SULAWESI BARAT
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
ZAKIYYAH NUR ALAWIYYAH.M
AGUS TRIKURNIAWAN
ZAKILA INTAN ASRAB
ANSAR HASRI
1.HJ SITTI MAEMUNAH
Beliau mempunyai nama lengkap Hj Siti Maemunah, lahir pada tahun 1916
di Baruga, Kabupaten Majene. Beliau tidak berasal dari keluarga kerajaan
maupun bangsawan, beliau berasal dari keluarga petani kecil yang hidup
dengan mengandalkan hasil dari kebunMasa kecil Maemunah penuh
perjuangan. Wanita kala itu mempunyai kedudukan di bawah naungan laki-
laki baik status maupun peran dalam masyarakat, namun walaupun sebagai
seorang wanita, Maemunah mempunyai pemikiran yang sangat luas. Baginya
seorang wanita tidak harus hanya berada di rumah untuk membuatkan
sarapan maupun menyiapkan makanan bagi kaum pria. Beliau menganggap
bahwa tidak hanya kaum pria saja yang boleh menempuh pendidikan dan
mendapatkan peran dan status di dalam masyarakat.Keberadaan Maemunah
dalam perkembangan sejarah perjuangan di Mandar sangat signifikan karena
Maemunah berhasil membawa Kelaskaran menjadi salah satu kelaskaran
yang sangat dibenci oleh Tentara Belanda pada saat itu. Maemunah dalam
Kelaskaran bertugas untuk mengatur strategi perjuangan agar terorganisir
dalam melaksanakan setiap aksinya. Alhasil, setiap pergerakan para pejuang
menjadi sangat terorganisir dan sangat susah dihentikan.Rumah beliau juga di
jadikan sebagai markas pusat untuk mengatur setiap strategi perang serta
dijadikan sebagai tempat bagi para pejuang untuk beristirahat. Setiap aksi dan
tindakan para pejuang tidak lepas dari peran beliau. Menurut catatan sejarah,
Maemunah tidak pernah melakukan pertempuran secara langsung dengan
mengangkat senjata walaupun tidak terlibat dalam pertempuran langsung,
namun Maemunah telah menyumbangkan pemikiran dengan berperan pada
pengaturan strategi perjuangan Kelaskaran.
2.BAHARUDDI LOPA
3.ANDI DEPU
Ibu Agung Hajjah Andi Depu adalah pejuang perempuan asal Sulawesi Barat.
Semasa perjuangannya, Andi Depu berhasil mempertahankan daerah
Tinambung, Polewali Mandar, dari penjajahan Belanda. Ia pernah dipenjara
selama tiga tahun.Andi Depu lahir di Sulawesi Selatan, 18 Juni 1985. Ia tercatat
sebagai raja daerah Balanipa ke-52.Ia lahir dengan nama Sugiranna Andi
Sura.Ayahnya adalah La'ju Kanna Idoro, seorang Raja Balanipa ke-50. Ibunya
bernama Samaturu.Meskipun berasal dari keluarga kerajaan, pendidikan yang
ditempuh Andi Depu sangat terbatas.Namun, hal ini justru dijadikan
kesempatan bagi Andi Depu untuk menggunakan waktu luangnya dengan
bergaul bersama rakyat dan memperdalam agamanya. Pada masa
pendudukan Jepang, tahun 1942, Andi Depu mengibarkan bendera merah
putih pada awal kedatangan mereka di Mandar.Pada 1943, ia mempelopori
berdirinya Fujinkai di daerah Mandar. Fujinkai adalah organisasi kaum
perempuan di bawah pendudukan Jepang.Saat Jepang mulai terdesak oleh
Sekutu dalam perang, Andi Depu turut terlibat dalam berdirinya organisasi
bernama Islam Muda pada April 1945. Ketika Indonesia dinyatakan merdeka,
Andi Depu bersama rekan-rekannya turut menyebarkan berita kemerdekaan
ke seluruh pelosok Mandar dan sekitarnya.Namun, pasca proklamasi, Sekutu
datang. Rakyat Mandar pun kembali terancam akan kedaulatan daerahnya.
Andi Depu pun lekas menyusun kekuatan bersama rakyat. Ia menggunakan
Istana Balanipa sebagai markasnya. Ibu Agung Hajjah Andi Depu menjadi
panglima dari organisasi laskar bernama Islam Muda. Bersama dengan
laskarnya, Andi Depu menolak kedatangan Belanda di tanah Mandar.
