnya; Pent.), maka menyanggamainya haram
sebelum wanita tersebut mencuci kemaluannya (farjinya) atau ber-
wudlu.” [Mr 24 M2/382 (dari At Thabary)]
37) Menyanggamai istri yang haid hukumnya haram sebelum mandi. lanpa
perbedaan pendapat. Ini seperti ijmak dari kalangan ahlul ‘ilmi. Imam Abu
Hanifah mengatakan. apabila darah terhenli pada lebih dari maksimum haid.
163
18. Bersuci dari haid
L=Mandi, Tayammum, him. 444
atau waktu salat teiah melewati wanita yang haid itu, maka boieh menyang-
gamainya, meskipun belum mandi dan belum berwudlu serta belum mencuci
farjinya. [Y 1/203 (dari Ibnul Mundzir dan Al Marwazy)]
164
25. Mandi orang haid untuk ihram
L= Ihram//6, him. 229
9. HAJI
1. Hukum Haji
Haji merupakan fardlu 'ain (wajib per kepala] atas setiap orang
yang mampu, menurut ijmak kaum musllmin. [M 7/7 B1/308)
2. Keutamaan Haji
Tidak ada khilaf bahwa orang yang berhaji lebih utama dari
orang yang tidak berhaji, orang berhalangan melakukannya. [Mh 485)
3. Tempat Haji
Ulama berijmak bahwa haji itu ke Mekkah, tidak ke lainnya. [Mr
41).
L=Makkatui Mukarramah, him. 436
4. Bulan-bulan Haji
Telah disepakati bahwa bulan Syawal, Dzul Qa'idah, dan sem-
bilan hah dan buian Dzul Hijjah adalah waktu ihram haji dan merupa¬
kan bulan-bulan haji. Selain itu bukan termasuk bulan haji. [Mr 45 B
1/315 M7/132 (dari Al Mahamily) F3/327 N4/302)
165
baligh, merdeka, berkemampuan badan dan harta, serta berkeadaan
aman. [Y 3/196 B1/309 M7/84]
166
13. Izin suami pada haji
Ulama sepakat bahwa suami mempunyai hak melarang istrinya
melakukan haji sunnah, dan tidak berhak melarangnya menunaikan
haji yang dinadzari, sebab ini wajib atasnya, menyerupai haji Islam
(haji rukun Islam).’® (dari ibnul Mundzir) S5/267]
14. Haji orang yang tak berkhitan
Haji orang tak berkhitan sah, menurut segenap ulama. [M 7/47]
15. Taklief haji atas orang sakit yang faqir
Orang sakit yang tidak dapat diharap kesembuhannya, dan
orang tua yang tidak mampu bepergian, bila tidak menemukan orang
yang menggantikannya (mewakilinya), tidak wajib haji -- tanpa ada-
nya khilaf. [Y 3/205J
39) Seorang suami tidak berhak melarang istrinya melaksanakan haji yang
merupakan rukun Islam (haji Islam) Ini pendapat mayorilas ahlul V/mr, antara
lain An Nakh'iy. Ishaq, Ahmad, Abu Tsur, dan yang shahih dari qaul Syafi'iy.
Di samping itu beliau punya qaul lain yang menyatakan suami berhak
melarangnya. (Y 3/216. 477]
167
an terhadap kejelasan Sunnah. [Y 3/209 S6/26 F4/52 (dari Ibnu
Bathihaal)]
168
30. Waktu Ihram Haji
Ihram sejak awal Dzul Hijjah atau sejak hah tarwiyah hukumnya
jaiz, menurut ijmak. Dan ulama sepakat bahwa ihram haji tidak dibo-
lehkan sebelum bulan-bulan Haji.*'’ (S 5/209 Mh 1535 F3/299]
3 4 . W a k t u Ta l b i a h
Telah disepakati bahwa waktu talbiah adalah waktu keluar dan
selesai melemparkerikil terakhirdari tujuh kerikil dari hari Nar{\g\. 10
Dzul Hijjah) dalam Jumrah 'Aqabah, sefelah terbit matahari.*' [Mr 44]
40) Adalah mengharamkan ucapan orang yang mengalakan bahwa ulama telah
sepakat bahwa orang yang ihram di luar bulan-bulan haji berkewajlban ihram
apa saja. Kalau tidak boleh sebagai umrah la merupakan haji. Ini keliru dan
hanya prasangka, bukan ijmak. [Mh 819]
169
dengar diri sendiri, [S 5/368 Y3/298 (dari Ibnu 'Abdil Barr B1/326
(dari Ibnu 'Abdil Barr)]
Adalah sunnah bagi para jemaah haji untuk tidak keluar dari Mi¬
na sampai matahari menyingsing; ini sudah kesepakatan [S 5/307 N
5/57]
buh- Juga sudah merupakan ijmak bahwa ini bukan syarat sah haji
bagi orang yang sempit waktu. [B 1/335 Y3/365 (dart Ibnul Mundzir)
F3/400 (dari Ibnul Mundzir)]
170
'Amir. 'Uranah sendiri tidak termasuk Arafah. Ini merupakan ijmak.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa batas Arafah adalah dari gunung
yang menjorok di atas lembah 'Uranah hingga Pegunungan Arafah,
sampai Washieq, sampai pertemuan Washieq dan Lembah 'Uranah.
Sedang Imam Malik mengatakan, 'Uranah termasuk Arafah. [M 8/110,
119 S5/309]
42) Itinu Taimiyah berkata: "Salah satu dua qeul dan yang lebih masyhur dari
Mazhab Ahmad menyatakan bahwa cukup wuQuf sebelum matahari
tergelincir (zawaa/), meskipun bertolak (dari Arafah) sebelum lingsir. Tapi
yang bersangkulan wajib membayar dam. seperti kalau bertolak sebelum
maghrib. [Mr 41]
171
{dari Ibnul Mundzir, Al Abdary dan Abi Thayyib) Mr 41,42, B1/337 Y
3/373, 474]
172
Menjamak ini sunnah. Riwayat dari Imam Syafi’iy menyatakan bahwa
Jamak tidak diperkenankan kecuali bagi mereka yang antara mereka
dan tanah aimya terdapat jarak 16 {enam betas) farsakh (satu farsakh
kira-kira 8kilometer, menurut Munjidut-Thullab: Pent.), disamakan
dengan qashar salat. Dan ini tidak benar. [S 5/313,413 Mr 45 Mh 871
Y3/367 {dari Ibnul Mundzir) B1/165 M4/256 8/101 F3/414 N5/58
(dari Ibnul Mundzir)]
43) Malikiyah dan Hanafiyah tidak sependapat mengenai hal ini. [F 3/455]
173
59. Tidak menjamak salat dhuhur dan ashar di Arafah
Semua sepakat, tanpa ada yang berbeda pendapat, bahwa
Imam, bila salat dhuhur di Arafah pada waktu dhuhur, kemudian
mengakhirkan asharnya htngga waktu ashar, ia bersalah; menurut
sementara ulama, salatnya tidak jadi. [Mh 335]
174
66. Menjamak maghrib dan 'isya di Muzdalifah
Ijmak kaum muslimin menyatakan bahwa kesunnahan bagi
orang yang bertotak dari Arafah adalah mengakhirkan maghrib sam-
pai waktu 'isya, dan pengakhiran ini dengan niat jamak, kemudian
men-jamak keduanya di Muzdalifah di waktu 'isya -- salat maghrib
dulu, laiu 'isya, baik salat bersama Imam maupun sendirian. (M 4/256,
8/127, 135 S5/317, 318 Mr 45 Mh 871 B1/165 Y3/375, 376 (dari
Ibnul Mundzir) F3/410, 412 (dari Ibnul Mundzir) N3/219, 5/58, 63
(dari Ibnul Mundzir))
44) Ini dikaburkan oleh apa yang ada dalam Shahieh Al Bukhary dan Ibnu
Mas'ud, bahwa beliau salat maghrib dl Muzdalifah dan sesudahnya salat dua
raka'at, lalu meminta makan malam dan beliau pun makan malam, kemudian
memerintahkan adzan dan iqamat lalu salat 'isyaa. [F 3/412 N3/219]
175
3/414 (dati Ibnu Qudaamah)]
72.
Menginap di Mina pada malam-malamTasyr/eg
Menginap di Mina pada malam-malam Tasyrieq (11-13 Dzul
Hijjah; Pent.) diperintahkan. Ini menjadi kesepakatan. {muttafaq
’alaih). [S 5/437]
176
Kerikil-kerikil untuk melempar jumrah-jumrah boleh diambil di
mana saja, tanpa khiiaf. Adapun orang yang melempar dengan batu
yang diambilnya di lempal pelemparan, lidak mencukupi -- menurut
Ijmak.
Imam Syafi'y mengatakan: mencukupi !! tapi ini bertentangan
dengan Ijmak. [Y 3/381, 382 M8/149 (dari Ibnul Mundzir))
177
kerikil serta berhenti dan berdoa seperti pada jumrah yang pertama,
kemudian melempar Jumrah Al 'Aqabah, memasuki Lembah, meng-
hadap kiblat dan tidak berhenti berdiri di situ (seperti sebelumnya).
Pelemparan di hari kedua seperti pelemparan di hah pertama menge-
nai waklu, sifat dan caranya. Dalam hal ini tidak ada khilaf.
Dan telah disepakati bahwa orang yang melempar dianggap
cukup memenuhi ketentuan melempar apabila kerikil-kerikilnya jatuh
di tempat pelemparan, bagaimanapun melemparnya dan dari mana
pun. Apabila jatuh di luar tempat pelemparan, menurut pendapat
ulama semua tidak mencukupi, dan menurut kesepakatan mereka
lemparan harus diuiang.
Apabila melempar kerikil dan jatuh di suatu tempat, kemudian
menggelinding sendiri jatuh ke tempat pelemparan, menurut Ijmak
cukup. [BI/341 Mh 835 Y3/85-386, 404, 407 55/418,419,421 (dari
Ibnul Mundzir) M8/150, 226, 227 (dari ibnul Mundzir dan Al ’Abdary)
F3/459, 460 (dari Ibnu Qudaamah) N5/81 (dari Ibnul Mundzir)
81, Ta k b i r w a k t u m e l e m p a r
Takbir, menyerlai setiap kerikil yang dilemparkan, disunnahkan
-menurut pendapat semua ulama.
Kalau tidak takbir tidak dikenal apa-apa, menurut Ijmak. Ats Tsaury
mengatakan: "Orang yang tidak takbir memberi makan, dan bila
menampalnya dengan dam lebih saya sukai." [S 5/418 (dari 'lyaadi)
B1/341 F3/459, 461 N5/67 (dari Ibnu Hajar)]
82. Berdoa ketika melempar jumrah
L//80
178
yang diharamkan karena haji, kecuaii bersanggama/’ wangi-wangian
(memakai minyak wangi dan sebagainya) dan befturu; dalam hal-hal
ini ulama berbeda pendapat. [6 1/358]
4 8
86. Turun di Muhashshab
Jemaah haji yang selesai melempar dan berangkal meninggal-
kan Mina disunnahkan menujur ke Muhashshab dan singgah di situ,
melakukan salat dhuhur dan 'asar, maghrib dan 'isya, dan menginap
di situ di malam ke-14 Dzul Hijjah. Ini disunnahkan menurut semua
ulama, tapi disepakati tidak termasuk manasik. Dan telah disepakati
bahwa singgah di Muhashshab tidak wajib; orang yang tidak melaku-
kannya tidak dikenai apa-apa. [M 8/196 (dan ’lyaadl) S5/435 Y3/410
F3/466 N5/84 {dan 'lyaadl)]
47) Bersanggama setelan melempar jumrah tidak merusakkan haji menurut Ibnu
Abbas dan tak diketahui ada seorang pun dari kalangan sahabat menentang-
riya. [Y 3/436]
48) Muhashshab adalah saiu tempal luas antara dua gunur^g. la lebih dekat ke
Mina daripada ke Mekkah. Dinamakan begitu karena di situ banyak bebatuan
yang terbawa banjir. Disebut juga Abthah dan Khaif Bam Kinanah. [Pent, dari
N5/84)
179
kepala, menurut Ijmak. [S 5/427 M1/455 Y3/390]
180
Ibnu Qudaamah) Y3M02 B1/341 S5/433 M8/164 N5/73 (dari An
Nawawy, Ibnu Qudaamah dan Ibnu Hajar))
49) Barangslapa gagal melaksanakan haji, dia tahallul dengan sa'i dan cukur. Ini
pendapat Umar. Ibnu Umar. Zaid bin Tsaabit, Ibniz Zubair dan Marwan bin
At Hakam, serta tak diketahui ada yang menentang mereka: berani terjadi
ijmak. [Y 3/471,472)
50) Kami tidak mengetahui adanya kesepakatan ulama atas kewajiban meng-
kadal haji sunnah bila rusak (gagal). Sementara ulama menyatakan terjadi
ijmak dalam hal itu. Dan tidak demikian halnya, sebaliknya Kami benar-benar
menemukan perbedaan pendapat yang sahih mengenai ini. [Mr 46]
181
'Abdary) F4/172 (dart At Thahawy)]
51) Sangat mengtierankan pernyataan Ijmak dalam hal ini. Sedangkan benar-
benarsahih bahwa Allah Ta'ala tidak menuntut kekeliruan akibat lupa. Allah
telah berfirman yang artinya: "Dan tidak ada dosa atasmu dalam sesuatj
yang kamu khilaf terhadapnya, tetapi apa yang disengaja oleh hatimu (ilulah
yang ada dosanya)."
182
102. Rafasts^^ daiam haji
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa lidak boleh ada ratals
dalam haji. [Mh 831)
53) Ibnu Taimlyah mengatakan: "Ibnu Hazm dalam kitabnya At Muhalla memilih
kebalikan ini, dan menolak orang yang menyatakan ijmak yang dicentakan
di Sint, dan berkata: ’Berbantahan dengan cara tidak benar (bathii) dan dalam
hal yang tidak benar, secara sengaja dan ingat keihramannya, benar-benar
membatalkan ihram, haji dan umrahnya; karena firman Allah Ta'ala:
(liak rafats, tidak kefasikan)
Katanya lagi: "Termasuk keajaiban dunia bahwa ayat ini datang sebagai-
mana kita membacanya, lalu mereka membatalkan haji sebab rafats dan
tidak membatalkan haji sebab kefasikan." Kata beliau lagi. "Setiap orang
yang sengaja bermaksiat, maksiat apa pun, sedang ia ingat bahwa untuk
hajinya ia harus ihram sampai sempurna melakukan Tawaf Ifadlah dan
melempar Jumrah 'Aqabah, maka batallah hajinya". Bellau mengatakan:
"Yang penting ganjil adalah pernyataan mereka ijmak atas persoalan ini."
Saya berkata: "Ijmak dalam hal ini lebih tampak dalam banyak hal, daripada
yang bellau tuturkan dalam ktiab beliau" [Ur 43]
183
Disepakati bahwa orang yang membaca talbiah dan niat haji
dan umrah sekaligus, serta menggiring hadyu bersamanya ketika
ihramnya, dia bernama orang yang berhaji Qiran (Qaann). Orang
yang berhaji Tamattu', biia memasukkan (menggabungkan) haji pada
umrah sebelum tawaf, tanpa khawatir ketinggalan dalam pelaksana-
an haji telah berbuat hal yang jaiz dan ia menjadi Qaarin (orang yang
berhaji Qiran), tanpa khilaf.
Apabila seorang Qaarin memulai dengan haji dan pekerjaan-
pekerjaan umrah, ia tinggal mempunyai kewajiban cukur, ulama
sepakat bahwa ia tidak lagi Qaarin. [Mr 48 B1/324 Y3/433 F3/329
N4/309]
54) Inl tidak benar. Orang sama seKali tidak sepakat atas apa yang Anda katakan
ini. Kami meriwayatkan dari IbnizZubair bahwa MutawaW ada\ah Al Muhshar
(orang yang terhalang menyempomakan ibadah haji), bukan orang yang
berhaji seielah berumrah. Tidak ada artinya memperhatikan ijmak bersama
dengan datangnya keterangan Nabi saw. [Mh 836]
184
Apabila MutamatW telah tahallul dari umrah, ia disunnahkan
tidak melakukan ihram haji kecuali pada hari Tanv/yaft jika ia mene-
mukan hadyv: Jika tidak ada hadyu, ia disunnahkan mendahulukan
ihram haji sebelum hari keenam Dzul Hijjah. Ada qaul yang menya-
takan, yang lebih afdol ihram sejak awal Dzul Mijjah, baik menemukan
hadyu atau tidak, Kedua-duanya jaiz, menurut Ijmak. Perbedaan
pendapat adalah dalam kesunnahannya (M 7/176]
11 4 . C u k u p n y a r a m a f / u ' s e b a g a i H a j i d a n U m r a h
Tamattu' mencukupi sebagai haji dan umrah, kedua-duanya -
tanpa khilaf. [Y 3/202, 250 F3/336 (dari Ibnu Qudaamah)]
115. Ta h a l l u l M u t a m a t t i ' d a r U m r a h
L=Umrah//21, him. 874
55) Memulai ihram dengan umrah, lalu termasuk haji, atau sebaliknya. Im masih
diperselisihkan. |N 4/309].
185
S«M
umrahnya itu mut'ah.Tak seorang pun mengatakan seperti pen-
dapat Imam Thawus dan Al Hasan itu. [Y 3/421-422 Mr 49]
56) Bersumber dan kata mut'ah -yang artinya enak atau santai -mi diambil
istilah tamattu'dan mutamatti'. Wallahu a'lam. (Pent.).
186
125. Berbaliknya haji sunnah ke fardu
Orang yang memuiai haji sunnah, sedangkan ia masih mem-
punyai tanggungan haji wajib, maka yang sunnah itu berbalik menjadi
haji fardu, dengan kesepakatan ulama. [B 1/284)
127. Te m u a n j e m a a h h a j i
L=Temuan {Luqathah) II 3, him.415 "'
57) Ulama berbeda pendapat mengenal menghayr orang dewasa yang waras
yang menghambur-hamburkan hartanya. Imam Malik, Imam Syafi'iy, Ahli
Madlnah dan banyak Ahli Irak berpendapat; boleh. dengan putusan hakim,
apabila menurut hakim terbukti kefasikan mereka. Dan ini pendapat Ibnu
Abbas dan Ibniz Zubair, Abuu Hanifah, dan segolongan Ahli Irak berpen-
dapal tidak boleh, terhadap orang dewasa. Ini juga pendapat Ibrahim An
Nakh'iy dan Ibnu Sirien. Adapun tentang orang muflis. ulama berbeda pen¬
dapat mengenal jaiznya hakim menghajrnya karena dilarangnya la mentasa-
ru^an harganya sebelum hakim menjual harta ilu dan membagikanrtya
kepada orang-orang yang punya piutang padanya. Bolehkah hakim me-
lakukan itu? Ulama Jumhur berpendapat boleh. [B 2/276, 260]
187
Ulama sepakat atas wajibnya memperhatikan dengan baik
urusan-urusan mahjur 'alaih. [Mr 58]
4.
Pengakuan mahjur 'alaih atas sesuatu yang mengakibatkan
hukuman
Mahjur 'alaih. karena muflis atau safih (idiot; ed.), bila mengakui
sesuatu yang mengharuskan had atau kisas, seperti mengakui ber-
buat zina, mencuri, minum. Qadzaf, membunuh dengan sengaja, me-
motong tangan dan sebagainya, itu semua diterima dan wajib dikenai
hukuman berdasar pengakuannya itu seketika, tanpa ada perbedaan
pendapat yang diketahui. [Y 4/423 (dari Ibnul Mundzir)]
5.
Memerdekakan hamba sahaya oleh mahjur ‘alaih
L=Merdeka I112, him. 473
6 .
Mahjur ‘alaih menjamin orang lain
L=Jaminan (Kafaalah) // 2, him. 279
11 .
Hilangnya bay/-dari anak kecil dan pengaruhnya
Ulamasepakatbahwaanaklelakiyangmempunyaiorangtua
tidak keluar dari hajr kecuali karena telah mencapai umur takiifdan
menunjukkan kedewasaan. Adapun laki-laki yang mempunyai washiy,
ia tidak keluar dari perwalian kecuali dengan pemyataan washiy
188
bahwa sudah dewasa, jika washiy itu ditentukan dari pihak ayah.^ Ini
ada perbedaan pendapat
Wajib menyerahkan harta kepada lelaki yang mahjur 'ataih.
apabila sudah dewasa dan baligh, tanpa khilaf. Adapun anak perem-
puan, tidak diserahkan hadanya kepadanya setelah baligh. sampai
dia kawin dan beranak, atau mengalami masa setahun di rumah
suaminya.
Ini pendapat Umar, dan tak diketahui ada yang menen-tang;
maka jadilah ijmak.*® [B 2/277 Y4/409, 415 (dari Ahmad dan Ibnul
Mundzir)]
11. HAKIM
L=Putusan; Keputusan (Vonis), him. 612
12. H A L A N G
!! Penghalangan dalam warisan
L=Warisan, him, 900
58) Adapun uniuK anak kecil yang ayahnya tidak menenlukan washiy untuknya,
hilangnya haji adalah atas izin hakim dengan washiy (tunjukan) hakim -
menurut perbedaan -pendapat daiam hai itu. (B /277]
189
L=Mukatab, him. 495
L=Merdeka, him. 470
2.
Pengakuan seorang merdeka bahwa dia hamba sahaya
Bila seorang merdeka mengakui kehambasahayaan dirinya,
maka ia adalah hamba sahaya. Dengan putusan inilah Sahabal Umar
dan Sahabat All memutuskan di hadapan para Sahabat, dan tak
seorang pun di kalangan mereka menyangkal kedua beliau (Mh
1519]
3.
Hamba sahaya adalah milik tuannya, bukan ayah si hamba
Telah sah ijmak yang meyakinkan atas bahwasanya orang
yang memiliki budak wanita (amah) alau hamba sahaya yang m e m -
5.
Kemerdekaan anak hamba sahaya
L=Anak kecil //14, 15, him. 42
190
7 . Mengumpulkan dua saudara perempuan dalam pemilikan
Mengumpulkan dua saudara perempuan dalam pemilik hamba
sahaya (dua orang budak wanita bersaudara dimiiiki seseorang) itu
jaiz, tanpa khilaf. (M 185 Y7/47]
60) Wajib atas seorang tuan memberi sandang hamba sahayanya dengan
pakaian yang biasa dipakainya dan memberi pangan dengan makanan yang
biasa dia makan -meskipun hanya sesuap -dan wajib mengenyangkannya;
191
Telah juga menjadi kesepakatan bahwa tuan diharuskan mem-
berikan tempat tinggal kepada hamba sahaya dan budak wanitanya.
{F 9/478 {dari Ibnul Mundzir) Mr 80 S7/144 N7/2,3 {dari Ibnul
Mundzir dan Al Mahdy).
192
hamba sahaya adalah milik tuannya, meski agama keduanya ber-
beda. Hamba sahaya nonmuslim, bila mati, hartanya adalah milik
tuannya dengan ketentuan perhambaan, bukan pewahsan. (Mr 89,
98, 165 Mh 714, F12/43 (dari Ibnu Baththaal)]
193
Semua sepakat bahwa penyerahan orang yang wajib diserah-
kan oleb orang yang wajib menyerahkan kepada pihak yang berhak
-- karena jual-beli -- dilakukan dengan menyerahkannya kepadanya
tanpa ada pendorong atau penolak di mana dapat diterima tangan,
atau diserahkan secara demikian oieh wakilnya, utusannya, orang
lain yang maif melakukan secara sukarela, atau orang itu menye¬
rahkan dirinya sendiri kepadanya. [Kh 2/39-40]
25.
Masuknya pakaian hamba sahaya dalam penjualan dirinya
Barangsiapa menjual hamba sahaya, tak satu pun dari pa-
kaiannya termasuk penjualannya, kecuali dengan menyebutkannya.
Ini pendapat semua ufama Fiqh. [N 5/172 (dari Al Mawardy)]
26. Harta hamba sahaya saat penjualan dirinya
Telah disepakati bahwa dalam penjualan hamba sahaya yang
memiliki harta atau budak wanita yang memiliki harta, yang disertai
syarat si pembeli agar harta itu termasuk penjualan itu, sedang harta
itu diketahui jumlahnya oleh penjual maupun pembeli, dan tidak ter-
jadi riba dalam penjualan itu, adalah jaiz.
Apabila si pembeli tidak mensyaratkan demikian, ulama sepa¬
kat bahwa harta itu milik si penjual; kecuali pakaian yang melekat di
tubuh hamba sahaya dan perhiasan yang dipakai budak wanita -
dalam hal ini masih terdapat perbedaan pendapat. [Mr 88]
27. Pemisahan dalam penjualan antara ibu dan anak
Telah disepakati dilarangnya memisahkan antara ibu dan anak
yang belum baiigh dalam penjualan. Apabila si anak sudah baitgh
atau sudah bisa lepas dari ibunya, boleh dipisahkan, menurut Ijmak.
[B 2/167 N5/162, 163 (dari Imam Yahya dan lainnya)]
28.
Pemisahan antara hamba sahaya dan muhrim-muhrimnya
Ulama telah sepakat atas diperbolehkannya memisahkan para
mahram (muhrim-muhrim) apabila mereka semua sudah baiigh, sehat
pikiran, sehat jasmani, dan tidak lumpuh. [Mr 90]
29. Penjualan hamba sahaya orang lain
Menjual hamba sahaya di luar perintah tuannya hukumnya ha-
ram, menurut Ijmak. [Mh 1764]
30.
Pembelian hamba sahaya nonmuslim oleh seorang musllm
L=Ahludz Dzimmah (Dzimmy) H24, him.
31.
Penjualan hamba sahaya milik kaum muslimin kepada
n o n m u s l i m
194
Tidak boleh menjual hamba sahaya kaum muslimin kepada
orang kafir, baik hamba sahaya itu muslim alau kafir.
Ini pendapat Sahabat Umar dan tidak diingkari, jadi merupakan
ijmak. [Y 9/208)
L=Ahludz Dzimmah (Dzimmy) II24, him. 13
195
40. Tidak ada jizyah atas hamba sahaya
L=Jizyah II him. 293
61) Kita tidak dapal memastikan ini merupakan ijmak. (Mr 114]
196
SO. Pewarisan hamba sahaya
Telah disepakafi bahwa hamba sahaya tidak mewarisi dan tidak
mewariskan. Ibnu Mas'ud dan Al Hasan, mengenai seorang lelaki
yang mali dan meninggalkan seorang ayah yang dimiliki (hamba
sahaya). mengatakan: "Si ayah yang hamba sahaya itu dibeli dari
harta almarhum, lalu dimerdekakan, dan dapat mewaris."
Dari Imam Thaawus dihikayatkan bahwa hamba sahaya dapat
mewarisi, dan apa yang diwarisinya menjadi milik tuannya. Adapun
budak ummu-walad, disepakati tidak bisa mewarisi, selama tuannya
masih hidup dan tidak memerdekakannya. (Mr 97, 98 106 Mh 1740
1900 Y6/315]
62) Ini hanya dalang dari Sahabat Ali, dan tidak sah dari beliau. [Mh 1266]
197
55. Denda (kaffarah) sumpah hamba sahaya
L=Denda melanggar sumpah, him. 778
198
65. Denda Dhihar, hamba sahaya
L=Denda DhiharII2. him. 335
63) Ibnu Talmiyah berkata: "Uenumi pendapat Ahmad yang lertulis/tercatat yang
terkenal sebagai mazhabnya, budak wanita, bila meminta dikawinkan,
tuannya hams melakukan famaffu'terhadapnya (menggauiinya), kaiau tidak,
la wajib meiuluskan permintaannya. Beg itu pula la wajib meluluskannya bila
budak wanita Itu termasuk orang yang tidak halal baginya. Demikian pula
mazhab beliau tentang hamba sahaya (budak laki-laki). Sedang menurut As
Syafi'ly, kaiau budak wanita itu termasuk orang yang tidak halal bagi tuannya
Itu, apakah la harus meiuluskan permlntaan budak wanitanya? Ada dua
jawaban [wajah). {Mh 64]
199
mengawinkannya. Waiinya hanyalah tuannya. Dalam hal ini tidak
diketahui ada khilaf. [Y 6/488)
200
82. Pengakuan hamba sahaya yang mengakibatkan had
Seorang hamba sahaya, bila mengaku melakukan pencurian,
dipotong langannya, dan bila mengaku berzina, dicambuk separuh
had Zina. Ini pendapat Sahabat AN, dan tak seorang pun yang me-
nentangbeliaudikalanganparaSahabat,jadimerupakanijmak.[Y
4/224]
14. HAMIL
201
8. Pelaksanaan kisas wanita hamil
L=Kisas//31,hlm, 366
15. H A R A M
L=Makkatul-Hukarramah, him. 436
L=Madinah Munawwarah, him. 419
16. H A R I K I A M AT
L=Bangkit; Kiamat, him. 59, 360
17. H A R TA
L=Milik, him. 478
64
18. HARTA KARUN (R/KAAZ)
1. D e fi n i s i h a r t a k a r u n
Harta kamn adalah harta terpendam !! ini sudah merupakan ke-
sepakatan (muttafaq 'alaih). [F 3/283]
64) Ulama belum sepakat atas sesuatu hal mengenai harta karun yang dapat
dikumpulkan. [Mr 38]
202
F3/285 N4/148]
19. HAUL
Penentuan Haul
Tidak ada perbedaan pendapat dari seorang pun di kalangan
umat mengenai bahwa haul itu dua belas bulan. [Mh 670)
20. HAWALAH
1. D e fi n i s i H a w a l a h
Hawalah, menurut uiama fiqh, iaiah pemindahan utang dari sa-
tu tanggungan ke tanggungan yang lain. [N 5/236]
2. Hukum Hawalah
Ahlul 'ilmi berijmak bahwa hawalah jaiz. [Y 4/468]
65) Praktek hawalah adalah sebagai berikut: Misalnya si Apunya utang pada si
B, dan puya piutang pada si C, lalu tanggungan utangnya pada si B
dipindahkan kepada si Cuntuk membayar si 6tadi, dengan ketentuan dan
persyaratan dl atas. SI Anamanya Muhil, si BMuhal dan si CMuhal 'alaih.
Atas dasar pengertlan Initah, wesel pos sering dlarabkan dengan hawalah
Wallahu a'lam. (Pent.).
203
4 . Sifat pihak-pihak dalam hawalah
Telah disepakati bahwa apabila muhal. muhil 6ar\ muhal 'alaih
semuanya sehat pikiran, merdeka, lelaki, baligh, tidak dipaksa, tiak
mahjur (dilarang melakukan tasarruf), dan utang tidak meliputi m e -
8. Pengaruh Hawalah
Hawalah. bila syarat-syaratnya sudah terpenuhi dan sudah sah,
maka menurut ijmak dapat membebaskan tanggungan Muhil; kecuali
apa yang diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashry, yang merupakan
pernyataan bahwa hawalah hanya dapat membebaskan dengan
pembebasan si empunya piutang, dan Zufir mengatakan bahwa ha-
waiah tidak bisa memindahkan hak.
Dikecualikan bila muhal tidak rela dengan hawalah (tidak
mau),®'kemudianternyatabahwamuhal'alaihmuflisataumening-
66) Mereka yang menukii ijmak di sini keiiru menduga. Jumhur uiama berpen-
dapat sunnah -bukan wajib Ahlu-Dhohir, mayorilas orang-orang Hanbali,
Abu Tsur, dan ibnu Jarir yang berpendapat wajib. F4/367 N5/237 (dari ibnii
Hajar)]
67)Iniberdasarkanpendapafyangmengatakanbahwakerelaanmuhalterhadap
hawalahtidakdisyaratkanapabilamuhal'alaihmampudandapatmembayar.
Ini pendapat Imam Ahmad, Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan
204
gal, maka muhal kembali kepada muhil, tanpa khilaf. (Mh 1226 Y
4/471, 473]
Imam Syafi'ly, kerelaan muhal merupakan syarat, sebab haknya ada pada
tanggungan muhil -karenanya lidak boleh dipindahkan kepada lainnya
tanpa kerelaannya. [Y 4/473)
68) Ini jelas salah cetak. Boleh jadi yang benar adalah:
1. Perempuah memaki perhiasan
Dst-dst
205
Ijmak kaum muslimin menyatakan diperbolehkannya memakai
cincin perak bagi lelaki. Sedang apa yang dinukil dari semenlara ula-
ma mengenai kemakruhannya bagi selain kepala negara, adalah
syaadz (pendapat yang menyendiri, lain dari yang lain) dan bertolak
oleh nash-nash dan ijmak Ulama Saiaf. [S 3/322 Mr 150 Y9/156,157
M4/334, 344 (dari Al Abdary dan lainnya)]
22. HIBAH
1. Sifat Hibah
69) Hibah benda ada dua macam: ada yang tidak dimaksudkan agar mendapat
ganjaran, ada yang dimaksudkan agar mendapat ganjaran, baik dari Aiiah
atau dari makhiuk yang dihibahi. [B 2/32S]
206
adaan sehat dan dalam keadaan lepas tangan [B 2/322]
5. Pemaksaan hibah
Ulama sepakat bahwa hibah tidak boleh dengan pemaksaan.
[F 12/269 (dari Al Mahlab)]
70) Diriwayatkan berbeda dengan Ini dari Sahabat Muadz bin Jabal, Thawus dan
Al Hasan. [Mh 1629]
207
ulama/’ [F 5/170 (dan Ibnu Baththaai) N5350 (dari Ibnu Baththaal)]
12. Siapa yang melakukan penerimaan untuk anak kecil
L=Anak kecil // 55, hlm.48
208
20. Menghibahkan sebagian (dari tubuh) manusia atau bintang
Ulama telah sepakat bahwa tidak boleh menghibahkan farji
perempuan, atau anggota badan hamba sahaya, atau budak wanita
atau binatang. [Mr 97)
209
wanita, anggota tubuh hamba sahaya atau budak wanita atau seba-
gian anggota binatang. [Mr 97]
210
10/442 (dari Ibnu 'Abdi! Barr)]
2 . Hukum menyanyi
Menyanyi lanpa diiringi alat musik, mubah menurut ijmak Sa-
habat dan tabi'in. (N 8/101 (dari Al Ghozzaly dan Ibnu Thahir)]
3. Upah menyanyi
L=Amal //4, him. 33
2 4 . H I D AYA H
25. HIJAB
L='Aural, him. 50
2 11
26. HIJRAH
75)IsyaratkepadafirmanAllahSwtyangarlinya-'Wahaiorang-orangyang
beriman,bllawanita-wanitamLJkminyangberhijrahdatangkepadamuujilah
mereka. Allah Maha Tahu imam mereka.Jika kamu mengetahui mereka
benar-benarmukmin,jangankembalikanmerekakepadaorang-orangkafir
wanita-wanita itu tidak halal bagi mereka dan mereka tidak halal bagi
wanita-wanita itu." (Q.S. Al Mumtahanah 10]
76) Kefardluan (kewajiban) seorang muhajir (orang yang berhijrah) harus tetap
tinggal di bumi tempat ia datang berhijrah adalah pada zaman Nabi s a w -
untuk membela dan menyertainya -atau kewajiban itu sebelum Path
Makkah.SetelahPathMakkah,danAllahmemenangkanIslamatassegenap
yang lain serta menundukkan kekafiran dan menjayakan kaum musimin
kewajiban hijrah gugur. [S 6/588 (dari 'lyaadi))
212
27. HIRABAH (Penyamunan)
L=Had Hirabah, him. 130
28. HISAB
L=Bangkit; Kiamat, him. 59, 360
30. HUKUMAN
L=Ta'zir, him. 854
L=Had, him. 123
L=Murtad, him. 501
L=Kisas, him. 361
213
(nfinurnsvn9S}H^EAAlH AS
X.m<n ,rtSKl6^UWH =J
%
t 8AeiH .8S
OK efi mlrt .lenraOl .tMQ'wS -J
uHua«aiu4<fAM<<<xuH
?!: 'ntrtsij(u/w^,i
!t
e K
I
1. IBADAT
L=Taklif, him. 815
215
9. Pengaruh kemurtadan dalam ibadat
L=Mur1ad//5, him. 501
3. iBLIS
4. IBNU SABIL
5. IBU
L=Ibu-bapa, him. 217
216
6. I B U - B A PA
1) Penukilan ijmak ini perlu ditinjau. Yang temukil dari Malik tidak terang {sharih)
mengenai Itu: dan Ibnu Baththaal mengatakan: "Ini menunjukkan. Malik ber-
pendapat bahwa berbakti kepada ibu dan bapa adalah sama" Ibnu Baththaal
juga berkata: "Diriwayatkan dari Al Laits ucapannya yang mengatakan bahwa
untuk ibu dua perliga (2/3) bakti," Al Qadly ‘lyaadi menceritakan yang
berbeda dari itu. [S 9/437 F10/330],
2) Demikian dalam kitab aslinya -48 -boleh jadi salah cetak, yang lebih jelas
pada nomor 18 (Saksi //18) Pent.
217
Mas'ud, 'Aisyah dan Ibnu Abbas, dan tidak diketahui ada yang me-
nentangnya dari kalangan para Sahabat, kecuali satu riwayat yang
sah dari Ibnu Umar dan riwayat lain dari Ali yang tidak sah. [Mh 1221
F5/161 (dari Ibnu Al Munir)]
218
2. Hari-Hari Adha
'ledul Adha adalah hah Nahr (Hari Penyembelihan) dan dua
hari sesudahnya. Ini pendapat Umar, Ali, Ibnu Abbas, dan Abi Hurai-
rah, Ibnu Umar, dan Anas, dan tdak diketahui ada yang menentang
mereka dari katangan Sahabat/ [Mh 8982 (dari sementara ulama) Y
9/453, 454]
5. Mandi 'led
L=Mandi//40, him. 452
6. Salat 'led
L=Salat 'ledain, him. 710
4) Tidak ada yang sah dari ini semua, kecuaii dan Anas. Kalau ini dikalakan
ijmak, "Athaa telah bertseda pendapat -juga Umar bin Atxiul Aziz. Al Hasan
(beliau-beliau ini mengatakan, ’ledul Adha adalah empat hati), Az Zuhry
('ledul Adha adalah hari-hari Tasyrieq), Abu Salamah bin Abdir Rahman dari
Sulaiman bin Yasaar (beliau berdua mengatakan, 'ledul Adha adalah sampai
munculnya hilal bulan Muharam). Adalah terlalu setlap Ijmak di mana
tokoh-tokohinikeluardarinya.KamitelahmeriwayatkanpuiadariIbnuAbbas
sesuatu yang berbeda dengan pendapat ini. (Mh 982]
219
takan nadzarnya jadi, dan harus berpuasa pada hari lain; jika sudah
berpuasa dua hari itu, nadzartelah terpenuhi, tapi haram.
Barangsiapa bemadzar puasa dua hari, misalnya, dan berte-
patan dengan Hari Raya (’led), dia tidak boleh berpuasa di Hari led
itu, menurut ijmak. [M 6/451, 488 Mr 40, S5/117, 118 B1/299 Y
3/148 F4/190, 194, 11/500 {dari At Thabary) N4/250, 262 (dari At
Thabary dan An Nawawy)]
8. IDAH
1. Hukum idah
Umat sepakat bahwa idah adalah wajib. O' 8/57]
2. Sebab-sebab Idah
Kaum muslimin sepakat bahwa idah terjadi pada tiga perkara:
pada talak, pada kematian, atau pada pilihan (kemauan; ed.) budak
wanita ketika dimerdekakan. [B 2/95]
220
6. Tinggalnya wanita yang beridah di rumahnya
Telah disepakali bahwa wanita yang beridah, idah apa pun,
tinggal di rumahnya selama masa idahnya. [Mr 78)
7. Siapa yang wajib idah talak
Ulama telah sepakat bahwa orang yang mentaiak istrinya yang
dinikahinya secara sah, dengan talak yang sah, dan dia telah me-
nyenggamainyadalampemikahanitupadafarjinyasekaliataulebih
maka idah wajib bagi si bekas istri —baik talak pertama, kedua, atau
ketiga.Jugawajibidahatasistrijikasuaminyapernahberduaansaja
dengannya (di tempat tertutup) kendati tidak menyenggamainya me-
nurut ijmak para Sahabat. (Mr 75-76 Y7/178, 8/60]
L//4
5) Ibnu Taimiah mengatakan; "Wanita yang sudah mencapai umur haid dan
tidak haid mengenai wanita ini ada dua riwayat dari Ahmad; yang paling
masyhuf, menurut sahabat-sahabat beliau, iaiah bahwa idahnya dihitung
seperti idah wanita yang dianggap meragukan (mus/anebah), sembilan
bulan, lalu tiga bulan, seperti wanita yang terputus haidnya dan tidak lahu
yang menyebabkan terputusnya. (Mr 77]
221
bulan dan hams memulai lagi idahnya dengan tiga kali haid [Mr
76-77 B2/88 Y8/66, 75]
2 2 2
berakhir -tanpa ada yang selisih pendapat, kecuali Al Hasan yang
mengatakan: "Apabila diketahui bahwa itu kandungan. idahnya
berakhir; jika keluar sebagian kandungannya saja, dia masih dalam
idah, sampai keluar seluruhnya. Jika ada dua kandungan atau lebih
(kembar), maka idah baru berakhir bila yang terakhir sudah lahir. Ini
pendapat golongan ahlil 'ilmi kecuali Abi Qalabah dan 'Ikrimah; beliau
berdua mengatakan: "Idah berakhir dengan lahirnya bayi pertama,
dan tidak boleh kawin sebelum si wanita melahirkan yang terakhir."
Barangsiapa meng-/rftu/£;'wanita yang sedang hamil itu, talu
mengawininya dalam keadaan hamii, kemudian menceraikannya juga
dalam keadaan hamil, idah wanita itu sampai saat melahirkan kan¬
dungannya, tanpa ada perbedaan pendapat. Kalau ia sudah melahir¬
kan sebelum pemikahannya yang kedua, dia tidak wajib menempuh
idah talak dari pemikahannya yang kedua itu, tanpa khiiaf. [Mr 77, 79,
B2/88, 93 Y7/460, 8/80, 81, 82, 83, 92 (dari Ibnul Mundzir) N6/290
(dari Al Mahdy)]
6) Telah disepakati bahwa budak wanita yang dicerai, bila beridah selama masa
idah wanita merdeka, idahnya berakhir. (Mr 77)
223
(2) Idah budak wanita yang haid dengan quruu' ada\ah dua
Quruu'. Ini pendapat Sahabat Umar, Sahabat A!i dan
Sahabat Ibni Umar, dan tidak dikelahui ada yang menen-
tang di kalangan para Sahabat, jadi merupakan ijmak.
(3) Semua ahlil Islam sepakat bahwa idah budak wanita yang
mengandung berakhir dengan iahimya kandungannya,
seperti idah wanita merdeka. [B 2/62 Mr 77 Mh 1977 Y
8/66, 78]
224
Utama sepakat bahwa seorang wanita yang mengaku idahnya
sudah berakhir dengan quruu' daiam tiga bulan, dia dibenarkan jika
untuk itu dia mendatangkan bayyinahj menumt perbedaan pendapat
ulama daiam masalah bayyinah. [Mr 77]
7) Wanita yang ditalak sama sekall (talak liga), ketika sudah berlangsung masa
sesudah pentalakannya, yakni masa yang memungkinkan ditempuhnya Idah
dua kali, antara keduanya berlangsung nikah dan persetubuhan, lalu wanita
Itu mencerltakan yang demiklan tadi, dan si suami cenderung membe-
narkannya. mungkin karena pengenalannya terhadap kejujurannya atau
karena cerlta orang lain yang mengetahui keadaan wanita tersebut. maka si
lelaki Itu boleh mengawininya menurut umumnya ahlul 'ilmi. [Y 7/475)
225
hitung idahnya dengan yang paling Jauh dari antara dua batas waktu;
empat buian sepuluh hari atau lahirnya kandungan.
Dari Asy Sya'by, Al Hasan dan An Nakh'iy diriwayatkan pen-
dapat bahwa tidak sah pernikahan wanita tersebut sebelum suci dari
nifasnya. Ini merupakan pendapat yang lain dari yang lain, dan
ditolak. Bila masa idah sudah berlangsung, yaitu empat buian sepu¬
luh hari, dan ia belum melahirkan, maka idahnya tidak berakhir
kecuali dengan lahirnya kandungan, menurut Ijmak. [Y 8/80, 81, S
6/302-303 F9/391 {dari sebagian ulama) N6/288, 289]
9) Telah disepakati bahwa budak wanita yang ditinggal mati suaminya, kalau
beridah dalam jangka waktu Idah wanita merdeka, idahnya berakhir. [Mr 77]
226
28. Kematian suami dalam idah taiak raj'iy
Telah disepakati oleh semua yang tercatal pendapatnya dart
kalangan ahlul 'ilmi, bahwa suami wanita yang ditalak raj'iy, apabila
meninggal dalam masa idab taiak, maka wanita itu memulal lagi
untuk idah mati empat bulan sepuluh hari. [Y 8/79 (dari Ibnul Mun-
dzir))
9. lELAA'
1. Arti/e/aa'
Ulama sepakat bahwa orang yang bersumpah, tidak dalam ke-
adaan marah, dengan menyebut nama dari nama-nama Allah 'Azza
wa Jalla. atau dengan sifat dari sifat-sIfat-Nya, bahwa ia tidak akan
menyenggamai istrinya yang merdeka, muslimah, sehat pikiran,
baligh, sehat jasmani dan akalnya, sah nikahnya, tidak sedang hamil,
tidak menyusui. telah d'\-dukhul-nya, sedang dia sendiri musiim,
baligh. sehat pIkIran, tidak mabuk, tidak dipaksa, tidak terkebiri, tidak
impoten, sedang istrinya itu mau menyerahkan dirinya kepadanya,
sedang si suami bersumpah tidak akan menyenggamainya seiama-
lamanya, maka dia bernama mulie {orang yang meng-Ve/aa', bila
istrinya memintanya demikian).
Adapun sumpah yang tidak menggunakan nama-nama dan
sifat-sifat Allah, bukan ielaa' namanya -tanpa ada perbedaan pen-
dapat. Ibnu Sierin mengatakan: ielaa' Syariiy dibawa pada pengertian
yang berhubungan dengan istri, berupa pantang sanggama, bicara,
atau member! nafkah. ([Mr 70-71 Y7/476, 477 S6/278-270]
3. Pengaruh Ielaa'
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai
bahwasanya semata-mata ielaa' tidak mengakibatkan taiak, tidak
fai-ah. Dan bahwasanya tidak jatuh dari mulie suatu taiak sebelum
empat bulan. (S 6/279 (dari 'lyaadi)]
4. Arti fai-ah
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa fai-ah iaiah senggama.
227
[Y 7/500 (dari Ibnul Mundzir)]
5. Pengaruh fai-ah
Ulama sepakat bahwa sanggama pada alat vital perempuan
(farji) sebelum berakhirnya masa yang disebutkan dalam sumpah,
selama tidak melebihi empat bulan, adalah fai-ah yang sah, yang
karenanya gugur dari /e/aa‘[Mr 71 S6/279 {dari ’lyaadi)]
10. IHRAM
1. Hukum Ihram
10) Ibnu Hazm menyampaikan sesuatu yang menunjukkan wajibnya manfli ini:
L=Mandi//10.
228
Al Hasan Al Bastiry mengatakan: "Barangsiapa lupa mandi,
maka ia mandi ketika mengingatnya." Ahlul 'ilmi sepakat bahwa
ihram tanpa mandi hukumnya jaiz. [M 7/213 (daii Ibnul Mundzir) Y
3/245 (dari Ibnul Mundzir)]
7. Niat ihram
10. Te m p a t i h r a m
Semua orang yang dianggap dari kalangan uiama Salaf dan
Khaiaf, dari para Sahabat dan sesudah mereka, sepakat atas bahwa
ihram haji dan umrah adafah dari miqat atau dari tempat yang lebih
jauh dari miqat. Ishaq dan Daud berkata: "Tidak boleh berihram dari
tempat yang melampaui miqat: orang yang berihram dart tempat se¬
belum miqat tidak sah ihramnya dan harus kembali berihram dari mi¬
qat. Ini tertolak oleh Ijmak orang yang terdahulu. Ahlul 'ilmi telah
sepakat bahwa ihram dari miqat lebih afdol, dan makruh ihram
sebelumnya. [M 7/198, 200 Y3/238 (dari Ibnul Mundzir) F3/299, 427
229
{dari Ibnul Mundzir)]
L=Miqat, him. 485
230
Al Mawardy menceritakan pendapat yang membanding pen-
dapat Abi Hanifah tersebut: jika lengan baju itu sempit, dilarang, kalau
ionggar, lidak. [Y 3/271,292 {dari Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Barr)
Mr 42 Mh 835 B1/316, 317 Sfi/181 M7/259 (dari Ibnul Mundzir) F
3/314, 316 (dari 'lyaadi) N3/5, 8(dari 'iyadi dan An Nawawy)]
231
19. Muhrim memakai sesuatu untuk menyimpan uangnya
Seorang muhrim boleh memakai pundi-pundi dan semisalnya,
menurut ulama figh negeri-negeri. Dan boleh, menurut mereka, me-
ngikatnya bila tidak bisa menyelipkan sebagian pundi-pundi itu pada
bagian yang lain; dan tidak dinukil dari seorang pun pendapat yang
memakruhkannya, kecuali dari Ibnu Umar, yang juga diriwayatkan
dari beliau kejaizannya. Ishaq melarangnya, Sa’id bin Al Musayyab
memperbolehkan mengikatnya. (F 3/309, 310 (dari Ibnul Mundzir)]
232
23. Sanggama dalam ihram
Umat telah sepakat atas keharaman bersanggama dalam ib-
r a m baik ihram itu sah atau rusak. [M 7/293]
11) Telah disepakati bahwa orang yang berhaji menghindarl wewangian, mulai
saat Ihramnya sampai pagi Harl Nahr. [Mr 42-43]
12) Demikian dalam kitab aslinya, mungkin ini salah cetak. Yang tidak berjuz -
dari sekian literalur yang dipakai rujukan Ensiklopedia ini hanyalah Al
Muhallaa (Mh) dan Maratibul Ijmak (Mi). Boleh jadt yang benar: Y3/447 (Al
Mughnyjuz 3hal. 447) Pent.
233
29. Muhhm memakat pakaian yang ada wewangiannya
Kaum muslimin sepakat bahwa seorang muhrim tidak boleh
memakai pakaian yang tersentuh safran {za'faran) atau wars (jenis
tumbuhan yang digunakan mencelup pakaian) atau wewangian.
Apabila pakaian yang ada wewangiannya dicuci, hingga hilang we¬
wangian yang menempel itu, perbuatan itu tidak apa-apa, menurut
semua ulama.
[F 3/314 (dan 'lyaadi) Mr 42-43 B1/316 Y3/271, 286 (dari Ibnu 'Abdil
Barr) N5/3 (dari 'lyaadi)]
234
karena ada binatang yang menyakiti kepatanya,'^ atau tidak karena
darurat apa pun. [B 1/353. 354 Y3/441 {dari Ibnul Mundzir))
13) Ibnu Abbas tidak memandang sebagai pelanggaran bag! seorang muhrtm
yang mencukur rambut kepalanya karena bercak (iuka) dl kepala itu, dan
beliau tidak berpendapat ada benda apa pun dalam hal Ini. Mengenai ini
tidak diketahui ada yang berbeda pendapat dengan beliau dari kalangan
Sahabat. [Mh 874j
14) Namun Ini dikaburkan oleh hadits yang dlkeluarkan Abu Daud dan Ka’b, yaitu
bahwa Ka‘b terkena penyakit talu mencukur kepalanya, dan Nabi saw
memerintahkannya menghadlahkan (menyembelih hadyu) seekor sapi. Dan
dalam riwayat At Thabrany: "Dari Nabi saw, menyuruhnya membayar Myah.
dan Ka'b pun membayar fidyah seekor sapi." Demikian pula riwayat 'Abd bln
H a m i e d d a n s a ' i d b l n M a n s u r.
Rlwayat-riwayat Itu bertentangan dengan yang leblh shahih dari Itu. yaitu
bahwa yang diperintahkan kepada Ka'b dan dilakukannya dalam nusuk lalah
seekor kambing. [F 4/15 N5/12 {dari Ibnu Hajar)].
Pernah Al Musein bin All sakit suqya (semacam busung air), karena penyakit
tadi dan menyembelih seekor unta. Dan tidak diketahui ada yang berbeda
pendapat dari kalangan Sahabat.
15) Balk hinthah dan burr berartl gandum. Perbedaannya hanya seperti padi,
beras, dan tepungnya. Wallahu a'lam, Pent.
235
36. Di mana fidyah adzaa dilaksanakan
Fidyah adzaa (denda mencukur kepala karena sakit) boleh
dilaksanakan di tempat muhrim mencukur rambutnya. Ini qaul Uts-
man, Ali dan Al Husein bin Ali, dan tak diketahui ada seorang pun
yang menentang mereka dari kalangan Sahabat. [Y 3/488]
16) Muhrim yang memotong kuku wajib membayar fidyah. menurut Jumhur
Ulama. [B 1/354]
236
atau umrah, bila membunuh binalang human darat dengan sengaja,
dalam keadaan sadar terhadap ihramnya, wajib membayar denda.
Dalam fial ini Al Hasan dan Mujahid tidak sependapat; mereka ber-
dua mewajibkan denda (jazaa) pada pembunuhan human secara
keliru, tfdak yang secara sengaja.
Mengenai wajibnya denda bagi pembunuhan binatang buruan
secara tidak sengaja, para Sahabat telah sepakat. Dan bahwa huku-
man berburu hanya wajib dalam binatang buruan darat, tidak pada
binatang human laut, tanpa ada perbedaan pendapat. (M 7/327, 419
(dari At Abdary dan Ibnul Mundzir) Y3/451,453, 454 B1/347 F4/17,
12/82 (dari Ibnu Batthaal dan Ibnu Abdil Barr}]
237
nilai harganya.'' Ini pendapal Utsman, Umar, AN, Abdur
Rahman bin 'Auf, Sa'd bin Abu Waqqash, Jabir bin
Abdillah, Ibnu Abbas, Mu'awiyah, Ibnu Mas'ud, Thariq bin
Syihab, Abdillah bin Umar, dan Abdillah bin Amr bin Al
'Aash, dan tidak seorang pun yang menentang mereka
dart kalangan Sahabat. Setiap buruan yang tak ada
padanannya, tidak berdenda -- kecuali burung merpati,
yang dendanya berupa seekor kambing, dengan ijmak
para sahabat.
(2) Kaum muslimin sepakat bahwa denda membunuh kijang
IB
adalah seekor kambing.
(3) Denda burung unta adalah seekor unta menurut semua
ulama, kecuali An Nakha'iy yang mengatakan denda
burung unta adalah seharga burung itu.
(4) Membunuh seekor kelinci berdenda seekor anak kam¬
bing. Ini pendapat Umar, dan tak ada seorang pun yang
menentang beliau dari kalangan Sahabat.
(5) Membunuh arbuu {sejenis tikus, pendek kakinya), denda¬
nya anak betina kambing (yang belum berumur satu
tahun). Ini qaul Sahabat Umar dan tidak diketahui ada
yang berbeda pendapat dengan beliau dari kalangan
Sahabat.
(6) Wajib mengganti buruan dari jenis burung, tanpa per-
bedaan pendapat di antara ahlut 'ilmi, kecuali Daud yang
mengatakan; 'Tidak wajib mengganti buruan yang besar-
nya kurang dari merpati."
Denda ini sah dengan binatang temak yang tidak sah untuk
hadyu, seperti jafarah (anak kambing betina berumur empat bulanan),
'anaaq (anak kambing betina yang belum satu tahun), dan jadyu
(anak kambing berumur setahunan), menurut ijmak para Sahabat.
17) Dari mnu AbDas: denda temak dinilai dengan dirham, lalu dirham dinilai
dengan makanan: maka yang tetkena denda berpuasa. puasa sebagai ganti
setiap setengah gantang {sha') sehari. Oari Ibnu Umarjuga demikian. dan
tidak diketahui ada yang berbeda pendapat dengan kedua beliau ini dari
kalangan Sahabat. [Mh 878}
16) Dari Ibnu Abbas: barangsiapa membunuh burung unta. atau keiedai liar,
maka dendanya adalah seekor unta yang gemuk. Jika tidak menemukannya.
memberi makan tiga puluh orang miskin. Jika tidak menemukannya, puasa
tiga puluh hari. Memberi makan orang miskin itu satu mud -satu mud.
Apabila muhrim membunuh seekor menjangan atau semisalnya, dendanya
seekor sapi. Jika tidak menemukannya, memberi makan enam orang miskin.
Jika tidak menemukannya, puasa tiga hari.
Tidak diketahui ada yang menyangkal beliau dari kalangan Sahabat. [Mh 878]
238
Apabila muhrim memilih memberi makan, dan tersisa sesuatu yang
tidak dapat diseimbangkan nilainya, seperti kalau kurang dari salu
mud'® maka dia harus berpuasa sehari penuh. Ini pendapat 'Athaa,
An Nakha’iy, Hammad, As Syafi'iy, Ahmad dan Ashaabir Rakyi, serta
tidak diketahui ada seseorang yang menentang mereka. Dan bahwa
puasa yang merupakan kewajiban dalam denda berburu boleh ter-
ptsah-pisah dan boleh berturut-tumt, tanpa diketahui ada khilaf. [Y
3/421,456, 457,459,461,466 B1/350 Mh 878, 1765 M7/411,419,
421 (dari As Syafi'iy) F3/421 (dari Ismail Al Qaadly))
19) Orang yang ingIn mengetahui berapa besar memberi makan, alau berapa
lama berpuasa, hendaklah melihat perinclan pembahasan dalam lingkup
perkiraan Fiqh, 1mud =0,766 liter (dari Fathil Oodir. rial 9. Pent.)
20) Ada ketidaksepakalan penukilan dari Ibnu Abbas, dan dalam kepastian
penukllan dari Ali diperlukan peninjauan. [F 4/23]
2 3 9
Menurut ijmak, orang yang ihram tidak boleh memakan apa
yang diburunya dari buruan darat. Telah disepakati bahwa jika ia
makan dari binatang buruannya itu, ia berdosa. [M 7/336 B1/319,
349, Y3/281]
240
3/310]
22) Membunuh tuma (kutu yang biasa ada pada manusia) dalam ihram masih
mukhtalaf (mengandung perbedaan pendapat). [Y 3/311]
23) Ini perlu dipertanyakan, sebab Al Hakam dan Hammaad berkata: "Orang
yang berihram tidak boleh membunuh ular dan juga tidak kalajengking"; dan
menurut mazhab Matiky, ular kecil tidak boleh dibunuh sekiranya tidak dapat
menyakiti. [4/31,33]
241
bahwa muhrim tidak dikenai denda karena membunuh semua
binalang tersebut. [Mr 43 Mb 890 B1/352 Y3/309 M7/341 (dari Ibnul
Mundzir) S5/228 F4/31, 33 (dari Ibnul Mundzir) N5/27 (dari Ibnul
Mundzir)]
242
63.
Muhrim menggunakan minyak dan sebagainya
Ijmak ulama lerjadi atas bahwasanya muhrim boleh memakan
minyak, lemak, samin, dan minyak simsim. dan boleh menggunakan
semua itu untuk meminyaki badannya, kecuali kepala danjenggot-
nya. [M 7/285 (dari Ibnul Mundzir) Y3/291 (dari Ibnul Mundzir) F
3/317 (dari Ibnul Mundzir) N4/307, 5/10-11 (dari Ibnul Mundzlr)J
64.
Berteduhnya orang yang berihram (muhrim)
Tidak apa-apa seorang yang berihram berteduh pada atap,
dinding, pohon, dan lempat perlindungan. Apabila berhenti di bawah
pohon, la boleh meletakkan pakaian di pohon itu untuk berteduh.
Dalam hal ini semua ahlul ‘ilmi sepakat. [Y 3/278 M7/269 S5/308 N
5/8]
2 4 3
wewangian lain. Tidak ada fidyah dalam hal ini. [M 7/360 S5/239)
244
12. IHYA-UL MAWAAT(Menghidupkan tanah mati)
1. Cara menghidLipkan
Ulama telah sepakat bahwa orang yang diberi kapling tanah
oleh imam (penguasa), yang pada zaman Islam (sejak wilayah itu
berada di bawah pengurusan kaum muslimin; ed.) belum pernah di-
garap/dimanfaatkan seorang pun (oleh orang muslim, kafir dz/mmy
ataupun harby), tidak merupakan tanah yang dijadikan bagian dari
perjanjian perdamaian oleh imam dengan ahiu dzimmah (orang-orang
kafir dzimmy), tidak dimanfaatkan oleh orang yang tinggal dl dekal-
nya, dan tidak berada di tengah-tengah tempal ramai atau di dekat-
nya (sekira kalau seseorang berdiri di ujung daerah ramai itu, dan
berteriak sekuat-kuatnya, orang yang berada di ujung yang akan
digarap tidak mendengarnya) dan orang itu menggarap tanah bagian-
nya itu, menghidupkannya dengan membajaknya, menggali dan me-
nanaminya, atau mengangkut air untuk menyiraminya, atau mem-
bangun, bangunan, maka tanah tersebut menjadi miliknya, dapat
diwariskannya, dijualnya jika ia suka, dan diperbuatnya sekehen-
daknya.
Adapun pencarian kayu dan pengambilan rumput untuk tanah
gembalaan, bukan menghidupkan namanya -- tanpa ada perbedaan
pendapat. (Mr 95 Mh 1349 Y5/461)
2 4 5
6. Apa yang tidak bisa dimiliki dengan menghidupkan tanah
(1) Tanah-tanah milik: tanah-tanah yang dimiliki dengan
sebab-sebab pemiiikan yang sab, tidak bisa dimiliki
dengan menghidupkannya. Dalam hai ini ulama telah
sepakat (ijmak).
(2) Tanah-tanah ikutan: sesuatu yang berhubungan dengan
kepentingan-kepentingan desa, seperti halaman-haia-
mannya, lempat penggembalaannya, tempat pencarian
kayunya, tempat saluran airnya; ini semua tidak dapat
dimiliki dengan menghidupkannya -- tanpa diketahui
adanya khilaf di antara ahlul 'ilmi.
(3) Galian-galian yang tampak: sesuatu yang dapat dicapai
tanpa susah payah, yang didatangi orang-orang untuk
memanfaatkannya -- seperti garam, air, belerang, napta
(sejenis minyak), yakut, dan lain sebagainya -ini semua
tidak dapat dimiliki dengan menghidupkannya dan tidak
boleh ditentukan sebagai milik seseorang dan dimono-
poli, di antara orang-orang Islam. Tidak diketahui ada
yang menentang pendapat ini. [Y 5/461, 463, 467, 468
(dari Ibnul Mundzir)]
246
13. IJMAK
3. Menyalahi Ijmak
Ulama telah sepakat bahwa barangsiapa menyalahi ijmak yang
meyakinkan, setelah la tahu bahwa itu ijmak. hukumnya kafir.[Mr
126]
14. IJTIHAD
1. Perbedaan Ijtihad
Kaum musllmin sejak zaman Sahabat htngga sekarang sepakat
bahwa perbedaan pendapat dalam istinbaath (penggalian makna-
makna nas/i/dalil-dalil) perindan agama, dan pendiskusiannya de¬
ngan ahlul 'ilmi (ilmuwan) untuk mendapatkan manfaat dan mencarl
kebenaran, tidaklah dilarang, justru diperintahkan dan merupakan
keutamaan yang jelas. [S 10/101]
3. I j t i h a d m e n g e n a l p o k o k - p o k o k Ta u h i d
Yang benar, di antara para mujtahid mengenai pokok-pokok
Tauhid, adalah satu orang -menurut ijmak mereka yang dianggap,
dan tidak ada yang berbeda pendapat kecuali Abdullah bin Al Hasan
Al 'Anbary dan Daud Ad Dhahiry. Kedua beliau ini menganggap be-
nar pula para mujtahid (lain; ed.) dalam masalah itu. Ulama menga-
takan: "Tampaknya mereka berdua bermaksud; para mujtahid dari
kalangan muslimin, bukan orang-orang kafir." [S 7/270]
4. Ijtihad Hakim
L=Vonis//34, 35, 36. him. 619
24) Ibnu Taimiah mengatakan: "Dalam hal ini ada perlenlangan yang masyhur
di aniara ulama fiqh." [Mr 126]
247
1 5 . I K A M AT S A L AT
1, Hukum Ikamat
Ikamat disyaratkan untuk salat-salat lima waktu, menumt ijmak.
Dan hukumnya wajib, menurut ijmak yang meyakinkan dari para
Sahabat, [M 3/82 F2/88 Mh 315]
2. Kata-kata Ikamat
248
7. Ikamat orang selain muaddzin
Ahlul 'ilmi sepakat bahwa tidak boleh dilakukan adzan oleh
seseorang dengan ikamat dari orang lain, [N 2/57 (dari Al Haazimy)]
25
16. IKHTILAAS
25) Ikhtilaas lalah mengambil harta milik orang lain yang muslim atau mu'ahid
(nonmuslim yang mengingat perjanjian dengan muslim) secara sembu¬
nyi-sembunyi. tanpa hak dan di luar kerelaan si empunya. Orang yang
melakukannya disebut Mukhtalis (Pent.)
249
3. Pemotongan tangan mukhtalis
Telah disepakati bahwa tangan mukhtalis tidak dipotong; hanya
'lyaas bin Muawiyah yang mewajibkan pemotongan dalam peng-
gelapan. [Y 2/436-437 Y9/79 Mh 2263 (dari sementara ulama)]
17. IKRAR
1. Sahnya Ikrar
Imam-imam sepakat bahwa ikrar adalah sah. [Y 5/124J
250
8. Ikrar mahjur ‘alaih
L=Hajrll 4, hlm.188
26) Ad Daudy menganggapnya ganjil. dan menukil kesepakatan yang terjadi atas
diperbolehkannya mengecualikan yang banyak sehingga yang tinggal hanya
yang sedikit. Kalau orang mengatakan: "Dia punya padaku seribu kecuali
sembilan ratus sembilan puiuh sembilan," maka yang wajib atasnya hanya
satu (hasil pengurangan 1000-999; ed.).
Ibnu At Tien mempertanyakan itu. dan berkata: "Dalam, hal ikrar, sekelompok
orang berpendapat seperti itu. Adapun penukilan ijmak ditolak. Khilaf ada
terbukti hingga di mazhab Maliky sendiri, Abu Al Hasan Al Lakhmy, dari
Maltky, berkata: "Apabila orang mengatakan: 'Engkau tercerai tiga, kecuali
dua,' maka jatuhlah talak tiga.' Dan dinukil dari Abdul Malik bin Al Maajisyun
dan lainnya, bahwa tidak sah pengecualian lebih banyak dari yang sediktl
yang ditetapkan. [F 11/183]
251
"Padaku dia punya beberapa dirham," lalu dijelaskannya bahwa
dirham-dirham itu merupakan titipan, maka tafsir (penjelasnya) itu
diterima -tanpa khilaf di antara ahlul 'ilmi -baik penjelasannya itu
dengan kalimat yang bersambung (dengan (krarnya) atau terpisah.
Orang yang berikrar dengan beberapa dirham bagi orang lain dan
tidak menyebut jumlah, telah disepakati bahwa dia baru melunasi
dengan tiga dirham, tidak dua dirham, [Y 5/151 Mh 1714)
252
20. Ikrar terhadap had-had
L=Had//20, him. 125
L=Had2inall2'\. him. 157
L=Had Pencurian // 31, him. 140
L=Had Minum // 6, him. 134
18. ILMU
1. Penulisan llmu
Umat sepakat atas kesunnahan menulis ilmu, setetah semen-
tara ulama Salaf melarang penulisan selain di-Qur'an. {S 6/62,10/457
(dari ’lyaadl) F1/I65j
19. IMAM S A L AT
253
fiqh dan sebagainya, adalah mendahuiukan yang sifatnya
sunnah bukan mempakan persyaratan dan bukan ketentuan
yang wajib; tanpa ada khilaf yang diketahui. (Mr 28 Mh 487 Y
2/150, 153, 169]
27) Tidak ada perbedaan pendapat mengenai, bahwa para makmum salat
dengan berdiri dan iidak mengikuli Imam duduk. {Y 2/185]
254
Asyhab, bahwa orang yang makmum seorang wanita dalam keadaan
tidak tabu (bahwa imamnya itu wanita) sampai habis waktu. kemu-
dian bam ia mengetahuinya, maka salatnya sempurna. [Mr 27 Mh
317 Y2/164)
29) Ini terbaik dari dua segi. Pertama, bahwa tidak ada hujjah selain dari apa
yang datang dari Rasulullah saw. Kalau diketahui bahwa Rasulullah saw
mengetahui ini, niscaya kita akan berpendapat demikian. Kedua, karena tidak
adanyanya takliet (pembebanan) anak kecil, karena sabda Rasulullah saw
yang artinya: "Kalam, diangkat dari anak kecil, sampai dia baligh." [Mh 490]
Dan Ibnu Hazm tidak menuturkan pendapat Sahabat yang berbeda dengan
ini.
255
13. Pengimaman orang yang membaca qiraah yang syadzdzah
(bacaan al-Qur'an yang lain sendiri dari bacaan-bacaan
yang diakui; Pent.).
Orang yang membaca qiraah yang syadzdzah. tidak boieh
dimakmuml menurut ijmak kaum muslimin. [M 3/358 (dari Ibnu Abdil
Barr)]
18. Orang yang salat fardiu, makmum pada orang yang salat
fardiu lain
Meiakukan suatu salat fardiu di belakang orang yang bersem-
bahyang salat fardiu yang lain, seperti orang yang salat Dhuhur di
belakang orang yang salat Ashar, adaiah jaiz. Ini tlndakan Abud
Dardaa dan tidak diketahui ada Sahabat yang menentangnya sama
sekall dari kalangan para Sahabat. (Mh 494]
2 5 6
orang bersalat sunnah di belakang orang yang bersalat fardlu.
dengan fanpa ada khilaf yang diketahui di kaiangan ahlul 'ilmi. [Mb
494 Y2/187 F2/156 (daii Ibnu Hazm)]
20. IMAN
L=islam, him. 263
1. Batasan Iman
257
min. Dalam hal ini Afilus Sunnah telah sepakat. Barangsiapa mengu-
capkan keislaman tanpa meyakininya dalam hati, ia kafir di hadapan
Allah dan kaum muslimin. Barangsiapa berikrar dan beramal tidak
atas dasar ilmu dan pengetahuan akan Tuhan-Nya, atau ia menge-
tahui-Nya dan beramal tap! menentang dengan lisannya dan men-
dustakan apa yang diketahuinya tentang Tauhid, ia tidak berhak
disebut mukmin -- tanpa khilaf di antara semua ulama. [[S 1/188,191
Mr 176 Mh 77, 78, F1/98]
S. Pengajaran Iman
Ulama telah sepakat bahwa orang yang datang bertanya
tentang iman, dan bagaimana caranya masuk Islam, wajib dipenuhi
da diajari seketika Itu juga. [S 4/175]
258
muslimin. [Y 9/214]
22. INJIL
1. Pemaisuan Injil
Orang-orang Nasrani telah memalsukan Injil dan melakukan
pengubahan dalam Injil tanpa khilaf. [F 13/449 (dari Az Zarkasyi)]
30) Ijmak mengenai hal ini belum tetap (belum terbuKti). (Y 6/31]
259
23. IQAALAH
L=Jual beli//140, 141, him. 322
L=Syuf'ah I113, him. 805
L=Tempat (Salam) //16, him.
31) Ini berdasarkan pendapat bahwa air itu dapat dimiliki dan orang-orang yang
berpendapat bahwa air itu dimiliki -yaitu Jumhur Ulama -merekalah yang
tidak berbeda pendapat mengenai hal itu. [P 5/24 N6/304 (dari Ibnu Hajar)]
260
biian airnya dari sungai yang tidak dimiliki seseorang, ma-
ka boleh air bagiannya untuk mengairi tanah yang tidak
ada ketentuan pengairan darinya: tanpa ada khilaf. [F 5/29
Y5/480]
261
5. Tanah-tanah ikutan yang ditinggalkan tidak bisa dimiliki
dengan penggarapan
L=lhhya-ul mawaat II6, him. 248
262
Ahmad, Abu Tsur, dan Ibnu Mundzir, tanpa diketahui ada khilaf. [Y
4/454, 455]
27. ISLAM
L=lman, him. 257
4. Siapa muslim
Telah disepakati bahwa seorang muslim iaiah orang yang
menyatakan bahwa ia membersihkan (membebaskan) dirt dari semua
agama kecuali agama Islam, dan bahwa ia meyakini syariat Islam
seluruhnya sebagaimana dibawa oleh Nabi Muhammad Rasuluilah
saw dan melahirkan kesaksian Tauhid. Dalam hal ini lelaki dan pe-
rempuan sama, juga orang merdeka dan hamba sahaya. Dan tidak
ada perbedaan pendapat dalam pemberlakuan hukum-hukum lahir
atas orang yang menyatakan/menampakkan keislaman, meskipun ia
menyembunyikan kekafirannya (dalam hati). [Mr 127 Mh 960, 1398
F12/236]
263
dak lag! mempunyal ayah, baik semua kerabatnya meme-
luk Islam maupuntidak.
Dan tidak ada perbedaan pendapat mengenai bahwasanya
untuk keabsahan Islamnya disyaratkan la menyadari Islam;
hal Ini terjadi dengan meyaklni bahwa Allah Ta'ala adalah
Tuhannya, tidak ada yang menyekutui-Nya, dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Adapun dia
telah baligh, dan kedua orangtuanya, atau salah satunya,
memeluk agama Islam, ulama sepakat bahwa la tidak dipak-
sa Islam.
3. Apablia sebelum baligh, la telah jatuh sebagai tawanan sen-
dirian tanpa orangtuanya. [Mr 54, 10, 127, 128, Y8/551,
9/254))
32) Pemyataan ijmak (kesepaka(an) tertolak oleh apa yang dinukil dari Imam
Ahmad; beliau mengatakan; "Aku dengar Abu Hanifah pernah berkata.
’Barangsiapa mauk Islam ia tidak dituntut atas apa yang dilakukannya pada
saatjahiliah (belum Islam: Pent.)'. "Kemudian itu dibantahnya dengan hadits
Ibnu Mas'ud; Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa berbuat baik dalam
Islam, tidak dituntut perbuatannya pada waktu jahiliah -- dan barangsiapa
berbuat buruk dalam Islam, dituntut/dihukum atas perbuatannya pertama dan
terakhir." Di sini dosa-dosa yang dilakukan orang kafir pada waktu jahiliah,
jika dilakukan terus pada waktu Islam, dituntut/dihukum.
Kepada pendapat ini. Al Mulaimy dari golongan Syafi'iyah condong. (F
12/224]
2 6 4
ngan perselubuhan atau akad nikah, tidak melakukan sodomi (me-
nyetubuhi sesama jenis), tidak lari ke Darul Harb, tidak mencaci maki
Sahabat-Sahabat Rasululiah saw tidak mengingkari taqdir, tidak
tinggal -atas kemauannya sendiri -bersama ahlul harb, tidak
ditemukan berada di antara ahlul baghy (pemberontak, Pent.), tidak
disetubuhi sesama jenis (sodomi), tidak menyetubuhi binatang, tidak
melakukan praktek sihir, tidak meninggalkan salat dengan sengaja
sampai keluar waklunya, tidak di-ftad minum khamar sampai tiga kali
dan minum keempat kalinya, tidak dijatuhi had pencurian empat kali,
tidak mencaci maki Allah dan Rasululiah saw, tidak mengada-adakan
bid'ah. tidak murtad dan bikin kerusakan di muka bumi, serta tidak
terang-terangan meninggalkan kewajiban zakat, puasa dan haji. [Mr
137-138]
265
16. Memaksa orang murtad kepada Islam
L=Mur1ad//19, him, 503
28. ISTIGHFAR
29. ISTIHADLAH
266
4. Kapan mustahadlah mandi
Mustahadlah wajib mandi bila masa haidnya berakhir meskipun
darah masih mengalir. Ini lelah menjadi kesepakatan {mujma ’alaih).
[S 2/397)
3 3
30. ISTIHDAAD
1. Hukum Istihdaad
Mereka telah sepakat bahwa istihdaad hukumnya sunnah. [Mr
157 B1/224 M1/348 N1/109]
34
31. ISTIHSAN
Memutuskan dengan dalil Istihsan
L=Putusan; Keputusan (Vonis) II 33. him. 618
33) Istitidaad -mencukur bulu rambut kemaluan disebut Istihdaad (dari kata
hadied, yang berarti besi), karena mempergunakan alat dari besi (pisau cukur
atau silet). (Pent, dari N1/109)
267
32. ISTIJMAR^^
L=lstinjaa', him. 268
33. ISTIKHARAH
L=Salat Istikharah, him. 713
4.
Menghadap Baltal Maqdis ketika buang air
Menghadap atau membelakangi Baital Maqdis ketika kencing
atau berak hukumnya tidak haram, baik di dalam bangunan atau di
tempat terbuka. Sudah disepakati ulama[M 2/88 F1/198 (dari Al
Khaththaaby) N1/79 (dari Al Khaththaaby)]
5.
Perkara yang disunnahkan waktu buang air
Orang yang akan buang air disunnahkan:
(1) Mendahulukan kaki kiri ketika masuk jamban, dan kaki kanan
35) IsOjmar -membersihkan diri dari buang air tanpa memakai air meiainkan
batu dan sebagainya: Jawa -pepei)
36) Datam hal ini perlu kupasan, Ibrahim An Nakha'iy, Ibnu Sierin, 'Athaa, Az
Zuhriy, sebagian ulama Syafi'iyyah, Al Manshur Billah dan Az Zaidiyyah
beipendapat atas haramnya menghadap BaituI Maqdis. [F 1/96 N1/79 (dari
Ibnu Hajar)]
268
waktu keluar. Ini disepakatl.
(2) Ketika masuk jamban membaca” baik dalam bangunan atau
di tempat lapang. Ini mujma 'alaih.
(3) Tidak mengangkat pakaiannya kecuali setelahh dekat dengan
tanah menurut kesepakatan ulama, dan demikian itu tidak
wajib.
{4) Tidak berlama-lama ketika buang air menurut kesepakatan
ulama. [M 2/83, 85, 91, 98]
37) "Ya Allah, Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari segala jenis syaitan".
(Pent.)
38) Ibnu Taimiah berkata: "Ada dua pendapat yang terkenal dalam masalah
diperbolehkannya cebok dengan selain batu. Pendapat terebur riwayat
Ahmad. Salah satunya cebok tidak dengan batu belum dianggap cukup. Ini
yang dipilih Ibnul Mundzif dan Abu Bakar bin Abdul Aziz (20) Humamsh aalah
abu, arang dan semua bahan bekas bakaran api
269
8. Cebok dengan tangan langsung
Cebok dengan tangan secara langsung tanpa air atau batu
atau sejenisnya hukumnya haram dan belum cukup -- tanpa khilaf.
