Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

Mata KuliahPendidikan Agama Islam

Dosenpengampu :

Sarkawi S.H.I.,M.Pd.I

DisusunOleh :

Kelompok 6 (Enam)

- AlifNurRahmawati (200311100023)
- EnikKrismawati (200311100034)
- NadzirotulLaili (200311100040)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Pujisyukurkehadirat Allah SWT, yang telahmemberikanrahmatdanhidayah-


Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Masyarakat
Madani dan Kesejahteraan Umat” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang masyarakat madani bagi para pembaca dan juga
penulis.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih


kepada Bapak Sarkawi S.H.I.,M.Pd.I., selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Dan kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha dengan semaksimal


mungkin. Kami menyadari makalah yang kami susun jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk perbaikan makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat.

Bangkalan, 5 Maret 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam sebagai agama yang menduduki posisi sentral dalam kehidupan
miliaran, hal ini terbukti tangguh dalam menghadapi gempuran baik atheism
maupun sekularisme. Namun perwujudan sebagai sebuah peradaban tengah
mengalami krisis monumental. Peradaban islam menerima pukulan yang
menggoyahkan, terutama ekspansi barat, modernitas dan globalisasi.
Dari sejarah peradaban tersebut, tentu tidak dapat dipisahkan dengan
kaitannya masyarakat madani. Secara historis diakui bahwa masyarakat barat
jauh lebih serius dibandingkan dengan masyarakat islam dalam meningkatkan
dominasi masyarakat terhadap Negara. Permasalahan masyarakat sipil di
bangsa-bangsa islam pasti akan menghadapi masalah intervensi pemerintah
yang nota bene sangat dibutuhkan pada masyarakat yang masih labil. Oleh
karena itu, masyarakat madani ini sangat merujuk pada sejarah perkembangan
masyarakat sipil (civil society) di barat.
Sebagai teori atau konsep civil society sebenarnya sudah lama dikenal
sejak masa Aristoteles pada zaman yunani kuno, Cicero pada zaman roma
kuno. Pada abad pertengahan, masa pencerahandan masa modern. Dengan
istilah yang berbeda-beda civil society mengalami evolusi pengertian yang
berubah dari masa ke masa. Di zaman pencerahan dan modern ini istilah civil
society di bahas ole htokoh-tokoh ilmu social.
Di kalangan para ahli tentu memiliki ketidaksamaan mengenai civil
society. Ada yang berpendapat bahwa istilah civil society tidak sama dengan
masyarakat madani bila di tinjau dari karakteristiknya. Namun ada juga yang
mengatakan bahwa masyarakat madani disebut civil society atau istilah
masyarakat madani yang di Indonesiakan.
Jika merujuk pada permaknaan suatu istilah maka masyarakat madani
berasal dari kata madani pada sebuah kota yang dulunya disebut kotaYastrib.
Kota yastrib itu sendiri adalah nama lama dari Madinah Al-Munawarrah. Di
Negara Madinah tersebut masyarakat islam dibawah kepimpinan Nabi
Muhammad SAW yang telah berhasil membentuk masyarakat berperadaban
tinggi. Kata Madinah berasal dari Bahasa arab “madaniyaah”berarti peradaban
tinggi. Oleh karena itu masyarakat madani adalah masyarakat yang beradap.
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya bukan
sekedar merefitalisasikan adab dan tradisi masyarakat lokal, tetapi lebih dari itu
adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai dengan
keyakinan individu, masyarakat yang berbudaya yang saling cinta dan kasih
yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
Supaya tercipta pemahaman yang lebih menyeluruh tentang masyarakat
madani, maka penulis ingin membahas lebih lengkap mencakup pengertian,
ciri-ciri, karakteristik dan sejarah umat islam dalam mewujudkan masyarakat
madani. Maka dari itu penulis mengangkat judul “Masyarakat Madani dan
Kesejahteraan Umat”. Sebagai bentuk pemenuhan tugas mata kuliah
pendidikan agama islam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari makalah yang
berjudul “Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat” sebagai berikut :

1. Apa pengertian masyarakat madani?


2. Apa ciri-ciri dan karakteristik masyarakat madani?
3. Bagaimana sejarah umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah yang berjudul “Masyarakat Madani dan
Kesejahteraan Umat” adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian masyarakat madani.

2. Untuk mengetahui ciri-ciri dan karakteristik masyarakat madani.

3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah umat islam dalam mewujudkan


masyarakat madani.
1.4 Manfaat
1. Dapat memberikan informasi mengenai masyarakat madani
2. Dapat memberikan informasi mengenai ciri-ciri dan karakteristik
masyarakat madani
3. Dapat memberikan wawasan dan pemahaman tentang sejarah umat islam
dalam mewujudkan masyarakat madani

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat madani (civil society) adalah masyarakat yang menjunjung
tingi nilai-nilai peradaban, yaitu masyarakat yang meletakkan prinsip-prinsip
nilai dasar masyarakat yang harmonis dan seimbang. Masyarakat Madani
adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
serta masyarakat yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Berikut ini beberapa pengertian masyarakat madani menurut para
ahli :
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Masyarakat madani adalah
masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang
ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.

