Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ditandai dengan obstruksi aliran udara
yang buruk dan inflamasi abnormal di paru-paru. Inflamasi tersebut merupakan
suatu representatif dari adanya respon imun innate dan adaptif terhadap partikel
dan/atau gas berbahaya, seperti asap rokok. Umumnya, semua perokok mengalami
inflamasi pada parunya, tetapi klien yang mengembangkan PPOK memiliki
respon yang sensitif atau abnormal saat menghirup agen beracun. Respon ini dapat
menyebabkan bronkitis kronis, emfisema, asma, serta bronkiolitis. Perubahan
patologis tersebut menyebabkan meningkatnya resistensi aliran udara pada zona
konduksi, terperangkapnya udara pada alveolus, dan sebagainya. Pada LTM ini,
saya akan membahas mengenai patofisiologi PPOK, bagaimana bisa terjadinya
gangguan fungsi organ pada penderita.
Penyakit yang terjadi pada PPOK umumnya adalah kombinasi dari emfisema dan
bronkitis kronik, namun terdapatnya bronkitis kronik tidak selalu menandakan
akan terjadinya emfisema, dan sebaliknya.
I. Emfisema
Emfisema dikarakteristikan dengan adanya pembesaran permanen pada
bronkiolus terminal bagian distal, yang disertai dengan adanya
penghancuran dinding sel tanpa adanya fibrosis (pembentukan jaringan
fibrin). Terjadinya inflamasi pada paru merupakan respon normal bagi
klien PPOK saat menghirup partikel berbahaya. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan jaringan, menurunkan mekanisme pertahanan yang mengatasi
kerusakan tersebut, dan gangguan mekanisme repair.
III. Asma
Asma adalah sebuah penyakit peradangan kronis yang terjadi pada saluran
pernapasan, serta hiperreaktif bronkus. Tanda-tanda asma, yaitu meliputi
obstruksi jalan napas secara intermiten dan reversibel, peradangan bronkial
kronis dengan eosinofil, hipertrofi sel otot polos bronkial dan
hiperreaktivitas, serta peningkatan sekresi lendir.
Saluran pernapasan yang mengalami asma ditandai dengan adanya
akumulasi mukus pada lumen bronkus karena meningkatnya sel goblet
pada mukosa dan hipertrofi pada kelenjar submukosa, inflamasi kronik
secara intens (ditandai dengan terdapat banyak eosinofil, makrofag, dan
sel-sel radang lainnya), penebalan membran basal, serta hipertrofi dan
hiperplasia pada sel otot polos.
Mekanisme:
- Alergen (antigen) yang terhirup menimbulkan respons yang
didominasi oleh TH2 yang mendukung produksi IgE dan
perekrutan eosinofil
- Paparan ulang ke antigen (Ag), memicu reaksi langsung oleh ikatan
silang antara IgE dan reseptor Fc pada sel mast. Sel-sel ini akan
melepaskan mediator (histamin, prostaglandin D2, leukotrien;
LTC4, D4, dan E4, serta refleks neuron). Refleks neuron akan
menyebabkan bronkospasme (penyempitan saluran pernafasan
menuju paru-paru atau bronkus akibat mengencangnya otot-otot
dinding bronkial yang melapisinya / bronkokonstriksi),
meningkatkan permeabilitas vaskuler, produksi mukus, serta
perekrutan leukosit.
→ dinamakan early-phase reaction : didominasi oleh
bronkokonstriksi, peningkatan produksi mukus, dan vasodilatasi.
- Leukosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil; limfosit dan monosit)
melepaskan mediator tambahan lainnya, sebagai tanda mulainya
late phase of asthma. Faktor-faktor yang dilepaskan oleh eosinofil
menyebabkan kerusakan pada sel epitel.
IV. Bronkiektasis
Keadaan dimana terjadinya dilatasi permanen pada bronkus dan
bronkiolus, yang disebabkan oleh kerusakan otot polos dan jaringan
elastis. Bronchiectasis bukan merupakan sebuah penyakit primer, ia akan
selalu muncul sebagai penyakit sekunder yang dihasilkan dari infeksi
secara terus menerus (infeksi kronik) atau kerusakan yang disebabkan oleh
berbagai kondisi. Klien yang menderita bronchiectasis akan mengalami
gejala yang cukup kompleks, meliputi batuk dan pengeluaran dahak
purulen (mucopurulent) dalam jumlah yang berlebihan.