Dalam hal ini tangan kiri sama hukumnya dengan tangan kanan. (F
1/203]
270
3. Salat untuk Istisqaa
L=Salat Istisqaa, him. 714
39) Khilaf teijadi pada zaman dulu, mesKi yang lebih unggul {atjah) adatah lebih
afdolnya Sayyidatina Khadijah. |F 7/110]
271
38. ITIKAF
1. Hukum rtikaf
Kaum muslimin telah sepakat bahwa i'tikaf adalah sunnah: la
tidak menjadi wajib kecuaii karena nadzar, dan i’tikaf menjadi lebih
dikukuhkan kesunnahannya pada hari-hari sepuluh terakhir bulan
Ramadan. Diriwayatkan dari Imam Malik bahwa beliau memakmhkan
memasukinya karena khawatir tidak dipenuhi syaratnya. [S 5/174 M
6/505 B1/302 Y3/165 (dari Ibnul Mundzir) F4/218, 219 (dari Ahmad)
N4/264 (dari Ahmad dan An Nawawy)]
3. Tempat i’tikaf
Semua telah sepakat bahwa masjid merupakan syarat bagi
i'tikaf, apabila yang i’tikaf seorang lelaki. Sedangkan seorang wanita
boleh beri'tikaf di masjid, karena istri-istri Nabi saw telah melaku-
kannya dan tak seorang pun menentang beliau-beliau dari kalangan
Sahabat.
40) Ini tidak merupakan kesepakatan (ijmak), dan tidak diketahui pendapat ini
dari seorang pun kecuaii dari Ibnu 'Abdil Barr, Imam Syafi’iy berkata: "Semua
amal boleh tidak engkau masuki (mulai), dan apabila engkau telah mema¬
sukinya, kemudian keluar dari padanya, engkau tidak harus mengkadlainya
kecuaii haj dan 'umrah. Dan tidak terjadi ijmak atas pengikatan suatu ibadat
sunnah dengan mulai memasukinya, kecuaii haj dan umrah." (Y 3/166]
272
berpuasa pada hari-hari itu, dan dalam i’tikafnya la tidak mensya-
ratkan suatu syarat, tidak menyentuh wanita sama sekali, tidak
melakukan suatu maksiat, tidak keluar dari masjid untuk selain keper-
luan seorang manusia, dalam keluarnya tidak masuk ke bawah suatu
atap sama sekali, tidak melakukan suatu kegiatan kecuali salat, dzikir
dan sesuatu yang menjadi kelaziman i'tikaf, dan tidak memakai
wewanglan apabila dia wanita, maka la telah ben’tikaf dengan benar.
[Mr 41]
5. Masa i'tikaf
I'tikaf boleh untuk sesaat. ini pendapat Ya'Ia bin Umayyah dari
Sahabat, dan tidak diketahui ada seorang yang menentangnya di
kalangan Sahabat.^' Sedangkan maksimalnya telah disepakati; tidak
ada batasnya. Barangsiapa beri'tikaf untuk suatu masa tertentu, ia
tidak boleh keluar kecuali bila matahari telah tenggelam dl akhir hari
i'tikafnya, tanpa khilaf. [Mh 624 F4/208, 219 {dari Ibnu 'Abdil Barr)]
6. Niat I'tikaf
Niat i'tikaf merupakan syarat dalam i'tikaf, tanpa perbedaan
pendapat. [B 1/305]
41) L//5
273
salat Jumat dan salat jenazah, serta boleh menengok orang sakit. Ini
pendapat Sahabat Ali, pemah dilakukan Sayyidatina 'Aisyah, dan tak
seorang pun yang menentang beliau berdua dari kalangan Sababat.
Bila keluar bukan karena suatu hajat (keperluan) atau keterpaksaan
(darurat) atau kebajikan yang diperintahkan atau disunnahkan, maka
ulama sepakat bahwa i'tikafnya batal. [Y 3/172 (dari Ibnul Mundzir) Mr
41 M628 M6/530 (dari Ibnul Mundzir dan Al Mawardy dan Iain-lain)
F4/220 N4/266]
42) Sotoh adalah semacam atapyangdatar: di alasnya tak ada atap lagi. (Pent.)
274
telah bersih meneruskan i'tikafnya yang terputus oleh haid tadi. [Y
3/186 B1/307]
2. Sifat permisi
Menurut ijmak umat, orang yang permisi hendakiah mengu-
capkan salam dan permisi (Jawa: kulo nuwun) tiga kali. [S 8/452]
275
I
; ! M r
y} i w j W Ts f w a i l i a i a C < 1 ^ :! h 1 .
\6
>ii;^
tCeWCi-
< V
a^rs
SZ^
J
1. J A B ATA N TA N G A N
1) Demikian di buku asli. Ini terang salah cetak. yang benar. [N 5/96) (Pent)
277
L=Perempuan // 28, 29, 30, 31, him. 579, 580
6. Etika bepergian
Menurut ijmak kaum muslimin, musafir hendaknya memper-
hatikan hal-hal di bawah ini:
3) Tidak demikian. Abu Hanrfah betpendapat diperbolehkan. Dalam hal Ini salat
Jumat sama dengan salat-salat yang tain. Umumnya Ulama berbeda
pendapat dengan belia, mereka membedakan salat Jumat dengan salat-salat
lainnya. [N 3/230 (dari Al 'Iraqy)]
278
9. Mengusap dua berkenaan dengan perjalanan
L=Usap; Mengusap (Al Mashu) II7, 9, him. 877, 878
12. P e i a k s a n a a n s a l a t l e d a i n o l e h m u s a fi r
L=Salat//3, him. 673
3. JAMINAN (Kafalah)
1. Hukum Jamlnan
Kaum muslimln sepakat atas ketetapan jamlnan (kafalah) keja-
izannya secara umum. [Y 4/480 B2/291]
279
jaminan dari orang gila, orang berpenyakit dada {mubarsam), dan
anak kecil yang beium mumayyiz. tanpa khilaf. (Mr 62 Y4/486]
280
si Fulan hah ini, berupa utang. menjadi tanggunganku", tanpa pen-
jelasan dari si empunya hak (piutang) yang ditanggung {makfullah)
kepada si penjamin {kafief), maka jaminan demikian itu tidak sah,
menurut ijmak.
Orang yang berkata kepada orang lain. "Apabila maiahari terbit
esok pagi, maka apa yang menjadi hakmu pada debitormu, Fulan,
yaitu seribu dirham, menjadi tanggunganku": Lalu matahah terbit esok
paginya, maka dia tidak diharuskan apa pun. tanpa ada khilaf di
antara ulama. (Kh 2/10, 43]
281
tanpa ada khilaf yang diketahui. [Y 4/492]
4. JANABAH/JUNUB
282
L=Mandi, him, 444
283
12, Sa'i orang junub
L=Sa’i//3, hal. 660
5. JANIN (KANDUNGAN)
1. Permulaan peniupan ruh padajanin
L=Rub//2, him. 654
3. Warisan janin
L=Warls/warisan //15, him, 903
6. JANJI
L=Sumpah, him. 778
2 8 4
7. JARAHAN
L = Ta w a n a n , h i m . 8 4 6
9. JENAZAH
L=Mayat, him. 466
1. Mensalatkan jenazah
L=Salat jenazah, him. 726
2. Memikul jenazah
Memikul jenazah adaiah fardiu kifayah, tanpa ada khilaf. Memi-
kul jenazah tidak merupakan perbuatan rendah atau menjatuhkan
murv-an (manly/prestige), sebaiknya merupakan suatu kebajikan,
ketaatan dan penghormatan kepada si mayat ini; dan ini dilakukan
para Sahabat tabi’ien dan orang-orang berilmu dan terhomat sesudah
mereka. [M 5/232 (dari As Syafi'iy)]
4. Mengiringkan jenazah
Umat sepakat atas kesunnahan mengiringkan jenazah dan
bahwa itu sunnah, baik bagi orang yang mengenai si mayat, kerabat-
nya ataupun lainnya. [M 5/236 S8/342]
5. Siapa yang mengiringkan jenazah
Disunnahkan bagi kaum lelaki mengiringkan jenazah hingga
dikebumikan. Ini sudah merupakan kesepatan {mujmak 'a/a//?}. [M
5/235]
285
tanpa perbedaan pendapat di antara ulama.® Ibnu Hazm yang penda-
patnya lain dari yang lain, mengatakan wajib. [Y 2/394 F3/143 {dari
Ibnu Qudaamah) N4/70 {dari Ibnu Qudaamah)]
10. JIHAD
1. Hukum Jihad
Mereka telah sepakat bahwa memerangi orang-orang musyrik
dan orang-orang kafir serta menjaga kubu orang-orang Islam,
kota-kota mereka, benteng-benteng mereka dan cagar alam mereka,
bila orang-orang musyrik dan orang-orang kafir menyerang kaum
muslimin, wajib atas orang-orang merdeka, yang baligh dan mam-
pu/kuat.
Dan ulama telah sepakat bahwa kewajiban itu adalah fardlu
kifayah, bukan fardlu 'ain. Abdullah bin Al Hasan mengatakan; sun-
nah. [Mr 119 B1/368]
3. Pahala jihad
Mereka telah sepakat bahwa jihad bersama para pemimpin
adalah keutamaan yang besar. [Mr 119]
286
sesuatu untuk berperang, wajib berjihad; tanpa aba khilaf. [B 1/368)
11 . P e r a n g t i d a k d i s y a r i a t k a n
Tidak haial memerangi sesuatu negeri secara zaiim (tanpa
aiasan yang haq), tanpa ada khiiaf. [Mh 2153]
7) Mereka sepakat bahwa orang yang mempunyai ayah-ibu yartg akan (erlantar
sebab kepergiannya berjihad, kewajiban jihad gugur darinya. [Mr 119]
287
12. Kapan perang diharamkan
L=Bulan II2. him. 71
9j Dalam masalah ini ada tiga mazhab: 1Wajib mendahului dengan ajakan
kepada orang-orang yang kafir ke Islam tanpa membedakan antara mereka
yang ter}angkau ajakan dan yang tidak mendengarnya. Ini penapat Malik,
Hadawiyah dan Iain-lain. 2. Tidak wajib sama sekali. 3. Wajib bagimereka
yang belum terjangkau ajakan dan tidak wajib kalau sudah sampai kepada
mereka ajakan Islam, tap! disunnahkan Ibnu Mundzir berkala: "Ini pendapat
Jumhuf Ahlul 'ilmi." [N 7/231]
288
melempar benteng-benteng dengan manjaniq-manjaniq'° dan seba-
gainya; baik di dalamnya terdapat wanita-wanita dan anak-anak atau
tidak. [B 1/372, 373]
10) Manjaniq (Ballisla) adalah suatu alal parang kuno untuk melemparkan batu
Prinsipnya seperti jepretanfliatapel (Pent ).
289
air dan melakukan perbuatan untuk melemahkan kekuatan musuh
dengan segala cara yang menyebabkan sampai kepada kemenang-
an, selagi tidak terdapat -bersama-sama mereka -- anak-anak kecti,
wanita-wanita dan tawanan-tawanan muslimin. [B 1/371, 372 Mr 119
MH2154 Kh 3/3-4, 9]
290
kaum muslimin [Y 2/347)
291
37. Pemberian keamanan kepada musuh
L=Aman, Keamanan, him. 37
11 . JIN
1. Adanya Jin
Mereka sepakat bahwa adanya jin itu adalah hak (Penar-benar
ada: Pent.). (Mr 174]
292
6. Hisab jin di Akhirat
Ulama sepakat bahwa jin akan disiksa di akhirat atas mak-
siat-maksiatnya. [S 3/91]
1. Disyariatkannya jizyah
Kaum musllmln sepakat atas diperbolehkannya memungut
//zya/7. (Y9/319Kh 3/213]
3. Ukuran (besarnya)y/zya/)
Jizyah ditentukan dengan ukuran yang tidak boleh leblh atau
kurang daripadanya. Sahabat Umar pernah menentukannya dengan
ukuran tertentu di hadapan para Sahabat dan tidak dllngkari, maka
I I
11) Ibnu Taimiyah berkata, 'Tentang jizyah ini, Ulama berbeda pendapat, apakah
la dikirakan dengan syara' atau dengan ijtihad Imam (penguasa) blla lebih
dan empat dinar. Ini salah satu dari dua nwayat dari Imam Ahmad Dan
mazhab Imam Atha'. At Tsaury, Muhammad din Al Hasan, Abu 'Ubald dan
Iain-lain.'' (Mr 116]
293
yang dimerdekakan atau orang merdeka -- empat mitsqaf^ emas dr
penghabtsan setiap tahun qamariyah, selelah setiap dinar dinilai
(dikurs) dua belas dirham ke atas.’^ [Y 9/324-325 Mr 115]
12) Satu rnitsqai sayriy menurut Abu Hanifah =5.388 gram, dan menurut tiga
Imam lainnya (Malik, As Syafi'iy dan Ahmad) =3,879 gram, Satu dirham
menurut Abu Hanifah =3.770 gram perak. Sedang menurut tiga Imam yang
lain =2.715 gram (Pent, dari Farhu/Qadrer olehSyeikh Muhammad Maksum
bin Ali Jombang).
13) Ukuran jizyah bagi orang yang mampu adalah 48 dirham, bagi yang sedang
24 dirham dan bagi fakir, 12 dirham. Ini yang dilakukan Sahabat Umar dan
tak seorang pun ingkar; jadi merupakan tjmak. [Y 9/325, 326]
14) Jizyah dipungut dan Ahlul Kitab dari bangsa Arab, menurut tjmak. [Y 9/322]
294
jizyah itu tidak diterima kecuali dari orang-orang Yahudi dan Nasrani
saja. [Y 9/195, 321 Kh 3/199 B1/376, 390 F6/197 (dari Ibnu 'Abdil
Barr)]
15) L//5
16) Pernyataan ijmak tidak sah, sebab yang melarang memungut jizyab dari
wanita, hanya Sahabat Umar saja. [Mh 960]
17) Sah dan sementara Uiama Salaf jizyah dipungut dari orang-orang murtad
[Mh 2170)
295
13. Kapan Jizyah wajib
Telah disepakati bahwa jizyah tidak wajib kecuali setelah seta-
hun {haul). Dan jizyah tidak wajib dalam setahun, iebih banyak dari
sekali saja, menurut kesepakatan. [B 1/391-392 F6/29 N7/209]
296
dari bangkai. bukan yang diambil dari sesuatu yang hidup kecuali
bulu-bulunya, bukan sesuatu yang dibelinya tap! belum diterimanya
-! berdasar perbedaan pendapat mengenai cara-cara penerimaan itu
sendiri -- bukan berupa makanan yang tidak dimakannya, bukan cam-
pur aduk (tanpa ditimbang/dilakar) yang belum dipindahkan, bukan
kurma yang belum dipolong, bukan sesuatu yang diharamkan, bukan
salib, bukan berhala, bukan anjing, bukan kucing, bukan binatang
yang tidak bisa dimanfaatkan. bukan pohon kurma, bukan hamba
mudabbar atau ibunya mudabbarah, bukan budak ummu walad.
bukan anak mudabbarah atau ummu walad (budak wanita yang mela-
hirkan anak dari tuannya), bukan hamba sahaya lelaki atau perem-
puan yang dimerdekakan dengan ketentuan-ketentuan yang sudah
mendekati dipenuhi, bukan hamba sahaya lelaki atau perempuan
yang sudah tetap pemerdekaannya, bukan hamba sahaya lelaki atau
wanita yang sudah disumpahkan akan dimerdekakan atau diseder-
hanakan jika dijual, bukan budak mukatab lelaki atau wanita atau
anaknya, bukan hamil, bukan sakit parah; bukan sesuatu yang najis,
bukan benda cair yang kecampuran najis -berdasar perbedaan
Ulama mengenai apa itu najis -bukan air, bukan rumput, bukan api,
bukan pasir galian, bukan aiat hiburan, bukan real estate (barang
tetap) milik bersama, bukan suatu tempat di Mekkah, bukan tombong,
bukan harta bersama yang tidak terbagi, bukan sesuatu yang gaib,
bukan sesuatu yang hanya mungkin didapat dengan susah payah,
bukan bulu yang masih menempel di atas punggung binatang. bukan
alat sutera, bukan telumya, bukan burung yang berkuku, bukan bina¬
tang buas yang bertaring, bukan biawak, bukan landak, tidak ada
dalam jual beli itu pemakelaran orang kola terhadap orang desa, dan
tidak merupakan penimbunan, dan bukan sesuatu yang hidup di air
selain ikan, bukan kodok, bukan air susu perempuan, bukan rambut
manusia, bukan barang dagangan cegatan bukan transaksi yang
mencampurkan him.al dan haram, bukan campuraduk (tanpa ditim-
bang atau ditakar) dan sekaligus diketahui ukurannya. bukan anak
Zina, bukan buah yang belum tampak jadi (kematangan atau baiknya)
danjuga bukan tanaman yang demikian; makajual beli yang demikian
itu hukumnyajaiz. [Mr 83-84, 89]
3. Pertemuan ijab dan kabul
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa ijab dan kabul yang
mempunyai pengaruh dalam ketetapan akad (transaksi) satu dan
yang lain tidak boleh ditunda sampai berpisah majlis. Apabiia si
penjual mengatakan: "Teiah aku jual barangku ini dengan harga
sekian," dan si pembeli diam dan tidak mengkabuli (menyatakan
menerima) sampai keduanya berpisah, kemudian setelah itu baru
297
datang dan mengatakan: "Ya, aku tetima," maka Jual beli itu tidak
menjadi keletapan, [B 2/169]
298
11 . Jual bell di waktu Jumat
L=Salat Jumat //10, him. 733
299
utang orang lain dengan syarat orang lain. Apabila si pembeli tidak
memenuhi syaratnya, si penjual berhak membatalkan akad. [S 6/342
Y4/203, 337, 338 F5/142 {dari An Nawawy) N5/180 (dari An
Nawawy)]
18) Imam Baghawy berkata: "Jual beli ini begini: seorang berkata: "Aku jual
kepadamu hamba sahaya ini/sesuatu ini dengan seribu, tunai dan dua ribu,
kredit." (L//119). Ini satu fransaksijual beli yang mengandung dua syarat,
yang berbeda tujuan di dalam keduanya karena perbedaan keduanya. Dan
tidak ada bedanya antara satu syarat dan banyak syarat.
Penjelasan ini diriwayatkan dari Zaid bin Ali dan Abu Hanifab. Ada yang
berpendapat, arbnya: orang mengatakan: "Aku jual kepadamu pakaianku ini
sekian, dan saya yang akan memotonginya dan menjahitnya." Ini fasid
menurut kebanyakan Ulama Sedang Imam Ahmad berkata "Itu sah "[N
5/180)
300
23. Syarat sesudah akad
Telah disepakati bahwa setiap syarat yang terjadt setelah
sempurnanya akad, syarat itu tidak dapat mempengaruhi apa-apa
pada jual beli. [Mr 88]
301
melihat tanah dan berdiri di jalannya, maka jual beli mereka sah,
tanpa ada perbedaan pendapat. [Mh 1411 Mr 84 B2/154 Y3/522]
31. Khiyaarcacat
L=//122.
19
32. Khiyaar Tashriyah
Barangsiapa membeli temak yang 6\-tashiiyah yang tidak diketa-
huinya bahwa temak itu ditashriyah kemudian tahun tentang itu, maka
dia boieh pilih (berhak khiyaar): mengembalikan temak tersebut, atau
tetap memilikinya. Ini pendapat umumnya Ahlul 'ilmi. Sedang menurut
Abu Manifah dan Muhammad, pembeli tadi tidak punya pilihan
(khiyaar).
Apabla si pembeli mengembalikan temak yang d\-tashriyah
tersebut setelah diperahnya, maka dia wajib mengembalikan satu sha'
kurma bersama ternak tersebut. Ini fatwa Abu Hurairah dan Ibnu
Mas'ud, dan tak seorang pun Sahabat menentang fatwa itu.
Adapun kalau dia mengetahui tentang pentashriyahan ternak
tersebut sebeium diperahnya, maka dia boieh mengembalikannya
tanpa harus disertai apa-apa: tanpa khilaf. [Y 4/122, 124 (dari Ibnu
AbdII Barr) Mh 1571 F4/290 N5/215-216 (dari Ibnu Hajar).
19) Tashriyah adalah memblarkan temak tidak diperah susunya, sampai teteknya
penuh. (Pent.).
302
34. Menjual dagangan kredit dengan tunai
Orang yang membeli faarang dagangan dengan barang secara
kredit, kemudian menjualnya dengan tunai, atau penjual perlama
dengan barang lalu dibelinya dengan tunai, maka yang demikian itu
jaiz, tanpa diketahui ada khilaf. [Y 4/158]
21) Jual bell Mu/aamasa/i lalah penjualan sesuatu tanpa disaksikan, mana yang
tersentuh itu yang harus dibeli. (Pent. L: Y4/186)
22) Jual beli kerikil (hashaaf), ada yang mengalakan contohnya adalah: sese-
orang berkata: "Lemparkan kerikil ini, pakaian mana ang kena lemparanmu
maka ia menjadi milikmu dengan harga Rp 1.000,-" Ada yang mengalakan
303
Jual beli kerikil tetah disepakati keharamannya. (B 2/147 Y
4/186, 187]
41. Jual beli sesuatu yang diketahui dan tidak diketahui zatnya
Barangsiapa menjual sesuatu yang diketahui dan tidak diketahui
zatnya, seperti orang yang menjual kuda dan sesuatu yang ada di
perut kuda lain; make penjualan orang tersebut tidak sah sama sekali,
tanpa diketahui ada khilaf. [Y 4/212]
bahwa jual beli kerikil, misalnya bila seorang berkata; 'Tanah ini aku Jual
padamu sampai jarak lemparanmu dengan kerikil ini."
Ada yang mengatakan, misalnya adalah orang berkata: "Ini aku jual padamu
dengan harga sekian dengan syarat begitu aku lempar kerikil ini, jual bell
jadi."(Pent. dari Y4/186,187)
304
kan terhadap beberapa barang dan terlarang terhadap beberapa
barang yang lain.” [Y 4/111, 113 (dan Imam Malik) F4/279 (dari Ibnu
Qudaamah) B2/157 N5/160 {dari Ibnu Qudaamah)]
23) Untuk mengatakan apa yang boleh dan tidak boleh diperjualbelikan secara
tanpa takar dan perbedaan pandangan para ulama Flqh, dapat Anda lihat --
bila Anda menghendaki -de 'B 2/157/158'
305
terdapat faktor kecoh dan ketidaktahuan.
Imam Malik memperbolehkan menjual susu kambing dalam se-
jumlah hari tertentu, jika ada yang diperah dalam sejumlah hari
tersebut diketahui menunjt ada keblasaan. Sedangkan para ahli
fiqh selebihnya, mengatakan tidak boleh, kecuali dengan takar-
an tertentu yang diketahui setelah pemerahan.
(2) Penjualan bulu kambing yang masih berada di atas punggung
kambing tersebut. tidak boleh. Ini dikatakan Ibnu Abbas dan
tidak diketahui ada yang menantangnya dart kalangan Sahabat
[B 2/157 Mh 1425 N5/149)
24) Artinya tidak boleh menjual ikan yang berada di air, kecuali jika memenuhi
tiga syarat: 1. ikan itu dimiliki; 2. airnya jernih sehingga tidak menghim.angi
penyaksian ikan dan mengetahuinya. 3. mungkin memburu dan menangkap-
nya. Kalau memenuhi ketiga syarat ini, jaiz menjualnya, jika kurang salah
satu dari syarat-syarat ini, penjualannya tidak jaiz. [Y 4/161]
306
yang bunling dengan kemungkinan kandungannya seekor atau lebih,
membeli kambing yang pada teleknya terdapat susu, meskipun tak
diketahui, dan sebagainya, hukumnya sah, menurut ijmak. [M 9/280,
281,369 36/348]
307
senjata Kepada orang kafir ahlul hart, haram menurut ijmak fF 5/107
(dari Ibnu Tien) M9/391 Kh 3/146]
25) Demikian dalam buku aslinya, B1/146. Mungkin lerjadi salah cetak. Bab jual
beli yang memual pembabasan ini di Bidaayatul-mujtahid. terdapat di jilid 2,
bukan Jilid 1. {Pent.).
308
yang dijual itu masuk ke dalam pemilikan si penjual (menjadi miliknya)
setelah penjualan tersebut, maka penjualan lersebut tidak menjadi
tetap (jadi), menurt kesepakaian. [F 9/318]
3 0 9
dipelihara), tidak boleh diperjualbelikan. [B 2/126]
310
Barangsiapa mengambll satu gantang {sha) dan satu timbunan
makanan dan menjual khusus satu gantang tersebut, wajib baginya
menyerahkan makanan segantang yang dijualnya itu dari tidak boleh
memberikan segantang yang lain dari timbunan tersebut. Dalam hal
ini terjadi ijmak. [M 9/365]
28) Tauliyah ialati jual Oeli dengan (sa/nan (harga/prce) yang sama, tidak lebih
dan tidak kurang. Dalam masalah pemberitahuan harga (tsaman), sama
dengan muraabahah. (Pent, dari: Y168).
29) Kami tidak mengetahui Ini diriwayatkan kecuall dari Rable'ah dan Thaawus
saja. Sedang pendapat Al Hasan mengenai tauliyah ada rlwayat lain dari
beliau yang lustru bertentangan dengan Itu. [Mh 1508]
311
(dari Malik)]
94. Cakupan jual bell terhadap sesuatu yang belum lepas dari
barang yang dijualbelikan
Telah disepakati atas diperbolehkannya memperjuaibelikan
segala sesuatu yang berkulit satu dan rusak bila pisah dari kulitnya
itu, seperti telur dan sebagainya. Sebab yang dituju dari memper-
jualbelikannya adalah apa yang ada di dalam kulit dan kulit itu ter-
masuk di dalam jual beli. Dalam hal ini tidak ada khifaf dari seorang
pun. Dan telah disepakati bahwa sesuatu yang mempunyai kulit gan-
da, seperti buah badam dan jauz (walnuf). dan ditanggalkan (dikupas)
kulitnya yang atas (luar); maka ketika itu memperjualbelikannya jaiz.
Juga sudah disepakati atas diperbolehkannya memperjuaibelikan
kurma, anggur, zabieb (anggur kering/kismis) dengan biji di dalamnya.
Biji-bijinya itu termasuk dalam jual beli.
30) Keadaannya tidak seperti yang dituturkan secara umum begitu, tapi Ulama
membedakan antara beberapa barang dagangan. Mereka berbeda pendapat
mengenai pemerdekaan hamba sahaya; menurut Jumhur sah dan langsung
merupakan penerimaan. Dalam him. penghibahan yang khilaf; yang paling
shahih menurut golongan Syafi'iy tidak sah. [F 4/267]
312
man yang hanya dipanen sekali seperti gandum, dan si pembeli men-
syaratkannya (termasuk jual bell), maka tanaman Itu menjadi mlllknya.
Kalau tidak mensyaratkan demikian, tanaman tersebut menjadi milik
penjual. Ini pendapat Abu Hanifah, As Syafi'iy, dan Ahmad, serta --
dalam hal ini -tak diketahui ada yang berbeda pendapat.
Apabila pada tanah tersebut terdapat sayu--sayuran yang ter-
sembunyi dan tidak disyaratkan oleh si pembeli, maka ulama sepakat
bahwa sayur-sayuran itu milik penjual. [Mh 1592 Mr 88 Y4/66]
313
sedaerah), dan pendatang (bukan penduduk kota) memakelari sesa-
ma pendatang, teiah disepakati atas diperbolehkannya transaksi jual
beli seperli itu. [Mh 1469 Mr 89]
31) Najasy (Ja'fjs: banjet): Seorang -bersekongicol dengan penjual, atau tidak
-melakukan penawaran tinggi terbadap barang dagangan hanya untuk
mempengaruhi orang lain: tidak bermaksud membeli. Atau mengatakan
kepada peminat: "Saya membeli barang seperti ini jauh lebih mahim.
daripada Int." Uaksudnya agar peminat mau membeli dengan harga tinggi.
Wallahu a'lam. (Pent).
314
Apabila seorang pembeli meninggal sebelum membayar harga
seluruhnya -atau sebagiannya, sedangkan barang dagangannya
masih berada pada si penjuai, maka si penjual itu lebih berhak terha-
dap barang dagangan tersebut, dengan tanpa ada khilaf.
Adapun bila barang dagangan tersebut sudah berada pada si
pembeli, maka si penjual -berkenaan dengan tsaman (harga pen-
Jualan) -merupakan uswatui ghuramaa (berstatus sama dengan
pemilik-pemilik piutang lainnya pada pembeli) menurut semua ulama,
kecuali apa yang diriwayatkan dan Al Ishthahry, yaitu bahwa si pemilik
barang dagangan berhak kembali pada barang dagangannya itu,
meskipun pada peninggalan si pembeli terdapat sesuatu yang dapat
untuk melunasi harga barang dagangan tersebut. Ini menyimpang
sendiri dari pendapat-pendapat Ahlul 'ilmi dan bertentangan dengan
As Sunnah; tidak dapat dijadikan pegangan. [B 2/285 Y4/407]
315
Apabila barang dagangan -yang dipeijualbelikan -mempakan
barang-barang yang sempa yang harga Jualnya (fsaman-nya) terbagi
atas barang-barang tersabut menurut bagian-bagiannya, biji gandum
(burr) dan sya'/er” maka boleh memperjualbeiikan sebagiannya
secara muraabahah, manurut bagian dari harga jual (tsaman), tanpa
diketahui ada khilaf. [Y 4/165]
316
sebenarnya, tanpa ada khilaf yang diketahui.^ [Y 4/166]
11 9 . C a c a t y a n g m e w a j i b k a n p e n g e m b a l i a n b a r a n g d a g a n g a n
yang dijual
Cacat yang karenanya barang dagangan wajib dikembalikan,
adalah segala sesuatu yang mengurangi harga (nilai) barang daga¬
ngan yang dijual. ini dikatakan oleh para ahli Fiqh negeri-negeri
34) Sebab, ada kemungkinan -pada transaksi itu -ada pilih kasib dan
musaamahah daiam tsaman pada saat membeli [Y 4/166]
317
{Fuqahaa-ul amshaat). [B 2/177]
318
dagangan lersebut, maka hal ilu tidak mempengaa»hi dalam pengem-
balian barang dagangan, tanpa ada khilaf, kecuali blla dijamin aman
akibatnya. [B 2/181]
35) Para Sahabat berbeda pendapat mengenai masalah Ini. IMh 1556)
319
pembeli yang kedua menarik kembali, maka ia (pembeti pertama)
boleh menarik kembali dari penjual pertama, tanpa ktiilaf. [Y 4/147
(dari Ibnul Mundzir) B2/170]
320
bersuami, maka ia merupakan cacat yang dapat menyebabkan budak
wanita tersebut dikembaiikan. Ini pemah dilakukan oleh Abdurrahman
bin 'Auf tanpa diketahui ada yang menentangnya di kalangan para
Sahabat.
135. Hak slapa produk basil barang dagangan yang telah dlhaki
Tidak ada perbedaan pendapat mengenai bahwa produk hasil
barang dagangan yang telah dlhaki adalah milik pembeli yang bila
barang dagangan tersebut rusak di tempatnya, dia menanggungnya
[B 2/231]
321
menuntut orang yang memperdapatkannya. Dalam hal ini tidak ada
perbedaan pendapat. [B 2/320]
322
Apabila tsaman (harga pembayaran) berjangka waklu (tidak
tunai), kemudian si penjual menyesal dan meminta si pembeli me-
ngembalikan barang dagangan yang dijual dan dia memberikan
kepada si pembeli itu sepuluh dinar, misalnya, kontan atau berjangka
waktu maka Ulama tidak berfaeda pendapat mengenai kejaizannya.
Sebab iqaalah menurut mereka, apabila kemasukan tambahan atau
pengurangan pada harga pembayaran (tsaman). adalah merupakan
jual bell baru. [Mr 88 B2/140]
323
148. Jual beli tangkai
{1) Jual beli tangkai sebelum muncul buahnya dan aman daii harna,
dilarang.Penjualdanpembelidalamhalinisama.Seorangpun
tidak ada yang berbeda dengan pendapat ini.
(2) Jual beli gandum yang masih terdapat bulirnya, tapi tanpa
bulimya itu sendiri. telah disepakati ulama: tidak boleh.
(3) Tidak ada perbedaan pendapat bahwa, jual beli bulir pada
jeraminya setelah penumbukan, yang dilakukan secara boro-
ngan (tanpa timbangan atau takaran), adalah tidak boleh. [Y
4/75 (dari Ibnul Mundzir) B2/151, 152]
jualnya, maka jual belinya tidak sah (batal), kecuali apa yang diriwa-
yatkan dari Utsman Al Batty. Adapun bila gandum sudah masuk ke
dalam tanggungan si pembeli, seperli jika dia telah melakukan
penerimaan gandum tersebut, maka jual beli gandum tersebut jaiz,
juga fasamy/terhadapnya. Dalam him. iniAhlul 7/m/telah sepakat (Y
4/98, 110 (dari Ibnul Mundzir) B2/143 S6/375 M9/295 (dari Ibnul
Mundzir) F4/267]
36) 'Araaya adalah penghibahan buah pohon kurma pada tahur^ panennya
(Pent, dari Y4/53]
37) Satu ivasagsama dengan 188.712 liter (Pent, dari Fathul Qadier-T\ya Syeikh
Mohammad Ma'shum bin Ali, him.. 9).
325
Jual beli 'araaya disyaratkan adanya serah terima di majelis
akad, tanpa ada perbedaan pendapat yang diketahui. [Y 4/56]
38) Orang yang menukil ijmak ini, salah duga. Sebab ada dikatakan jaiz secara
mutlak, meskipun kedua pthak yang meiakukan akad mensyaratkan tabqiyah
(membiarkan tetap). Ini pendapat Yazid bin Habib. JF 4/313]
39) Tidak samar lagi bahwa pernyataan ijmak-ijmak ini termasuk kegegabahan.
Orang yang menyatakan bahwa semata-mata memotong, dapat mengesah-
kan Jual beli sebelum tampak kelayakannya, memerlukan dalil. Dan per¬
nyataan ijmak terhadap masalah ini tidak benar; seperli Anda ketahui At
Tsaury, Ibnu Abu Laiia, Al Hady dan Al Qasim mengatakan itu batal (tidak
sah) sama sekali. [N 5/174]
326
sah menurut ijmak.*® Dan diriwayatkan dari At Tsaury dan Ibnu
Abu Laila pendapat yang melarang jual beli demikian. Ini riwayat
yang daif.
Bila buah pohon dijual sebelum tampak kelayakannya dengan
tanpa syarat memotongnya, bersama-sama pokoknya, hukumnya jaiz
menumtijmak.[Y4/73.74,75(dariIbnulMundzir)B2/148S6^88F
4/313 N5/174 (dari Al Mahdy)]
40) Pernyataan ijmak ini tidak benar dan dengan persyaratan membiarkan tetap
Juga pernyataan yang keliru. Diriwayatkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dari
Jumhur Ulama bahwa jual beli sebelum kelayakan dengan syarat mem¬
biarkan tetap, jaiz hukumnya, dan tidak diriwayatkan adanya khilaf. kecuaii
dari Abu Hanifah. (N 5/174-175)
327
buahan berbentuk bulat-bulat kecil.bijinya agak besar) dan sebagai-
nya, sah dipegiialbelikan menurut ijmak; baik diperjuaibelikan di atas
tanah atau di atas pohon. Tapi dalam memperjualbelikannya di atas
pohon, disyaratkan setelah tampak kelayakannya atau dengan syarat
dipotong (dipetik). [M 9/337-338]
Jual beli umbut kurma hukumnya jaiz dan ini sudah merupakan
kesepakatan. [F 1/120, 4/321 (dari Ibnu Baththaal)]
15. JUDI
1. Hukumjudi
328
Judi hukumnya haram menum( kesepakatan. [F 8/497]
1 6 . J U M AT
5. Salat Jumat
L=Salat Jumat, him. 731
4 2
17. JURMUQ
Mengusapjurmuq
L=Usap (Al Mashu} // 4, him. 877
42) Jurmuq adalah sesuatu yang dipakai setelah /(hu/pendek, untuk menjaga
kaki dari lumpur. Sering juga dipakai sebagai sinonim khuf (semacam kaus
kaki dari kuiit tipis).
329
'uu.*9&r !!aaijjf< ti^'Uiiiwh;''A*'^-
sti» naiau4»>i .2
,61 «AjOrfi»*^ oufc -J
i t
Nirmti hfirt ^
'■us'ic^ntrA
tcsnu^i^-bn«« .6
i\> jM 6'.k{)ts/ii % -- 3
■* p u M e u t v r
fi u m i i ^ i ^ i n ' g o a W
VI8 rlfl>Vv!^^»{tw6^,t'A>Q^h^l^ »J
a -
jvtfiot^ya^pgfttii <*feoib ^'i la^ir , - ? «
. 1
ta^a rrn::v»te» * » * * < » :
>(«iiMu>ai;.’-Vi<
i «
\' -N
1. KA'BAH
2. KABUNG; BERKABUNG
1. Hukum berkabung
Kaum muslimin sepakat bahwa berkabung dalam idah kematian
331
adalah wajib atas wanita merdeka yang muslimah -- yang ditinggal
mati suaminya. Sementara itu diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashry
dan Asy Sya'by bahwa berkabung tidak wajib. Ini pendapat yang ter-
pencil {syadz) dan bertentangan dengan sunnah Rasul, jadi tidak
perlu dibuat pegangan.^ [B 2/122 Y3/122 S6/306, 307 F9/400 (dari
sebagian Ulama)]
2. Masa berkabung
L=Idah, him. 220
2) Status ijmak tertolak dengan adanya pendapat yang dinuKII dari Al Hasan
dan Asy Sya'by. (F 9M00]
332
6. Pakatan wanita yang berkabung
Ulama sepakat bahwa wanita yang berkabung tidak boleh
memakai pakaian yang dikuningkan {mu'ashfarah) dan yang dicelup.
'Unwah bin Zubair, Malik dan Asy Syafi’iy membolehkan mereka
memakai pakaian yang dicelup hitam, sedangkan Az Zuhry mema-
kruhkannya.
Sementara itu semua ulama memberi rukhshah (keringanan)
kepada wanita yang berkabung dengan memperbolehkannya mema¬
kai pakaian putih, sedangkan sebagian ulama yang akhir dari Mazhab
Maliki melarang pakaian putih atau pakaian hitam yang indah. Tetapi
Imam Yahya berkata: "Wanita tersebut boleh memakai pakaian putih
atau hitam." [S 6/314-315 (dari Ibnul Mundzir) F9/405 {dari Ibnul
Mundzir) N6/297 (dari Ibnul Mundzir)]
333
3 . K A FA N ; P E N G K A FA N A N
1. Hukum pengkafanan
Mengkafani mayat lelaki atau perempuan adalah fardiu menurut
ijmak kaum muslimin, selagi mayat itu bukan seorang syahid atau
terbunuh secara aniaya dalam kisas. Mengkafani itu fardiu kifayah
menurut ijmak. Bila telah ada orang yang melaksanakannya, kewa-
jiban mengkafani gugur dari orang lain. [S 4/265, 5/243 Mr 34 Mh
558. 567, 2208 M5/108, 144]
2. Pengkafanan syahid
L=Syahid//3, 4, him. 799
3. Jumlah kafan
4. Warna kafan
4) Menurut Jumhur Ulama yang afdol, kafan rtu tiga lapis kain putih (N 4/38)
334
8. Harga kafan dari peninggalan
Harga pembeiian kafan diambtlkan dari peninggalan mayat --
menurutijmak.Danitudaripokokharta,menurutsemuaahlulV/m/,*
kecuali riwayat sadzdzab (lain dari yang lain) dari Khilaas bin Umrah
bahwa kafan diambilkan dari sepertiga peninggalan, dan dari Thaa-
wus bahwa kafan diambilkan dari sepertiga peninggalan -- bila tidak
banyak, serta riwayat dari Az Zuhry dan Thaawus bahwa ia dari
sepertiga, bila si mayat melarat 'mu'sir. [M 5/144 F3/109 (dari Ibnul
Mundzir) N4/34 (dari Ibnul Mundzir)]
4. KAFFFARAH (DENDA)
5) Pengitlakan ini benolak oleh pengecualian orang-orang Syafi'iy dan yang lain
dari zakat dan semua yang berhubungan dengan harta itu sendin;maka ini
didahulukan daripada untuk kafan dari perongkosan penyelenggaraan
jenazah lainnya ,seperli bila peninggalan berupa sesualu yang tergadaikan
atau berupa hamba sahaya yang melakukan tindak pidana (F 3/109)
335
pan orang miskin, sudah cukup. [Y 7/540, 541 Mh 1894 F4/134]
3. Pemerdekaan budak kecil daiam kaffaarah
Pemerdekaan budak kecil daiam kaffaarah adalah jaiz (boleh)
menurut pendapat fuqahaa-ul amshar. Pendapat yang diceritakan
dan sebagian ulama mutaqaddimin adalah larangan pemerdekaan
itu. [B 2/111]
5 . K A FA R AT D H I H A R
L=Dhihar, him. 90
336
(3) Jika tidak mampu, hams memberi makan 60 orang miskin yang
muslim dan bisa makan. Mereka hams lerdiri dari orang yang
berfaeda-beda, masing-masing dua mud yang isinya empat kati
(ritf) gandum.
Ulama sepakat bahwa kewajiban kaffaarah ini harus tertib;
pertama memerdekakan budak; kalau tidak mampu, baru puasa;
kalau tidak kuat puasa, baru memberi makan orang-orang miskin.
Boleh memulai puasa pada awal bulan atau pertengahannya, tanpa
khilaf yang diketahui. Kalau mulai pada awal bulan, lalu menjalan-
kannya selama dua bulan qomariyah, menumt ijmak sudah dianggap
cukup -baik dua bulan tadi sempurna (60 hari, Pent.) atau kurang.
Apabila mulai pada pertengahan bulan, dan menjalankannya selama
60 hari, dianggap sudah cukup -tanpa khilaf.
Puasa harus dijaiankan berturut-turut. Orang yang telah ber-
puasa satu bulan kemudian berhenti tanpa uzur, wajib mulai lagi dua
bulan. Masaiah ini telah disepakati ahlul ‘ilmi.
Kalau orang tersebut pada malam hari menggumuii wanita
bukan yang di-dhihaar-nya. perturutan puasanya tidak lerputus,
menu-rut kesepakatan ulama. (B 2/110 Mr 81-82 Y7/531, 532, 536,
539, 548 (dari Ibnui Mundzir) N6/260 (dari Al Mahdy)]
3.
Mengarahkan dhihaar kepada lebih dari seorang wanita
Apabila seseorang men-d/rj/raar empat orang istrinya dengan
satu perkataan: "Bagiku kalian seperti punggung ibuku", dia tidak
wajib membayar lebih dari satu kaffaarah. Ini pendapat 'Umar dan 'AN
serta tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentangnya,
maka menjadi ijmak. (Y 7/529, 530]
337
6. KAFFARAH (MEMBUNUH)
L=Bunuh (Pembunuhan), him. 74
338
ahlul 'ilmi. [Y 8/406]
6. Pemberatan kaffaarah
Ulama sepakal bahwa kaffaarah tidak akan diberatkan (lebih
dari yang normal; ed.) pada orang yang membunuh dalam faulan
haram alau di Tanab Haram. (B 2/410]
7 . K A F FA R AT U N N A D Z R I
L=Nadzar, him. 514
Kaffaratun Nadzri
Nadzar adalah sumpah yang paling berat, dan karena itu kaffa-
rah-nya juga paling berat, yaitu memerdekakan budak perempuan. Ini
menurut pendapat Ibnu Abbas dan tidak dikelahui ada seorang Saha-
bat pun yang menentangnya. [Mh 1115]
8 . K A F FA R AT U S S H A U M
L=Puasa, him. 592
1. H u k u m k a ff a r a t u s s h a u m
Kaffaratus shaum wajib atas orang yang dengan sengaja mela-
kukan persetubuhan yang menyebabkan batal puasanya di bulan
Ramadan, baik mengeluarkan mani atau tidak, Demikian itu mazhab
semua ulama; kecuali pendapat yang diceritakan dari Asy Sya’by,
Sa’id bin Jabir, An Nakhs'iy dan Qataadah yang mengatakan hal itu
tidak wajib kaffarah.
Persetubuhan yang dilakukan tidak di bulan Ramadan, tidak
mewajibkan kaffarah menuort pendapat ahlil 'ilmi, sedangkan menurut
Qataadah; wajib kaffarah atas orang yang bersetubuh di waktu
meng-kad/a puasa Ramadan. (S 5/88 N6/395 Y3/110. 114]
2. Penyebab yang mewajibkan kaffaratus shaum
L = / / 1
339
3. Sifat kaffaratus shaum
6) Zubair bln Huzzail dan lamnya berpendapat bahwa orang yang membatalkan
puasanya dengan persetubuhan atau lainnya pada semua hari-hari bulan
Ramadan dan belum membayar kaffarah, hanya wajib membayar satu kali
saja. Ini wajib menurut Sa'iid bin Musayyab. (Mh 2129)
340
ulama sepakat bahwa la hams membayar kaffarah lagi. [B
1/296 Mh 771, 2169 (dari sebagian ulama) Y3/120J
9. KAFIR
L=Ahlul Kitab, him. 19
L=Dzimmy, him. 8
1. Penyebab kekufuran
L=Kufur, him. 384
3. M u n a fi k a d a l a h k a fi r
L =Mu n a fik II2 , h i m.
341
Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal: bahwa orang kafir
akan disiksa karena kekufurannya dan ketidakmauannya menja-
lankan hukum-hukum Islam. [N 1/93 F1/2561
16. K e s u c i a n t u b u h o r a n g k a fi r
L=Manusia // 2, him. 456
342
19. Member! salam kepada orang Islam dan kafir
L=Salam // 4, him. 753
31. Wa s i a t o r a n g k a fi r
Orang kafir boleh berwasiat, menurut ijmak. [F 5/274 (dari Ibnul
Mundzir) N6/33 (dari Ibnul Mundzir)]
343
32. Wasiatorang Islam kepada orang kafir
L=Wasiat II 26, him. 941
34. P e m e r d e k a a n b u d a k k a fi r
L=Merdeka //18, him. 474
344
46. Wudiu orang kafir ketika masuk Islam
L=Wudiu II 85, him. 963
48. Permulaan taklif salat kepada orang kafir yang masuk Islam
L= Salat//36, him. 679
L=Nikah//87, 88. him. 558
10. KAKEK
1. Menyantuni kakek
Ulama sepakat bahwa menyantuni kakek fardiu hukumnya. [Mr
157]
345
pu melakukannya. (Mr 155 F11/231 (dan Al Barbahary)]
12. KAYA(GHANIY)
346
4. Memberikan luqathah (temuan) pada orang kaya
L=Temuan (Luqathah) //17, him. 417
15. KELIRU
1. Memaafkan kekeliruan
Perbuatan apa pun yang terjadi karena kekeliruan, dapat
dimaaf-kan -- menurut kesepakatan ulama. [F 5/121]
1 6 . K E R A M AT
347
Mazhab ahlus sunnah menetapkan adanya keramat para wali,
berbeda dengan pendapat Mu'tazilah. [S 8/329, 9/443]
5. Kenajisan khamar
Kaum muslimin sepakat bahwa khamar itu najis. Diriwayatkan
348
dari Rabii’ah dan Dawud, bahkan khamar itu suci; pendapal ini
syaadz. (B 2/125 Y9/152 M2/569-570 (dari Abu Hamid)]
11) Ini yang dikatakan oleh Ibnu Hazm di "Maraalibul ijmak!': sedang di "Al
Muhim.laa" beliau betkata sebagai tanggapan alas kesepakalan umat Islam.
"Ini tidak punya art! apa-apa. Sebab kalau kita mendapatkan seseorang yang
betum tabu dengan jelas tentang keharaman khamar karena him. itu belum
sampai kepadanya, kita tidak akan mengkafirkannya sampai masalah itu
diketahuinya. Pada seat ia mengelahui, jika masih nekat menganggap
menyelisihi Rasulullah Saw., itu him.al, dia kafir." (Mh 1098]
349
14. Taiak yang dijatuhkan oleh orang mabuk
L = Ta t a k / / 6 , 7 , h i m . 8 1 6
1 8 . K H I A N AT
Hukum pengkhianatan
Pengkhianata, baik oleh orang muslim atau lainnya, hukumnya
350
haram. Ini sudah disepakali. [S 7/297 F6/214 N8/29 (dari Ibnu
Hajar))
1 9 . K H I L A FA H
351
5. Penentuan khaiifah melalui musyawarah
Ulama sepakat atas diperbolehkannya pengangkatan khaiifah
lewat cara musyawarah antara golongan. [S 8/9 F13/176 (dari Ibnu
Baththaal dan An Nawawy) N6/52 (dari An Nawawy dan lainnya)]
6. Kelangsungan pemcrintahan Umardengan cara
musyawarah
Sahabat sepakat atas kelangsungan pemerintahan Umar de-
ngan cara musyawarah. Dalam hal ini tidak ada seorang pun yang
berbeda pendapat. [S 8/10]
352
di seluruh dunia -dalam satu waktu terdapal dua Kepala Negara,
baik keadaannya akur atau tidak, dalam satu tempat atau tidak [Mr
124 S8/29)
12) Ibnu Taimiyah berkata "Perbedaan pendapat dalam him. ini sudah terkenal
dl kalangan Mulakallimln, seperti Ahlul Kalam dan Ahlan Nadzar. Menurut
mazhab Karamiyah dan lainnya. demikian itu boleh; AM adalahKepala
Negar.a begitu pula Mu'awiyah. Menurut AimmatuI Fuqahaa, undang-undang
masing-masing khalifah dapat berlaku bagi penduduk wilayahnya,
sebagaimana berlakunya undang-undang satu Kepala Negara.
Mengenai diperbolehkannya membai'at dua khalifah sekaligus, him. itu tidak
dilakukan jika penduduk negara itu bersatu. Kalau berpecah belah,
masing-masing kelompok tidak akan membai’at dua Kepala Negara; tetapi
salah satunya harus menyerah kepada yang lam atau memeranginya. dan
penyerahan adalah lebih baik daripada peperangan -yang akibatnya akan
lebih buruk. Demikian itu adalah akibat perbedaan pendapat dan keinginan
hawa nafsu."{124]
Apa yang dikatakan oleh Imam Haramain. berupa kejaizan membai'at dua
khalifah dalam satu negara dan him. Ku sudah disepakati, adalah pendapat
yang fasid serta berlentangan dengan apa yang telah dijalankan oleh Ulama
Salafdan Khim.af. [S 8/39]
13) Untuk menukil ijmak ini diperlukan pentakwilan khabar yang diriwayatkan
oleh Ahmad dari Umar -dengan sanad yang perawi-perawinya terpercaya
-bahwa Umar berkata: "Andaikata datang ajaiku, sedangkan Abu Ubaidah
masih hidup. akan kutunjuk ia sebagai penggantiku; dan kalau kematian
menjemputku, sedang Abu Ubaidah telah rnati. akan kutunjuk Mu'adz bin
Jabal sebagai penggantiku." Sedangkan Mu’adz bin Jabal adalah Sahabat
Anshar. tidak mempunyai hubungan nasab dengan Quraisy. Jadi agak tepat
kalau dikatakan bahwa ijmak tersebut terjadi sesudah Umar wafat atau ijtihad
Umar berubah. (F 13/126]
353
Dalam pada itu umat Islam sepakat, bahwa budak tidak boleh
menjadi khalifah.” [Mr 126 S8/35 (dari ’lyaadi) F13/104 (dari Ibnu
Baththaal) N8/266 (dari Ibnu Hajar)]
14) Budak boleh menjadi khalifah, demikian pendapat Umar dan Ulsman. dan
tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentangnya. (Mh 1801]
3 5 4
Memberontak kepada khalifah hukumnya haram, meskipun
khalifah itu fasik, zalim atau menyalahgunakan hak; tetapi wajib me- 15
nasehati dan memperingatkannya -- menunjt ijmak kaum muslimin,
Kalau bisa dipecat tanpa menimbulkan fitnah atau keseng-
saraan. wajib dipecat: kalau tidak, hams bersabar. Ini menumt ulama.
Bila khalifah mengajak kepada kekufuran atau bid'ah, ulama sepakat
atas wajibnya memberontak lerhadapnya.'® [S 8/34, 35 (dari Abu
Bakar bin Mujahid) F13/6. 99 (dari Ad Dawudy dan Ibnu Tien)]
15) Sebagian ulama menolak ijmak ini dengan dasar perlawanan Husain,
Abdullah bin Zubair dan Ahlui Madinah terhadap BanI Umayyah; perlawanan
sekelompok yang besar dari tabl'ln dan generasi pertama bersama Ibnul
Asy'als terhadap At Hajjaaj.
Konon pada mulanya memang terjadi perbedaan pendapat, kemudian
setelah itu terdapat kesepakatan atas larangan memberontak terhadap
penguasa. [S 6/35]
16) Pengakuan adanya ijmak atas wajibnya memberontak jika khalifah mengajak
kepada bid'ah Itu tertolak, kecuall kalau bid'ah lersebut mengurus kepada
kekufuran yang nyata. [F 13/99)
17) Ibnu Taimlyah berkata: "Khusus dalam masalah ini, tidak ada pendapat yang
dinukii dan para Imam dan tidak terdapat pula dl dalam sejarah Islam selain
yang terjadi antara All dan Mu'awlyah. Dan sudah dimaklumi bahwa
kebanyakan tokoh-tokoh Sahabat tidak diketahui ikut berperang membeia
salah satu dari mereka berdua. Ini pendapat Jumhur Ahlus Sunnah wal
Hadits, Jumhur Ahlul Madinah wal Bashrah; kebanyakan Ahlus Syam, Meslr.
Kufah dan laln-lalnnya dari Ulama Salaf dan Khtm.af [125]
355
23. Khalifah mengatur pelaksanaan had
L=Had//3, him. 123
356
Biia Kepaia Negara meninggal dunia, semua pejabat masih
tetap menduduki jabatannya sampai Kepaia Negara yang baru
memecal mereka. Dalam hal ini tidak ada pendapat yang berbeda
dari seorang Sahabat pun. (Mh 1366}
2 0 . K H I TA N
1, Hukum khitan
2 1 . K H I YA A R
357
6. Khiyaar tashriyyah
L=Jual beli//32, him. 302
22. KHUF
23. KHULAK
1. Hukum khulak
358
apa yang menentangnya pada zaman itu. [N 6/250 (dari Ibnul
Qayyim)Y 7/261]
359
24. KiAS
25. K I A M A T
L=Bangkit (Kebangkitan), him. 58
2 6 . K I B L AT
3. Penentuan kiblat
Ijtihad dalam menentukan kiblat, sudah merupakan kesepakatan
(majmu' 'alaih). Dan mihrab (Jawa: pengimaman) wajib didasarkan
pada penentuan kiblat; tidak boleh ijtihad mengenai ini.
Dalam hal ini kaum muslimin telah sepakat (M 1/239, 3/202 (dari
Ibnu Shabbaagh))
4. Keleluasaan kiblat
360
unluk negeri-negeri lam, seluruhnya mempunyai keleluasaan dalam
kiblat antara arah selatan, utara, dan sebagainya (2/169 (dari Ibnu
'Abdil Barr)]
27. KISAS
L=Luka, him. 404
L=Dial, him. 92
L=Bunuh; (Pembunuhan), him. 70
18) Orang yang sedang salat menghadap kiPlat lalu dipaksa orang lain agar
mengalihkan wajahnya dari kiblat, wajib mengulang salatnya, menurut
kesepakatan. [M 2310 (dari Al Juwainiy)]
361
menurut syarak
L=Bunuh//17. him. 73
362
hukum kisas berlaku atas dirinya -selagi ia tidak mencabut
pengakuannya, atau wali tidak memaafkannya.'® [Mr 140]
14.
Kisas terhadap saksi jika menarik kesaksiannya
L=Saksi//69. him. 672
19) Ulama sepakat bahwa dalam perkara pembunuhan, cukup pengakuan satu
kali saja. [F 12/105 N7/32J
20) Vonis hukum qowad (kisas: hukuman mati bag! pembunuh) yang didasarkan
kesaksian dua orang saksi bukanlah merupakan ijmak, karena Al Hasan
berkala: "Vonis hukum qowad harus berdasarkan kesaksian empat orang
saksi Berdasarkan ini, ulama sepakat bahwa dalam perkara pembunuhan,
dapat diterima kesaksian e/npar orang laki-laki. |Mh2149 Mr 53. 140]
363
nuh itu mempunyai hak mematikan pembunuh itu jika mau; dan darah
pembunuh tersebut halal. [Mr 138 B2/388)
21) Mengenai penukilan ittifak, seakan-akan Ibnu Baththaal bersandar pada apa
yang diriwayatkan oleh Ismail Al Qadli di dalam nuskhah Abiz Zannad dari
fuqahaa yang pendapat mereka dijadikan somber oleh Abiz Zanaad.
Di antara pendapat mereka adalah: Tidak seyogyarya seseorang m e -
laksanakan suatu hsd selain penguasa; hanya saja bagi orang laki-laki boleh
melaksanakan had zina terhadap budaknya" dan seterusnya. Ini hanyalah
kesepakatan Ahlul Madinah pada zaman Abiz Zanaad. [F 2/181]
3 6 4
orang lain
Menurut ijmak umat Islam, bila penguasa berkewajiban melak-
sanakan hak seorang wall berupa pembunuhan, maka penguasa ifu
cukup memerintahkan orang lain unluk membunuh {menjatuhkan
pelaksanaan hukuman mati terhadap) orang yang telah melakukan
pembunuhan. [Mh 2133)
365
pendapat. Bila seseorang memotong kaki kanan orang lain, sedang-
kan ia tidak memilikinya; atau memotong tangan padahal ia tidak
mempunyai tangan; atau mencongkei mata, dan ia sendiri tidak ber-
mata, kemudian yang dicederai itu mati, maka orang tersebut dipeng-
gal lehernya, tidak boleti dikisas anggota badannya. Mengenai hal ini
tidak ada khilaf yang diketahui. [Y 8/284, 285]
22) Kisas dalam masalah selain pembunuhan, hukumnya sama dengan kisas
dalam perkara pembunuhan. [Y 8/325]
366
c . Memotong sepasang tangan dan kaki jaani dan meminta satu
macam dial untuk nyawa.
d. Memotong sepasang tangan dan meminta dua macam diat: diat
untuk nyawa dan kaki;
e. Memotong kedua kaki dan meminta dua macam diat: diat untuk
nyawa dan tangan;
f. Memotong sebuah anggota badan (kaki atau tangan; Pent.) dan
meminta diat untuk sisanya;
g- Memotong tiga buah anggota badan dan meminta diat untuk
sisanya.
Dalam hal ini tidak diketahui ada seorang pun yang berbeda
pendapat. [Y 8/288-289]
23) tni pelu ditinjau, karena Abu Hanifah dan Ibnu Abu Laila berpendapai bahwa
'aqilah orang yang melaksanakan kisas harus membayar diat. |N 7/145)
367
pendapat yang diketahui.
(3) Orang yang mengambil kisas luka, pemukulan, pencungkilan
mata, pemecahan tulang atau lainnya, jlka la sengaja membu-
nuh jaani. (pelaku kejahatan), ia wajib 6i-qowad: tanpa ada
perbedaan pendapat. [N 7/145 (dari An Nawawy) Y8/285, 286
Mh 2119 (dari sebagian Ulama)]
42. Pelaksanaan kisas ketika salah satu ahli waris ada yang
masih kecil
Bila yang terbunuh memiliki beberapa anak, yang sudah
dewasa baru satu, la boleh membunuh si pembunuh ayahnya tanpa
24) Mutslah lalah melukai dengan cara yang sangat menyakitkan. (Pent.).
368
menunggu saudaranya dewasa. Demikian ini tindakan Al Hasan bin
Ali di hadapan Sahabat tanpa seorang pun dari mereka yang menen-
tangnya. [Mh 2079 (dari sebagian Ulama))
369
49. Penyangkalan keluargajaan/terhadapnya
Keluarga jaani (pelaku kejahatan) boleh menyangkal jaani
sebagai keluarganya. Dengan demikian mereka tidak bertiak menun-
tut bilajikayaan/dibLinuh. Ini pendapat Umar di hadapan Sahabat dan
tidak diketahui ada seorang pun yang menentangnya. [Mh 2069]
370
55. Yang harus dibunuh karena melakukan tindak pidana
kepada orang Islam
Ulama sepakal bahwa semua orang yang melakukan tindak
pidana kepada orang Islam dengan suatu kejahatan yang meng-
haruskan qowad, sedangkan orang Islam ini tidak pernah keluar dari
Islam dan tidak melakukan suatu perbualan yang menyebabkan
darahnya haial sampai ia mati akibat kejahatan atas dirinya tadi,
maka penjahat tersebut harus til-qowad. baik ia muslim atau kafir. [Mr
138, 139 Mh 2021]
26) Riwayal dari Utsman ini sangat d/aV/dan dl dalamnya ada perawi yang
sangat tidak lerpakai periwayatnya; di samping itu riwayat ini bersumber dari
seorang laki-laki yang tidak bertemu dengan Utsman. [Mh 2095]
371
62. Kisas dalam perkara pembunuhan terhadap musuh yang
tidak ikut berperang
L=Jihad II22, him. 290
27) Ada tiga mazhab da!am ketetapan kisas antara laki-laki dan wanita
1. Mazhab Imam Athaa' dan Al Hasan, bahwa di antara keduanya tidak
ada kisas, baik dalam masalah nyawa maupun (haraf. tetapi wajib
membayar diat jinayah.
2. Mazhab Jumhurul Ulama dan Sahabat, tabi'ien dan orang sesudahnya,
yaitu ditetapkannya kisas antara keduanya dalam masalah nyawa dan
lainnya berupa sesuatu yang memungkinkan terselenggaranya kisas.
3. Mazhab Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya, bahwa wajib
dilaksanakan kisas antara laki-laki dan wanita dalam masalah nyawa:
sedangkan dalam masalah lainnya, tidak wajib. [S 7/180]
Komentar saya: An Nawawy Rahimahullah. setelah menyebutkan bahwa him.
dibunuhnya laki-laki karena membunuh wanita itu adalah ijmak ulama yang
pendapatnya diperhitungkan. (S 7/174). beliau menuturkan keterangan
tersebut d> atas ini, keterangan mana menunjukkan tiadanya Ijmak.
372
66. Kisas dalam masalah luka antara orang merdeka dan budak
Ulama sepakat bahwa, tidak ada kisas antara orang yang mer¬
deka dan budak dalam masalah selain nyawa. [F 12/167 {dari Abu
Tsaur) N7/15 Y8/257]
7 3 . K i s a s d a l a m m a s a l a h l u k a m u d i i h a hz e
Ulama sepakat atas diselenggarakannya kisas dalam masalah
luka mudiihah selagi luka itu tidak ditempat yang mematikan.” [Mr
139 Y8/299]
29) Ulama sepakat bahwa dial itu terdapal pula dalam him. Kesengajaan melukai
dengan luka mudiihah. [B 2/411J
373
ibnu Zubair, bahwa beliau mengkisas dari luka munaqqilah;^° \e\.api
pendapat tersebut tidak dapat dipastikan dan beliau. f'' 8/305 (dari
Ibnul Mundzir)]
374
79. Kisas dalam masalah hidung
Ulama sepakat bahwa kisas diberlakukan pula dalam masalah
hidung. [Mr 138 Y8/308]
84. Kisas antara anggota badan yang lumpuh dan yang tidak
Bila ada orang yang waras tharaf-r\ya memotong tangan atau
kaki yang lumpuh, tidak wajib dipotong tangan atau kakinya -- menu¬
rut semua Ahlul 'ilmi, kecuali Dawud. Kalau orang yang memotong itu
lumpuh. sedangkan yang dipotong tidak lumpuh dan ia memilih diat,
la boleh melakukan hal itu; tanpa khilaf yang diketahui. [Y 8/327, 329]
375
86. Kisas dalam masalah tempelengan dan cambukan
Dalam masalah tempelengan dan cambukan, diberlakukan ki¬
sas. Ini pendapat Abu Bakar, Umar, Utsman, Khalid bin Waiid, Abu
Musa dan Ibnu Zubair, serta tidak ada seorang Sahabat pun yang-
diketahui menentangnya.^’ [Mh 1395)
4 . Modal kongsi
Dirham dan dinar boleh dijadikan modal kongsi, menurut ijmak
[F 5/101 (dari Ibnu Baththaal) Y5/14 N5/265 (dari Ibnu Baththaal)]
31) Sebagian ulama menuKil ijmak atas dilladakannya kisas dalam masalah
tempelengan dan cambukan; sedangkan yang wajib adalah ta'zier. Demikian
itu adalah berlebih-lebihan dan merupakan kealpaan, sebab pendapat yang
mengatakan diberlakukannya kisas dalam masalah tersebut jelas dari
Khutafaa-ur Rasyidin. dan Ini leblh pantas dijadikan ijmak. [F 12/192 (dari
ibnulQayyim)]
376
5. Kongsi dalam barang yang dibeli tapi belum diterima
L=Jual beli//92, him, 311
377
15. Persaksian pesero untuk rekannya
L=Saksi // 39, him. 668
1. Hukum Mudlarabah
Mudlarabah adalah jaiz, tanpa ada perbedaan pendapat di
kalangan kaum muslimin.” [B 2/233 Mr 91-92 Mh 1344, 1367 (dari
sebagian ulama) Y5/22 S6/420 N5/267, 268 (dari ibnu Hazm)]
32) Disyaratkanrya penjualan harus di hadapan pesero yang lain itu menunjuk-
kan adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang masyhur
menurut Jumhur Ulama iaiah, tidak adanya syarat tersebut. [B 2/251)
33) Apa yang didakwakan ini adalah batil dan merupakan dugaan yang keliru
terhadap ijmak atas mudlarabah yang ternyata diriwayatkan hanya dalam
enam orang Sahabat saja. [Mh 1344]
Pendapat saya, Ibnu Hazm di dalam Maraalibul Ijmak dan Al Muhtm.laa (Mr
1367) telah menukil bahwa mudlarabah Itu telah dikerjakan oleh kaum
muslimin secara meyakinkan; tanpa ada perbedaan pendapat, dan merupa¬
kan ijmak yang shahih.
378
2. Sifat Mudlarabah
379
9. Tasarruf mudlarib pada harta kongsi
Semua sepakat bahwa mudlarib di dalam kongsi mudlarabah
hanya wajib men-fasarrui'-kan apa yang pada umumnya d\-!asarruf-
kan oleh orang dalam segala keadaan. [B 2/239]
380
apa pun yang rusak. [B 2/234 Mr 93 Y5/57]
381
yang lain pula.®* [Mr 93 (dari sebagian ulama) Y5/47 B2/237-238]
34) Pendapat orang yang mengaku adanya ijmak alas masaiah ini. batal. [Mr 93]
382
31. KUBUR; PENGUBURAN
L=Jenazah,him. 285
L=makam, him. 427
L=mayat, him. 466
2. Waktu penguburan
Disunnahkan penguburan dilakukan pada waktu slang hari, dan
jaiz pada maiam hari.
Ini sudah menjadi kesepakalan (mujma' 'alaihy. kecuali apa yang
diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashry, yang memakruhkan pengubur¬
an pada waktu maiam hari. (S 7/344 M5/269 F3/162]
4. Menghadiri penguburan
Menurut ijmak umat, menghadiri penguburan jenazah adalah
sunnah. [M 5/236]
383
9. Penguburan Laqiith
L=Laqiith//4, him. 399
32. KUFUR
L=Kafir, him. 341
5.
Pemecatan khalifah lantaran kekufurannya
L=Khalifah //17, him.
9.
Mengingkarl penciptaan Allah terhadap segala sesuatu
berarti kufur
384
10. Meniadakan sifat ilmu bagi Allah adalah kufur
L=Allah Jalla Jalaluh // 8, him. 31
385
23. Menduga buruk kepada para nabi adalah kufur
L = N a b i / / 5 , h i m . 5 11
386
37. Meragukan kesucian Siti 'Aisyah berarti kufur
L=Istri-istri Nabi saw // 6, him. 271
387
33. KUKU
Pemotongan kuku
L=Potong kuku, him. 592
34. KULAH
Batasan kulah
35. KUNUT(QUNUT)
1. Hukum Qunut
2. Bentuk qunut
Tidak ada doa yang lertentu di dalam qunut, menurut kesepa¬
katan ulama. Barangsiapa berpendapat adanya doa tertentu pada
qunut di bawah ini:
35) Kepastlan ukuran kulah Ini tidak terdapal dalam suatu riwayat yang kuaVtetap
maupun di dalam ijmak [N 1/31 (dari tbnu 'Abdil Barr)]
3 8 8
(dari 'lyaadi)]
5. Tempat qunut
Apabila mushim.li selesai membaca surah, ia bertakbir lalu
membaca qunut kemudian bertakbir lag! ketika rukuk. Ini pendapat
Umar, Ali, Ibnu Mas'ud, Al Barraa dan Ats Tsaury serta tidak diketahui
ada perbedaan pendapat dalam masalah ini,“ (Y 2/137]
3 9
3 6 . K U N - YA H
“ Ya n g d i g u n a k a n u n t u k k u n - y a h
Kaum muslimin sepakat atas diperbolehkannya membuat kun-
yah dengan nama-nama yang mubah, baik orang itu mempunyai
anak laki-laki atau perempuan lalu digunakannya untuk kun-yah
38) Demiklan itu adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Qudammah dl sini. OI
tempat lain beliau beliau berkata: "Qunut dikei)akan sesudah rukuk: demikian
itu diriwayatkan dari Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar, Utsman dan Ali. [Y 2/156)
39) Kun-yah iaiah suatu nama yang dimulai dengan kata-kata (Abu/Aba/Abi) atau
(Ummu/Umma/Ummi) Umpamanya; Abu Hurairah, Ummi Kultsum. (Pent.)
389
maupun ia tidak mempunyai anak, atau anaknya masih kecil atau
menggunakan nama selain anaknya, kecuali dengan nama "Abul
Qasim''. Dalam him. penggunaan "Abul Qasim" ini, ulama berselisih
pendapat; ada yang melarang, ada yang memakruhkan, dan ada pula
yang membolehkannya. (S 8/435 Mr 155]
37. KURANGAKAL
L-Hajr, him. 187
1. Hukum Qurban
Kaum muslimin sepakat bahwa qurban disyariatkan, tetapi tidak
wajib; menurut Ahlul 'ilmi. [Y 9/434 Mh 973 F10 2, 3(dari At Tirmidzy
390
dan Ibnu Hazm) N5/109,110 (dari Al Mahdy)]
40) Pendapat ini bukan apa-apa, karena benar-benar sah dari Bilal, beliau
berkata: "Aku tidak peduli andal kata aku menyembelih ayam jantan untuk
qurban," dan tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentangnya.
[Mh 977]
41) Unta tsan/iaiah unta yang berumur lima tahun memasuki tahun keenam.
Lembu tsany, lembu yang berumur dua tahun memasuki tahun ketiga.
Kambing tsany. kambing yang berumur dua tahun.
Domba jadza. domba yang berumur satu tahun atau giginya sudah tunggal.
(Pent.)
391
kelabu, lalu belang; demikian menurut ijmak. [S 8/182, 184-185 M
8/312 N5/119, 120 (dari An Nawawy dan Imam Yahya)]
43) Merurut Abu Ishaq Asy Syairazy, kharQea' lalah hewan yang lubang
lelmganya hanya berupa sobekan memanjang.
Menurut Ibnu Duraid yang telinganya dilubangi dengan besi panas. (Pent ).
392
bukan kerabat, tidak boleh menurut ijmak." Dan ulama telah sepakat
rrtelarang persekuluan pada jenis domba, baik biri-biri maupun gibas,
kecuali menurut riwayat dari Malik yang mengatakan bahwa gibas
dianggap cukup untuk qurban bagi seorang laki-laki dan keluarganya,
tidak dengan cara bersekutu, tetapi laki-laki tadi membeli dengan
uangnya sendiri. Al Haady dan Al Qasim berpendapat bahwa. biri-biri
cukup untuk qurban bagi tiga orang.
Kemudian menurut kesepakatan ulama. seekor lembu dapat
untuk qurban bagi tujuh orang. (B 1/420, 421 S8/181 N5/115,
120-121 (dan An Nawawydan Ibnu Rusyd)]
45) Yang benar. bin-biri mencukupi untuk seluruh keluarga, meskipun mereka
berjumlah 100 orang atau lebih, sebagaimana ditetapkan oleh Sunnah. [N
5/121]
46) Ini cfiartikan untuk orang yang tidak menjalankan salat ’led.
393
14. Orang yang mengerjakan penyembelihan
Yang afdol, penyembelihan itu dikerjakan sendiri. Ini mujma'
'alaih (sudah menjadi kesepakatan).UIama sepakat bahwa orang
boleh mewakilkan penyembelihan kepada orang lain yang muslim.
Tentang ahlul kitab, hukumnya makruh tanzih jika orang muslim
mewakilkan kepada mereka. Bila telah mewakilkan kepada mereka,
dianggap sudah cukup dan penyembelihan itu sebagai penyem¬
belihan dari orang muslim menurut semua ulama, kecuali menurut
suatu riwayat dari Malik yang menyebutkan tidak diperbolehkannya
penyembelihan Itu.
Demikianiah, kemudian pada waktu menyembelih, wakil tidak
perlu mengatakan tentang orang yang berqurban, karena niatnya
sudah mencukupi. Datam hal ini tidak ada khilaf. [Mr 153 S8/179,
185 B1/424 Y9/457 M8/323 N5/122 (dari An Nawawy)]
394
diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentang mereka; maka
menjadi ijmak. [B 1/454 Mr 153 Y9/448 M8/330 S5/324, 8/199 F
10/23 (dari An Nawawy dan Ibnu ’Abdil Barr) N5/106, 128 {dari An
Nawawy)]
395
6r(«n] .Rji5*»nvfin«rsn9fn 'ujq jfijgrtfS gosKfsa sbs mrtsit»^tr
■^B0t\8 KSM3*®C« Year lM w»‘f aj ternt* Ibeinem
ii ssr ,30r\3 M(;na3 ^dA* tyidl yw(;i.vsi1 nAhsb) E^r
M q i Ti I v n e M e ^
-tfY->odM Jsq^nso n/iunem s«i uJ' oi,{im;c r»qmn(iT^
&A ii&b netU^wrub Qnr< Isgqbn^q luTur^m l\M\A
.mlS
l/tc^ AUQ QnftiDoe fioa xeo(ffqbl8i o t:ndi nsb
VI ni BlutnaauB«>0dtKq&&n9qq8Awt>e&r^
(itii.
A. ■
L
1 . L A I L AT U L Q A D A R
2. LAKAB
397
3. L A K N AT
Hukum melaknat
2. Kemerdekaan laqiith
Kebanyakan ahlul ‘ilmi sepakat bahwa laqiith itu merdeka,^
kecuali menurut An Nakh'iy, yang berkata: "Biia orang yang mene-
mukannya itu bermaksud untuk kemuliaan leluhur, laqiith itu merdeka;
kaiau bermaksud menjadikan budak, ia pun menjadi budak." Ini meru-
pakan pendapat yang menyendiri dari para khalifah dan ulama, serta
tidak benar dalam anaiisa. Dari An Nakh'iy diriwayatkan pula pen¬
dapat yang sama dengan pendapat ahlul 'ilmi.
Sementara itu ulama sepakat bahwa, bila orang yang mene-
mukan laqiith itu mengakui kemerdekaannya, ia merdeka. (Y 6/47
(dari Ibnul Mundzir) Mr 60 F12/33 (dari Ibnul Mundzir)]
3. Nafkah untuk laqiith
Semua ahlul 'ilmiyang terikat pendapatnya telah sepakat, bah¬
wa menafkahi laqiith itu tidak wajib atas orang yang menemukannya.
2) Laqiith ilu menjadi budak menurut pendapat Umar dan AN, serta tidak ada
seorang Sahabat pun yang menentangnya. [Mh 138]
398
[Y 6/50-51 (dari Ibnul Mundzir)]
5. LI'AAN
1. Hukum li'aan
399
tidak bisu, la dilempar tuduhan zina oieh suaminya padahal la dl
dalam pen-jagaan suaminya, dan suaminya mengatakan melihat
istrinya berzina sesudah dinikahinya, sedangkan perempuan itu tidak
dipaksa berzina, lagi pula tidak mabuk; baik suaminya pernah
menggaulinya atau belum, kemudian tidak menggaulinya lag! setelah
melihat apa yang dilihatnya serta tidak mentaiaknya sesudah
melemparkan tuduhan perempuan itu tidak mati atau tidak melahirkan
anak dan pernikahannya tidak batal, maka wajib ada li'aan antara
keduanya. [Mr 80-81 B2/115, 118 Y8/6 (dari Ibnul Mundztr) F9/382
(drai Ibnul Mundzir)]
7. Bentuk li'aan
Ulama sepakat bahwa seorang suami jika meiakukan li'aan
pada hart Jumat sesudah ashar, di dalam suatu masjid dan di depan
hakim yang keputusannya wajib berlaku. suami itu berkata: "Demi
Allah yang tiada Tuhan selain Dla.
Maha Mengetahui perkara yang samar dan yang nyata,
sungguh saya jujur di dalam apa yang telah saya tuduhkan kepada
Fulanah, istri saya ini -(sambil menunjuk istrinya yang saat itu hadir)
-berupa perzinaan, dan yang dikandungnya ini bukan dari saya" la
mengulang kata-kata tersebut empat kali, lalu yang kelima kalinya
berkata; "Semoga kutukan Allah jatuh atas diri saya jika ternyata saya
bo-hong," berarti ia telah meiakukan li'aan dan gugurlah had qadzah
dari dirinya.
Ulama sepakat pula bahwa bila sesudah suami selesai menga¬
takan hal tersebut di atas, istrinya berkata; "Demi Allah yang tiada
Tuhan selain Dia. Maha Mengetahui yang samar dan yang nyata,
sesungguhnya Fulan, suami saya ini, di dalam hal yang dituduhkan
kepada saya berupa perzinaan adalah dusta."
Dia mengulangi itu empat kali lalu yang kelima kalinya berkata:
"Semoga kemurkaan Allah jatuh atas diri saya jika ia jujur." berarti ia
telah meiakukan li'aan dan ia tidak terkena had zina, dan pada saat
itu nasab anak terputus dari sang suami dalam suatu perceraian
dengan istrinya -- jika keduanya sudah menjalankan laqiith.
Ulama sepakat bahwa bila antara pengulangan dengan
keempat dan kelima hakim memerintahkan seseorang meletakkan
400
tangannya pada mulut masing-masing suami-istri tadi, atau melarang
keduanya berlaku nekal dan mengingatkan akan Allah Azza wa Jatia,
maka la telah bertindak tepat sesuai dengan sunnah Rasul saw [Mr
81 S6/323]
401
15. Akibat li'aan dengan dinisbatkan kepada istri
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa, istri yang di-//’an itu
selamanya diharamkan atas suaminya bita suaminya tidak mendusta-
kan dirinya sendiri. [Mh 1942 Y8/24]
402
pendapat Asy Syafi’iy, Abu Tsaur, Ashhabur Raa’yi dan Ahmad, tanpa
ada seorang pun diketahui menentangnya. [Y 825)
6. LIWAATH (SODOMI)
1. Hukum liwaath
Ulama sepakat bahwa menyetubuhi laki-laki adalah dosa besar.
Dosa perbualan ini lebih besar daripada zina, tanpa ada perbedaan
pendapat di kalangan umat Islam.''
