Anda di halaman 1dari 2

Biografi Tokoh Keperawatan

Sybil Kathigasu

Puti Quratuain Islam Armyando, Kelas D , 1906400596

Sybil Kathigasu, seorang perawat yang


mendukung perlawanan saat jepang menjajah
malaysia. Tekad dan keterampilanya membuat ia
dijuluki ‘malaysia’s Florence Nightingale’. Sybil
Kathigasu dilahirkan pada 3 September 1899
Medan, Indonesia. Ayahnya, Joseph Daly,
merupakan seorang petani berbangsa irlandia-
eurasia dan ibunya, Beatrice Matilda Daly, seorang
bidan berbangsa prancis-eurasia. Saat Sybil
berumur 21 tahun ia menjalani sekolah keperawatan
dan bidan di singapura. Pada tahun 1919 beliau
menikah dengan seorang dokter, Abdon Clement
Kathigasu, mereka mempunyai tiga anak kandung,
yaitu Michael Kathigasu, Olga Kathigasu, Dawn-

Kathigasu dan satu anak angkat, yaitu William Pillay. Beliau dan suaminya bekerja di sebuah
klinik did aerah Ipoh, Perak selama 15 tahun, dari tahun 1926 sampai dengan saat jepang
menjajah malaysia. Kelika jepang mulai menjajah malaysia, beliau dan suaminya bersembunyi
dan pindah dari Ipoh ke Pekan Papan.

Mayoritas dari daerah yang mereka duduki adalah masyarakat cina yang bekerja sebagai
pedagang. Mahirnya Sybil dalam berbahasa kanton membuat ia mudah dalam mengobati pasien-
pasien di daerah Pekan Papan. Tentara jepang memburu penduduk cina dan memaksa mereka
untuk mambangun jembatan dan rel kereta api di perbatasan Thailand-Myanmar. Sybil dan
suaminya memberi bantuan pengobatan kepada pasien dari korban penjajahan dan tentara
MPAJA (Tentara Anti-Jepang Rakyat Malaya).
Bantuan yang mereka berikan untuk MPAJA akhirnya terdengar oleh tentara Jepang,
sehingga beliau dan suaminya ditangkap dan disiksa oleh tentara Jepang. Saat berada di dalam
tahanan, mereka menerima berbagai macam penyiksaan yang semata-mata dilakukan untuk
mendapatkan informasi dari pasangan tersebut karena mereka telah membantu pasukan anti-
jepang, namun Sybil dan suaminya enggan memberikan informasi apapun.

Selama proses penyiksaan Sybil dan suaminya tidak diberi makan dan minum, mereka juga
dipukuli dengan besi panas, dicabuti kuku-kukunya, dan siksaan mengerikan lainnya. Jika dilihat
dari siksaan yang diterima beliau dan suaminya, tidak ada yang sanggup menanggung
penderitaan seperti itu demi mengunci mulut dan berpegang teguh pada janji. Beliau dipukul dan
ditendang tulang rahangnya untuk memaksa beliau menyerah. Beliau tidak dapat berjalan,
kehilangan semua kuku jarinya, tengkoraknya retak, hingga lumpuh pada sebagian tubuh. Anak
perempuannya, Dawn Kathigasu, digantung dan dibakar hidup-hidup.

Akhirnya, Sybil dan suaminya menyerah atas siksaan yang diberikan jepang dengan alasan
bahwa mereka tidak mengetahui kalau pasien yang mereka tolong adalah anggota gerakan anti-
Jepang. Sybli menegaskan bahwa mereka member bantuan kepada semua orang tanpa
memandang bangsa. Atas alasan yang mereka berikan, Dr. Kathigasu dikenakan hukuman
gantung dan Sybil dimasukan ke penjara. Tidak lama setelah era perang dunia ke-2, Sybil
dibebaskan dan dibawa ke Inggris untuk menerima pengobatan lebih lanjut.

Sybil meninggal dunia pada 4 Juni 1948 saat ia berumur 49 tahun di rumah sakit Lanark,
Scotland akibat keracunan darah yang disebabkan siksaan yang diberikan jepang kepadanya.
Glasgow City Medical Center telah melakukan bedah terhadap mayat Sybil dan menemukan
organ dalamnya mengalami kerusakan yang parah. Sebelum meninggal Sybil telah menjalani
pengobatan, tetapi tidak berhasil. Beliau juga berkesempatan untuk menerima penghargaan
George dari Raja George IV di Istana Buckingham, inggris pada Juni 1948. Penghargaan itu
merupakan salah satu penghormatan terhadap keberanian Sybil Kathigasu melawan penjajah.
Kerajaan Inggris menjadikan beliau sebagai satu-satunya wanita yang menerima penghargaan
tersebut. Untuk mengenang jasa dan keberanian beliau, sebuah jalan utama di Fair Park, Ipoh,
Malaysia dinamakan jalan Sybil Kathigasu.

Referensi : Ho, Ming Tak. (2000). Doctors Extraordinarie. Perak Academy

Anda mungkin juga menyukai