Anda di halaman 1dari 6

Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Puti Quratuain Islam Armyando, 1906400596, KMB-C, FG 1

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ditandai dengan obstruksi aliran udara
yang buruk dan inflamasi abnormal di paru-paru. Inflamasi tersebut merupakan
suatu representatif dari adanya respon imun innate dan adaptif terhadap partikel
dan/atau gas berbahaya, seperti asap rokok. Umumnya, semua perokok mengalami
inflamasi pada parunya, tetapi klien yang mengembangkan PPOK memiliki
respon yang sensitif atau abnormal saat menghirup agen beracun. Respon ini dapat
menyebabkan bronkitis kronis, emfisema, asma, serta bronkiolitis. Perubahan
patologis tersebut menyebabkan meningkatnya resistensi aliran udara pada zona
konduksi, terperangkapnya udara pada alveolus, dan sebagainya. Pada LTM ini,
saya akan membahas mengenai patofisiologi PPOK, bagaimana bisa terjadinya
gangguan fungsi organ pada penderita.

Penyakit yang terjadi pada PPOK umumnya adalah kombinasi dari emfisema dan
bronkitis kronik, namun terdapatnya bronkitis kronik tidak selalu menandakan
akan terjadinya emfisema, dan sebaliknya.

I. Emfisema
Emfisema dikarakteristikan dengan adanya pembesaran permanen pada
bronkiolus terminal bagian distal, yang disertai dengan adanya
penghancuran dinding sel tanpa adanya fibrosis (pembentukan jaringan
fibrin). Terjadinya inflamasi pada paru merupakan respon normal bagi
klien PPOK saat menghirup partikel berbahaya. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan jaringan, menurunkan mekanisme pertahanan yang mengatasi
kerusakan tersebut, dan gangguan mekanisme repair.

Berikut mekanisme inflamasi pada kasus PPOK:

- Asap rokok mengaktifkan makrofag dan sel epitel untuk


melepaskan faktor kemotaktik yang membawa neutrofil dan sel
CD8 dari sirkulasi. Sel-sel CD8 akan melepaskan faktor-faktor
yang mengaktivasi fibroblas, kejadian ini akan menghasilkan
proses repair abnormal dan fibrosis bronkiolus.
- Ketidakseimbangan protease (dilepaskan oleh neutrofil dan
makrofag) dan antiprotease menyebabkan kerusakan dinding
alveolus (emfisema). Selain itu, protease juga menyebabkan
pelepasan lendir (mukus).
→ asap rokok dan inflamasi (dimana sel inflamasi mengeluarkan
oksigen reaktif dan nitrogen) memproduksi stres oksidatif (jumlah
radikal bebas lebih banyak dibandingkan pertahanan tubuh).
- Adanya oxidant burden diakibatkan oleh asap rokok yang terhirup
atau pelepasan oksidan dari inflamasi leukosit. Hal ini
menyebabkan sel epitel dan sel-sel lainnya, melepaskan faktor
kemotaktik, menonaktifkan antiprotease, dan akan merusak dinding
alveoli, serta menyebabkan sekresi mukus

II. Bronkitis kronis


Pada tahap awal bronkitis kronis, terjadi batuk dengan dahak berlendir,
namun aliran udara tidak terhalang. Sedangkan bronkitis kronis yang
dialami perokok berat, menimbulkan obstruksi aliran dan biasanya disertai
dengan emfisema. Asap rokok dan gas beracun menyebabkan hipertrofi
pada kelenjar mukosa pada trakea dan bronkus. Pun juga mengakibatkan
peningkatan sekresi mukus oleh sel goblet pada permukaan sel epitel
bronkiolus. Mukus yang berlebihan dapat menyebabkan infeksi, dimana
infeksi menyebabkan inflamasi. Faktor yang membedakan bronkitis kronis
dan asma adalah, pada bronkitis kronis tidak terlihat adanya eosinofil.