Sementara itu Ahlul 'ilmi sepakat, perbuatan tersebut haram,
dan termasuk dosa besar, (Mr 131 Mh 1905 Y9/31 F12/97 {dari Ibnu
Baththaal)N 7/117]
4) Dalam hal ini perlu dlteliti, barangkali orang yang menukil pendapat tersebut
tidak mampu mendatangkan nukilan yang shahih lagi jelas dari seorang
imam pun tentang apa yang dinyatakannya, bahkan yang dinukil dari ulama
banyak adalah kebalikan apa yang dikatakannya. (F 12/97]
5) Menurut Ijmak Sahabat, siapa pun yang melakukan perbualan kaum Luth,
dibakar, baik yang menyetubuh maupun yang disetubuhi. (Mh 2299 (dari
sebagian Ulama) N7/117]
4 0 3
2. Dengan apa lomba diperbolehkan
Telah disepakati atas diperbolehkannya berlomba dengan kuda,
unta dan hewan-fiewan kendaraan lainnya, berlari, saling melepas
panah (penahan), dan dengan mempergunakan senjata. Imam Malik
dan Imam Asy Syafi'iy membatasi pada unta dan kuda. Sementara
ulama mengkhususkan dengan kuda. Imam 'Atha memperbolehkan
dengan apa saja. [Mr 157 S7/470, 8/66 F6/55, 7/373 (dari Al
Qurthuby) N8/78, 79 (dari Qurthuby)]
8. LUKA
4 0 4
3. Luka akibat pekerjaan dokter atau sesamanya
L=0bat//7, him. 565
4. Kaffarah melukai
L=Denda Membunuh // 7, him. 339
7) Kata Ibnul Mundzir: ’Tidak ada dasar sunr^ah maupun ijmak dalam masalah
hasyimah. [Y 8/466)
8) Tentang ukurandiat yang wajib dalam masalah ini masih terdapal perbedaan
pendapat. (Y 8/466-467]
405
menentangnya dan berkata: "Kami belum pernah mendengar se-
orang pun sebelum Ibnu Zubaif yang mengkisas untuk luka
maa'mumah "Menurut ijmak, dalam hai luka maa'mumah dikenakan
sepertiga dial; menurut Hak-huul, wajib sepertiga dia jika karena
kekeliruan, dan dua pertiga dial jika karena kesengajaan, [(dari Ibnui
Mundzir)]
10
11. Masalah lukajaa-ifah
Ulama sepakat bahwa jaa-ifah termasuk luka di badan, bukan
di kepala; tidak disetenggarakan qowad untuk jaa-ifah. Dalam
masalah Jaa-ifah dikenakan sepertiga dial, dan bila luka itu di
punggung dan perut, disebut jaa-ifah.
Kalau seorang dilukai pada perutnya hingga tembus pada sisi
lain, maka dua luka tersebut dihukumi dua jaa-ifah. Ini pendapat Abu
Bakar dan tidak ada seorang pun yang menentangnya, maka menjadi
ijmak. Orang yang memasukkan tangannya ke dalam jaa-ifah. lalu
orang lain menembus perutnya dari tempat yang lain, wajib
membayar ganti rugi untuk satu jaa-ifah. Dalam hal ini tidak ada khilaf
diketahui, [B 2/412 Mr 141 Y8/305, 468, 470 N7/6 (dari Ibnu Rusyd)]
12. Masalah menghilangkan akal
Ulama sepakat bahwa dalam masalah hilang akal akibat
perbua-tan seorang yang muslim dan merdeka lantaran suatu
kekeliruan. dikenakan dial yang utuh/sempuma. [Mr 143 Y8/458 N
7/63 (dari Al Mahdy))
406
15. Masalah mencederai sepasang mata yang waras atau salah
satunya
Dalam masalah sepasang mata, jika ddera lantaran suatu
kekeliruan. dikenakan diat yang sempurna; sedang kalau satu mata
saja -- separuh diat, menurut ijmak Ahlul 'ilmi. Andaikata ada orang
yang buta sebelah mencungkil salah satu mata orang yang waras
karena lantaran kekeliruan, ia hanya dikenakan separuh diat; tanpa
perbedaan pendapat. [Y 8/313, 425, 428 B2/412-413 N7/59]
11) Ulama sepakat bahwa dalam masalah mata orang yang buta sebelah, bila
cedera karena kekeliruan dari seorang muslim yang merdeka dan
mempunyai 'agilsh, dikenakan separuh diat. [Mr 145]
407
21. Menghilangkan penciuman
Dalam masalah menghilangkan penciuman, dikenakan dial
yang sempurna, tanpa perbedaan pendapat yang diketahui. [Y 8/434]
22. Mencederai telinga orang tuli
Dalam masalah telinga orang tuli, dikenakan diat.'® Ini pendapat
Asy Syafi'iy dan Ahmad, tanpa diketahui ada yang menentanqnya rv
8/431]
2S.
Masalah mencederai sepasang bibir atau salah satunya
Ulama sepakat bahwa dalam masalah sepasang bibir, bila habis
sama sekali karena kekeliruan dari seorang muslim yang merdeka,
dikenakan diat yang sempurna. Mereka sepakat bahwa dalam m a s a -
lah bibir atas, dikenakan separuh diat; bibir yang bawah sepertiga
diat: tetapi mereka masih berselisih tentang banyaknya diat [M 143
145 B2/413 Y8/437 N7/59]
26.
Masalah mencederai gigi yang permanen
Ulama sepakat bahwa dalam masalah semua gigi dan gigi gera-
ham, bila tercabut karena suatu kekeliruan, dikenakan tiga perlima
diat. Mereka sepakat pula, untuk sebuah gigi geraham yang tercabut,
dikenakan denda seekor unta. Mengenai gigi seri, maka dalam m a s a -
13) Mengenai ukuran dial sepasang teiinga masih ada perbedaan pendapat.
yang ingin tahu, siiakan meneiitinya. [Y 8/431)
14) Menurut Jumhur Uiama, daiam hal sebuah bibir dikenakan separuh diat
Diriwayatkan dari segoiongan Tabi'ien bahwa daiam masaiah bibir yang
bawah dikenakan dua pertiga diat. (B 1/413]
4 0 8
15
perbedaan pendapat.
Biia seseorang mencederai sebuah gigi hingga gigi itu menjadi
hitam, ia wajib membayar diat yang sempurna. Ini pendapal Zaid dan
tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentangnya, maka
menjadi ijmak. [Mr 142-143 Mh 2055 B2/416 Y8/443, 447, 448 N
7/61 (dariAsy Syafi'iy)]
15) Dalam araatibul Ijmak. Ibnu Hazm menukll kesepakatan ulama alas diatnya
geraham; dalam Al Muhallaa, beliau berkata ’Tidak sah adanya ijmak yang
meyakinkan dalam hal diwajibkannya diat karena suatu kekeiiruan. [Uh 2025)
16) Diat gigi anak kecil yang belum dapat digunakan untuk memecah adalah
sepuluh dinar. Ini pendapat Zaid bin Tsabit, dan tidak diketahui ada seorang
Sahabat pun yang menentangnya. [Mh 2025] Ibnu Hazm menukil pendapat
Umar dan Zaid. serla meniadakan orang yang menenlang keduanya.
Ibnu Qudamah berkata: "Dalam hal mencabut gigi anakkecil yang pada saat
itu belum dapat digunakan untuk memecah, tidak diwajibkan membayar apa
pun. Ini pendapat Malik, Asy Syafi'iy, Ashhabr Raa'yi dan Ahmad, tanpa
perbedaan pendapat yang diketahui. [Y 8/444)
409
sempurna. Ini pendapat Zaid bin Tsabit, dan tidak diketahui ada se-
orang Sahabat pun yang menentangnya. [Mh 2048]
17) Dalam masalah miringnya wajah, dikenakan ganti rugi separuh diat. Ini
pendapat Zaid bin Tsabrt dan tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang
menentangnya. [Mh 2048]
410
37. Mencederai sepasang tangan yang waras atau salah
38.
Mencederai tangan orang yang bertangan satu
Orang yang memotong tangan orang lain yang hanya memiliki
sebuah tangan, ia hanya diwajibkan membayar separuh diat menurut
ijmak. [B 2/414 Mr 145]
411
fuqaha-ul amshar,'^ meskipun dulu pernah ada perbedaan pendapat
dalam masalah tersebut.
Sementara itu telah sah adanya ijmak bahwa dalam masalah
empat buah jari wanita atau lebih, dihukumi sama dengan jari
laki-laki, tanpa perbedaan pendapat. [Mr 143 Mh 2042 B2M13 Y
8/456 F12/190 (dari At Tirmidzy) N7/63]
19) Ulama sepakat bahwa dalam hal jari tengah, dikenakan ganti rugi 9/10 diat
saja, sedang dalam hal sebuah jari kelingking. 1/20 diat. [Mr 143]
Dan dalam hal diatnya Ibu Jari masih terdapal perbedaan pendapat. [B 2/413}
20) Qty'aadadalah penyakit yang menyebabkan orang tidak bisa berdiri. (Pent.).
412
puma; dan dalam masalah sebelah pantat; separuh diat. Ini pendapat
semua Ahlul 'llml yang pendapatnya didokumentasikan. (Y452-453
(dari Ibnul Mudnzir)]
413
dikenakan diat yang sempuma, sedangkan pencederaan sebeiah
kaki saja, separuh diat. Batas yang mewajibkan diat iaiah
pergelangan kaki; tanpa perbedaan pendapat.^' [Y 8/456 B2/413 N
7/60 (dari Al Mahdy)]
9. L U PA ; K E L U PA A N
L=Sujud Sahwi, him. 774
21) Memotong yang (ebih dari ilu, diadakan pertimbangan hukum {hukuumah)
menurut Abu Hanifah, Muhammad Al Qaasimiyah dan Muayyad Billah.
Menurut Abu Yusuf dan salah satu qaul fisy SyafTiy, tidak dinekana apa-apa
[N 7/60)
414
2 . Mengampuni suatu kelupaan
Perbuatan apa pun yang terjadi iantaran suatu kelupaan, diam-
puni menurut kesepakatan ulama. (F 5/121]
10. LUQATHAH''(TEMUAN)
1. Tidak mengambil luqathah
Tidak mengambil luqathah, lebih utama. Ini pendapat Umar dan
Ibnu Abbas, serta tidak diketahul ada seorang Sahabat pun -yang
menentangnya. [Y 6/3, 4]
2. Memungut nitsaar
L=Nikah//23, him. 543
4. Luqathah kambing
Ulama sepakat bahwa kambing yang didapati/ditemukan boleh
diambil sebagai luqathah. Dan mereka sepakat pula bahwa orang
yang menemukan kambing -di suatu tempat yang gersang lagi jauh
dari bangunan-bangunan, boleh memakannya.
Biia bermaksud memakannya, ia harus mengingat cirinya; dan
bilamana pemiliknya datang, harus memberikan ganti rugi menurut
pendapat kebanyakan Ahlul 'ilmi selain Malik, yang berpendapat
bahwa kambing tersebut boleh dimakan, tidak wajib memberikan
ganti rugi dan tidak perlu mengumumkannya; tetapi tidak seorang
4 1 5
ulama pun yang sependapat dengan Malik, Sementara itu ulama
sepakat bahwa, andaikata pemilik kambing itu datang sebelum
kambingnya dimakan oleh orang yang menemukannya, ia berhak
mengambilnya lagi. [B 2/301, 302 Y6/37, 39 (dari Ibnu Abdil Barr) F
5/62]
5. Luqathah unta
Ulama sepakat bahwa unta yang didapat/ditemukan tidak boleh
diambii sebagai luqathah. [B 2/301]
416
11. Pengembalian luqathah dengan suatu imbalan
L=Imbalan, him. 258
417
luqathah, tidak memberikannya kepada orang kaya setelah luqathah
tersebutmenjadimiliknya.^^[Mh1383(darisebagianUlama)]
23) Siapa yang menyepakati hal ini? Dan dari mans mereka menemukan
kesepakatan itu? Bahkan dalam hal ini mereka Perdusla.Apabila luqathah
telahmenjadimilikorangyangmemungutnyadenganhabisnyatahunyang
digunakan unluk mengumumkannya, kalau ia memberikan luqathah tadi
kepada seorang atau beberapa orang harlawan, atau kepada Qarun andai
kata dijumpainya, atau kepada Nabi Sulaiman Rasulullab andai kata hidup
padajamannya,demikianitumubah,tidakadakemakruhansedikitpun.[Mh
1383]
418
1. MABUK
L=Khamar, him. 348
2 . M A D I N AT U L M U N A W W A R A H
4 1 9
beda pendapat dengan mereka.’ [Mh 901]
420
4. MAHAR (MAS KAWIN)
1, Hukum mahar
Kaum muslimin sepakat bahwa mahar itu disyariatkan di dalam
pernikahan, Mereka sepakat bahwa mahar merupakan salah satu sya-
rat dan beberapa syarat sahnya akad nikah, dan sesungguhnya tidak
diperbolehkan bersepakat meniadakannya. [Y 7/136 B2/18]
L=Nikah//78, him. 556
3) Kalau hal Itu pasti, beradl Ibnu Hazm telah menyelidiki ijmak ketlka bellau
mengatakan bahwa segala sesuatu meskipun berupa sebutir gandum boleh
dijadikan mahar. [F 9/173 N6/167]
4) Satu auqiyah =12 dirham atau 11,376 gram. (Pent, dari "Fathul QadieF oieh
Muhammad Maksum bin Ali).
421
’by dan An Nakha'iy, bahwa seseorang tidak boleh menikah dengan
mahar yang kurang dari 40 dirham.
Menurut ijmak, tidak ada batas maksimal untuk mahar. Kemu-
dian sualu mahar yang telah disetujui oleh sepasang suami istri beru-
pa barang yang boleh dimiliki -baik sedikit atau banyak -hukumnya
sah menurut mazhab semua ulama. [Mr 69-70 Mh 1830 Y7/138 (dari
Ibnu Abdil Barr) B2/18 S6/156, 157 (dari 'lyaadi) N6/170)
7. Hal kejelasan mahar
Ulama sepakat atas berlakunya nikah dengan suatu penggantlan
yang jenis dan kadarnya dapat dipastikan dengan cara disifatkan. [B
2/21]
5) Dan menurut pendapat kebanyakan ahlil 'ilmi. wajib mahar mitsil. [Y 7/151)
422
adalah gugur dari mahar, menurut pendapal kebanyakan fuqahaa.^ jN
6/175 (dari Nasr Al Muqaddasy)]
17. Sesuatu berupa mahar yang wajib untuk wanita yang ditalak
sebelum disetubuhl
6) Ini dugaan yang keliru. Umar bin Abdul Aziz, Ats Tsaury, Abu Ubaid, Malik
dan Ai Hadawiyah berpendapat, bahwa seorang wanita berhak mendapat
semua orang disebutkan sebelum akad berupa mahar, pemberian atau
sesuatu yang dijanjikan, meskipun barang tadi disebuOtan untuk selain calon
istri. Adapun sesuatu yang disebutkan sesudah akad, maka ilu untuk orang
yang diberi, balk ia itu wali, bukan wali maupun calon istri itu sendiri. Abu
Yusuf berkata: "Kalau sebelum akad disebutkan bahwa mahar tadi untuk
selain istrinya, orang itu berhak mendapatkannya." Sementara itu Asy Syafi’iy
berkata: ’’Bila mahar tersebut disebutkan untuk selain calon istri, penyebutan
tersebut rusak dan si istri berhak memperoieh mahar mitsil. [N ^174j
423
bahwa istrinya berhak mendapat separuh mahar, (Mr 70 B2/23]
18. Mahar wanita mufawwadlah^
Warita mufawwadlah berhak meminta kepastian mahar. Ini
pendapat Asy Syafi'iy dan Ahmad, tanpa diketahui seorang pun yang
menentangnya. Dalam pada itu ulama sepakat bahwa, kalau da!am
pernikahan wanita mufawwadlah terjadi persetubuhan, hams ada
mahar, yaitu mahar mitsil-nya. [Y 7/172 Mr 69]
8) Seperti umpamanya istri yang masih kecii menubruk istri yang sudah dewasa
iaiu menyusu kepadanya.
4 2 4
laki-laki tadi wajib memberikan separuh mahar istri yang kecii,
sedangkan istri yang sudah dewasa tidak berhak mendapat mahar
jika belum disetubuhi. ini pendapat Malik, Asy Syafi'iy, Abu Tsaur,
Ashhabur Raa'yi dan Ahmad, tanpa diketahui ada perbedaan pen¬
dapat dalam masaiah tersebut, [Y 8/153,156]
22.
Khulak dengan penggantian yang lebih banyak dari mahar
L=Khulak // 5, him. 359
25. Mahar yang wajib sebab kematian salah seorang dari suami
istri
5. MAJUSI
sebab dia (istri yang masih kecii) itj putrinya, juga anak tiri yang ibunya telah
disetubuhi. (Y 8/153]
4 2 5
2. Menikahi wanita Majusi
Menikahi wanita Majusi hukumnya tidak halal menurut pendapat
kebanyakan uiama. Menurut Abu Tsaur hal itu halal, berarti beliau
menyeiisihi ijmak.’° [Y 7/53, 54 F6/197 (dari Ibnu 'Abdil Barr) N8/57
(dari Ibnu 'Abdil Barr)], hal
10) Ini perlu diteliti. Ibnu Abu Syalbah telah meriwayatkan dari Sa'Id bln Musay-
yab, 'Athaa Thaawus dan 'Amr bin Dinar bahwa mereka berpendapat tidak
ada halangan apa pun melakukan taseny terhadap wanita Majusi. Ibnu
Mundzir berkata "Pengharaman terhadap wanita Majusi itu tidak multafaq
'alaih, tetapi pendapat kebanyakan ahlul 'ilmi. [F 6/198, 200 N8/57, 58 {dari
Ibnu Hajar)]
11) ini pertu diteliti. Ibnu Abdil Barr telah meriwayatkan dari Sa’id bin Musayyab
bahwa beliau tidak meiihat ada halangan apa pun pada sembelihan orang
Majusi jika ia diperintahkan oleh orang Muslim untuk menyembelihnya. Kata
Ibnu Mundzir: "Pengharaman sembelihan mereka itu tidak mutaffaq 'alaih,
tetapi menurut pendapat kebanyakan ahlul 'ilmi. [F 6/198, 200 N8/58 (dari
Ibnu Hajar)]
12) Uiama sepakat bahwa apa pun yang diburu oleh orang nonmuslim. non-
nasrani. bukan Yahudi dan bukan pula Majusi, laiu dibunuh oleh anjing atau
lainnya, buruan tadi tidak boieh dimakan. [Mr 146]
426
7. Diat laki-laki dan wanita Majusi
Diat iaki-laki Majusi adalah delapan dirham, sedangkan wani-
lanya sepaathnya. Ini pendapat Umar, Ulsman dan Ibnu Mas’ud, dan
tidak diketahui seorang pun yang menentang pada masa itu maka
jadi ijmak. [Y 8/386)
6. MAKAM
1. Sifatmakam
6 . Siksa kubur
4 2 7
Mulazilah -dan sebagian golongan Muijiah meniadakan siksa kubur
itu, sedang Muhammad bin Jarir dan Abdullah bin Kiraam berpen-
dapat bahwa tidak disyaratkan kembalinya ruh kepada orang yang
disiksa, [S 10/318, 319]
8. Ziarah kubur
Ziarah kubur disunnahkan bag! laki-laki -menurut kesepakatan
kaum muslimin.’* [M /281 (dari Al 'Abdary) S4/315 Y2/470 F3/115
(dari Al 'Abdary, Al Haazimy dan An Nawawy) 4/110 (dari Al Haazimy,
Al 'Abdary dan An Nawawy)]
9. Salat di pekuburan
L=Salat // 53, him. 683
7. MAKAN
L=Makan, him. 428
14) Ini peru dHeliti. karena diriwayatkan dari Ibnu Siiriin. Ibrahim An Nakha'Iy dan
Asy Sya'by kemakruhannya secara mutlak.
Mungkin yang dimaksudkan kesepakatan oleh ulama yang memutiakkannya
ini adalah perkara yang telah menjadi tetap sesudah mereka, sedang mereka
dulu belum menemukan naasikh (hukum yang menghapus) kemakruhan
tersebut. (F 3/115 N4/110 (dari Ibnu Hajar)]
4 2 8
4 . Makan buruan yang diburu di Tanah Haram Mekkah
L=MakkatuI Mukarramah I115, him. 438
7 . Kerakusan
Ulama sepakat bahwa kerakusan seseorang dalam memakan
sesuatu yang bila terlaiu banyak dapat membunuhnya -haram
hukumnya. [Mr 150]
10. Makan dua biji kurma atau sejenisnya dengan sekali suapan
Makan sekaligus dua biji kurma atau sejenisnya -dengan sekali
suapan -adalah jalz menurut ijmak umat Islam. Tetapi jika bersama
orang banyak, tidak boleh 'membarengkannya' sehingga minta izin
kepada mereka. Kalau diizinkan tidak ada halangan apa pun; dan ini
muttafaq 'alaih. [F 9/480 (dari Al Haazimy) S8/307]
15) Penukilan ijmak tentang kesunnahan ini periu ditinjau, kecuali jika dimak-
sudkan bahwa kesunnahan tersebut unggul di dalam kenyataannya. Kalau
tidak demikian, ada segolongan ulama yang berpendapat wajibnya membaca
"bismillah". IF 9/430]
4 2 9
11. Kapan seseorang diperbolehkan makan sesuatu yang tidak
berada di dekatnya
Bila makanan itu bermacam-macam, orang yang memakannya
diperbolehkan makan apa-apa yang tidak berada di dekatnya, menu-
rut pendapat ulama. [F 9/431 (dari Ai Qurthuby))
8. M A K A N A N
4 3 0
air bila bukan burung yang memiliki cakar, bukan burung pemakan
bangkai dan bukan burung gagak. Hanya saja ulama menfatwakan
diperboiehkannya makan burung gagak kecil yang makan biji-bijian,
yang disebut "gagak sasah" (azzagh/jackdaw). Ulama sepakal pula
atas diharamkannya binatang yang telah disetubuhi oleh manusia,
binatang yang diburu oleh orang yang sedang ihram atau yang ditang-
kap di Tanah Haram.
Mengenai pendapat yang diriwayatkan dari Thalhah bin Mashraf,
bahwa hukum bag! keledai liar yang telah jinak dan dipelihara adalah
sama dengan keledai peliharaan, haram dimakan, pendapat ini
menyelisihi pendapat ahlul 'ilmi. Dan pendapat yang diriwayatkan dari
Ibnu Abbas, tentang kemakruhannya daging kuda juga tidak sah.
Dalam pada itu Abdullah bin 'Amr, 'Ikrimah dan Muhammad bin Laila
memakruhkan makan kelinci, dan sebagian ahlul 'ilmi memakruhkan
daging biawak. sedang sebagian lagi mengharamkannya. Pendapat
ini dikalahkan dengan ijmak sebelumnya.’® [Mr 148, 149 Mh 996 Y
9/408, 409, 410, 420,421 (dari Ahmad) M9/16 S8/160, 167 F4/30,
5/6, 6/402, 9/532-533, 540, 547 (dari An Nawawy dan Ath Thahaary)
N5/27, 8/119-120, 122 (dari An Nawawy dan Ibnu Hajr)]
6. Makan manusia
L=Manusia // 4, him. 456
16) Pengharaman tersebut dinukil dari Ali; bagaimana mungkin lerdapat ijmak
dengan adanya pendapat yang berbeda? |F 9/547 N8/120 (dari ibnu Hajar)]
431
1 7
8. Makan jallaalah
Jallaalalr. baik unta, ayam maupun lainnya, kalau diberl maka-
nan yang suci lalu dagingnya bersih, halal hukumnya menurut kese-
pakatan ulama. Bila jallaalah tadi dikurung selama beberapa waktu
sehingga tidak lag! bernama jallaalah. ulama sepakat atas kehalalan
memakannya pula. [N 8/124 (dari Ibnu Ruslan dan Al Juwainy) Mr
148-149 Y9/411)
11 . M a k a n k e r a
Kera tidak boleh dimakan, tanpa perbedaan pendapat di kala-
ngan ulama muslimin. [Y 9/406 (dari Ibnu Abdil Barr)]
432
15. Makan binatang yang menjadi liar
Semua binatang jinak yang haram dimakan, bila liar haram juga
menurut ijmak, sepetli babi.'® [9/540 (dari Ath Thahaawy) N8/115
(dari Ath Thahaawy))
18) Ijmak Ini tertolak, karena banyak binatang jinak yang llarnya masih diper-
sellsihkan hukumnya. sepeni kucing. [F 9/540 N8/115 (dari Ibnu Hajar}]
19) Maksudnya, semua tadi haram, kecuali jika masih bisa disembelih berdasar-
kan firman Allah, Q.S. Al Maidah 3: illa maazakkaitum [Y 9/401)
20) Ibnu Hazm meragukan pengakuan adanya ijmak, beliau berkata: "Kalau
benar ada ijmak mengenal hal itu seperti apa yang kamu katakan
"tetapi beliau tidak meniadakannya.
21) Kata Ibnu Taimiyah: "Oalam masalah ini ada perbedaan pendapat yang
sudah termasyhur, menurut mazhab suatu golongan, bangkai tikus dan
samin di sekitarnya itu dibuang dan samin tadi boleh dimakan, baik samin itu
beku maupun cair Ini pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, suatu riwayat dari
Ahmad dan dari Malik. [151]
433
20. Penyucian samin yang kejatuhan bangkai
L=Najis//26, hal, 526
434
26. Minum darah
L=Dam II 6, him.
435
35. Minum getah pohon kurma
Minum getah pohon kurma termasuk perkara mubah; tanpa per-
bedaan pendapat. [F 4/321 (dari Ibnu Baththaal)]
38. Larangan masuk masjid bagi yang makan bawang atau seje¬
nisnya
L=Masjid // 6, him. 462
9 . M A K K AT U L M U K A R R A M A H
2. Keutamaan Mekkah
L=Al Madinah Munawarah//1, him. 419
3. Masuk ke Mekkah
Semua faf^ Mekkah adalah jalan untuk masuk ke sana. Ini su-
dah muttafaq 'alaih. [N 5/60]
22] Fay. jalan yang lebar di antara dua buah gun jng. (Pent.)
436
ulama.^^ [F 4/50 (dari 'lyaadi) S7/407 (dari 'iyaadi)]
7. N a d z a r s a l a t d l Ta n a h H a r a m
L=Nadzar//16, him. 517
23) Yang benar iklak seperti yang dinukil, bahkan menurut mazhab Asy Syafi’iy
dan pengikut-pengikutnya serta ulama lain, bahwa orang yang sedang
berperang boleh memasuki Mekkah dalam keadaan tanpa ihram: tanpa ada
perbedaan pendapat: begitu pula orang yang khawatir lerhadap orang zalim
andai kata terang-terangan menjalankan tawaf atau lainnya. [S 7/407]
437
penyelewengyangkemudianmelarangditampakkanyaperkataanhaq
di Mekkah, maka umat Islam wajib memeranginya, tapi bukan m e m e -
rang! Mekkah.
Bila musuh tersebut membangkang dan melawan, tidak ada
perbedaan pendapat lagi dalam hal memerangi mereka di Mekkah
dan di dekat Ka’bah.^'’ [2153 F4/50 (dariAth Thahaawy)]
12. Menyelenggarakan had dan kisas di Tanah Suci
Barangsiapa melanggar kehormatan Tanah Suci dengan mela-
kukan suatu tindak pidana di situ yang mewajibkan hukuman had atau
kisas, maka had tereebut diselenggarakan di situ juga menurul
ijmak.^® [Y 9/78 F4/38 (dari ibnul Jauzy)]
24) Pengakuan adanya ijmak perlu diteliti, karena terdapat perbedaan pendapat
[F1/50]
25)Tidakdi-<?oivaiJdiTanahSuet,tetapitidakdiajakdudukbersama,tidakdiajak
bercakap-cakap, tidak diajak mengadakan transaksi dan tidak diberi makan
atau minum sampai ia keluar dari Tanah Suci, kemudian diselenggarakan
hukuman atas dirinya.
Ini pendapat Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Abu Syuraih serla tidak ada
seorang Sahabat pun yang menentangnya. [Mh 2083]
4 3 8
Ulama sepakat bahwa semua sedekah yang wajib di dalam haji
atau pemberian makanan -- bila dibetikan di Mekkah -sudah mencu-
kupi. Mereka sepakat bahwa denda berburu belum bisa mencukupi
kecuali dibayarkan di Mekkah,^® [Mr 45]
19. M e m b u n u h k u t u d i Ta n a h S u c i
Membunuh kutu di Tanah Suci. mubah, tanpa ada perbedaan
pendapat. [Y 3/311]
26) Kata Ibnu Taimiyah: "Menurut mazhab Abu Hanifah dan Malik, pemberian
makan -- sebagal denda berburu —yang dilaksanakan tidak di Mekkah ilu di-
anggap sudah mencukupi, begitu pula pembaglan daging di luar Mekkah,
yang wajib dllakukan dl Mekkah, menurut bellau berdua hanyalah penyem-
belihannya. Berbeda dengan Asy Syafi’iy, Ahmad dan ulama yang sepen-
dapat dengan bellau berdua: mereka mewajibkan penyembeiihan dan
pembaglan daging Itu harus dl Tanah Suci, begitu pula sedekah yang men-
duduki tempatnya penyembeiihan dan pembaglan daging tadi." [45]
439
21. Mengambil idzkhli^^ dari Tanah Suci
Memungut /dz^ch/rhukumnya mubah menurut ijmak. [F 4/40 (dari
Ibnul Munier^®) Y3/315 (dari Ibnul Mundzir)]
1 0 . M A K S I AT
1. Menjauhi kemaksiatan
Menjauhi kemaksiatan, wajib hukumnya -tanpa perbedaan pen-
dapat. [Mh 121]
2. Macamnya kemaksiatan
Ada dua macam kemaksiatan, yaitu: dosa besar dan dosa kecil,
menurut pendapat kebanyakan fuqahaa: selain Abu Bakarbin Thayyib
dan pengikutnya. yang berpendapat bahwa semua kemaksiatan ada¬
lah dosa besar. (F 10/336 (dari Ibnu Baththaal)]
3. Yang mengakibatkan kufur
L=Kufur, him. 238
28) Demikian itg menurut kitab aslinya. Penerjemah mempunyai dugaan yang
benar adalah Ibnul Mundzir. (Pent.)
440
4. Yang mengharuskan hukuman
L=Had, him. 123
L=kisas, him. 361
441
yang diharamkan adalah maksiat
L=Had Zina // 4, him. 153
442
30. Diampuninya kemaksiatan tanpa taubat
Menurut mazhab Ahlus Sunnah, diampuninya dosa-dosa tanpa
tobat itu mungkin, jika Allah berkehendak mengampuninya. (S 10/54]
4 4 3
11 . M A L A I K AT
1. Wujud malaikat
Ulama sepakat bahwa malaikat itu nyala. [Mr 174]
2. Imannya malaikat
Ulama sepakat bahwa semua malaikat, beriman. [Mr 174]
29
4.
12. MANDI
L=Janabah, him. 282
L=Haid, him. 161
L=Istihaadlah, him. 266
2. Hukum mandl
Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal wajibnya mandl. [B
1/42]
444
itu An Nakha'iy tidak melihal adanya keharusan mandi atas wanita
karena ihtilam: tetapi diduga pendapat mi tidak benar dari beliau.
Seseorang yang bermimpi bersetubuh dan mengeluarkan mani, tapi
waktu terbangun tidak menemukan kebasahan, ia tidak wajib mandi;
menurut ijmak kaum muslimin. Seseorang yang waktu bangun dari
tidurnya melihat mani. tetapi tidak ingat suatu mimpi apa pun, ia wajib
mandi; tanpa perbedaan pendapat yang diketahui.
Andai kata ada seorang laki-laki mencium seorang wanita, lalu
merasakan perpindahan dan turunnya mani, kemudian digenggamnya
zakarnya hingga tidak keluar apa pun pada saat itu dan ia pun tidak
mengetahui keluarnya mani sesudah itu, maka ia tidak wajib mandi,
menunjt kebanyakan ulama -selain Ahmad yang berpendapat dalam
riwayat yang lebih masyhur dari dua riwayat dari beliau, bahwa orang
tadi wajib mandi. Kemudian bila orang tadi ragu, apakah keluar mani
atau tidak, tidak wajib mandi. Hal ini muttafaq 'alaih. [M 2/140, 149,
150, 153 (dari Ibnu Mundzir dan At Tirmidzy) S2/353, 410 Mr 21 Y
1/186, 188, 189 (dari Ibnul Mundzir dan At Tirmidzy) B1/45 F1/309
(dari Ibnu Baththaal) N1/219, 223 (dari At Tirmidzy Ibnu Ruslan, Ibnu
Baththaal dan An Nawawy)]
5. lelaaj (penetras) mewajibkan mandi
Pemasukan zakar laki-laki ke dalam farji atau dubur wanita,
meskipun tidak mengeluarkan mani,“ mengharuskan mandi atas
laki-laki dan wanita tadi. Masalah ini sudah disepakati oleh kaum
muslimin. Sementara itu pernah ada pendapat yang berbeda dari
sebagian Sahabat dan orang-orang sesudahnya, yang berpendapat
tidakadanyakewajibanmandikecualikalaukeluarmani.kemudian
terjadi ijmak atas apa yang telah disebutkan di atas dan tidak ada
yang menentangnya kecuali Daud, tetapi pendapatnya yang berbeda
itu tidak masuk hitungan.
Menyetubuhi wanita yang renta, sangat buruk, buta, berpenyakit
30) Mengenai hal Ini ada perbedaan pendapat yang masyhur di kalangan
Sahabat yang timbul dari seketompok Sahabat. Tetapi Ibnul Qashaar
menyatakan bahwa perbedaan pendapat tersebut sudah hllang di kalangan
tabi'ien. Pernyataan ini dapat dibantah. Al Khaththaaby berkata "Segolongan
Sahabat berpendapat bahwa kewajiban mandi Itu hanya karena keluarnya
mani, lalu sebagian Sahabat menangguhkannya. Al ’A'masy dan golongan
tabi'ien berpendapat pula seperti Itu dan dilkutl oleh 'lyaadl. tetapi dia
berkata; "Tidak ada seorang Sahabat pun yang berpendapat begitu selain
A'masy" Pendapat ini dapat dibantah pula, karena sudah nyata ada
pendapat yang berbeda dari Abu Salmah bin Abdurrahman dan Hisyam bin
'Urwah, mereka berpendapat bahwasanya mandi Itu tidak wajib kecuali
karena keluarnya mani. [F 1/316]
445
kusta. sakit barash lag! buntung kedua tangan dan kakinya, meng-
haruskan mandi secara kesepakatan. Menurut kesepakatan, tidak
disyaratkan masuknya seluruh zakar; yang menjadi ijmak atas kewa-
jibannya mandi hanyalah bila kepala zakar sudah masuk ke dalam
farji, dan demiklan itu bisa tegadi dengan melewatinya khitan laki-laki
akan khitan wanita. Andai kata seorang laki-laki meletakkan tempat
khitannya pada tempat khitan wanita tetapi tidak memasukkannya ke
lubang masuknya zakar, ia tidak wajib mandi -- menurut ijmak umat
Islam.
Andai kata seorang laki-laki memasukkan sebagian kepala
zakarnya ke dalam farji, kedua-duanya tidak wajib mandi menurut
kesepakatan ulama, kecuali menurut satu pendapat yang asing yang
disebutkan oieh sebagian golongan Syafi'iy, bahwa hukum sebagian
adalah sama dengan hukum keseluruhannya. Ini suatu kekeliruan
yang munkar dan tak terpakai.
Andai kata seorang laki-laki memasukkan zakarnya ke daiam
mulut wanita, telinganya, ketiaknya atau di antara kedua belah pan-
tatnya tetapi tidak mengeluarkan mani, maka ia tidak wajib mandi -
menurut ijmak. [S 2/353, 410-416 M2/140, 143-144, 145, 147 (dari
Ibnu Jarir) F1/314, 316 {dari Ibnu Araby) N1/220, 221 (dari Ibnu
'Abdil Barr, Ibnu Sayyidin Naas, Ibnul Araby dan An Nawawy)]
446
binatang, penyentuhan ketiak, istihdaad, masuk pemandian, masuk-
nya mani ke dalam farji wanita, keluarnya mani dari farji wanita sesu-
dah masuk, keluar madzi, haid, istihaadlah. keluarnya darah dan farji,
baik benA'arna kuning atau pekat, fiadats di dalam rangkaian kegiatan
mandi sebelum mandinya sempuma, yailu andai kata hadats tersebut
terjadi di dalam mandi yang bukan karena batalnya wudiu saja: be-
kam, Islam, memandikan dan mengubur mayat, ihram dan hari Jumat,
maka perkara-perkara selain itu semua tidak mewajibkan mandi. [Mr
21]
11 . M a n d i k a r e n a m a d z i
31
Keluarnya madzi tidak mengharuskan mandi, menurut ijmak.
[F 1/302 S2/344 N1/52 (dari Ibnu Hajr) M2/152]
31) Ibnu Hazm menukil pendapat yang memberi pengehian bahwa keluarnya
mad2i mengharuskan mandi. L//10.
447
18. Berbilangnya perkara yang mengharuskan mandi
(1) Ulama sepakat bahwa orang yang terkena kewajiban mandi dua
kali -seperti wanita yang haid serta junub atau semisal itu --
kemudian ia mandi dua3 2 kali, berarti telah melakukan apa yang
diwajibkan kepadanya.
(2) Barangsiapa Junub beberapa kali, baginya cukup mandi satu
kali, balk persetubuhannya itu mubah atau zina; demikian menu-
rut ijmak. [Mr 21,22 M1/509 (dari Ibnu Hazm)]
32) Orang yang mandi satu kali karena hari Jumat dan jinabah, dan ia beriat
untuk kedua-duanya, demikian ttu sudah cukup, tanpa ada perbedaan
pendapat yang diketahui. [Y 2/268]
448
Ulama sepakat pula bahwa orang yang mandi karena sesuatu
hal yang mengharuskan mandi lalu ia benwudiu, setelah itu menyi-
ramkan air ke selunjh badannya dan pangkal rambutnya, menggosok
semuanya tadi dari awai sampai akhir, tidak membiarkan satu pun
tempat rambut, tidak hadats berupa apa pun yang dapat membatalkan
wudiu sebelum mandinya sempurna dan ia bernial mandi untuk
sesuatu yang mengharuskannya mandi, maka yang demikian tadi su-
dah cukup baginya.
Wanita mandi seperti mandinya laki-laki, dan hal ini muttafaq
'alaih. (Mr 19 M2/203, 215 B1/43]
449
tidak mengalir. Semua ini pendapat Abu Hurairah dan Jabir, serta
tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentangnya. [Mh
194]
33) Orang yang berpendapal faahwa menggosok Hu wajib bertiujjah. 'Telah sah
adanya Ijmak bahwa mandi yang disertai dengan menggosok berarti
mandinya sempurna."
Tetapi tidak diketahui ada ulama Salaf dari Sahabat yang berpendapat
seperti itu. [Mh 189]
450
Disunnahkannya menyiramkan air tiga kali ke kepala, sudah
muttafaq 'alaih. [S 2/378 F1/287 {dari An Nawawy, As Saujy dan Al
Qurthuby) N1/244 (dari An Nawawy, As Saujy dan Al Qurthuby)]
34) Ini tertolaX, karena ada sebagian ulama, di antaranya Abu Tsaur, Daud dan
kebanyakan 'Itrah berpendapat bahwa mandi itu tidak dapat mengganlikan
wudiu bagi orang yang berhadas kecil. [F 1/287 N1/244]
35) Pernyataan ini perlu dianalisa, karena ada larangan mengenai hal itu yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah. [F 1/240 N1/27]
451
Jumat lidak wajib“ tetapi hanya sunnah -tanpa perbedaan pendapat.
Sementara itu diriwayatkan dari Abu Hurairah, 'Amr bin Saliim dan
'Ammaar bin Yaasir mengenai wajibnya, begitu puia menurut suatu
riwayat dari Ahmad.
Berdasarkan pendapat pertama mengatakan, orang yang saiat
Jumat tanpa mandi lebih dulu, salatnya sah secara ijmak, karena
mandi tidak menjadi syarat untuk sahnya salat -- menurut ijmak.
Bila seseorang mandi lalu berhadats, mandinya tidak batal -menurut
ijmak.
Dan barangsiapa mandi sesudah salat Jumat, berarti tidak man¬
di untuk hari Jumat -- menurut ijmak. [Y 4/287 {dari Ibnu 'Abdil Barr)
B1/159 M4/411 F2/286, 288 (dari Ibnu 'Abdil Barr), Al Khaththaaby
dan Iain-lain N1/231, 233 (dari Al Khaththaaby), Ibnu 'Abdil Barr dan
lain-iain)]
36) Ijmak Sahabat menetapkan kewajiban mandi di hari Jymat; dan tidak diketa-
hui bahwasanya benar-benar ada pengguguran Ijmak oleh salah seorang
dari mereka. [M 178] LI110.
452
kaum muslimin.” Jadi kalau sudah ada yang melakukannya, kewa-
jiban tersebut gugur dari semua orang. [M 5/108 Mr 34 B1/219 Mh
558, 567, 2208 F3/97, 98 {dari An Nawawy) N4/26 (dari Al Mahdy
dan An Nawawy)]
37) Ini suatu kealpaan yang besar, sebab ada perselisihan pendapat yang masy-
hur di kalangan Ulama Maliky sampai Al Qurthuby mengualkan pendapat.
bahwa memandikan mayat ilu sunnah. tetapi kebanyakan mereka mewajib-
kannya. Sementara itu Ibnul 'Araby telah menolak pendapat orang yang lidak
sama dengan pendapat kebanyakan ulama: dan beliau berkata: 'Pendapat
dan perbualan telah datang sesuai dengan pendapat tersebut [N 4/26 (dari
Ibnu Hajar)]
453
kafan; tanpa perbedaan pendapat yang diketahui. [Y 2/448]
36) Ulama Kufah, Ahludh Dhahir, Al Muzany dan Al Hasan berpendapat bahwa
yang wajib ada tiga kali. Ini berarti menolak adanya ijmak. [N 4/31]
4 5 4
18. Permandian yang dilakukan laki-laki terhadapat mayat
wanita yang bukan istrinya
Kalau ada seorang wanita meninggal dunia dan tidak ada seo-
rang perempuan pun yang memandikannya, maka orang laki*laki
boleh memandikannya: hanya saja -tidak boleh melakukan dengan
tangan telanjang, tetapi dengan suatu penyekat. Al Auzaa'iy berpen-
dapat, wanita tadi kubur sebagaimana adanya: selain beliau menga-
takan bahwa jenazah tersebut ditayammumi.
Dan tidak ada perbedaan pendapat bahwa. para wall tidak boleh
memandikan mayat wanita yang ada di bawah kekuasaannya. [F 6/61
Mh 617 N7/240 (dari Ibnu Baththaa!)]
14. MANTERA
455
2. Meniup mantera
Ulama sepakat atas diperbolehkannya meniup mantera dengan
tiupan yang lemah, tanpa mengeluarkan ludah. [S 9/25 N8/214 (dari
Ai Mawardy))
15. MANUSIA
456
6. Keharaman bunuh diri
L=Bunuh diri, him. 74
8.
Mengupas kulit manusia dan menggunakannya
Kulit manusia tidak halal dikupas, disamak, dan digunakan; me-
nurut ijmak kaum muslimin. [Mr 23 M1/273-274 (dari Ibnu Hazm dan
Ad Daarimy)]
11 . Pengebirian manusia
L=Kebiri, him. 347
3 9
16. MARADLULMAUT
1.
Pembayaran utang waktu sakit payah
Apa yang wajib atas orang yang sakit payah berupa suatu hak
yang tidak mungkin ditoiak atau digugurkannya, seperti ganti rugi,
jinaayah, jinayah yang dilakukan oieh budaknya, sesuatu yang ia
perlukarkan dengan harga umum (harga mitsif) dan sesuatu yang
biasa dapat dijadikan orang obyek penipuan, maka hak tadi termasuk
harga pokok. tanpa ada perbedaan pendapat yang diketahui. [Y
6/149]
39) Sakit payah yang membawa kematian. Untuk selanjutnya kami terjemahkan
"sakit payah". (Pent.).
4 5 7
dang sakit payah, berarti ia telah berzina dan wajib di-ftad; dan kalau
ia mencuri sesuatu dari harta orang yang diwarisnya yang pencurian
semisal itu mengharuskan pemotongan tangan, maka la harus dipo-
tong tangannya. (Mh 1395]
40) Dalam Maraatibul Ijmaa' Ibnu Hazm berkata; "Mereka sepakat atas hal itu,"
sedang di dalam Al Muhellaa beliau menuturkan: "Maka berkata: 'Pendapat
itu adalah dari All dan Ibnu Mas'ud dan tidak ada seorang Sahabat pun yang
menentangnya, jadi merupakan ijmak: Padahal sesungguhnya riwayat yang
dari Ibnu Mas'ud Itu mursal] dan dari beliau diriwayatkan pula sebaliknya,
sedang riwayat yang dari AN itu munqothi "[Mh 1395)
4 5 8
8. Pewakafan waktu sakit payah
Pewakafan waktu sakit payah, kedudukannya sama dengan
wasiat dalam hal dibilang dari sepeiti harta. Jadi bila dikeluarkan dari
seperti, wakaf itu jaiz tanpa ridia ahli waris; sedang yang lebih dari
sepertiga, yang harus menjadi wakafan adalah sepertiganya dan se-
lebihnya menunggu izin ahli waris. Ini tindakan Umar dan termasyhur
di kalangan Sahabat serta tidak ditentang, maka jadi ijmak. [Y 5/513,
514]
42) Ada hadits: (Sedekahmu adalah daii hartamu). Ini semua menurut ijmak
dari kila, dari mereka dan dari semua ahlul Islam -adalah harta pokok milik
orang sakit. balk ia mail atau hidup. Maka menjadi teiap -secara yakin dan
past! -bahwa sedekah orang sakit rtu dikeluarkan dari harta pokoknya,
bukan dari sepertiga hartanya berdasarkan nash hukum Nabi saw. [Mh 1767]
459
14. Khulak waktu sakit payah
L=Khulak//7, him. 359
6.
Pentaklifan salat Jumat terhadap orang sakit
L=Salat Jumat // 4, him. 732
7.
Orang sakit meninggalkan salat Jamaah
L=Salat jamaah // 9. him. 717
8.
Kemubahan tayammum bag! orang sakit
L=Tayammum // 9, him. 851
4 6 0
9 . Pentaklifan puasa kepada orang sakit
L=Puasa // 25, him. 595
18 MASJID
L=Al Madinah Munawwarah. him. 419
L=MakkatuI Mukarramah, him. 436
461
dilakukan di situ -misalnya tempat untuk menyepi -- wajib dilaksana-
kan; kalau tidak ada hubungannya, tidak wajib dilaksanakan. [S 6/35
F3/51 (dan An Nawawy)]
7 . Penyucian masjid
L=Najis//21,hlm. 525
462
masjid dan membuang airnya ke lantai masjid,'^ kecuali jika wudlunya
tadi mengganggu orang lain; atau kencing di tempat salat, maka yang
demikian itu makruh. [Y 1/140 (dari Ibnu Mundzir) S2/319, 420 (dari
Ibnul Mundzir) M2/189, 6/565 (dari Ibnu! Mundzir)]
43) Lantai masjid pada zaman dahulu berupa tanah biasa. (Pent.)
463
18. Memasukkan mayat ke masjid
L=Salat Jenazah //12, him. 728
45) Rasulullah saw melarang jual bell di dalam masjid. Hadits ini diriwayalkan
oleh Ahmad dan Ashhaabus Sunan, dan Jumhur Ulama mengartikan lara¬
ngan tersebut sebagai makruh. [N 2/158, 159]
46) Adapun orang yang berhadats besar, maka segolongan ulama melarangnya
duduk di masjid, sedang Daud dan pengikutnya memperbolehkannya. [B
4 6 4
26. Penyeberangan masjid oleh wanita haid atau nifas
L=Haid//14, him. 163
L=Nifas//6, him. 538
2 0 . M ATA - M ATA
465
2 1 . M AT I
1. Maradlul maut
L=Maradlul maut, him. 457
2 . Ta b i a t k e m a t r a n
Menurut Ahlus Sunnah, kematian adalah suatu sifat kebalikan
dari kehidupan. [S 10/302]
2 2 . M AYAT
466
5 . Menutup mata orang mati
Kaum muslimin sepakat atas disunnahkannya menutup mata
orang mati. (S 4/241 N4/22 (dari An Nawawy)]
7 . Menyeiimuti mayat
Kesunnahan menyeiimuti mayat, sudah mujma 'alaih. [S 4/268
N4/25 (dari An Nawawy))
11 . Memandikan mayat
L=Mandi-(kan) mayat, him. 452
467
14. Menyembahyangkan orang mati
L=Salat jenazah, him. 726
diatnya
L=Dial//33, him. 98
21.
Hal sampainya pahala kepada orang mati
(1) Menurut ijmak umat Islam, pahala bisa sampai kepada orang
mati; sedang pendapat sebaliknya dari sebagian Ashhabul Ka-
lam, batil dan tidak masuk hitungan.
(2) Menurut ijmak, pahala doa dapat sampai kepada orang mati.
(3) Permohonan ampun kepada Allah sedekah, haji dan pelak-
sanaan kewajiban-kewajiban, jika kewajiban tersebut termasuk
sesuatu yang boleh dikerjakan oleh orang yang masih hidup dan
pahalanya diberikan kepada yang mati, maka pahala semuanya
jadi bermanfaat bag! yang mati, sebagaimana pahala sedekah
untuk orang mati dapat bermanfaat pula bag! yang masih hidup.
Demikian menurut ijmak kaum muslimin.
(4) Ijmak kaum muslimin menetapkan dipetijolehkannya pemba-
caan al-Quran dan menghadiahkan pahalanya kepada orang
mati, tanpa seorang pun yag mengingkarinya. [S 1/119-120,
4/374,7/89,90M8/322Y^472,473N4/93(dariAnNawawy)]
22. Pembacaan al-Quran untuk orang mati
L//21
4 6 8
23. Doa untuk orang mati
L//21
4 6 9
kemudian mati, ia dimandikan dan dishalatkan. Hal ini lelah disepakati
oleh ahlul 'ilmi. (Y 2/434 (daii Ibnul Mundzir)]
23. MENGEMIS(MINTA'MINTA)
1. Hukum meminta-minta
Ulama sepakat atas larangan meminta-minta dalam keadaan
tidak darurat. [S 4/425 F10/334, 13/130 (dari An Nawawy)]
2. Orang diharamkan meminta-minta
Ulama sepakat bahwa semua orang yang mampu bekerja atau
sudah kaya, haram meminta-minta. [Mr 155]
4. Syarat-syaratdiperbolehkannya meminta-minta
Orang yang mampu bekerja diperbolehkan meminta-minta
dengan tiga syarat: 1. tidak merendahkan dirinya sendiri; 2. tidak m e n -
desak-desak dalam meminta; 3. tidak menyakitkan hati orang yang
dimintai. Bila saiah satu syarat ini tidak ada, meminta-minta tersebut
haram hukumnya, menurut kesepakatan ulama. [S 4/425 F13/130]
470
dan tercapainya qurbah {pendekatan diri kepada Allah) dengan pemer
dekaan itu. [Y 10/388 Mh 1658]
471
sahayanya: "Engkau merdeka besok pagi,” atau setelah aku
mati,makatidakadaperbedaanpendapatantarasemuanyamenge-
nai:bahwapemerdekaantidakterjadikecualidalamwaktuyangtelah
ditentukan si tuan itu apabila hamba sahaya yang bersangkutan m a -
tasamif-kanhambanyaitudengansepenuhnya.Dalamhaliniterjadi
ijmak.'^
Dan pemerdekaan dengan syarat khidmah setelah pemerdekaan
sampai waktu yang tidak terbatas, adalah jaiz menurut tindakan Ummi
Salamah, Umar, Ibnu Umar, Aii dan Ibnu Mas'ud; serta tidak diketahui
adanya tentangan dari kalangan para Sahabat. [B 2/367 Mh 1661 N
6/81 (dari Ibnu Rusyd,Al Mahdy danAl Imam Yahya)]
10. Pengecualian dalam pemerdekaan
Orangyangberkala:"HambakumerdekabilaAllahTa'alameng-
hendaki", maka dia telah memerdekakan hambanya itu (si hamba
menjadimerdeka)menurutijmakparaSahabat.[Y7/402,403]
11. Siapa yang sah pemerdekaannya?
Telah terjadi ijmak atas sahnya pemerdekaan dari setiap orang
yang tasarwf-nya terhadap harta diperbolehkan; yaitu pemilik yang
sempurna pemilikannya, sehat, baligh, berakal, cakap, cukup dan kuat
47) Mengenai pernyalaan ijmak ini, perlu ditinjau. (N 6/81 (dari Al Mahdy)]
472
jasmani; baik dia itu Muslim atau kafir dzimmy atau harby. Abu Hani-
fah dan orang yang sependapat dengan beliau, mengatakan: "Apabila
kafir harty memerdekakan. tidak sah."
Dan telah disepakati babwa wanila yang berakal tidak mahjur.
tidak punya suami dan dia Muslimah; maka dia seperti lelaki dalam
segala hal tersebut di atas. [B 2/359 Mr 162, 164 Y10/392, 403]
III A
48) Demikian pada buku aslinya, tanpa kode kitab Wallahu a'lam, kode yang
tertinggal adalah Mr(Maraatibul Ijmaa'). Jadi. (Mr 108,162]. Penl.
4 7 3
15. Pemerdekaan hamba sahaya orang lain
Orang yang mengatakan: "Hamba sahaya fulan merdeka, jika
aku memasuki rumah," atau mengatakan kepada budak wanita orang
lain: "Engkau merdeka jika engkau masuk rumah," -- kemudian dia
atau budak wanita itu memasuki rumah, maka si hamba sahaya atau
budak wanita tersebut tidak menjadi merdeka; tanpa ada khilaf.
Orang yang berkata; "Apabila aku memiliki si Fulan -seorang
hamba orang lain -maka dia merdeka," kemudian hamba itu benar-
benar jadi miliknya, maka tidak menjadi merdeka menurut pendapat
Ibnu Abbas dan sejumlah Sahabat, serta tak seorang pun yang me-
nentangnya pada zaman itu, maka ini merupakan ijmak. Dan seorang
tuan tidak boleh memperkenankan pemerdekaan yang terjadi tanpa
seizinnya, karena hal itu haram menurut ijmak, [Y 9/524, 530-531,
532, Mh 1764]
49) Ini pernyataan tidak benar. Mengenai masalah ini tidak dicatat adanya
pendapat dari dua puluh orang sja dari kalangan Sahabat atau tabie'in.
Padahal mereka ini ribuan; bagaimana bisa diketahui ijmak? [Mh 1667]
4 7 4
354 F5/127 {dari Ibnu Baththaal) N6/79]
475
tang dari kalangan para Sahabat *Dan diriwayatkan dari Rabie'ah,
bahwa bagian orang yang memerdekakan tidak termerdekakan; baik
yang memerdekakan bagiannya itu kaya atau miskin. Ini pendapat
t i d a k b e n a r.
Bila salah seorang dari, dua pemilik bersama memerdekakan
keseluruhan hamba sahaya, maka pemerdekaan terjadi bagi kese-
luruhan hamba sahaya itu dan orang kaya yang memerdekakan itu
memberikan kepada sekutunya harga bagiannya dari hamba sahaya
tersebut. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat.
Bila pemerdekaan terjadi pada waktu sakit yang membawa
kematian (maradlul-maut)-nya atau setelah wasiat memerdekakan
hamba sahaya, dia meninggal dan sepertiga miliknya tidak mencukupi
untuk menutup harga bagian sekutunya dari si hamba, maka pemer¬
dekaan tidak terjadi kecuali pada bagian orang yang memerdekakan
itu saja, tanpa ada khilaf. [S 6/335-336 Mh 1665 {dari sementara
ulama) Y10/394, 246 F5/115, 116 (dari Ibnu Abdil Barr)]
50) Menurut kami, pendapat perorangan seiain Rasulullah s.a.w. tidak dapat
dijadikan huyah. [Mh 1665]
4 7 6
ada dalam perul budak wanitanya lanpa dia sendiri, maka apa yang
ada dalam kandungannya itu merdeka dan si ibu itu sendiri tidak. [8
2/366 YY10/559]
4 7 7
25. MILIK
1. Menghormati milik
Semua kalangan, khusus maupun umum, teiah sepakat bahwa
Allah 'Azza wa Jalla mengharamkan siapa pun mengambil harta
seorang muslim maupun mu'ahid (orang nonmuslim yang mempunyai
ikatan perjanjlan dengan Islam, Pent.) tanpa hak, bila pemilik harta
yang diambil itu tidak rela.
Dan telah sepakat semua, bahwa pengambil dengan cara ter-
sebut, berdosa dan zalim. [Kh 1/146 Mr 59 Mh 2264 B2/66 F9/470
N5/317]
L = K a fi r / / 3 7 , h i m . 3 4 4
L=Had pencurian //11, him. 137
478
kan, jual-beli, hibah, melempar ke jalan, atau minum khamar, atau
lainnya. [M 9/153 Mr 111 Mh 1923]
479
14. Pengikatan hak milik dengan irtifaaq
L=Irtifaaq, him. 261
4 8 0
27. Membangun masjid di milik orang lain
L=Masjid, him. 461
481
37. Wa s i a t s e b a g a i s e b a b p e m i i i k a n
L = Wa s i a t , h i m . 9 3 5
482
50. Kepatutan hamba sahaya memiliki
L=Hamba sahaya // 45, him. 196
L=Mukatab//17, hlm.499
26. MINA
L=Haji, him. 165
27. MINUM
1.
Minum dengan wadah emas atau perak
L=Wadah//1, him. 859
52) Penukilan kesepakatan perlu ditinjau, sebab Malik membolehkan minum dari
mulut qirtah (kantung air dari kulit; Pent.) dan berkata. "Dalam bal ini belum
ada larangan yang sampai kepada saya." [B 8/197)
483
4. Minum dari retakan cangkir
Minum dari retakan cangkir atau dari arah pegangannya, makruh
menurut pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan tidak diketahui se-
orang pun dari Sahabatyang menentangnya. [Mh 1110]
8. Minum naqii^^
Minum naqii, baik sedikit maupun banyak, selagi betum keras,
mubah menurut kesepakatan. (F 10/34]
!&4
9. Minum fuqaa
Minum fuqaa', mubah. Ini pendapat Ahmad, Ishaq, Ibnul Mun-
dzir, dan tidak diketahui ada perbedaan pendapat. [Y 9/152]
11 . M i n u m n a b i i d z
L=Nabiidz, him. 513
53) Naqii' lalah minutnan yang dibuat dari buah anggur yang direndam daiam air.
(Pent.).
4 8 4
13. Minum air kencing karena darurat
Minum air kencing karena musibah yang menimpa, mubah m e -
nurut pendapat fuqahaa, selain Az Zuhry yang berpendapat, lidak
haial, (F 10/65 (dari Ibnul Balhlhaal)]
14. Minum dalam salat
L=Salat//164, him. 706
15.
Minum di tengah-tengah khotbah Jumat
L=Salat Jumat // 32, him, 738
17.
Minum bersama dengan wanita haid atau nifas
L=Haid//11, him. 163
18.
Kapan mendahulukan minum, mengakhirkan wudiu
L=Tayammum //10, him. 851
28. MINUMAN
L=Khamar. him. 348
2 9 . M I Q A A T5 5
L=Haji, him.165
L=Umrah, him. 871
1. Batas miqaat
Ulama sepakat bahwa miqaatnya penduduK Madinah adalah
Dzul Hulaifah, miqaatnya penduduk Syam iaiah Al Juhfah, penduduk
Najd adalah Qaru. pendududk Yaman adalah Yalamlam. penduduk
Irak iaiah Dzatu Irq; dan bahwasanya 'Aqqiq, lebih utama dan lebih
hati-hati dari pada Dzatu 'Irq, dan miqaatnya penduduk Mekkah serla
orang-orang yang ada di situ -- baik bermukim di situ atau tidak —
55) MiqBt adalah batas waktu atau tempat untuk mulai ihram. Yang dibahas di
sini hanya batas tempat saja. (Pent.).
485
adaiah Mekkah.
Mereka sepakat pula bahwa miqaat Ini untuk ibadat haji dan
umrah yang menyendiri, yang pelakunya tidak ingin berhaji pada
tahun itu; kecuali umrahnya penduduk Mekkah, miqaat mereka dari
57
tanah halal.
Dan yang paling utama lagi orang yang miqaatnya Dzul Hulalfah
adaiah membaca talbiyah di masjid tempat itu sesudah selesai salat
dan mengulang-ulang bacaan tersebut waktu naik kendaraan dan
ketika melewati dataran Baidaa.^ tidak boleh mengakhirkan hal itu
sampai di Baidaa. Hal ini telah disepakati oleh fuqahaa-ul Amshaar.
(Mr 42, 46 B1/313, 327 Y3/232, 233 (dari Ibnu 'Abdil Barr) M7/193
(dari Ibnul Mundzir, dan Iain-lain, S5/191, 195, 203 F3/302, 313 (dari
Asy Syaft’iy dan Al Muhibbuth Thabary) N4/296, 297, 308 (dari A1
Muhibbuth Thabary dan Ibnu Hajr)]
56) - Dzul Hulalfah -dengan dlommah-r\ya ha dan fa' -- iaiah tempat yang
terkenal, lerietak d< dekat Madinah; jarak antara keduanya ada enam
mil, sedang dengan Mekkah berjarak sepuluh marhalah. Dzul Hulaifah
adaiah miqaat yang paling jauh dari Mekkah.
4/Juhfe/j-denganyim yang diharokati diommah \a\u ha yang disukun-
kan, juga disebut Mahya'ah, dengan fathah mim dan yak serta sukun-
nya ha'di antara keduanya -adaiah desa yang besar, di antara Mek¬
kah dan Madinah, Jaraknya tiga marhalah dari Mekkah.
Qoru —dengan fathah qaaf dan sukunnya raa —iaiah nama gunugn
Antara Qoru dan Mekkah ada dua marhalah. Gunung ini disebut Qoru
Mubarak
Yalamlem —dengan fathah yaak sebelum dua iaam -letaknya dua
marhalah dari Mekkah.
Dzafu 'Irq -dengan kasrah 'ain adaiah desa berjarak dua marhalah
dari Mekkah, tetapi sudah hancur.
Aqlkj. Jarang yang aimya deras, ietaknyadi daratan rendah Tuhamah.
[M 7/192-193]
57) Tanah halai artinya miqaat mereka dari sekitar Tanah Suci jika mereka mau.
[Y 3/234]
58) Baidaa: suatu tempat di atas dua gunung Dzul Hulaifah bag! orang yang
mendakt dari jurang. [F 3/313]
486
pat di mana saja la mau. [S 5/193-194 F3/301 N4/296 (dari Ibnu
Hajr)]
30. MISKIN
31. MITSQAL
Definisi mitsqal
L=Dirham, him. 98
32. M U ' AT H AT
L=Jual bell // 7, him. 298
59) Ini diragukan, karena golongan Maliky mengatakan diperbolehkanya hal itu
bag! orang tersebut, meskipun yang afdol adalah sebaiiknya. Golongan
Hanafi Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir -dari golongan Syafi'iy -berpendapal
pula begitu. Oemiklanlah. orang dari negara-negara selain yang telah
disebutkan. [L // 1], miqaatnya adalah miqaat yang dilaluinya. [F 3/301 N
4/296]
487
6 0
33. MUBAARAZAH
34. MUDABBAR
L=Tadbier, him. 807
35. M U D L A R A B A H
L=Kongsi Mudlarabah, him, 378
488
Hanifah, Malik, Asy Syafi’iy dan Ahmad, tanpa khilaf yang diketahui
dari seorang pun. [Y 4/396]
61) Ini diragukan, berkenaan adanya riwayat dari Sahabat All bahwa si penjual
dalam hal Ini mempunyal hak sama dengan para pemilik piutang lainnya.
Ini dijawab dengan adanya perbedaan penukilan dari Sahabat All tentang
masalah iiu. (F 5/49}
489
37. MUHALLIL
L=Nikah //100, him. 561
Secarayakinduaorangmuslimtidakakanberselisihpendapat
di dalam hal: bahwa Allah Ta’ala telah mewajibkan Rasul-Nya s a w
untuk bertabligh; dan bahwa Muhammad saw benar-benar telah m e -
490
nyampaikannya sesuai dengan penntah Allah Swt. [Mh 2204]
8. Mengingkari kenabian Muhammad saw
Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal bahwa orang yang
mengingkari kenabian Muhammad saw adalah kafir, meskipun la tidak
mengadakan Tuhan lain bersama Allah dan tidak meniadakan peng-
ampunan dari-Nya. [F 1/71]
491
menurut ijmak. [S 5/17]
62) Ijmak menetapkan bahwa bacaan salawat pada Nabi s.a.w itu wajib secara
keseluruhan tanpa pembatasan, dan bahwasanya ia wajib dalam setiap
waktu seperti wajibnya sunnah-sunnah muakkad dan wajib dibaca sekali
dalam seumurhidup.
Adapun yang dilakukan oleh Alh Thabary berupa kesepakatan atas kesunnahan
saiawat, bertentangan dengan pengakuan lainnya, yaitu kesepakatan atas
masyru'(disyariatkannya)salawat didalam salat, ada kalanya dengan jalan wajib
dan terkadang dengan jalan sunnah, dan tidak diketahui ada seorang pun dari
Ulama Salaf yang menentangnya, kecuali pendapat yang dikeluarkan oleh Ibnu
Abu Syaibah dan Ath Thabary dari Ibrahim An Nakho'iy, yang berpendapat, bah¬
wa ucapan mushalli (orang yang salat) pada waktu tasyahhud: “Assalaamu
'alaika ayyuhan Nabiyyu warahmalullahi wa berokaatuti''{ ), sudah cukup
sebagai pengganti salawat pada Nabi. Meskipun begitu, beliau tidak menyelisihi
4 9 2
kannya. tidak berarti ia melakukan kemaksiatan; dan bahwa shalawal
tidak wajib dibacanya setiap kali ia ingat.
Adapun yang dikatakan oleh sementara ulama lentang wajibnya
membaca shalawat setiap kaii orang ingat, bertentangan dengan
ijmak sebelumnya. [F 11/127,141 (dari Ath Thabary dan Al Quduury)]
L=Salat//138, him. 702
L=Salat Jumat // 24, him. 736
L=Salat Jenazah // 23, him. 731
L=Qijrban//17, hlm.394
63) Tetapi lebih dari seorang meriwayatkan dari Asy Syafi'iy satu pendapat di
dalam hal sedekah tathawwu'. begitu pula di dalam suatu rrwayat dari Ahmad
bahwasanya bagi Nabi saw dan ahiu baitnya tidak halal menerima sedekah
fitrah, zakat harta benda dan sedekah yang diberikan oleh seseorang kepada
orang yang butuh karena mengharapkan pahala dari Allah. Adapun lainnya
itu, halal. Bukankah setiap kebajikan Itu sedekah? Konon ada yang berpen-
dapat sedekah yang umum, tidak diharamkan atas Nabi, seperti air sumur
dan masjid-masjid. [F 3/276 N4/173)
493
25. Pengumpuian lebih dari empat orang istri oleh Nabi saw
Ulama sepakat bahwa termasuk dari kekhususan-kekhususan
yang dimiliki Nabi saw adalah, beliau diperkenankan mengumpulkan
lebih dari empat orang istri. [F 9/93 N6/150 (dari Ibnu Hajr)]
64) Kalau kesepakatan tersebut sah adanya, maka ia menjadi dasar pegangan
{hujjah) bag! orang yang berpendapat ada ijmak. [N 5/29]
4 9 4
32. Uenziarahi makam Nabi saw
Menziarahi makam Nabi saw diperboleh oleh syara' {masyruu)
menurut ijmak; perbuatan tersebut termasuk amal yang paling utama
menurut ijmak. (F 3/51 N5/97)
39. M U H A Q A L A H
L=Jual beli//150, him. 324
40. MUHARABAH
L=Had Hirabah, him. 130
41. MUKHABARAH
L=Muzara'ah, him. 508
6 5
42. M U K A ATA B
L=Hamba sahaya, him. 189
1. Hukum mukaatabah
Ijmak umat menyatakan bahwa mukaatabah itu disyaratkan.
Mukaatabah tersebut wajib menurut pendapat Umar, Utsma, Az
Zubelr dan Anas, serla tidak diketahui ada yang berpendapat lain di
65) Mukaalat adalah hamba sahaya yang mencicil harga dirinya Kepada tuan-
nya. Bila sudah lunas, diapun merdeka. AKadnya disebut akad mukaatabah
atau kitaabah. Tuannya disebut mukaatib.
4 9 5
kalangan Sahabat “(Y 10/466 Mh 1685]
2. Sifattuan yang mukaatib
Telah disepakati bahwa di antara syarat tuan yang memberi
kesampatan mukstsbdh kepada hamba sahayanya (disabut mukaa¬
tib). haruslah benar-banar mamiliki dangan pemilikan yang sah, tidak
mahjur 'alaih (orang yang dinyatakan tidak boleh bartasaruf) dan
sehat jasmani.
Apabila ia kurang akal, maka kitaabah-nya batal (tidak sah)
menuait pendapat ulama semuanya. [B 2/371 Kh 1/30]
3. Sifat hamba mukaatab
66) Bila seorang hamba sahaya meminta kepada tuannya agar dilakukan
mukaatabahterhadapdirinya,makadisunnahkansituanmemenuhinyajika
iamengetahuiadanyakebaikandidalamhalitudantidakwajibmenurutpen¬
dapat umumnya ehlul 'ilmi. Sementara diriwayatkan dari Umar, 'Alhaa, Ad!
DIahhaak,'AmrbinDinar,DauddansaturiwayatdariAhmad,pendapatbah¬
wa itu wajib. [Y 10/466]
4 9 6
pun dia berkata demikian: maka ini adalah kitaabah yang sah [Mr 164
Y10/539]
9. Gantt kitaabah
Telah disepakati bahwa tsaman (harga) dalam kitaabah, adalah
jaiz bila diketahui dengan pengetahuan seperti yang disyaratkan
dalam jual bell. Dan disepakati bahwa kitaabah dengan sesuatu yang
tidak halal. adalah /asrcf (rusak).
Binatang yang lepas tidak boieh untuk ganti kitaabah: tanpa
khilaf. Bila seorang tuan memberi kesempatan kitaabah pada hamba
sahayanya dengan imbalan pelayanan sebulan dan satu dinar, serta
4 9 7
menjadikan waktu penyerahan yang satu dinar itu sehari setelah se-
bulan tersebut, maka itu sah. Dalam hal ini tidak dikelahui ada khilaf
[B 2/368 Mr 165 Y10/476, 477]
Bila hamba mukaatab milik dua orang, maka la tidak boleh mem-
berikan ganti kitaabah kepada salah seorang dari keduanya, Iebih
banyakdariyanglaindantidakmendahulukansatudariyangIain.Ini
pendapat (mazhab) Abu Hanifah, Asy Syafi'iy dan Ahmad; dan dalam
hal Ini tidak diketahui ada khilaf. [Y 10/518]
12. Pengaruh penyerahan ganti kitaabah
Telahdisepakatibahwabilahambamukaatabtelahmenyerah-
kan ganti kitaabah kepada tuannya atau wakilnya, atau seseorang
menyerahkan atas namanya, maka dia pun menjadi merdeka [Mr 164
B2/368, 372)
67)Kitaabahtidakmenjadikontandanhanyabolehsecaradibayarbelakang
dengan angsuran. Dirlwayatkan dari sekelompok Sahabat bahwa mereka
pernah berakad kitaabah dan tidak dinukil dari seorang pun dari mereka
bahwamerekamelakukansecarakontan.Seandainyaboleh,makamereka
tidak akan sepakat semua untuk tidak melakukannya. Imam Malik danAbu
Hanifah mengalakan jaiz secara kontan. [Y10/472]
4 9 8
Juga telah disepakati bahwa bila ia mati tanpa anak, sebelum
memberikan sedikit pun dari ganti kitaabah, maka ia tetap berstatus
hamba sahaya. Dan bila tuannya meninggal dan mukaatab tidak
mampu melunasi ganti kitaabah setelah meninggalkan tuannya itu,
maka para waris si tuan tersebut berhak mengembalikannya sebagai
hamba sahaya; tanpa khilaf, [B 2/373, 374 Kh 2/84]
499
19. Nafkah mukaatab
26.
Tahlief (Pembebanan) mukaatab dengan zakat fitrah
L=Zakat fitrah // 6, him. 982
500
43. MUNAABADZAH
L=Jual beli//38, him. 303
44. MUNADLALAH
L=Ramyu {Melempar jemparing/memanah), him. 651
501
maupun karena terus-menerus menetapi Hukum Islam setelah diketa-
huinya, kemudian ia murtad -- berganti paham kufur, paham kitabi
atau lainnya dan secara terang-terangan menampakkan kemurtadan-
nya, dan tetap dalam keadaan kufur setelah dalam tiga puluh hari
diperintahkan bertobat seratus kali padahal ia waras dan tidak mabuk,
maka orang tersebut halal darahnya. Hanya saja ada pendapat yang
diriwayatkan dart Umar, Sufyan dan Ibrahim An Nakha'iy, bahwa
selamanya orang itu diperintahkan bertobat, dan tidak dibunuh [Mr
127 Mh 2252 B2/450 Y8/450 S8/13 F12/170 (dan Ibnu Daqieqiel
'led)]
68) Oa)am masalah pembunuhan wanita karena murtad, masih ada khilaf. [F
12/170 (dari Ibnu Daqieqiel ’led)]
69) Abu Hanifah dan pengikutnya berpendapat, bahwa perempuan murtad Jlka
ditemukan di daerah harb, la ditawan dan dijadikan budak, meskipun ketu-
runan Hasyimiyyah. [Mh 2170]
502
12. Pemungutan jizyah dari orang murtad
L=Jizyah//12, him. 295
70) Hukum hilangnya hak milik orang murtad terhadap hartanya tidak hanya
karena kemurtadannya. Ini menurut kesepakatan semua Ahlul ‘ilmi yang
pendapatnya terjaga. (Y 8/545 (dari Ibnul Mundzir)]
503
berlobat. [S 8/13 (dari Ibnul Qashshaar) F12/226 (dari Ibnui Wash-
shaar) N7/195 (dari Ibnul Qashshaar)]
72
4 6 . M U S A A Q A AT
1. Hukum musaaqaat
Musaaqaat jaiz menurut ijmak. [Y 5/323 Mh 1268, 1328]
2. Pohon yang boleh dilakukan musaaqaat terhadapnya
Musaaqaat jaiz dalam semua pohon yang berbuah, menurut
ijmak. Boleh pada pohon yang tak membutuhkan siraman (kecuali air
hujan). sebagaimana boleh juga pada tanaman yang membutuhkan
s i r a m a n . Ti d a k d i k e t a h u i a d a k h i l a f .
Adapun pohon yang tak berbuah, tidak boleh musaaqaat atas-
nya, menurut pendapat Malik, Asy Syafi'iy dan Ahmad; serta tidak ada
khilaf yang diketahui. [Y 5/324, 325, 330]
3 . Musaaqaat terhadap pohon wakaf
Musaaqaat terhadap pohon wakaf adalah jaiz, tanpa khilaf. [Y
5/340]
504
5. Musaaqaat sebelum tampak kepatutan buah
Telah disepakati bahwa musaaqaat sebeium tampak kepatutan
buah, adalah jaiz. [B 2/246]
47. MUSAFIR
L=Jalan, him. 277
L=Salat musafir, him. 741
505
48. MUSHAF (MASHAF)
L=Quran, him. 628
49. MUSIBAH
50. M U S I K
L=Hiburan (Malaahy), him. 210
51. M U S L I M
L= Islam, him. 263
53. MUSYRIK
506
3. Siksa orang musyrik bukanlah kaffaarah (tebusan) baginya
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa, bila orang musyrik disik-
sa atas kemusyrikannya, maka sikapnya bukanlah merupakan kaffa-
rah baginya, tapi merupakan tambahan hukumannya. [F 12/70]
507
73
5 4 . M U TAT U T H T H A L A Q
L=Talak, him. 816
Mut'ah nikah
L=Nikah // 95, 96, him. 559, 560
55. MUZABANAH
L=Jual beli //157, him. 325
56. MUZDALIFAH
L=Haji//60-71,hlm.174.175
7 5
5 7 . M U Z A R A’ A H
1. Hukum Muzara'ah
Para Sahabat telah sepakat atas jaiznya muzara'ah. [Y 5/343,
344 F5/8 N5/274 (dari Al Bukhary))
74) Mut'ah yang tertinggi adalah pelayan, bila si suami mampu (kaya). Jlka fakir,
ta memberikan mut'ah kepada si perempuan berupa pakaian (memberikan
sandang kepada si perempuan). ini pendapat ibnuAbbas,Az Zuhry danAi
Hasan. [Y 7/171]
508
(sepertiganya). 1/2-nya (separuhnya), atau 1/6-nya {seperenamnya),
atau bagian apa pun yang disebutkan dari jumlah keseluruhan sampai
waklu yang diketahui, jaiz hukumnya -menurut ijmak yang meya-
kinkan dan dipastikan.
Bila akad muzara'ah dilakukan dengan ketentuan untuk pemilik
tanah tanaman tertentu dan untuk penggarap tanaman tertentu pula,
maka akad itu rusak (fasicfj menurut ijmak ulama. [M 1344 Mr 60 Y
5/351]
509
uBJi. e \ n - S U
itornffs r, i..r^Mft< W«ji («b auJl»3fsiO inJt{ (uig aqsft^jgBd uct;
-.BY^rn ^iWi jisfin^ Jtm.'rt9/n £ii(i7mCMun si^ juruisxib .-^nait uf^'W
'naMtJsaqib riefi
rftit/ni ?>a^ eui?
/Mm.^utn»h««nBiRBrad.ri^u}
yCd -kM MJ 6in«lO |u«iii9m (kMeVf ^saa uA terte eitftm
eoa
1. NABI
1. Ketetapan kenabian
Ulama sepakat bahwa kenabian itu hak (benar dan tidak dr-
ragukan lagi), dan yang mengingkarinya berarti fakir. [Mr 167)
2. Keraguan tentang kenabian
L=Kufur, him. 384
L=Muhammad saw// 8, him. 491
3. D e fi n i s i k e n a b i a n d a n k e r a s u l a n
Tidak ada khilaf bahwa, kenabian iaiah wahyu dati Allah Ta’aia
berupa pemberitahuan kepada orang yang diberi wahyu mengenai
apa saja yang belum pernah diketahuinya.
Kerasulan iaiah kenabian dengan tambahan: di utusnya orang
yang diberi wahyu kepada makhluk apa pun, dengan membawa apa
yang telah diwahyukan kepadanya. Dalam hal ini tidak khilaf. [Mh 90]
L=Syariat II4, him. 800
5 11
7 . Kepastian jumlah para nabi
Ulama sepakat bahwa jumlah para nabi itu banyak, ada yang
namanya disebutkan oleh Allah Ta'ala di dalam al-Quran, dan ada pu¬
la yang tidak disebutkan. Barangsiapa tidak mempercayainya, kafir --
menurut ijmak.
