Anda di halaman 1dari 6

Kliping Sejarah

Pahlawan Nasional Papua


Oleh : Kelompok Manis

Disusun oleh :
Dinda Permata Sari Ndruru
Kertika Desasti Amazohono
Imam Destar Ha;Awa
Julfikar Harefa
Samuel Sonawaoda Amazihono
Efrata Amazihono

SMA NEGERI 1 LAHUSA

2022/2023
1. Silas Papare

Silas Papare adalah salah satu Pahlawan Nasional asal Papua yang gigih
memperjuangkan pengembalian Papua ke NKRI. Ia lahir di Kampung Ariepi, Serui,
Yapen Waropen pada 18 Desember 1918. Saat masih berusia 9 tahun, ia masuk ke
Sekolah Desa selama 3 tahun dengan bahasa pengantar bahasa daerah. Ia sempat
tak melanjutkan sekolah selama setahun. Tapi kemudian melanjutkan sekolah dan
masuk ke sekolah juru rawat di Serui. Oleh Belanda, ia sempat dipercaya sebagai
tenaga intelejen. Pada masa pendudukan Sekutu dan Bela nda sesudah Perang
Dunia ke II, Silas Papare diangkat menjadi tentara Sekutu dengan pangkat sersan
Persteklas.

Namun sejak Sekutu meninggalkan Irian Jaya dan digantikan oleh Belanda,
Silas Papare tidak lagi menjadi tentara dan kembali sebagai tenaga medis. Akhir
tahun 1945, Silas Papare diangkat sebagai Kepala Rumah Sakit Zending di Serui.
Setelah mendengar Indonesia merdeka, ia keluar dari pekerjaannya dan bergabung
bersama pemuda Irian Barat di Batalyon Papua untuk mengadakan pemberontakan.
Pada tahun 1946, ia mendirikan Partai Kemerdkaan Indonesia Irian (PKII). Ia
kembali ditahan. Silas pun berhasil kabur ke Yogyakarta dan mendirikan Badan
Perjuangan Irian pada Oktober 1949. Cita-cita Silas Papare, yaitu mengakhiri
kekuasaan Belanda di tanah leluhurnya dan mempertahankan kemerdekaannya.
Silas meninggal di Serui dan mendapatkan anugerah Pahlawan Indonesia pada 14
September 1993.
2. Frans Kaisiepo
Frans Kaisiepo ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1993.
Pada 19 Desember 2016, Frans Kaisiepo diabadikan dalam uang kertas rupiah
pecahan Rp 10.000. Frans Kaisiepo juga diabadikan sebagai nama bandara di Biak,
dan nama kapal Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL). Frans
Kaisiepo lahir di Wardo, Biak, 10 Oktober 1921. Frans Kaisiepo dikenal juga sebagai
Gubernur Irian Barat pada 1964 hingga 1973. Sejak muda, Kaisiepo sudah dikenal
sebagai aktivis gerakan kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Papua.

Diceritakan tiga hari menjelang Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, Frans


Kaisiepo dan beberapa rekannya mendengarkan lagu Indonesia Raya di Kampung
Harapan Jayapura pada 14 Agustus 1945. Lalu pada 31 Agustus 1945, Kaisiepo dan
rekan-rekan perjuangan melaksanakan upacara pengibaran bendera Merah Putih
dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia. Pada 10 Juli 1946, ia membentuk
Partai Indonesia Merdeka. Di bulan yang sama, ia juga mengikuti Konferensi Malino
di Sulawesi Selatan sebagai salah satu delegasi Indonesia. Pada konferensi Malino,
Frans Kaisiepo mengusulkan nama Irian sebagai pengganti nama Papua.

Irian berasal dari bahasa Biak yang berati semangat persatuan masyarakat agar
tidak mudah takluk di tangan Belanda. Ia juga menolak atas skenario usulan
pembentukan Negara Indonesia Timu Ia pernah dijebloskan ke penjara oleh Belanda
dan ditahan sebagi tahana politik mulai 1954 hingga 1961. Frans Kaisiepo
meninggal pada 10 April 1979. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Cendrawasih, Jayapura.
3. Marthen Indey
Marthen Indey ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada September 1993.
Namanya dijadikan sebagai nama rumah sakit tentara di Jayapura, Marthen lahir di
Doromena, Papua pada 16 Maret 1912 dengan nama Soroway Indey. Setelah
dibaptis, ia menggunakan nama Marthen. Marthen Indey banyak dipengaruhi oleh
Johanes Bremer, seorang misionaris Ambon yang dikirim Belanda untuk
menyebarkan agama Kristen di New Guinea. Pada 1926,

Indey berhasil menyelesaikan sekolahnya dan melanjutkan sekolah Angkatan Laut di


Makassar, yaitu Kweekschool voor Indische Schepelingen.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Para Pahlawan Nasional dari
Papua", Klik untuk
baca: https://regional.kompas.com/read/2021/08/07/103000478/mengenal-para-pahlawan-
nasional-dari-papua.