III. Asma
Asma adalah sebuah penyakit peradangan kronis yang terjadi pada saluran
pernapasan, serta hiperreaktif bronkus. Tanda-tanda asma, yaitu meliputi
obstruksi jalan napas secara intermiten dan reversibel, peradangan bronkial
kronis dengan eosinofil, hipertrofi sel otot polos bronkial dan
hiperreaktivitas, serta peningkatan sekresi lendir.
Saluran pernapasan yang mengalami asma ditandai dengan adanya
akumulasi mukus pada lumen bronkus karena meningkatnya sel goblet
pada mukosa dan hipertrofi pada kelenjar submukosa, inflamasi kronik
secara intens (ditandai dengan terdapat banyak eosinofil, makrofag, dan
sel-sel radang lainnya), penebalan membran basal, serta hipertrofi dan
hiperplasia pada sel otot polos.

Mekanisme:
- Alergen (antigen) yang terhirup menimbulkan respons yang
didominasi oleh TH2 yang mendukung produksi IgE dan
perekrutan eosinofil
- Paparan ulang ke antigen (Ag), memicu reaksi langsung oleh ikatan
silang antara IgE dan reseptor Fc pada sel mast. Sel-sel ini akan
melepaskan mediator (histamin, prostaglandin D2, leukotrien;
LTC4, D4, dan E4, serta refleks neuron). Refleks neuron akan
menyebabkan bronkospasme (penyempitan saluran pernafasan
menuju paru-paru atau bronkus akibat mengencangnya otot-otot
dinding bronkial yang melapisinya / bronkokonstriksi),
meningkatkan permeabilitas vaskuler, produksi mukus, serta
perekrutan leukosit.
→ dinamakan early-phase reaction : didominasi oleh
bronkokonstriksi, peningkatan produksi mukus, dan vasodilatasi.
- Leukosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil; limfosit dan monosit)
melepaskan mediator tambahan lainnya, sebagai tanda mulainya
late phase of asthma. Faktor-faktor yang dilepaskan oleh eosinofil
menyebabkan kerusakan pada sel epitel.

IV. Bronkiektasis
Keadaan dimana terjadinya dilatasi permanen pada bronkus dan
bronkiolus, yang disebabkan oleh kerusakan otot polos dan jaringan
elastis. Bronchiectasis bukan merupakan sebuah penyakit primer, ia akan
selalu muncul sebagai penyakit sekunder yang dihasilkan dari infeksi
secara terus menerus (infeksi kronik) atau kerusakan yang disebabkan oleh
berbagai kondisi. Klien yang menderita bronchiectasis akan mengalami
gejala yang cukup kompleks, meliputi batuk dan pengeluaran dahak
purulen (mucopurulent) dalam jumlah yang berlebihan.

Bronkiektasis disebabkan oleh dua proses yang saling berhubungan, yaitu


obstruksi dan infeksi kronik, dua-duanya dapat menjadi initiator. Sebagai
contoh, terjadi obstruksi karena penyumbatan oleh sisa-sisa zat sekret, hal
ini dapat mengakibatkan infeksi. Pada keadaan bronkiektasis, saluran
pernapasan dapat berdilatasi hingga 4 kali lebih besar dari diameter awal.
REFERENSI

MacNee W. (2006). Pathology, pathogenesis, and pathophysiology. BMJ : British


Medical Journal, 332(7551), 1202–1204.
Madore, A. M., & Laprise, C. (2010). Immunological and genetic aspects of
asthma and allergy. Journal of asthma and allergy, 3, 107–121.
https://doi.org/10.2147/JAA.S8970
Celli, Bartolome, R., & Wedzicha, A., Jadwiga. (2019). Update on clinical aspects
of chronic obstructive pulmonary disease. N Engl J Med 2019;
381:1257-1266 doi: 10.1056/NEJMra1900500
Mitzner, Wayne. (2011). Emphysema - a disease of small airways or lung
parenchyma?. doi: 10.1056/NEJMe1110635
Kumar, V., Abbas, A. K., Aster, J. C., & Robbins, S. L. (2013). Robbins basic
pathology. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders.
MOHAN, Harsh. (2013). Pathology Practical Book (Ed. 3, cet. 1). New Delhi:
Jaypee Brothers Medical.
ADD BIBLIOGRAPHY TO DOC
Wissinger, E. (n.d.). CD8 T Cells. Retrieved from
https://www.immunology.org/public-information/bitesized-immunology/ce
lls/cd8-t-cells#:~:text=CD8+ (cytotoxic) T cells,,express the T-cell
receptor.&text=CD8+ T cells (often called,bacteria, and for tumour
surveillance.

Anda mungkin juga menyukai