Ulama sepakat pula bahwa semua nabi yang disebutkan di
dalam al-Quran, sepetli Nabi Adam, Idris, Nuh, Shalih, Ibrahim, Yah-
ya, Isya, adalah hak. (Mr 167,173]
8. Kenabian wanita
Kesepakatan Ulama memutuskan atas tiadanya kenabian
wanita, kecuali pendapat Al Asy’ary, bahwa ada wanita yang menjadi
nabi, yaitu Mawwaa, Saarah, ibu Nabi Musa, Haajar, Aisyah dan
Maryam. Menunat ijmak, Maryam, Aisyah dan Khadijah bukan nabi. (F
6/348, 366, 7/106 (dart Al Karmaany dan An Nawawy) S9/304 {dari
segaia ulama)]
9. Kenabian Luqman
Ulama sepakat bahwa Luqman adalah seorang yang bijaksana,
bukan nabi. Menurut 'Ikrimah, beliau seorang nabi; dan hanya 'Ikrimah
yang berpendapat demikian. [S 1/485 (dari Abu Ishaq Ats Tsa'Iaby)]
10. Percakapan Allah Swt., dengan Nabi Musa as, secara lang-
sung
L=Allah Jalla Jalaluh //II, him, 31
11 . K o d r a t N a b i I s a a s
512
Nabi sesudah kenabiannya. (S 2/150 (dari 'lyaadi) F11/371 (dari
'lyaadi)]
3. Wadah-wadah nabidz
513
4, Minum nabidz
Minum nabidz sedikit atau banyak, asaikan manis dan tidak
berubah, tidak berlebih-lebihan dan tidak sampai batas memabukkan,
adalah mubah menurut ijmak umat. Biia memabukkan, tiukumnya
haram menurut ijmak kaum muslimin. [S 8/219, 244 F10/33 B1/457,
459]
3. NADZAR
1. Hukum nadzar
Kaum muslimin telah sepakat atas sahnya nadzar dan wajibnya
memenuhi nadzar. jika keharusan yang disebabkan nadzar itu
merupakan ketaatan. [S 7/103 Y10/91]
2. Sifat nadzar
Telah disepakati bahwa orang-orang lelaki yang merdeka, bera-
kal, baligh dan tidak mabuk -yang bernadzar "lillahi ta'alaa" dengan
suatu nadzar berupa salat pada waktu yang boleh melakukan salat,
atau sedekah dari miliknya -- yang setelah sedekah itu, untuk dirinya
dan keluarganya masih tersisa 2/3 (dua pertiganya), atau ibadat
umrah, atau haji, atau puasa yang jaiz, atau i'tikat yang jaiz, atau
memerdekakan hamba sahaya yang dimilikinya ketika nadzar itu sen-
diri, atau memerdekakan seseorang tertentu; semua itu dalam rangka
bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla apabila begin!.... begin!, bag!
sesuatu yang disebutkannya yang tidak berupa pendurhakaan (mak-
siat) terhadap Allah Azza wa Jalla, dan hal itu temyata betul-betui
terjadi, maka apa yang menjadi nadzamya menjadi keharusan yang
harus dilaksanakannya, selama sedekah atau hamba sahaya yang
akan dimerdekakan sebagai pemenuhan nadzamya itu, tidak keluar
dari miliknya sebelumnya, dan ia tidak sakit yang membawa kemati-
annya {maradlul maut) atau apa yang dinadzarkan melebihi 1/3 (se-
2) Ini ditolak, sebab tidak ada perkataan seorang yang dapat dijadikan hujjah,
kecuall hanya Rasulullah saw. Lag! pula telah dirlwayatkan dari pada
Sahabat Itu kebalikan dari yang drriwayatka di sini. [B 1/32 Mh 148]
514
perliga) harga miliknya. [Mr 160-161]
3. Nadzar Mutlak^
Telah disepakati bahwa nadzar mutlak adalah jadi dan mengikat
{luzuum), kecuali apa yang diriwayatkan dari sebagian Sahabat
{murid-murid) Imam Syafi'iy, bahwa nadzar mutlak tidak boleh. Nadzar
ini mewajibkan kaffarah yamien (denda sumpah). Ini pendapat Ibnu
Mas'ud, 'Aisyah. Ibnu Abbas dan Jabir, dan tidak diketahui ada yang
menentangnya pada masa mereka: maka ini merupakan ijmak [B
1/408-409 Y10/03 F11/496]
4. Nadzar Muqayyah'
Telah disepakati atas mengikatnya nadzar yang pengularaannya
dengan cara syarat -bila nadzar itu merupakan nadzar yang digan-
tungkan pada suatu sifat/keadaan yang tidak maksiat, hukumnya
wajib {fard/u). [B 1/409 Mr 39 F11/485]
3) Nadzar dari segi lafadznya ada dua macam. Pertama, nadzar mutlak, ysilu
yang dikeluarkan dengan cara khabar, seperti ucapan "lillah saya bernadzar
naik ha]i," atau "Lillah saya bernadzar," tanpa menjelaskan apa yang
dinadzarkan. Kedua, nadzar muqayyad, yaitu yang dikeluarkan dengan cara
syarat (kondisional). seperti: "Kalau terjadi begin!, maka saya bernadzar
Lillah begin![L =B1/400]
5) Nadzar Lajaaj dan Ghadlab iaiah keluarnya nadzar secara sumpah, seperti
kalau seseorang melarang dirinya atau lainnya melakukan sesualu atau
menganjurkan sesuatu: misalnya orang mengatakan "kalau aku sampai
berbicara dengan st Zaid, maka Lillah aku akan pergi haji," atau "aku akan
menyedekahkan hartaku", atau "aku berpuasa selama setahun." (L =Y9/509]
515
mubah itu tidak memenuhinya. la tidak diwajibkan apa-apa ®[M 8/374
Mr 161)
7. Nadzar Ketaatan
8. Nadzar Maksiat
Bemadzar maksiat, diharamkan dan tidak boleh memenuhinya
menurut ijmak.^ 10/93 Mr 161 F11/496 N8/245]
9. Nadzar Diam
Orang yang bemadzar untuk diam (tidak akan berbicara), tidak
harus memenuhi nadzar tersebut. Ini dikatakan Abu Bakar As Shiddiq
dan tak seorang pun dari Sahabat menyanggahnya. [Y 3/184]
10. Nadzar Harta
516
1/413 F5/284 N6/43, 8/247 (dari ibnu Rusyd))
11 . N a d z a r p u a s a
Orang yang bernadzar puasa secara mutlak tanpa menentukan
masanya, minimal yang harus dipenuhinya adalab puasa sehari;
tanpa khilaf.
Bila orang bernadzar akan berpuasa selama satu bulan, maka
puasa tiga puluh hari telah mencukupinya; tanpa perbedaan penda-
pat. Bila orang bernadzar akan berpuasa selama beberapa bulan ber-
turut-turut dan memulainya dari awal bulan, maka cukup puasanya
pada bulan-buian itu dengan perhitungan hiial, tanpa khilaf. fV 10/100,
115, 116)
517
gini" dan ternyata perkara itu terjadi, wajib baginya mempersembah-
kan hadyu seekor unta. [Mr 161]
4. NAFILAH
L=Salat Tathawwu, him. 747
5. NAFKAH
3 . Ya n g d i p e r i n t a h m e n a f k a h i p e r e m p u a n
518
L=Perempuan II43, hlm,581
6 . N A F K A H B I N ATA N G
L=Binatang, him. 62
7 . N A F K A H H A M B A S A H AYA
L= Hamba sahaya //10,11,12, him. 191
L=Mukatab // 9, him. 497
8. NAFKAH ISTRI
519
beragama Islam atau wanita Hasyimiyah. [Mr 79 Mh 1850 B2/53, 54,
55 S5/313 Y8/175, 177, 196 (dari Ibnul Mundzir dan Iain-lain))
2. Nafkah istri hamba sahaya
L=Hamba sahaya // 61, him
8) Lelaki memberi nafkah istrinya; baik istrinya itu nusyuz atau tidak. ini
pendapat Umar dan tidak diketahui ada yang menentang beiiau dari
kalangan Sahabat. Dan tidak ditemukan pendapat seorang pun dari kalangan
Sahabat yang mencegah wanita nusyuz dari mendapatkan nafkah. [Mh 1922]
Saya sendiri mengatakan: '1bnu Hazm dalam Maraatibul Ijmak menukii
bahwa istri yang berhak mendapatkan nafkah adalah yang tidak nusyuz".
9) Adapun yang tidak hamil, apakah ia berhak mendapat nafkah, masih terdapat
khilaf di kalangan ulama. [Y 6/206]
520
8. Nafkah istri yang suaminya meninggal
Istri yang ditinggal mati suaminya tidak bertiak mendapat nafkah
menurut ymak,'” sebab pemberian nafkah dan sandang kepadanya
selama setahun atau kurang dari setahun, sudah d'\-nasakh (dihapus)
oleh ayat mierals (warisan); tanpa khilaf.
Berdasarkan ini, bila si istri menafkahi dirinya sendiri dari harta
suaminya yang tidak ada di tempat (ghaib). kemudian ternyata sua¬
minya itu telah meninggal sebelum si istri tersebut menafkahi dirinya,
maka apa yang telah dinafkahkan itu termasuk dari warisannya; balk
wanita itu menafkahkan sendiri atau atas perintah hakim.
Ini pendapat Abul 'Aliyah, Ibnu Sirin, As Syafi'iy, Ibnul Mundzir
dan Ahmad, serta tidak diketahui ada khilaf dari lain mereka. [S 6/288
Y8/180-181 N6/300 (dari As Syafi'iy)]
9 . N A F K A H K E R A B AT
3. Nafkah anak
Ijmak menyatakan bahwa seorang ayah -yang mampu memberi
nafkah -wajib memberi nafkah anaknya (laki-laki: maupun perem-
puan) yang belum baligh dan tak punya harta, sampai mereka
baligh.” Dan tidak wajib menafkahi anak kecuali ayahnya sendiri;
10) Ijmak ini diterapkan pada selain yang hamil. Kalau istri tersebut hamil, ia
berhak mendapat nafkah menurut sementara uiama.
11) Ini tidak benar. Sebab Kami meriwayatkan dari Asy Sya’by bahwa seseorang
tidak dipaksa menafkahi seseorang. Lagi pula tidak seorang pun menyatakan
mengetahui persis adanya ijmak kecuali pembohong terhadap umat
seljruhnya. Apalagi itu merupakan pendapat yang tidak didukung Quran
521
tanpa khilaf yan diketahui. [Mh 1933 (dari sementara ulama) Mr 79 Y
8/184, 188 (dari Ibnul Mundzir) N6/322 (dari Al Mahdy)]
4. Nafkah terhadap laqiith
L=Laqiith//3, him. 398
5. Nafkah ibu-bapa
Ijmak menyatakan bahwa seorang anak yang berkecukupan
wajib memberi nafkah kedua orangtuanya yang kesulitan dan tidak
mempunyai pekerjaan maupun harta.’^ [Y 8/184 (dari Ibnul Mundzir)
Mr 79 Mh 1933 (dari sementara ulama) N6/12, 321 (dari Al Mahdy)]
6. Pembebanan (taklif) anak zina untuk menafkahi kedua
orang-tuanya
L = Wa r i s / / 1 8 9 . h i m . 9 3 3
7. Nafkah pewaris
Waris wajib member) nafkah pewarisnya seukur warisnya. Ini
pendapat Umar dan Zaid, serta tidak diketahui ada yang menen-
tangnya dari kalangan Sahabat. ]Mh 1933]
522
Berdasarkan itu, orang yang memperlihatkan perbuatan buruk,
iaki-laki atau perempuan, seperti menyendirinya dua orang lain jenis
yang ajnaby (bukan muhrim bukan suami istri), atau masuknya lelaki
ke rumah perempuan secara sembunyi-sembunyi, maka wajib bag!
orang-orang Islam untuk mengingkari hal itu dan melaporkannya
kepada Imam (penguasa). Dalam hal ini umat seluruhnya tak berbeda
pendapat. [S 1/338 (dari Al Juuny) Mh 2231]
11 . N A J I S
L=Suci, him. 771
3. Najisnya darah
Kaum muslimin tetah sepakat (ijmak) atas najisnya sesuatu yang
banyak -yang berupa darah apa saja, kecuali darah ikan dan bi-
natang yang tidak mengalir darahnya. (S 2/328 M2/564 Mr 19 B
1/73-74, 77 Y2/72 F1/281 N1/39-40 (dari An Nawawy)]
523
13
4. Najisnya madzy
Ulama telah sepakat (ijmak) atas najisnya madzy. Tidak ada
yang menyangkal ini kecuali sebagian golongan Syi’ah [M 2/559 Y
2/72 N1/52],
1 4
5. Kenajisan wady
Ijmak umal menetapkan najisnya wadi. [M 2/559 Y2/72]
6. Najisnya air nanah
Air (cairan) nanah luka yang berubah (berbau), hukumnya najis
-- menufut kesepakatan. [M 2/565]
12.
Najisnya sesuatu yang terpotong dari binatang yang hidup
L=Mayat//13, him. 467
13) Madzy, cairan putih bening yang keluar dari penis, biasanya pada saat timbul
gejolak syahwat. (Pent ).
14) Wady, cairan putih keruh agak kental, yang keiuar dari penis; biasanya
mengiringi air kencing ketika kondisi badan tertekan dan ketika membawa
beban berat. (Pent.)
524
14. Jual bell kotoran binatang yang najis
L=Jual beli//81, him. 310
525
Juga telah disepakati baPwa mengusap dengan batu, dibolehkan
pada dua tempat keluar -yaitu kemaluan dan dubur -dan boleh pula
mengusap sepasang khuf dan sepasang sandal dengan rumput
kering. Dan uiama berbeda pendapat mengenai soal memerciki; untuk
menghilangkan najis apa, memerciki itu?
Dari Abu Hanifah dan Abu Yusuf: boleh membersihkan najis
dengan setiap cairan yang suci. Ini madzhab Ad Daa’iy dari Ahlul Bait,
[B 1/80, 82 Mr 24 F1/264 (dari Al Khaththaaby) N1/39 (dari Ibnu
Hajar)]
L=Air, him. 23
15) Lihat komenlar Ibnu Taimiyah dalam "Makanan". Catalan kaki untuk no. 19.
526
dapat suci dengan hanya menyeretnya di atas tempat yang suci.
Dalam hal ini terjadi ijmak. [B 1/82 M1/144 {dari Al Kdaththaaby)]
16) Ijmak menyatakan bahwa mencuci bekas anjing tujuh Kali bengan air ban
yang kedelapan dengan debu (tanah) telah dapat menjadikannya suci. [Mr
54]
17) Ulama telah sepakat bahwa bekas kucing yang dicuci tujuh kali dengan air
ban yang kedelapan dengan debu, benar-benar menjadi suci. [Mr 24]
527
nyangkalnya dari kalangan Sahabat. [M 2/547 (dari Al Baihaqy) S
2/323-324 Mh 123)
12. NAMA
528
13. NARD
529
Berdasarkan itu, bila tidak mungkin tegadi persanggamaan
karena jauhnya tempat keduanya -misalnya pemikahan orang Barat
dengan orang Timur dan masing-masing tidak pernah meninggalkan
negaranya -seteiah enam bulan atau lebih sang wanita melahirkan
anak, maka garis keturunan anak ini tidak dapat dipertemukan dengan
suami ibunya karena tidak ada kemungkinan ia berasal dari darah
daging laki-laki tadi. Demikian pendapat semua ulama selain Abu
Hanifah; beliau tidak mensyaratkan adanya kemungkinan persang¬
gamaan, tetapi cukup hanya dengan wujudnya akad nikah.
Bila istri seorang yang suaminya dikebiri dan buntung kema-
luannya melahirkan anak, maka garis keturunannya terputus dari
laki-laki tadi -menurut pendapat kebanyakan Ahlul 'ilmi. [Y 8/38 39
S6/222]
5. Nasab laqieth
L=Laqieth//1, him. 415
530
orang tersebut. [Y 6/315]
19) Ibnul Tiin menentang pendapat mi, beliau meriwayatkan pendapat dari Ibnul
Qasim bahwasanya ucapan seorang wanita yang mengaku-aku terhadap
laQiith, tidak dapat diterima. (F 12/45)
531
14. Li'aan adalah penyebab putusnya nasab
L=Li'aan, him. 399
1 5 . C a r a m e n a fi k a n n a s a b
Ulama sepakat bahwa anak seorang istri, baik istri anak budak
atau wanita yang merdeka, dzimmy maupun muslim, jika suaminya
menafikan anak tersebut pada saat mengetahuinya atau waktu ke-
lahirannya; suami ini tidak mengetahui waktu anak itu dikandung
ibunya, lalu tidak menanti-nanti lagi, menuduh islrinya melakukan zina
kemudian me-//'an-nya dan si istri mendustakannya lalu melaknati
dirinya sendiriia melahirkan setelah masa maksimal seperti keba-
nyakan wanita lain; kedua suami istri itu, orang yang merdeka, baligh,
berakal. tidak pemah dibadzina atau qadzaf, si suami tidak buta dan
tidak pula mabuk; dan jika ia mengaku melihatnya, dan hakim tidak
mungkin memutuskan kecuali pada saat itu, maka si anak tadi ter-
nafikan dari si suami tersebut.
Ulama sepakat pula bahwa seorang suami bisa menafikan
nasab -jika anaknya dilahirkan enam bulan sejak persanggamaan
atau sejak dimungkinkannya persanggamaan, tidak dihitung mulai
waktu akad. Dalam hal ini Abu Hanifah mempunyai pendapat sendiri,
berkata: "Dihitung mulai waktu akad."
Orang yang melakukan li'aan tetapi tidak meniadakan nasab
anaknya, maka nasab anaknya tidak mesti bersambung dengannya
-menurut ijmak. Cara meniadakan nasab kandungan iaiah; laki-laki
mengaku sudah melakukan /sf/braa'terhadap istrinya dan tidak meng-
gaulinya lagi sesudah itu. Dalam hal ini tidak terdapat khiiaf. [Mr 57-58
B2/116, 117Y8/27,34]
532
anak dapat dipertemukan dengan ayahnya Dan tuduhan perzinaan
mewajibkan adanya had dan ta'zier. kecuali jika penuduh tadi anak
kecil atau orang gila, maka tidak akan ada had maupun li'aan. Demi-
kian menurut pendapat Ats Tsaury, Malik, Asy Syafi'iy, Abu 'Ubaid,
Abu Tsaur, Ashhaabur Raay’i, Ahmad dan Ibnul Mundzir, dan lidak
diketahui ada pendapat yang berbeda dengan mereka. [Y 8/10,36,
578 (dari Ibnul Mundzir) Mr 56 Mh 1012]
15. NASHARA
L=Ahlul Kitab, him. 19
16. NERAKA
1. Adanya neraka
Telah disepakati bahwa neraka itu haq (benar adanya dan tidak
diragukan). Dan bahwa orang yang menyangkalnya, kufur (menjadi
kafir), menurut ijmak. [Mr 173)
22) Seakan-akan yang dimaksudkan adalah ijmak dalam mazhab Maliky: kalau
bukan. ada khilaf yang pasti dalam gotongan Syafi'lyyah, mereka berkata:
"Apabila dalam perbedaan warna itu tidak disertakan pula tanda-tanda
perzinaan, tidak boleh meniadakan nasab."
Apabila yang laki-laki mempunyai dugaan bahwa isthnya berzina. boleh
meniadakan nasab menurut pendapat yang shahih bagi mereka Menurut
golongan Hanbaly, boleh meniadakan nasab disertai dengan adanya
tanda-tanda zina secara mullak [F 9/366 N6/278 (dari Ibnu Hajar)]
533
2. Sifat neraka
534
L=Bunuh II6, him. 71
17. M AT
4 . Niat ihram
L=Ihram // 7. him. 229
5. rtikaf
535
6 . Niat tayammum
L=Tayammum // 4, him. 850
8. Niat zakat
9. Niat salat
L=Salat//84, him. 691
10. Niatpuasa
L=Puasa II37, him. 599
11 . N i a t Ta l a k
L = Ta l a k / / 1 9 , 2 0 , h i m . 8 1 8
13. Niatmandi
L=Mandi//25, hlm.449
16. Niatwudiu
L=Wudlu//28, him. 951
18. NIFAK(KEMUNAFIKAN)
1. Siapa munafik itu
Orang yang tunduk pada Islam secara lahir dan memperlihatkan
syahadat dua (melahirkan persaksiannya bahwa. 1. tiada Tuhan
selain Allah; dan 2, Nabi Muhammad utusan Allah), tanpa meyakini
5 3 6
Islam dalam hatinya, acfalah orang munafik. tetap pada kekafirannya:
menurut ijmak kaum muslimin. [S 1/189, 475. 2/20 (dari Ibnu Bath-
thaal)]
2. K e k a fi r a n m u n a fi k
L = / / 1
3. K e b u r u k a n m u n a fi k
Tidak ada perbedaan pendapat seorang pun dari kalangan kaum
muslimin, bahwa orang-orang munafik adalah sebuoik-bunjk makhluk.
[Mh 919]
19. NIFAS
L=Haid, him. 161
4. Masa nifas
Telah disepakati bahwa darah nifas, biia berlangsung tujuh hari,
537
adalah nifas. Nifas yang paling lama adalah empatpuluh hari,^^ kecuali
bila wanita yang bersangkutan melihat kesucian sebelum itu, iaiu
mandi dan salat. Ini dikatakan oleh Umar, Ibnu Abbas, Anas, Utsman
bin Abil 'Ash, 'Aaidz bin 'Amr dan Ummu Salamah; dan tak diketahui
ada seorang pun yang menentangnya pada zaman mereka. Maka ini
merupakan ijmak.
5. Apa yang haram atas orang nifas dan apa yang halal
Tidak ada perbedaan pendapat dart seorang pun bahwa, hukum
wanita yang nifas adalah hukum orang yang haid daiam hal apa yang
diharamkan dan dihalalkan baginya. Juga daiam hal apa yang gugur
atasnya dan daiam kemubahan mubasyarah (bersentuhan) dan ber-
sisenang {istimtaa') dengannya pada bagian tubuh selain kemaluan
[farji). {Mh 261,1953 Y1/312 N1/284 (dari Al Mahdy) B1/51)
L=Haid, him. 161
L=Salat, //10, him. 674
L=Puasa // 21, him. 595
23) Telah disepakatl bahwa bila darah sampai lebih darl 75 hari, bukanlah darah
nifas. (Mr 24]
538
20. NIKAH
1. Hukum nikah
Kaum muslimin telah sepakat bahwa nikah itu disyariatkan. Dan
perintah nikah bagi orang yang mampu setla ingin nikah, sudah mem-
pakan kesepakatan {mujma ’a/a/ft); lapi perintah tersebut adalah
perintah kesunnahan, bukan pengharusan (pewajiban); baik orang
tersebut mempunyai kekhawatiran berbuat dosa (zina) atau tidak. Ini
pendapat ulama seluruhnya dan tidak seorang pun yang mewajib-
kannya kecuali Daud dan orang yang sependapat dengannya dari
kalangan Ahludh Dhahir. Ini merupakan satu riwayat dari Imam
Ahmad.[Y 6/478 S6/111 -112]
539
sedang menjalani idah, haram hukumnya Melamar secara tidak lang-
sung (dengan sindiran) pada saat ida kematian atau idah dan talak
ba-in. telah disepakati bahwa itu halal.^® [Mr 68-69 F9/147 N6/109
(dan Ibnu Hajar)]
6. Khutbah nikah
Khutbah nikah, tidak wajib menurut semua Ahlul 'ilmi, kecuaii
Daud. Dan nikah jaiz (boleh) tanpa khutbah menurut pendapat Ahlul
'ilmi. Sementara Ahludh Dhahir mensyaratkannya dalam nikah.
Pendapat ini syaadz (menyimpang sendiri). [Y 6/561 F9/166 (dari At
25) Ibnu Taimiyah berkata: Wanita yang beridah dari talak ba-in tiga, atau
kurang dan tiga atau wanita yang ter-khuluk, ada tiga pardargan dalam
mazhab Ahmad dan dua pendapat Asy Syafi'iy. Pertama, boleh tidak
langsung (dengan sindiran) melamar wanita. ini pendapat Malik, dan salah
satu dari dua pendapat Asy Syafi'iy. Yang kedua, tidak boleh. Yang ketiga.
boleh dalam hal wanita yang beridah dengan taiak tiga, karena ia diharamkan
bagi suaminya. Demikian pula seliap wanita yang diharamka. Dan tidak boleh
dalam hal wanita yang beridah dengan talak kurang dari tiga, karena adanya
kemungkinan kembalinya kepada suami yang mentalaknya. Ini salah satu
dari dua pendapat Asy Syafi'iy.'' [68-69]
5 4 0
Turmudzy) N6/132 (dari At Turmudzy)]
7. Kata-kata (shieghah) nikah
Telah terjadi ijmak bahwa, nikah terselenggara (jadi) dengan
kata-kata tnkaah (menikahkan) dan tazwiej (mengawinkan) serta
jawab dari keduanya. [Y 6/557)
Atas dasar ini, telah disepakati, bahwa bila lelaki telah baligh,
maka ayahnya atau lainnya lidak ada sangkul paut sama sekali dalam
pernikahannya. [B 2/4, 5Mh 1823]
541
lainnya. baik keperawanannya telah hilang karena pernikahan, atau
lainnya.
Al Hasan Al Bashry mengatakan: "Ayah berhak mengawinkan-
nya, meskipun perempuan janda Itu tidak senang."Dan jika ia tidak
mengizinkan, akad tidak bisa dilaksanakan, menurut kesepakatan. [F
9/157, 159, 12/287 (dati Al Mahlab) B2/4, 5Y6/521 S6/147 N6/122,
123 (dari Al Mahdy)]
542
nikati. Ini pendapat Umar, Mu'awiyah, Sa'd bin Abi Waqqaash dan
Amr bin Al Aash dari kalangan para Sahabat, dan tidak diketahui ada
yang menentangnya pada zaman mereka; maka ini menipakan ijmak,
[Y 7/13, 14 B2/58)
543
Dan tidak ada perbedaan pendapat, bahwa seorang ibu tidak berhak
memerintahkan mengawinkan anak perempuannya. Juga seorang
hamba sahaya tidak mempunyai hak perwalian, menurut golongan
Ahlul 'ilmi, kecuali Ashhaabur raayi, yang mengatakan: "Boleh hamba
sahaya mengawinkan seorang wanita, dengan izinnya." [B 2/12 Y
6/496, 502 {dari Ibnul Mundzir) N6/123 (dan Asy Syafi'iy)}
26. Mata rantai wali-wali dalam pernikahan
Yang lebih berhak menjadi wali setelah ayah -kakek, adalah
anak-anak laki-laki si wanita, lalu anak-anak laki-laki mereka ini
hingga ke bawah, lalu anak-anak laki ayah si wanita yaitu saudara-
saudara laki-laki, lalu anak-anak laki-laki mereka hingga ke bawah,
lalu anak-anak laki-laki kakek si wanita yaitu paman-paman, kemu-
dian anak-anak laki-laki mereka hingga ke bawah, lalu anak-anak
laki-laki kakek ayah yaitu paman-paman ayah, kemudian anak-anak
laki-laki mereka hingga ke bawah, lalu anak-anak laki-laki kakeknya
kakek, kemudian anak-anak laki-laki mereka. Dan tidak ada per¬
bedaan pendapat bahwa perwalian berpindah sebab kematian.
Berdasarkan ini. maka perwalian diatur sesuai dengan urutan
pewarisan dengan ta'shieb -yang lebih berhak mewarisi, itulah yang
lebih berhak menjadi wali, tanpa khilaf yang diketahui di kalangan
Ahlul 'ilmi. Kalau si wanita tidak mempunyai 'ashabah dari nasabnya,
sedangkan ia semula budak yang sudah dimerdekakan, maka mau-
/aa-nya (tuan yang memerdekakannya) yang mengawinkannya: tanpa
diketahui ada khilaf. [Y 6/490, 491 B2/14]
27) Penguasa sini iaiah Kepala Negara atau Hakim atau yang diserahi tugas
itu. [Y6M92]
544
kufu dengan maskawin yang memadai, maka wanita itu dapat
mengajukan perkaranya kepada penguasa, dan penguasa ini
mengawinkannya. Hakim boleh mewakilkan untuk mengawinkan
tanpa seizin si wanita; tanpa khilaf. [Mr 65 B2/15 Y6/492. 494]
545
mahar di bawah umumnya mahar perempuan semisal anaknya itu dan
nikah menjadi ketetapan dengan mahar yang disebutkan; baik anak
perempuannya itu perawan atau janda, kecil atau besar. Ini dikatakan
Sahabat Umar di hadapan para Sahabat dan tidak seorang pun
mengingkarinya; jadi merupakan kesepakatan. [Y 9/525, 526]
546
susu istri putra perempuan tersebut (menanlu perempuannya); atau
istri salah satu anak perempuan itu atau cucunya, tidak dari susu
wanita yang karenanya la menjadi bibi hingga jauh (baik dari pihak
ayah atau ibu), atau putri saudara perempuannya hingga jauh; tidak
pula sampai ke perut salah seorang dari anaknya sendiri dan setiap
orang yang dilahirkan dengan halal atau haram; perempuan yang
dikawininya itu bukan milik ayahnya sama sekali, tidak menyanggamai
secara halal atau haram wanita yang melahirkan perempuan itu hing¬
ga ke bawah, perempuan itu tidak pernah berduaan sendiri dengan
ayahnya atau anaknya atau setiap yang lahir atau cucunya dengan
cara halal atau haram; dan tidak sebagai ganti berduaan sendiri,
merasakan kenikmatan dengan cara apapun, tidak sudah dinikahi
anak tirinya dan perempuan itu tidak punya muhrimah (muhrim
wanita) di bawah periindungannya; lelaki itu tidak bersumpah akan
menceraikannya bila telah mengawininya, tidak pernah berzina de-
ngannya sama sekali, wanita itu bukan pezina dan lelaki itu pun bu¬
kan pezina, tidak pernah lelaki itu menikahi ibunya sama sekali atau
neneknya atau anaknya hingga ke bawah (cucu, cicit, dan setenjsnya;
tidak mengawininya daiam masa idahnya, dia maupun lainnya; lelaki
itu tidak pernah berbuat liwath (sodomi) dengan ayah perempuan itu
atau anaknya, tidak pernah menzinai ibunya atau menantu perem¬
puan ibunya itu atau wanita yang melahirkan perempuan itu dan tidak
merasakan nikmat sebagai ganti zina; tidak pernah berbuat liwath
dengan orang yang karenanya perempuan itu dilahirkan; lelaki itu
tidak orang yang dikebiri, ayahnya tidak pernah menyanggamai ibu
perempuan itu dan tidak menjadi harimah-nya karena wanita yang
disanggamainya atau dimilikinya ikatan pernikahan wanita tersebut,
dan bukan pula budak wanitanya, bukan budak wanita anaknya, ia
sendiri bukan hanya sahayanya atau hamba sahaya anaknya; perem¬
puan itu tidak memiliki sedikit pun dari dirinya, muslimah yang sudah
baligh, berakal dan akad terjadi tidak pada saat seman bersalat Jumat
sampai imam salam dari salat itu, juga tidak pada saat telah pasti
baginya akhir waktu melakukan salat; perempuan itu tidak sakit, tidak
mengandung dan tidak disanggamai hamba sahaya dengan suatu
takwii -maka nikahnya dengan perempuan tersebut halal. (Mr 67-68
Y7/38]
547
40. Pernikahan perempuan yang belum dilahirkan
Orang yang mengatakan kepada orang lain: "Kawinkan aku
dengan putrimu jika si Fulanah melahirkannya darimu," lalu orang lain
itu menjawab: "Ya, aku akan mengawirtkan putriku denganmu, jika
istriku Fulanah melahirkannya dariku," kemudian Fulanah melahirkan
seorang putri, maka putii ini -dengan demikian -menjadi istri orang
yang meminta tersebut. Mengenai jadi dan kelangsungan pernikahan
ini, datang dari Ibnu Mas'ud dan beliau memutuskan putri tersebut
berhak mendapat maskawin yang sepadan {mahar mitsil). Dan tak
diketahui, dalam hal ini, ada yang menentang dari kalangan para
Sahabat. [Mh 1967]
548
L=Majusi II 2, him. 426
L=Musyrik // 5, him. 507
549
tnengawininya, maka la tidak dihukum had Ini pendapat Umar
dan tidak diketahui ada yang menentangnya di kalangan Sa-
habat.^®
Adapun bila perempuan itu memerdekakannya atau hamba
sahayanya itu telah keluar dari pemiliknya, maka mereka berdua da-
pat melangsungkan pemikahan asal saling menyetujui. Dalam hal ini
tidak ada perbedaan pendapat dari seorang pun. [B 2/42, 379 Y7/71
(dari Ibnul Mundzir) Mh 1857, 1875, 2211, 2303 (dari sementara
ulama)]
28> Umar sudah akan merajam perempuan yang kawin dengan hamba sahaya
sendiri, kalau rajam tidak wajib, maka beliau tidak akan berniat merajam.
Adapun beliau urung merajamnya, karena beliau tahu perempuan itu tidak
mengerti, dengan tidak diragukan lagi.
Ktta sendiri pun tidak berpendapat bahwa perkataan seorang merupakan
hujjah, selain Rasulullah s.a.w. [Mh 2211]
550
nya mengetahui tentang raj'ah (talak rafiy yang bisa ruju) atau salah
seorang mengetahui, maka pernikahan itu batal; tanpa khilaf (Y
7/473]
551
Tetapi disepakati pula bahwa, seorang lelaki yang ayahnya atau
ibunya mempunyai saudara lelaki seayah, maka bibi-bibi (dari pihak
ibu) paman tersebut dan neneknya dari ibu, halal bagi anak lelaki sau¬
dara perempuannya.^® [Y 7/31, 9/26 Mr 66-67 Mh 1855 B2/32-33]
60. Pernikahan muhrim-muhrim dari perzinahan
Perkawinan seorang lelaki dengan anaknya dari perzinaan dan
dengan saudara-perempuannya, anak perempuan anaknya, anak
perempuan saudaranya dari perzinaan, haram hukumnya menurut
pendapat umumnya fukaha, kecuali Malik dan Asy Syafi'iy. Beliau
berdua menyatakan: boleh. [Y 7/41]
29) Cetak miring pada kedua aliena itu adalah dari penerjemah, untuk lebih
menjelaskan. (Pent.)
30) Telah terjadi ijmak atas bahwasanya anak perempuan istri yang akad
pemikahannya benar (sah) dan telah didukhul serta disanggamai, sedangkan
selama Itu si anak berada dalam "pangkuan" si suami, maka haram bagi
lelaki Itu mengawini anak tersebut selamanya. [Mr 66]
552
umumnya fukaha; kecuali yang dinwayatkan dari Thaawus, bahwa hal
itu makruh -jika si anak dilahirkan istri seieiah suami menyang-
gamainya. (Y 7/51]
553
68. Siapa yang haram dinikah dari radlaa' (perempuan)
L=Susuan (Radlaa') // 4, him. 795
554
yang njsak nikahnya, daiam hal ini terjad: ijmak Sahabat. [F 9/131 Mr
68 Mh 1857, 1863 B2/40 Y7/9, 34-35 N6/161)
5 5 5
yang kawin -- apa yang tadinya haram. Dalam hal ini semua telah
sepakat. [Mh 1834, 1844 Kh 2/125 S6/222]
L= Nafkah, him. 518
L = Tu r u n a n , h i m .
79. Te r l e p a s n y a p e r k a w i n a n
L= Khulak, him. 358
L=Pisah, him. 583
L=Talak, him. 816
L=Li'aan, him. 399
32) Cacat kelamin wanita berupa terbukanya vagina sampai lubang kencing. Ada
yang mengatakan sampai anus [doaca?) kebalikan dari rataq iaiab (ertutup-
nya vagina oleh daging tumbuh.
556
dari cacat-cacat, tidak membatalkan nikah; tap! hak khiyaar tetap bagi
si perempuar, bukan bagi para walinya. [B 2/50 Y6/514, 7/111,112)
34) Bila salah seorang suami-istri murtad sebelum dukhul. nikah menjadi
terfasakh menurut umumnya ahlul 'ilml, Kecuali Daud yang mengatakan tidak
terfasakh karena kemurtadan. [Y 7/98] Bila salah seorang dari suami-istri
murtad sesudah dukhul. masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan
ulama.
557
empat istri dan mereka ini masuk Islam pada saat idah mereka atau
mereka ini ahlul-kitab, maka orang tersebut tidak boleh memperta-
hankan kesemuanya dan hanya boleh memperlahankan tidak lebih
dari empat istri; tanpa khilaf yang diketahui. [Y 7/81]
87. Pengaruh kelsiaman suami-istri bersama-sama pada nikah
Telah disepakati bahwa suami-istri yang masuk Islam secara
bersama-sama pada kesempatan yang sama, boleh tetap pada perni-
kahan semula ketika mereka melakukan akad nikah di waktu kafir, jika
tidak ada hal yang menghalangi nikah berupa pertalian nasab atau
persusuan. Baik hal itu terjadi sebelum dukhul, atau sesudahnya.
Berdasar ini, orang yang masuk Islam dan ia mempunyai dua Istri, ibu
dan anak perempuannya, dan orang tersebut telah mendukhul kedua-
nya serta mereka berdua juga masuk Islam bersamanya, maka
keduanya haram bagi orang tersebut selamanya. Dalam hal Ini semua
orang yang terawat pendapatnya dari kalangan Ahlul 'ilmi telah
sepakat. [B 2/48 M1942 Y7/74, 76, 87-88, 93-94 (dari Ibnu 'Abdil
Barr dan Ibnul Mundzir)]
88.
Pengaruh kelsiaman salah seorang suami istri pada nikah
(1) Bila suami-istri sama-sama Ahlul Kitab dan salah seorang saja
dari keduanya masuk Islam, maka pernikahan mereka menjadi 35
fasakh ketika habis idah si wanita, menurut ijmak.
(2) Bila si istri masuk Islam dan suami kafir, baik kafir kitaby atau
bukan, atau si suami masuk Islam dan si istri kafir bukan kafir
kitaby. maka nikah mereka terfasakh; baik si suami masuk Islam
setelah istrinya atau si istri masuk Islam setelah suaminya. Dan
si istri tidak boleh kembaii kepada suaminya kecuali atas kere-
laan mereka berdua, dengan maskawin dan wali serta persak-
sian. Dalam hal ini tidak wajib memperhatikan idah maupun
penawaran Islam. Semua ini tidak ada khilaf. [Y 7/78, 93, 94
(dari Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil Barr) Mh 1942 F9/348 (dari
Ibnu 'Abdil Barr) N6/163, 164 (dari Ibnu 'Abdil Barr dan Al
Mahdy)]
89.
Pengaruh pemerdekaan budak wanita pada pernikahannya
Ahlul 'ilmi sepakat bahwa budak wanita (amat) yang dimer-
dekakan, sedangkan suaminya seorang hamba sahaya, maka ia ber-
35) Ini rnembingungkan, sebab tertsuWI adanya khilaf sejak dulu. Khilaf itu dinukil
dari All dan Ibrahim An Nakha'iy dan dengan itu Hammad, guru Abu Hanifah,
berfatwa. Dan itu juga yang dikatakan Ahludh Dhahir. [F 9/348 N6/163)
558
hak k/i/yaar dalam memfasakh nikah atau melangsungkannya. Dan
khiyaarnya adalah secara taraakhy (longgar waktunya) seiagi tidak
ada sa)ah satu dari dua hal. yaitu: pemerdekaan suaminya atau sua-
minya itu menyanggamainya dan si suami tidak dilarang menyang-
gamainya. Ini pendapat Khafshah Ummul Mukminin dan Ibnu Umar,
serta tidak ada yang menentangnya dari kalangan Sahabat.
Bila budak wanita yang dimerdekakan itu rela dengan suaminya
yang hamba sahaya, maka ia tidak berhak meninggalkannya setelah
itu; tanpa khilaf. Demikianlah; dan sesungguhnya perpisahan khiyaar
adalah fasakh yang tidak mengurangi idah talak. Dalam hal ini tidak
diketahui ada khilaf. [Y 7/117, 118,119 (dari Ibnul Mundzir dan ibnu
'Abdil Barr) Mr 69 Mh 1942 B2/53 F9/335, 340 (dari Ibnu 'Abdul Barr
dan Ibnu Baththaal}]
559
risan dalam nikah ini dan petpisahan dengan si perempuan itu pun
terjadi setelah habis batas waktunya, tanpa talak. (S 6/121-122 (dari
'lyaadi)]
36) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Jerelh tentang kejalzannya dan
diriwayatkan pula bahwa kedua beliau menarik kembali pernyataan itu.
Ibnu Hazm mengatakan: "Menetapkar kejaizannya setelah Rasulullah saw;
Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah, Abu Sa'id, Ibnu Abbas, Salamah dan lUla'bad dua
orang putra Umayyah bln Khalaf, Jabir dan 'Amr bln Harlets Dan Jabir
meriwayatkannya dari seluruh sahabat di masa Rasulullah saw. Dan dari
Tabl'eln: Thaawus, Sa'id bin Jabier: 'Athaa dan segenap fukaha Mekkah "
Dalam semua pengitlakan Ibnu Mazm itu, perlu ditinjau, (Al Hafidz Ibnu Hajar
trdak membenarkan nwayal-riwayat Ini dari maslng-maslng yang dlsebutkan).
At Thahawy berkata: "Umar pernah berkhotbah dan melarang kawin mut'ah
dan beliau menukll larangan tersebut dari Rasulullah saw, dan tak seorang
pun mengingkarl pernyataan itu, Dan di samping itu, Ibnu Hazm sendiri
mengakui keharaman nikah mut'ah karena kepastian. Sabda Rasulullah saw,
bahwa nikah mut'ah Itu haram sampal hari klamat.
Kata Al Khaththaaby: "Pengharaman mut'ah seperti ijmak, kecuali dari
sementara Syi'ah. Dan tidak sah, menurut kaidah mereka, mengenai kembali
ke All dalam peibedaan-perbedaan pendapat. Sebab telah benar-benar dari
All bahwa nikah mut'ah itu telah dihapuskan." [F 9/i.... N6/136]
560
nya sendiri atau lainnya, dengan seseorang leiaki dengan syarat
bahwa leiaki lain itu mengawinkannya dengan wanita yang berada dl
bawah perwaliannya dan tidak ada maskawin di antara keduanya,
kecuali kelamin wanita ini dengan kelamin wanita yang lain. [B 2/57
Mh 1852 S6/143 F9/134 (dari An Nawawy) N6/141-142 {dari Al
Khaththaaby dan An Nawawy)]
37) Nikah Syighaar jadi dengan mahar mitsil apabila memenuhi syarat-syaratnya.
Ini pendapat ulama.[F 12/281 (dari Ibnu Baththaal)]
As Sam’any mengoreksinya dengan bahwasanya telah lerbuktl ada larangan
terhadapnya dan larangan, menuntut pengertian rusaknya yang dilarang [F
12/281]
561
Dan telah disepakati bahwa sanggama itu -bila terjadi dalam perni-
kahan yang fasid (rusak), tidak dapal menghalalkan (kembalinya si
perempuan ke suami pertama; Pent.) Pendapat Al Hakam menyim-
pang sendiri {syadz) dengan mengatakan cukup.
Bila yang mengawini perempuan itu seorang hamba sahaya dan
telah menyanggamainya, maka ini dapat menghalalkannya bagi suami
pertama. Ini dikatakan oleh 'Athaa, Malik, Asy Syafi'iy, Ashhaabur
raayi dan Ahmad, serta tidak diketahui ada yang menentang mereka.
Bila suami mensyaratkan kepada muhallil (suami kedua yang menjadi
syarat kehalalan kembali; Pent.) melakukan tahlil (lihat syarat peng-
halalan di atas. Pent.) sebelum akad dan tidak menuturnya dalam
akad serta meniatkannya pada saat akad, atau niat tahlil (membuat
halal si perempuan bagi suaminya pertama) dengan tanpa syarat,
maka nikahnya batal menurut Ibnu Umar, Utsman dan Ibnu Abbas
dan tak seorang pun penentang mereka dari kalangan para Sahabat,
maka ini merupakan ijmak. Dan pernikahan tersebut haram menurut
umumnya Ahlul 'ilmi. [S 6/185, 186 Mr 72 B2/86 Y7/105, 106, 107,
455, 457 (dari Ibnul Mundzir) F9/385-386 (dari tbnul Mundzir) N6/255
(dati Ibnul Mundzir))
21. NITSAAR
23. NUSYUZ
L=Nafkah istri //1,5, him. 519, 520
562
2 4 . N YA N Y I A N
L=Hiburan, him. 210
563
V
M A I Y M AY M . ^ S .
urs miri .ftBTUdiH “J
C
1. O B AT
1
}Kay: Pengobatan dengan besi yang dipanaskan {cautere): Pent.
565
terkena ketetapan dial, misalnya karena keliru memotong (glans
penis) pada waktu mengkhitani dan semacamnya. Dalam satu riwayat
dari Malik dinyatakan, tidak memikul kewajiban apa pun. [Y 5/440,
441, B2/409, 410)
3. ONANI/MASTURBASI
1, Hukum Onani
Telah menjadi kesepakatan bahwa orang boleh melakukan
onani/masturbasi/istimnaa' dengan sesuatu yang halal baginya. [Kh
2/123]
566
1
1. PAJAK (KHARAAJ)
1. Memungut Pajak
Para Sahabat telah sepakat atas adanya pungutan pajak. [Mb
642]
2. Letak pajak
Ijmak para Sahabat menyatakan, warga negara yang dibuka
(ditundukkan oleh Islam), diakul pemlllknya atas tanah yang mereka
garap dan mereka mengeluarkan pajak tanah tersebut kepada kaum
muslimin. [Y 2/600 (darl Al Auza'Iy)]
L=Zakat tanaman dan bijl-bijian II8, him. 995
567
L=Jizyah^, him. 293
2. PA K A I A N
2) Oemikian di kitab aslinya, tanpa nomor. Kalau dilihat di bawah judul jizyah.
ternyata yang menyangkut masaiah ini adaiah nomor // 4(Pent.).
3) Wars biji-bijian yang digunakan sebagai pencelup dari bahan ze' faran.
(Pent.)
568
8. Penjuraian pakaian wanita
Penjuraian pakaian wanita hukumnya jal2 (boleh) menurut ijmak
kaum muslimin. [N 2/114 (dari Ibnu Ruslan) S8/377)
4) Ulama sepakat atas dimakruhkanya sulera murni bag! laki-laki jika tidak di
dalam peperangan dan tidak untuk pengobatan dengan memakainya. (Mr
150]
ibnu 'Aliyyah menentang pendapat yang mengharamkan, sedang Al Qadli
'iyaadi menceritakan pendapat satu keiompok yang memboiehkannya.
Kata Abu Daud; "Lebih dari duapuluh Sahabat memakai sutera. Di aniara
mereka iaiah Anas dan Al Garraa' bin 'Azib. Sangat tidak mungkin Sahabat
melakukan perbuatan yang diharamkan Syarak. Tidak mungkin pula semua
Sahabat mendiamkannya. padahal mereka tahu keharamannya. Sedangkan
perkara yang lebih remeh dari ini saja, mereka sudah saling mengingkan "
’Iyaadi berkata: "Ibnu Zubair, Aliy. Ibnu 'Umar, Hudzaifah. Abu Musa, Al Ha¬
san dan Ibnu Sierin berpendapat atas haramnya sutera bag! laki-laki dan
wanita, kemudian ijmak ulama sesudah mereka menetapkan keharamannya
bagi laki-laki dan kebolehannya bagi wanita"
Sebagian ulama mengartikan larangan pemakaian sutera bagi laki-laki
sebagai kemakruhan, bukan keharaman. Kata Ibnu Daqieqil 'led. "Penetapan
pendapat yang memakruhkan, bukan yang mengharamkan, adakalanya
karena kurangnya pendapat yang dinukil dari ijmak, atau memang sudah
past! bahwa hukum sebelum diharamkannya bagi laki-laki adalah makruh.
kemudian ijmak menetapkan keharamannya bagi laki-laki dan kebolehannya
bagi wanita -yang berarti menghapus hukum maknjh yang lerdahulu Demi-
kian itu sangat tidak mungkin. [N ^82, 63 F10/233]
569
14. Pemakaian pakaian hitam bagi wanita
Wanita boleh memakai pakaian hitam, tanpa khilaf yang dike-
tahui. [N 2/101J
5) Ijmak ini tertolak. sebab Al Haffdz Ibnu Hajar telah menukll pendapat dan
Ibru Daqieqil 'led bahwa diperbolehkannya pakaian campuran itu jika jumlah
suteranya hanya empatjari, meskipun dillhatdari keselumhan pakaian, la
menyendiri [N2/91]
6) Ijmak tnl tertolak karena ada khilaf dari Ibni 'Aliyyah daiam masaiah sutera
mumi dan pendapat yang dinukil Ai Qadli 'lyaadi sebagaimana Anda ketahui.
(L: catatan kaki no. 1) [N 2/91]
570
22. Member! kelambu Ka'bah dari suatera atau dibaaj
L=Ka'bah // 2, him. 331
7) Tidak ada kesamaan bagi Anda bahwa pebuatan sebagian Sahabat tidak
bisa dipakai hujjah, meski mereka berjumlah banyak. Yang bisa dijadikan
hujjah hanyalah ijmak mereka, menurut ulama yang berpendapat bahwa
ijmak merupakan hujjah.
Andai kata pemakaian k/iuzz oleh mereka menunjukkan bahwa khuzz halal,
past! sutera murni halal pula, karena ada riwayat Abu Oaud bahwasanya
beliau berkata; "Dua puluh Sahabat memakai sutera."
As ShadiquI Mashduq saw (Nabi saw) telah bersabda; akan ada beberapa
kelompok dari umat beliau yang menghalalkan khazz dan sutera. Dan beliau
menyebutkan ancaman berat di akhir hadits, berupa perubahan menjadi kera
dan babi [N 2/40]
S) Qazz adalah jenis sutera produk dari ulat yang masih htdup: kalau produk
dari ulat yang sudah mati, istilah Arabnya ibraisim. (Pent.)
571
26. Berjalan dengan satu seiop atau sejenisnya
Berjalan dengan memakai satu seiop atau satu mojah, atau satu
sandal, hukumnya makruh kalau tidak ada uzur. Masalah ini mujma'
'alaih. [S 8/391]
3 . PA K S A ; P e m a k s a a n
1. Sarana pemaksaan
Telah disepakati bahwa merusak salah satu anggota badan, pu-
kulan keras, penahanan lama dan ancaman pembunuhan, adalah pe¬
maksaan {ikraah).'° [Mr61 F12/262]
2 . Ketabahan atas pemaksaan
Tetjadi ijmak bahwa, orang yang dipaksa kafir dan memilih mati
(dibunuh), pahalanya jauh lebih besar di sisi Allah Ta'ala daripada
orang yang memilih kemurahan dan menyatakan kafir. Dinukil dari
sementara kaum, bahwa mereka melarang memilih dibunuh." [F
12/266, 267 (dari Ibnu Baththaat dan tbnut Tien)]
3. Pengaruh pemaksaan
Telah disepakati, bahwa tidak ada suatu pengaruh apa pun bagi
suatu ucapan atau perbuatan yang muncul karena pengaruh pe¬
maksaan: seperti kekufuran, melempar tuduhan zina, nikah, talak, jual
beli, nadzar, iman, pemerdekaan, hibah, pemaksaan seorang kafir
10) Ibnu Mas'ud mengatakan: Tidak seorang pun yang memiiiki kekuasaan,
yang ingin memaksaku mengucapkan sesuatu dengan ancaman sekali atau
dua kali cambukan, kecuali aku akan mengucapkan sesuatu itu." Dan tidak
diketahui adanya sangkalan dari kalangan Sahabat. [Mh 1409]
572
dzimmy untuk beriman dan sebagainya. Dan tidak ada konsekuensi
hukum apa pun atas orang yang dipaksa. Muhammad bin Ai Hasan
berkata. "Bila orang yang dipaksa itu memperlihatkan kekufuran,
maka ia murlad dan istrinya tertalak ba'in, meskipun dalam batin ia
muslim. (F 5/121, 12/264 (dari Ibnu Baththaal dan Ibnul Mundzir) Mr
61, 139 Mh 1403]
12
4. PAMPASAN {DIamaan)
1. Pampasan dengan pengertian jamlnan
L=Jaminan (kafaalah), him. 279
12} Pampasan. kami pergunakan sebagai teijemahan kata DIamaan yang berarti
"ganii rugi” Ada diamaan dengan pengertian lain, yaitu. lenggungan dalam
pembicaraan lentang kafaalah yang kami tetjemahkan Jaminan. (Pent.).
573
4. Tidak ada pampasan atas orang yang tidak langsung ber-
buat
7. Pampasan titipan
L=Titipan // 5, him. 863
8. Pampasan 'ariyah
L='Ariyah II 9, him.
9. Pampasan gadai
L=Gadai //21, him. 114
11 . Pampasan sewaan
L=Sewa-menyewa // 9, him. 763
574
13. Pampasan luqathah (temuan)
L=Luqathah (temuan) //16, him. 417
16.
Pampasan harta di tangan buruh dan tukang
L=Amal//26,27, him. 36
19.
Tanggung jawab saksi yang menarik persaksiannya
L=Saksi//69, him. 672
575
atau orang tidur, atau orang yang mabuk, atau mereka yang tidak
mukallaf lainnya, yang merusakkan sesuatu, wajib baginya memam-
pasnya; menurut kesepakatan. [S 7/374, 8/214 Y3/230 (dari Ibnul
Mundzir) M7/34 (dari Ibnul Mundzir) N2/27]
L=Anak kecil // 2, him. 41
5. PAT U N G
L = G a m b a r, h i m . 11 5
6. PERABOT {Jihaaz)
576
7. PERAK
1. Zakat perak
L=Zakat; him. 967
L=Zakat perak, him. 990
8. PEREMPUAN
577
8. Hukuman perempuan yang murtad
L=Murlad//7, him, 502
11 . Jihad perempuan
L=Jihad//5. him. 286
13
19. Pakaian perempuan yang berihram
5 7 8
an sendiri -adalah haram menurut kesepakatan. (F 9/276]
14) Yang masyhur menurut As Syafi'iy. dlsyaratkan suami atau mahrim, atau
wanita-wanita yang dapat dipercaya. Datam salah satu qaul: cukup seorang
wanita yang dapat dipercayai. Dalam satu qaul yang lain: boleh perempuan
bepergian sendirian asal jalan yang ditempuhnya aman. Ini semua dalam
perjalanan wajib: haji atau umrah. Al Qaffaal aneh sendiri, memberlakukan
itu untuk semua perjalanan dan Ar Rujaany menganggapnya baik. Dan ini
579
ngan ini bagi yang bukan perempuan tua yang sudah lak membang-
kitkan nafsu (syahwat). [F 2/455, 4/60, 61 (dari Al Baghawy) S6/32
(dari 'iyaadi)]
580
38. Perempuan menuduh zina
L=Had qadzaf I114, him. 144
IS) DemiKian dalam buku aslinya. Ini tentu salah cetak. Yang benar:
L=Nlkah//12,13(Pent.).
581
49. Wakalah (perwakilan) perempuan
L = Wa k a l a h / / 9 , h i m . 8 9 2
582
9. PINGSAN (MUGHMAA 'ALAItf)
1.
Pembebanan (taklief) orang yang pingsan dengan ke-
wajtban-kewajiban ibadat
Orang yang pingsan tidak gugur darinya kadia apa pun dari
ibadal-ibadat yang wajib di-kad/a-i oleh orang yang tidur; seperti salat
dan puasa. Ini kebijaksanaan dan pendapat ‘Ammaar, Umar dan
Samurah bin Jundub dari kalangan Sahabat dan tidak diketabui ada
yang menentang, maka ia merupakan ijmak. [Y 1/353, 354 B1/288]
583
2. Kapan dilakukan pemisahan karena kepelohan
Bila seorang lelaki peloh (impoten), maka ini merupakan cacat
pada dirinya dan dapat dilakukan pemfasakhan nikah terhadapnya
setelah ia diberi waklu untuk mengujinya dan diketahui keadaannya
berkenaan dengan kepelohannya. Ini pendapat AN, Umar, Utsman,
ibnu Mas'ud dan Al Mughierah bin Syu'bah, dan tidak seorang pun
menentangnya. Dengan ini pula fukaha negeri-negeri berfatwa, Ai
Hakam bin 'Uyainah dan Daud -yang lain daiipada yang lain -
mengatakan: "Tidak dibatasi waktu dan si wanita tetap istrinya.” Ini
diriwayatkan juga dari AN. [Y 7/126.127]
584
9. Siapa yang mengutus dua pengadil
Ulama sapakat bahwa para hakimlah yar^g mengutus dua orang
pengadil. [F 9/332 (dari Ibnu Baththaal)!
585
3. Memotong pohon yang tumbuh di Mekkah
L=MakkatuI Mukarramah // 20, him. 439
1. Batasan pemotongan
Telah disepakati tanpa khilaf, bahwa pemotongan terhadap
ternak adalah menjaga dan menyembelih, dan itu bukanlah pembu-
nuhan. [B 1/430 Mh 892]
2. Cara penyembelihan
Telah disepakati, bahwa kambing dapat dimakan blla disembelih
pemiliknya atau penggembaianya atas perintah pemiliknya dan yang
diserahi menyembelih adalah orang Islam, berakal, baligh, tidak ma-
buk, bukan negro, bukan orang yang tak bersunat, bukan hamba
sahaya yang minggat, bukan orang junub, dan menyebut Asma Allah
Azza wa Jalla pada saat menyembelih sambil menghadap kiblat dan
melepas ikatan ke atas serta memotong semua pembuluh darah balik
(vena) leher, tenggorokan (pharynx) seluruhnya dan kerongkongan
(oesophagus) seluruhnya; tidak mengangkat kedua tangannya sebe-
lum selesai dari semua itu dengan benda tajam bukan ghasaban, bu¬
kan curian dan tidak berbuat demikian itu karena kebanggaan. Dan
kaum muslimin sepakat atas kesunnahan merebahkan kambing dan
sapi pada sisi kirinya pada waktu penyembelihan; tidak disembelih
dalam keadaan berdiri atau duduk; tap! terbaring.
Demikianlah; dan segala pengaliran darah -seperti memenggal
kepaia misalnya -terhadap binatang yang terkuasa, dianggap pemo¬
tongan. Ini dikatakan oieh Umar, Ibnu Abbas, Ali, 'Imran bin Al Ha-
shien. Anas, Ibnu Mas'ud, dan Ibnu Umar, serta tidak seorang pun di
kalangan Sahabat yang tidak sependapat dengan mereka.
Sedangkan pemotongan tenggorokan dan kerongkongan saja,
hukumnya makruh, tapi penyembelihannya hala! menurut pendapat
ulama seluruhnya, kecuali Daud yang mengatakan tidak halal. [Mr
146, 147 Mh 1045, 1046 B1/430 Y9/394, 397 M9/84, 93, 95 (dari
Ibnul Mundzir dan Al ’Abdary) S8/186-187, 190 (dari Ibnul Mundzir)
N5/122 (dari An Nawawy)]
586
3. Cara nahr (penjagalan unta)
Telah disepakati, bahwa tempat penjagalan unta adalah antara
labbah {lingkar leher) dan tsugroh (lekukan antara tulang belikat dan
leher), yaitu awal dada dan akhirnya. Dan disunnahkan menjagal unta
dalam keadaan berdiri, terikat kaki depan kirinya. Ini pendapat semua
ulama kecuali Ats Tsaury dan Abu Hanifah; beliau berdua ini menga-
takan: "Sama saja berdiri atau berlutut (Jawa: deprok), tidak ada yang
lebih utama." Athaa mengatakan: "Menjagal unta secara berlutut dan
terikat, lebih baik daripada berdiri." Ini semua tertolak dengan hadits-
hadits sahih. [Mr 147, 148 M9/96]
4. Alat pemotongan
Telah terjadi ijmak ulama atas diperbolehkannya penyembelihan
dengan segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan memu-
tuskan pembuluh darah balik leher, berupa besi, tongkat, atau bilah
dan sebagainya, asal bukan tulang, gigi dan kuku. Dari Ibnu Umar diri-
wayatkan pendapat bahwa penyembelihan hanya boleh dengan alat
yang terbuat dari besi. (B 1/433 Mr 147]
587
8. Membaikkan penyembelihan
Telah disepakati, bahwa membaikkan penyembelihan adalah
wajib terhadap sesuatu yang disembelih. [Mr 1057]
588
1 0
kecil, merdeka atau hamba sahaya; tanpa ada khilaf yang diketahui,
[Y 9/399 {dari Ibnul Mundzir) Mr 147 M9/79, 81 (dari Ibnul Mundzir}]
L / / 2
18) Orang yang inemenuhi lima syarat: Islam, lelaki, baligh, berakal, tidak mela-
lalkan salat, telah disepakati diperbolebkannya menyembelih. [B 1/435]
19) L//2
20) Pendapat Ibnu Abbas tidak diketahui ada Sahabat yang menentangnya. [Mh
1057JL//2
589
21. Penyembelihan di tanah ghasaban
Bila penyembelihan terjadi dengan pisau haial dl tanah gha¬
saban, maka penyembelihannya tercapai menurut ijmak. (M 9/84-85]
21) Sembelihan orang yang melanggar hak orang lain abalal batal, biharamkan
dan maksiat kepada Allah, tanpa ada khilaf. [Mh 1006]
590
oleh 'Aisyah, Ibnu Mas'ud, Alt, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, dan tidak
diketahui ada Sahabat yang menentangnya. (Mh 1048)
28.
Mana binatang yang disembelih (yudzbah) dan mana yang
dijagal (yunhar)^^
Telah disepakati bahwa kesunnahan kambing dan unggas ada-
lah penyembelihan (dzabh) dan kesunnahan unta adalah penjagalan
(nahi). Sedang sapi, faoleh disembelih dan boleh dijagal.
Dan menjagal apa yang sebaiknya disembelih atau menyembelih
yang sebaiknya dijagal, hukumnya boleh dan halal memakannya
menurut ijmak; kecuali dalam satu riwayat dari Malik yang meng-
haramkan dan ditiwayat lain dari beliau juga; boleh menyembelih
binatang jagalan dan tidak boleh menjagal sembelihan. Daud menga-
takan: "Apabila unta disembelih dan sapi dijagal, tidak halal." Ini ter-
bantah oleh ijmak orang sebelum beliau. [B 1/430 Y9/394 S8/158,
190 M9/93 (dari Ibnul Mundzir dan Al ’Abdary)]
32.
Pemotongan menyucikan bagian-bagian hewan
Blla hewan yang dapat dimakan dagingnya disembelih, tidak
menjadi najis lantaran penyembelihan itu. apapun dari bagian-
bagiannya dan boleh memanfaatkan kulitnya, bulunya dan tulangnya,
selagi semua itu tidak terkena najis. Ini sudah menjadi kesepakatan.
[M 1/306, 307 Mr 23]
22) Untuk lebih memperjelas penggunaan dan istilah ini. L// 2, 3(Pent.)
591
33. Gigitan anjing terhadap sembelihan
Bila hewan sembelihan digigit anjing, tidak menjadi najis menu-
rut kesepakatan.” F1/224 (dari sementara ulama)]
13. POTONGKUKU
1. Memotong kuku
Telah disepakati bahwa memotong kuku hukumnya sunnah, baik
oleh laki-laki maupun wanita, kuku tangan atau kuku kaki. [M1/345 Mr
157 N1/109]
14. PUASA
1. D e fi n i s i p u a s a
Puasa yang disyariatkan iaiah imsak (menahan) dari hal-hal
yang membatalkan. sejak dari terbit fajar sadik sampai tenggelamnya
matahari. Ini merupakan ijmak yang tidak berbeda pendapat menge-
nainya, kecuali Al A'masy yang mengatakan bahwa: puasa bermuta
dari fajar yang memenuhi rumah-rumah dan jalan-jalan. [Y 3/79]
23) Dalam masalah ini masih lerdapat khilaf. Yang masyhur menurut Asy Sya-
afi'iyah: mencuci tempat gigitan. {F 1/224]
592
2. Macam puasa
Puasa ada dua macam: puasa fardlu dan tathawwuu' (sunnah).
Ini merupakan ijmak yang benar-benar meyakinkan. [Mb 726]
6. Nadzar puasa
L = N a d z a r / / 11 , h i m . 5 1 7
593
yang tak sempat dikerjakannya karena sakit, bepergian atau uzur-uzur
lainnya dan tidak mampu meng-kad/aj-nya sampai la meninggal, maka
tidak ada sesuatu kewajiban atasnya dan tidak digantikan puasa atas
namanya, juga tidak wajib dilakukan Pemberian makanan darinya.
Dalam hal ini terjadi ijmak.^^ Qataadah dan Thaawus mengatakan:
"Wajib memberi makan setiap hari seorang miskin." [M 6/431 (dari Al
Abdary) N4/236]
24} Penjkllan ijmak ini berlebihan. Ini bertentangan dengan adanya sebagian
Ahludh dhahir yang mengatakan wajib. [N 4/236]
594
pagi hari di mana pada malam harinya ia keluar bepergian, juga
setelah itu.
21. Taklief orang yang haid dan nifas dengan kewajiban puasa
Ijmak kaum muslimin menyatakan keharaman puasa, baik puasa
fardiu maupun sunnah, bagi orang yang haid dan orang yang nifas
dan bahwa puasa mereka berdua tidak sah. [S 2/398 Mr 23, 40 Mh
254 B1/54 M2/368, 370, 6/281 {dari Ibnu Jarier dan lainnya) Y3/128
N1/280]
22. Taklief orang yang haid dan nifas dengan kewajiban meng-
kadlai puasa
L//81
595
26. Taklief orang sakit dengan kewajiban meng->(ad/a/ puasa
L//81
596
menuml ijmak.^* Dan telah menjadi kesepakatan ulama bahwa orang
yang melihat hilal sendiri, wajib berpuasa. Hanya 'Athaa bin Abi Raba-
ah mengatakan: "Orang itu tidak wajib puasa. kecuali ada orang lain
yang melihat hilal lersebut bersamanya."
Bila telah masuk maJam ketiga puluh bulan Sya'ban dan orang-
orang belum melihat hilal, lalu ada orang yang bermimpi bertemu
dengan Nabi Muhammad saw -yang berkata kepadanya: "Malam ini
adalah awal Ramadan," maka tidak sah berpuasa alas dasar impian
ini; tidak bagi orang yang bermimpi itu sendiri maupun lainnya. Dalam
hal ini telah terjadi ijmak. [Mr 40 B1/276 Y3/79 M6/307, 311. 313
(dari 'lyaadi dan As Sanajy)]
25) Menurut qiyas meslinya diterima perkataannya itu, bila kita telah mengang-
gap cukup dengan khabar seorang pada saksi asal dan cabang. Dan per-
nyataan ijmak pun tidak selamat dari adanya tentangan. [iyi 6/307 (dari Al
Juwalny)]
597
tak seorang adil pun memberikan kesaksian melihat hllal. Maka hari
ke-30 {tiga puluh) itu adaiah hari syak.^'’ dan wajib bagi orang yang
tidak menyaksikan hllal dan tidak diberitahu adanya hilal oleh orang
yang menyaksikannya, menyempurnakan bilangan Sya'ba tiga puluh
hari, kemudian baru berpuasa; tanpa khilaf.
Orang yang pagi-pagi sudah berbuka (tidak berpuasa) karena
yakin hari itu masih termasuk bulan Sya’ban. kemudian ternyata bah-
wa hari itu termasuk bulan Ramadan, maka ia wajib imsak (menahan
diri dari hai-hal yang membatalkan puasa) dan ia wajib meng-kad/a/
hari itu; menurut kesepakatan ulama.
Menurut 'Athaa ia boleh makan pada selebihnya hari itu. [F 4/98,
162 (dari Ibnu Mundzir) Y3/120-121 (dari Ibnu Abdil Barr) M6/474
(dari Al Khathieb Al Bughdady) N4/191]
27) Al Qaadly Abu Ya'Iaa Al Farraa Al Hambaly menuturkan kewajiban puasa hari
syak dengan ijmak para Sahabat. Beliau meriwayatkan Itu dari Umar, Ibnu
Umar, Abu Huralrah, Amr bln Al Ash, Muawlyah, Anas dan Alsyah dan tidak
diketahul ada Sahabat lain yang menentangnya. Al Khatthleb Al Bughdady
dalam bantahannya mengatakan "Ini pemyataan Al Qaadly Abu Ya'Iaa dan
tidak berdasarkan bukti. Setlap orang yang kaiah oleh nafsunya atau sesua-
lu, ia mampu mengkialm rjmak para Sahabat atas sesuatu Itu. Padahal ter¬
masuk yang melarang puasa hari syak adaiah: Umar, All, Ibnu Uas'ud, Am-
marbln Yaasir, Hudzalfah bin Al Yaman. Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas, Abu
Sa'id Al Khudriy, Abu Huralrah dan Aisyah; sedangkan dari Taabl'len: Sa’Id
bln Al Musayyab, Al Oassim bln Muhammad, Abu Waall, Abdullah bin
Hakiem Al Juhany, Ikrimah, Asy Sya’by, Al Hasar;, Ibnu Sierin, Al Musayyah
bln RaafI'. Umar bin Abdul Aziz Muslim bln Yasaar, Abus SIwaar Al Adwy.
Qataadah, Adi Diahhaak bin Qais. dan Ibrahim An Nakha'Iy. Dari fukaha dan
para mujtahid: Ibnu Juraih, A) Auzaa'Iy. Al halts, Asy Syafl'ly dan Ishaq bln
Raahuwalh. (M 6/467, 474, 480]
598
nya kecuali ludahnya, tidak memasukkan obat ke dalam tubuh, tidak
mengobati luka di perulnya, tidak memasukkan obat ke dalam hidung-
nya, tidak berniat membatalakan puasanya (ifthaai), tidak menetesi
lubang kemaluan atau telingannya, tidak bercelak, tidak keluar dan
desa atau kotanya, tidak berdusta, tidak menggunjing orang, tidak
sengaja berbuat maksiat, tidak meminyaki kumisnya, tidak mimisan
hidungnya -sejak sebelum menyingsingnya fajar sadik hingga teng-
gelamnya matahari dengan sempurna -maka ia benar-benar telah
menyempurnakan puasanya. [Mr 39-40]
28) Mereka berlebihan dalam hal ini; karena ini sah dari Hudzaifah, Ibnu Mas'ud,
Abud Dardaa, Sa'id bin Al Musayyab, 'Athaa, Al Hasan, Ats Tsaury dan Ah¬
mad serta tidak ada hujjah dalam keterangan seseorang yang bukan Rasu-
599
Orang yang bernial puasa siang hari, maka di antara syaratnya ada-
lah: belum makan sebelum niat dan tidak melakukan hal yang mem-
batalkan puasa. Apabila telah melakukan sesuatu dari yang tersebut
di atas, puasanya tidak mencukupinya (tidak sah) -- tanpa ada khilaf.
[Mh 728, 730 (dari sementara ulama) Y3/90 M6/324 (dart Al
Isthahry)]
29) Keterangan tentang tetapnya waktu imsak adalah pada judul nomor 71,
bukan 72 (Pent.).
30) Sekelompok dari kalangan Sahabat, Al A'masy dan Abu Bakar bin 'lyaasy
berpendapat, bahwa sahur boleh hingga fajar tampakjelas. Sementara ula¬
ma berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "jelasnya putih/terang slang
dari hitam/gelapnya malam" lalah menyebarnya terang di jalan-jalan dan
rumah-rumah. Ini diriwayatkan dari Abu Bakar dan Iain-lain. Dan diriwayatkan
dari All bahwa beliau bersalat Subuh lalu berkata: "sekarang inllah yang
disebut hingga jelas benang {khailh) putih dari benang httam." Dalam hal ini
nyatalah kekaburan penukilan ijmak. (F 4/110]
600
ijmak kaum musiimin,
Dan makan setelah menyingsingnya fajar adalah mubah selama
-bag! orang yang menghendaki puasa -menyingsingnya fajar itu
belum tampak Ini dikatakan oleh Abu Bakar, Umar. Ali, Ibnu Umar,
Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Mas'ud, Hudzaifah, Zaid bin Tsaabit,
Sa'd bin Abi Waqqaash, dan bibi Khubaib, serta tidak diketahui ada
Sahabat yang menentang, kecuali satu riwayat yang diaif dari Ibnu
Mas'ud dan Abi Sa’id Al Khudriy.
Imam Malik berpendapat' haram makan bagi orang yang
ragu-ragu dengan menyingsingnya fajar, dan beliau mewajibkan kadia
alas orang tersebut -- biia makan. Tak seorang ulama pun -kecuali
beliau -berpendapat demikian. (M 3/47, 6/341,343-344 Mh 338, 756
Y3/79 F4/110 (dari Ibnu Qudaamah)]
31) Demikian di buku aslinya, lanpa kode nama kitab rujukan. Melihat sebelum-
nya, keterangan ini diambil dari kilab Al Majmu'. [M 3/47] (Pent ).
601
bulan Ramadan karena lupa, puasanya tetap sempurna dan la tidak
wajib meng-kadlai maupun membayar kaffarah. Ini pendapat Ali, Zaid
bin Tsaabit, Abu Hurairah dan Ibnu Umar serla tidak diketahui ada
Sahabat yang menentangnya.
Dan menurut ijmak, berbuka dengan sanggama dan makan
karena lupa, adalah sama di dalam hukumnya.^^ [Mh 752, 868 (dari
sementara Ulama) F4/126 N4/206 (dari Ibnul Mundzir dan Ibnu Hazm
dan lain-lain)j
32) Mereka berfebihan dengan mengatakan ijmak itu, sebab dari 'Athaa dan Ats
Tsaury diriwayatkar^ pendapat, bahvwa orang yang berbuka dengan melaku-
kan sanggama karena lupa, wajib kada. Dan Ibnu Al Maaji syun mengatakan:
'Wajib kada dan kaffarah "
33) Demikian di buku aslinya, semua dicetak miring, dan tanpa judul. (Pent.)
602
Asyhab mengatakan: "Apabila lalat masuk tenggorokannya, aku
condong hams meng-kad/ai puasanya." [Y 3/104 Mh 753 F4/125 (dari
Ibnui Munir)"]
54. Keluarnya sesuatu yang berasal dari dalam dan darah (re-
gurgitatio) dari gigi orang yang berpuasa
Sesuatu yang berasal dari dalam (berupa sisa makanan dan
sebagainya) dan darah yang keluar dari gigi-gigi dan tidak kembali ke
kerongkongan, tidak menyebabkan batalnya puasa, tanpa diketahui
adanya perbedaan pendapat; sampai pun seandainya dalam hal ini,
ada khilaf yang datang, tak akan ditolak. [Mh 753]
34) Demlkian di buku aslinya, Ibnui Munir. Mungkin ini keslahan cetak dari Ibnui
Mundzir. (Pent ).
603
55. Al Huqnah^^ dalam puasa
Al Huqnah membatalkan puasa menuoit pendapat semua Uiama
kecuali Al Hasan bin Shalih dan Daut. [M 6/361 (dari Al Mutawally)]
57. Bersanggama
3 6
dalam keadaan lupa pada waktu berpuasa
L//47
35) Al Huqnah d\ sini adalah: obat (pengobatan) yang dimasukkan melalui anus
(parenchy mateus?). Istilah Al Huqnah sekarang ml digunakan secara umum
dengan pengertian injeksi. Dan bukan pengertian umum ini yang dimaksud
di sini. Wallahu ’alam. (Pent.).
604
menurut ijiriak^’ dan wajib kadia tanpa membayar kaffarah, menurut
pendapat semua fukaha. Adapun bila mengecup tanpa sampai me-
ngeluarkan mani, atau mengecup dan mengeluarkan madzi. puasa-
nya tidak batal karenanya, tanpa khilaf yang diketahui” kecualt dari
Malik.
Orang yang dikecup wanita di luar kehendaknya dan menge¬
luarkan mani. puasanya tidak rusak: tanpa diketahui ada khilaf. [M
6/364, 409 (dari Al Mawardy dan lainnya) S5/78 (dari ’lyaadl) B1/281
Y3/101, 102, 104 F4/122, 123 (dari Ibnu Qudaamah, dan An
Nawawy (N 4/211, 212 (dari An Nawawy dan Ibnu Qudaamah)]
37} Dalam hal ini perlu peninjauan. Ibnu Hazm merkvayatkan bahwa kecupan itu
tidak membatalkan puasa meskipun sampai mengeluarkan mani. [F 4/122 N
4/212 (dari Ibnu Hajar)]
38) Ini dikacaukan dengan apa yang dikatakan Sa'id bin Al Musayyab, Muham¬
mad bin Al Kanafiah dan Ibnu Syabramah bahwa orang yang mengecup,
batal puasanya dan mengkadlai sehari sebagai ganlinya. Ini dinukil Ath Tha-
hawy dari orang-orang yang lak bellau sebutkan nama-nama mereka. (N
4/211 M6/409],
39) OIriwayatkan dari At Hasan bin Shalih pendapat yang membatalkan puasa
orang junub itu, Abu Hurairah dulu juga berpendapat demikian. Yang shahih
pendapat ini telah dicabut. Ada Juga yang mengatakan tidak dicabut, tapi lak
berarti apa-apa.Dan diriwayatkan dari Thawus, 'rwah dan An Nakhyaiy
bahwa bila orang yang berpuasa itu mengetahui bahwa dirinya junub.
605
Dan telah terjadi ijmak umat. bahwa orang yang junub boleh
mengakhirkan mandi sampai waktu pagi hari, baru kemudian mandi
dan menyempumakan puasanya [S 5/87 M6/346-347 (dari Al Mawar-
dy) Y3/124 F4/118 (dari Al Mawardy dan An Nawawy) N4/213 (dari
Al Mawardy, An Nawawy dan Ibnu Daqiegil 'led)]
66.
Pengobatan orang berpuasa dengan pembekaman (Jawa:
cantuk)
L=Obat//4, him. 565
606
puasanya rusak dan ia mempunyai kewajiban mengkadlai hari itu biia
kembali ke Islam lagl; balk kembalinya ke Islam itu di tengah-tengah
hari yang bersangkutan tersebut atau setelah hari itu tedewati; balk
kemurtadannya karena meyaklni sesuatu yang menyebabkan kufur.
atau karena keraguan mengenai sesuatu yang menyebabkan kufur
bila meraguinya, atau melontarkan ucapan kekufuran dengan meng-
hina atau tidak.
Oalam hal Ini tidak ada pendapat dl kalangan Ahlul 'ilmi. [Y
3/108]
40) Ulama sepakat bahwa waktu buka puasa adalah ketika matahari benar-benar
tenggelam dengan waktu pemberitahuan dua orang adil (tidak fasik). ]F 4/161
N4/220)
607
hamil, orang yang menyusui dan orang yang sangat tua.
2- Kategori yang wajib buka (orang yang haid, dan orang yang
nifas}.
3. Kategori yang tidak boieh buka; yaitu orang yang buka karena
bersanggama atau lainnya. Pengkategorian ini semuatelah
menjadi kesepakatan. [M B1/285, 291]
77. Apa yang diharamkan atas orang yang buka puasa tanpa
alasan
6 0 8
danya.