Editor : Rachmawati

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:


Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Ia pun lulus dari sekolah tersebut pada 1932. Setelah menjalankan tugas pelayaran
pertamanya, Indey memutuskan meninggalkan karier angkatan lautnya dan menjadi
perwira polisi. Pada 1934, ia pun mendaftar di akademi polisi di Sukabumi, Jawa
Barat dan menyelesaikan pelatihannya pada tahun 1935. Ia sempat telibat
pemberontakan saat membebaskan Soegoro dari penjara Hollandia. Kematian salah
satu anak buahnya membuat Marthen Indey marah kepada Belanda. Ia pernah
dikirim ke New York untuk berpartisipasi dalam negosiasi yang menghasilkan
Perjanjian New York, yakni Irian Jaya bergabung ke Indonesia. Marthen Indey
meninggal di Jayapura pada 17 Juli 1086.
4. Machmud Singgeri Rumagesan
Machmud Singgeri Rumagesan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada
tahun 2020. Ia lahir di Kokas pada 27 Desember 1885 dan menjadi raja muda diusia
21 tahun. Dua tahun kemudian, ia menjabat sebagai Raja Sekar di Fakfak, dengan
gelar Raja Al Alam Ugar Sekar (Raja yang lahir dan tumbuh tanpa pengaruh dan
kuasa dari kerjaan lain) Ia bersama Raja Rumbati, Ibrahim Bauw, menyerukan
perlawanan dengan jihad fisabilillah menentang penjajahan. Di Sorong, Machmud
Singgirei Rumagesan merencanakan pemberontakan dengan bekal 40 pucuk
senjata Heiho, pasukan bangsa Indonesia yang dibentuk Jepang. Namun,
rencananya tersebut gagal. Ia dimasukkan ke sel isolasi selama enam bulan.
Bahkan, Machmud Singgirei Rumagesan hampir dihukum mati dengan cara
ditembak pada 2 Mei 1949.

Namun setelah desakan dari berbagai pihak, hukuman mati diubah menjadi
hukuman seumur hidup pada 5 Desember 1949. Selama dipenjara, ia telah
berpindah dari satu penjara ke penjara lain, seperti Saparua, Sorong-Doom,
Manokwari, Hollandia hingga diasingkan ke Makassar. Salah satu perlawanan yang
dilakukan adalah saat Machmud Singgirei Rumagesan memimpin Gerakan
Tjendrawasih Revolusioner Irian Barat pada 1953 setelah ia dibebaskan dari
penjara. Gerakan yang ia pimpin ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Republik
Indonesia merebut dan memperjuangkan pembebasan Irian Barat dari kolonial
Belanda. Perjuangan Machmud berbuah manis. Pada 24 Desember 1949, Irian
Barat dinyatakan merdeka dari Belanda setelah diputuskan di Konferensi Meja
Bundar (KMB).
Saat ikut Kongres Nasional untuk perdamaian di Jakarta, Machmud menyerukan
agar Irian harus kembali ke Indonesia.

5. Johanes Abraham
Johanes Abraham Dimara ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 8
November 2010. Ia lahir di Korem, Biak Utara, Papua pada 16 April 1916 dengan
nama Arabel. Saat ia berusia 13 tahun, Dimara diangkat sebagai anak oleh Elias
Mahubesi, anggota polisi Ambon. Ia kemudian melanjutkan pendidikan setingkat SD
pada tahun 1930 dan melanjutkan sekolah pertanian di Laha. Ia lalu sekolah agama
(Injil) dari tahun 1935 hingga 1940. Sebagai seorang lulusan agama, Dimara bekerja
sebagai guru Injil di Kecamatan Leksuka, Pulau Buru .

Tahun 1946, Dimara ikut serta dalam pengibaran bendera merah putih di Namlea,
Pulau Buru. Ia juga turut memperjuangkan pengembalian wilayah Irian Barat ke
tangan Republik Indonesia. Pada tahun 1054, Dimara yang menjadi anggota TNI
dan menjabat sebagai Ketua Organisasi Pembebasan Irian Barat ditangkap oleh
tentara Kerajaan Belanda. Ia dibuang ke Digul dan dibebaskan pada tahun 1960.
Johannes Abraham Dimara meninggal di usia 84 tahun, 20 Oktober 2000 di Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai