TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Tujuan
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah :
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD
6
2.1.3. Standar Keselamatan Pasien
Tujuh standar Keselamatan Pasien yaitu :
1) Hak pasien yaitu Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapat
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
KTD
2) Mendidik pasien dan keluarga yaitu Rumah sakit harus mendidik pasien
dan keluarganya tentang kewajiban dan tangung jawab pasien dalam
asuhan pasien.
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan yaitu Rumahsakit
menjamin keseinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
4) Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien: yaitu
Rumahsakit harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
7
c) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
d) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
8
4) Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien
Operasi
Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan
untuk memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.
Elemen Penilaian Sasaran IV :
a) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam
proses penandaan.
b) Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan
tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat dan fungsional.
c) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
sebelum "incisi/time out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur
tindakan pembedahan.
d) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu
proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur medis dan dental
yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
9
6) Sasaran VI : Pengurangan Resiko Pasien Jatuh
Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan
untuk mengurangi resiko pasien dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
a) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien
terhadap resiko jatuh dan melakukan asesmen ulang bila pasien
diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dan
lain-lain.
b) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.
10
dan partisipasi dalam permainan undian (walker and Courneya : 2004)
(Setyobudi, WT. 2008). Theory of Planned Behavior dapat digambarkan sebagai
berikut ini:
Subjective
Normatif belief Intention
Norma
11
perasaan seseorang terhadap obyek sikap, misalnya
perawat wajib mendukung kelancaran program keselamatan pasien di
rumah sakit. Komponen konatif adalah kecenderungan melakukan sesuatu
terhadap obyek sikap, misalnya perawat selalu melaporkan setiap kejadian yang
tidak diinginkan.
Penelitian Ariyani (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dan motivasi terhadap sikap mendukung penerapan program
patient safety di Instalasi perawatan Intensif RSUD DR Moewardi Surakarta.
Berdasarkan uraian diatas maka model pembentukan sikap dapat
digambarkan sebagai berikut :
Kognitif Konatif
1) Pendidikan
1) Pendidikan Sikap 1) Cenderung untuk
2) Pelatihan
2) Pelatihan melaksanakan
3) OJT
3) OJT oleh oleh
Karu/dokter tugas
Karu/dokter
spesialis Afektif 2) Peka terhadap
spesialis kebutuhan pasien
1) Rasa tanggung
3) Merencanakan
jawab
jawab bantuan yang tepat
2) Keinginan menolong
untuk pasien
pasien
3) Rasa empati
12
3. Skala Pilihan Ganda.
Skala ini bentuknya seperti soal pilihan ganda yaitu suatu pernyatan yang diikuti
oleh sejumlah alternative pendapat.
4. Skala Thurstone
Skala Thurstone merupakan skala mirip skala Likert karena merupakan suatu
instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A B
C D E F G H I J Very favourable, Neutral, Very unfavourable. Pernyataan
yang diajukan kepada responden disarankan oleh Thurstone kira-kira 10 butir,
tetapi tidak kurang dari 5 butir.
5. Skala Guttman
Skala ini dengan yang disusun oleh Bergadus, yaitu berupa tiga atau empat
buah pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”.
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan
sehingga bila respoden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor
1. Selanjutnya jika responden setuju dengan nomor 3, berarti setuju pernyataan
nomor 1 dan 2.
6. Semantic Differential Instrumen yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan
ini mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada
diukur dalam tiga kategori. Baik-tidak baik, kuat-lemah, cepat-lambat dan
aktif–pasif, atau dapat juga berguna–tidak berguna.
13
pengobatan pasien, alur pekerjaan, kehadiran dan ketidakhadiran staf, peralatan,
tingkat ketergantungan pasien, lokasi pelayanan terhadap KNC dan KTD, tetapi
berhubungan dengan masa kerja dan umur perawat. Mustikowati
merekomendasikan bahwa dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan KNC dan KTD, diperlukan pendampingan yang optimal
bagi perawat dengan masa kerja yang baru. Berdasarkan uraian diatas maka model
norma subyektif dapat digambarkan sebagai berikut:
Persepsi pimpinan
manajer
Norma
Persepsi Kepala
Subyektif
ruangan
Persepsi Teman
sejawat
14
Supervisi
Insentif
Kontrol Perilaku
yang dipersepsikan
Sanksi
2.2.5. Komunikasi
Komunikasi yang efektif merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien berdasarkan standar keselamatan pasien di rumah sakit.
Komunikasi yang tidak efektif adalah hal yang paling sering disebutkan sebagai
penyebab dalam beberapa kasus yang ada di rumah sakit. Komunkasi harus tepat
pada waktunya, akurat, komplit tidak rancu dan dimengerti oleh penerima. (JCI,
2007).
Beberapa masalah terkait komunikasi diantaranya kualitas informasi dalam
rekam medis, pelaporan kejadian dan laporan kasus, status yang menghambat staff
baru untuk berbicara, dan sulitnya menyalurkan informasi diantara organisasi,
brifing pratugas. Ada beberapa sarana brifing di pusat pelayanan kesehatan
antara lain checklist keselamatan pembedahan yang digunakan tim operasi selama
pembedahan (Haynes et al, 2009). Salah satu metode komunikasi yang efektif
adalah komunikasi ISBAR dan SBAR suatu komunikasi yang menggunakan alat
terstruktur ISBAR dan SBAR (Introduction, Situation, Backgroud, Assesment,
Recomendation) untuk mencapai ketrampilan berfikir kritis dan menghemat
waktu (Sukesih, Istanti YP, 2015). Penelitian Fitria (2013) melaporkan adanya
bahwa komunikasi SBAR dapat meningkatkan motivasi dan psikomotor perawat
hal ini dapat mempengaruhi kinerja perawat dan dapat meningkatkatkan budaya
kerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan sehingga dapat
meningkatkan keselamatan pasien. Berdasarkan uraian diatas maka model
komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
15
Rekam medis
Laporan kasus
Brifing Komunikasi
Sarana SBAR
16
H2 : Norma subjektif berpengaruh terhadap niat perawat untuk menerapkan
patient safety .
17
2.4. Kerangka Konsep
Adapun yang menjadi model penilitian dalam penelitian ini dapat dijelaskan
pada kerangka konsep berikut ini:
Kognitif
Afektif Sikap
Konatif
Supervisi
Kontrol Perilaku
Insentif Yang dipersepsikan Niat
Sanksi
Rekam Medis
Laporan kasus
Brifing Komunikasi
Sarana SBAR
18