(4) Orang yang hamil dan orang yang menyusui, wajib mengkadlai
puasanya. [L // 24]
(5) Telah disepakati bahwa orang yang buka puasa waktu sakit, wa¬
jib mengkadlai sejumlah hari di mana ia buka, sebelum datang
Ramadan berikunya. [Y 3/105,122,128 Mr 40 Mh 258, 736, 773
B1/54, 288 M2/368, 370, 6/281 (dari Ibnu Jarier, AtTurmudzy,
dan Ibnul Mundzir) S2/398 N1/280 (dari Ibnul Mundzir dan An
Nawawy)]
609
sa sehari buka sehari, adalah balk bila buka di harl Jumat dan hari-
hari yang dtlarang berpuasa. [Mr41]
42) Tidak samar iagi bahwa orang banyak apabila tidak melakukan sesuatu ke¬
sunnahan. bukanlah berarti itu merupakan dalll penolakan terhadap adanya
kesunnahan tersebut. (N 4/238]
Catatan peneiiemah: Di dalam N4/238 {Nailul Authaar) i’m 4, hal 238) di-
sebutkan bahwa berdasarkan hadits shahih, Asy Syafi'iy, Ahmad, Daud dan
Iain-lain berpendapat, bahwa puasa enam hari setelah hari raya Fithri adalah
Sunnah. Sedangkan Malik dan Abu Hanifah memakruhkannya dengan alas-
an mengkhawatirkan dianggap wajib. Alasan lain yang dikemukakan Malik
dalam Al Muwaththa'nya: beliau tidak melihat ada seorang pun dari kalangan
610
43
90. Puasa ayyaamul baidi
Menurut ijmak umat, puasa ayyaamul baidi tidak wajib sekarang
ini, tapi disunnahkan; tanpa khilaf yang diketahui. [M 6/446 Y3/160 S
5/154 N4/253 (dari An Nawawy)]
4 4
91. Puasa'Asura
ahlul 'ilmi berpuasa pada hari-hari itu. L=N4/238. Jadi penukllan Ijmak di
sini sulit dimengerli. (Pent.)
43) Ayyaamul baidi {han-t\an putih) adalah hari-han pumama'tanggal 13,14 dan
15 qamariyah. (Pent.).
611
95.
Puasa hari raya (Fitri dan Adha)
L=‘led//8, him, 219
pewaris mendapatkannya, dari (jalan) halal atau haram dan tidak ada
tanda yang membedakannya, maka harta itu halal menurut ijmak
uiama. [M 9/387]
612
L=Dakwa, him. 83
L=Sumpah, him. 778
3. Pengangkatan hakim
Pengangkatan seorang hakim oleh Kepala Negara adalah syarat
bagi keabsahan keputusannya. [B 2/452]
45) Maksudnya, tidak tepat dalilnya, sedangkan hukum yang diputuskan tidak
menyalahl agama. [Mizm Kubra 1/28 (Pent.)]
613
daiannyadanmraV-nya.''®Disampingitudapatmembacaal-Quran,
mengelahui sebagian besar hukum-hukum yang lerkandung di dalam-
nya, mengerti sunnah Rasulullah saw, hafal sebagian besarnya dan
pendapat-pendapat Sahabat, mengetahui pendapat-pendapat yang
disepakati dan yang diperselisihkan oleh fuqahaaus shahabah, me¬
ngerti mana yang shahih dan mana yang tidak. Dalam memutuskan
perkara, dia mencari dalil dart al-Quran; kalau tidak menemukan me-
nggunakan sunnah Rasul; jika tidak menemukannya, menggunakan
pendapat yang disepakati oleh Sahabat -bila pendapat mereka ber-
beda-beda, diambilnya pendapat yang paling mirip dengan al-Quran
kemudian sunnah Rasul, lalu fatwa akaabirush Shahabah -sering
berembuk dan bermusyawarah dengan Ahlul 'ilmi disertal keutamaan
dan wira'iy, menjaga lisan dan kemaluannya; memahami pembicaraan
lawan debatnya, dan -sudah pasti -dIa berakal lag! pula tidak terpe-
ngaruh hawa nafsu. Karena sukar sekali sifat-sifat tersebut terkumpul
dalam diri seseorang, maka wajib dicari orang yang paling sempurna
dan paling utama pada setiap generasi. Dalam hal ini tidak diketahui
ada khilaf di kalangan Ulama Salaf. {F 13/124 (dari Al Karaabiesy) N
8/265 (dari Al Karaabiesy)]
614
mengundang dirinya saja tanpa orang lain dari golongan rakyat jelata,
kecuali jika tidak memungkinkan lagi unluk tidak menghadirinya.
Demikian pendapat ulama. [F 13/139]
11 . M e n y u a p h a k i m
L=Suap, him. 771
6 1 5
untuk dirinya sendiri, kedua orang tuanya, atau budaknya.
Untuk orang yang masih diperselisihkan mengenai dapat dan
tidak diterimanya kesaksiannya berupa sanak kerabatnya, anak turun-
nya, saudaranya, orang yang menjadi tanggung jawabnya, sahabat
karibnya atau musuhnya. [Mr 49 B2/462 S9/178-179 (dari 'lyaadi)]
23. Bilamana bayyinah (bukti) dari dua belah pihak yang ber-
sangkutan, didengar
Bila percampuran pada akad Jual beli telah terbukti dan tergugat
dituduh secara dugaan seperti apa yang dituduhkan olehnya, ulama
sepakat bahwa hakim wajib mendengar keduanya. [Mf 54]
616
seorang saksi, pengakuan dan pengingkaran orang yang diadili dan
di dalam memenangkan hujiah salah seorang yang bersengkela;
hanya saja Imam Malik berpendapat bahwa dalam masalah penga¬
kuan dan pengingkaran orang yang diadili, hakim harus mendatang-
kan dua orang saksi/' [B 2/460 Y10/142 F13/137]
47) Mereka yang melarang hakim memutuskan perkara dengan berdasar penge¬
tahuannya, beralasan: "Ini adalah pendapat Abu Bakar, Umar, Abdurrahman
bin 'Auf, Ibnu Abbas dan Mu’awiyah, dan tidak diketahui ada seorang Saha-
bat pun yang menentang mereka."
Tetapi di dalam cerita ini, para Sahabat itu berbeda dengan mereka yang
melarang hakim tadi. Sebab hanya diriwayatkan bahwa Abu Bakar berkata,
bahwa pengetahuannya tidak mempengaruhinya tanpa ada saksi lain. Begitu
pula Umar dan Abdurrahman berkata, bahwa kesaksian hakim sama dengan
kesaksian muslim-muslim yang tain. Ini sesuai dengan pendapat, bahwa
dalam memutuskan masalah zJna, hakim cukup mengajukan tiga orang saksi,
sedang yang keempat adalah dia sendiri; dan dalam masalah hak, cukup
mendatangkan seorang saksi, sedangkan dia sebagai saksi yang kedua. Lagi
pula tidak ada pendapat seorang pun selain Rasulullah saw yang dapat
dijadikan hujjah. [Mh 1796]
48) Ini suatu kejutan dan keberanian dalam hal menukil ijmak padahal sudah po-
puler ada perbedaan pendapat. [F 13/137 N8/286 (dari Ibnu Hajar)]
6 1 7
mereka. [B 2/463 Y10/165]
50) Ulama berkata: Tidak boleh menjatuhkan vonis terhadap terdakwa yang tidak
hadir. ini pendapat Umar, dan tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang
menentangnya.Tetapi pendapat itu tidak benar dari Umar. [Mh 1780]
618
oleh Sahabat lainnya, tidak berdasarkan pendapat seorang tabi'iy
yang tidak bertentangan dengan pendapat tabi'iin lainnya, pendapat
Sahabat atau pendapat kebanyakan fuqahaa, berarti orang tersebut
telah memutuskan perkara berdasarkan kebatilan yang tidak halal [Mr
SOY 10/189]
619
maka laki-iaki tersebut tidak dihalalkan menggauli puteri itu.
Andalkata seorang laki-laki bersiasat dengan menggunakan dua
orang saksi palsu yang memberikan kesaksian bahwa laki-laki tadi
telah memperisteri seorang janda atas iztn perempuan itu, kemudian
hakim mengukuhkan pernikahannya, maka perkawinan itu tidak halal
menurut ulama. Bila seorang hakim menjatuhkan vonis cerai berda-
sarkan kesaksian dua orang -yang disangkanya adil -bahwa si sua-
mi telah menceraikan isterinya, padahal dua orang tadi memberikan
kesaksian palsu, menurut kesepakatan ulama laki-laki yang tidak
mengetahui -hakekat persaksian tadi halal menikahi perempuan itu.
Andaikata seorang laki-laki bersiasat dengan menggunakan dua
orang saksi palsu yang memberikan kesaksian bahwa laki-laki tadi
telah memperisteri seorang janda atas izin perempuan itu. kemudian
hakim mengukuhkan pernikahannya, maka perkawinan itu tidak halal
menurut ulama.
Bila seorang hakim yang menjatuhkan vonis cerai berdasarkan
kesaksian dua orang ~yang disangkanya adil -bahwa si suami telah
menceraikan isterinya, padahal dua orang tadi memberikan kesaksian
palsu, menurut kesepakatan ulama laki-laki yang tidak mengetahui -
hakekat persaksian tadi halal menikahi perempuan itu. Kalau ada
orang menuduh seorang iaki-iaki bahwa laki-laki itu hamba sahayanya
dan ia mengajukan dua orang saksi palsu -padahal dia tahu akan
kemerdekaan laki-laki tadi -kemudian hakim memutuskan laki-laki Itu
hamba sahayanya. ia tidak dihalalkan memperbudak laki-laki tadi
menurut Ijmak. (F 12/287, 13/150 (dari Asy Syafi'iy, Al Mahlab dari
Ibnu Baththaal)]
620
tulisan tangannya sendiri, dia {idak boleh memberlakukan keputusan
tadi menurut Ijmak. pf 10/161)
621
I !
4 i
neo,./tskxi 4^ » ^ T K m Q m 4 L / i ^ - a . ;
ir9f®rVj Jisn^} uniifwi i»i
Mb iutriu ^
! i . f fifc.-t8ii/>>a><*tiyt i-yi»ila^i
.eStJ'ac‘«jWfcw*.r n«l»4<n<’*6J ftn«)0« riaio
■■ !■ 2 f e « fl } | » f t
4^ ' »««ni5im MiM ' ^
'f«pW)«('- <'t>iHnK 6WO
.4IL9C! &udH^'buk-jiieV<'wuiD<>^
X»*i4atc, ihti2rn^MoB.wio'^Q''iU»ibq>i-9tiMtaMb^wi>ab.
j0b-i '(.r)<x uttb.^i8M4*TflJ^‘S*Wl»i';’?rt-?S(P-,1Wfirjl4»b!b^.ftw'ij’‘!
leoft'-a^ >b|»4b j^iisn in) Im tns'xOl
!>
1. QADLA -UL FAWA -IT (Mengkadlai hal-hal
yang terttnggal)
3.
Mengkadlai salat yang tertinggal sebelum datangnya salat
623
berikutnya (haadlirah)
Orang yang meninggalkan suatu salat dan mengingatnya pada
waktu salat yang lain, sebaiknya memulai dengan mengkadlai salat
yang tertinggal tadi, baru kemudian melakukan salat yang datang
waktunya itu. Hal ini telah mujma' 'alaih. [S 3/314]
2. QADZAF
Wu d i u k a r e n a q a d z a f
L=Wudiu // 84, him. 963
3. QARDL (PINJAMAN)
1. D e fl n i s i Q a r d I
Telah disepakati bahwa QardI iaiah: "Engkau memberlkan -
kepada seseorang -sesuatu yang tertentu dari harta milikmu, engkau
berikan padanya untuk dikembalikan padamu gantinya yang serupa
(padanannya) secara tunai dalam tanggungannya atau sampai waktu
yang ditentukan. [Mr 94 Mh 1190]
2. Hukum QardI
Menurut ijmak kaum muslimin, qardl adalah jaiz. Dan mereka
sepakat bahwa itu perbuatan baik. [Y 4/280 Mr 94 N5/229]
6 2 4
rupakan cela bagi orang yang memintanya. [N 5/229 (dari ibnu Rus¬
lan)]
5. Pengukuhan qardl
Telah disepakati bahwa orang yang memberikan qardl sampai
batas waktu tertentu, atau tunai, dan tidak mempersaksikan serta ti-
dak menulis dokumen untuk itu, sah gard/-nya. [Mr 87]
625
10. Membayar qardi
L=Utang//12, him. 881
4. QASAAMAH^
3) Qaseamah adalah sumpah yang diambit terhadap para wali kurban pembu¬
nuhan jlka menuduh dengan bukti yang tidak kuat. L// 4(Pent.)
626
kecurigaan yang memberatkan keyakinan untuk menjatuhkan dakwa-
an tersebut. Apabila para wali mendakwa pembunuhan tanpa kecu¬
rigaan alau permusuhan, harus menentukan mudda'aa 'alaih (orang
yang didakwa) dan ucapkanlah yang dibenarkan. Dan dakwaan ini
hukumnya seperti dakwaan-dakwaan lainnya, tanpa diketahui ada
khilaf. [S 7/156 Y8/486 F12/197 (dari Al Qurthuby)]
6. Sumpah Qasaamah
Ahlul 'iimi sepakat bahwa sumpah Qasaamah adalah lima puluh
kali, diulang-ulang, [Y 8/496]
7. Sumpah para pendakwa dalam qasaamah
Menurut ijmak para imam, para pendakwa memuiai dalam
qasaamah^ [S 7/156 (dari Malik) F12/197 (dari Malik)]
8. Sumpah orang-orang yang dicurigai
Apabila kurban pembunuhan ditemukan di suatu tempat ter-
tentu, maka ilma puluh orang dari penduduk tempat tersebut diminta
bersumpah: "Demi Allah, kami semua tidak membunuhnya dan kami
5) Pendapat ini tidak dikatakan oleh fukaha negeri-negeri kecuali Malik dan Al
Laits: tidak diriwayatkan dari setain mereka berdua dan mereka berdua
dalam hal ini, berbeda dengan semua ulama. Tak seorang pun-selain
mereka berdua-berpendapat dalam hal ini ada qasaamah. Pernyataan ini
ditenlang oleh Ibnul Araby. [S 7/157(dari 'lyaad)n 7/38]
6) Para wall (dari si kurban. Pent.) bila mendakwa membunuh orang yang an-
tara dlrinya dan si kurban ada "ganjalan", disyariatkan sumpah bag! orang-
orang yang mendakwa pertama kali, mereka bersumpah lima puluh kali yang
menyatakan bahwa terdakwa telah membunuh si kurban tersebut dan tatap-
lah hak mereka terhadapnya.
Ini pendapat Yahya bin Sa’id, Rabie'ah, AbizZonnood, Malik, Asy Syafi’iy dan
Ahmad. Apabila mereka telah bersumpah, maka mereka berhak atas qisas,
jika dakwaannya berupa pembunuhan dengan sengaja, kecuali bila terdapat
penghalang yang menghalangi. ini diriwayatkan dari ibnuz Zubair, mar bin
Abdul Aziz, Malik, Abu Tsaur, Ibnul Mundzir dan Ahmad. [Y 8/495, 496]
627
tidak mengetahui pembunuhnya"; dan mereka didenda membayar
diat. Ini putusan Umar dan tidak diketahui ada Sahabat yang menen-
tangnya maka merupakan ijmak. [Y 8/495]
6. QURAISY
1. Keutamaan Quraisy
Sudah menjadi ijmak umat Islam, bahwa keutamaan Quraisy
melebihi semua kabilah Arab dan lain-lainnya. [M 1/14)
7. QURAN/AL-QURAN
628
sampai akhirnya "QuI 'a'udzu bi Rabbinnas"
dan yang dibawa tuain oleh Malaikat Jibnl ke dalam hati Nabi Muham¬
mad saw, semua itu Kitabuliah Ta'ala, kalam-Nya dan al-Quran yang
sebenarnya, bukan secara majaz (kiasan).
Siapa pun yang menentang hal itu, la kufur menurut ijmak. Ada-
pun yang dinukil dari Ibnu Mas'd bahwa Al Fatihah dan Al Mu’aw-
widzatain (Surat-surat An Naas dan Al Falaq) lidak termasuk al-Qur¬
an, itu tidak benar dan tidak benar dari beliau. Dan kesepakatan
ulama Salaf menetapkan bahwa al-Quran itu Kalamuliah, bukan
makhluk. la termasuk salah satu dari sifat-sifat dzat Allah Swt. [Mr 173
Mh 59. 2308 &9/508 M3/362 F8/604, 13/388, 395, 421, 422, 456
(dari Al Bukhary, Al Baihaqy, Ibnu Hazm dan An Nawawy)]
2. Al-Quran itu Kalam Allah, bukan makhluk
L = / / 1
3. Mengagungkan al-Quran
Umat sepakat wajib mengagungkan al-Quran secara mutlak,
menghormatl, menyuclkan dan menjaganya, Barangsiapa meremeh-
kanya atau meremehkan sebagian sedikit darinya, atau merendahkan
mushhaf, melemparkan ke kolora, sedangkan ia mengetahul semua
itu, ulama sepakat menetapkan kekufurannya. [M 2/79, 185]
6. Pengetahuan mufti
L=Fatwa//1, him, 106
8. Menghafal al-Quran
Ulama sepakat menetapkan kewajiban menghafal sebagian dari
al-Quran, dan bahwa orang yang hafal Al Fatihah dan satu surat lain-
nya, ia telah menjalanl kewajiban menghafal dan tidak diharuskan
menghafal lebih dari itu. Mereka sepakat atas kebaikan menghafal
semua al-Quran, dan hafal persis seluruhnya bagi seluruh umat wajib
kifayah -tidak tertentu bagi siapa. [Mr 156j
629
9. Kebenaran selurub isi al-Quran
Ulama sepakat, semua yang tersebut di dalam al-Quran, balk
berita tentang yang teiah lewat atau yang akan datang, adalah hak
lagi benar, tidak ada keraguan lagt. Karena i(u barangsiapa men-dus-
takan sedikit saja dari apa yang terdapat dalam al-Quran, balk berupa
hukum atau berita, atau meniadakan sesuatu yang teiah ditetapkan
al-Quran, atau menetapkan apa yang ditiadakan al-Quran, atau mera-
gukan sesuatu dari semua tadi, sedang la mengetahuinya. ulama
sependapat menetapkan kekufurannya. (Mr 174, 175, M2/185]
630
Islam. IS 4/100 (dari 'lyaadl)]
7} Tidak boleh membaca Al-Quran dengan selain lisan Arab (bahasa Arab),
baik si pembaca bisa bahasa Arab atau tidak, baik dalam salat atau tidak.
Apabila sebagai ganti qiraah, mushalli membaca terjemahannya, salatnya
tidak sah -dia bisa qiraah atau tidak. Ini pendapat Jumhur Ulama, antara
lain Malik, Ahmad, golongan Syafi'iyah, dan Daud.
Abu Hanrfah mengatakan boleh, dan salatnya sah secara mutlak, semenlara
Abu Yusuf mengatakan: "Boleh bagi yang tidak bisa qiraah bukan bagi yang
mampu." (M 3/341-342)
631
21. Ayat-ayat Tabaaraka
Surah Tabaaraka terdiri dari 30 ayat selain basmalah, menurut
ijmak. [N 2/208
2 4 . S u j u d Ti l a w a h
L=Sujud Tilawah, him. 777
25. Ta f s i r a l - Q u r a n
6 3 2
hafalan. Demikian pendapat golongan-golongan Ulama Salaf dan tak
ada perbedaan di dalamnya. [M 2/180]
8) Mereka adalah Abdullah Al Yahshaby yang terkenal dengan Ibnu Amir (wafat
lahun 118 H), Abdullah bin Katsier Ad Daary (wafat tahun 120 H), 'Ashim bin
Nujuud Al Asady (wafat tahun 127 H), Abu 'Amrin Zabbaan bin Al 'Alaa bln
'Ammar (wafat tahun 154 H), Nafie’ bin ’Abdir Rahman bin Abu Naim (waft
tahun 129 H), Hamzahbin Habib AzZayyaat (wafat tahun 188 H), Ya'qub bin
Ishaq Al Hadiramy (wafat tahun 205 H).
9) Mereka adalah tujuh yang tersebut di atas ditambah Aii bin Hamzah Al
Kisaaiy (wafat tahun 189 H), Yazid bin Al Qa'qaa' yang terkenal dengan Abi
Jakfar (wafat tahun 130 H), dan Khalf bin Hisyam (wafat tahun 229 H).
6 3 3
baik di dalam salat atau bukan; begitulah ijmak umat Islam. [M 3/358
(dari Ibnu 'Abdil Barr)]
634
43. Mengupah mengajar al-Quran
Mengupah orang untuk mengajar al-Quran itu boleh menurut
semua ulama kecuali Hanafiyah.'® [F 9/175 (dari 'lyaadi) S6/158-159
(dari 'lyaadi) N6/172 (dari 'lyaadi)]
10) Prinsip yang disepakati adalah kalau ada seorang mengupah seseorang un¬
tuk mengajarkan suatu surah dari atOuran dengan upah satu dirham, tindak-
an ini tidak sah. [F 9/174)
635
51. Bepergian ke daerah musuh dengan membawa mashaf
Ulama sepakat bahwa tidak boleh bepergian ke daerah musuh
(musuh Islam; ed.) dengan membawa mashaf jika dikhawatirkan
jatuhnya mashaf ke tangan mereka. Berdasarkan hal tersebut, fuqaha
sependapat bahwa seseorang tidak boleh pergi dengan membawa
mashaf dalam suatu detasemen atau sekelompok pasukan kecil yang
dikhawatirkan keselamatannya. (M 2/78 B1/377 F6/101 (dari Ibnu
'Abdil Barr)]
636
1. RACAUAN
2. RACUN
—Memakan racun
3. RAMADAN
Puasa di bulan Ramadan
L=Puasa, him. 592
5. RAMBUT
1. Rambutsebagaitanda kebalighan
L=Baligh/ Kebalighan //1. him. 56
2 . Kesuclan rambut
637
3. Membatasi dan menyisir rambut
Ulama sepakat bahwa membatasi rambut sampai telinga dan
membelah sisirannya di muka. adalah balk. (B 1/6]
638
13. Hukum qoza'
Ulama sepakat atas makruhnya goza di beberapa tempat yang
berpencar, kecuaii kalau untuk pengobatan atau sejenisnya, ke-
makruhan tersebut adalah kemakruhan yang mumi {karaahah tanzih).
(S8/419,420F10/300(dariAnNawawy)N1/125(dariAnNawawy)]
14. Mencukurjenggot
Ulama sepakat, tidak boleh mencukur semua jenggot untuk
menyiksa. [Mr 157j
18.
Mencukur atau memotong rambut dalam ibadat haji
L=Haji//88, him. 179
6. PAMPAS; RAMPASAN
1. Hukum rampas (ghashab)
Kaum musllmin sepakat atas keharaman merampas (ghashab).
[Y 5/193]
1)Qoza'adalahmencukursebagaianrambutdanmembiarkanyangdisekitar-
nya. (pent)
6 3 9
2. Siapakah perampas
Semua yang bisa dipandang menjadi hujjah, baik kalangan khas
maupun umum, telah sepakal bahwa pengghashab iaiah orang yang
mengambil harta milik seorang muslim atau mu'ahid (nonmuslim yang
terikat perianjian dengan kaum musiimln) tanpa hak dan ttdak dengan
keretaan si pemilik, serta pengambilannya itu secara paksa tertiadap
orang tempat harta itu diambii, dan dengan jalan menggagahi milik
atau dengan kelebihan kekuatan. [Kh 1/146,147 (dari Ibnul Mundzir)]
3. Hukuman rampas
Mereka sepakat bahwa peng-g/?as/7ab tidak dibunuh dan tidak
dipotong tangannya. [Mr 59, 136 B2/437]
7. Sembelihan perampas
L=Sembelihan // 23, him. 590
640
11. Tasharruf penghashab (perampas) atas barang
Tidak diketahui ada perbedaan pendapat tentang bstalnya
(pembelanjaan, pemutaran, ed.) oleh perampas atas barang
rampasannya apabila si pemtiik menginginkan pembatalan dan me-
ngambil barang yang dirampas itu.
Orang yang membeli budak wanita rampasan dari perampasnya,
dan mengaku tidak tabu perampasan itu, bisa diterima pengakuannya
dan wajib mengembalikan budak itu kepada tuannya. Si pemilik ber-
hak menuntut si pembeii atau si perampas untuk mengembalikannya
-tanpa khilaf. [Y 5/224, 228]
641
perampas haais melaksanakan hal ilu, Dalam masalah ini tidak dike-
tahui ada khilaf. Yang masyhur dari Imam Malik adalah bahwa bila
orang menanam tanaman di tanah orang lain, dan sudah selesai ma-
sa penanamannya, si pemilik tanah tidak berhak mencabut tana-
mannya -dan wajib atas si penanam (penggarap) membayar sewa
tanah.
642
7. RAMPASAN PERANG (GHANIMAH)
L=Jihad, him. 286
L=Harby, him. 15
L = Ta w a n a n , h i m 8 4 6
4) Umar telah mewakafkan Syam, Irak, Mesir dan semua daerah yang teiah di-
taklukkan oleh tentara Islam: para allm dari kalangan Sahabat mengakui/
menetapkan hal Itu dan memberisaran kepada beliau agar bertlndak begilu.
Para Khallfah sesudah Umar juga bertlndak seperti itu dan tidak diketahui
seorang pun dan mereka yang membagi-bagikan daerah yang telah mereka
taklukkan. Dan kesepakatan Sahabat menetapkan, bahwa suatu daerah
menjadi wakafan, langsung dengan penaklukan Itu sendiri. [Y 2/598]
643
dangkan dari rampasan perang yang mereka bawa ada yang lidak
bisa mereka selamatkan, mereka -- boleh membakar barang-barang
perabot -selain binatang, [Mr 120 Kh 3/120]
5) Belum pernah Rasulullah saw kembali darl suatu pertempuran dl mana be-
liau memperoleh rampasan perang, kecuali sudah membaginya sebelum
pulang; dan kaum muslimin selalu berbuat seperti beliau sampai munculnya
suatu pergolakan setelah terbunuhnya Walid bin Yasid-tidak ada seorang
pun dart tentara muslim yang ketuar dari daerah Rum, kecuali setelah me¬
reka menyelesaikan pembagian hasil rampasan perang mereka. Dan tidak
melaksanakan pembagian hasil rampasan perang kaum muslimin di Danil
Hart} sampai mereka membawanya v.aDawl Islam adalah pelunjuk kaum
muslimin terdahulu sejak diutusnya menyalahi Nabi saw (Kh 3/129 (dariA!
Auza'iy))
644
liau hadir dalam pembagian atau tidak.
(2) Ulama sepakat bahwa Bani Abbas dan Bani Abu Thalib adalah
termasuk "kerabat dekat" {dzwii qurbaa) dalam hal mendapal
bagian dzawii qurbaa pada masa hidup Rasululiah saw.
(3) Ulama sepakat bahwa, bila Kepala Negara memberikan tiga-
perlima dan seperlima tadi kepada anak-anak yatim, fakir miskin
dan ibnu sabil, berarti ia telah melakukan findakan yang tepat.
Dan mereka yang diberi bagian hanyalah yang miskin saja, demikian
menurut ijmak.
Demikianlah, dan seperlima yang khusus unluk kepala negara,
dapat diberikan kepada orang kaya maupun miskin. Ini pendapat
kebanyakan fukaha. (B 1/377, 378 Mr 114 Kh 3/139 (dari AbuTsaur)
S7/319]
645
16. Penyamarataan antara para pejuang dalam rampasan pe*
rang
Ulama sepakat bahwa, di dalam pembagian rampasan perang,
tidak diutamakan prajurit yang berani atas yang penakut, yang teriuka
di dalam peperangan atas prajurit yang tidak teriuka, yang ikut ber-
tempur atas orang yang tidak ikut bertempur, yang mengumpulkan
rampasan perang -- sedikit atau banyak -- atas prajurit yang tidak
mengumpulkan sesuatu. [Mr117, 118]
6) Penunggang kuda tidak diberi tiga bagian, melainkart hanya diberi dua ba¬
gian; satu bagian untuk kudanya dan satu bagian untuk dirinya (Mr 116). Ini
yang tersebut di daiam TVfaraaft'Bo/ Ijmak", sedang di dalam "Muhallaa", Ibnu
Hazm berkata; Telah sah Ijmak atas ketetapan dua bagianuntuk penunggang
kuda: untuk kudanya satu bagian untuk dirinya sendiri satu bagian .Saya
berkata Peryataanmu tentang adanya Ijmak tentang masalah ini, dusta:
sebab teiah diriwayatkan oieh Al Bukhariy dari ibnu Umar.beliau berkata;
Rasuiuiiah saw memberikan dua bagian untuk kuda dan satu bagian untuk
penunggang." [Mh 950]
6 4 6
Menurut mazhab kebanyakan Ulama Islam yang terdahulu mau-
pun belakangan, prajurit yang berjalan kaki mendapat satu bagian.
Prajurit yang menunggang selain kuda. sama dengan yang berjalan
kaki; jadi hanya berhak mendapat satu bagian saja, menumt Ijmak. [Y
9/234, 237, 238, 239 {dari Ibnui Mundzir) Mr 117 N7/285 (dari A1
Mahdy)]
6 4 7
rampasan perang wajib mengembalikan apa yang digelapkannya, dan
kalau ia bertobat sebelum pembagian rampasan perang, harus me¬
ngembalikan apa yang diambilnya ke dalam kelompok barang yang
dibagl.
Apabila bertobat sesudah pembagian, ia menyerahkan seper-
lima dari barang yang digelapkannya tersebut kepada kepala negara
dan menyedekahkan sisanya. Ini pendapat Abdullah bin Syaa’ir As
Saksaky, Mu'awiyah, Al Hasan, Az Zuhry, Malik, Al Auza’iy, Ats
Tsaury, Al Laits dan tidak diketahui ada seorang pun yang menentang
pada masa mereka, maka menjadi ijmak, [S 8/24 Y9/297, 298 F
6/140 (dari Ibnul Mundzir) N7/300 (dari Ibnul Mundzir) Kh 3/94, 110]
7] Shafy adatah sesuatu dari rampasan perang yang dipilih kepala negara untuk
dirinya sendiri. (Pent)
8) Amr bin Syu'aib mengkhususan hak memberi persen tersebut hanya pada
Nabi saw, bukan prang sesudah beliau. Dan Malik memakruhkannya jika hal
itu merupakan syarat yang diajukan oleh pemimpin pasukan, misalnya dia
menganjurkan berperang dan berjanji akan memberi persen seperempat
atau sepertiga sebelum pembagian ,atau lainnya. Ini berarti penolakan ter-
hadap ijmak. [F 6/183 N7/274 (dari Ibnu Hajar)]
648
29. Batas banyaknya persen
Ulama sepakat bahwa orang yang menganlarkan rampasan
perang, tidak diberi pesan melebihi seperempat bagiannya (sebelum
masukdalampeperangan*dantidakmelebihisepertigabagiannya
waktu keluar setelah perang.'® [Mr 118]
10) Ibnu Taimiyah berkata: "Masih ada perbedaan pendapat dalam hal diperbo-
lehkanatautidaknyakeleblhantersebutbiladisyaratkanolehkepalanegara.
Misalnya ia berkata: 'Siapa yang yattg mengeijakan demikian, ia memperofeh
separuh yang dijarahnya'. Kedoa pendapat ini riwayat dari Ahmad. Adapun
melaksanakan penambahan dengan tanpa syrat, tidak saya ketahui ada
perselisihan dalam masalah ini. Mungkin perkataan Ibnu Hazm itu dimaksud-
kan untuk ini apa yang dituturkannya memang tidak ada perselisihan pen-
dapal. [Mr 126]
649
tang miiik ahlul harb.
Adapun menjual makanan miiik ahlul harb, ulama sepakat "tidak
boleh", baik di darul hart atau di tempat lainnya. Apabila ada yang
menjualnya sebelum dilaksanakan pembagian rampasan perang, ia
harus mengembalikan basil penjualan tersebut ke tempat Parang yang
dibagi, kalau ia menjual sesudah dilaksanakan pembagian, basil pen-
jualannya disedekahkan atas nama pasukan. Hal ini telab dikerjakan
orang-orang Islam.
Dan seorang prajurit boleh mengambil sedikit makanan orang-
orang kafir dan membawanya ke negaranya, baik untuk dirinya sendin
atau diberikan kepada orang lain, dan tidak memasukkannya ke da-
lam pembagian ghanimah, demikian menurut Ijmak.
Adapun kalau makanan yang ada padanya itu tersisa banyak
lalu dibawanya ke negaranya, ia wajib mengembalikannya ke tempat
barang yang dibagi miiik para prajurit, tanpa ada perbedaan pendapat
yang diketahui. [S 7/373 {dari ’lyaadl) Y9/265, 269, 270 (dari Al
Auza'iy) Kb 3/86, 88, 93 (dari Al Auza'iy) N7/294 (dan Ibnul Mundzir)]
11) Saiab lalah pakala. senjata dan sebagainya yang dibawa/dipakai musjh yang
terbunuh (pent)
6 5 0
Kalau dikelahui sesudah pembagian, ia yang paling berhak ter-
hadaphartatersebutdenganmenyerahkanpenggantianharganya,
menurut pendapat semua ulama. [Y 9/25, 259 Kh 3/105]
8.
RAMYU {LEMPAR JEMPARING/MEMANAH)
1.
Hukum ramyu dan mempelajarinya
Ulama sepakat atas dianggap baiknya ramyu (memanah) dan
mempelajarinya. [Mr 157]
bawanya,mubahmenurutijmak.AbuBakarbinJa'farberpendapat;
makruh. [Y 9488]
9. RIBA
1. Hukum riba
651
L=Utang, him. 880
L=Tempah, him. 856
12) "Demi Allah, tidak benar Ijmak mengenaipenentuan beberapa macam yang
disahkan Ini, lalu bagaimana dengan lainnya? Mereka tidak mampu, kecuali
mengenahi enam macam tersebut menyebutkan satu perkataan pun menge-
nai riba, kecuali dari tujuh Sahabat ra yang saling berbeda pendapat" [Mh
1480)
Komentar saya: "Dalam masalah no. 1479, Ibnu Hazm (penyusun kitab Al
Muhallaa, Pent.) menukil Ijmak terhadap beberapa macam yang dinashkan
itu, dan dalam masalah berikutnya beliau kembali menafikan keabsahan
ijmak, bahkan bersumpah dalam hal itu. Coba renungkan."
6 5 2
adalah satu golongan, dan semua jenis kurma adalah satu golongan.
Dan mereka telah sepakat bahwa juwawut adalah jenis tersendiri, be-
ras adalah jenis tersendiri dan jagung adalah jenis tersendiri, kecuali
menurut Laits bin Sa'd dan Ibnu Wahab, yang berpendapat bahwa
ketiga-tiganya adalah satu jenis. [Mr 85 S7/9 F3/318 {dari Ibnu Abdil
Barr)]
653
kontan dan yang lain kredit. Ibnu 'Aliyyah berkata: "Apabila berbeda
jenisnya, boleh dibayar secara kredit, seiain emas dan perak." [Mr 84,
85, B2/128, 2/129, 174 Y4/9 S7/3, 4, 5, 6(dari 'lyaadi) F4/301 (dari
Ibnu Abdil Barr dan lainnya) Na 5/191 (dari An Nawawy dan lainnya).
10. RISALAH
L=Nabi; (Kenabian), him. 511
11 . RUH
1. Perihal ruh
Rub adalah makhiuk. Siapa pun yang mengingkarinya -- kafir
menurut ijmak. Sebagian golongan yang berlebih-lebihan dari kala-
ngan Rafidlah dan Mutashawwifah (orang-orang tasawuf) berpen-
dapat, ruh itu qidam. [Mr 167 F8/326 (dari Ibnu Mandah)]
2. Permulaan peniupan ruh ke dalam janin
Ulama sepakat ahlus sunnah, semua ruh itu kekal, tidak fana;
yang berbuat baik diberi kenikmatan, yang berbuat jahat disiksa.
Sekeiompok ahli bid'ah berpendapat, ruh itu fana. [S 8/85-86 (dari
'lyaadi)]
3. Reinkarnasi
4. Kemballnya ruh
Tidak seorang pun dari Sahabat Nabi Muhammad saw, yang
kembali ke dunia kecuali pada hari kiamat ketika Allah Swt mengem-
balikan orang-orang mukmin dan orang-orang kafir untuk di-hisab dan
diberi balasan; demikian menurut ijmak semua ahtui Islam yang meya-
kinkan sebelum munculnya golongan Rafidlah, [Mh 42 Mr 176]
L=Muhammad saw // 28, him. 494
654
6. Masuk surga dengan jasad dan ruh
L=Surga II5. him. 793
13. RUKUK
L=Salat, him. 673
14. RUQBAA
Ruqbaa untuk Ban! Hasyim
L=Alu Bait // 8, him. 14
15. RUSAK
Pampasan kerusakan/kerugian {diarar)
L=Pampasan, him. 573
655
(hn rvi>t» - 9
?CT <UW 3V. .f'.'r =* J
>«u>fu« .cr
rrtrt «)hi? J
/^aouH M
nitYSftH InftG jiulna wtpirR -
K.m^rt .5\^ n&B jlA ^J
MA2UJ^ .Bt
2. Persaksian sahabat
L=Saksi II 38, him. 667
1
Dalam ketetapan ijmak mengenai orang yang memastikan kerelaan hali
Sahabatnya dengan perbuatannya ilu, perlu ditinjau. Barangkali ini pada
dirham-dirham yang banyak, yang tidak diragukan atau mungkin diragukan
kerelaan si sahabat lerhadapnya, maka ulama sepakal bahwa blla orang itu
ragu-ragu, ia tidak boleh (asam//(memanfaatkan) sama sekali barang yang
diragukan kerelaan pemiliknya (yang sahabatnya) ilu. {S 1/305]
657
3. SAHABAT (SHAHABAT) NABI
1. Menghormati para Sahabat
Ulama sepakat bahwa generasi yang paling baik adaiah gene-
rasi Nabi saw dan yang dimaksud adaiah para Sahabat beliau. Para
ulama sepakat memuliakan Sahabat dan tidak memaki seorang pun
dati mereka.
658
7. Orang kafir tidak bisa disebut Sahabat
Tidak ada perbedaan pendapat dari seorang pun di kalangan
umat Islam, bahwa orang Islam tidak halal menganggap orang kafir
-- yang menampakkan kekafirannya -- sebagai kawan Rasulullah saw
atau salah seorang Sahabat beliau saw. {Mh 2199)
4. SAHUR
L=Puasa,him. 592
659
5. S A’ I
1. Hukum sa'i
2. Waktu sa'i
660
Maslel,^ disunnahkan berjalan cepat. Hal ini sudah disepakati (mujma
‘alaih).
Adapun wanita, uiama sepakat bahwa kaum wanita tidak ber-
lari-lari anjing. tetapi berjalan biasa. Apabila orang yang menjalankan
sa'i itu berhenti di bawah marwah, sudah cukup -menurut semua
uiama. [S 5/380 Mr 44 B1/334 M8/67 (dari Ibnul Mundzir)]
8. Mengulang-ulang sa'i
Tidak diketahui ada perbedaan pendapat di dalam hal; bahwa
sa'i hanya disyariatkan satu kali saja setelah tawaf; kalau ada orang
melakukan sa'i sesudah thawaf qudum. tidak perlu melakukan lagi
sesudahnya; bila tidak melakukannya sesudah thawaf qudum, ia
melakukannya sesudah thawaf ziarah. [Y 3/398]
5) Ini adalah jarak/ukuran yang dikenal, yaitu sebelum sampai Mil Ahdiar
(tanda hijau) yang tergantung di haiaman Masjid, hingga setentang dua Mil
Ahdiar yang berhadap-hadapan dan berada di haiaman masjid dan Dar Al
Abbas. [S 5/380]
Catalan Pent.: Tempat sa’i sekarang ini sudah masuk dalam masjid.Dan
Bathnul Maslel -tempat di mana orang sa’i berjalan cepat -- diberi tanda
sangat jetas.
661
6. SAKIT
L=Maradlul Maut, him. 457
L=Mariidl, him. 460
7. SAKSI (Syahaadah)
1. Menunaikan persaksian
Telah disepakati bahwa, seorang saksi -apabila tidak ada
orang lain yang mewakilinya, ia tidak sedang sibuk, memenuhl pang-
gilan baginya adalah mungkin dan ia dipanggil untuk membetikan
kesaksian. maka wajtb (fardiu) atasnya menunaikan kesaksian itu. [Mr
53]
662
11. Penetapan had dengan kesaksian
L=Had//25, him. 126
663
mencabuti jenggotnya; bukan sahabat-sahabat, atau sekutu-sekutu,
bukan orang-orang upahan, atau tuan-tuan bagi orang yang untuknya
mereka bersaksi, atau salah seorang dari keduanya; bukan orang-
orang berkulup, bukan penjual-penjuai uang. bukan orang-orang bisu,
bukan biduan, bukan orang-orang yang biasa meratapi orang mati,
bukan penjual-penjuai barang yang terlarang dan bukan pula orang-
orang yang menyimpannya, bukan orang-orang yang menyewakan
keledai, bukan pemilik-pemilik pemandian [steam bath, atau pelang-
gan-peianggan pemandian, bukan thufaily-thufail/ salah seorang di
antara keduanya bukan orang yang disebutkan di atas; bukan ber-
status suami atau musuh orang yang atasnya, mereka bersaksi, atau
salah seorang saja dari mereka berdua; bukan orang-orang yang
menarik keuntungan untuk diri mereka berdua sendiri atau salah
seorang saja dari mereka berdua; kedua-duanya, atau salah seorang
dari keduanya, bukan orang yang menolak maderat dari dirinya; bu¬
kan orang-orang desa terhadap orang kota; bukan orang-orang yang
dikebih, bukan orang-orang buta; mereka berdua bukan dua saudara,
bukan ayah, bukan anak dan bukan saksi sesuatu yang dipersak-
sikan, yang dimiliki selain orang yang untuknya, mereka berdua ber¬
saksi tapi mereka diam; bukan orang-orang fakir, bukan penyair-
penyair; saiah seorang dari keduanya bukan orang yang disebutkan
di atas. [Mr 52 B2/453, 454 S1/150 F5/211]
7) Thufaily \aiat\ orang yang suka mencampuri urusan orang lam yang bukan
urusannya/pengganggu/tukang usil. (Pent,),
664
{rad/aaO dan sebagainya, tidak boleh menurut ijmak.® Sedangkan
kesaksian para wanita dalam hal harta, jaiz menu-rut kesepakatan.
Ulama pun telah sepakat atas diperbolehkannya persaksian para
wanita bersama para lelaki dan menetapkan mengenai harta dengan
persaksian tersebut. (F 5/203, 9/125 (dari Ibnul Mundzir, Abu 'Ubaid
dan Ibnu Baththaal) B2/456 Y10/220, 224]
6 6 5
27. Persaksian penyelewengan (bughaat)
Persaksian para penyeieweng {bughaat) apabila bukan ter-
masuk ahli bid'ah, dapat diterima tanpa ada khilaf yang diketahui [Y
8/535J
666
menurut semua Sahabal.'' Dan persaksian kedua orangtua afas anak
mereka dan persaksian anak atas kedua orang tuanya, dapat diterima
menurut umumnya Ahlul 'ilmi.
Telah disepakati pula, bahwa kakek (/ad) untuk ayah (ab) adalah
seperti ayah dalam persaksian untuk cucu, (Mh 1789 Y10/259 F
12/15 (dari Ibnu 'Abdil Barr)]
11) Ibnu Hazm dalam "Al Muhallaa" menukil pendapat semua Sahabat
mengenat diterimanya persaksian ayah untuk anaknya dan anak untuk
ayahnya, sedangkan dalam "Maraatibul IjwaK' beliau menuturkan sesuatu
yang menunjukkan tidak diterimanya persaksian demikian. (Ul 18], Dan
Ibnu Rusyd berkata; "Mereka telah sepakat atas ditolaknya persaksian ayah
untuk anaknya dan anak untuk ayahnya: demikian pula ibu untuk anaknya
dan anak untuk ibunya. [B 2/454]
12) Ini dikatakan Ibnu Hazm dalam Al Muhallaa". Sementara dalam "Maraatibul
ijmak beliau menuturkan yang berlawanan dengan ini. (L//18]
667
persaksian sahabat yang berbuat balk. [Y 10/261]
668
dengan perbedaan yang membuatnya lain, seperti kalau yang se-
orang memberiKan kesaksian dengan menyatakan pakaian, misalnya,
sedangkan yang lain menyatakan uang dinar, maka persaksian tidak
dianggap sempurna; tanpa khilaf. [Y 10/305]
669
Orang yang menuduh dua orang saksi bahwa mereka itu mem-
berikan kesaksian palsu, maka hakim mendatangkan keduanya. Jtka
keduanya mengaku, maka hakim menghukum mereka berdua. Dan
jika mereka berdua mengingkari tuduhan tersebut, sedangkan S i
penuduh punya bayyinah atas pengakuan mereka berdua terhadap
kepalsuan kesaksian mereka itu, maka kepalsuan kesaksian mereka
menjadi ketetapan (dan mereka dihukum). Jika mereka berdua ingkar
(tidak mengaku), mereka tidak diminta bersumpah. Ini adalah pen-
dapat Asy Syafi'iy dan Ahmad, tanpa diketahui ada yang menentang
fY 10/149]
15) Sanggahan terhadap lawan tidak dapat diterima, tanpa ada khilaf di antara
Ulama. [Y 10/155]
6 7 0
58. Syarat-syarat persaksian atas persakstan
Disyaratkan bagi diterimanya persaksian atas persaksian;
benar-benardipenuhinya persyaratan-persyaratan persaksian seperti
keadilan (ketidakfasikan) dan sebagainya pada masing-masing saksi,
baik saksi-saksi pokok maupun cabang, tanpa ada khilaf. Apabila
saksi-saksi cabang menganggap adil saksi-saksi pokok dalam mem-
berikan kesaksian mengenai keadilan mereka serta kesaksian me-
reka, maka yang demikian itu jaiz tanpa ada khilaf yang diketahui [Y
10/275]
671
dantidakbolehmemberikankesaksiandengannyamenurutijmak[Y
6/136, 10/161 F13/123 (dari Ibnu Baththaal}]
67.
Hak yang terbukti dengan persaksian palsu
L=Putusan/ Vonis // 39, him. 620
68.
Menarik kembali kesaksian sebelum keputusan
Apabila para saksi mencabut kesaksian mereka setelah disam-
paikan dan sebelum adanya keputusan berdasarkan kesaksian me¬
reka itu, maka memutuskan berdasar kesaksian tersebut tidak boleh
menurut pendapat semua Ahlul 'ilmi. Sedangkan apa yang diriwayat-
kan dari Abu Tsaur bahwa boleh memutuskan dengan kesaksian
tersebut. adalah syadz (terpencil) dari pendapat para Ahlul ‘ilmi [Y
10/309]
69.
Menarik kembali kesaksian sesudah keputusan
Apabila dua saksi mencabut kesaksian mereka setelah adanya
keputusannyamengenaisuatuperkaraharta,makahartatidakdapat
ditarik kembali dari mahkumlah {orang yang memenangkan perkara)
l e
dengan keputusan tersebut, tanpa ada khilaf.
Apabila kedua saksi mencabut kesaksian setelah keputusan suatu
hukuman dan setelah eksekusinya dan mereka berdua mengakui
bahwa mereka berdua memberikan kesaksian palsu atas mahkum
'alaih(orangyangdihukumkarenanya),makakeduanyawajibdikisas
menurut pendapat Sahabat Ali, dan tidak ada Sahabat yang m e n e n -
16) Tapi dikembalikan pada kedua saksi tersebut menurut kebanyakan ahlul
■ilmi. [Y 10/313]
672
gung ganti rugi (dlamaan), tanpa khilafyang diketahui. [Y 10/310, 311
312, 313, 317-318]
8. SALAH
9. S A L AT
1. Hukum salat
L=4, 5, 9
Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal: bahwa ada salat yang
fardiu dan ada salat yang tathawwu' (sunnah). [Mh 112]
L=Salat Sunnah, him. 790
673
6. Satu salat
Menurut ijmak, satu salat tidak perlu dikerjakan dua kail dalam
sehari. Berdasarkan itu, satu salat tidak dapat untuk mengganti dua
salat. [Mh 284, 9051
7. Salat jama'ah
L=Imam salat, him. 253
L=Salat jamaah, him. 716
674
14. Salatnya orang yang melakukan maksiat
Salatnya budak yang minggat,'® orang yang perutnya berisi
khamar, orang yang mendatangi tukang ramal dan wanita yang marah
kepada suaminya, tetap sah menurut Ijmak. Ulama telah sepakat bah-
Owa orang yang telah mendatangi tukang ramai. tidak wajib
mengulangi salatnya selama 40 hari. [N 2/68, 79, 7/81 (dari An
Nawawy) S9/75]
13) salatnya budak yang minggat. tidak diterima menurut pendapat Abu
Hurairah, dan tidak diketahul ada seorang Sahabat pun yang menen-
tangnya. [Mh 423]
19) Ibnu Qudaamah menukil Ijmak dan bellau member! argumentasi alas
riwayat yang mengatakan kemurladan orang yang tidak salat. Di dalam
mazhab Hanbaly ada riwayat kedua yartg mengatakan tidak murtadnya
orang yang meninggalkan salat. Dalam pada Itu Ibnu Qadaamah te’ah
menafikan Ijmak yang bellau nuki! sebelumnya dan mengatakan: "Ijmak
kaum muslimin, menetapkan tidak demikian, sebab kita tidak mengetahui
-dalam masa apa pun -seseorang yang meninggalkan salat, tidak diman-
dikan, disalati dan dikubur di kuburan kaum muslimin; juga ahli warisnya
tidak dllarang mewarisnya, la sendirl tidak dllarang mewaris pewarlsnya dan
tidak dipisahkan dua orang suami Istrl karena salah seorang dari keduanya
tidak salat, lantaran banyaknya orang-orang yang tidak salat. Kalau orang
yang tidak kafir, niscaya hukum-hukum Ini semua berlaku terhadap dirinya."
[Y 2/371-372]
20) Kata At Bukhary: "Ibnu Umar memerintahkan seorang wanita yang Ibunya
pernah mengharuskan dirinya sendiri (nadzar) mengeijakan salat dl Qubaa'
lalu mati, Ibnu Umar berkata kepada wanita tadi: "Salatiah untuk Ibumu."
Ibnu Abbas berpendapat begitu pula Ibnu Wahab, 'Abu Mus'ab —termasuk
675
B1/309 S5/103 (dari 'lyaadi) M7/97 {dari Ibnul Mundzir) F4/55 (dari
Ath Thabary dan Iain-lain)]
19. W a k t u s a l a t Ta t h a w w u '
L = S a l a t Ta t h a w w u ' I I 4 , h i m . 7 4 7
pengikut Malik -dan Ibnul Munir berpendapat bahwa demikian itu boleh
dan hanya boleh dllakukan oleh anak." Keterangan Ini membuat penukllan
Ijmak meragukan. [N $255)
676
27. Waktu salat Witir
L=Salat Witir//2, him. 752
21) Apa yang dinukil tentang ijmak dan kesepakatan Ini, meragukan. Sebab
telah dirlwayalkan dari golongan Ulama Salaf tentang kemubahan salat
secara mutlak, dan ilulah yang dlkatakan oleh Oaud dan Ahludh Ohahlr
serta menjadi mazhab Al Hady dan Al Qasim. Olrlwayatkan dari golongan
lainnya tentang larangan salat secara mutlak. Dan telah sah dari Abu
Bakroh dan Ka'b bln 'Ajroh ada larangan melakukan salat fardiu pada
waktu-waktu tersebut. [F 2/47 N3/86 (dari Ibnu Hajar)]
22) Ibnu Abbas dan Al Hasan Al Bashry membolehkan salat sebelum waktunya.
Pendapat Ini menolak pernyataan adanya Ijmak. [Mh 279]
677
sepakat bahwa ia harus mengulangi saiatnya, kecuali menurut pen-
dapat yang berbeda menyendiri (syaadz) di dalam masalah tersebut
yang diketuarkan oleh Ibnu Abbas, Asy Sya'by dan Malik, bahwa
kalau ada seorang musafir tidak mengetahui waktu, lalu salat 'Isyaa'
sebelum hilangnya cahaya merah di tangit, setelah itu ia tahu bahwa
ia telah salat sebelum hilangnya cahaya merah di langit, saiatnya
tetap sah- [N 1/302, Mh 279 (dari sementara ulama) B1/108]
678
dian masuk waktu yang tertentu untuk salat berikulnya.
Kesepakatan ulama sudah menetapkan bahwa, orang yang
mendapatkan kurang dari satu rakaat, berarti tidak mendapatkan salat
pada waktunya. Dalam masalah ini pernah ada pendapat-pendapat
yang lain datipada yang lain [syaadz). [S 3/283 F2/46 N2/23 (dari An
Nawawy)]
23) Ulama berselisih pendapat dalam masalah orang yang pingsan. [B 1/97]
6 7 9
Demikianlah, dan kesengajaan meninggalkan salat sampai habis
waktunya, merupakan perbuatan maksiat menurut ijmak semua ahlul
Islam yang meyakinkan. Barangsiapa meninggalkan salat, sedang ia
ingat belum mengerjakannya sampai habis waktunya, maka ia fasik,
cacat persaksiannya, patut dipukul dan dihukum, tanpa perbedaan
pendapat dari seorang Islam pun. [Mr 25 Mh 279, 335}
25) Tokoh-tokoh terdahulu dari mazhab Maliky pernah berkata, bahwa mengum¬
pulkan shalat Maghrib dengan 'Isyaa’ di rumah, temiasuk ijamk. Hal itu tidak
beralasan, karena kesepakatan sementara Ulama, tidak dapat dijadikan
hujjah. sedang hujjah mereka iaiah bahwasanya Umar dulu apabila
mengumpulkan para pemimpin, la salat Maghrib dan 'Isyaa' bersama
mereka. [B 1/168]
680
dian, pekuburan, menghadap ke kubur atau di atasnya, tempat
ghasaban yang dapat dthindari, tempat di mana Islam dtremehkan,
masjid untuk mencelakakan umat Islam atau di negeri Tsamud bagi
26
orang yang memasukinya tanpa menangis. "
Salat di kandang kambing mubah. Ini sudah disepakati (muttafak
'alaih). Tetapi Asy Syafi’iy mensyaratkan, kandang tersebut bersih dari
air kencing dan kotoran kambing. [Mr 29 Y2/74 (dari Ibnul Mundzir)
S2/424]
27) Ahmad berkata: "Pada suatu hah yang hujan, Anas mengerjakan salat
maktubah dl atas kudanya, dan tidak diceritakan ada orang lain yang
menentangnya, maka menjadi Ijmak. [Y1/521]
681
2B
diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentangnya.
Apabila ada majis lebih dahulu, kemudian di bawahnya dijadikan
tempat pembuangan kotoran atau lainnya berupa tempat-tempat
tetlarang; atau masjid tersebut tidak di pekuburan lalu di sekelilingnya
dijadikan pekuburan, tidak dilarang salat di dalamnya: tanpa perbe-
daan pendapat. [N 2/139, 149 (dari Ibnu Hazm) Mh 256, 393 Y2/62]
L//44
28) Ibnu Umar member) keringanan dalam ha! salat di pekuburan sebagaimana
diriwayatkan darinya, dan dirrwayatkan dari Al Hasan, bahwa beliau salat di
pekuburan. (N 2/149 (dari Al Khaththaaby)]
29) Orang yang mengesahkan salat, mengambil dari ijmak, dan ijmak Itu tidak
diragukan {qath'iy), sedangkan yang membatalkannya mengambil dari
kontradiksi antara taqarrub dan maksiat, dan menganggap kontradiksi
demikian mustahil menurut akal, jadi masalahnya sudah pasti (qath'iy). [M
1/69 (dari Al Ghazzaly)]
682
dapat, tidak boleh salat di atas shuf (kulit bulu).
(2) Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fukaha negeri-
negeri (fuwaha-ul amshar) tentang diperbolehkannya salat di
atas tikar kecil, kecuali apa yang diriwayatkan dari Umar bin
Abdul Azi2, bahwa beltau membawa tanah dan meletakkannya
di atas tikarnya, lalu beliau bersujud di situ; mungkin beliau
berbuat demikian berdasarkan pada segi kesungguhan berta-
wadlu' dan khusyu', jadi hal itu tidak bertentangan dengan ulama
banyak. Sementara itu diriwayatkan dari 'Urwah dan lainnya
tentang makruhnya salat tidak di atas tanah, kemakruhan ini
berkemungkinan di bawa ke makruh tanzih. [B 1/114 Mh439 Y
2/65 S3/164, 438, 7/428 F1/388 (dari Ibnu Baththaal)]
683
lupa atau sengaja, bila la menggugurkan satu anggota penuh (ang-
gota wudiu atau anggota tayammum; Pent.). [M 2/73, 351, 4/162 Mr
20 B1/173]
684
wajib bagi orang yang memiliki pakaian yang mubah dipakai. [Mr 28]
L=Aurat, him. 50
30) Ulama sepakat bahwasanya budak wanita jika ketika salat menutupi rambut
dan seluruh tubuhnya, maka ia telah mengerjakan salatnya dengan benar.
[Mr 29]
685
tanpa perbedaan pendapat yang diketahui di kalangan Ahlul ‘ilmi [Y
1/91]
686
salatnya sah menurut ijmak ulama. Namun diriwayatkan dari Al Hasan
tentang wajibnya mengulangi salat. [S 3/135 (dari Ath Thabary) M
4/30 (dari Ath Thabary) Y2/9 F2/235 (dari ‘lyaadl) N2/258 (dari Ibnu
Hajar)]
33) Asy Syafi'iy, Al Khaththaaby ban para ahli tahqiq bari kalangan (ukaha
berkala: "Sesungguhnya yang bimaksub bengan 'lerputusnya salat" yang
bisebutkan bl balam habits-habits shahih, yang dijabikan hujjah oleh mereka
abalah terputusnya kekhusyukan dan zikir, bukan batalnya salat" [M 3/232]
687
pendapatfukaha.^Danlatidakbolehberjalanketempatorangyang
iewattersebutuntukmenolaknyaataume!akukangerakanyang
banyak untuk menolakkannya; ia hanya boleh menolaknya dari tem-
patnya berdiri, menuait ijmak.
Ulama sepakat bahwa mushalli tidak usah menarik orang yang
Iewat di depannya itu supaya tidak iewat untuk yang kedua kalinya,
kecuali menurut suatu pendapat yang diriwayatkan dan sementara
Ulama Salaf, bahwa mushalli menariknya.
Ulama sepakat, bahwa mushalli tidak harus melawan orang yang
Iewat di depannya dengan senjata atau benda yang dapat menga-
kibatkan kematian orang tersebut “Bila orang tersebut mati, mushalli
tidak terkena kisas menurut kesepakatan ulama.
Mereka sepakat bahwa semua ini bagi orang yang tidak sembro-
no di dalam salatnya, tetapi ia sudah berhati-hati dan salat mengha-
dap ke sekat atau di suatu tempat yang aman dari orang yang Iewat
di depannya. {S 3/152, 153 (dari ’lyaadl) F1/462-463 (dari Al
Qurthuby, Ibnu Baththaa! dan An Nawawy) N3/6 (dari 'lyaadl, ibnu
Baththaal, Al Qurthuby dan An Nawawy)]
34) Ahijdh Dhahif telah menegaskan wajibnya menghalau orang yang Iewat.
Agaknya An Nawawy belum mengetahui pendapat mereka atau barangkali
perbedaan pendapat dari mereka tidak dianggapnya. [F 1/462-463 N3/6
(dari Ibnu Hajar)]
688
jamaah yang bersedia makmum kepadanya; di dalam salat itu la
berniat di suatu tempat yang sejajar dengan tempat mereka sendiri,
tidak lebih tinggi, dan berdiri di depan mereka tanpa mihrab; iaiu
bertakbir; di dalam bertakbir, dan sebelumnya -- dengan merangkai-
kan dengan takbirnya itu -- la berniat mengerjakan salat tersebut; ia
mengucapkan: "Allahuakbar, dan mengangkat kedua tangannya, lalu
membaca: "A'udzubillahi minasy syaithaanir rajiem", kemudian
membaca Fatihah dimulainya dengan "Bimisllahi RahmaanirRahiem",
kemudian membaca salah satu surah (dari al-Quran; Pent.) dan
mengeraskan suaranya di mana seyogyanya mengeraskan suara,
atau membacanya dengan peian di mana seyogyanya memelankan
suara sekiranya layak dipelankan, kemudian bertakbir dan rukuk, dan
ia tumakninah di dalam rukuknya hingga semua anggota tubuhnya
stabil; pada waktu rukuk ia membaca: "Subhaana robiyal Adhiem"
serta tidak membaca al-Quran sedikit pun di dalam rukuknya, lalu
membaca "Sami'allahu liman hamidah Rabbanaa lakalhamdu" dan
tumakninah dalam keadaan berdiri sehingga semua anggota tubuh¬
nya tegak lurus, setelah itu bertakbir dan bersujud, dan mereng-
gangkan kedua tangannya dari kedualengan dan pahanya, meletak-
kan dahi dan hidung dalam keadaan tidak tertutup serta kedua tangan
dan kakinya^ di atas tempatnya bersujud serta membaca "Subhaana
Rabbiyal A'laa" tiga kali, semua anggota tubuhnya tumakninah, tidak
membaca al-Quran sedikit pun di dalam sujudnya, kemudian bertakbir
dan duduk dengan tegak, lalu bertakbir dan bersujud lagi seperti sujud
yang telah kami sifatkan, lantas berdiri sambil bertakbir, kemudian
melakukan semua tadi di dalam rakaat kedua, hanya saja di dalam
rakaat kedua ini tidak berniat, tidak membaca takbiratui ihram dan doa
istiftah.
Kalau salatnya bukan salat subuh, setelah rakaat kedua ia
duduk dan membaca tasyahhud, lalu kembali berdiri sambil bertakbir
dan melakukan apa yang telah kami sebutkan dalam rakaat pertama.
Apabila salatnya bukan salat maghrib atau subuh, tambahannya dua
rakaat sebagaimana telah kami sebutkan, tidak berbeda.
Kalau sudah duduk di akhir salatnya, maka membaca tasyah¬
hud, lalu membaca shalawat atas Nabi saw terus mengucap salam
duakali sambil menoleh ke kanan dan ke kiri: "Assalamualaikum
36) Kata !bnu Taimiyah: "Pendapat yang dinukil dari Abu Hanrfah, sujud hanya
wajib dengan wajah, begitu pula pendapat Asy Syafi'ly dan satu hwayat dari
Ahmad. Pendapat ini mempunyai pengertian, bahwa andai kata seseorang
bersujud dengan kedua tangannya, wajah dan kedua lututnya, sudah cukup.
(31)
689
warahmatullati" atau "Assalamualaikum". Dan salatnya itu dikerjakan
di tempat yang diperbolehkan untuk salat; ia tidak meniup, menangis,
tertawa, tersenyum dan berpaling; tidak lengah, tidak bertolak ping-
gang, tidak menjalin rambutnya atau pakaiannya, tida mencabuti
(Jawa: jetotf) jari-jarinya dan tidak pula mempersilangkan {Jawa:
ngapu rancang: Pent.); tidak ada sesuatu yang lewat di depannya
yang dapat membatalkan salat, tidak ada wanita yang salat di sam-
pingnya; tidak memandang ke atas, tidak mengerjakan suatu peker-
jaan apa pun, di dalam salatnya tidak menyebut nama seorang pun
selain Nabi saw tidak berdoa dengan doa yang tidak mirip al-Quran;
tidak memakai cincin di ibu jari, jari telunjuk atau Jari tengahnya; tidak
membaca "Alhamdulillah" pada waktu itu bersih, tidak membaca
tasbih dengan maksud menegur orang lain, maka dengan demikian
dia telah metaksanakan salat sesuai dengan yang teiah diperintahkan;
hanya saja ada riwayat dari 'Athaa' tentang makruhnya sujud di atas
tanah, tanah lapang dan kerikil-kerikil.
Ulama sepakat, bahwa orang yang mengerjakan seperti itu
sedang ia sendirian, tidak mendapatkan orang yang mengimaminya
ataupun orang yang makmum kepadanya, atau dia punya alasan
dalam salatnya yang sendirian itu, sedang waktu salat tersebut sudah
masuk, atau ia lupa belum mengerjakan salat atau tertidur meskipun
waktu salat sudah habis -asal tidak sesudah waktu salat subuh
hingga bersinarnya matahari, atau tepat tengah hari, atau sesudah
salat 'Ashar hingga matahari tenggelam -dan dia bukan hamba
sahaya yang minggat; maka dia telah menjalankan salat sesuai
dengan yang telah diperintahkan. [Mr 30-31 Mh 389, 394 Y1/464 F
2/225)
8 3 . Ti d a k m a m p u b e r d i r i
690
L=Salat orang sakit// 5, him. 745
86. Ta k b i r d l d a l a m s a l a t
L=Takbir, him. 811
37) Oalam penukilan ijmak ini, perlu peninjauan, karena telah dinukil dari baud.
Al Auza'iy, Al Humaidy, Ibnu Khuzaimah, Ahmad, sebagian Malikiyah dan
Ahmad bin Siyaar Asy Syafi'iy teniang wajibnya mengangkat tangan. |S 3/4
F2/174]
38) Tidak ada kesepakatan atas hal ini, karena telah nyata ada pengangkatan
tangan ketika berdiri dari rakaat kedua yang dilakukan oleh Ulama Salat dan
Khalaf yang di antara mereka adalah Ibnu Umar. Ibnu Abbas, Thaawus,
Naati’, 'Athaa'. Al Bukhary, sebagian Ahlul Hadits. dan ini merupakan
pendapat Asy Syafi'iy. [M 3/426 F2/177]
691
87. Ta k b i r a t u l I h r a m
L=Takbir. him. 811
Membaca doa istiftah telah dilakukan oleh para Sahabat, dan hal
itu sunnah menurut Jumhur Ulama dari kalangan para Sahabat,
tabi'iin dan orang-orang sesudah mereka, serta tidak diketahui ada
□rang yang berbeda pendapat; kecuali Malik, yang berpendapat;
mushalli tidak disunnahkan membaca doa istiftah atau apa pun pada
waktu antara takbiratul ihram dan bacaan Al Fatihah, cukup membaca
"Allahu Akbar. Alhamdulillah" sampai akhir Fatihah. [Y 1/415 M3/280]
692
Sahabat,danmerekapuntelahmelakukannya.^[M443Y1/415,416]
92. Isti'adzah sebelum membaca Fatihah
Isti’adzah di permulaan salat adalah pendapat sekelompok
Sahabat dan tabi'iin, serta tidak diketahui ada seorang pun dari
kalangan mereka yang menentangnya. Mushalli membacanya dengan
pelan, tidak perlu mengeraskannya, tanpa perbedaan pendapat yang
diketahui. [Mh 363 Y1/417]
39) Dalam hal benluk doa istittah, banyak hadits yang menerangkan dengan
yang mana saja mushalli beristiftah, ia (elah memperoleh kesunnahan
istiftah. [M 3/279j
693
di dalam salat jahiah (salat yang bacaan-bacaannya dikeraskan ada-
lah salat subuh, Jumat, maghrib dan 'isyaa', Pent.); tanpa perbedaan
pendapat. [M 3/355 (dart Al ’Abdary) Mr 33 Mh 446 Y1/494 S3/17 F
2/182, 197 (dari Ibnul Munir) N2/205]
subuh, Jumat dan dua rakaat pertama dari setiap salat; dan yang
demikian itu sunnah menurut semua ulama, tidak wajib menurut
4 1
ijmak.
Dlriwayatkan dari Abu Bakar Shiddig dalam rakaat terakhir salat
maghrib, beliau membaca Fatihah dan ayah: "Rabbanaa laa tuzigh
quiuubanaa Dan dari Ibnu Umar, bahwa dl samping membaca
Fatihah, beliau juga membaca surah dalam setiap rakaat. [Y 1/430,
501 (dari Ibnu Siirin) Mh 445 S3/18 F2/193 (dari Ibnu Hibban, Al
Qurthuby dll.) N2/214, 215 (dari An Nawawy, Ibnu Hibban dan Al
Qurthuby)]
40) Dalam hal Ini perlu ada penlnjauan, karena sudah jelas ada pendapat dari
sementara Sahabat dan lainnya, bahwa membaca surat hukumnya wajib.
[F 2/193 N2/215 (dari Ibnu Hajar)]
41) Dalam hal ini perlu ada penlnjauan, karena sudah jelas ada pendapat dari
sementara Sahabat dan lainnya bahwa membaca surat, hukumnya wajib.
[F 2/193 N2/215 (dari Ibnu Hajar)]
694
ngan Ahlul 'ilmi. [S 3/101, 4/56 (dari 'lyaadi) Y1/430 M2/182 F2/203
N2/230 (dari An Nawawy)]
695
106. Rukuknya orang sakit
L=Salat orang sakit II6, him. 745
1 0 7 . Ta s b i h d i d a l a m r u k u k
Tasbih di dalam rukuk, hukumnya sunnah dan tidak wajib
menurut ijmak.‘^ Apabila mushalli meninggalkannya, tidak berdosa
dan salatnya sah, baik ia tinggalkan dengan sengaja atau karena
lupa; tetapi meninggalkannya dengan sengaja, hukumnya makruh
menurut mazhab semua fukaha. [F 2/224, 249 (dari Al Karmany) M
3/385 (dari Abu Hamid dan Ai Mawardy)]
42) Pemyataan Ijmak ini perlu diteliti karena Ahmad berpendapat, wajib Ishaq
bln Rahawaih berkata: 'Tasbih hukumnya wajib, jlka mushalli sengaja
meninggalkannya, salatnya batak kalau lupa, tidak batal." Daud
berpendapat, tasbih, hukumnya wajib secara mullak. [F 2/249 M3/386]
696
Ibu 'Abdil Barr dan Al Karmany) B1/146 M3/385 (dari Abu Hamid dan
Al Mawardy) N2/250 (dari Ath Tbahaawy danibnu 'Abdil Barr}]
697
117. Sujud orang sakit
L=Salat orang sakit // 6, him. 745
44) L//46
45) Pemyataan adanya Ijmak ini perlu diteliti, karena Ahmad berpendapat,
wajib: Ishaq bin Rahawaih berpendapat bahwa tasbih hukumnya wajib: jika
mushalli sengaja meninggalkannya, salatnya batal: kalau lupa, tidak batal:
Daud berpendapat, tasbih hukumnya wajib secara mutlak. [F 2/249 M2/386]
698
123. Jumlah sujud dalam tiap rakaat
Telah disepakati bahwa di dalam tiap rakaat ada dua sujud. telah
sepakat atas wajib sujud yang kedua. Berdasarkan hal itu, orang yang
sengaja meninggalkan satu sujud, batal salalnya, tanpa perbedaan
pendapat dari seorang pun. [Mr 26 Mh 389 Y1/458 M3/417 (dari Abu
Thayyib)]
699
kepala sambil bertakbir dan berdin pada bidang telapak kakinya
sambil bertumpu pada lututnya, boleh bertelekan pada lantai dengan
kedua tangannya, tanpa diketahui ada seorang pun yang berpendapat
lain. [F 2/231 (dari Ath Thahaawy) Y1/463]
46) Tawarruk ialah duduk pada pinggul kiri dengan menekuk kaki kanan ke
belakang dan kaki kiri ditekuk ke kanan, di bawah kaki kanan. (Pent.).
47) Yang masyhur di kalangan mayoritas Ulama, sikap duduk dalam tasyahhud
adalah sunnah. Mungkin yang dimaksud "tidak bolah" oieh ibnu ‘Abdii Barr
adalah menetapkan kemakruhannya. (F 2/243]
700
136. Bentuk tasyahhud
Tasyahhud yang paling balk iaiah tasyahhud Umar bin Kha-
ththab ra yaitu: "Atahiyaatu lillah, Azzakiyaatu lillah, asshalawaatu
Mat) watthayyibaat. Assalamu alaika ayyuhan Nabiyyu warahma-
tullahi wa barakaaluh. Assalamu'alaina wa 'ala 'ibaadillahis shaalihien.
Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyftadu anna Muhammadan
'abduhu warasuuluh."
Umar membacanya di atas mimbar, di hadapan para Sahabat
dan Iain-lain dan tidak ada Sahabat yang menentangnya, maka ini
merupakan ijmak.
Ulama sepakat atas diperbolehkannya tasyahhud-tasyahhud dan
so
diriwayatkan Ibnu Abbas. Ibnu Mas'ud dan Abu Musa Al Asy'ary. "
Sebagian ulama berpendapat diwajibkannya tasyahhud yang diri¬
wayatkan dari Umar. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hai
diperbolehkannya bacaan; "Assalamu 'alaika ayyuhan Nabiyyu.
Assalamu 'alainaa wa 'ala 'ibaadillahis shaalihien." atau: "Assalamu
'alaika ayyuhan Nabiyyu wa salamun 'alainaa dengan membuang
"alif dan'Vam" (dalam "Salamun 'alaina"\ Pent.), tetapi bentuk yang
pertama adalah yang leblh utama. Dan tidak ada perbedaan pendapat
bahwa, iafal-lafal tasyahhud awal adalah seperti lafal-lafal tasyahhud
akhir, kecuali menurut apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa
dalam tasyahhud awal beliau tidak membaca: "Assalamu 'alaika
ayyuhan Nabiyyu, Assalamu 'alaina wa'ala 'ibaadillahishshalihien".
kalau mushalli membacanya, salatnya batal. [Y 1/467-468 (dari Malik)
49) Hadits Umar Ini tidak diriwayatkan dari Nabi saw. Itu hanya dari bacaan
Umar sendiri, sedang mayoritas ahlul 'ilmi berpendapat tain, bagaimana
mungkin bisa menjadi ijmak? [Y1/467-468]
701
Mh 380 M3/436 (dari Abu Thayyib) S3/30, 32 F2/247-248, 252 (dari
Malik dan lain-iain) N2/279, 281 (dari An Nawawy dan Abu Thayyib)]
51) Pernyataan adanya ijmak ini adaiah pernyataan yang tidak benar, karena
pendapat yang menyatakan wajib telah dinisbatkan kepada segoiongan
Sahabat, tabi'iin, aiu bait dan fukaha. Mereka iaiab: Umar dan putranya —
Abduliah -Ibnu Mas'ud, Uabir bin Zaid, Asy Sya'by, Muhammad bin Ka'b Ai
Qurthuby, AbuJa'far Ai Baaqir, Ai Haady, Ai Qasim, Asy Syati'iy, Ahmad,
Ishaq dan Ibnul Mawaaz. Pendapat ini dipiiih oleh Abu Bakar Ibnui 'Araby
[N 2/285, 286]
52) Daiam hai ini perlu peninjauan, sebab Thaawus dan sebagian ahiudz dzahir
mengatakan wajib, dan Afraath bin Hazm berpendapat, wajib sesudah
tasyahhud awai. [F 2/256 N2/326)
702
Hasan bin Shaleh, sebagian golongan Dhahiriyah, Malikiyah dan
riwayat dari Ahmad, isti'adzah, hukumnya wajib. Ini pendapal yang
"menyendiri" (syaad2) dan menyeiisihi ijmak.
Berdasarkan pendapat pertama, ulama sepakat atas sahnya
salat orang yang mengucapkan salam satu kali saja. (S 3/144, 259 Y
1/481 (dari Ibnul Mundzir) M3/463 (dari Ibnul Mundzir) N2/293 (dari
Ibnul Mundzir dan An Nawawy)]
703
147. Salat yang tidak sempurna
Setiap salat yang tidak sempurna dan tidak selesai, batal
keseluruhannya menurut pendapaf setiap ahlul Islam. Berdasarkan
ini, orang yang berniat memutuskan salat sesudah salam, salatnya
tidak batal menurut ijmak. [Mh 116, 279 M1/388]
704
dang ke langit, adalah makruh hukumnya, menurut ijmak. [M 3/272 Y
2/8, 9S3/72 F2/185 (dari Ibnu Baththaal)]
54) Kata !bnu Taimiyah: "Apabila konsentrasi terbadap salat masih lebih
dotninan, terdapal perbedaan pendapat yang termasyhur; dan pendapat
yang mengatakan batal adalah pilihan Abu Abdillah bin Hamid dan Abu
Hamid Ai Ghazzaly. [Mr 29]
705
160. Iseng pada waktu salat
iseng pada waktu salat, atau berbuat sesuatu yang dapat
mengganggu konsentrasi atau menghilangkan kekhusyukan, hukum-
nya makruh, tanpa perbedaan pendapat di kalangan Ahlul 'ilmi. [Y
2/10]
1 6 6 . Te r t a w a d i d a l a m s a l a t
Tertawa membatalkan salat menurut ijmak, kecuali menurut
pendapat yang diriwayatkan dari Asy Sya'by, bahwa orang yang ter¬
tawa di dalam salat, tidak apa-apa. [M 4/21 (dari Ibnul Mundzir) Mr 27.
28 Mh 383 B11/174 Y2/45 (dari Ibnul Mundzir) F3/66 (dari Ibnul
Mundzir)]
55) Periwayatan kesepakatan ini perlu diteliti karena Malik berpendapat bahwa
hal itu tidak apa-apa, dan beliau melakukannya Ibnu Mas'ud dan Ibnu Umar
pemah pula melakukannya di dalam salat. Termasuk orang yang member!
keringanan bahwa ha) itu boleh dilakukan sekali dl dalam salat iatah Abu
Dzar. Abu Hurairah dan Hudza ifah, sedang dari Tabi'iin ralah Ibrahim An
Nakho'iy dan Abu Shalih. [F 3/61 N2/332]
706
167. Berbicara pada waktu salat
Orang yang berbicara -meskipun setan -- di dalam salatnya,
bukan untuk kemaslahatan salat, bukan pula lantaran ada sesuatu
yang mengharuskan ia blcara, padahal la tabu yang demikian itu
haram, salatnya batal menurut ijmak. Ada riwayat dari Asy Sya’by,
bahwa orang tersebut tetap meneruskan salatnya, walaupun la telah
berbicara. Adapun orang yang berbicara sesudah salam -la mengira
salatnya telah selesai, padahal belum -- salatnya tidak batal, dan ia
menyelesaikan salatnya. Ini dilakukan oleh Zubair dan kedua putra-
nya: Abdullah dan 'Urwah; demikian juga menurut pendapat Ibnu
Abbas, dan pada masa mereka tidak diketahui ada orang lain yang
menentangnya. [Y 2/40, 41 (dari Ibnul Mundzir) Mr 27 B1/115 M4/17
(dari Ibnul Mundzir dan Iain-lain) S3/194 F2/228, 3/58 (dan Ibnu
'Abdil Barr) N2/312 (dari Ibnul Mundzir)]
1 0 . S A L AT ’ A S H A R
2. Waktu salat'ashar
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ahlul 'ilmi. bahwa
permulaan waktu 'ashar iaiah pada waktu bayangan setiap benda
menjadi sama dengan benda tersebut. Pendapat yang masyhur dari
AbuHanifahmengatakanbahwapermulaanwaktu'ashariaiahpada
waktu bayangan setiap benda menjadi dua kali benda tersebut.
Semua orang, termasuk mereka yang berguru kepada beliau tidak
sependapat dengan beliau dalam masalah ini. Tetapi sekelompok dari
golongan Hanafy mendukung beliau.
Ulama sepakat bahwa bila matahari telah tenggelam seluruhnya,
maka waktu untuk salat 'ashar telah habis bag! selain orang yang
meng-kad/a-nya. Dan menurut ijmak, waktu 'ashar adalah seperempat
siang. Ulama juga sepakat bahwa orang yang mengerjakan salat
707
ashar -sedangkan matahari masih putih bersih, berarti ta telah
mengerjakan salat ’ashar pada waktunya. [F 2/20, 22, 32 (dari Al
Qurthuby) Mr 26 Y1/334 (dari Ibnu 'Abdil Barr)]
11 . S A L AT D H U H U R
708
cuaca menjadi sejuk dan sinar matahari tidak menyengat lagi, lidak
wajib menurut ijmak “Ada yang berpendapat, wajib. IF 2/13 (dan Al
Karmany)]
1 2 . S A L AT G E R H A N A
709
kedua dan rukuk yang kedua dalam rakaal pertama, lebih pendek
waktunya daripada berdiri dan aikuk yang pertama dalam rakaat
tersebut; begitu pula berdiri dan rukuk yang kedua daiam rakaat
kedua, lebih singkat daripada berdiri dan rukuk yang pertama dalam
rakaal tersebut.