2. Menurut Syamsudin Haris, Masyarakat madani adalah suatu lingkup


interaksi sosial yang berada di luar pengaruh negara dan model yang
tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi
sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan
komunikasi antar warga masyarakat.

3. Menurut Nurcholis Madjid, Masyarakat madani adalah masyarakat yang


merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad
SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban
dengan ciri antara lain : egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi,
keterbukaan, toleransi dan musyawarah.

4. Menurut Ernest Gellner, Masyarakat Madani merujuk pada mayarakat yang


terdiri atas berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat
untuk dapat mengimbangi Negara.

5. Menurut Cohen dan Arato, Masyarakat Madani adalah suatu wilayah


interaksi sosial diantara wilayah ekonomi, politik dan Negara yang di
dalamnya mencakup semua kelompok-kelompok sosial yang bekerja sama
membangun ikatan-ikatan sosial di luar lembaga resmi, menggalang
solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama.

6. Menurut Muhammad AS Hikam, Masyarakat Madani adalah wilayah-


wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain
kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan
(selfsupporing), dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara.

Dalam perspektif islam, masyarakat madani lebih mengacu kepada


peradaban. Dimana kata al-Din yang pada umumnya bermakna agama,
sedangkan tammadun yang artinya peradaban. Keduanya menyatu dalam
makna kata al-Madinah yang berarti kota.
2.2 Ciri- ciri dan Karakteristik Masyarakat Madani
Menurut Muhammad A. S Hikam menyatakan bahwa ada tiga ciri utama
masyarakat madani yaitu sebagai berikut :

a) Adanya kemadirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan


kelompok-kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan
dengan negara.
b) Adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara
aktif dari warga negara melalui wacana dan praksis yang berkaitan dengan
kepentingan publik.
c) Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.

Berikut adalah beberapa karakteristik masyarakat madani :

1. Free Public Sphere


Free Public Sphere adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana
dalam mengemukakan pendapat. Secara teoritis ruang publik diartikan sebagai
wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh
terhadap setiap kegiatan publik (menyampaikan pendapat, berserikat,
berkumpul, serta mempublikasikan informasi kepada publik).
2. Demokratisi
Demokrasi adalah persyaratan mutlak lainya bagi keberadaan masyarakat
madani yang murni. Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak akan terwujud
yang mana demokrasi adalah suatu tatanan politik sosial yang bersumber dan
dilakukan, oleh, dari, dan untuk warga negara.
3. Toleransi
Toleran merupakan sikap yangdikembangkan dalam civil society untuk
mewujudkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang
dilakukan oleh orang lain atau kelompok lain dalam masyarakat yang betujuan
untuk menghindarkan terjadinya diskriminasi.
4. Pluralisme
Pluralismeyaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang
majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif
dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan Sosial
Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian
yang proporsional terhadaphak dan kewajiban setiap warga negarayang
mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya
monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok
masyarakat.
6. Partisipasi sosial
Partisipasi sosial yaitu partisipasimasyarakat yang benar benar bersih dari
rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga
masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang
bertanggung jawab.
7. Supremasi hukum
Supremasi hukum yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya tidak ada
pengecualian untuk memperoleh kebenaran di atas hukum.

2.3 Sejarah Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani


Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad SAW
menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah. Beliau
memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syari’at agama
di bawah perlindungan hukum (Nuqquib Al-Attas, 65). Masyarakat madani
sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang.
Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap
ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat
madani adalah Al-Qur’an. Meski Al-Qur’an tidak menyebutkan secara langsung
bentuk masyarakat yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk
mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah
masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal
kita dapat meneladani perjuangan Rasulullah mendirikan dan
menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah. Prinsip
terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad SAW.
beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan
hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sikap optimisme
dalam mewujudkan cita-cita membentuk masyarakat yang madaniyyah (beradab).
Selang dua tahun pasca ahijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah
mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup plural,
beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya
adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan mempertahankan
sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan
etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam
saat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani. Dari penjelasan di atas, setidaknya ada
tiga karakteristik dasar terbentuknya masyarakat madani. Pertama, diakuinya
semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang
tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu
kaidah yang abadi dalam pandangan Alquran. Pluralitas juga pada dasarnya
merupakan ketentuan Allah SWT, sebagaimana tertuang dalam Alquran surat Al-
Hujurat (49) ayat 13., 2) Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang
sifatnya kodrati (given) dalam kehidupan. Dalam ajaran Islam, pluralisme
merupakan karunia Allah yang bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan
konstruktif dan dinamis. Ia (pluralitas) juga merupakan sumber dan motivator
terwujudnya vividitaskreativitas (penggambaran hidup) yang terancam
keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. 3) Satu hal yang menjadi catatan
penting ialah sebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta manakala umat
Islam memiliki sikap inklusif dan mempunyai kemampuan (ability) menyesuaikan
diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan identitas sejati atas
parameter - parameter autentik agama tetap terjaga, 4) Kedua, adalah tingginya
sikap toleransi (tasamuh). Baik terhadap saudara sesama Muslim maupun terhadap
saudara non-Muslim. Secara sederhana toleransi dapat diartikan sebagai sikap
suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada
dengan hal itu, Quraish Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Kamarudin
Hidayat, menyatakan bahwa tujuan Islam tidak semata-mata mempertahankan
kelestariannya sebagai sebuah agama. Namun juga mengakui eksistensi agama
lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan seiring dan saling menghormati
satu sama lain. Sebagaimana hal itu pernah dicontohkan Rasulullah di Madinah
(Azzumardi Azzra, 1999). Setidaknya landasan normatif dari sikap toleransi dapat
kita tilik dalam firman Allah yang termaktub dalam surat Al-An’am: 108. Ketiga,
adalah tegaknya prinsip demokrasi atau dalam dunia Islam lebih dikenal dengan
istilah musyawarah. Terlepas dari perdebatan mengenai perbedaan konsep
demokrasi dengan musyawarah, saya memandang dalam arti membatasi hanya
pada wilayah terminologi saja, tidak lebih. Mengingat di dalam Al-Qur’an juga
terdapat nilai-nilai demokrasi (surat As-Syura:38, Surat Al-Mujadilah:11). Ketiga
prinsip dasar setidaknya menjadi refleksi bagi kita yang menginginkan
terwujudnya sebuah tatanan sosial masyarakat madani dalam konteks hari ini.
Paling tidak hal tersebut menjadi modal dasar untuk mewujudkan masyarakat yang
dicita-citakan (Fauzi, 2017b).Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif
atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam
menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan
teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat
Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar
dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-
Farabi, dan yang lain. Dan langsung di abadika oleh Allah dalam Q.S. Ali Imran
ayat 110

Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah
umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara
aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM nya dibanding
umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-quran
itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil. Sumber daya manusia umat Islam saat
ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan
global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia,
jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah,
juga belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang
berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga
belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum
mencerminkan akhlak Islam.

Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman, maka dalam


sejarah perkembangan Masyarakat Madani umat islam menunjukkan perannya
dalam mewujudkan masyarakat madani yaitu :

1. Melakukan pembenahan kedalam tubuh umat islam untuk menghapus


kemiskinan,
2. Menciptakan keadilan social dan demokrasi.
3. Merangsang tumbuhnya para intelektual.
4. Mewujudkan tata social politik yang demokratis dan system ekonomi yang
adil.
5. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan
pendapatan dan pendidikan rakyat.
6. Sebagai advokasi bagi masyarakat yang “teraniaya”, tidak berdaya
membela hak-hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena
pengangguran, kelompok buruh,TKI, TKW yang digaji atau di PHK
secara sepihak, di siksa bahkan dibunuh oleh majikannya dan lain-lain).
7. Sebagai kontrol terhadap negara .
8. Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan
(pressure group) dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan,
keadilan sosial, dan supremasi hukum. .

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat madani berasal dari kata madani pada sebuah kota yang dulunya disebut
kota Yastrib. Masyarakat madani (civil society) adalah masyarakat yang menjunjung tingi
nilai-nilai peradaban, yaitu masyarakat yang meletakkan prinsip-prinsip nilai dasar
masyarakat yang harmonis dan seimbang.Masyarakat madani memiliki 3 ciri utama yaitu
mandiri, di dalamnya ada ruang publik bebas, dan adanya kemampuan untuk membatasi
kuasa negara. Selain itu, masyarakat madani memiliki beberapa karakteristik yaitu: Free
public sphere, demokratisasi toleransi, pluralisme, keadilan sosial, partisipasi sosial, dan
supremasi hukum.

3.2 Saran
Untuk mewujudkannya masyarakat madani, kita sebagai generasi bangsa harus bekerja
keras sedemikian rupa dan membuat perubahan yang besar di dalam masyarakat.
Dimulai dengan merubah akhlaq masing-masing agar terciptanya kedamaian. Selain itu,
kita juga harus mengasah kemampuan atau potensi yang ada di dalam diri kita, sehingga
kita bisa hidup sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA

Dacholfany, M. Ihsan. Konsep Masyarakat Madani Dalam Islam. Stain Jurai


Siwo Metro.

Hamang, M. 2013. Peranan Pendidikan Islam Dalam Membentuk Masyarakat


Madani. ISTIQRA’, 1(1) : 57-64
Ilma, M dan Rifqi Nur Alfian. 2020. Konsepsi Masyarakat Madani Dalam Bingkai
Pendidikan Islam. MA’ALIM Jurnal Pendidikan Islam, 1(1) : 25-46

Ngudi Astuti.2012. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Di


Indonesia. Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi, 1 (2) : 87−99.
Rawani, S. dkk. 2020. Masyarakat Madani. Padologi Jurnal Ilmu Pendidikan.
Izzah, Ismatul. 2018. PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK
MASYARAKAT MADANI. Jurnal Pedagogik, 5(1): hal. 50-68
Soim, Muhammad. 2015. MINIATUR MASYARAKAT MADANI (PERSPEKTIF
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM). Jurnal RISALAH, 26(1): hal. 23-32

Anda mungkin juga menyukai