Kemarahan Andi Depu pun semakin tersulut ketika salah seorang tentara
Belanda menurunkan bendera merah putih dari tiangnya. Andi Depu kerap kali
bertempur dengan Belanda, namun ia selalu berhasil melarikan diri.Namun,
tahun 1946, di Makassar, Andi Depu tertangkap. Ia dipenjara dan sering
dipindah-pindahkan lokasi penjaranya selama kurang lebih 28 kali.Selama
dipenjara, Andi Depu sering disiksa oleh para serdadu Belanda. Andi Depu
dibebaskan pasca penyerahan kedaulatan dalam Konferensi Meja Bundar
tahun 1949. Setelah bebas dari penjara, Andi Depu kembali ke Mandar karena
diminta untuk memimpin bekas wilayah Kerajaan Balanipa.Ia mengemban
tugas ini sampai tahun 1956, sebelum mengundurkan diri karena kondisi
kesehatannya.
4.HAMMAD SALEH
Muhammad Thahir Imam Lapeo atau lebih dikenal dengan Imam Lapeo atau
Tosalama‟ Imam Lapeo,merupakan tokoh sufi yang dikenal akan
kecerdasannya, keberaniannya dan sifatnya yang mengedepankan nilai-nilai
kemanusiaan,yang terbukti telah melahirkan sejumlah Ulama.AGH.
Muhammad Thahir diberi nama Imam Lapeo karena beliaulah yang
mendirikan masjid di daerah Lapeo dan sekaligus menjadi imam pertama di
masjid yang didirikannya itu.Beliau dikenal juga dengan sebutan Kannai
Tambul (‘kakek dari Istanbul’) karena beliau pernah menuntut ilmu agama
hingga ke Istanbul, Turki. Sufi besar Tanah Mandar ini dakwahnya merambah
masyarakat nelayan hingga pegunungan seperti di Buttu Daala menemani
gurunya AGH. As-Syekh Habib Alwy bin Abdullah Bin Sahil
Jamalullail.Perjalanan hidupnya sepenuhnya diabadikan untuk ilmu dan
umat.Ada 74 karamah (kelebihan) dalam kisah hidup Imam Lapeo yang ditulis
oleh cucu Imam Lapeo sendiri Syarifuddin Muhsin, dalam buku yang memuat
tentang perjalanan hidup Imam Lapeo.Peranan dan kontribusi Imam Lapeo
melalui kerja-kerja sosial-keagamaan dan kebangsaan menjadi lahan
persemaian kharisma, popularitas, sehingga masyarakat Mandar
memposisikannya sebagai primus inter pares, yang dicirikan melalui
pengakuan dan pembenaran secara sosio-kultural sebagai Waliullah.
6.ACHMAD KIRANG
Selain Hajja Andi Depu yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai Pahlawan
Nasional pada tahun 2018 lalu, Sulawesi Barat punya sosok pejuang lain yang
namanya dikenang hingga kini.Sosok tersebut adalah Letnan Satu (Lettu)
Infanteri Anumerta Achmad Kirang yang gugur dalam operasi pembebasan
sandera pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Thailand, pada
Selasa 31 Maret 1981.Achmad Kirang lahir di Mamuju pada 8 November 1949
dan meniti karier sebagai anggota TNI hingga bergabung di Komando Pasukan
Sandi Yudha (Kopasanda), cikal bakal Komando Satuan Pasukan Khusus
(Kopassus). Namanya diabadikan menjadi nama jalan, lapangan, serta
patungnya dibangun di tengah-tengah Kota Mamuju.Ismail Rusli, salah
seorang anggota Komunitas Mamuju Tempo Doeloe, mengatakan saat itu
terjadi pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla oleh teroris pada 28 Maret
1981 yang menyamar sebagai penumpang.Pemerintah ketika itu menugaskan
sekitar 20 pasukan Kopasanda termasuk Achmad Kirang untuk melakukan
penyelamatan dan pembebasan terhadap para sandera di Bandara Don
Muang, Thailand. Para teroris tersebut memaksa pilot untuk terbang keluar
Indonesia."Pasukan Kopasanda ini tiba di Bandara Don Muang pada 30 Maret
1981. Mereka kemudian melakukan penyergapan sekitar pukul 03.00 (waktu
setempat) ke pesawat Garuda DC-9 yang tengah parkir di Bandara Don Muang
tersebut," ujarnya, Sabtu malam (9/11)Ismail menambahkan, pasukan
Kopasanda berhasil masuk ke dalam pesawat tersebut dan sempat terjadi
baku tembak antara teroris dengan pasukan Kopasanda. Empat teroris
berhasil ditembak mati, dan satunya lagi berhasil ditangkap. Namun, Achmad
Kirang bersama Kapten Pilot Herman Rante tertembak oleh pembajak
tersebut. Mereka sempat dibawa ke rumah sakit, namun nyawanya keduanya
tidak tertolong. Keduanya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP)
Kalibata."Atas jasanya ini, Achmad Kirang yang gugur dalam aksi
penyelamatan sandera itu dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara anumerta.
Ada juga satuan dalam Kopassus yang mengabadikan nama beliau," jelasnya.