13. S A L AT ' l E D A I N
L='led, him. 218
58) Kalau yang dimaksud adalah kesepakatan yang bersifat mazhab, tidak ada
soal lagi; tap! kalau bukan, pendapat itu dapat terbantah dengan hadits
shahih:Rasulullahsaw,memperlamadudukdiantaraduasujudsehingga
ada yang mengatakan bahwa beliau tidak bersujud. [F 2/432 N3/329]
59) Kata Ibnu Taimiyah: "Menurut lahtmya mazhab Ahmad, salat 'ledain,
hukumnya fardiu kifayah. Dan diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa
hukumnya fardiu 'ain. [32]
710
4. Waktu salat 'ledain
Ulama sepakat bahwa sejak dari bersinarnya matahari sampai
tergelincirnya adaiah waktu untuk salat 'ledain. Dan fukaha telah
sepakat bahwa salat 'ledain tidak boleh dikerjakan sebelum matahari
& 0
60) Ijmak fukaha dikaburkan oleh pengiflakan orang yang mengltlakan bahwa
permulaan waktu salaried adaiah pada waktu terbitnya matahan. [F 2)366]
711
bir-takbir tersebut, hukumnya sunnah, tidak wajib; salat tidak menjadi
batal lantaran meninggalkannya, balk dengan sengaja maupun karena
lupa. Dalam hal ini tidak diketahui adanya perbedaan pendapat. Dan
umat Islam telah sepakat mengeraskan takbir-takbir tadi dan meme-
lankan dzikir di sela-selanya. [Y 2/314, 318 Mh 543 B1/209 M5/22]
9. Salat'ledain secara berjamaah
Disunnahkan salat 'ledain secara berjamaah. Ini sudah dise-
pakati {mujma' ’alaih). Juga boleh dikerjakan sendirian, hanya saja
mushalli tidak perlu berkhotbah. Dalam hal ini tidak diketahui ada
perbedaan pendapat. [M 5/22 Mh 544]
10. Khotbah'ledain
Menurut ijmak, bila imam telah selesai salat 'led, la berdiri lalu
berkhotbah dua kali di depan orang-orang dan duduk di antara dua
khotbah tersebut. (khotbah pertama dan kedua; Pent.). Setelah ia
menyelenggarakan kedua khotbahnya, maka jamaah boleh bubar.
Adapun apa yang diriwayatkan dari Umar, Utsman dan Ibnu Zubair
tentang mendahulukan khotbah sebelum salat, adalah tidak benar.
Dan apa yang dinukil dari Bani Umayyah, berupa pendapat men¬
dahulukan khotbah, tidak diperhitungkan, karena telah didahului
adanya ijmak sebelum mereka. [S 1/336, 4/183, 8/175 (dari 'iyaadi)
Mh 543 B1/209 Y2/319 N3/294 (dari ’Iyaadi, Al 'Iraqy dan Ibnu
Qudaamah)]
Aziz, Az-Zuhry, Malik, Ahmad, Al Muzany dan fukaha tujuh kola (Madinah
Sab'ah). Hat ini diriwayatkan dari Abu Hurairah, Abu Sa'iid Al Khudry, Ibnu
Abbas dan Ibnu Umar. Dari selain mereka, diriwayatkan pendapat yang
berbeda dengan itu. [Y 2/315]
62) Pernyalaan ijmak ini tertolak oleh apa yang diriwayatkan dari sekelompok
ahlul 'ilmi bahwa mereka berpendapat diperbolehkannya salat sebelum salat
'led alau sesudahnya. Pendapat ini diriwayatkan pula dari Anas bin Malik,
Buraidah bin Al Hushaib, Rafi' bin Khadij, Sahal bin Sa'd, Abdullah bin
Mas'ud, AN bin Abi Thalib, Abu Barazah, Ibrahim An Nakha'iy, Shofwan bin
Muharraz, Abdurrahman bin Abu Laila, 'Urwah bin Zubair, 'Alqamah, Al
Qasim bin Muhammad, Muhammad bin Siriin, Makhuul dan Abu Burdah.
Termasuk yang menunjukkan balainya pernyataan ijmak ini iaiah perkataan
Imam Ahmad: "Ulama Kufah mengerjakan salat sesudah salat 'led, tidak
712
(daii sementara ulama) N3/302 {dari Az Zuhry dan Ibnu Qudaamah)]
1 3 . Ta k b i r d a l a m ' l e d a i n
L=Takbir, him. 811
1 4 . S A L AT I S T I K H A R A H
63) Bersumber dari Jabir bln Abdillah Al Anshary r.a., ia berkata: "Rasulullah
s.a.w. pernah mengegakan istikharah kepada Kami mengenai semua ha!
sebagaimana beliau mengajarkan Surat dari Alquran. Beliau bersabda:
"Apabila ada suatu perkara yang merisaukan salah seorang dari kalian,
hendaklah la salat dua rakaat sunnah. kemudian membaca: 'Allahuma innie
astakhiruka bi'ilmika aslaqsdiruka biqudratika wa asalukamin fadiikai
'adhiem, fainrtaka laqdiru nalla aqdirv wa ta'Iamu wa laa a’lamu wa Anta
'atlamut ghuyuub. Allahumma in kunla ta'Iamu anna hadzal amra khairv lie
fie dienil wa ma'aasyie wa 'aeqibatiamri," -atau;' fie aajilie wa aajlihi -
'faqdirhu lie wa yasslrhu lie Isumma baarik lie fiehi. wa in kunta ta'Iamu anna
hadzal amra syarrun lie fie dienie wa ma' aasyie wa 'aaqlbati amri,' atau:
fie 'aaji amri wa aajilihi. fasrifhu 'annie washfhi 'anhu waqdirhu lie haitsu
kaana. tsumma radidlinie bihi,' (Ya Allah, Ya Tuhanku, aku beristikharah
713
15. SALAT ISTISQAA' (Mohon Siraman)
1. Keluar untuk istisqaa' dan berdoa
Ulama sepakat bahwa keluar untuk salat istisqaa'. menuju keluar
daerah, berdoa kepada Allah dan merendahkan diri kepada-Nya
dalam memohon turunnya hujan, sunnah hukumnya. Dan ada riwayat
dari Abu Hanifah, bahwasanya tidak disunnahkan keluar. [B 1/207 F
2/394-395 (dari Ibnu 'Abdii Barr)]
714
Ulama sepakat bahwa tidak ada adzan dan Ikamat untuk salat
isfisqaa'. [S 4/203 Y2/359 F2/412 (dari Ibnul Baththaal)]
1 6 . S A L AT ' I S YA A
64) S/a/a(7 adalah sisa kilau matahari yang tampak kemarah-merahan di langit.
Ini bermula sejak (erbenamnya matahari dan dinamakan Syafaq ahmar.
Kalau kemerah-merahan ini hilang, linggallah apa yang disebul syafaq
abyadi. (Pent.).
715
6. Percakapan sesudah salat'fsyaa
Ulama sepakat alas makruhnya berbincang-bincang sesudah
salat 'isyaa, kecuali membicarakan hal-hal yang balk, seperti belajar,
bercakap-cakap dengan tamu atau keluarga mendamaikan orang, dan
Iain-lain. (S 3/330 N2/16 {dari An Nawawy)]
1 7 . S A L AT J A M A A H
L=Imam Salat, him. 248
716
8. Tidakturun berjamaah iantaran uzur
Ketentuan mendatangi salat Jamaah bisa gugur Iantaran ada
uzur, menurut ijmak kaum muslimin. (S 3/340 N3/125]
65) Tapi yang terkenal menurut mazhab Syafi'ly, angin merupakan uzur di waktu
malam saja. (F 2/90 N3/155]
717
14. Mengerjakan salat Jumat secara berjamaah
L=Salat Jumat //15, him. 734
7 1 8
Menurut ijmak, imam boleh salat di tempat yang lebih tinggi
daripada tempat para makmum, atau lebih rendah, selagi ketinggian
makmum tidak berlebih-lebihan sehingga tidak memungkinkannya
mengetahui gerak-gerik imamnya. [Mh 411 N3/194-195 (dari Al
Mahdy)]
719
perbedaan pendapat yang diketahui; kecuali dari Al Hasan, yang
berpendapat, yang satu berdiri di belakang yang lain [S 3/179-180
10/469 M4/188 Y2/169]
66)
^mikian
dalam
naskah
aslinya
tanpa
menyebut
jilid,
mungkin
yang
benar;
67) Dalam hal ini perlu peninjauan, karena felah diriwayatkan dariAl Hakam bin
'AmrAlGhiffaary,bahwasanyadalamsuatuperjalananiabersembahyang
dengan teman-lemannya, sedang di depannya ada sekatnya, kemudian
lewatiah beberapa ekor keledat di depan teman-temannya. maka l a
mengulangisalatbersamamereka.Dalamsuaturiwayatdisebutkan,bahwa
ia berkata kepada mereka: "Sesungguhnya keledai-keledai tadi tidak
memutuskansala&u,tapimemutuskansalatmu.Inimembuatkesepakatan
yang disebutkan menjadi tidak Jelas. [F 1/454]
720
(dari 'lyaadi) F1/454 (dari 'lyaadi dan Ibnu 'Abdii Barr) N3/14 {dari
Ibnu 'Abdii Barr)]
68) Saya berpendapat ijmak atas sahnya salat si makmum ini tidak benar.
sebab dari golongan Maliky dinukil, bahwa di antara mereka ada yang
membalalkan salalnya, ada yang mengesahkannya. ada yang berpendapat
bahwa jika Imam mengizinkan mukabbir untuk memperder>garkan takbimya,
sah mengikutinya. kalau tidak, tidak sah, ada yang membatalkan salatnya
mukabbir. ada yang mengesahkannya, ada yang mensyaratkan harus ada
Izin dari Iman, ada yang berpendapat bahwa kalau mukabbir memaksakan
dirl mengeraskan suaranya. salatnya dan salat orang yang tergantung pada
salatnya, tidak sah. Semua ini daif; yang shahih, semua itu boleh dan
salatnya mukabbir ban yang mendengamya tetap sah serta tidak dibutuhkan
izin dari imam. JS 3/65 N2/243 (dari An Nawawy))
721
disepakati (mujmak ’alaih) serta disunnahkan menurut ulama, hanya
saja demikian itu merupakan kesempurnaan yang minimal. [N 2/235
(dari Ibnu 'Abdii Barr}}
722
salam dan menyetesaikan saiatnya. Ini pendapat Ali dan tidak
diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentangnya.
(3) Orang yang mengetahui bahwa imamnya telah menambah satu
rakaat atau satu sujud, la tidak boieh ikut melakukan tambahan
tadi, tetapi la tetap dalam keadaan yang jaiz dan bertasbih
(membaca "Subhanallah") untuk imam, Dalam hal ini tidak ada
perbedaan pendapat. [Mb 414, 419]
723
keluar dari salaJ, keimamannya batal menurut iimak [Y 2/85 Mh 422
N3/176]
Apabilaseorangimamra//b®®dafangdanmendapatkanjamaah
sudah dimulai dengan diimami orang yang ditunjuknya menjadi
penggantinya, ia hams fnakmum kepada orang tadi dan tidak boleh
mengimami jamaah itu menurut ijmak.™ [F 2/134 (dari Ibnu 'Abdil Barr)
N3/149 (dari Ibnu ‘Abdil Barr)]
51.
Pahala berjamaah bagi makmum masbuq
Apabila makmum masbuq mendapatkan satu rakaat bersama
imam, berarti ia mendapatkan fadlilah jamaah: tanpa perbedaan
pendapat. [S 3/283]
69)Imamratib.yaituorangyangditugaskanmenjadiimamyangtetapdalam
suatu masjid. (Pent.)
70) Ada perbedaan pendapat; yang sahih lagi masyhur menurut madzhab
Syafi'iylalah,imambolehmengimamidanpenggantinyamenjadimakmum
tanpamenghentikansalatnya.DariIbnulQasimdiriwayatkan,bahwajika
imam berhadats lalu menunjuk penggantinya, setelah itu imam kembali
kemudian penggantinya keluar dan imam meneruskan salatnva salatnva
sah.[F 2/134 N3/149] '' '
724
satu rakaat menurut ijmak/' meskipun ia tidak sempat mendapatkan
bacaan sedikit pun juga. Muhammad Ishaq bin Khuzaimah berpen-
dapat, orang tersebut tidak mendapatkan satu rakaat. Pendapat ini
tidak sahih. Dan orang tersebut cukup bertakblr satu kali. Ini pendapat
Zaid bin Tsabit dan Ibnu Umar serta tidak diketahui ada seorang
Sahabat pun yang menentangnya, maka menjadi ijmak. [M 4/114 (dari
Al Mutawaffa) Y1/441 Mh 362 (dari sementara ulama) N2/220 (dari
sementara ulama)]
71) Abu Hurairah, Zaid bln Wahab. sebagian Ahludh Dhahir, Ibnu Khuzaimah,
Abu Bakar Adi DIab’iy dan sekelompok dari Syafi'iyyah berpendapat. bahwa
orang tersebut dianggap belum mendapat satu rakaat; maka mengherankan
sekali ada orang yang menyatakan Ijmak, padahal yang berbeda pendapat
orang-orang seperti mereka itu. [Mh 362 N2/221]
725
Ibnu Khuzaimah)]
1 8 . S A L AT J E N A Z A H
L=Jenazah, him. 285
L=Mayat, him. 466
726
73
anak mereka, tidak disalatkan.
Dari Sa'iid bin Jabir, anak kecil tidak disalatkan, selagi belum
baligh, Menurut sementara ulama, anak kecil yang sudah menger-
jakan salat, disalatkan, jika belum. tidak disalatkan. Pendapat ini
syaadz dan tertolak. Orang yang asalnya kafir lalu masuk Islam, jelas
disalatkan, menurut ijmak. [M 5/214, 215 (dari Ibnul Mundzir) Mr 130
S4/316-317 (dari ’lyaadi) F3/172, 12/110 (dari Ibnu ’Abdil Barr dan
'lyaadi) Mh 2208 N4/48, 5/239 (dari An Nawawy dan Al Hazimy)]
3. Mensalatkan anak kecil
L=Mayat// 35, him. 469
74) Mayat gaib yaitu mayat yang tidak ada di tempat dilakukannya salat. (Pent.).
727
11 . M e n s a l a t k a n m a y a t n o n m u s l i m
Mensalatkan mayat orang kafir haram hukumnya -menurut
ijmak. [M 4/116,216]
75) Dalam ha! ini perlu peninjauan, karena ketika para Sahabat menentang
'Aisyah yang memerinlahkan agar jenazah Sa'd dibawa masuk ke masjid
melewati Kamamya untuk disalatkan. ia beralasan dengan dasar haditsnya.
bahwa Rasuluilah saw tidak mensalaUian Sahab bin Baidia kecuali setelah
diletakkan di dalam masjid. Sebagian ulama berhujjah bahwa praktek yang
sudah bertaku tidak seperti Ku, karena orang-orang yang menentang 'Aisyah
adalah para Sahabat. Hujjah mereka ditolak dengan alasan, bahwa ketika
'Aisyah mendebat penentangan para Sahabat tadi, mereka dapat mene-
rimanya. Ini menunjukkan bahwa 'Aisyah ingat apa yang mereka lupakan,
dan menunjukkan bahwa masalah ini sudah past! jaiz. [F 3/155 N4/68]
728
Dan dinukil dari Ats Tsaury, Al Auza'isy, Abu Hanifah, Ahmad
dan Ishaq, bahwa salat jenazah tidak boleh dikerjakan pada waktu
matahah terbit, tenggelam dan ketika tepat di tengah. (S 4/115 Y2/91
(dari Ibnul Mundzir) M4/80 (dari Ibnul Mundzir) F2/47 (dari sementara
ulama) N3/91 (dari An Nawawy)]
77) Para wall, lebih utama daripada orang yang diwasiati. Ini pendapat Asy
Syafi'iy dan segenap fukaha. (M 5/177 (dari Al Mawardy)]
729
19. Cara salat jenazah
Tidak ada perbedaan pertdapat mengenai bahwa salat jenazah
adalah salat yang hanya dilakukan dengan berdiri, tanpa rukuk, sujud,
duduk dan bertasyahhud. Berdasarkan Itu, seseorang tidak boleh
melakukannya dalam keadaan sedang naik kendaraan, tanpa ada
perbedaan pendapat yang diketaui. (Mh 572 Y2/410]
76) Ini sangat rancu, karena riwayat yang menyebutkan bahwa Umar
mengumpulkan orang-orang lalu berembuk dengan mereka dalam hal takbir
dalam salat jenazah, mereka berkata: "NabI s.a.w., bertakbirtujuh kali, lima
dan empat," lantas Umar menyatukan mereka pada empat kali takbir.
adalah periwayatan oleh perawl yang Ma'If. Adalah suatu yang tidak
mungkin, Umar berembuk untuk mengadakan suatu kewajiban yang baru
yang tidak sesual dengan apa yang telah dlkerjakan oleh RasuluHah s.a.w.,
atau untuk melarang sebaglan dari apa yang pernah dilakukan oleh NabI
s.a.w., dan waktu bellau wafat perkara tersebut mubah lalu menjadi haram.
Yang menyangkal Umar berbuat begitu hanyalah orang yang tidak
mengetahul kedudukan Umar dalam agama Islam, dan pengecam Ulama
Salat r.a. Dalam pada Itu Zald blnArqam bertakbir iima kali sesudah Umar
wafat. [Mh 573]
730
23. Shalawat kepada Nabi saw
Tidak ada perbedaan pendapat yang diketahui dalam hal wajib-
nya shalawat kepada Nabi saw di dalam salat jenazah. [Y 2/410]
19. S A L AT J U M AT
L=Jumat, him. 731
731
3/223 (dari Ibnul Mundzir, Ibnul 'Araby dan Ibnu Qudaamah)]
L=Salat//4, him. 673
732
Apabila mereka tidak salat Dhuhur, tetapi Jumat. sudah cukup
menurut ijmak. [M 4/352, 363, 364 (dari Ibnul Mundzir, Al Juwainy dan
iain-lain) Y2/283 (dari Ibnul Mundzir)]
733
salat Jumat laiu sudah mencapai 40 orang. mereka haais menyeleng-
garakan salat Jumat. balk mereka mendengar seruan untuk salat
Jumat tersebut atau tidak.®' [N 3/226, 230 (dari Al Mahdy) Mr 33 M
4/355 F2/308 (dari An Nawawy)]
61) Memang demiklanlah adanya. Kalau ijmak itu sah, maka bag! orang yang
berpendapat bahwa Ijmak bisa dijadikan hujjah, ia bisa menjadi dalil tidak
perlunya persyaratan mendengar seruan salat Jumat bagi orang yang
berada di tempat dilaksanakannya salat Jumat. Sementara itu telah dinukil
dari Malik, Asy Syafi'iy dan Ahmad tentang wajibnya salat Jumat atas
penduduk kota, meskipun mereka tidak mendengar adzan. [N 3/226)
82) Apa yang mereka sebutkan sebagai ijmak ini, tidak benar, karena banyak
orang-orang yang menyelenggarakan salat Jumat di desa-desa tanpa minta
izin seorang pun. Kemudian andai kata benar yang terjadi hanyalah dengan
izin dari khalifah, pasti hal rtu merupakan kesepakatan atas diperboleh-
kannya apa yang terjadi, bukan mengharamkannya yang lainnya, sebagai-
mana pelaksanaan ibadat haji yang dikelola para penguasa; pengelolaan
tersebut tidak menjadi syarat dalam ibadat haji. [Y 2/274]
734
boleh.“ Adapun sesudah tergelincirnya matahari, adalah waktu untuk
saiat Jumat menurut kesepakatan ulama umat Islam. Kalau waktunya
sudah habis, salat Jumat itu pun hilang menurut ijmak. [Y 2/244, 295
N2/266 (dari Abu Hamid dan lain-lain)j
84) Apa yang diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashry dan Ibnu Siiriin. mendusta-
kan pernyataan adanya ijmak. [Mh 527]
735
sunnah®® tanpa ada perbedaan pendapat. [N 3/267]
22. Sujud tilawah pada waktu khutbah
Sujud Tiiawah // 8, him. 778
65) Oemiklan daiam kitab asll. Sepengetahuan kami, dalam mazhab Syafi'iy,
hukumnya wajib dan termasuk salah satu mkun khotbah. (Pent.).
66) Duduk ihtibaa yaitu duduk memeluk lutut dehgan punggung dan kakinya
dilkat serban atau iainnya.
736
yang mendengarnya,®’ hanya saja perkaiaan yang boleh diucapkan
di dalam salat -- seperti memperingatkan orang buta akan adanya
sumur atau lainnya -boleh diucapkan pula pada waktu khotbah,
menurut kesepakatan.
Tidak ada perbedaan pendapat bahwa, tidak boleh seseorang
berkata: "Diamlah” kepada orang yang didengarnya sedang berbicara,
sementara imam sedang berkhotbah. Berbicara pada waktu imam
sudah duduk di mimbar tetapi belum mulai berkhotbah, boleh, Ini
dilakukan oleh para Sahabat tanpa ada tentangan dari kalangan-
mereka, dan Ini menunjukkan bahwa demikian itu merupakan ijmak
8B
mereka.
Orang yang berbicara di tengah-tengah khotbah dibaca, lalu
salat, maka fardlu salat Jumatnya telah gugur darinya menurut ijmak.**
[F 2/331. 333 (dart Ibnu Abdil Bam dan Ibnu Qudaamah) S4/144 (dari
'lyaadt) N3/273-274, 275 (dari Ibnu Qudaamah dan Ibnu Abdil Bam)]
87) Aneh orang yang menukil Ijmak atas hal ini; karena sebagian Ulama Salaf,
An Nakha'iy danAsy Syafi'by meriwayalkan bahwa hal itu tidak wajibAsy
Syafi'iy mempunyai dua pendapat (wajib dan tidak; Pent ): dari Ahmad ada
dua rtwayat. Menurut pendapat Ai Qosim dan putranya, Muhammad bin Ai
Qosim AI Murtadia dan Muhammad bin AI Hasan, boleh berbicara sedikit
pada waktu khotbah. [F 2/331 S4/144 N3/273-274)
86) Ibnu 'Abdil 8arr berkata; "Umar dan Ibnu Abbas memakruhkan berbicara
sesudah imam naik ke mimbar tapi belum berkhotbah, dan tidak ada
seorang Sahabat pun yang menentang pendapat mereka berdua."
Mengenai perkataan Ibnu 'Abdil Barr: 'Tidak ada seorang Sahabat pun yang
menentang pendapat mereka berdua," telah kami tuturkan pendapat
mayoritas Sahabat yang berbeda dengan pendapat tersebut. [Y 2/269]
89) Ubay bin Ka'b, Ibnu Umar dan Ibnu Mas'ud pernah mengatakan balalnya
salat orang yang sengaja berbicara pada waktu khotbah dibaca dan tidak
dtketahui ada seorang Sahabat pun yang menentargnya. (Mh 529).
90) Dimakruhkan salat sesudah Imam naik ke mimbar, meskipun belum mulai
berkhotbah. Ini pendapat Umar dan Ibnu Abbas serta tidak diketahui ada
seorang Sahabat pun yang menentang keduanya. [Y 2/269 (dari Ibnu 'Abdil
Barr)]
737
dilarang menjalankan salat sunnah: jika tidak berpendapat begitu.
tidak dilarang. [F 2/327 (dan Alh Thahaawy)]
7 3 8
38. Kadla salat Jumat
Umat Islam sepakat bahwa salat Jumat tidak btsa dikad/a
menurut bentuknya sebagai salat Jumat, tetapi orang yang tidak
mendapatkan salat Jumat wajib salat Dhuhur [M 4/380]
3 9 . S a l a t J u m a t m a k m u m k e p a d a m u s a fi r
Salat Jumat makmum kepada musafir, sah menurut ijmak kaum
muslimin. Diriwayatkan dari Zufar, Malik dan Ahmad, bahwa salat
Jumat tersebut tidak sah. [M 4/150 {dari Abu Hamid)]
2 0 . S A L AT K H A U F
739
mazhab semua ulama dari para Sahabat dan generasi sesudah
mereka, kecuali Ibnu Abbas, Jabir bin Abdillah, Al Hasan Al Bashry,
Thaawus,Adi DIahhaak dan Ishaq bin Rahawaih. Mereka berpen-
dapat, bahwa yang wajib di dalam salat Khauf pada waktu berke-
camuknya perang adalah satu rakaal.
DalampadaHudiriwayatkanpuladarimereka,bahwayangwajib
bag! imam salat Khauf iaiah dua rakaat, sedang bagi makmum satu
rakaat. [M 4/292 Y2/345]
2 1 . S A L AT M A G H R I B
91)InidikaburkandenganadanyapendapatAlAuza'ty;beliaumenggan-
tungkannyapadakekhawaliranteriepasnyamusuhdantidakmenge-
cualikan orang yang memburu musuh dari yang dibufu musuh. Ibnu Jaib
dangolonganMaliky-berpendapatfaegrtupula.DariAlAuza'iydinukilpula,
bahwa bila orang yang memburu musuh itu khawatir kalau ia turun
musuhnyalepas,makaiadapatsalatmenurutarahkemanadiameng-
hadap, bagaimanapun saja. {F 2/349 N3/323 (dari Ibnu Hajar)]
740
(M 3/57 S3/318 Y1/347 N2/2, 3(dari At Turmudzy dan An Nawawy)]
2 2 . S A L AT M U S A F I R
3. J u m l a h r a k a a t s a l a t m u s a fi r
Salat Shubuh, tetap dua rakaat; salat Maghrib tetap tiga rakaat.
Perbedaan jumlah rakaat dapat terjadi hanya pada salat Dhuhur,
'Ashar dan 'Isyaa'. Salat-salat ini empat rakaat ketika dikerjakan di
tempat tingga!. baik bagi orang yang sehat maupun sakit. dan dua
rakaat ketika dalam perjalanan. Ini semua menurut ijmak yang
meyakinkan. (Mh 511 Y2/210, 219-220 (dari Ibnul Mundzir) M4/212
S5/411 F2/347, 449, 457 (dari Ibnul Mundzir dan Iain-lain) N3/200.
92) Qashar salat: meringkas salat yang asalnya empat rakaat menjadi dua
rakaat. (Pent.).
741
322 (dari Ibnul Mundzir)]
93)Merekaberkala:'Tidakbolehmelakukanqashardalamjarakkurangdari46
mil Hasyimy". Ini pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar serta tidak ada
seorangSahabatpunyangmenenfangnya.Merekatidakmempunyaidasar
perkataan tadi, karena Sahabat selain Ibnu Abbas dan Ibnu Umar
menyelisihtduaoranginidanperbedaanpendapatilusangatmencoloklag!
pula dan Ibnu Umar diriwayatkan la berkata: "Andai kata aku pergi
menempuh satu mil, aku Jalankan qashar salat." Dalam pada itu Ibnu Hazm
menuturkan pendapat yang baryak; yang Ingin tahu, silakan melihatnva
sendiri. (Mh 513]
742
» 4
nuhi apa yang menjadi kewajibannya.
95) Ini tidak benar, karena kami telah menuturkan pendapat dari Sa'ild bln
Jubair bahwa musafir menyempurnakan salatnya ketika ia berniat menetap
lebih dari 15 hari; dan pendapat Ibnu Umar tentang hal ini masih
diperselisihkan, sedang Ibnu Abbas dan lainnya pun menentang pendapat
tersebut. Mengenai perkataan Ashhabur raa'yi bahwa hal itu pendapat Ibnu
Umar dan Ibnu Abbas serta tidak ada seorang Sahabat pun yang
menentangnya, adalah tidak benar. Telah kami sebutkan perbedaan
pendapat dari mereka dalam masalah ini, dan kami telah menuturkan
pendapat dari Ibnu Abbas sendiri yang berbeda pendapat dengan apa yang
mereka katakan dari beliau.
96) Menurut mazhab Maliky dan Asy Syafi'ly, bila seorang musafir sudah
berketetapan untuk menetap 4hari, la harus menyempurnakan salat.
Menukil mazhab Abu Hanifah dan Ats Tsaury, bila sudah berketetapan
untuk menetap 15 hari, harus menyempurnakan salat. Menurut mazhab
Ahmad dan Oaud, kalau sudah berketetapan untuk menetap leblh dari
empat hari, harus menyempurnakan salat. [6 1/163-164]
743
{tidak dalam bepergian, Pent.) menurut ijmak kaum muslimin M
1/527]
2 3 . S A L AT O R A N G S A K I T
2.
Sakit merupakan uzur untuk tidak berjamaah
L=Salat Jamaah // 9, him. 717
7 4 4
4. Pengaruh sakit pada qashar salat
Menurut ijmak, sakit tidak mempunyai pengaruh dapat meng-
qashar salat. [M 4/292]
2 4 . S A L AT Q I YA A M U L L A I L
745
2 5 . S A L AT S U B U H
746
fajar, sebelum salat Subuh; dan hal itu sunnah, kecuali menurut apa
yang dinukil dari Al Hasan Al Bashry dan sebagian Ulama Hanafy
bahwa dua rakaat tersebut wajib.
Dan tidak ada perbedaan pendapat dari seorang pun di
kalangan umat Islam bahwa: waktu untuk salat sunnah ini adalah
sejak terbitnya fajar akhir sampai salat Subuh dikerjakan. [Mr 34 6
1/197 Mh 307 Y2/97 (dari Qudaamah bin Musa) M3/522]
1. H u k u m s a l a t Ta t h a w w u '
Mengerjakan salat Tathawwu' dan meninggalkannya, jaiz menu-
rut Ijmak; hanya saja Ulama sepakat bahwa orang yang tidak menger-
jakan sama sekali salat-salat sunnah yang berulang seperti wilir dan
sunnah fajar, adalah berdosa dan fasik. Di dalam masalah ini Ahludh
Dhahir berpendapat sebaliknya. [M 3/51 Mh 284 B1/188]
3. B e r s u c i u n t u k s a l a t Ta t h a w w u '
Kaum muslimin di seluruh dunia sepakat bahwa salat Tathawwu’
-seperti juga salat fardiu -hanya dapat sah dengan bersuci berupa
wudiu, tayammum atau mandi. Dan ini merupakan keharusan. [Mh
112, 236)
4. W a k t u u n t u k s a l a t Ta t h a w w u '
Ulama sepakat bahwa salat Tathawwu' itu baik selagi tidak
dikerjakan pada waktu antara terbitnya fajar sampai naiknya matahari,
selain salat sunnah fajar. Dan menurut Ijmak, salat Tathawwu' pada
747
9a
waktu tersebut, hukumnya makaih
Demikianlah,danUlamasepakatbahwasalatTathawwu'pada
malam hari adalah lebih utama daripada di slang hari. [Mr 34 N3/91
(dari At Tirmidzy) S5/162]
748
duduk dan sebagiannya dengan berdiri, jaiz; balk berdiri lebih dulu
kemudian duduk, atau duduk dulu lalu berdiri. Hal ini menurut ijmak
Ulama: hanya sa]a salat Tathawwu' dengan berdiri lebih utama tanpa
ada perbedaan pendapat yang diketahui. [S 3/439-440, 441-442 Mh
293 Y2/117 M3/241,4/303 N3/81, 83 (dari An Nawawy)]
1 5 . S a l a t Ta t h a w w u ' d i a t a s k e n d a r a a n
Menurut Ijmak kaum muslimin, boleh salat Tathawwu' di atas
kendaraan -dalam peijaianan -ke mana saja kendaraan itu menuju,
mushalli menggunakan isyarat untuk rukuk dan sujudnya dan men-
jadikan isyarat untuk sujud lebih rendah dari rukuknya. [S 3/400 M
3/215, Y1/382 (dari At Tirmidzy dan Ibnu Abdil Barr) F2/459 (dari
Ibnu Daqieqil 'led) N2/126, 144 (dari An Nawawy, Al 'Iraaqy, Ibnu
Hajar dan lain-lain)]
1 7 . K e l u a r d a r i s a l a t Ta t h a w w u '
Mushalli keluar dari salat Tathawwu' adalah dengan satu kali
100) Ini tidak bisa diterima, karena dalam mazhab Syafi'iy ada dua
pendapat: menurut yang lebih sahih dari keduanya, salat tersebut sah;
dalam mazhab Maliki ada tiga pendapat, salah satunya mengatakan bahwa
salat tersebut boleh secara mutlak, balk dalam keadaan blasa maupun
darurat. bagi orang yang sehat maupun sakit; dari Al Hasan Al Bashary,
boleh. Bagalmana mungkin dinyatakan ada kesepakatan dengan adanya
perbedaan pendapat yang sudah lama dan yang baru Ini? [N 3/62 (dari Al
■Iraaqy)]
749
salamdengantanpaadaperbedaanpendapal.(Y1/482}
18. Memutuskan salat Tathawwu'
Ulama sepakat bahwa orang yang keluar dari salat Tathawwu'
lidakberkewajibanmeng-Zcad/a-nya.[B1/301]
19. Salat sunnah fajar
L=Salat Subuh // 7, him. 746
22. S a l a t s u n n a h Ta w a f
L = Ta w a f / / 1 5 , h i m . 8 4 3
1.
Hukum salat tahiyyat masjid
Salat tahiyyat masjid adalah sunnah dan dianjurkan menurut
ijmakkaummuslimin,kecualimenurutapayangdiriwayatkandari
Dauddanpengikut-pengikutnyayangmewajibkansalattersebut.
Ulamatelahsepakatbahwaorangyangmasukmasjiddantidaksalat
tahiyyat masjid dengan tanpa uzur, dimakruhkan duduk. fS 3/418 M
3/544 N3/68 (dari An Nawawy)]
3.
Bilamana salat tahiyyat masjid gugur
(1) Ulama sepakat bahwa orang yang menjadi imam dalam salat
Jumat, gugur salat tahiyyat masjidnya.
(2) Apabila orang masuk ke masjid di akhir khotbah, sekira waktu
tidak cukup lagi untuk salat tahiyyat masjid, maka salat ini
ditangguhkan menurut kesepakatan.
(3) Ulama sepakat bahwa orang yang masuk masjid sementara
imam sudah dalam salat, salat tahiyyat masjidnya gugur [F
2/327 (dari sementara ulama) N3/258j
750
4. Salat tahiyyat masjid pada waktu khotbah sedang dibaca
Orang yang masuk masjid sementara imam sedang membaca
khutbah Jumat, hendaknya ia salat dua rakaat. Ini dilakukan Abu
Sa'iid Al Khudry di hadapan para Sahabat, tidak diketahui ada
seorang pun dari mereka yang menyeiisihi dan menentangnya. [Mh
513]
2 8 . S A L AT TA R AW I H
1. H u k u m Ta r a w i h
Umat Islam sepakat bahwa salat Tarawih sunnah hukumnya dan
dianjurkan, tidak wajib. {S 3/321,4/30 Mr 32 B1/202 M3/526 N3/50
(dari An Nawawy)]
L=Salat//5, him. 673
2 . J u m l a h r a k a a t Ta r a w i h
Salat Tarawih itu 20 rakaat. Ini dilakukan Umar dan para Saha¬
bat di zaman itu menyepakatinya. [2/139’“' B1/202]
3. Mengerjakan Tarawih secara berjamaah
Mengerjakan salat Tarawih dengan berjamaah itu lebih utama
daripada sendirian menurut ijmak para sahabat [Y 2/140 M3/526
(dari Ibnu Suraij dan Abu Ishaq Al Maruzy)]
2 9 . S A L AT W I T I R
101) Demiklan di kitab asli tanpa kode kitab rujukan. Boleb jadi sebarusnya. [V
2/139 .] (Pent.).
751
2. Waktu salat Witir
Ulamasepakatbahwasesudahsalat'Isyaa'sampaiterbitnva
fajaradalahwaktuuntuksalatWitir'®^dandalamwaktuapasaia
sesudahsalat'Isyaa'-orangsalatWitir,demikianitubolehtanpa
adaperbedaanpendapatyangdiketahui.Adayangmengatakan
bahwasalatWitirbolehdikerjakansebelumsalat'Isyaa'.Pendapatini
daif.[Mr32B1/195Y2/135M3/518(dariIbnulMundzir)F2/390(dari
Ibnul Mundzir) N3/41 (dari sementara ulama)]
3. Rakaat salat Witir
ParaSahabatsepakatbahwasalatWitirdengantigarakaat
yang bersambung itu baik dan jai2.'“= Dan sah salat Witir satu rakaat
menurut pendapat ulama selain Abu Hanifah, Ats Tsaury dan para
pengikut mereka. [F 2/385 (dari sementara ulama) M3/518 N3/33
(dari sementara ulama)]
3 0 . S A L AT W U S T H A
P e n e k a n a n s a l a t Wu s t h a
102)Merekaberkata:"DiriwayatkandaritbnuMas'ud,IbnuAbbas,'Ubaadahbin
SharntI,Hudzaifari,AbuDardaa'dari'AisyahbahwamerekasalatWitir
sesudahfajar,sebelumsalatSubuh,dantidakdiriwayatkandartSahabat
^lainmereka,pendapatyangberbedadenganitu.'initidakbenarkarena
danparaSahabatdiriwayatkansebaliknya.[B1/196]
103)InidiragukanolehMuhammadbinNashrAtMaruzydengandasarhadits
yang diriwayatkan dan Abu Hurairah
. secara marfu’ dan mauauf. yang
berbunyi:Laatuwattiruubitsalaatsintusyabbihuubishalaatilmaghrib"
(JanganlahkamusalatWitirtigarakaat,karenadengandemikianitukamu
menyamakannya dengan salat Maghrib). Hadits ini disahihkan oleh Al
HakimdenganisnadmenurutsyaratSyaikhain.(:AIBukharidanMuslim)
KemudiandansanadMaqsamdariIbnuAbbasdan'Aisyahditerangkan
tentangmakruhnyaWitirtigarakaat:halinidiriwayatkanpulaolehAn
Nasaa-iy.DiriwayatkandariSulaimanbinYasaar,bahwalamemakruhkan
Witirtigarakaatdaniaberkata"SalatTathawwu'tidakbolehmenyerupai
salatfardiuSemuariwayatinimenyangkalijmak.[F2/385N3/33]
752
Ulama sepakat bahwa salat wustha adalah salat yang paling
ditekankan di antara salat lima waktu.'®* (M 3/63 N1/311]
104) Ulama berbeda pendapat dalam menentukan salat wustha Pendapat yang
diikuti oleh mayoritas Sahabat dan lainnya, salat wustha adalah salat 'ashar.
|M 3/63]
753
5. Memberi salam kepada anak-anak kecil
Ulama sepakat atas disunnahkannya memberi salam kepada
anak-anak kecil. [S 8/472]
3. Pewarisan kerabat
L=Waiisan, him. 900
4. Siapa mahram
Mahram iaiah orang yang haram mengawini perempuan terlentu,
secara ta'bied (selamanya), dengan sebab yang mubah -karena
hurmah wanita itu. Ini pendapat ulama. Imam Ahmad berkata; "Se-
orang ayah yang kafir bukan mahram bagi putrinya yang muslimah."
[F 14/61 N4/291 (dari Ibnu Hajar))
754
perempuan mahranya, dan tidurnya di tempalnya, merupakan kese-
pakalan (mujma' 'alaih). [S 5/261, 8/116, 477)
33. SEDEKAH
1. Hukum bersedekah
Orang yang hartanya melebihi kecukupannya atau memiliki sisa
dari sesuatu yang wajib atas dirinya, disunnahkan bersedekah, dan
hal itu tidak wajib menurut ijmak. [F 3/239 10/368 M6/258]
3. Batas sedekah
Ulama sepakat bahwa sedekah dengan sepertiga harta atau
kurang -jika sisanya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan orang
755
yang bersedekah dan keluarganya -adalah baik bagi laki-laki dan
perempuan yang tidak bersuami, bha mereka semua sudah baligh,
berakai sshat, rnerdeka, tidak mahjur, tidak mempunyai utang, dan
sesudah disedekahkan tidak bersisa sebanyak yang telah disebutkan
di atas. Daiam hal ini tidak ada perbedaan antara orang yang sehat
dan yang sakit. Hanya saja ulama sepakat bahwa, laki-laki yang sehat
boleh menyedekahkan sepertiga hartanya atau lebih, selagi tidak
mencapai 2/3 (dua pertiga): dan sisanya cukup untuk memenuhi
kebutuhannya atau kebutuhan keluarganya. [Mr 95-96,113]
4. Merahasiakan sedekah
7.
Sedekah orang sakit payah (maradlul maut)
L=Maradlul Maut // 9, him. 459
10.
Sedekah mukatab (budak daiam proses penebusan/ pemer-
dekaan; ed.)
L=Mukatab//17, him. 499
756
milik si penerima selama pembeti sedekah lidak menarik kembali.
Dan mereka sepakat bahwa bila ia tidak menerima sedikit pun dari
barang sedekahan. barang tersebut kembali kepada si pemberi
sedekah. [Mr 96)
757
bahwa semua orang Quraisy, tidak halal menerima sedekah. 1 0 9
3 5 . S E L AWAT K E PA D A N A B I A S
L=Muhammad saw, him. 490
758
2. Membela yang benar dalam kerusuhan (fltnah)
Membela yang benar dalam kemsuhan dan berdiri bersamanya
memerangi orang-orang yang menyeleweng, adalah madzhab umum-
nya ulama Islam. [S 10/337 N5/329 (dari An Nawawy)]
3. Memberontak kepada khalifah
L=Khalifah //18, him. 355
106) Ini tidak benar. Tidak boleh sama sekali membunuh penyeleweng sebelum
penawanan; lapi boleh membunuhnya selama ia menyeleweng dan
bertahan pada penyelewenganrrya. Apabila ia tidak dalam keadaan
menyeleweng dan bertahan, haram membunuhnya. Dan ketika ditawan,
padasaat itu ia bukanlah penyeleweng yang bertahan, dandarahnya haram
dialirkan. [Mh 2154)
759
8. Siapa di antara penyeleweng yang tidak dibunuh
ijmak menetapkan disyariatkannya mencegah membunuh (tidak
membunuh) orang yang mempunyai keyakinan (boleh) memberontak
terhadap Kepala Negara, la tidak menjadi kafir lantaran keyakinannya
itu, selama tidak mengobarkan peperangan karenanya, atau memper-
siapkan perang.
Telah disepakati, bahwa orang yang meninggalkan perang dari
kalangan para penyeleweng, tidak boleh dibunuh. [N 7/167 (dari Ath
Thabary) Mr 127)
760
14. Pemungutan zakat oleh penyeleweng
L=Zakat//34, him. 937
37. S E PAT U
Mengusap sepatu
L=Usap, (Mengusap) I116, him, 880
38. SEPERSEPULUH
761
107
39. SEWA-MENYEWA
1 0 0
1.
Sewa-menyewa Itu jaiz menurut ijmak, kecuali menumt pendapat
yang diriwayatkan dari Al Asham dan Ibnu 'Aliyyah, yang melarang-
nya. Pendapat ini salah, tidak dapat membatalkan ketetapan ijmak
yang terdahulu di segala zaman dan di seluruh kota-kota besar. [B
2/218 Y5/356 N5/281]
762
tanamannya aisak, maka orang yang menyewakan tidak wajib mem-
beri ganti apa pun dan si penyewa tidak memiliki hak krt/yaaruntuk
membatalkan akad sewa-menyewa tersebut; tanpa perbedaan pen-
dapat yang diketahui. (Y 4/97, 5/400]
109) Si penyewa boleh menyewakan barang tersebut kepada orang lain menurut
golongan Dzahiriyyah dan Hanafiyyah. [L =Mh 1314 dan Hasyiyah Ibnu
Abidin 6/91]
763
bahwa ongkosnya tetap. Pendapat ini salah. [Y 5/372]
764
dibayar dengan emas atau perak."® [F 5/19 (dari Ibnul Mundzir dan
Ibnu Baththaal) Kb 1/123 Y5/353, 398 (dari Ibnul Mundzir) N5/274
(dari Ibnul Mundzir dan Ibnul Baththaal)]
110) Karena ada perbedaan pendapat dalam hal menyewa tanah dengan
selain emas atau perak.
765
40. SHAA'
i n
Batasan shaa
Satu shaa' iaiah empat mud, menurut ijmak. [B 4/185 (dari Al
Mahdy) S5/235 M2/206]
42. SIHIR
766
(dari Al Juwainy) N7/179 (dari Al Juwainy, Al Mutawally, dan
Iain-lain)]
5. Kesaksian penyihir
L=Saksi // 48, him. 669
4 3 . S I M PA N ; P E N Y I M PA N A N
1. Hukum penyimpanan
Ulama sepakat bahwa penyimpanan seseorang terhadap apa
yang diperlukannya, yang berupa bahan makanan dan sebagainya,
adalah jaiz. (S 7/336-337 N5/221 (dari Ibnu Ruslan)]
44. SIWAK
1. Hukum bersiwak
Berslwak, hukumnya sunnah muakkad menurut ijmak. la tidak
wajib dalam segala keadaan, balk untuk salat maupun lainnya, kecuali
menurut pendapat yang dinwayatkan dari Daud, bahwa bersiwak
untuk salat, hukumnya wajib: hanya saja kalau ditinggalkan, tidak
membatalkan salat. Dari Ishaq dirlwayatkan bahwa bersiwak untuk
salat, hukumnya wajib; kalau ditinggalkan, membatalkan salat. Pen¬
dapat ini tidak benar dari dia. [S 2/256-257 Mr 165 Y1/100 M1/333
F2/200 (dari sementara ulama) N1/103, 234 (dari An Nawawy)]
767
45. SUAMI
6. terhadap istri
Seorang suami tidak boleh melakukan 'azi terhadap istrinya -
yang merupakan wanita merdeka -kecuali dengan izinnya. Dalam hal
ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama."® [F 2/147,
9/253 (dari Ibnu Hazm, Ibnu 'Abdil Barr dan Ibnu Hubairah) N6/197
(dari Ibnu 'Abdil Barr)]
112) 'Az/adalah mengeluarkan air mani di luar vagina pada waktu bersetubuh
(CO//US interruptus). Pent.
113) Ini meragukan, karena dalam mazhab Syafi'iy ada perbedaan pendapat
yang masyhur mengenai masalah ini. [F 9/253 N6/197 (dari Ibnu Hajar)]
768
7. Nafkah untuk istri
L=Nafkah, him. 518
11 . M e m e l i h a r a h a r t a s u a m i
Memelihara harta suaminya adalah wajib, tanpa ada perbedaan
pendapat. [Mh 1910]
769
16. Merusak hubungan antara suami-istri
Tidak seorang pun dari Ahlus Sunnah yang berbeda pendapat
dalam hal bahwa orang yang memisahkan seorang wanita dari suami-
nya, tidak menjadi kafir disebabkan perbuatannya itu. {Mh 2304]
17. Dusta di antara suami-istri
L=Dusta /12. him. 101
23.
Ibadat haji laki-laki bersama istrinya
L=Haji//12, him. 166
25.
Persaksian satah seorang suami-istri untuk lainnya
L=Saksi // 35, him. 667
26.
'Idah istri karena kematian suaminya
L='Idah, him. 220
7 7 0
27. Perkabungan istri atas kematian suaminya
L=Kabung, him. 331
771
Ijmakkaummusliminmanetapkanbahwabersucisacarasyarak
terdiri dari dua macam: bersuci dari hadats dan bersuci dari kotoran
[BI/6]
2.
Macam-macam penyucian hadats
Ulama sepakat bahwa penyucian hadats tiga macam: wudiu,
mandi, dan pengganti keduanya yaitu tayammum. [B 1/6]
L=Wudiu, him. 948
L=Mandi, him. 444
L=Tayammum, him. 849
7.
Bersuci dengan wadah dari emas atau perak
L=Wadah//1, him. 859
772
10. Binatang yang suci
L=Binatang, him. 62
L=Sembelihan // 32. him. 591
11 . Kesucian rambut
L=Rambut // 2, him. 637
773
1/237 (dari Ibnul Mundzir)]
48. SUJUD
1U)
ijmak
ini
dikaburkan
dengan
adanya
kenyataan
bahwa
perbedaan
pendapat
dalamhaisahnyatelahdinukildarimazhabSyafi’iydanbeliaumengangqap
lauh pendapat yang memperbolehkan. Begitu pula dinukil dalam mazhab
Maliky:danpenukilaniniberlentangandenganapayangdinukildariMalik
bahwa andai kata orang bersujud sahwi sebelum atau sesudah salam itu
tidak berkewajiban apa pun.Ada perbedaan pendapat pun terjadi di
kalanganUiamaHanafy,IbnuQudaamahberkata:"Orangyangtidak
bersujudsahwisebelumsalam,salatnyabataijikaiasengajakalautidak
ladapalmenyusulkansujudsahwiitusesudahsalamjikatenggang
7 7 4
hanya saja imam bersalat lalu sesudah salam baru mengetahui bahwa
la melakukan penambahan di dalam salat, maka ulama sepakat bah¬
wa sujud sahwi dilakukan sesudah salam, karena tidak mungkinnya
dilakukan sebelumnya. [F 3/73 (dari A1 mawardy dan Iain-lain) M4/71
(dari Al Mawardy) S3/227 (daii 'lyaadi) N3/112, 121)
waktunya tidak lama. Dapat pula dikatakan, bahwa ijmak ini telah ada
sebelum munculnya pendapat-pendapat dalam mazhab-mazhab tersebut.
[F 3/73]
115) Ibnu Taimiyah berkata: "Asy Syafi'iy tidak mewajibkan sujud sahwi." [Mr 33]
775
7. Perkara yang di dalamnya tidak dijalankan sujud sahwi
Menurut ijmak, sujud sahwi tidak dijaiankan di dalam salat
jenazah.sujudtilawahdansujudsahwiitusendiri,[Y2/39(dariIshaq)]
8.
Berulang-ulangnya perkara yang menyebabkan dijalan-
kannya sujud sahwi
Biia sesuatu yang membatalkan salat dimaafkan iantaran ada-
nya kelupaan, maka untuk itu dijalankan sujud sahwi, seperti penam-
bahan perbuatan yang termasuk jenis salat. Kalau hal itu banyak
berulang. Anda dapat membatalkan salat, tanpa ada perbedaan
pendapat. [Y 2/54]
776
51. SUJUD TILAWAH
Sementara itu diriwayatkan dari Utsman bin 'Affan dan Sa’iid bin
Musayyab, bahwa wanita haid yang mendengar ayat sajdah melaku-
kan isyarat dengan kepalanya; dan dari Sa'iid bin Musayyab, ia mem-
baca: "Allahumma laka sajadtu." Dari Asy Sya'by mengenai orang
yang mendengar ayat sajdah dalam keadaan tidak punya wudiu, ia
bersujud ke mana saja wajahnya menghadap. [Y 1/538 N3/119]
777
Orang keluar dari sujud Titawah dengan satu kali salam, tanpa
ada perbedaan pendapat. [Y 1/482]
6 . Sujud tilawah di atas kendaraan
Sujud tilawah di atas kendaraan dalam perjalanan, jaiz menurut
kesepakatan. [M 3/566]
778
4. Nadzar dengan pengertian sumpah
L=Nadzar // 5. him. 515
atau "Billahi" (semua berarti: demi Allah; Pent.), maka yang demikian
itu adalah sumpah, Bila berkata: "Walladzie nafsie blyadikf (Demi
Dzat yang menguasai diriku") atau semisalnya bempa ucapan yang
menunjukkan pada Dzat, maka tidak ada perbedaan pendapat lagi
daiam hal diperbolehkannya dan sahnya sumpah dengan ucapan-
ucapan tersebut. [N 8/228 Mr 159 B1/394 Y9/513 S7/114, 8/74 F
11/449, 453 (dari 'lyaadi dan Ibnu Hurairah)J
119)Aneh orang yang menukil kesepakatan atas hal Ini. Mungkinyang dlmaksud
kesepakatan Syafi'iyvah (uiama mazhab Asy Syafi'iy). meskipun begitu
terdapat perbedaan pendapat di antara mereka. Daiam pada itu. Malik, Al
Auza'iy, Uiama Kufah, Al Hasan, Asy Sya’by, Thawus dan Iain-lain,
menganggap itu sumpah. [F 11/461)
779
8. Bersumpah demi selain Allah
Bersumpah demi selain Allah atau sifat-sifat-Nya tidak boleh. Hal
ini sudah mujmak 'alaih,'^ Berdasarkan hal itu, ulama sepakat bah-
wasanya keagungan selain Allah, misalnya Nabi, tidak boleh untuk
bersumpah.Dalamsuaturiwayat,Ahmadmempunyaipendapat s e n -
diri; ia berkata bahwa sumpah seperti itu berlaku.
Ulamatelahsepakatpulabahwa©rangyangbersumpahdengan
"Bihaqqi laid' (demi 2aid), "Bihaqqi Umar atau "BIhaqqi able" (demi
ayahku), ia berdosa tapi tidak dikenakan sanksi kaffaarah [Y 9/491
(dart ibnu 'Abdil Barr) Mr 158 F11/449, 453 (dari Ibnu 'Abdil Barr) N
8/228 (dari Ibnu 'Abdil Barr)]
ratnya,lalumelanggar,iawajibmembayarkaffaarahuntuksetiapsatu
ayat. Ini pendapat Ibnu Mas'ud dan tidak diketahui ada seorang
Sahabat pun yang menentangnya; maka ini merupakan ijmak fY
9/520 Mh 1133] J i
121
11. Bersumpah dengan talak
Tidakdihukumijatuhtalakatasorangyangbersumpahdengan
taiak dan melanggarnya. Ini pendapat Ali dan tidak diketahui ada
seorang Sahabat pun yang menentangnya dalam masalah ini IMh
1969]
120)Yangdtmaksuddengan"tidakboleh"adalahmakruh,yangmelipulimaknih
lahrimdanmakruhtanzih.karenaditempatlaindikatakan:"Ulamasepakat
bahwabersumpahdemiselainAllah,hukumnyamakruhdanterlarang
seorangpuntidakbolehbersumpahdemikian.Sementaraituterdapai
perbedaan pendapat dalam mazhab Syafi'iy, sedangkan Ibnu Hazm
menetapkan keharamannya. [F 11/449 N8/228)
121)Contohnya:Seseorangberkatakepadaistrinya:"Kalauakumasukrumah
engkau tertalak," atau seseorang berkata: "Istriku tertalak ttga bila aku
begin! atau begilu ....” (Pent.).
780
!122
12. Bersumpah dengan lafar'hair
Andai kata ada orang berkata "Halaftu" sebagai ganti "Aqsamtu".
sumpahnya tidak berlaku menurut kesepakatan. kecuali kalau la
berniat bersumpah atau bermaksud memberitahu bahwa ia telanjur
mengucapkan lafal half 'du. [F 11/458]
122) Dalam masalah sumpah {Yamian) yang biasa digunakan adalah lafal
"aqsema". Tapi dalam bahasa Indonesia, Yamien, qasan, dan ha//hanya
kami ketahui satu terjemahan: Sumpah. (Pent.).
781
rut syara') dan lughawi {menurut bahasa), seperti wudiu dan jual beli,
maka sumpah yang menyebutkan nama-nama tersebul secara mut-
lak. ditafsirkan dengan pengertian syar'i, bukan lughwi, Dalam hal ini
tidak diketahui adanya perbedaan pendapat. (Y 10/76-77, 78]
782
dengan tidak memasuki rumah yang didiami Zaid, tanpa ada perbe-
daan pendapat. [Y 10/41,42]
783
Ulama sepakat bahwa orang yang bersumpah "Aku tidak akan
berbuat begitu, insya Allah" dan hanya bermaksud tabamik saja,
kemudian la memperbuat apa yang disumpahkan itu, berarti la me-
langgar sumpahnya. Kalau la bermaksud istitsnaa'. tidak metanggar.
[S 7/127 (darl 'lyaadi) Mh 1125 Y9/527 B1/399, 510 N8/220 (dari
Ibnul ’Araby))
784
la melanggar sumpah; tanpa ada perbedaan pendapat yang diketahui
dalam masalah ini. (Y 10/67]
785
31. Terjadinya imbangan sumpah pada orang lain
Kalau seseorang berkata; "Jika aku berbuah demtkian, maka
harta si Fulan menjadi sedekah" atau " si Fulan harus naik haji
atau ... "harta si Fulan haram bagi dirinya" atau '" si Fulan Murlad
atau ucapan-ucapan yang semacam itu, maka itu semua bukan
sumpah dan tidak ada kewajiban kaffaarah karenanya. Dalam hal ini
tidak ada perbedaan pendapat yang diketahui di kaiangan Ahlul 'ilmi
[Y 9/524]
124) L//3(Pent.).
125) Drnwayalkan dan Ibnu Mas'ud katanya "Kami menganggap sumpah palsu
adalahdosayanglidakmempunyaisanksikaffaarah.misalnyaseseorang
bersumpah palsu mengakui harla temannya untuk mengambil allh harta
tersebut .dan tidak ada seorang Sahabat pun yang menentangnya
Riwayat ini muriqathidan tidak sah. [Mh 1133]
786
36. Praktek sumpah dalam masaiah-masalah gugatan
L=37, 38, 39
3 7 . Vo n i s s e b e l u m a d a s u m p a h
Menurut ijmak, hakim tidak boleh menjatuhkan vonis sebelum
sumpah yang disyariatkan. Kalau ia menjatuhkan vonis, keputusanya
tidak sah. (Y 8/23]
126) Semua Ulama sepakat bahwa sumpah yang dapat membatalkan gugatan
atau menetapkannya lalah sumpah dengan "Billahi ladzie laa ilaa ha ilia
Hua" (B 2/457) Sumpah yang disyariatkan yang dapat membebaskan
tuntutan dan tuntutan, baik la orang musllm maupun kafir, iaiah sumpah
"BillaM" (Demi Allah), menurut pendapat semua Ahlul ‘ilmi selain Malik, ia
berkata: "Aku lebih senang jika si tertudub bersumpah: 'Billahil ladzie itaeha
ilia hua". (Y 10/29 Mh 178]
787
Memperberal sumpah dengan faktor waktu, tempat atau
lafal-lafal, tidak wajib bagi orang muslim, tanpa perbedaan pendapat
di kaiangan Ahlul 'ilmi. Adapun bagi nonmuslim, tidak berbeda
pendapat mengenai diperbolehkannya memperberat sumpah.'^' (Y
10/293, 294 N8/311 (dari Ibnu Ruslan)]
127) Kalau benar ijmak ini, dapatiafi mer^jadi dasar orang yang berpendapal
bahwa ijmak bisa dipakai hujjah. kalau tidak benar, maksimal yang boleh
dipakai untuk memperberat sumpah adalah apa yang tersebut di dalam
hadits, yaitu memperberat dengan lafal, misalnya bersumpah ■■Billahit laUzie
laa ilaaha ilia hua" dan yang sama dengan itu. Adapun memperberat
dengan waktu tertentu atau tempat tertenfu terhadap Ahludz dzimmah.
misalnya la diminta bersumpah di gereja atau lainnya, maka hal itu tidak ada
dalilnya. [N 8/311]
788
digugat Itu tidak ada padanya. maka gugatan itu batal dengan sumpah
tersebut. [B 2/456 Mh 1783]
128) Ibnu Taimiyah berKata "Ahmad telah menetapkan bahwa biia lawannya
telah ndla ia bersumpah, lalu ia bersumpah untuk lawannya itu, maka
lawannya tersebut tidak berhak memintanya bersumpah lagi sesudah itu
[54]
129) Keputusan Ahlul Iraq yang menetapkan penolakan sumpah tidak tampak
oleh Malik. Pengembalian sumpah kepada penggugat jika terdakwa tidak
mau melakuKannya itu, tidak terdapat di dalam Kilabullah atau Sunnah
Rasulullah s.a.w. [Mh 1783]
789
51. Pembebanan (taklief) sumpah kepada saksi
L= Saksi//44, him, 668
53. SUNNAH
790
al-Quran Al 'Aziz adalah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. (S 1/20]
791
54, SURGA
1. Adanya Surga
Uiamasepakatbahwaadanyasurgaituhak,danyangmenging-
karinya kafir -menurut ijmak. Ahlus sunnah sepakat bahwa surga
adalah tempat dari mana Allah menurunkan Adam, dan di situlah
kelak di Hari Akhir orang-orang mukmin mendapatkan kenikmatan.
Mu'tazilah dan sekelompok ahli bid’ah lainnya berpendapat, bahwa
surga itu belum terwujud, ia akan diwujudkan kelak sesudah kebang-
kitan di Hari Kiamat: sedangkan surga dari mana Adam dikeluarkan,
adalah surga yang lain. [Mr 173 S8/85]
792
gila sampai waktu balighnya, orang yang bertobat dan dosa syirik alau
kemaksiatan lainnya dengan tobal yang benarjika la tidak menger-
jakan kemaksiatan lag! sesudah bertobat dan orang yang ditolong
oleh Allah tidak pernah diuji dengan kemaksiatan sama sekali, maka
semua golongan ini masuk surga dan sama sekali tidak akan masuk
neraka; tetapi mereka hampir ke sana menurut khilaf yang masyhur
dalam hal mampirnya. Ini menurut Mazhab Ahlus Sunnah dan apa
yang disepakati oleh Ahlul Hak dari Ulama Salaf dan Khalaf
Adapun orang yang melakukan kemaksiatan yang besar dan
mati tanpa bertobat, maka ia menurut kehendak Allah. Kalau Allah
berkenan mengampuni, ia diampuini dan dimasukkan ke surga, dijadi-
kannya sepeili golongan yang pertama: jika Allah berkehendak
menyiksanya, ia disiksa sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah
Swt., kemudian dimasukkan ke surga. Ini menurut ijmak umat Islam
yang ijmaknya diakui.
Tidak ada seorang pun yang secara jelas dipastikan masuk
surga, kecuali orang-orang yang sudah di nash seperti sepuluh orang
Sahabat yang sudah dibeh kabar gembira dengan surga dan yang
semisal mereka. Hal ini sudah mujma' 'alaih bagi ahius sunnah.'^® [Mr
173 S1/277, 430, 2/20 F11/225 (dari An Nawawy)]
130) Mereka adalah: Abu Bakar, Ash Shtddiq, Umar bin Khaththab. Utsman bin
Affan, All bin Abu Thalib, Sa'd bin Abu Waqqaash, Sa'iid bin Zaid. Tbalhah
bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin
Jarrah. Dalam suatu riwayat disebutkan Abdullah bin Mas'ud sebagai ganti
Abu Ubaidah.
7 9 3
ijmak kaum muslimin. [S 1/277, 468, 2/201]
131) Al Lails bin Sa'd menganggap kaum muslimin telah sepakat bahwa
sedikit atau banyaknya persusuan dapat menjadikan haram (kemuhriman)
sepanjang dapat membatalkan puasa. Ini satu riwayat dari Imam Ahmad.
Sedangkan Ibnul Qayyim menukil dari Al Laits bahwasanya ttdak menja¬
dikan haram kecuali lima kali susunan. Maka perlu peninjauan terhadap
riwayat ijmak dari Al Laits ini, sebab sangal tidak mungkin seorang alim
meriwayatkan ijmak dalam satu masalah dan dia sendiri menyatakan
pendapat yang berbeda. [N 6/312 Y8/140]
7 9 4
maka susu tersebut adalah milik lelaki pertama, baik perempuan
tersebut mengandung dari lelaki kedua atau tidak. Dalam hal ini lidak
diketahui ada khilaf. Bila perempuan tersebut melahirkan dari lelaki
kedua, maka susu adalah khusus miliknya. Dalam hal mi telah sepa-
kat semua Ahlul ‘ilmi yang diketahui. [Y 8/151 (dari Ibnul Mundzir)]
4. Pengaruh persusuan
Telah disepakati bahwa perempuan yang bukan persusuan
dliraar (untuk mencelakakan), atau dimaksudkan menjerumuskan
dalam keharaman, menjadikan haram sebagaimana haramnya nasab
(keturunan).
Atas dasar itu, umat telah sepakat atas tetap ke-/K;rma/)-an
persusuan {radlaa) antara anak persusuan (yang disusui) dan
perempuan yang menyusui dan bahwasanya anak itu menjadi anak
perempuan yang menyusui tersebut. Haram atas anak tersebut
mengawininya selama-iamanya dan halal baginya memandangnya,
bersendiri dengannya, bepergian bersamanya; dan tidak mengakibat-
kan berlakunya hukum-hukum peribuan berupa waris-mewaris,
kewajiban menafkahi, pemerdekaan karena memiliki, persaksian,
gugurnya kisas dari ibu persusuan itu, dan anak susuan (radlie')
tesebut tidak termasuk aqilah: dalam ketentuan-ketentuan tersebut,
anak dan ibu persusuan seperti orang lain.
Dan telah disepakati tersebamya kehurmahan antara anak
susuan, dan saudara-saudara perempuan wanita yang menyusuinya
{murdli'ah), ibu-ibunya, saudara-saudara perempuan suami di mana
wanita itu menyusui dari hamilnya dengan suami tersebut, karena
mereka ini adalah bibi-bibi anak susuan {radlie) tersebut: haram pula
atas anak susuan itu, ibu-ibu suami tersebut, sebab mereka adalah
nenek-neneknya: dan haram atas seorang lelaki, wanita-wanita yang
disusui istrinya dengan susu yang terjadi pada istrinya itu dari
kehamilan dengannya, karena mereka adalah anak-anaknya.
Mengenali ini semua tidak ada khilaf. Dan telah disepakati bahwa ibu
istri dari persusuan mempunyai kedudukan seperti ibu istri dari
kelahiran, dan anak perempuannya dari persusuan seperti anak
perempua yang dilahirkan; tidak ada bedanya. Dan semua itu khusus
daiam pengharaman (kemuhriman) saja. Juga diharamkan bagi lelaki,
istri-istii bapaknya dari persusuan, dekat maupun jauh; dalam hal ini,
baik istri ayahnya atau istri kakeknya seayah atau istri kakeknya
seibu, dekat atau jauh. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat
di kalangan Ahlul 'ilmi.
Ibnu Umar, 'Aisyah, Ibnuz Zubair, Raafi' bin Khudaij, Sa'ied bin
Al Musayyab, Abu Salamah bin Abdur Rahman, 'Athaa, An Nakha'iy,
Asy Sya'by, abu Qalaabah, lyaas, Ibnu 'Aiiyah dan ahludh dhahir
7 9 5
mengatakan, bahwa keburmahan persusuan terjadi antara lelaki di
mana susu yang bersangkutan dinisbatkan kepadanya, dengan anak
yang disusui {radii'). Artinya anak tersebut tidak menjadi anak dan
anak-anak si lelaki tersebut tidak menjadi saudara-saudara anak
susuan itu; saudara-saudara si lelaki tidak menjadi paman-paman SI
anak atau bibi-bibinya dan anak-anak si anak susuan tidak menjadi
cucu-cucu SI lelaki tersebut.(Mr 67 Mh 1863 B2/34 Y7/34, 35,
8/139, 145 (dari Ibnul Mundzir) S6/202 F9/115 N6/318]
5. Pengaruh persusuan dalam nikah
L=Nikah//83, hlm,557
132) Asy Syafi'iy meriwayatkan bahwa Zainab binti Abu Salamah telah minta
fatwa dan para Sahabat banyak, juga UmmahaatuI mukminin, mereka i n i
mengatakan: "Persusuan tidak mengharamkan sedikit pun dari pihak lelaki"
Ini dijawab dengan bahwa ijlihad dari sementra Sahabat dan tabi'ien tidak
bertertangan dengan nash dan tidak benar adanya pernyataan ijmak
karena diamnya orang-orang yang lain. Sebab kita mengatakan: "Kita
pertama, menolak bahwa kejadian ini sampai ke semua para mujtahid di
kalangan mereka, kedua, diam dalam masalah-masalah ijtihadlyah, tidak
menunjukkan adanya ridia (setuju). [N 6/318-319]
796
setengah." Kata Zufar: "Tiga tahun." Dan dalam satu nwayat dari
Malik. Anak berumur dua tahun dan beberapa hari. (S 6/214 B2/36]
56. SUTERA
L=Pakaian/ Busana, him. 586
797
2 . Berwudiu lantaran menyentuh sutera
L=Wudlu//77, him. 962
5 7 . S YA FA ' AT
1. Adanya syafa'at
Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal adanya Syafa'at
Vdhmaa {Syafa’at yang agung) dalam membebaskan ketegangan
manusia dari kengerian di mauqifkelak di hari kiamat. [F 1/348 (dari
An Nawawy dan Iain-lain)]
58. S YA H I D
798
2 . Memandikan orang yang mati syahid dalam kancah pertem-
puran
Orang yang mati syahid dalam kancah pertempuran tidak boleh
dimandikan, tanpa perbedaan pendapat yang diketahui, kecuali dari
Al Hasan dan Sa'iid bin Musayyab. (Y 2/440]
59. S YA R AT
799
5. Menggantungkan talak pada syarat
L = Ta l a k / / 3 2 , h i m . 8 2 1
60. S YA R I AT
LIslam, him. 263
3. Kesempurnaan syarat
Ulama sepakat bahwa sejak Nabi saw wafat, wahyu terputus.
agama telah sempurna dan tetap.
Mereka sepakat pula bahwa tidak seorang pun boleh mengha-
lalkan, mengharamkan atau mewajibkan suatu hukum tanpa dalil dari
al-Quran, Sunnah, ijmak atau Nadhar (penyelidikan); tidak boleh
mengurangi agama sedikit pun dan tidak boleh menempatkan sesuatu
sebagai ganti sesuatu yang lain. Orang yang mengerjakan hal itu
kafir. [Mr 173-175]
5. Mengikuti syariat
800
Ulama sepakat bahwa tidak halal meninggalkan apa yang
benar-benar dart Al Kitab dan Sunnah. [Mr 175]
61. SYIGHAR
Nikah syighar
L=Nikah//88, 89, him. 558,559
62. SYI’IR(PUISI)
1. Hukum Syi'ir
801
Menurut ijmak, syi'ir Itu mubah -jika di dalamnya {idak ada
kata-kata yang kotor, cacian, keterlaluan dalam memuji, tidak berisi
kebohongan semata-mata atau cumbu-rayu terhadap orang tertentu.
[F 10/343 (dari Ibnu Abdil Barr) Y10/244 S9/103]
134
63. SYUF'AH
1. Hukum syuFah
Kaum musiimin sepakat atas wajibnya menetapkan hukum
syuFah. Dalam pada itu Abu Bakar Al Asham mengingkarinya. Pen-
dapatnya itu tidak berarti, karena menyelisihi ijmak sebelumnya. [B
2/253 Y5/255 F4/345 N5/331 (dari Ibnu Hajar)]
l35)Telah kami tuturkan pendapat Al Hasan, IbnuStiriin, Abdul Malik bin Ya'Iau.
dan Utsman Al Batty yang berbeda dengan keterangan di atas, sedang
mereka ini, fukaha Tabi'iin. [Mh 1594]
136) Diriwayatkan dari Umar, Utsman, Ibnu Abu Malikah dan Alho. bahwasanya
Syufah berlaku dalam semua masalah harta-benda, dan Ini merupakan
pendapat fukaha Mekkah. Riwayat yang saya ketahui menggugurkan
syufah dalam masalah selain tanah, hanyalah dari ibnu Abbas, Syuraih dan
Ibnu Musayyab, tetapi tidak benar hal rtu dari mereka, dan dari Atho', telapi
la menarik kembali pendapatnya. Dan dari Ibnu Ibrahim An Nakha'iy, Asy
Sya'by, Al Hasan, Qotadah, Hammad bin Abu Sulaiman dan Rabi'ah. kalau
dari mereka ini, memang benar. [Mh 1694]
802
hak memiliki barang itu berpindah kepada masyfu' 'alaih (pemilik
barang yang 6\-isyurah: Pent.) dengan pengganfian, seperti dengan
cara jual-beii atau lainnya. Bila hak milik itu berpindab kepadanya
tanpa penggantian, seperti dengan cara hibah tanpa imbalan, sede-
kah, wasiat, pewarisan, maka syurah tidak bisa ditetapkan, menurut
pendapat semua Ahlul 'ilmr, kecuali menurut pendapat yang diri-
wayatkan dari Malik. Dalam salah satu riwayat dari Maiik dinyatakan
tetapnya syufah dalam masalah barang yang hak pemiliknya ber¬
pindah dengan hibah ata sedekah lalu syaff' (orang yang men-surah)
mengambilnya dengan member! ganti harganya, pendapat ini
diceritakan pula dari Ibnu Abi Laila. [B 2/255 Y5/261]
803
dengan memberikan tsaman (alat pembayaran), jika tsaman-nya
berupa Brla isaman-nya berupa tanah atau barang, sya//'tidak
bolehmengambilnyakecualidenganmenyerahkantanahataubarang
yang sama dengan tsaman tersebut. Kalau tidak mampu. si pembeli
boleh memilih antara mengharuskan syafi' membayar harga barang
atau tanah, atau menyerahkan masyfu‘ fih kepada syafi' dan
mengharuskannya dengan yang seperti barang atau tanah tersebut,
kalau syafi' sudah mampu mengadakannya.
Sekutu(syafi)tidakboiehmengambilmasyfuTihkecualidengan
apa yang diridhoi penjual, balk penjual sudah menawarkan masyfu' fih
kepadanya sebelum penjualan ataupun mengambil masyfu fih dengan
akad jual beli. Dalam masalah ini tidak ada pendapat yang berbeda
dari seorang pun. (B 2/256 Mh 1599]
137) Contoh: Ada sebidang tanah yang dimiliki oleh dua orang: Adan B.
Kemudian Amenjual bagiannya kepada Cdengan tsaman (alat
pembayaran) berupa mat (uang). Dalam masalah ini, 8mempunyai hak
mensyuf ah tanah tersebut dari C. Karena Cmendapatkan tanah tersebut
dengan membayarkan tsaman berupa uang, maka Bharus memberikan
tsaman berupa uang pula kepada C. jika Bingin memiliki tanah tadi-
-A=penjual
-B=Syafi' atau Syariek
-C=Masyfu' 'alaih atau pembeli (musytari)
-Tanah yang dijual =masyfu' fih. (Pent,).
804
belum mengetahuinya, maka tasarrufnya sah dan syafi’ boleh memilih,
memfasakh (membatalkan) penjualan yang kedua lalu mengambil
barang tersebut dengan penjualan perlama dengan Isaman-nya, atau
membiarkan pentasarrufan pembeli pertama lalu mengambil barang
tersebut dengan cara syufah dari pembeli kedua.
Bila terjadi penjualan sampai tiga orang, syafi' boleh mengambil
dengan penjualan pertama sedang kedua akad yang terakhir menjadi
batal, dan dia boleh mengambilnya dengan penjualan ketiga dan tidak
ada satu akad pun yang rusak. Dalam masalah ini tidak diketahui
adanya perbedaan pendapal. pr' 5/276-277]
805
licf'DR^nssti uify rsJct.'^tfq 'r»&([6t:3clrTd(T0
u«« .svn''<'smta;,f^^ih^i>oq H;c(««)sl M«Bsa
ne^Mmom
''auflfciMwi>n»q ntnabftjtfMwt
tidireenam rtsiod ■a q M n M H t u ^ ' ^ t t f M t i S
Qf^b«£snrrftsQri&ieutneqr«Qnao
)ttsii ntt Bi^aaAnaiMriiff^ne^tA eynhdm^"^ '«kk1 riso .taiad
f^lsaam nifiied nu<|.i9e^& utse
)r\£-«Ttv& V) jtqcbnaq eyni^b
tialux* qab«fh*> « u - < & q a » < 3 . c t
.rteluyB nsitts}s<)m{ini91^)0 (WDa-,^ swttea ti»j(sq«.-- «j?»ei)'
I0W\S* ‘ V
4. .
!■■s*
eo8
\
t
1 . TA D B I E R '
1. Hukum tadbier
Kaum muslimin sepakat atas diperbolehkannya tadbier. [B 2/381
Mr 162 Y10/443 S7/154 F4/334 (dari Al Qurthuby) N6/91]
2) "Budak yang merdeka alas sayidnya" iaiah budak yang dimiliki kakek, ayah,
anak atau cucunya sendiri. (Penl).
807
tanpa ada perbedaan pendapat. [B 2/382 Y10/426-434]
4. Mentadbier budak perempuan yang hamii dari seorang
hamba sahaya
Mentadbier budak perempuan yang hamii dari suaminya -
seorang hamba sahaya, adalah jaiz. Kalau tuannya mentadbier budak
wanita itu dan apa yang ada di dalam kandungannya, kemudian
melahirkan anak kurang dari enam bulan, dihitung dart hari si tuan
mentadbier dirinya dan apa yang dikandungnya, maka ia dan anak-
nya menjadi budak mudabbar Para ahli hujjah yang tidak diragukan
ketetapannya teiah sepakat atas semua itu. [Kh 1/24]
5. Bentuk lafal tadbier
808
8. Walaa' mudabbar
L=Walaa’, tilm. 890
11 . M e n y e w a k a n m u d a b b a r
Menyewakan mudabbar untuk dijadikan pelayan, yaitu dengan
memberi imbalan atas pelayanannya, adalah jaiz -menurut ijmak
Ahli hujjah. [Kh 1/22]
1 3 . Pe n g a ru h p e n ta d b i e ra n b u d a k p e re mp u a n te rh a d a p
anaknya
(1) Anak yang dilahirkan sebelum tadbier, tidak mengikuti ibunya
yang mudabbar, tanpa ada perbedaan pendapat yang diketahui.
(2) Anak yang dilahirkan sesudah tadiber, sedangkan ibunya telah
mengandungnya ketika tadbier, dan hal itu diketahui dengan
dilahirkannya kurang dari enam bulan sejak dari tadbier. maka
3) Ijmak ini tidak sah, karena Umar pernah berkala "Janganlah kamu
mendekatinya (budak perempuanmu yang mudabbar)". [Mh 1551)
809
anak itu termasuk dalam tadbier bersama ibunya -- tanpa ada
perbedaan pendapat.
(3) Anak yang dikandung sesudah tadbier, ikut punya dalam tadbier
dan hukumnya seperti hukum ibunya dalam hal merdeka sesu¬
dah kematian sayidnya. Ini pendapat Umar, Utsman, AM, Jabir.
Zaid, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan tidak diketahui ada seorang
Sahabat pun yang menyeMsihi mereka, maka menjadi ijmak/' [Y
10-453-454 Mh 1552 (dari sementara ulama)]
2. TA H I Y YAT U L M A S J I D
L=Salat Tahiyyat Masjid, him. 750
3 . TA H A N ; P E N A H A N A N
1. Hukum penahanan
Penahanan terjadi pada masa Nabi, masa Sahabat, tabi'ien dan
sesudah mereka sampai sekarang, di semua zaman dan negeri tanpa
ada yang ingkar. [N 8/304]
4) "Tidak ada seorang pun yang bisa dijadikan hujjah selain Rasulullah saw."
[Mh 1552). Ini ucapan Abu Muhammad dalam A!Muhatia 1552 (3?) Pent
810
2. Salat seorang tahanan di tempat najiz
L=Salat // 50. him. 682
4. Penahanan penjamin
L=Jaminan {kafaalah) I114, him. 281
4 . TA H K I M ®
2. Ta h k i m a n t a r a s u a m i i s t r i
L=Pisah, him.
5 . TA K A R A N FA R A Q
Batasan faraq
Satu faraq adalah tiga s/iaa'atau 16 rithl. Tidak diketahui ada-
nya perbedaan pendapat di kalangan masyarakat. [Y 1/206 (dari Abu
Ubaid)]
6. TA K B I R
1. Ta k b i r d a l a m a d z a n
L=Adzan // 7, him. 6
2. Ta k b i r d a l a m i k a m a t
L=Ikamat salat // 2, him. 248
8 11
3. Hukum takbir dalam salat
(1) Takbiratu! ihram. wajib menurut semua ulama dan Sahabat,
tabi'ien dan generasi sesudah mereka. Apa yang diriwayatkan
dari Sa'iid bin Musayyab, Al Hasan, Az Zuhry, Qotaadah, Al
Hakam dan Al Auza'iy, bahwa takbiratul ihram itu sunnah, tidak
diyakini bahwa itu benar dan mereka.
(2) Ta k b i r - t a k b i r l a i n , s u n n a h m e n u r u t m a z h a b s e m u a u l a m a . B i l a
orang meninggalkan yang mana pun dari takbir-takbir tersebut,
ia tidak berdosa dan salatnya sah, baik ditinggalkan dengan
sengaja maupun karena lupa; tapi meninggalkan dengan se-
ngaja, hukumnya makruh. Ini menurut ijmak.' Diriwayatkan dari
Ahmad, bahwa takbir-takbir tersebut hukumnya wajib; kalau
orang meninggalkan sebagian dengan sengaja, salatnya batal;
jika lupa, tidak batal dan hendaknya bersujud sahwi. [S 3/7, 9M
3/85, 386 (dari Abu Hamid dan At Mawardy) F2/216 (dari Ath
Thahawy)]
Lafal takbir dalam salat iaiah: "Allahu Akbaf '. dengan takbir ini
salat sudah cukup dan sah menurut ijmak. Bila mushalli (orang yang
salat) membaca "Allah AJaaf atau "Allahu A'dham" atau “Allahul
Kabiet" atau yang serupa dengan itu, salatnya tidak sah menurut
semua ulama, selain Abu Hanifah yang berkata: "salat jadi (sah)
dengan semua dzikir yang dimaksudkan untuk mengagungkan Allah
ta'ala, seperti bacaan; Allahu Ajall, Allahu A'dham, Alhamdulilah, La
llaaha illallah. 'atau sama-sama Allah yang dikehendaki mushalli
seperti; Ar Rahman, Akbar, Ajall, Ar Rahiem, A'dham, Al Quddus, Ar
Rabb, atau yang sama dengan itu. [S 3/6 M3/254, 362 Y1/404]
5. Jumlah takbir salat
Umat Islam sepakat bahwa takbir itu adalah.
(1) dalam salat yang berakaat empat, ada 22 (dua puluh dua)
takbir; lima kali dalam setiap rakaat, yaitu empat untuk dua
sujud dan bangun dari sujud tersebut sedang yang kelima untuk
rukuk; satu takbiratul ihram dan satu takbir berdiri dari tasyah-
hud awal.
(2) dalam salat yang berakaat tiga, ada 17 (tujuh belas) takbir; dari
7) Dalam pernyataan ijmak ini perlu peninjauan, karena ada pendapat dari
Ahmad dan sebagian Ahludh Dhahir bahwa takbir-takbir tersebut wajib
semua. sedang perbedaan pendapat mengenai batalnya salat karena
meninggalkan takbir, benar-benar ada dalam mazhab Maliky, kecuali kalau
dimasukkan ijmak yang terdahulu. [F 2/216]
812
takbir-takbir salat empat rakaat, dikurangi takbir-takbir untuk
satu rakaat, yaitu lima takbir.
(3) dalam salat yang berakaat dua, ada 11 (sebetas) takbier, untuk
dua rakaat dan takbiratui ibram.®
Demikianlah, dan sudah menjadi ijmak bahwa hanya ada satu
takbiratui ihram, tidak disyariatkan lebth dari itu Adapun yang diri-
wayatkan dari golongan Syi'ah -- bahwa takbiratui ihram itu tiga kali
-- adalah kesalahan yangjelas dan tertolak. [M 3/264, 363, 364 (dari
Al Baghaqy) N2/240 (dari Al Baghawy)]
7. Ta k b i r d a l a m s a l a t J e n a z a h
L=Salat Jenazah // 21, him, 730
8) Tidak seperti apa yang dikatakan, karena telah dinukil dari segolongan
Ulama Salaf, di antaranya Muawiyah bin Abu Sufyan, Sa'ied bin Jubair, Umar
bin Abdul Aziz, Qosim bin Muhammad, Salim bin Abdullah bin Umar bin
Khaththab dan Al Hasan Al Basbry, bahwa mereka berpendapal bahwa:
hanya disyanalkan takbiratui ihram saja. sesudahnya tidak. Garangkali yang
dimaksudkan adalah kesepakatan ulama sesudah tabi'ien, berdasarkan
pendapat ulama yang menyatakan, bahwa ijmak yang terjadi sesudah
perbedaan pendapat, bisa menghiiangkan perbedaan tersebut (M 3/364]
8 1 3
1 0 . Ta k b i r s e b e l u m h a r i A r a f a h
Ulama sepakat bahwa orang tidak bertakbir sebelum hah Arafah
{yaumu ‘Arafah). [Y 2/362]
7 . TA K D I R
2 . Penetapan qadar
Penetapan qadar adalah sesuatu yang haq (benar); dan semua
kejadian itu sesuai dengan qadia Allah ta'ala dan takdir-Nya, baik
kejadian yang baik, buruk, bermanfaat maupun yang menimbulkan
madlarat- menurut ijmak Ahlus Sunnah. [S 1/199-200, 9/15, 10/77]
8 1 4
8. TA K L I F
1. Sumbertaklif
Pahala, siksa pengharaman dan aneka macam taklif lainnya,
semua ini dan lainnya tidak, ditetapkan berdasarkan akal, melainkan
hanya ditetapkan berdasarkan syariat.
Ini menurut mazhab Ahlus Sunnah, kebalikan dari Mu'tazilah [S
10/277]
2. Ta n d a - t a n d a t a k l i f
L=Baligh, him. 56
815
9. TA L A K
1. Hukum talak
2. Sifat talak
Ulama sepakat bahwa talak orang musllm yang sehat akalnya,
baligh, merdeka, tidak mabuk, tidak dipaksa, tidak sedang marah,
tidak mahjur, tidak sedang sakit, dan talak tersebut ditujukan kepada
istrinya yang dikawinnya dengan nikah yang sah, adalah jaiz jika la
melafalkannya -- sesudah pernikahan -menurut kemauannya sendlri
waktu itu dan talak Itu dijatuhkan pada waktu mentalak dengan
memakai salah satu lafal dari beberapa lafal talak menurut cara-cara
talak.
9, Ta l a k a n a k k e c i l
L=Anak kecil // 51, him. 46
816
10. Talak yang dijatuhkan pada waktu sakit yang membawa
kematian
817
nya, keringatnya, kandungannya alau yang serupa itu/* Wanita ter-
sebut tidak tertalak -- tanpa perbedaan pendapat yang diketahui. (Y
7/430)
10) Mengenai jaluhnya talak dengan tullsan, yang ingln latiu, sitakan melihat di
MadhannatuI Fiqhiyyah
818
1 \
11) ibnuTaimiyah berkata "Ibnu Hazm dalam kilabnyayang besar mengenai fiqb
'Muhalla' memilih, bahwa talak dengan menggunakan kinaayah, tidak dapat
jatuh; talak jatuh hanya dengan lafal IhalaaQ. Ibnu Hazm menentang
pendapat orang yang menyatakan adanya kesepakatan dalam masalah Im.
padahal sudah dimaklumi bahwa kesepakatan atas masalah ini adalah
sesuatu yang paling jelas di antara yang dinyatakan sebagai kesepakatan ’’
[73]
12) Tetapi Abu Ubaid telah merlwayatkan dan Umar bahwa beliau pemah
dihadapkan seorang lelaki yang Istrinya berkata kepadanya: "Katakanlah aku
seperti apa", lalu lakHaki tersebut menjawab; "Kamu seperti kijang." Istrinya
berkata: "Tidak!" Lakl-laki itu berkata lagi. "Kau seperti burung merpati"
Istrinya berkata; "Aku tidak puas sampai kau berkata: Anti khaliyah taalia"
("Kau bebas lepas"). Lalu lakl-laki tadi mengatakan seperti itu. Umar berkata.
"Peganglah tangan istrimu, ia tetap istrimu." Abu Ubaid berkata: "Perkataan
"Khaliyah thaaiiq" (bebas lepas) dari laki-laki itu mempunyai arti; Unta yang
asalnya diikat lalu dilepaskan dan ia bebas. karena itu ia disebut "khaliyah"
(bebas). Demikian ini makna sesungguhnya, tetapi orang yang mengucapkan
salah satu dari beberapa lafal talak, sedang ia tidak menghendaki perceraian
tetapi perkara yang lainnya, maka yang dipegang adalah apa kata dia.
hubungannya antara dia dan Allah Swt. saja sendin. Al Khaththaaby menukil
k e s e p a k a t a n a t a s k e b a l i k a n p e n d a p a t t e r s e b u t . Te t a p i o r a n g l a m
menyatakan adanya pendapat yang berbeda dan pendapat tersebut
dinisbatkan kepada Dawud Dari Asy Syati'iy diriwayatkan pendapat yang
sama dengan pendapat Dawud. [F 9/303-304]
819
23. Talak orang asing (bukan Arab) dengan kinaayah
Kalau ada orang Persia berkata kepada istrinya. "Bahasytuin".
artinya "Khallaitukr (Kamu kubebaskan) dan la meniatkan talak,
maka itu merupakan talak -tanpa perbedaan pendapat. [Y 7/321]
14) Kata Ibnu Taimiyah: "tbnu Hazm dalam kitabnya yang besar -Muhalla ■■
memilih pendapat sebaliknya dan la menglngkan orang yang menyatakan
adanya ijmak dalam hal ini." la berkata: 'Talak hanya dapat Jatuh dengan
dipersaksikan "Tetapi sudah dimaklumi bahwa ijmak atas masalah ini adalah
sesuatu yang paling jelasdi aniara yang dinyatakan sebagai ijmak." [72]
820
30. Pernikahan wanita yang ditalak dengan bukti palsu
L=Nikah // 43, him 548
821
35. Kapan talak yang digantungkan berlaku
Telah disepakati bahwa talak berjangka waktu atau dengan
sesuatu sifat tertentu, jatuh kalau bertepatan dengan waktu mentalak
dan bahwa bila jangka waktu tersebut ada di dalam waktu mentalak,
maka talak tersebut jatuh (Mr 72, 73)
15) Ibnu Taimiyah berkata: "Dalam kitab bersarnya 'Al Muhalla’, Ibnu Hazm
memlllh pendapat yang berbeda dengan im dan beliau mengingkari orang
yang menyatakan adanya Ijmak dalam masalah Ini. Padahal sudah maklum
bahwa Ijmak mengenai hal Ini adalah yang paling nyata di antara apa yang
dinyatakan sebagai Ijmak." [Mr 73]
Ibnu Hazm, dalam Muhalla. mengatakan: "Mereka berkata bahwa orang yang
mentalak dengan suatu waktu tertentu. talaknya tidak jatuh kecuali sampai
batas waktu yang ditentukan itu dan ini adalah pendapat Ibnu Abbas serta tak
diketahui ada yang menyelisihinya. Saya katakan. ini adalah dari rlwayal
pembohong yang terkenal bikin-bikin hadits
Dan mereka mengatakan bahwa orang-orang telah sepakat atas jatuhnya
talak yang digantungkan kepada batas waktu tertentu. ketika tiba waktu yang
ditentukan itu. Saya berkata, ini tidak benar. Tidak ada kesepakatan sama
sekali mengenai hal ini." [Mh 1970]
822
dakinya jika kamu menghendakinya", kemgdian si suami berkata:
"Aku menghendakinya" atau istrinya berkata "Aku menghendakinya
jika matahari terbit", maka talak tersebut tidak jatuh -- menurut
pendapat semua Ahlul 'ilmi.
Kalau seorang suami berkata kepada istrinya: "Kamu tertalak
)ika kamu menghendakinya", lalu istrinya berkata "Aku menghendaki¬
nya jika si Fulan menghendakinya", maka Ahlul 'ilml yang terjaga
pendapatnya telah sepakat bahwa itu berarti si istri mengembalikan
perkaranya dan ia tidak bertalak. meskipun si Fulan menghendaki ia
ditalak. [Y 7/401 (dari Ibnul Mundzir)]
16) Misalnya ucapan laki-laki kepada istrinya: "Pilihlah dirimu sendiri", lalu istrinya
berkata: "Aku memilih diriku sendiri."
823
sama dengan ucapan: "Setiap aku menalakmu, kamu tertalak."
Bila sesudah akad sifat ("Setiap aku menalakmu, kamu ter¬
talak") si suami berkata kepada istrinya: "Kalau kamu keluar rumah,
kamu tertalak", kemudian si istri keluar, ia tertalak dua.
Kalau si suami berkata: "Setiap kali talakku jatuh atas dirimu,
kamu bertalak", kemudian si istri dijatuhi talak secara langsung
(misalnya si suami berkata: "Aku menalakmu") atau dengan sifat yang
dijanjikan sebelum ucapannya tersebut (misalnya si suami berkata:
"Setiap aku menalakmu, kamu tertalak", lalu si istri ditalak), atau si
suami mengikatkan sifat sesudahnya, maka si istri tertalak tiga.
Jika si suami berkata: "Bila aku menalakmu, kamu tertalak", lalu
berkata: "Bila talakku jatuh atas dirimu, kamu tertalak", kemudian
berkata lagi: "Kamu tertalak", maka si istri tertalak tiga.
Semua itu dalam masalah istri yang telah digauli, sedang istri
yang belum digauli, hanya tertalak satu dalam semua apa yang telah
kami tuturkan. Semua ini menurut mazhab Asy Syafi’iy, Ahmad dan
Ashhaaburraa'y'. tanpa seorang pun yang diketahui menentangnya
Pf 7/366-367]
824
atau "Alhiqie biahliki" (Pulanglah ke keluargamu),' maka talaknya
jatuh tiga. balk si istn telah digaulinya maupun beium Ini pendapat
AN, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, Ibnu Abbas. "Aisyah,
dan di masa mereka lidak diketahui seorang pun yang menyeli-
sihinya; jadi merupakan ijmak.'® [Y 7/324, 325]
17) Kata-kata "Ahliqie biahliM' tidak termasuk lafal talak Ini pendapat Ka’b bln
Malik, dan tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang menentangnya.
(Mh 1958]
18) Kata-kata "Anti kJjahyah" atau "Anti baiiyah" atau "Antibaain" menyebabkan
jatuhnya talak satu. [L // 20}
825
pisah. Ini pendapat All, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas'ud, dan di
masa mereka lidak diketahui ada seorang pun yang menentang
mereka; jadi merupakan ijmak. [Y 7/415]
5 6 . S i f a t Ta l a k S u n n a h
826
pernah digaulinya. pada waktu suci serta tidak digaulinya pada saat
itu, lalu dibiarkannya sampai habis idahnya. berarti laki-lakt tersebut
telah menalak sesuai dengan sunnah, menalak dengan idah yang
telah dipenntabkan Allah untuk menjalankannya
Dalam pada itu ulama telah sepakat bahwa, Talak Sunnah
hanyalah untuk istri yang pernah digauli, sedangkan yang belum
pernah digauli, talaknya bukan sunnah, bukan pula Bid'ah -- kecuali
mengenai jumlah talak menurut perbedaan pendapat di kalangan
ulama dalam masalah itu. [B 2/63 Y7/398, 308 (dari Ibnul Mundzir
dan Ibnul Abdil Barr)]
61. Ta l a k w a n i t a m u f a w w a d l o h s e b e l u m d i g a u l i
L=Mahar//19, him, 424
827
6 3 . M a k n a d a n h u k u m Ta l a k B i d ' a h
Umat Islam sepakat atas haramnya talak pada waktu haid atau
pada waktu suci di mana si suami masih menggauli istrinya Ini
dinamakan Talak Bid'ah. [S 6/247 Mh 1949 B2/63 Y7/297, 299]
64. Pengumpulan tiga talak dalam satu kata adalah Talak Bid'ah
L=// 46
19) Tidak benar orang yang menyatakan adanya ijmak, karena terbukti ada
perselisiban pendapat dalam hal itu, babkan andaikata perselisihan tersebut
tidaksampaikepadakita,makaorangyangberanimemastikanterhadap
semua Ahlul Islam mengenai sesuatu yang tidak diyakininya dan tidak
diterimanya dari mereka semua, berarti ia telah berdusta terhadap mereka
padahal telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar dan
Thawus pendapat yang berbeda. Mengherankan sekali keberaian orang yang
menyatakanadaIjmakdenganadanyaperbedaanpendapatini,sedangkan
latidakmenemukanpendapatdariseorangSahabatpunyangdapat
menguatkan pendapatnya mengenai terlaksananya talak dalam keadaan
haid atau suci yang pada waktu itu si suami menggauli istrinya. kecuali
riwayat dari Ibnu Umar yang bertentangan dengan nwayat dari Ibnu Umar
pula yang lebih hasan (baik) dari itu dan dua riwayat yang tidak terpaksa dari
Utsman dan Zaid. [Mh 1949)
828
Barr) N6/224 (dari Ibnu 'Abdil Barr)]
7 0 . Wa r i s - m e w a r i s d a i a m m a s a l a h t a l a k b a a - i n
L=Waris//7, 8, him. 901
829
istrinya yang ditalak raj'iy daripada orang lain sebelum si istri menikah
lagi. Kalau istrinya menikah dengan orang lain, sedangkan lalak
raj'iynya sahih, maka pernikahan dengan suami yang kedua ini tidak
sah (fasid). [B 2/86]
L=Nikah // 56, him. 550
20) Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat, karena diriwayalkan dan Asy
Syafi'iyyah bahwa hal itu merupakan satu masalah tersendiri bagi mereka [F
9/223 (dari Ibnu Hajar)]
830
(dari Ibnul Baththaal dan lain-lain) N6/223, 252 (dari Ibnu
Baththaal. Ibnu Hajar dan lain-lain)]
8 4 . Ti d a k a d a h u k u m a n h a d d a l a m m a s a l a h m e n g g a u l i i s t r i
yang ditalak raj'iy
Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal bahwa, tidak ada had
yang dijatuhkan kepada suami lantaran menggauli istrinya yang
831
ditalak raj'iy, selagi si islri masih dalam masa idah. [Y 7/459]
85. Idah wanita yang ditalak
L=Idah, him. 220
1 0 . TA L B I A H
L=Haji, him. 165
11 . TA M B A N G
1.
Pemilikan tambang-tambang dengan cara ihyaa' (mem-
buka/menghidupkan tanah)
L=Ihyaa-ul Mawaat // 6, him. 246
4. Pemilikan emas
L=Emas I11, him.103
12. TA M U
1 3 . TA N A H
2. Penjualan tanah
L=Jual-beli//96, him. 312
3. Penyewaan tanah
L=Sewa-menyewa //19, him 764
4. Perwakafan tanah
L = Wa k a f / / 1 8 , h i m . 8 9 0
1 4 . TA N A M A N
1. Zakat tanaman
2. Sedekah tanaman
L=Sedekah //17, him. 757
21) Menjamu tamu hukumnya wajib demikian dihukumkan oleh Umardi hadapan
Sahabat tanpa seorang pun dari mereka yang menentangnya: dan ini
tindakan Sahabat. (M 1651)
8 3 3
1 5 . TA N D I N G
1.
Bertanding dalam perang
Ulama sepakat bahwa, bila komandan memberi izin kepada
seorang tentara muslim untuk bertanding satu lawan satu dengan
seorang tentara musuh, tentara muslim tadi boleh melakukannya;
hanya saja Al Hasan Ai Bashriy memakruhkan pertandingan itu fKh
3/12 Y9/199, 200]
1 6 . TA S A R R I Y
1. Mukum tasarriy
Ulama sepakat bahwa seorang sayid (tuan) diperbolehkan
menggauli budak wanitanya, baik budak -sedang hamil maupun
tidak, selagi tidak sedang haid, nifas, berpuasa, atau la yang sedang
berpuasa, atau budak tersebut sedang menjalankan ihram, atau l a
sendiriyangsedangihram,atauberiktikaf,ataubudaktersebutyang
beriktikaf. Persetubuhan ini tidak wajib menurut kesepakatan fMr163
Y10/557 S6/112]
834
5, Kapan diperbolehkan menggauli budak wanita yang ihratn
Bila seorang budak wanita yang ihram telah tahallul dan ihram-
nya, maka sayidnya boleh menggaulinya tanpa istibraa'. tanpa per-
bedaan pendapat. [Y 8/118]
22) Artinya budak tersebut digauli tanpa dinikah, tetapi karena dimliiki sebagai
budak
835
melakukan istimtaa' (bersisenang) dengan budak tersebut, tanpa
perbedaan pendapat. [Y 7/22]
11 .
Wanita yang dari segi nasab diharamkan dijadikan selir
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan kaum musiimin
bahwa seorang sayid tidak dihalaikan menggauli budak wanitanya
dengan cara milkul yamin. Jika budak tersebut -ibunya, neneknya,
anak perempuannya, saudara perempuannya, keponakan atau
bibinya. [Mh 1855 Mr 66-67]
836
15. Wanita yang haram dikumpulkan dengan cara tasarry
Mengumpulkan seorang budak wanita dengan saudara perem-
puannya, atau dengan bibinya dalam hal persetubuhan dengan cara
milkul yamin. haram hukumnya menurut semua ulama, mubah
menurut Syi'ah. [S 6/132)
837
mahar -- budak wanita yang farjinya saja -- tanpa dirinya sebagai
budak -dihibahkan kepada orang tersebut [F 9/173]
27. Istibraa' budak wanita yang hamil dari orang lain yang
bukan sayidnya
24) 'Azi (coitus interruptus) lalah mengeiuarkan zakar ban vagina sebeium
mengeiuarkan sperma datam persetubuhan. (Pent)
838
Ulama sepakat bahwa sayid yang memiliki -dengan pemilikan
yang sah -- budak wanita yang hamil dari orang lain di luar miliknya
ia tidak boleh menggauli budak tersebut sampai budak tadi me-
lahirkan, karena istibraa' budak tadi sempurna dengan melahirkan
bayinya; tanpa ada perbedaan pendapat. [Mr 79 Y8/109]
17. TA U R AT
1. Penyimpangan Taurat
Tidak ada perbedaan pendapat mengenai masalah, bahwa
orang-orang Yahudi tidak menyimpangkan dan mengubah isi Taurat.
[F 13/449 (dari Az Zarkasyi)]
25) Kalau benar ijmak tersebul ada, tidak ada pembahasan lagi. Yang paling baik
dalam masalah ini iaiah membedakan aniara orang yang belum teguh dan
mendalam imannya, dia tidak boleh mempelajari sedikit pun juga dan Taurat.
berbeda dengan orang yang sudah teguh imannya Ha! itu dibuktikan dengan
adanya penukilan Isi Taurat oleh para imam, baik yang terdahulu maupun
yang kemudian, dan tindakan mereka memaksa orang-orang Yahudi
mempercayat Nabi Muhammad saw dengan apa yang mereka ambil dan
kitab orang-orang Yahudi itu (Taurat) Seandainya mereka tidak meyakini
diperbolehkannya meneliti kitab tersebut, niscaya mereka tidak akan
melakukan dan mempelajannya. (F 13/450]
839
18. TAWA F
840
7. Cara tawaf
841
-- tanpa perbedaan pendapat yang diketahui [Y 3/230, 357 F3/385
S8/269 M8/30 (dari At Mawardy)]
842
14. Mencium Hajar Aswad
Ulama sepakat bahwa mencium Hajar Aswad adalah termasuk
kesunnahan-kesunnahan tawaf, jika ta-if mampu melakukannya.
Kalau tidak, la mencium tangannya sendiri. [B 1/330 N5/47]
1 8 . H u k u m Ta w a f Q u d u m
Ulama sepakat bahwa Tawaf Qudum, sunnah hukumnya bagi
orang yang memasuki Mekkah dalam keadaan ihram sebelum wukuf
di Arafah. Bila orang tersebut khawatir ibadat hajinya ketinggalan,
cukup mengerjakannya ketika melakukan Tawaf Ifadlah.
Sebagtan Ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa, tawaf tersebut
843
wa|ib dan diganti dengan dam Jika ditinggalkan.
Menurut pendapal Ibnu Abbas, tidak perlu mengerjakan tawaf
sebelum melaksanakan wukuf di 'Arafah [B 1/332 (dari Ibnu Abdil
Barr) S5/300, 352]
19. H u k u m Ta w a f I f a d l a h a t a u Ta w a f Z i a r a h
Menurut ijmak kaum muslimin, Tawaf Ifadlah atau Tawaf Ziarah,
termasuk rukun haji: tanpa tawaf ini. ibadat haji tidak sah, dan tawaf
ini tidak bisa diganti dam. (S 5/324, 434 Mr 42 M8/166 B1/332 Y
3/395. 398 {dari Ibnu 'Abdil Barr) N5/71 (dari An Nawawy dan Al
Mahdy)]
2 1 . W a k t u Ta w a f I f a d l a h
Ulama sepakat bahwa orang yang naik haji disunnahkan
menjalankan Tawaf Ifadlah di hah Nahar, sesudah melempar jumrah,
menyembelih dan bercukur. Kaiau ia mengakhirkan dan menger-
jakannya di hari Tasyriq, sudah cukup serta tidak wajib membayar
dam, menurut ijmak.
Ulama sepakat pula bahwa orang yang mendahulukan Tawaf
Ifadlah sebelum melempar jumrah dan bercukur, ia wajib mengu-
langinya. Asy Syafi'iy berpendapat, tidak wajib mengulangi. Ulama
sepakat bahwa hari Nahar, yaitu tanggal 10 Dzul Hijjah sampai
habisnya bulan Dzul Hijjah, adalah waktu untuk mengerjakan Tawaf
Ifadlah.^' [S 5/434 Mr 45 B1/341 M8/170 (dari Ibnul Mundzir) N5/71
(dari An Nawawy dan Al Mahdy))
27) Tidak ada balas waktu terakhir untuk Tawaf Ifadlah, karena kapan saja orang
mengerjakannya, tawafnya sah dengan tanpa ada perbedaan pendapat. [Y
3/396] Ibnu Taimiyah berkata: "Kaiau orang mengerjakannya setelah ayyamu
Mina (hari-hari di Mina), boleh menurut mazhab Asy Syafi'iy. Ahmad, Laiys,
Al 'Auza'iy, Abu Yusuf dan lain-lain, begitu pula dmukit dan Matik" Abu
Hanifah, Zufar dan Ats Tsaury -dalam suatu riwayatnya -berpendapat,
kaiau orang mengakhirkannya sampai hart! tasyriq yang ketiga, dia wajib
membayar dam. Pendapat ini, satu pendapal pula yang dikeiuarkan di dalam
mazhab Ahmad. Bi!a orang mengakhirkannya sampai bulan Muharram, ia
tidak wajib membayar apa pun, kecuali menurut Malik, orang tersebut wajib
membayar dam. Secara lengkapnya, pendapat Malik tersebut berbunyi: "Sila
orang mengerjakan Tawaf Ifadlah setelah ayyamu Mina dan hal itu berselang
lama, orang tersebut wajib membayar dam, tetapi tidak ada ketentuan waktu
bagi dia. [45]
844
22. Idlthibaa^® dalam Tawaf Ifadlah
Ulama sepakat bahwa tidak disunnahkan idllhibaa' di dalam
Tawaf Ifadlah jika ta-if telah melakukannya di dalam Tawaf Qudum
[S 5/324-325]
2 3 . H u k u m Ta w a f W a d a a '
25.
Bermukim di Mekkah sesudah mengerjakan Tawaf Wadaa'
Orang yang telah mengerjakan Tawaf Wadaa' lalu berdiam di
Mekkah lantaran ada uzur, misalnya membuang hajat di perjalanan
atau karena sibuk dengan hal-hal yang berkaitan dengan perja-
lanannya (misalnya membeli bekal atau sesuatu untuk dirinya dalam
perjalanan), ia tidak usah mengulangi tawaf. Ini pendapat Malik dan
Asy Syafi'iy, tanpa seorang pun yang diketahui menentangnya. [Y
3/412]
1 9 . TAWA K A L
845
mengikuti jejak Nabi Muhammad saw dalam mengusahakan sesuatu
yang pasti dibutuhkan berupa makanan, minuman, penjagaan din dari
serangan musuh sebagaimana telah dikerjakan oleh para Nabi saw.
Ini adalah pendapat semua fukaha. [S 2/195 (dari 'lyaadi))
2 0 . TAWA N A N
2. Membunuh tawanan
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin
tentang diperbolehkannya membunuh tawanan, jika tidak ada jaminan
2 9
keamanan.
3. Memperbudak tawanan
Para Sahabat sepakat atas diperbolehkannya memperbudak
tawanan. baik tawanan tersebut laki-laki atau perempuan. sudah tua
atau anak kecil. remaja maupun dewasa: kecuali pendeta, dalam
masalah memperbudaknya masih ada perbedaan pendapat. [B 1/369,
370]
29) Menurut ijmak Sahabat, tidak boleh membunuh tawanan. [B 1/369 (dari At
Taimy)]
846
5. Memisahkan tawanan wanita dengan anaknya
Ahlul 'ilmi sepakat, tidak boleh memisahkan tawanan wanita
dengan anaknya yang belumberumurtujuhtahun [Y 9/251 Kh 3/166,
168(dari Maiik))
7, Penjualan tawanan
Kaum muslimin tidak melihat halangan apa pun dalam masalah
menjual perempuan ahlul harb\ mereka memakruhkan penjualan
laki-laki ahlul hart, kecuali jika ditukar dengan orang-orang Islam
yang ditawan. [Kh 3/142 (dari Al Auza’iy)]
847
13. islamnya tawanan
Ulama sepakat bahwa seorang tawanan yang masuk Islam,
tidak dibunuh: hanya dijadikan budak. [Mr 119 F6/115]
848
ulama sepakat bahwa (idak diperbolehkan menjadikan mereka
sebagai budak. [Mr 123 Y9/271)
2 1 . TAYA M M U M
2. Hukum tayammum
Tayammum, jelas ada dan jaiz menurut ijmak umat Islam [Y
1/215 M2/244 S2/433]
3. Cara bertayammum
Tayammum adalah usapan yang perlahan menurut ijmak Umat
Islam sepakat bahwa tayammum hanya pada wajah dan kedua
tangan dengan satu kali tebahan tangan -baik tayammum itu unluk
hadats keci! maupun besar, untuk seluruh anggota badan atau
sebagiannya.
Kaum muslimin sepakat bahwa dalam bertayammum, wajah
diratai.” Mengusap sesuatu di atas dua buah siku, tidak wajib, tanpa
perbedaan pendapat dari seorang pun di kalangan ulama Dan tidak
boleh mengusap sesuatu yang menutupi wajah dan kedua tangan
Hal ini sudah mujma 'alaih.
Dalam pada itu telah terjadi ijmak yang meyakinkan atas
penghapusan pengusapan kepala, kedua tangan, kedua kaki dan
seluruh tubuh dalam tayammum,’’ kecuali menurut suatu riwayat
30) Ulama sepakat bahwa di dalam tayammum. mengusap sebagian wajah yang
tidak tertentu dan sebagian dua lelapak tangan begitu pula, dengan satu kali
tebahan tangan. hukumnya wajib [Mr 22]
31) Ini adalah keterangan yang diluturkan Ibnu Hazm dalam AIMuhaila Dalam
Maraalibulljmak, ia berkata: "Ulama sepakat bahwa orang yang mengusap
seluruh wajahnya, danmenyelai-nyelaijenggotnya dalam tayammum dengan
debu yang selalu dari lanah, sedang debu tersebut suci, mengusap seluruh
tubuhnya, kedua hasta, bahu sampai pundaknya dan menyelai-nyelai
jan-jarinya kemudian mengulangi mengusap wajah. hasta dan sebagainya
dengan satu tebahan tangan pada debu yang lain, beradi la telah
melaksanakan apa yang diwajibkan atas dirmya (Mr 22]
849
bahwa hal seperti itu pernah dikerjakan oleh 'Ammar bin Yasir di
masa Rasulullah saw, kemudian ia dilarang oleh Rasul mengerjakan
tayammum seperti itu [Mh 189, 250 S2/433 (dari Al Khaththaaby) M
1/448, 454, 461,2/229, 230 (dan Al Khaththaaby) N1/265 (dari Al
Khaththaaby) Y1/232]
850
la bertiadats kecil dan menyangka bahwa la junub lalu bertayammum
untuk jinabat, tayammumnya sah menurut ijmak [M 1/364]
9, Kebolehan bertayammum bagi orang sakit
Ulama sepakal bahwa orang sakit yang menderita jika terkena
air serta dalam keadaan seperti itu la tidak mendapatkan air, tayam-
32
mum baginya merupakan pengganli wudiu atau mandi.
Bila sakitnya itu ringan. misalnya pusing. sakit gigi dan lam-lain,
yang Jika menggunakan air ia tidak khawatir akan mati, sakitnya
bertambah parah atau lama sembuhnya, ia tidak boleh bertayammum
-menurut semua ulama, kecuali menurut apa yang diriwayatkan dari
Ahludz dzahir dan sebagian pengikut Malik berupa kebolehan ber¬
tayammum. [Mr 18, 22 B1/63 M2/313]
32) Orang sakit yang mendapatkan air tetapi khawatir jika menggunakannya.
boleh bertayammum menurut pendapat mayoritas ulama. [B 1/63)
33) Ini apa yang disebut di dalam Maraatibul ijmak (18) dan di bagian lain. Ibnu
Hazm membatasi perjalanan tersebut liga hari ke atas (22). Sementara itu di
dalam Muhalla beliau berkata "Sebagian ulama menyebutkan suatu
pendapat yang tidak nisbatkan kepada seorang pun. yaitu bahwa tayammum
hanya diperbolehkan dalam perjalanan di mana salat boleh digashar." (Mh
225)
851
(dari ibnul Mundzir) M2/267, 277, 285, 291-292 (nukilan dari Abu
Thayyib, Al Juwainy, Ibnul Mundzir, Al Mahaamily dan Abu Hamid) F
1/360]
cukupi
Orang yang terkena najis dan berhadats, sedangkan air yang
ada padanya hanya cukup untuk menyucikan salah satunya, ia
membasuh najis itu dan bertayammum untuk hadats; tanpa perbe¬
daan pendapat yang diketahui. [Y 1/549]
34) Bila orang yang tidak bepergian ilu sehat tetapi tidak mendapatkan air kecuali
setelah waktu salat habis, ia boleh bertayammum Ini pendapat Ibnu Hazm,
Malik,SufyandanAlLaithMenurutAbuHanifahdanAsySyafi'iy,orangyang
tidak bepergian, tidak boleh bertayammum, tetapi jika tidak mendapatkan air
kecuali setelah waktu salat habis, ia boleh bertayammum dan mengerjakan
salat, kemudian harus mengulangi salalnya lika sudah mendapatkan air IMh
227]
852
17. Waktu tayammum untuk salat
Tayammum untuk salat fardiu hanya sah setelah masuk waktu
salat tersebut, menurut ijmak. Abu Hanifah berpendapal, boleh se-
belum masuk waktu salat. [M 2/265 (dari Al Ishthakhry))
35) Ini dikaburkan dengan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya
demikian itu tidak wajib tayammum. (F 1/354)
853
yang dinwayatkan dari Abu Salmah bin Abdurrahman dan Asy Sya'by,
bahwa hal itu tidak membatalkan tayammum. Pendapal ini adalah
mazhab yang tidak terpakai menurut ijmak ulama sebelum dan
sesudahnya,
Dijumpainya airdapat membatalkan tayammum tersebut, karena
bersuci dengan tayammum tidak dapat menghilangkan hadatsjika
adaair,bahkanbilamutayammimmendapatkanair,taharusmengu-
langi bersuci, baik ia junub maupun berhadats kecil. Demikian menu-
rut ijmak ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Abu Hanifah,
bahwa tayammum dapat menghilangkan hadats. Andai kata muta¬
yammim melihat air tetapi tidak mungkin menggunakannya, misalnya
di depannya ada penghalang, tayammumnya tidak batal -menurut
ijmak ulama.
Orang yang bertayammum lalu mengerjakan salat, kemudian
setelah waktu salat habis ia melihat air, ia tidak wajib mengulangi
salatnya,menurutijmak.MenurutAthaa'danThaawus;mengulangi
salatnya. [Mh 234 M1/223, 230 (dari Ibnul Mundzir dan Ibnu Abdil
Barr) S2/434 M2/227, 292, 333, 338 (dari Ibnul Mundzir dan Abu
Thayyib) N1/257]
2 2 . TA ' Z I E R
1. Ukuran ta'zier
36)AnNawawyberkata'Yangdinyatakanolehmerekaberupahukumandengan
harta yang pernah terjadi pada permulaan Islam, tidak jelas dan tidak dikenal
dandengantidakdiketahuinyasejarah,pernyataanpenghapusantersebut!
tidak dapat diterima “
SementaraitusementaraulamamenwayatkandariAnNawawybahwabeliau
menukilkesepakatanataspenghapusantersebut.Rrwayatmibenentangan
854
[N 4/122 (dart Ath Thahaawy dan Al Ghozaly)]
4. Hukuman bakar
Hukuman terhadap orang-orang muslim dengan cara pem-
bakaran rumah-rumah atau manusia, dilarang menurut ijmak ^[F
2/100 Mr 140 S3/338 N3/124)
37) Ulama Salaf berbeda pendapat mengenai hukuman bakar terhadap orang
yang sengaja terlambal Ikut salat jamaah darr pengkhianat dalam urusan
rampasan perang. [S 3/338]
855
23. TELAGA
Kekhususan Nabi saw mendapat telaga
L=Muhammad saw //19, him, 492
2 4 . T E M PA H
1. Definisi tempah
Tempat (atau pemesanan) adalah penjualan dengan c a r a
mengakhirkanpenyerahanParangsampaipadawaktuyangdifen-
tukan. Ini tidak ada perbedaan pendapat. [Mh 2/16]
2. Hukum tempah
Kaum muslimin sepakat atas diperbolehkannya tempah, kecuali
menurut apa yang diriwayatkan dari Sa'ied bin Musayyab.^ [S 17/41
Y4/246 (dari Ibnul Mundzir) F4/339 N5/226 (dari Ibnu Hajar)]
3. Barang yang boteh ditempah
Ulama sepakat atas diperbolehkannya tempah atas setiap
barang yang ditakar, ditimbang atau dijumlah, Dan mereka tidak
berselisih pendapat dalam hal bahwa tempah hanya boleh atas
barangyangberadadalamtanggungan,dantidakbolehatasbarang
yang sudah ada.
Berdasarkanitu,ulamasepakatbahwatidakadahalanganapa
punmenempahpakaian,makanan,tumbuh-tmbuhan,teiur,kacang,
semangka, dan Iain-lain. Diperbolehkan pula tempah dengan cara
menimbang atas barang yang biasanya ditakar -tanpa perbedaan
pendapat. (B 2/199, 203 Kh 1/102Y2474 (dari Ibnul Mundzir) S7/42
M9/445]
Bilaadaduaorangnonmuslimmengadakanakadtempahatas
khamar,kemudiansalahsatunyamasukIslam,laharusmengambil
kembaii uangnya. Hal Ini telah disepakati semuaAhlul 'ilmi yang ter¬
se)Tidakterjadikesepakatanatasdiperbolehkannyatempah[Mh1509]
856
jaga pendapatnya. (4/264 (dari Ibnui Mundzir)]
857
hal itu harus ada pada setiap muslam-fih. [F 4/341 B2/201 Y4/251
S7/41 N5/227]
858
16. Iqaalah di dalam tempah
Sudah sah ada kesepakatan mengenai diperbotehkannya
iqaalah di dalam tempah^®. [Mh 1509 (dan sementara ulama) Y4/110,
271 (dari Ibnul Mundzir)]
40) Riwayat Ijmak atas pengharaman penggunaan ini, tidak sempurna dengan
adanya perbedaan pendapat dari Daud, Asy Syafi'iy dan sementara Sahabat.
[N 1/67]
859
Mundzir dan Ibnu Qudaamah) N1/67 (dan Ibnul Mundzir dan An
Nawawy))
2 6 . T E M PAT T I N G G A L
41) Ibnu Taimryah berkata: 'Tempat-tempal yang berharga yang lebih mahal dan
emas dan perak, sepeti yaqut (merah delima?) dan sebagainya, mengenai
kejaizan pemakaianrya, ada dua pendapat Asy Syafi'iy dan dua pendapat
dalam mazhab Malik." [Mr 23]
8 6 0
2. Mcnghias tempat tinggal
Termasuk sesuatu yang tidak lagi dipertentangkan adalah
kemaknjhannya melewati batas dalam membiayai bangunan melebihi
kadar kebutuhan, lebih-lebih jika -! di samping itu -berlebih-lebih
pula dalam menghias tempat tinggal [F 10/335)
28. TERJEMAH
1. Ketetapan terjemah
Ulama sepakat atas diterimanya terjemah dengan dua saksi
yang adil. (Mr 51]
2. Terjemah al-Quran
L=Quran//18, him. 361
29. THIYARAH42
{berfirasat buruk /meramalkan ke-
sialan)
Hukum thiyarah
Ulama sepakat atas kemakruhan thiyarah. [Mr 156]
30. TIMBANGAN
Timbangan di akhirat
Ahlus Sunnah sepakat atas iman kepada timbangan di akhirat,
42) Orang Jahiliyah dulu, |iKa akan pergi untuK sualu kepentirigan suka
mempergunakan burung-burung untuk meramalkan. akan sial atau berun-
lungkah kepergiannya. (Pent)
861
dan bahwa amal-amal semua manusia akan ditimbang kelak di Hari
Kiamat, dan sesungguhnya timbangan tersebut mempunyai dua buah
daun neraca dan sebuah pedoman neraca serta menjadi miring jika
dibebani amal-amal. Dalam pada itu golongan Muktazilah menging-
kari adanya timbangan tersebut. jF 13/462 (dari Az Zujaaj)]
1. Hukum penimbunan
Teiah disepakati bahwa penimbunan (barang dagangan) yang
merugikan orang banyak, tidak boleh. [Mr 89]
33. T I T I PA N
1. Hukum titipan
Titipan, masyru'(disyari'atkan) danjaiz menurut ijmak. [N 5/296
Y6/421]
862
telah ditentukannya, lalu wadii' menyimpannya di tempat tersebut dan
la tidak mengkhawatirkan barang tadi. kemudian barang tersebut
rusak, maka wadii' tidak wajib menggantinya -- tanpa perbedaan
pendapat. Kalau wadii' mengkhawatirkan barang tersebut rusak,
kemudian dipindahkannya dari tempat yang telah ditentukan ke
tempat lam yang pantas untuk menyimpan, lalu barang tersebut
rusak, ivacf/i’tidak wajib menggantinya -tanpa perbedaan pendapat.
[Y 6/426]
5. Pengganti titipan
Titipan tidak akan diganti menurut ijmak, kecuali jika orang yang
dititipi itu melampaui batas (atau sembrono) dalam menjaganya,
sehingga titipan tersebut rusak, ia harus menggantinya -tanpa
perbedaan pendapat yang diketahui.
Kalau wadii' berkata; "Aku menanggung barang itu' m a k a
titipan tersebut tetap tidak bisa menjadi barang yang tertanggung,
menurut ijmak semua ulama. Diriwayatkan dari Umar, bahwa titipan
tersebut menjadi tertanggung Dari Al Hasan Al Bashry diriwayatkan
bahwa wad/7'tidak menggantinya, kecuali kalau ada syarat penang-
gungan. Hal ini diartikan pada penanggungan yang disebabkan
kesembronoan, bukan karena tmdak kejahatan yang disengaja. [N
5/297 (dari Al Mahdy) Kh 2/9 B2/305, 306 Y6/422]
7. Pengembalian titipan
Uiama sepakat bahwa semua orang yang menerima titipan
harus menjaga barang yang dititipkan kepadanya dan mengembaii-
kannya kepada pemiliknya jika si pemilik memintanya; wadii' harus
membenkan barang tersebut tanpa kesukaran. Ulama sepakat bahwa
8 6 3
bila wadii' telah mengembalikan dan menyerahkan barang tadi
kepada orang yang menitipkannya, ia terlepas dan tanggung jawab
atas barang tersebut. [Mr 61 Y6/430]
3 4 . T O B AT
1. Mukum tobat
2. Cara tobat
Tobat dari segala maksiat adalah dengan menyesali perbuatan
maksiat yang pernah dilakukan, berhenti dart maksiat yang sedang
dikerjakan, bertekad tidak mengulangi perbuatan maksiat selama-
lamanya, dan memohon ampun kepada Allah Ta'ala; demikian menu¬
rut ijmak. Jadi bila seseorang menyesali perbuatannya tetapi tidak
berhenti dari maksiat yang sedang dikerjakannya dan bemiat mengu¬
langi lagi, berarti ia belum bertobat -menurut kesepakatan.
864
Orang yang memnggalkan maksiat karena selain Allah Ta'ala,
bukanlah orang yang bertobat. menurul kesepakatan (Mh 88 F11/85,
86 (dari Al Qurihuby)]
4. To b a t d a r i h i r a b a h
L=Had Hirabah //II, him. 132
8. To b a t d a l a m m a s a l a h k e m u r t a d a n
L=Murtad//20, 21, him. 503
9. Waktu tobat
Ulama sepakat bahwa tobat dari semua maksiat -- besar mau-
pun kecil -- wajib dilakukan seketika, tidak boleh diakhirkan/ ditunda-
tunda. Ulama sepakat pula atas diterimanya tobat selagi orang belum
yakin dirinya hampir mati. (S 10/170, 366 Mr 176)
865
Tobat dapat menggugurkan dosa besar menurut ijmak kaum
muslimin, kecuali menurut riwayat yang datang dari Ibnu Abbas
tentang tidak diterimanya tobat pembunuh saja. [F 10/233 Mh 82, 303
S7/223, 8/243]
866
5. Tipu daya dalam tsaman
Tipu daya dalam mengurangi tsaman dan tanf barang yang
dijual, menjadi sebab dikembaifkannya barang lersebut Ini pendapat
Umar, Ibnu Umar, Abbas. Abdullah bin Ja'far, Ubay, Jarir bin Abdul¬
lah, dan tidak seorang Sahabat pun yang menentangnya. [Mh 1462}
867
I
! I
i t i .
m«Jsb .e
en>: f*ofn*o JurJ 5»n6if! tpUji^pyg .:h.*Ms fcyi?e-»riltr
Iscffbnaa J|i '.'um^ti
'!Jue.iA no . ' K i
IESl, ''vfj 9«»v l i c M f t , ' { w r f> » o s « - r t x r V ^ ' r t fi
ni.’ ;nafi9{9«m(Tt*iS j
rn/irtQn* pirtite?} Mo<a,.)Btn g<ir--<
«NP rt-w'rtrTfn,-^^ . : » »
V4fl' .!nefnowUf«4'"ii:'»f»*'B<itW n d g ' " ' - : : - V u ^ fl
rv.’Wia)^''4|9W «u(n.^ t.,-toic«p . ' ' ! j n a z :
lupcf'.' ! ■
j
1. UMMUWALAD
1. D e fi n i s i U m m u W a l a d
Ummu walad bukanlah istri. Tidak ada khilaf mengenai ini. [Mh
1683]
869
cuali dengan pemerdekaan, dinikahkan, dan (idak boleh diwaris.
Tuannya boleh menyewakannya dalam hal ummu walad itu jaiz di-
sewakan; hanya pada waktu ummu walad itu melahirkan, tidak boleh
menyewakannya.^ [Kh 1/17 Mr 163 B2/386 M9/263 F5/23 Y10/580,
582 Mh 1520 (dari sementara ulama) N6/98, 99 (penukilan dari Ibnu
Qudaamah)]
L= Jual-beli//54, him. 307
5/123j
Ibnu Hazm dalam Maraatibul Ijmak telah meriwayatkan adanya kesepakatan
tidak halalnya memperjualbelikan ummu walad [Mr 163], dan tiba-tiba beliau
berkata dalam Al Muhallaa. "Mereka yang tidak peduli dengan menyalakan
Ijmak di sini, kemudian mereka tidak peduli dengan menjadikan Ibnu Mas'ud,
Zaid bin Tsabit, Ali bin Abu Thalib dari Ibnu Abbas sebagai orang-orang me-
nentang Ijmak [Mh 1520]
Asy Syaukany berkata: "Perkenan memperjualbelikan ummu walad yang
diriwayalkan dari Ali. Ibnu Abbas dan Ibnuz Zubair, tidak melemahkan keab-
sahan Ijmak (tentang pelarangan memperjualbelikannya). sebab telah diri-
wayatkan dari para Sahabat ter-sebut bahwa mereka sudah menarik ketidak-
sepakatan mereka diriwayalkan dari Ali bahwa beliau tidak menarik kembali
benar-benar." [N 6/98]
Dalam pembicaraan lain, Asy Syaukany mengatakan: "Pernyataan Ijmak atas
jjela-rangan memperjualbelikan ummu walad secara mutlak adalah gegabah,
sebab bagai-mana bisa dibenarkan, sedangkan perbedaan pendapat (me-
ngenai hal itu) berlangsung terus sejak masa Sahabat hingga kini. [N 6/99]
870
dan tiga kali suci -- maka la boleh melakukan pernikahan. (Mr 77]
9. Tidak ada kewajiban berkabung atas ummu walad berke*
naan dengan kematian tuannya
L=Kabung // 4, him, 531
1 0 . Ta s a r r u f t e r h a d a p a n a k u m m u w a l a d
Telah disepakati bahwa anak ummu walad dari tuannya, tidak
boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan diserahkan pemitikannya ke-
pada seseorang.
Bila anak tersebut bukan dari tuannya -sebelum ummu walad
itu menjadi milik si tuan -- maka anak tersebut boleh dijual -- lanpa
ada khilaf. [Mr 163 Mh 1552]
2. UMRAH
1. Hukum Umrah
Umrah wajib atas setiap orang yang berkewajiban haji. Ini di-
katakan oleh Umar, Ibnu Abbas, 2aid bin Tsabit, Ibnu Umar dan Jabir
serta tak seorang pun menyelisihi mereka dari kalangan para Saha-
bat, kecuali riwayat yang gugur dari Ibnul Mas'ud yang mengatakan;
"Umrah itu tathawwu' (sunnah)," Yang benar tidak demikian
Barangsiapa sudah mulai dengan Umrah sunnah. ia terikat de-
ngannya menurut ijmak. Jadi bila ia keluar dari Umrah tersebut {mem-
batalkannya sebelum sempurna), ia wajib mengkadlainya menurut
ijmak. [Y 3/200, 201 Mh811, 1535 B1/301 M6/455]
871
diperbofehkan melaksanakan haji sebelum Umrah. [M 7/162]
6. Waktu Umrah
8. Cara-cara Umrah
Bila orang yang akan ber-Umrah sudah datang di Mekkah, su-
paya masuk ke masjid dan jangan memuiai sesuatu -baik salat dua
raka'at atau lainnya -- sebelum menuju ke Hajar Aswad. menge-
cupnya kemudlan tawaf di Baitullah mulai dari Hajar Aswad sampai
kembali iagi ke situ sebanyak tujuh kali putaran. Setiap lewat Hajar
Aswad, mengecupnya dan mengecup Ruknul Yamany (pojok Al Ya-
manyjjuga. Dua ini saja
Bila telah selesai tawaf demikian, datang ke makam Ibrahim as
dan salat di situ dua rakaat -ini bukan salat fardlu. Kemudian menuju
ke Shafa dan naik di atasnya, lalu turun. Bila sampai relung lembah,
orang yang ber-Umrah tadi mempercepat jalannya sehinga keiuar dan
"relung" tersebut. (Sekarang tidak tampak bagian "relung lembah"
yang disebut ini, tapi ada tanda, di mana orang mulai mempercepat
jalannya; Pent.), lalu berjalan biasa kembali hingga sampai Marwah
dan naik ke atasnya. Kemudian turun Iagi sampai Shafa kembali. Lalu
balik seperli tadi, ke Marwah Iagi. Demikian. hingga sempurna tujuh
kali; tiga kali dengan jalan cepat, empat kali jalan biasa. (Jatan cepat
bukanlahmerupakankefardiuan).Kemudianmencukurrambutatau
memangkasnya -bagi ielaki; sedangkan perempuan tidak mencukur
rambutnya, tapi memotong sebagian daripadanya. Bila semua itu
sudah selesai dilaksanakan. maka Umrah pun selesai dan segala
sesuatu yang tadinya diharamkan bagi orang ber-Umrah -dengan
Ihramnya -seperti berpakaian biasa dan sebagainya, menjadi halal
(kembali). Mengenai itu semua tidak ada perbedaan pendapat. [Mh
830 Mr 47]
872
9. Miqat-miqat Ihram bagi Umrah
L=Miqat, him. 485
1 3 . Ta w a f d a l a m U m r a h
Telah disepakati bahwa tawaf yang wajib bagi orang yang Um¬
rah, hanyalah tawaf Quduum. [B 1/332]
873
19. Perkara yang menjadikan Mu'tamir (orang yang ber-Umrah)
tahallul (lepas dari ketentuan-ketentuan orang ber-lhram)
Mu'tamir tidak menjadi lepas dari Ihramnya (tahallul) kecuali de-
ngan melaksanakan tawaf, sa'i dan cukur. Ini pendapat semua ula-
makecuali apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ishaq bin Rahu-
waih bahwa mu'tamir menjadt halal (keluar dari Ihram) setelah tawaf,
meskipun belum melakukan sa'i. Ini dialf, menyalahi sunnah. Semen-
tara itu, sebagian Ahlul 'llml mengatakan: "Bila Mu'tamir sudah masuk
Tanah Haram, telah menjadi halal meskipun belum tawaf dan belum
sa'i, dan ia sudah boleh melakukan apa saja yang diharamkan bagi
muhrim. Dan ini termasuk mazhab-mazhab syadz dan ganjil. Bila telah
menggapai ruknul Yamany (pojok "Yamany" di Ka'bah) pada permula-
an tawaf dan tahallul ketika itu, meurul ijmak tahallul belum terjadi.^ [S
5/354 F3/486 (dari Al Qathbul Halaby) N5/53 (dari Al Qathbul
Haiaby)]
4) Telah disepakati bahwa muttamir keluar dari ihram, 'umrahnya bila telah
tawaf di Baitullah dan sa'i antara Shofa dan Marwah, meskipun belum cukur
atau pangkas rambut. kecuali suatu perbedaan pendapat yang syadz
(ganjil/lain daripada yang lain) [B 1/358 F3/485-466 (dari Ibnu Baththaal) N
5/53 (dari Ibnu Baththaal)]
874
23. Memasukkan haji pada Umrah
L=Haji II 118, him 185
3. UNDIAN
4. UNTA FARA'AH®
5. U PA H
2. Penentuan upah
Menurut ijmak, upah tidak boleh kecuali bila jumlahnya diketahui
6) Fara'ah adalah produk (anak) pertama dan unta. yang pada zaman Jahiliyah
disembelih untuk persembahan pada dewa-dewa dan untuk mendapatkan
berkah {Pent)
875
dan tertentu. Matik, Ahmad dan Ibnu Syibrimah mengatakan tidak wa-
jib menentukannya. Ini bertentangan dengan ijmak. Atas dasar ini, bila
orang menyewakan lernak dengan upah memberi makan ternak ter-
sebut atau dengan upah tertentu plus memberi makanan ternak ter-
sebut, maka tak seorang pun dari kalangan ulama yang memper-
bolehkannya: kecuali bila disyaratkan ada sesuatu yang disifati dalam
tanggungan. maka ini boleh.
Orang yang mengupah seseorang gembala untuk menggem-
balakan kambingnya dengan imbalan sepertiga susu kambing itu, ke-
turunannya dan bulunya; atau dengan imbalan separuhnya atau se-
luruhnya, ini tidak boleh -tanpa diketahui ada perbedaan pendapat.
Orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain dengan mengata¬
kan; "Juallah ini, dengan harga sekian, seiebihnya dari harga itu ada-
lah upah untukmu," menurut Ibnu Abbas -yang demikian ini boleh dan
tidak diketahui ada seorang pun dari kalangan para Sahabat yang
menentangnya.
[Kh 1/122-123 Mh 1457 Y5/362, 363, 364, 405, 406 N5/293 (dari Al
Mahdy)]
1. Mengusap cadar
Ulama sepakat bahwa mengusap cadar di wajah, tidak boleh. [M
1/515]
876
pakatan (mujmak 'alaih). [M 1/512)
4. Mengusap jurmuuq'
Mengusap jurmuuq adalah Jaiz menurut pendapat semua ulama
Menurul pendapat yang baru {qaul jadiid) dari Asy Syafi’iy dan suatu
riwayat dari Malik, pengusapan tersebut tidak boleh. (M 1/151 (dari Al
Muzany dan Abu Hamid)]
7. Mengusap khuf
Mengusap khuf itu jaiz, baik dalam waktu bepergian atau tidak,
pengusapan tersebut diperlukan atau tidak, bahkan diperbolehkan
pula bagi wanita yang tidak pernah meninggalkan rumahnya dan bagi
orang lumpuh yang tidak pernah berjalan: demikian menurut ijmak
Sahabat dan ulama.
Golongan Syi'ah dan Khawanj menentang pendapat tersebut,
tetapi perbedaan pendapat dari mereka ini tidak dimasukkan hitungan
[S 2/284 M1/513-514 (dari Ibnui Mubaarak dan Ibnul Mundzir) B1
7) Jurmuuq lalah sesuatu yang dipakai menyelubungi khuf yang kecil, unluk
menjaga dan tekanan lumpur.
9} Telah sah ada Ijmak mereka atas wajlbnya mengusap kaus kaki dengan
sebuah jar! saja. [Mh 222]
877
191 Y1/254 (dari Ibnul Mubaarak) F1/234, 244 (dari Ibnul Mubaarak
dan Ibnu Abdil Barr) N1/176, 180 (dari Ibnul Mubaarak, Ibnu Abdil
Barr dan Ibnu Sayyidin Naas}]
10) Telah sah ada ijmak mereka atas wa|ibnya mengusap dengan sebuah jari
saja [Mh 222]
878
nya menurut pendapat Asy Syafi'iy, Ashhabur Raa'yi dan Ahmad:
tanpa sempat diketahui ada seorang pun yang menentangnya. Dan
orang yang belum mengusap sampai ia bepergian, boleh menyem-
purnakan pengusapan musafir, tanpa ada perbedaan pendapat dika-
langan Ahlul 'ilmi.
Orang yang memakai khuf dan berhadats pada waktu di rumah,
kemudian bepergian sebelum keluarnya waktu shalat, ia mengusap
sebagaimana pengusapan musafir menurut semua ulama. Begitu pula
orang yang memakai khuf di rumah lalu bepergian sebelum ber¬
hadats, ia mengusap sebagaimana pengusapan musafir secara ijmak.
(M 1/520, 521, 526, 529 (dari Abu Isa At Turmudzy, Ai Khaththaaby
dan Ibnu Suraij) Y1/262, 264]
11 . P e m a k a t a n k h u f d a l a m k e a d a a n s u c i
Untuk pengusapan khuf disyaratkan kedua kaki dalam keadaan
suci dengan penyucian wudiu, dan ini sudah disepakati {mujma'
’alaih), kecuali menurut pendapat yang berbeda lagi syadz (menyen-
diri). Berdasarkan kesepakatan tersebut, orang yang memakai sepa-
sang khuf lalu berhadats kemudian memakai sepasang khuf lagi di
atas khuf yang pertama, atau memakai sepasang jurmuuq. pengusap¬
an sepasng khuf atau jurmuuq tadi tidak cukup, tanpa ada perbedaan
pendapat. (B 1/21 Y1/255, 257 M1/556 (dari AI Juwainy)]
879
Ulama sepakat bahwasanya lidak boleh mengusap sepasang
sarung tangan [M 1/515]
7. U TA N G
1. Jaminan utang
L=Jaminan, him. 279
880
pada orang lain, lalu menjadikannya sebagai tanggungan si pengu-
tang tadi dalam utang yang lain yang berbeda dalam sifat maupun
jumlahnya. Ini sebenarnya merupakan jual beli utang dengan sesuatu
yang menjadi utang. [B 2/146 Y4/42 (dari Ahmad dan Ibnul Mundzir)
N5/156 (dari Ahmad)]
881
berhak atasnya bila telah memungkinkannya untuk itu dan setelah itu,
masih tersisa baginya sesualu untuk hidupnya dan orang-orangnya
wajib dinafkabinya dalam beberapa hari.'" [Mr 58]
14) Ibnu Taimiyah Derkata: "Menurut mazhab Ahmad, yang disisakan dari
hartanya adalah sesuatu yang dituntut oleh hajat hldup seperti tempat tinggal,
khadam. dan pakaian-pakaian." Oemikian pula pendapat Ishaq. Menurut
lahirnya pendapat Ahmad pula, bilaorang yangpunya tanggungan utang/hak
tersebut tidak punya pekerjaan, maka disisakan sesuatu untuk berdagang
bag! hidup sehan-harinya dan keluarganya. Kalau dia punya suatu pekerjaan,
disisakan untuknya peralatan pekerjaannya. Dan telah dinukif dari Ahmad
kata-katanya: 'semuanya dijual terkecuall rumah, pakaian yang diperlu-
kannya, khadam bila dia orang tua atau lumpuh dan memerlukankhadam.'
Jadi Ahmad tidak mengecuallkan apa yang diperbolehnya dari kerjanya.
karena pendapat mayoritas ahlul ‘ilmi. [Mr 58]
882
17. Membayar utang yang berjangka waktu dengan barang dan
u a n g
Orang yang mempunyai piutang pada orang lain berupa uang
tunai (seratus dinar, misalnya) lalu membeli sesuatu dari si orang
yang berutang dengan sebagian piutangnya tersebut (membeli hewan
dengan harga sembilan puluh dinar, misalnya), dan orang yang punya
utang menyerahkan kepadanya sisa utangnya (sepuluh dinar), ini jaiz
menurul ijmak. [B 2/140]
883
Umar bin Abdul Aziz bahwa orang punya piutang dapat mempeker-
jakan (sebagian buruh) orang yang berutang untuk melunasi utang-
nya. Pendapat mi. juga dikatakan oleh Ahmad. [Y 10/385 B2/289]
28. Sesuatu yang tidak boleh disita dari harta orang yang be¬
rutang
L//12
884
31. Membayar utang orang mati
L=Mayat // 33, him. 469
33.
Sisa di akhirat orang yang mempunyai utang karena
utangnya
L=Neraka // 6, him. 534
885
seorang yang berutang menerima pembebasan tersebut
Kalau utang itu berupa barang yang wujud, maka penghibahan-
nya kepada orang yang mempunyai utang sah tanpa pembebasan
darinya. Dalam hal ini terjadi ijmak. [Mr 96 Mh 1284 F5/45, 77, 171
(dan Ibnu Baththaal) N5/233, 258 (dari Ibnu Baththaal dan Ibnu Hajar)
8. U U Q I YA H
Ukuran Uuqiyah
Uuqiyah itu empat puluh dirham, tanpa ada perbedaan pen-
dapat. [Y 3/4]
886
1 . W A’ A D ( J A N J I )
Menepati wa'ad
Menurut ijmak, menepati wa'ad Ganji) itu diperintahkan dan
merupakan sesuatu yang dinadarkan; bukan fardlu.’ [F 5/221 (dari Al
Mahlab)]
2. WAKAF
1. Hukum wakaf
Wakaf adalah jaiz menurut ijmak para Sahabat. [Y 5/489, 490]
887
4. Wakaf sebelum penerimaan bendanya
Wakaf sebelum penerimaan benda yang hendak diwakafkan,
sah menurut ijmak. [N 5/160]
6. Wa k a f d e n g a n s y a r a t t a s h a r r u f
Orang yang mewakafkan sesuatu dan mensyaratkan men-
jualnya kapan dikehendakt, atau menghibahkannya, atau mengemba-
likannya, maka syarat itu tidak sah, demikian pula wakafnya; tanpa
diketahui ada khilaf mengenai ini.^
2) Demikian di buku asli, tidak disebulkan maiji'-nya. Boleh iadi sama dengan
di atasnya. [Y 5/514] Wallahu a'lam. (Pent.).
888
itu alas perintahnya, atau masjid telah dibangun dan dibual salat alas
perintahnya, maka si wakif tidak dapat menarik kembali wakafnya
setelah hal-hal lersebut, selamanya. [Mr 97)
11 . Jual-beli wakafan
889
15. Mengakhirkan wakaf
L=Sewa menyewa I112, him. 765
16.
Wakaf untuk kerabat-kerabat tanpa ditentukan hitungannya
Wakaf untuk kerabat-kerabat (sendiii) balk dari jalur ke atas
atau jalur ke bawah (anak, cucu dan seterusnya) tanpa dibatasi,
adalah tidak sah (batil) menuruf kesepakatan.’ [F 5/292 (dan Ath
Thahawy) N6/27 (dari At Thahawy)]
17.
Selisih antara orang-orang yang diwakafl (mauqut ’alaihim)
Bila wakif (orang mewakafkan) melebihkan sebagian orang-
orang yang diwakafinya dan yang lain, seperti misalnya menentukan
untuk yang tua dua kali bagian untuk yang kecil, atau mensyaratkan
mengeluarkan sebagian mereka sebab sesuatu sifat dan menariknya,
sebab sesuatu sifat, seperti misalnya wakif itu berkata: "Siapa yang
hafal al-Qur'an mendapat sekian dan yang melupakannya tidak men-
dapat sesuatu," maka ini semua shahilr, dan ini merupakan madzhab
Asy Syafi’iy, Ahmad, serla tidak diketahui ada khilaf. [Y 5/505, 506]
18. Wakaf tanah
3) Tentang hal ini, perlu peninjauan. Sebab pada kalangan Asy Syafi'iyah ter-
dapat pendapat yang mengatakan jaiz dan ditasarrufkan kepada tiga orang
dari para kerabat itu dan tidak wajib menyamaratakan. [F 5/292 N6/27 (dari
Ibnu Hajar)]
890
22. Mewakafkan tempat-tempat minum
Mewakafkan tempat-tempat minum adalah sah, menurut ijmak
kaum muslimin. [S 7/92]
3. WAKALAH
1. Hukum wakalah
Menurut ijmak umat, wakalah (perwakilan) adalah jaiz dan
masyr" (disyariatkan). pf 5/72 N5/269 {dart Al Mahdy]
3. Ta s a r r u f - t a s a r r u f d i m a n a w a k a l a h s a h
Telah disepakati atas diperbolehkannya wakalah (wakil-
mewakilkan) dalamjual beli, penerimaan hak-hak yang berupa harta,
penyerahan hak-hak tersebut dan meninjau harta-harta Dan telah
pula disepakati atas diperbolehkannya wakalah dalam sharf (jual beli
tsaman).
Benwakilkan dapat ditakukan dalam hawalah, gadai, pampasan
(d/amaan), jaminan {kafalah). kongsi (syirkah). titipan, mudlaarabah,
891
imbalan {ja'alah). musaaqaal. sewa menyewa, qardi, perdamaian
(siniliih). wasiat, wakaf hibah. sedekah, fasakh dan pembebasa n
utang, Dalam hal ini tidak diketahui adanya perbedaan pendapat. [Mr
61 Y5/73 74 S6/288 F4/379 {dari Ibnul Mundzir)]
L=Khulak //3, him. 359
L=Kurban //14, him, 394
892
10. Perwakilan sekutu
Wakalah sekutu {partner perseroan) adalah jaiz, tanpa di-
ketahui ada khilaf. [F 4/37 {dari Ibnu Baththaal)]
893
4. WALAA*
L=Hamba Sahaya, him. 189
L=Merdeka {'Itq), him. 470
1. Sebab walaa
Hamba sahaya yang dimiliki oleh tiga orang dan semua pemilik
itu memerdekakannya, maka wa/aa-nya di antara mereka seukur
hak-hak mereka pada hamba sahaya yang mereka merdekakan itu.
Dalam hal ini tidak diketahui ada khilaf di kalangan Ahlul ‘iimt [Y
10/393]
5. Pewarisan walaa
894
jadikan walaa sebagai sesuatu yang dapat diwariskan seperti harta/
[Y 6/407, 408]
895
10. Walaa Ummii-walad
Bila ummu walad dimerdekakan dengan kematian tuannya,
maka walaanya adalah hak tuannya itu. Bila ummu walad itu mening-
gal,makaashabahyangpalingdekatdapatmewarisinya--menurut
pendapat semua fukada Dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas: ummu
walad dimerdekakan dari bagian anaknya dan karena itu walaanya
menjadi milik anaknya itu. [Y 6/398]
896
mereka walaa maulaa tbunya: maulaa ibunya ini menanggung dial
mereka dan mewarisi tnereka, bila mereka meninggal.
Bila tuan si hamba sahaya memerdekakan hamba sahaya yang
menjadi suami, maka tetaplah walaa atasnya terhadap tuannya itu
dan menarik kepadanya walaa anak-anaknya dari maulaa ibu mereka.
Ini pendapat Umar, Utsman, All, Az Zubair, Abdullah bin Mas'ud, Zaid
bin Tsabit dan Marwan, Dan atas ini, para Sahabat sepakal. [Y 6/400,
401 B2/308]
5. WALAD (ANAK)
L=Aak kecil, Orang tua (ayah, ibu), him. 41, 217
1. Nasab walad
L=Nasab, him. 529
6) Bila agama tuan dan hamba sahaya yang dimerdekakan berbeda, maka
walaanya tetap, lanpa ada khilaf. (Y 6/391]
897
2. Nama walad
L=Nama, him. 528
3. Nafkah walad
L=Nafkah kerabat U3, him. 521
5.
Ptiihan anak terhadap salah seorang dari kedua orang
tuannya setelah pemeliharaan
L=Pemeliharaan // 4, him.
6. Pewarisan anak'
6. WALIMAH
898
3. Memenuhi undangan walimatui 'urs
Menurut kesepakatan ulama. hukumnya wajib memenuhi unda¬
ngan walimalul ’urs yang tidak ada /a/iwu-nya (hiburan/senda-gurau-
nya), tidak termasuk haram dan tidak ada kemungkarannya.® (S 6/180
(dari ’lyaadl) Y7/208 (dari Ibnu 'Abdil Barr) F9/198 (dari ibnu 'Abdil
Barr, ’lyaadl dan An Nawawy) N6/179 (dari Ibnu ’Abdil Barr, 'lyaadl
dan An Nawawy)]
9) Telah disepakali bahwa orang yang diundang ke walimatui 'urs dan meme-
nuhinya, maka dta telah berbuat balk. (Mr 65j
Mengenai penukilan adanya kesepakatan atas wajibnya memenuhi unda¬
ngan tersebut, perlu peninjauan. Namun memang menurut yang masyhur
dari pendapat-pendapat ulama, adalah wajib Jumhur golongan Syafi'iyah
dan Hanabilah bahkan menegaskan: itu fardiu ain. Malik pun mencatat
demikian. Sementara sebaglan Syafi'iyah. Malikiyah dan Hanabilah menya-
takan mustahab Ada juga dari golongan Syafi'iya dan Hanabilah yang
mengatakan fardiu kifayah Dari golongan 'Atirah dan Asy Syari'iy dinukil pula
pendapat bahwa memenuhi undangan walimatui 'urs adalah mustahak.
Nah lihatlah perbedaan antara orang yang meriwayatkan adanya Ijmak atas
wajibnya memenuhi undangan itu, dan antara orang yang tidak meriwayat-
kannya kecuali dari suatu pendapat sebagian ulama. [F 9/198 N6/179 (dari
Ibnu Hajar)]
899
7. WANGI-WANGIAN
8. WARIS/WARISAN
L=Pusaka (Peninggalan orang yang mati), him. 612
900
dilakukan dalam keadaan keduanya sehat, agama mereka sama
keduanya merdeka dan selama tidak terjadi talak yang bukan raj'iy
atau fasakh, khulak. atau suami men-dhihar istrinya lalu si istn
meninggal sebelum dilakukan kaffarah (denda dhihaar).
Bila salah seorang dari suami istri meninggal sebelum dukhul
dan sebelum menetapkan maskawin bag! si istri, maka pasangannya
dapat mewaris; tapa perbedaan pendapat. (Mr 109-110 Y6/235,7/175
N6/173 (dari Al Mahdy)]
7. W a r i s - m e w a r i s d a l a m Ta l a k B a a - i n d a l a m k e a d a a n s e h a t
Orang sehat yang mentalak baa-in istrinya, atau talak raj-iy tap!
kemudian menjadi bain dengan habisnya idah si istri, mereka berdua
tidak dapat saling mewaris. [Y 6/372-373, 8/80 Mr 110]
8. W a r i s - m e w a r i s d a l a m Ta l a k B a a - i n d a l a m k e a d a a n s a k i t
yang membawa kematian (maradlul maut)
Orang yang sakit payah (maradlul maut), mentalak baa-in
istrinya dan meninggal dalam masa idah istrinya itu, maka si istri
dapat mewarisnya. Jika si istri yang meninggal, maka ia (suami) tidak
dapat mewarisnya. Ini pendapat Umar dan Utsman. Hal ini tersiar di
kalangan para Sahabat dan tak ada yang mengingkarinya; ]adi
1 1
merupakan ijmak.
Dari Ali, Abdurrahman bin 'Auf dan Abdullah bin Zubair diri-
wayatkan pendapat, bahwa wanita yang tertalak baa-in tidak dapat
mewaris. Riwayat dari Ali dan Abdurrahman ini tidak terbukti/sah.
Sedangkan riwayat Abdullah bln Zubair, jika pun sah, sudah ke-
dahuluan oleh adanya ijmak.
Bila orang yang sakit mentalak baa-in istrinya yang budak
wanita atau kafir dzimmy, kemudian istri yang kaftr dzimmy itu masuk
Islam, atau yang budak wanita itu dimerdekakan, lalu orang yang
mentalak meninggal dalam masa idah istrinya tersebut, maka si istri
11) Perkataan Al MaliKiyah bahwa ini merupakan ijmaK para Sahabat tidak ada
artinya; sebab pembedaan pendapat dari Ibnu Zubair masyhur. [B 2/83]
901
tidak dapat mewarisnya, karena orang tersebut ketika mentalak tidak
merupakan orang yang menghindar.
Bila orang itu berkata kepada istrinya yang kafir dzimmy atau
budak wanita: "Bila engkau masuk Islam," atau "engkau di merdeka-
kan tuanmu, maka engkau lertalak", lalu budak wanita itu dimer-
dekakan, atau wanita kafir dzimmy itu masuk Islam dan orang ter¬
sebut meninggal, maka kedua wainta itu dapat mewarisnya, sebab ini
talak firaar {talak penghindaran), Bila orang tersebut berkata kepada
wanita-wanita tersebut. "Kamu tertalak besok pagi", lalu wanita yang
budak dimerdekakan, wanita yang kafir masuk Islam, maka keduanya
tidak dapat mewarisnya sebab orang tersebut bukan orang yang
menghindar.
Jika tuan si budak wanita mengatakan: "Engkau merdeka
besok pagi", dan suami budak wanita itu mengatakan: "Engkau ter¬
talak besok pagi", sedangkan ia mengetahui perkataan si tuan
tersebut, maka wanita tersebut dapat mewarisnya -dan jika tidak
mengetahuinya, si wanita tidak dapat mewarisnya. Ini semua pen-
dapat Abu Hanifah dan para Sahabatnya, Asy Syafi’iy dan Ahmad;
tidak diketahui seorang pun yang menentangnya. [Y 6/82, 83. 453
(dari Al Malikiyah)]
902
bedaan pendapat.
Dan telah disepakati bahwa tuan (sayyicf) dapat mewaris. balk
lelaki atau perempuan, Demiktanlah: dan tuan tidak dapat mewaris
selain hamba sahaya yang ia merdekakan daii keturunannya ke
bawah, seperti anak hamba sahaya tersebut, dan sebagainya. Ini
pendapat semua Ahlul 'ilmi, kecuali apa yang diriwayatkan dari
Syuraih dan Thaawus yang berpendapat bahwa anak tuan dan
sebagainya itu dapat mewarisnya Y6/390, 391, 408, 419 Mr 100,
103, 107, 108-109. B2/355]
903
apa-apa. [Y 6/358]
12) Istihlaal, yaitu tangisan bayi ketika lahir. hdak diperhitungkan. (Mh 1746]
13) Umumnya fukaha berpendapat bahwa orang yang masuk Islam setelah
kematian pewarisnya yang muslim, tidak dapat mewaris. Pr' 6/344]
904
20. Pewarisan dengan sebab yang timbul sebelum Islam
Seorang Majusi dan orang yang diberlakukan seperti Majusi -
yailu mereka yang mengawini muhrim-muhrim mereka sendiri !! bila
masuk Islam dan minta pengadilan kepada kita {orang Islam), maka
mereka -- dihukumi -- tidak dapat mewaris lantaran pernikahannya
dengan dzawalil mahaarim {muhrim-muhrim sendiri); tanpa ada khilaf
yang diketahui di kalangan ulama Islam.
Adapun lainnya dari pernikahan-pernikahan, maka setiap
pernikahan di mana mereka meyakini sahnya dan dikukuhkan setelah
mereka masuk Islam, mereka dapat saling mewaris; baik syarat-syarat
yang muktabar dalam pernikahan Islam ada atau tidak. Setiap
pernikahan yang tidak diakui setelah keislaman mereka, mereka tidak
dapat saling mewaris karenanya. Orang Majusi dan lainnya sama
dalam hal ini.
Kalau seorang kafir mentalak tiga istrinya, kemudian menikahi-
nya lag!, lalu keduanya masuk Islam dan salah seorang di antara
mereka berdua meninggal, maka pernikahan mereka tidak diakui dan
mereka tidak dapat saling mewaris karena pernikahan tersebut.
Demikian pulajika salah seorang meninggal {sebelum mereka
masuk Islam.’' Ini semua pendapat seluruh ulama Islam, [Y 6/348]
14) Kata-kata dalam kurung ini diambllkan dari kitab yang ditunjuk. {Y 6/348). Oi
kitab aslinya yang diteoemahkan ini, kata-kata ini tidak ada. (Pent.)
905
secara sengaja {'andan) atau karena kekeliruan'* {khatha-an). tidak
mewaris sesuatu apa pun. Sa'id bin Al Musayyab dan Sa'id bin Jabir
berpendapat dapat mewaris. Ini pendapat yang ganjil (syaadz), tidak
dapat dijadikan pedoman. [Mr 98. 109 Y6/337 B2/455]
9 0 6
27. Pewaris suami
Telah disepakati bahwa bag! suami. separuh (1/2) harta
warisan bila s> jstri tidak mempunyai anak lelaki atau perempuan, tidak
mempunyai cucu lelaki atau perempuan dari anak lelakinya hingga ke
bawah: baik anak dari suami tersebut atau dari lainnya.
Dan telah disepakati. jika si istri mempunyai anak lelaki atau
perempuan. atau cucu lelaki dari anak lelakinya. atau wanita dari anak
lelakinya hingga ke bawah, maka si suami hanya berhak 1/4
(seperempat) warisan. Kecuali nwayat dari Mujahid yang menyatakan
bahwa cucu -- putra dari anak lelaki -- tidak menghalang-halangi si
suami dari bagian setengah menjadi seperempat. [Mr 100 Mh 1716 B
2/336 Y6/235)
29. Ayah bersama salah seorang dari dua istri dan ibu
L=// 47
907
31. Ayah menghalang nenek
L=//159
16) Tidak kurang bagian kakek, selamanya, dari 1/6 (seperenam) seluruh harta,
atau bagiannya bila pengambil-pengambil bagian bertambah. Ini pendapat
semua ahlul ‘ilmi, hanya saja ada riwayat bahwa Ibnu Abbas pernah menulis
Surat kepada Ali tentang enam saudara dan seorang kakek, dan AN menulis
menjawab kepadanya: 'Buattah si kakek orang yang ketujuh dari mereka
berenam dan hapuslah sural saya ini"
DiriwayatkanpuladanSayyidinaANmengenaitujuhbersaodaradanseorang
kakek, beliau mefatwakan agar si kakek dijadikan orang ke delapan. Dari
Imra bin Al Hashien dan Asy Sya'by dinwayatkan cara pembagian sampai
separuh dari 1/6 (seperenam) harta. [Y 6/272)
908
38. Kakek bersama anak
Telah disepakati bahwa kepada kakek orang menjadi waris
bersama anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan. diberikan apa
yang diberikan kepada ayahnya, dan bahwa anak-anak, tidak mengu-
rangi sedikit pun dan ketentuan bagiannya (kakek). (Mh 1734 B2/342]
19) Ini pada dasarnya bukan ijmak, sebab telah benar-benar datang dari
sayyidina All bahwa anak-anak saudara dapat mewaris bersama kakek. [Mh
1734]
909
dari mereka sendirian, ia mendapat 1/6 (seperenam), baik la lelaki
maupun perempuan. Dan bahwa mereka, bila lebih dari seerang,
bersama-sama mendapat 1/3 (sepertiga) dibagi rata -antara yang
laki-laki dan perempuan mendapat bagian yang sama; kecuali satu
riwayat yang ganjil {syaadz) dari Ibnu Abbas -bahwa beliau
melebihkan bagian laki-laki dari perempuan.
Dan menurut ijmak Ahlul ‘ilmi, saudara-saudara lelaki seibulah
yang dimaksud dalam firman Allah ta'alaa (yang artinya:) "Bila sese-
orang lelaki atau perempuan meninggal tidak meninggalkan ayah,
tidak meninggalkan anak, tapi mempunyai saudara laki-laki atau
saudara perempuan, maka bagi masing-masing dari dua jenis
saudara itu seperenam harta. Tapi bila saudara-saudara (seibu) itu
lebih dari itu (lebih dari seorang), maka mereka bersekutu (bersama-
sama) dalam bagian sepertiga."^“ [B 2/338 Mr 105 Y6/225, 240 S7/61
F12/9 (dari Ibnut Tien)]
44.
Saudara-saudara lelaki bersama saudara laki-laki kandung
L=//105, 106
45.
Saudara-saudara lelaki seibu bersama saudara perempuan
sekandung
L=// 79
910
47. Pewaris ibu
(1) Ibu mewaris 1/3 (sepertiga) dengan dua syarat 1. tidak ada
anak laki-laki (putri) dan anak dari anak laki-laki balk lelaki
maupun perempuan: 2. tidak ada dua atau lebih sau-
dara-saudara lelaki dan saudara-saudara perempuan dari
pihak mana pun mereka -dari pihak laki-laki dan perempuan,
atau laki-laki saja atau perempuan saja: tanpa ada perbedaan
pendapat yang diketahui di kalangan Ahlul 'ilmi.
(2) Ibu mewaris 1/6 (seperenam) barta, bila si mayit mempunyai
anak laki-laki atau anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu
laki-laki). atau dua orang dari saudara-saudara lelaki dan
saudara-saudara perempuan.^' Atas ini semua, ijmak telah
terjadi: kecuali riwayat dari Mujahid bahwa anak laki-laki dari
anak laki-laki (cucu) tidak menghalang ibu dari 1/3 (sepertiga)
menjadi 1/5 (seperlima). Ibnu Abbas mengatakan bahwa ibu
tidak terhalang dari 1/3 (sepertiga) menjadi 1/6 (seperenam)
oleh saudara-saudara lelaki dengan saudara-saudara perem¬
puan kecuali tiga orang. Ini diriwayatkan pula dari Mu'adz. Dan
ijmak sebelumnya bertentangan dengan Ibnu Abbas
(3) Bila ada salah seorang suami istri. ayah dan ibu; maka si ibu
mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa setelah masing-masing dari
mereka ini mengambil bagiannya yang ditentukan.
Atas hal ini, telah terjadi ijmak para Sahabat, kecuali Ibnu Abbas yang
memberikan kepada ibu 1/3 (sepertiga) dari harta keseluruhan. (Y
6/233, 234, 237 Mr 101 Mh 1714,1715 B2/335, 336]
48. Ibu menghalang nenek
L=//161
21) Telah disepakati bahwa pewarlsan ibu adalah 1/3 (sepertiga) bila di Sana
tidak ada tiga orang saudara lelaki. [Mr 101 Mh 1714]
9 11
52. Pewarisan nenek
Nenek mewaris 2/6 {seperenam), baik dia ibu dari ibu atau ibu
dari ayah. Dalam hal ini telah terjadi kesepakalan para sahabat dan
taabi’ien, kecuali riwayat ganjil (syaadz) dati Ibnu Abbas bahwa nenek
berkedudukan seperti ibu." [N 6/60 (dari Muhammad bin Nashr) Mh
1729 (dari sebagian ulama) B2/343 Y6/260 (dari Ibnul Mundzir)]
53. Pewarisan beberapa nenek
Ketentuan bagian dua orang nenek alau beberapa nenek
adalah 1/6 (seperenam), di mana mereka bersama-sama memilikinya
jika mereka satu derajat; misainya ibu dari ibunya ibu dan ibu dari ibu
ayah, Mengenai ini para Sahabat telah sepakat dan telah menjadi
ijmak Ahlul 'Umi\ kecuali riwayat dari Daud berupa pendapat, tidak
mewarisnya ibu dari ibu ayah sesuatu apapun." Dan telah disepakati
bahwa jika salah seorang dari para nenek itu lebih dekat, maka ia
mewaris dan yang lebih jauh menjadi gugur bila dari pihak yang sama.
Adapun bila dua orang nenek itu dari dua pihak yang beriainan, yang
lebih dekat adalah yang dari pihak ibu, maka warisan untuknya dan
bagi yang dari pihak ayah tidak memperoleh apapun menurul
pendapat semua Ahlul 'ilml.
Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Yahya bin Adam dan
Syariek bahwa warisan dibagi antara mereka berdua. [N 6/60 (dari
Muhammad bin Nashr) Mr 101 M1729 B2/343 Y6/261 262 263
264]
22) Telah disepakati bahwa nenek tidak mewaris lebih dari 1/3 (sepertiga) dan
tidak kurang dari 1/6 (seperenam) kecuali dalam masalah-maslah 'ad/
(pergeseran) dan kumpulnya beberapa nenek. Kami tidak menemukan
penentuan 1/6 (wajib seperenam) bag! nenek, kecuali pada riwayat mursal
dari Abu Bakar, Umar, Ibnu Mas'ud, Ali dan Zaid; lima orang saja dari m a n a
23) Telah disepakati bahwa bagi dua orang nenek atau beberapa nenek tidak
mendapat menurut orang yang memberi warisan kepada mereka tidak lebih
dari1/6(seperenam)atau1/3(sepertiga)menurutmerekayangberpendapat
demikian. [Mr 103]
9 1 2
56. Nenek bersama kakek
24) Ini tidaklah merupakan hal baru dari keberanian-keberanian mereka. Per-
kataan Ibnu Sitriin sendiri dan lainnya mendustakan mereka. (Mh 129]
25) Teiah disepakati bahwa dua orang anak perempuan sendiri, mendapat 1/2
(separuh). [Mr 102]
Komentar saya: "Ini apa yang dikatakan Ibnu Hazm di Kitab 'Maratibul-ijmak '
Dl 'Al Muhalla' la berkata: 'Jika mayat meninggalkan dua orang anak
perempuan atau lebih dan anak-anak lelaki anak lelakinya (cucu-cucu lelaki
dari anak lelaki mayat), maka bagi kedua anak perempuan itu 2/3 (dua
pertiga) harta; sisanya untuk anak-anak lelaki anaknya. Ini merupakan ijmak
yang meyakinkan’." (Mh 1827]
913
61. Anak perempuan bersama kakek
L=// 38
914
106F 12/11 {dari Ath Thahawy) Mh 1727]
64. Anak perempuan bersama saudara-saudara lelaki
Telah disepakati bahwa orang meninggalkan seorang anak
perempuan atau dua orang atau lebih, dan meninggalkan saudara-
saudara lelaki dan perempuan sekandung atau seayah saja, maka
anak-anak perempuan mengambil bagian-bagian mereka dan
saudara-saudara lelaki atau saudara kandung mendapat warisan;
kalau tidak ada saudara perempuan kandung, maka saudara lelaki
seayah mendapat warisan.
Atas dasar ini telah disepakati bahwa mayit kalau meninggal¬
kan seorang anak perempuan dan saudara lelaki seayah, maka bagi
si anak perempuan separuh harta, selebihnya bagi si saudara lelaki
[Mr 104 F12/11 (dari Ath Thahawy))
L=//42, 75
915
anak laki-laki menduduki kedudukan anak-anak perempuan, ketika
mereka tidak ada dalam pewarisan dan penghalangan mereka
terhadap orang yang dapat dihalangi anak-anak perempuan dan
dalam menjadikan saudara-saudara perempuan bersama mereka
sebagai 'ashabah serta dalam hal bahwa mereka bila telah menyem-
purnakan 2/3 (dua pertiga), maka gugurlah orang yang lebih ke bawah
dahpada mereka dan dari cucu-cucu perempuan dari anak laki-!akt
dan Iain-lain. [Mb 1727 Mr 105 Y6/227]
68. Cucu perempuan dari anak lelaki bersama cucu lelaki dari
anak lelaki
L=//81
26
70. Cucu perempuan dari anak laki-laki bersama saudara-
saudara lelaki sekandung atau seayah
Telah disepakati bahwa orang yang meninggalkan seorang
atau lebih cucu perempuan dari anak laki-lakinya dan meninggalkan
-bersama cucu-cucu perempuan itu -saudara-saudara lelaki dan
perempuan kandung atau seayah saja, maka cucu-cucu memperoleh
bagian-bagian mereka yang sudah ditentukan dan saudara-saudara
lelaki atau saudara lelaki kandung mendapat watisan. Kalau tak ada
saudara perempuan kandung, saudara lelaki seayah dapat juga
mewaris. [Mr 104]
26) Demikian di buku aslinya, nomor 70 tidak ada (terlompat). Karena adanya
penunjukan kepada nomor-nomorlertentu, maka bendaknya ketika menunjuk
nomor yang ditunjuk diperhatikan kekhilafan penomoran ini, barangkaii
bergeser. (Pent.).
9 1 6
74. Saudara perempuan kandung bersama saudara lelaki
kandung
L=// 81
9 1 7
orang saudara perempuan kandung dan seorang saudara laki-laki
seayah, maka harta peninggalannya dibagi antara mereka: seper-
tiga-seperliga [Mh 1722 Mr 103]
918
80. Pembatasan 'ashabah dengan sendirinya dan pewarisan
mereka
919
menghalang-halangi saudara-saudara perempuan mereka itu dari
ketentuan bagian dan berbagai dengan mereka apa yang diwariskan
kepada mereka semua, dengan ketentuan yang lelaki mendapat dua
kali bagian yang perempuan. Empat orang iaiah: anak lakt-laki, cucu
laki-laki dari anak lelaki hingga ke bawah, saudara lelaki kandung dan
saudara lelaki seayah.
Adapun para 'ashabah selebihnya, maka para lelaki sendiri
memperoleh warisan tanpa para perempuan, yaitu: anak-anak lelaki
saudara lelaki, paman-paman (dart ayah) dan anak-anak mereka.
Dan tidak diketahul ada khilaf mengenai bahwasanya cucu lelaki dari
anak lelaki, meng-asftaba/i-i saudara-saudara perempuannya yang
setingkat, anak-anak perempuan pamannya (dari pihak ayah), dan
anak-anak perempuan dari anak lelaki paman ayahnya, bagaimana-
pun keadaannya: dan juga meng-asftaba/)-i orang yang lebih tinggi
tingkatnya: bibi-bibtnya (dari pihak ayah), anak-anak perempuan
paman ayahnya dan orang yang di "atas" mereka, dengan syarat
mereka ini pemilik-pemilik ketentuan bagian; dan orang yang lebih ke
bawah darinya -seperti anak-anak perempuannya, anak-anak
perempuan saudaranya dan anak-anak perempuan anak pamannya
-menjadi gugur. Mr 102, 105 Mh 1719, 1920 B2/334, 338, 339 F
12/20 Y6/229, 230,231,233]
920
86. Anak laki-laki bersama saudara-saudara lelaki seibu
L=// 42
921
mewaris dalam kalaalah dan merekalah yang dimaksud dengan
firman Allah Swt, yang artinya. "Mereka meminta fatwa kepadamu,
katakanlah. Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalaalah, jika
seseorang meninggal dunia dan ia tidak punya anak dan mempunyai
saudara perempuan. maka bag! saudara perempuannya itu 1/2
(seperdua) harta peninggalannya dan dia dapat mewaris saudara
perempuannya itu jika saudara perempuan itu tidak mempunyai anak;
Jika saudara perempuannya itu dua orang, mereka berdua bediak 2/3
(dua pediga) harta yang ia tinggalkan: dan jika terdin dan saudara-
saudara laki-laki dan perempuan. maka bagian seorang saudara
laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan kepadamu agar kamu tidak sesat Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuafu'.'®' [S 7/61 B2/337, 338 Y6/224]
922
102. Saudara kandung bersama saudara laki-laki seayah
L//168
923
11 3 . Saudara laki-iaki seayah bersama cucu perempuan dari
anak laki-laki
L / / 7 1
120,
Saudara perempuan seayah bersama anak perempuan
L / / 1 1 7
122.
Saudara perempuan seayah bersama saudara kandung
L//168
924
124. Saudara perempuan seayah bersama saudara perempuan
sekandung dan anak perempuan
L//75
925
meninggal), tidak ada saudara laki-laki seibu, tidak anak laki-faki
saudara laki-laki sekandung atau seayah hingga ke bawah. [Mr 99,
104 Mh 1708, 1724, 1734 B2/341,346]
138. Paman bersama anak perempuan dan bibi (dari pihak ayah)
L//66
926
ada lelaki yang nasabnya kembali kepadanya, tidak ada ayah, kakek
seayah hingga ke atas, tidak ada saudara laki-laki kandung. lidak ada
paman yang lebih dekat danpadanya, dan tidak ada anak laki-laki
paman yang lebih dekat daripadanya. [Mr 99-100 Mb 1710, 1735]
927
bersama anak perempuan.
Ada kemungkinan beliau berdua memberi wansan pada paman
tersebut sebagai 'ashabah, atau maiilaa. agar beliau berdua tidak
menyaiahi ijmak [Y 6/287-288 (daii Al Khabary) Mr 103-104 Mh 1724]
928
158. Penghalangan ayah terhadap anak
Menurut ijmak, ibu ayah gugur dengan adanya ayah.
Dan tidak ada khilaf mengenai bahwasanya ayah, tidak menghalang
29
ibu dari ibu (nenek dari ibu), tidak juga ibu nenek dari ibu ke atas
30
159. Penghalangan kakek terhadap kakek yang lebih ke atas
Menurut ijmak, kakek tidak menghalang kakek-kakek yang di
atasnya. [B 2/346]
29) Ini apa yang dikatakan Ibnu Hazm di At Muhalla. Dalam Maratibul ijmak
beliau berkata: "Mereka telah sepakat bahwa nenek dari ibu dan ibunya serta
ibu ibunya (neneknya). demiklan seterusnya ke atas, mendapat warisan
selama tak ada ibu dan tidak ada ayah. |U 101]
30) Dt buku aslinya tidak menyebut (terlewatkan) marajl-aya. Melihat catatan kaki
di atas mungkin. [Mh 1708] atau [Mh 1734]. Wallahu a'lam (Pent ).
929
225 F12/20 (dari Ibnu Baththaal))
930
174. Anak laki-laki saudara sekandung, menghalang anak
laki-laki saudara laki-laki lainnya
Tidak disepakati bahwa anak laki-laki saudara laki-laki kan-
dung, menghalang anak laki-laki saudara laki-laki yang tidak sekan¬
dung. [Mr 104 Mh 1735 B2/345]
931
pembagian hartanya; bukan orang yang sudah mati sebelum itu --
meskipun hanya terpaut sehari. [Y 6/367]
31) Ini bila yang ada hanya ibu dan kerabatnya. Tapi jika ia punya anak laki-laki
atau istri, masing-masing memparoleh haknya sebagaimana dalam
pewarisan-pewansan lainnya. [N 6/67]
932
Demikianlah dan anak laki-laki dari anak perempuan wanita
yang di-//’an, 'ashabah ibu yang di-//'an itu bukanlah 'ashabah mereka,
menurut pendapat semua (N 6/78 S6/320 Y6/257, 308, 311, 314 F
12/24-25]
32) Di buku aslinya aba tanda di sini, tapi tidak terdapat Catalan kakinya. (Pent.).
933
penmggalannya dan ia tidak mengambil 1/2 (separuh) seperti yang
disebutkan dalam ai-Quran; harus dtkurangi dari itu, menurut ijmak.
Wanita yang meninggal dunia dan meninggatkan seorang suami,
seorang ibu, dua orang saudara perempuan seibu dan dua orang
saudara perempuan seayah; maka bagi suami 1/2 (separuh), bagi ibu
1/6 (seperenam) dan bagi dua orang saudara perempuan seibu 1/3
(sepertiga). Mereka ini tetah disepakati pewarisan mereka dalam
ketentuan bagian ini, tanpa seorang pun berbeda pendapat; dan dua
orang saudara perempuan seayah tidak memperoleh suatu apa
menurut ijmak.” [B 2/340 Mr 106-107 Mh 1717 Y6/239, 240]
190. Saudara-saudara dari ibu, salah seorang dari mereka anak
paman (dari pihak ayah)
Dua orang saudara lelaki dari ibu, salah seorang dari keduanya
adalah anak paman, maka ketentuannya 1/3 (sepertiga) untuk mereka
berdua dan setebihnya untuk anak paman. Masalah ini sah juga dari
enam bagian, bagi anak lelaki paman lima bagian dan satu bagian
untuk yang lain, tanpa perbedaan pendapat.
Dan telah disepakati bahwa tiga orang saudara laki-laki seibu,
salah seorang dari mereka anak lelaki paman, pembagiannya bagi
tiga orang saudara 1/3 (sepertiga) dan setebihnya bagi anak paman.
[Y 6/245 F12/221
934
(dan pihak ayah) atau seorang paman, maka bagi kedua orang
saudara perempuan kandung 2/3 (dua pertiga) harta peninggalan,
sedangkan paman atau anak paman sisanya dan saudara-saudara
yang seayah tidak mendapat sesuatu apa. Ini merupakan ijmak yang
meyaktnkan, kecuali sesuatu yang dikatakan dan Al Hasan Al
Bashari, bahwa 1/3 (sepertiga) yang merupakan sisa diperuntukkan
bagi mereka yang seayah itu. (Mh 1723]
9. WASAQ
Batasan wasaq
Wasaq adalah60 (enam puluh) sftaa'menurut ijmak “[M 5/441
(dan Ibnul Mundzir) Y2/584 (dari Ibnul Mundzir) F3/242 N4/139]
10. WASHIY
L=Wishaayah, him, 945
L=wasiat dan, him. 935
L=Yatim, him. 945
11 . WA S I AT
L=Wishaayah, him, 945
1. Hukum wasiat
34) Ini sama dengan 1.600 (seribu enam ratus) kati Baghdad, 342 (tiga ratus
empat puluh dua) 5/6 (lima perenam) katl Damaskus dan 1/7 (seperlujuh)
Uqiyah.[M 5/411]
Catalan penegemah 1wasaq. menurut Syeikh Maksum bin Alt dl kitabnya
Fathul Qadi> halaman 9. sama dengan 168, 712 liter kubik
35) Ini terlalu gegabah. sebab suatu golongan darl Ulama Salaf antara lain
Athaa, Az Zuhry. Ibu Mujiiz, Thalhah bin Mashraf, Asy Syathyilalam qaul
qadimnya, Ishaq, Daud, Abu 'Uwaanah, Al Isfirayiny. Ibnu Jarir dan masih
banyak lagi yang lam. telah berpendapat wajibnya berwasiat [M 6/33. 34]
935
wasial secara mutlak bagi orang yang meninggalkan harta sedikit atau
banyak.Dantelahdisepakatibahwaorangyanghanyamempunyat
sedikit barta yang tak berarti, tidak dianjurkan untuk berwasiat “[S
7/78 Y6/76 (dari Ibnu 'Abdil Barr) Mr 113 F5/274, 275 (dari Ibnu
'Abdii Barr) N6/34 (dari Ibnu 'Abdil Barr)]
2.
Siapa yang diminta (ditakiif) berwasiat
L//1
3.
Siapa yang sah wasiatnya
Telah disepakati atas berlakunya wasiat orang yang berakal,
merdeka,baligh,muslim,mengertikepentinganhartanyadanpemilik
yang sah pemilikannya. Dan tidak ada perbedaan pendapat dari
seorang pun, bahwa wasiat perempuan gadis yang mempunyai ayah
danperempuanbalighyangbersuami,jaizsepertiwasiatlelaki,ayah
atau si suami senang atau tidak dan izin mereka berdua, tidak m e m -
6.
Siapa yang tidak sah wasiatnya
Anak kecil yang belum mencapai tujuh tahun, orang glia dan
orang yang berpenyakit birsaam,^^ tidak mempunyai hak berwasiat. Ini
pendapatHamiedbinAbdurRahman,Malik,AlAuzaa'iy,AsySyafi'iy,
36) Dalam penukilan ijmak ini pertu peninjauan, sebab yang sudah tetap dariAz
Zuhry,wasiatadalahbenar-benarhakdalamhalsedikitataubanyak.Iniyang
ditegaskan di kalangan Syafi'iyah, kecuali pendapat Abul Farai As Sarkhasv
dari mereka. [F 5/274]
37) Birsaam adalah penyakit infeksi pada dinding antara hati dan usus -ada
yang mengatakan; dan janlung -kemudian sampai ke (saraf) otak. (Baca 'Al
MishaabulMunir,susunanSyeikhAhmadbinMuhammadbinAliAlMuqryAl
Fajumy.Juz1,cetakanMustofaAlBabyAl-Halabydananak-anaknyaMesir
halaman 48 dan Munjiduth Thullaab, cetakan 1956 halaman 29). (Pent)
936
Ashaabur Rakyi, Ahmad dan para pengikut mereka dan tidak
diketahui ada seorang pun yang menentang pendapat itu, kecuali
lyaas bin Muawiyah yang berpendapat: mengenai anak kecil dan
orang gila, jika wasiat mereka sesuai dengan yang hak. [Y 6/165-166)
7. Wasiat orang sekarat
L=Mayit // 4, him. 466
937
6/136-137 {dari Abi Ubaid) N6/35 {dari Al Qurthuby)]
14. Ta f s i r w a s i a t
(1) Barangsiapa mewasiatkan sesuatu bagian, sesuatu pem-
bagian, sesuatu pemberian atau sesuatu dari hartanya, maka
para waris berhak memberikan -apa yang mereka kehendaki
-kepada orang yang mendapat wasiat. Dalam hal ini tidak
diketahui ada khilaf. Barangsiapa mewasiatkan saham, maka
bagi orang yang menerima wasiat 1/6 (seperenam) harta
peninggalan. Ini pendapat AN dan Ibnu Mas'ud, serta tak se¬
orang pun menen-tang mereka di kalangan para Sahabat.
(2) Barangsiapa berwasiat untuk anak-anak perempuan si Fulan,
maka yang termasuk dalam wasiat hanya yang perempuan-
perempuan saja, tidak yang lain; tanpa ada perbedaan pen¬
dapat. Katau berwasiat untuk keturunannya (Fulan), maka
wasiat diperuntukkan keiuarganya yang lebih dekat dan anak-
nya, laki-taki dan perempuan hingga ke bawah. Ini pendapat
Abu Bakar di hadapan para Sahabat dan tak seorang pun yang
menentangnya. [Y6/102,103,121, 184]
938
sahaya.^ [Mr 112 82/330 Y6/134]
38) Muhsy boleh mencabul kembali waslatnya yang berupa pemerdekaan hamba
sahaya. Ini pendapat Umar dan tidak diketahui ada yang menentang beliau
dari kalangan para Sahabal. Dan tidak ada hujjah dalam ucapan seseorang
selain Rasululiah saw (Mh 1765]
939
pakatan.’® [F 5/292 (dari Ath Thahawy)]
25.
Bilamana ternyata orang yang diwasiati merupakan waris
Telah disepakati bahwa penilaian orang yang mendapat wasiat
sebagai waris adalah sehari setelah kematian mushy (orang yang
berwasiat). Atas dasar itu, kalau muhsy berwasiat untuk tiga orang
saudaranya yang berbeda-beda, ada yang sekandung, seayah, dan
seibu saja, sedangkan ia tidak mempunyai anak dan meninggal dunia
sebelum kelahiran anaknya, maka wasiat hanya sah untuk saudara¬
nya seayah, kecuali dengan perkenan para waris.
Bila ia punya anak lelaki, maka wasiatnya untuk saudara-
saudaranya itu semua sah, tanpa perkenan waris ~jika wasiat ter-
sebut tidak melebihi 1/3 (sepertiga) harta peninggalan.
Jika ia mempunyai anak perempuan, wasiatnya sah untuk
saudaranya seayah dan saudaranya seibu, sehingga untuk mereka
dua pertiga harta yang diwasiatkan dibagi antara mereka separuh-
separuh. Dan tidak boleh untuk saudara kandungnya, sebab ia ini
waris.
39) Pemyataan ini perlu peninjauan, sebab menurut golongan Asy Syafi'iyah ada
satu pendapat yang memperbolehkan dan diberikan kepada tiga orang dari
mereka dan tidak harus sama. [F 5/292)
40) Bila para waris yang lain memperkenankannya, maka wasiat tersebul sah
menurut Jumhur Ulama. [Y 6/80)
9 4 0
di kalangan Ahlul V/m/. [F 5/287 Y6/88 N6/41]
adaiah jaiz.
Dan telah disepakati bahwa orang yang berwasiat dengan
sesuatu yang tidak dimiliki, sesuatu yang berupa ketaatan dan
sesuatu kemaksiatan, wasiatnya berlaku pada yang berupa ketaatan
dan sesuatu yang dimiliki: sedangkan pada yang maksiat, batal. Juga
pada yang tidak dimilikinya. (Mh 815 Mr 112, 113]
41) Ibnu Taimiah berkata. 'Wasiat dengan sesuatu yang buKan suatu kebajikan
juga bukan suatu maksiat dan mewakafkan hal-hal itu. ada dua pendapat
mengenai Itu dalam mazhab Ahmad dan lainnya Menurut pendapat yang
shahih. hal-hal itu tidak sah Orang tidak dapat mengambil manfaat dengan
mencurahkan hartanya -sesudah kematiannya -kecuaii jika ia fasarrof-kan
menuju taat kepada Allah.
Kalau tidak. maka pencurahannya terhadap sesuatu yang bukan ketaatan
dan bukan maksiat tidaklah bermanfaat baginya setelah kematiannya.
berbeda dengan lasarruf-nya -pada waktu masih hidup terhadap hal-hal
yang mubah seperti makan, minum dan berpakaian; untuk itu ia
memperolehkan manfaat daripadanya." [Mr 113]
941
29.
Mengetahui jumlah sesuatu yang dlwasiatkan
Menurut kesepakatan, orang yang berwasiat tidak disyaratkan
menghadirkan dalam pikirannya jumlah harta yang diwasratkan, pada
saat ben/vasiat -meskipun mengetahui jenisnya.
Dan tidak dianjurkan menulis semua barang-barang yang tidak
berharga dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan mengeluarkan
darinya dan memenuhinya daiam waktu dekat. Ini pendapat ulama [F
5/274, 284 N6/43]
31.
Berlakunya wasiat 1/3 (sepertiga) harta
Orang yang mendapat wasiat dalam batas 1/3 (sepertiga)
harta, tidak memperboleh sesuatu dari wasiat itu, sehingga para waris
memperoleh dua kaii seperti itu, menurut ijmak.
Dan bahwa wasiat dengan 1/3 (sepertiga) harta, menjadi keten-
tuan dengan tanpa perkenan para waris, menurut pendapat s e m u a
ulama. [Y 6/86 10/418 Mr 112]
32. Wasiat lebih dari 1/3 (sepertiga) harta
Teiah disepakati atas dilarangnya wasiat melebihi 1/3 {seper¬
tiga); baik yang berwasiat itu orang sehat maupun orang sakit, jika
mempunyai waris-waris.^*
Apabiia orang yang berwasiat itu tidak mempunyai waris, boleh
berwasiat sampai pun dengan seluruh hartanya. Ini pendapat Ibnu
Masuddantidakdiketahuiadaseorangpunyangmenentangnyadari
kalangan para Sahabat.“^ [Mr 111 B/329 Mh 1753 (dari sementara
ulama)]
33.
Berlangsungnya wasiat lebih dari sepertiga
42) tjmak teiah tetap atas dilarang wasiat dengan yang lebih dari 1/3 (sepertiga),
tapimasihterdapatperbedaanpendapatmengenaiorangyangmempunyai
waris. Jumhur Ulama melarangnya dan golongan Hanafiah, Ishaq, Syariek
danAhmaddalamsatunwayatnya,memperbolehkannyaDaninipendapat
Ali dan Ibnu Mas'ud [F 5/284 N6/38 (dari Ibnu Hajar)]
43) Kami tidak melihat sebagai hujjah kecuali pada nash al-Quran atau Sunnah
Rasulullah saw [Mh 1753]
942
Telah disepakati bahwa orang yang berwasial melebihi seper-
tiga harlanya, wasiatnya batal pada apa yang lebih dari sepertiga itu;
kecuali jika para waris memperkenankan kelebihan itu, maka dapat
terus dilangsungkan: kalau mereka menolaknya maka batal kelebihan 4 4
44) Ibnu Mas'ud. Ibnu Abbas dan Abu Hurairah membatalkan wasiat pada
kelebihan dan sepertiga dan tidak memperbolehkan melangsungkannya dan
tidak mensyaratkan perkenan para waris, serta tidak diketahui ada seorang
pun yang menentang mereka dari kalangan para Sahabat [Mh 1753]
45) Ini tidak benar (tidak sah) dan Ibrtu Umar. [Mh 1764]
943
37. Masuknya binatang dalam wasiat
L=Binatang H49, him. 67
12. WAT S A N Y
L=Musyiik, him. 506
944
Dan ayah maupun wall tidak berhak -daiam hal itu -- memberi
pengampunan ataupun pembebasan. [Mh 2080]
15. W I S H A AYA H
L=Yatim, him. 965
3. Sifat washiy
Leiaki yang berakal sehat. muslim, dan tidak fasik, dapat
menjadi washiy (orang yang menjalankan wishaayah) menurut ijmak.
Adapun orang gila, anak kecil dan orang kafir terhadap muslim, tidak
patut menjadi washiy, tanpa diketahui ada khilaf.
945
mahjur. boleh menentukan untuk anaknya yang belum baligh atau
yang sudah baligh tapi gila —seorang washiy dari kalangan orang-
orang muslim yang merdeka, tidak fasik dan kuat.
Dan boleh wishayah kepada dua orang dalam satu perkara dan
menjadikan bag! masing-masing, tasanvf secara tersendiri. la juga
boleh mewishaayah kepada keduanya untuk tasanvf secara ber-
sama-sama, dan salah seorang dari keduanya tak boleh ber-lasarruf
sendirian. Dalam hal ini semua, tidak diketahui ada khilaf [Mr
110-111, 113 Y6/197 B2/332)
5. Kepatutan washiy ayah
Washiy yang ditunjuk oleh ayah, boleh melakukan tasanvf
setelah kematian si ayah tersebut, terhadap sesuatu yang boleh
dilakukan oleh si ayah berupa membayar utang-utangnya, di luar
kehadiran para warts, menagih utang-utang yang ada padanya,
mengembalikandanmemintakembalititipan-titipan,membagi
wasiatnya, perwalian atas anak-anaknya yang perwalian mereka ada
padanya, yaitu anak-anak kecil, dan orang-orang gila dan orang yang
belummantappikirannya,danmemikirkanuntukmereka,mengenai
harta-harta mereka dengan menjaganya dan men-fasamyf-kan
sesuatu di mana mereka mempunyai bagian.
Dalam hal ini semua tidak diketahui ada khilaf. [Y 6/196 F
5/318-319 (dari Ad Daudy) N6/53 (dari Al Mahdy)]
6.
Pembagian kepatutan para washiy
L = / / 4
7.
Penentuan hakim (penguasa) terhadap washiy
Telah disepakati bahwa orang yang meninggal dunia dan tidak
berwasiat atas anak-anaknya yang belum baligh atau yang gila, maka
merupakan kewajiban hakim (penguasa) untuk menunjuk seorang
washiy bagi mereka (anak-anak dan orang-orang gila itu) yang
menangani urusan-urusan mereka. [Mr 111]
8.
Kekuasaan hakim (penguasa) atas washiy
Telah disepakati bahwa washiy yang tidak fasik dan mampu
bertindak terhadap urusan-urusan orang yang d\-wishayah-kar\, hakim
(penguasa) tidak berhak melarangnya, memecatnya, dan bersama-
sama washiy itu bertasarruf. [Mr 111]
9.
Penafkahan washiy pada orang yang diwishaayahi (mu-
shaa'alaih)
Telahdisepakatibahwaapayangdinafkahkanwashiykepada
946
orang yang diwishaayahinya dengan baik-baik dart hartanya, adalah
berlaku. [Mr ill]
947
tersebut dengan saksi-saksi yang tidak fasik, maka washiy tersebut
telah bebas dan tidak ada tanggungan apa pun yang waiib atasnva
[Mr 111]
16. WITIR
L=Salat witir, him. 751
17. WUDLU
2. Hukum wudiu
Wudiu untuk salat adalah fardlu. Salat tidak sah tanpa wudiu,
bagi orang yang menemukan air. Ini sudah merupakan ijmak yang
tanpa khilaf dari seorang pun. [Mh 110]
948
mencukupinya. Satu mucf' air cukup untuk wudiu, tanpa perbedaan
pendapat yang diketahui. [S 2/369 M2/206-207 (dari Ath Thabary) Y
1/205]
11 . Wudiu di masjid
L = / / 9
47) Satu mud syarVy ~menurut Syeikh Maksum bin Ali di Kitabnya "Fathul
Qadiei" -sama dengan 0.766 liter kubik. (L: Fathul Qadier halaman 9
(Pent.).
48) Ini perlu peninjauan, sebab Ath Thahawy telah memastikan ada khllaf dalam
hal ini. Telah pasti dari Ibnu Umar, Asy Sya'by dan Al Muza'iy larangan ini;
tapi dengan Catalan, bila perempuan itu haid Dan telah sah dari seorang
Sahabat: Abdullah bin Sarkhis, Sa'ied bin Al Musayyab dan Al Hasan Al
Bashary. bahwa mereka melarang bersuci dengan air kelebihan perempuan.
Ini dikatakan juga oleh Ahmad dan Ishaq, tapi kedua beliau ini member!
catatan; jika perempuan itu salat dengan wudlunya itu. (F 1/240 N1/27 (dari
Ibnu Hajar)]
949
13, Wudiu dengan cairan-cairan selain aii^'
19. Wu d i u s e b e l u m w a k t u s a l a t
Menurut ijmak, boleh berwudiu sebelum waktu salat tiba. Ini
bagi selain perempuan mustahadlah dan yang semisalnya {dari
orang-orang yang punya udzur), baginya tidak sah wudlunya sebelum
masuk waktu salat. [M 1/503, 2/264 (dari Ibnul Mundzir dan lainnya)]
L=Istihadlah // 5, him. 267
49)Demikiandibukuaslinya,kosong.MungkindlmaksudkansebagalIndukjudul
bagi judul-)udul di bawahnya --No 14, 15dan 16. (Pent ).
950
20. Wudiu untuk salat
L = / / 2
951
sebelummemulaiwudiubersamaandenganpelaksanaannya,maka
orangtersebuttelahmenunaikanapayangdiwajibkanatasnya.Yang
lebihafdol,orangberniatwudiudiawalwudiudanterusmenghadir-
kan niat dalam hall hingga selesai mengerjakan wudiu. Anjuran
(istihbab) mi sudah menjadi kesepakatan.
Orang yang berniat menghilangkan hadats kencing dan
ternyata hadatsnya bukan kencing, tapi tidur, misalnya, maka jika ia
keliru dengan mengira hadatsnya adalah kencing -wudlunya sah
menurut ijmak, [Mr 18 M1/368, 385, 386 (dariA) Muzany)]
29. Membaca "Bismillah'' dalam wudiu
Telah disepakati bahwa orang yang menyebut nama Allah
Azza wa Jalla ketika berwudiu, ia telah menunaikan kewaiibannva
[Mr 18] ■
30.
Apa yang wajib dibasuh dl antara anggota-anggota badan
Ulamatelahsepakatataswajibnyamembasuhmuka,kedua
tangan, kedua kaki, dan meratal semua anggota itu dengan pem-
basuhan.GolonganSyi'ahberpendapatwajibnyamengusapkedua
kaki. Ini kekeliruan dari mereka. [S 2/214]
31,
Membasuh kedua telapak tangan di awal wudiu
Telahdisepakatibahwaorangyangmembasuhkeduatelapak
tangannya di awal wudiu tiga kali dan menyelusupi jari-jemari dan
yangadadibawahcincindenganair,makaiatelahmenunaikanapa
yang seharusnya ia lakukan. Dan itu sunnah, bukan wajib menurut
ijmak, [Mr 18, 19, S2/211 M1/411 N1/139 (dari An Nawawy)]
32.
Menyelusupi jari-jemari dan cincin dengan air
L=//27“
50)KenapatidakditunjukannomorOIsebelumnomor32ini,padahaldinomor
itu terdapal kelerangan seperti judul nomor 32 ini, (Pent.)
952
Dan mubalagtiah {menyengatkan) dalam berkumur itu hukum-
nya sunnah; tanpa perbedaan pendapat [Mr 18 S2/212 M1/405. 412]
5DL//33 (Penl.)
S3) Ini rancj; sebab Abu Laila, Ahmad, Ishaq, Abu Ubaid. Abu Tsur dan Ibnul
Mundzir mengatakan wajib. Juga dari ahlu bait: Al Hady, Al Qaasim, Al
Muayyad billah, Hammaad bin Sulaiman dan Oaud [N 1/139 F1/210 (dari
Abu Bathihaat)]
953
37.
Menyelusupi jenggot dengan air
L=// 36
38.
Membasuh kedua tangan
Membasuh kedua tangan hingga kedua siku adalah wajib
menurut ijmak. Membasuh kedua siku, wajib menurul semua ulama
kecualiZufar,AbuBakarbinDauddansebagiangofonganMalikiyah
mereka ini berpendapat tidak wajib. Ini terbantah oleh ijmak yanq
mendahuluinya, [M 1/427, 428-429 Mr 18, 19 B1/10 Y1/122 F1/234
(dari Asy Syafi'iy) N1/142]
Danumattelahbersepakatataspenyuciankeduatelinga
Namunmengusapkeduanya,tidakwajib,tanpakhilaf.Atasdasarini
mereka telah sepakat atas bahwa orang yang mengusap kedua
telinganya, sah bersucinya. Ishaq bin Raahuwaih berpendapat tidak
sah. Dan ini terbantah dengan ijmak sebelumnya. [Mr 18 Y1/272 M
1/455, 456 (dari Ath Thabary dan lainnya)]
54)Kata-katamereka"AsySyafiymenyalahiIjmak"adalahtidakbenarSebelum
AsySyafi'iy,telahmendahului(berpendapatsepertibeliau)AnasbinMalik
Athaa,Sa'idbinJabier,ZaadzandanMaisarah.[M1/476]
954
41. Mengusap dua telinga dari usapan kepala
Ijmak telah terjadi atas bahwa mengusap dua telinga dari
usapan kepala (sekaligus. dengan air yang sama. mengusap kepala
lalu langsung mengusap kedua telinga; Pent ), tidak cukup. [M 1/455]
5S) Ibnu Baththaal menuturkan Ijmak alas wajibnya melewatkan tangan pada
anggota-anggota wudiu ketika membasuhnya. Dan ini dikaburkan dengan
kenyataan bahwa semua orang yang tidak mewajibkan menggosok anggota
waktu membasuh -dan mereka mi mayoritas -mereka memperbolehkan
orang yang berwudlu mencelupkan tangan ke dalam air dengan tanpa
melewatdapukan tangan. Maka Ijmak pun batal. [F 1/286]
955
turundanbemiatwudlu,makasahwudlunyamenurutijmak.Menurut
Malik dan Al Muzany, mertggosok anggola-anggota wudlu adalah
syarat dalam keabsahan wudlu. [M 1/392, 2/202}
46.
Pengulangan membasuh anggota-anggota wudlu
Menurut ijmak kaum muslimin, yang wajib dalam membasuh
snggota-anggotawudluadalahsekali-sekalijikatelahmelengkapkan,
dan bahwa tiga kali adalah sunnah, bukan wajib. Ibnu Abi Laila
mengatakan wajib tiga kali. Ini tidak benar, kalaupun benar, tertolak
dengan ijmak.
Ulamatelahsepakatataskemakruhanmenambahdaritigakali;
makruh taniieh. Bila orang yang berwudiu menambah, ia telah
melakukan kemakruhan, tapi wudlunya tidak batal menurut semua
ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari sementara ulama bahwa
wudlunya batal. Ini jelas keliru.
Berwudiuduakali-duakali,botehdanmencukupi,tanpakhilaf,
Bilaorangyangberwudiumembeda-bedakananggota-anggotawudiu'
membasuhsebagiananggotasekali,sebagianduakali,dansebagian
yang lain tiga kali, wudlunya sah. Ini sudah menjadi kesepakatan. fS
2/213,217,8/269Mr19B1/12M1/411,472,476-477,479(dariAl
Bukhary, Ath Thabari dan lain mereka) F1/188 N1/141 172 173
(dari An Nawawy)]
47.
Basuhan yang lebih dari tempat yang fardiu
Orang-orangIslamtelahsepakatbahwawudlutidakmelampaui
apa yang sudah dibataskan Allah dan Rasulullah.®® Karena itu tidak
disunnahkan melebihkan, dalam wudlu, di atas siku dan mata kaki
Dalamhaliniulamatelahsepakat.[M1/470(dariIbnuBaththaal)S
2/246-247 (dari Ibnu Baththaal dan ’lyaadl) F1/191 (dari Ibnu
Baththaaldanlainnya)N1/153(dariIbnuBaththaaldan'lyaadljj
66) Ini pernyataan yang tidak benar dan tertolak dengan perCuatan Rasulullah
saw sendiri, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Jamaab dari Salat dan mayoritas
golonganSyafi'iyab,HanafiyahdanZaidiyah.
Kalaupun ada orang yang berbeda pendapat dia terbantah dengan
sunnah-sunnah yang shahih ini. Karena inilah, tidak ada perbedaan
pendapatmengenaidianjurkannya(istihbaab)membasuhapayangadadi
atas kedua siku dan kedua mata kaki, yaitu yang disebut tahjiel dan dalam
membasuhsesuatudibagiandepankepalaatausesuatuyangmelewali
muka,sebagaitambahandaribagianyangwajibdibasuh.Iniyangdisebut
ghurrah (M 1/470 S2/247 F1/191 N1/153]
956
48. Berturut-turut antara anggota-anggota wudiu
Telah disepakati bahwa orang yang tidak memisahkan antara
membasuh sesuatu dari anggota-anggota wudiu, maka la telah
menunaikan apa yang semestinya ia lakukan Sedangkan orang yang
memisahkan wudiu dengan pemisahan yang sedikit, tidak apa-apa
(tidak mempengaruhi sahnya wudiu), menurut ijmak kaum muslimin.
[Mr 18 M1/40 (dari Abu Hamid, Al Mahamily dan Iain-lain)]
57) Tidak ada hujjah pada seorang pun bersama Al-Quran. kecuali pada orang
yang diperintahkan menjelaskannya, yaitu Rasuluilah s.aw. Demikianlah.
dan tak ada seorang pun dari kalangan kaum muslimin melakukan
pembalikan wudiu (misalnya tangan dulu dibasun, baru muka. dan
sebagainya; Pent ). (Mh 141,206j
957
lempat fardlunya hanya sedikit, maka tidak ada kefardluan atasnya.
Ini sudah menjadi kesepakatan. Dan tetah disepakati bahwa jika
lerputusnya melampaui tempat fardiu (tempat yang hams dibasuh,
Pent ), disunnahkan (mustahab) menyentuhkan air pada apa yang
tersisa dari tangan itu. [M 1/433]
S3.
Membasuh sesuatu yang mengelepasi dari tempat fardiu
dan lainnya.
Bila ada daging bergantung dari selain tempat fardiu, hingga
mengelepasi dari tempat fardiu, maka daging itu wajib dibasuh. Bila
daging itu bergantung dari tempat fardiu, hingga mengelepasi dari
selain tempat fardiu, tidak wajib membasuhnya -baik daging tersebut
pendek atau panjang, Daiam hai ini tidak ada khilaf [Y 1/123]
54.
Membasuh bagian daiam lubang yang terdapat di tempat
fardiu
Bilaadalubangditangan,makawajibmembasuhdalamnya.
ini sudah menjadi kesepakatan. [M 1/436]
57.
Hal-hai yang menyebabkan batalnya wudiu
L=// 59, 60, 61, 63, 64, 65, 66, 70
958
tama.“ (M 2/19. 22 (dari Ibnul Mundzir dan lainnya) Mr 20 M157 (dari
sebagian ulama) Y1/165 (dari Ibnul Mundzir) S2/455 F1/232 (dan
Ibnu Baththaal) N1/191 (dari An Nawawy)]
58)limakyangtidakbenar.MengenaihaliniKamitidakmenemukandariseorang
Sahabat pun sesuatu pendapat; juga tidak dari kalangan Tabi'ien kecuali tiga
orang; IbrahimAn Nakha'iy -- dengan notabene "jalan" kepadanya lemah -
Hammad dan Al Hasan saja. Dari dua di antara mereka, pendapat harus
wudiu; dan dari seorang lagi mengenai wajibnya mandi. Jadi mana yang
dikatakan ijmak? [Mh 157]
Komentar saya: Ibnu Hazm berkata di Marabbul Ijmsic. "Mereka telah sepakat
bahwa kencing dari selain orang yang kelepasan tanpa sadar, kentut bila
keluar dari dubur, dan memasukkan kemaluan lelaki (penis) ke dalam
kemaluan perempuan (farji) dengan kehendak orang memasukkan sendiri,
adalah membatalkan wudiu, baik itu dilakukan dengan sengaja atau lupa
Demikian pula hilangnya akal karena mabuk, pingsan atau gila. [Mr 20]
59) Al Mahlab berkata: "Mereka telah sepakat bahwa tidur yang sedikit tidak
membatalkan wudiu. Al Muzany tidak sependapat, ia mengatakan membatal¬
kan, baik banyak atau sedikit. Dan ini menyalahi Ijmak?" Demikian kata AL
Mahlab yang diikuti oleh Ibnu Baththaal, Ibnut Tien dan iain-lain.
Mereka telah memojokkan Al Muzany dengan pernyataan itu. Padahal Ibnul
Mundzir dan lainnya telah menukil dari semenlara para Sahabat dan Tabi'ien,
bahwa tidur adalah merupakan hadats yang sedikit atau banyak,
membatalkan wudiu.
Dan telah sah dari Abu Musa Al Asy'ary. Ibnu Umar dan Sa'id bin Al
Musayyab bahwa tidur membatalkan wudiu secara mutlak. Dan shahieh
Muslim dan Abu Daud ada hadits ini: "Pernah Sahahat-sahabat Nabi saw
menunggusalatbersamaNabis.a.wdanmerekatertidur,kemudianmereka
salat dan tidak wudiu lagi."
Kalau boleh memastikan adanya ijmak mengenai sesuatu yang tidak diyakini
bahwa tidak ada seorang pun yang ganjil mempunyai pendapat sendiri yang
berbeda, mscaya pendapat bahwa tidur membatalkan wudiu, haruslah
dipastikan bahwa terjadi ijmak atasmasalah itu. [F 1/251 Mh 158]
959
19 (dari Ibnul Mundzir) N1/189, 190)
960
wajib berwudlu. [Mr 22-23]
961
74. Wudiu karena menyentuh orang band
Menyentuh orang band, atau orang band menyentuh seorang
laki-laki atau seorang perempuan, tidak membatalkan wudiu, tanpa
diketahui ada khilaf. (Y 1/184]
60) Ijmak Al Khulafa-ur Rasyidirt dan para tokoh dari kalangan para Sahabal
menetapkan adanya rukhshuh (kemurahan) dalam hal tidak perlu wudiu
sesudah makan apa pun, baik makanan yang terkena api atau tidak; baik
daging unta atau yang lain. [M 2/63 (dari Ad Daarimy)]
962
terjadi perbedaan pendapat di kalangan para Sahabat dan tabi'ien. (S
2/418 M2/63 (dari Ad Daarimy) Y1/180 Y1/249 (dari An Nawawy) N
1/208 (dari An Nawawy)]
963
“.-!\«WK." nA
stiiu uAuW t d
4i^m»?ibiun»m.jbuw.iK4>i^ari{s^^ - ' ^ r i«i.-: mmiM
:'ie*i ^t'A-r-*--
. Mi J
u£7:A«na;Ms>ulhM»C‘)»>< tob«^K '^b'n; ."jiuf-s?'’
llBfvdfUI9U/MK»t*]( UTbw^' H 9
di[«« jl«97 IkbtMi un*^i K/'un^.;
'ne<)rr.«otn .flfwnff fiiT>--!udaii<^ ifi^‘»»ju3wjcr
iUlsi^AJ0i7Mr«'<cnmnQt'tbi^f«erKifeO
4^ os«t^ja :ucMev}‘ }^'*-\
j('fscnuv iu<Mknpj)W'‘ ‘
fn^ 4ua«9l MWwi Vtcii Qnvio iriDuVv U
]pia gytri tiMgfwBoyf* Moct>
^'.fwn^ AiVfirn nydi^PAWieifrMsei^ g'lfnc CTsitsx
««>V
Wi!OMi4fln*8fi«lOP»-. jUitirfoil k 0
!!^ Ir'iiln'toi*' 'ftW! 'Wj ti*iA..9«»R i>*»ifi»; mXf^i
-IbtMt itoVM' ■'!■ruM) ikibit WIM^«l b' '
«>fHCH«W 4*M r ^ a , V »fp C-' 7'
f’K'-wu i}^-^ 'kK^ 8*TB5(tf' !vft -.^*i*ip-*«a>i .'Wr*
VcVfHy T<v»ik." .-Hu<i4i4ci»
C«r:
1. YAT I M
965
t
. »
Y
{ ! > * T
, v
^ y
, u ■■ iJ:
:4» -!. !X-
M J TAY . r
f* '
» ,
t
rae-fn«rt.evwB.-«*; =» j
?, i mHwyiKMO r t f t i . ' i l t a i w V i j i a T
!£>*■ iTjln.EV n s ' j i i - f t ) ( s S . » J
.1
hi ttKia#8fu.gr.8vfft»*ajea'T0M9tiirt!!tti}»u5
cd€
ft .
M !
1. Z A K AT
1. Hukum zakat
Zakat adalah fardiu dan rukun, menurut ijmak kaum muslimin.
(M 5/292 Mh 637, 642 B1/236 Y2/476)
1) Pernyataan ijmak ini tidak benar karena Syuraih, Asy Sya'by dan Al Hakam
bin 'Utaibab tidak berpendapat babwa zabib wajib dizakati. [Mh 611]
967
[Mh 640, 641, 919 {dari se-mentara ulama) B1/242 Mr 36 Y2/493,
497, 576 (dari Abu Ubaid, lbr*u Mundzir dan fbnu 'Abdul Barr) M
5/307, 432 6/5 S4/317-318, 340 (dari 'lyaadi) N4/137-138)
6, Sifat harta yang dizakati
Zakat wajib di dalam harla yang dikuasai. Ini menurut pendapal
Uslman, Ibnu Umar dan tidak ada seorang Sahabat pun yang menen-
tang mereka. (Mh 690]
2) Kuda dan badak tidak wajib dizakati jika tidak dlperdagangkan. Ini pendapat
semua Ulama Salaf dan Khalaf selain Abu Hanifah, Hammad bin Abu Suiai-
man dan segolongan ulama, mereka mewajibkan satu dinar untuk seekor
kuda dan kalau pemiliknya mau, ia boleh menaksir harganya lalu menge-
luarkan lima dirham dari tiap-tiap dua ratus dirham. Mereka tidak memiliki
hujjah mengenai hal itu. Sebagian Ulama Kufah berpendapai, bahwa dalam
hal budak zakatnya diambil dengan cara ditaksir harganya. [S 4/328 F3/254
(dari Ibnu Rusyd) N4/136 (dari Ibnu Rusyid)]
968
12. Ikan tidak wajib dizakati
Ikan tidak wajib dizakati menurut pendapal semua Ahlul ‘ilmi.
kecuali apa yang diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz berupa wa-
jibnya zakat ikan, tetapi tidak seorang pun menggunakan pendapat
Umar, (Y 3/26 Mr 39]
4) Diwajibkannya zakat dalam harta anak yatim adalah pendapal Aisyah .Umar,
JaPir bin Abdullah, All dan Ibnu Mas'ud serta tidak diketahui ada seorang
Sahabat pun yang menyelisihi mereka, kecuali menurut suatu riwayat yang
dia’it dan Ibnu abas
5) Ini salah. sebab tidak diriwayatkan pengguguran zakat harta mukatab kecuali
dari sekelompok orang yang kurang dari sepuluh di kalangan Sahabat dan
tabi'ien [Mh 638]
969
(dari Ibnul Mundzir) M5/298-299 (dan Ibnul Mundzir)]
6) Dari orang-orang Nasrani Bani Taghlab ditarik zakat harta, ternak dan buah
mereka sebanyak dua kali dari apa yang ditarik dari kaum muslimin. Ini
dilakukan Umar dan tidak ada seorang Sahabat pun yang menentangnya,
jadi hal itu merupakan ijmak. [Y 9/335]
970
atau seleiah waktu wajibnya zakat tanaman dan buah-buahan, beratli
la telah melaksanakan kewajibannya. [Mh 677, 693 Mr 38 M50-51)
20. Mentasarufkan harta sebelum haul
Ulama sepakat bahwa sebelum haul, orang boleh mentasaruf¬
kan hartanya dengan diperjualbelikan, dihibahkan dan Iain-lain, jika
ia tidak bermaksud menghindarkan diri dari zakat. [F 12/278 {dari
Ibnu Baththaal)]
971
25. Pengumpulan bermacam-macam jenis untuk menyempurna-
kan nisab
26. Zakat keuntungan yang didapat dari selain jenis harta zakat
Keuntungan yang dari selain jenis harta zakat, takjil zakatnya
tidak mencukupi sebeium benar-benar ada dan sempurna nisabnya,
tanpa perbedaan pendapat. Sementara ulama sepakat bahwa suatu
harta jika kurang dari nisab dan didapat keuntungan harta bukan dari
laba harta yang kurang dari senisab tersebut dan dengan gabungan
dua harta itu, nisab menjadi sempurna, maka hauinya dimulai sejak
ntsab itu sempurna. [Y 2/528 B1/263]
972
30. Memberikan nilai zakat
Nilai atau pengganti sesuatu dari harta yang wajib dizakati, tidak
cukup. Ini yang diamalkan Abu Bakar di hadapan semua Sahabat dan
sama sekali tidak diketahui ada seorang pun dari mereka yang me-
nentangnya. (Mh 674]
973
pakan ijmak. [Y 2/538]
974
tanpa perbedaan pendapat di kalangan fukahaa. Sementara itu
umat Islam sepakat bahwa tidak setiap orang yang berkata "Aku
'amil zakat" adalah 'amil.
(4) Ghorimun (orang-orang yang berutang; Pent ).
(5) Bagian budak untuk memerdekakannya.
(6) Fii sabilillah: bagian fii sabilillah ditasarufkan untuk orang-orang
yang berperang di jalan Allah, tanpa perbedaan pendapat Dan
tidak apa-apa menasarufkan sebagian dari zakat untuk penye-
lenggaraan haji, karena haji termasuk sabilillah. Ini pendapat
Abu Abbas dan tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang
menyelisihinya.
(7) Ibnu Sabil.
Tidak boleh menyerahkan zakat kepada selain delapan golo-
ngan tadi, tanpa perbedaan pendapat yang diketahui dikala-
ngan Ahlul ‘ilmi\ selain yang diriwayatkan dari 'Athaa' dan Al
Hasan, yang berpendapat bahwa apa yang diberikan untuk
perbaikan jembatan-jembatan dan jalan adalah sedekah yang
telah !alu. [Mr 37, 96, Mh 720 B1/269 Y2/552, 6/455, 459, 464,
467, 469, 472 F3/285 (dari Ibnu Baththaal)]
975
41. Penyerahan zakat kepada Nabi saw
L=Muhammad saw // 22, him. 493
10) At Thabary menukil kejaizan hal itu dari Abu Hamtah. Konon dari Abu
Hanifah dinukii pula bahwa Bani Hasyim boleh menenma zakat jika mereka
tidak bisa mendapatkan bagian dzawii qurtaa Sebagian Malikiyyah menukil
dari Al Abhariy diperboiehkannya Bani Hasyim menerima zakat dari mereka
sendiri, dan ini pendapat sebagian Syafi'iyyah. Dari Abu Yusuf dinukii
bahwasanya halal menyerahkan zakat dari sebagian Bani Hasyim kepada
sebagiannya. bukan dari orang lain. Bagi goiongan Malikiyyah dalam
masalah ini ada empat pendapat yang masyhur: jawaz, dilarang,
diperbolehkannya sedekah fathamvu' seiain zakat dan diperbolehkannya
zakat, bukan sedekah tattiawwu’. Tetapi hadits-hadits yang menunjukkan
keharaman hal itu secara umum, menoiak semua pendapat tadi. Dalam pada
itu dikatakan, bahwa hadits-hadits tersebut mutawatir maknanya. [F 3/276 N
4/172-173].
11) Ini perlu diteliti, karena Ibnu Qudaamah menceritakan bahwa Al Khallaal
meriwayatkan hadits dari jalur Ibnu Abu Maliihah dari Aisyah bahwa beliau
berkata: "Kami, keluarga Muhammad, tidak dihalalkan menerima sedekah."
Ibnu Qudaamah berkata: "Ini menunjukkan keharusan sedekah." Ibnu Hajar
berkata: "Isnad hadits ini, hasan, dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu
Syaibah."
Ini tidak merusak kesepakatan, Ibnul Munir menuturkan bahwa zakat tidak
diharamkan atas para istri Bani Hasyim dengan satu pendapat saja. [N 4/175]
976
menurut ijmak.’^ [S 5/36 (dari Ibnu Baththaal))
12) Ini tidak seperti yang dikatakannya, bahkan yang lebib shahih bagi Syaf 'iyyah
adaiah diharamkannya zakat kepada budak-budak Bani Multhalib dan Bani
Hasyim, tidak ada perbedaan di antara keduanya. [S 5/36-37]
13) Ini dikaburkan oleh pendapat yang mengatakan bahwa yang dilarang
memberi sedekah wajib kepada anak adaiah orang yang wajib memberikan
nafkah kepada orang yang diberinya zakat, sedang seorang ibu tidak wajib
memberi nafkah anaknya pada waklu ayahnya masih ada. [N 4/177)
977
2 . Z A K AT D A G A N G A N
3 . Z A K AT E M A S
14) Sah ada Ijmak bahwasanya tidak ada kewajiban zakat dalam dagangan
[Mh641]
978
Menurut ijmak, nisab emas adalah dua ptiluh mitsqal, sedang
nilainya dua ratus dirham,'^ kecuali apa yang masih diperselisihkan
dari Al Hasan; dari beliau diriwayatkan pendapat ini (20 milsqal.
sedang nilainya 200 dirham, Pent ); dan diriwayatkan pufa dari beliau.
bahwa emas yang kurang dari empat puluh m/tsqa/yang tidak senilai
dua ratus dirham atau kurang dari dua puluh mifsqal jika sama
dengan dua ratus dirham, tidak wajib dizakali. Pendapat ini adalah
perbedaan pendapat yang syaadz Demikianlah, dan ukuran yang
digunakan dalam nisab emas adalah dengan timbangan, bukan
bilangan. Ini menurut mazhab semua ulama. [S 4/318 (dari 'lyaadi) Mr
38 Y3/3, 6(dari Ibnul Mundzir) M6/17, 18 (dari ibnul Mundzir)].
15) Sah ada ijmak yang meyakinkan dan past! atas wajibnya zakat emas jika
mencapai empat puluh dinar. [Mh 683 Mr 35 B1/247]
Menurut saya, di tempat lain, Ibnu Hazm menuturkan sesuatu yang
memberikan pengertian bahwa nisab emas itu dua puluh mitsqal, beliau
berkata "Ulama sepakat bahwa orang yang memiliki emas yang jika
dikumpuikan, nilainya tidak mencapai dua puluh dinar, la tidak wajib
menzakatinya. [Mr 38]
16) Nisab emas, dua puluh m/rsqial tanpa memandang nilainya. Ini pendapat
semua fukaha, kecuali menurut apa yang diriwayatkan dari ’Athaa', Thawus,
Az Zuhry, Sulaiman bin Hart) dan 'Ayyub As Sakhtiyany bahwasanya mereka
berkata; "Nisab, diukur dengan perak Jadi emas yang nilainya dua ratus
dirham, wajib dizakati, kalau tidak. tidak wajib dizakati. [Y 3/6]
17) Dalam Al Muhalla Ibnu Hazm berkata: "Sah zakat dalam setiap kelebihan
empat puluh dinar, menurut Ijmak yang meyakinkan dan pasti." [Mh 683)
AM dan Ibnu Umar berkata; 'Wajib dizakati apa yang lebih dari satu nisab.
meskipun sedikit." Tidak diketahui ada seorang Sahabat pun yang
menentang keduanya; jadi merupakan ijmak. [Y 3/7, 8]
979
7. Zakat emas yang dicampur dengan lainnya
Ulama sepakat bahwa emas murni jika dicampur dengan
lainnya, hanya saja mencapai satu nisab, wajib dizakati. (Mr 35]
8. Zakat barang yang dibuat dari emas
Semua barang yang dibuat dari emas, seperti perhiasan dan
lain-lain, jika dihukumi haram atau makruh penggunaannya, barang
tersebut wajib dizakati menurut ijmak kaum muslimin.
Wadah-wadah emas, kalau timbangannya mencapai satu nisab,
atau pemiliknya masih mempunyai emas yang dapat mencapai satu
nisab dengan dikumpulkan dengan wadah-wadah tadi, wadah-wadah
ter-sebut, wajib dizakati dengan tanpa perbedaan pendapat di
kalangan Ahlul ‘ilmi. (M 6/32 (dari Asy Syafi'iy dan lain-lain) Y3/16]
9. Pelaksanaan zakat emas diambilkan dari emas
Kalau mukallaf mengeluarkan emas dalam menzakati emas,
umat Islam -semuanya -sepakat bahwa dia telah melaksanakan
kewajibannya. [Mh 684]
4 . Z A K AT F I T R A H
1, H u k u m z a k a t fi r a h
Menurut ijmak, zakat firah itu wajib'^ dan merupakan salah satu
18) Dalam penukilan Ijmak perlu cfitelltl, karena Ibrahim bin 'Allyyah ban Abu
Bakar bin Kilsaan Al Asham berpendapat bahwa wajibnya zakat fitrah sudah
dt-nasakh, mereka mengambil dalil apa yang dirlwayatkan An Nasal dan
lain-lain dari Qais bln Sa'd bin 'Ubadah, la berkata; "Kami diperintahkan
Rasulullah saw mengeluarkan sedekah fitrah sebelum turun penntah zakat:
ketika perintah zakat itu turun, beliau tidak memerintahkan kami dan tidak
melarang, tetapi kami tetap mengerjakannya (mengeluarkan zakat fitrah;
Pent.)". Hadits Ini cacat dengan adanya perawi yang tidak diketahui dalam
isnadnya, sedang dengan perkiraan kesahihannya, di dalamnya tidak ada
dalil yang menunjukkan penasakhan (penghapusan hukum: Pent.).
Dinukil dari Asyhab, sebagian Ahludh Dhahir, Ibnul Lubbaan dan Syafi'iyyah
bahwa zakat fitrah itu sunnah yang dikukuhkan. {F 3/287 N4/180 (dari Ibnu
Hajar)]
980
fardiu dari beberapa fardlu.'® [M 6/95 (dari Ai Baihaqy dan Ibnul
Mundzir) Y3/51 (dari Ibnul Mundzir dan Ishaq) F3/287 (dari Ibnul
Mundzir dan Iain-lain) N4/180 (dari Ibnul Mundzir dan Iain-lain)]
2 . S i f a t z a k a t fi t r a h
Ulama sepakat bahwa zakat fitrah wajib atas orang dalam diri
orang itu, dan merupakan zakat badan, bukan zakat harta. [B 1/270]
981
20
pun yang menentangnya.
Orang yang zakat fitrahnya diwajibkan kepada orang lain
kemudian mengeluarkan zakat untuk dirinya sendiri dengan izin
orang wajib menzakatinya, yang demikian itu sah, tanpa ada
perbedaan pendapat yang diketahui. [M 6/108-109, 135, 136
(dan Ibnul Mundzir dan lain-lain) Mh 706, 707, (dari sementara
ulama) B1/720, 271 Y3/65, 69 (dari Ibnul Mundzir)]
20) Tidak ada hujjah dalam pendapat siapa pun selain Rasulullah saw. [Mti 707]
21) Tidak ada hujjah dalam pendapat siapa pun selain Rasulullah saw. [Mh 707]
22) Ustman pemah memberikan sedekah fitrah janin dan tidak diketahui ada
seorang Sahabat pun yang menentangnya. [Mh 704]
982
yatkan pula dari beliau, wajibnya zakat tersebut begitu pula pendapat
Ibnu Hazm, tapi la meng-kayidi umur seratus dua puluh hari sejak
ibunya mulai mengandung janin tadi. IF 3/288 (dari Ibnul Mundzir) Y
3/73 (dari Ibnul Mundzir) M6/133 (dari Ibnul Mundzir) N4/181 (dari
Ibnul Mundzir)]
23) Hadits Abu Sa’Id Al Khudry yang diriwayalkan orang banyak, di dalamnya
disebutkan: Muawiyah berkata: "Saya betpendapat dua mud samraa' Syam
sama dengan satu shaa' kurma," lalu Abu Sa'iid berkata: "Saya selalu
mengeluarkannya sebagalmana saya dulu mengeluarkannya."
Hadits ini menunjukkan bahwa Abu Sa'iid tidak sepakat dengan para
Sahabat, begitu pula Ibnu Umar, jadi tidak ada Ijmak dalam masalah ini. [F
3/392 N4/182]
25) Menurut mazhab yang diakui oleh mayoritas ulama. tidak ada perbedaan
antara penduduk desa dan kota dalam hal kecukupan keja. [M 6/122 F
3/291 (dari An Nawawy) N4/182-183 (dari An Nawawy)]
983
11. Memberikan zakat fitrah secara dibagi-bagi
Orang yang wajib mengeluarkan zakat fitrah, boleh mengeiuar-
kan sebagian, lalu sebagian. kemudian sebagian lag! dengan tanpa
ada perbedaan pendapat. (Mh 713)
5 . Z A K AT K A M B I N G
984
puluh) ekor, tidak wajib dizakati apa pun.
(2) Tidak disepakati, bahwa jika jumlah kambing telah mencapai 40
(empat puluh) ekor s/d 120 (seratus dua puiuh) ekor, wajib
dizakati seekor kambing.
(3) Telah disepakati bahwa jika jumlah kambing mencapai 121
(seratus dua puluh satu) s/d 200 (dua ratus) ekor, zakatnya dua
ekor kambing.
(4) Telah disepakati bila jumlah kambing lebih dari 200 (dua ratus)
sampai 300 (tiga ratus) ekor, zakatnya 3(tiga) ekor kambing.
(5) Dan telah disepakati bahwa jika jumlah kambing sudah men¬
capai 301 (tiga ratus satu) ekor, maka pada setiap 100 (seratus)
ekor, wajib dikeluarkan zakatnya seekor.
Diriwayatkan dari Mu'adz bahwa ketentuan tidak berubah
setelah 121 (seratus dua puluh satu) hingga mencapai 242 (dua ratus
empat puluh dua). Ini tidak terbukti dari beliau. Dan diriwayatkan dari
beliau bahwa beliau mengatakan: "Jika kambing telah mencapai 200
(dua ratus) maka ketentuan tidak mengubahnya, hingga mencapai
240 (dua ratus empat puluh), maka dalam hal ini dikeluarkan zakat¬
nya: tiga ekor kambing, dan jika sudah mencapai 300 (tiga ratus),
tidak berubah; sampai mencapai 340 (tiga ratus empat puluh), maka
pada jumlah ini, dikeluarkan zakat empat ekor kambing.” Ini pun tidak
tetap dari beliau. Al Hasan bin Shaiih dan Ibrahim An Nakha'iy
berkata; "Jika kambing ada 301 (tiga ratus satu) ekor, maka padanya
akan kewajiban mengeluarkan zakat 4(empat) ekor kambing. Jika
mencapai 401 (empat ratus satu) ekor, zakatnya 5(lima) ekor kam¬
bing. (Mr 36, Mh 671, 678 B1/253-254 M5/385 Y2/497 (dari Ibnul
Mundzir))
985
lahir tidak diambil daiam zakat, kecuali bila satu nasib semua-
nya kecil-kecil. [Mb 672 B1/254 Y503]
6. Z A K AT U N TA
986
(6) Jika {eiah mencapai 25 (duapufuh lima) ekor sampai dengan 35
(tigapuluh lima) ekor unta, zakatnya seekor unta "Binhi
MakhaadC (anak unta betina yang berumur setahun menginjak
dua tahun).
(7) Jika telah mencapai 36 (tigapuluh enam) sampai 45 (empat-
puluh lima) ekor unta, zakatnya seekor "Binhi Labun" [unta
betina yang menginjak umur 3tahun).
(8) Jika sudah mencapai 46 (empatpuluh enam) sampai dengan 60
(enampuluh) ekor unta, zakatnya seekor "hiqqah" (unta mengin¬
jak umur empat tahun).
(9) Jika 61 (enampuluh satu) sampai dengan 75 (tujuhpuluh lima)
ekor. zakatnya seekor "Jadza'ah" (unta betina berumur 5tahun)
(10) Bila telah ada 76 (tujuhpuluh enam) sampai dengan 90
(sembilan puluh), zakatnya 2(dua) ekor bintu labun.
(11) Jika telah ada 91 (sembilanpuluh satu) ekor s/d 120 (seralus
dua puluh) ekor, zakatnya dua ekor hiqqah.
Alas semua yang sudah disebutkan, kaum muslimin telah
sepakat. Sedangkan apa yang diriwayatkan dari Ali -bahwa
dalam 25 (duapuluh lima) ekor unta wajib zakat 5(lima) ekor
kambing dan jika sudah menjadi 26 (duapuluh enam) kambing
zakatnya seekor bintu makhaadi -adalah riwayat yang tidak
b e n a r.
(12) Jika mencapai 121 (seratusdua puluh satu) ekor dan ber-
tambah; maka setiap 50 (limapuluh) ekor, seekor hiqqah dan
setiap 40 (empatpuluh), seekor bintu labun. Jika sudah men¬
capai 140 (seratus empatpuluh) ekor, misalnya, maka zakatnya
dua ekor hiqqah dan seekor bintu labun dan dalam 150 (seratus
limapuluh) ekor, zakarnya 3(tiga) ekor hiqqah. Demikian
dilakukan pada tambahan berikutnya.
Ini semua yang diamalkan Abu Bakar di hadapan semua Sahabat
dan tak ada seorang pun dari mereka yang diketahui menentang-
nya,*® (B 1/250 Mr 35, 36 Y2/479. 480 Mh 674 M5/352, 363, 364
(dari Ibnul Mundzir dan lainnya)]
26) Mereka berbeda pendapal mengenai yang wajib dikeiuarkan pada unia yang
lebih dari 120 (seratus dua puluh). (B 1/250]
987
5. Zakat pada waktu tidak adanya jenis yang diwajibkan’^ atas
mukatlaf
988
yang wajib dikeluarkan (L II 3; Pent.) dan bersamanya, harus ada
pengembalian dirham atau kambing
Bila wajib mengeluarkan jadza'ah dan tidak menemukannya,
tidak juga menemukan hiqqah tapi menemukan bintu labun atau bintu
makhaadi, maka darinya tidak diterima sama sekali kecuali seekor
jadza'ah, atau seekor hiqqah dengan dua kambing atau 20 (dua-
puluh) dirham. Jika ia wajib mengeluarkan hiqqah dan tidak menemu¬
kannya, tidak juga menemukan jadza'ah dan tidak pula bintu labun,
yang ditemukannya bintu makhaadi, maka bintu makhaadi ini tidak
diambil darinya, tapi la diharuskan mendatangkan hiqqah atau bintu
labun dan mushaddiq mengembalikan kepadanya dua ekor kambing
atau 20 (duapuluh) dirham.
Ini semua yang diamalkan Abu Bakar Ash Shiddiq di muka
semua Sahabat dan tidak diketahui ada di antara mereka yang
menentangnya sama sekali. [B 1/250 Mh 671, 674 F3/249]
989
antara khilthatusy-syuuyuu' dan khillhatul-aushaaf.^^ Dalam hal ini
kaum muslimin telah sepakat. [M 5/407 (dari Abu Hamid)]
7. Z A K AT PERAK
28) Jika harta dimiliki bersama secara campur rata tak terbedakan antara dua
sekutu, namanya khitthatusy-syuyuu'. Adapun bila setiap orang dari dua
sekutu itu mempunyai ternak yang dapat dibedakar dan lidak ada
persekutuan (pemilikan bersama) antara keduanya, tapi keduanya menjadi
satu dalam seal kandang, pelataran tempat berkumpul ternak dan tempat
pengembalaannya, serta masing-masing tidak berbeda dari yang lain dalam
hal pejanlannya maupun tempat memerah susurya; mi dinamakan khithatui
aushaaf atau khilhatul-jiwaar. (M 5/407]
990
dirham-dirham negara lain Yang diperhitungkan dalam nisab perak
adalah timbangan {bobot), bukan jumlah. Ini pendapat semua ulama.
Al Maghraby dan Al Marrisy -orang mu'tazilah -mengatakan,
bahwa perhitungannya adalah dengan jumlah, bukan timbangan. Ini
lidak benar, bertentangan dengan nash-nash dan ijmak. [Mr 34 38
Mh 262, 264 B1/246 Y3/3. 6{dan Ibnul Mundzir) M6/17 (dari Ibnul
Mundzir) S4/318 (dan 'lyaadi) F3/241 N4/138]
30) Mereka berkata' 'Telah sah adanya kewajiban zakat pada empat puluh
dirham yang merupakan lebihan dari 200 (dua ratus) dirham menurut Ijmak.
Dan masih (erdapat perbedaan pendapat mengenal yang kurang dari empat
puluh dirham. Dalam hal Ini lidak wajib zakat, dengan adanya Khliaf."
Perkataan mereka ini bisa menjadi hujjah yang sah seandainya tidak datang
nash yang mewajibkan zakat dalam lebihan sejumlah itu. Tapi pengambilan
dalil mereka ini, berbalik kepada mereka dalam pendapat mereka mengenai
zakat kuda dan lembu serta yang kurang dan 5(lima) wasaq dari yang
dikeluarkan tanah (hasil burn!) dan perhiasan dan lain sebagainya. [Mh 682]
Ali dan Ibnu Umar berpendapal wajib zakat pada lebihan dari nisab,
meskipun sedikit. Dan tidak diketahui ada yang menentang mereka dari
kalangan Sahabat; maka merupakan ijmak [Y 3/7, 8]
991
8. Zakat perak yang bercampur dengan lainnya
Telah disepakati bahwa jika dalam perak terdapat campuran
dari lainnya, namun peraknya sendiri yang tergabung di situ sudah
mencapai nisab, maka campuran itu wajib dizakati. [Mr 35, 682]
9 . Mukallaf membagi sendiri zakatnya
L=Zakat//36, him. 974
8. Z A K AT S A P I
31) Zakat tidak wajib pada sapi yang kurang dari 30 ttigapuluh) ekor. Ini
pendapat fukaha. Diriwayatkan dart Sa'ied bin Al Musayyab dan Az Zuhry
bahwa zakat wajib pada saat sapi mencapai 25 (duapuluh lima) ekor {N
4/133]
992
3. Apa yang wajib pada jumlah yang kurang dari satu nisab
L=Zakat unta // 4, him. 987
9. Z A K AT TA N A M A N D A N B U A H - B U A H A N
32) Ini tidak benar. Justru tidak sah dari Rasulullah saw pewajiban zakat pada
sapi secara keseluruhan. Adapun pengkhususan jenis sapi satu, tidak yang
lain, adalah pengkhususan terhadap pewajiban zakat pada sapi yang telah
tetap dari Rasulullah saw tanpa nash. Dan Ini tidak boleh. [Mh 678]
33) Barangkali yang benar "zakat pada sapi", bukan "unta" (Pent.)
993
3. Nisab tanaman dan buah-buahan
994
8. Zakat tanaman tanah-tanah perdamaian
Menurut ijmak, seliap tanah yang diserahkan penghunian/-
pemiliknya, sebeJum mereka menjadi ahli dzimmah dan sebeium
ditaklukkan dalam keadaan mereka mempertahankannya, adalah
tanah sepersepuluh dan bahwa tanamannya jika diairi dengan air
hujan, dan sebagainya (L // 4) wajib dizakati 1/10 (sepersepuluh)-nya;
dan jika diairi dengan penyimbur dan sebagainya, setengah dari
sepersepuluhnya. (L II5) (Kh 3/228 Y2/604 (dari Ibnul Mundzir))
34) Khoohsh iaiah yang behindak menaksir buah-buah kurma atau anggur.
mana dan berapa yang masak berupa ruthab -untuk kurma -- atau 'inab -
untuk anggur; yaltu masib basah, mana dan berapa yang masak kering
yang namanya famar- untuk kurma -- dan zab/eb untuk anggur. (Pent ).
995
14. Menghimpun hasil bumi dua kali
Jika tanah dapat menghasilkan dua kali, antara dua tanaman
tidak dikumpulkan jadi satu dalam zakat; tanpa khilaf. [Mh 1616]
15. Pengulangan zakat
L=Zakat//31, him. 973
10. Z A K A T T S I M A R
L=Zakat tanaman, him. 993
11 . Z I N A
1. Hukuman zina
L=Had zina, him. 152
996
4. Nikah muhrim adalah zina
L=Nikah // 60, him. 552
997
■I f .
o m s fl l M f t u s
*W 'Pin C?
!yn>«ri(sA <T»y(^
i .it
&» iwwt -
■ 1 «
T < " ‘f.'lM !
r»«ic4cna.it«4n'f'v>>' »<;A 4
'.' <? ,Mi .“^{ . ■
nHx 'SiiH o r 7
’7\ Mt^v’ '6SBn*\IJSe.^ ^■
Mtttp h a b (' n fl U 3 u « } d n ,n
«r^tKi-9nsy«Y«^<«»4Ui?utUoo SJt
86^ .<*i1 ^ j
Te e