Anda di halaman 1dari 6

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan Selamat Pagi

Perkenalkan saya Nadien Astiya Noorsy berasal dari SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong. Pada
kesempatan kali ini saya akan bercerita tentang sejarah perjuangan tokoh yang sangat terkenal di
Indonesia, yaitu bernama Frans Kaisepo. Menarik bukan? Oke kita langsung saja, ya!

Kita mungkin pernah membaca nama Frans Kaisepo di lembar uang sepuluh ribu rupiah. Namun,
apakah teman-teman tahu seperti apa perannya dalam kemerdekaan Indonesia? Tahukah teman-
teman kalau ternyata Beliau memiliki peran penting dalam penyatuan Papua dengan Indonesia, loh.
Dengarkan dengan saksama, ya!

Frans Kaisepo adalah seorang pahlawan nasional yang memiliki peran penting dalam penyatuan
Papua dengan Indonesia. Bahkan, ketika pemerintah merilis uang dengan gambar Frans Kaisepo di
salah satu sisinya, ada banyak yang mempertanyakan siapakah beliau? Yang membuat sedih adalah
ketika ada beberapa orang yang juga melontarkan hinaan padanya. Padahal yang kita tahu, beliau
adalah salah seoran tokoh pahkawan Indonesia. Aku sangat bangga padanya, begitu pula kalian,
kan?

Nah, sekarang kita beralih ke masa kecil Frans Kaisepo

Frans Kaisepo lahir pada tanggal 10 Oktober 1921 di Biak, Papua. Ia merupakan putra dari pasangan
Albert Kaisepo dan Alberthina Maker. Ayahnya adalah seorang kepala suku Biak Numfor dan seorang
pandai besi. Ibunya meninggal ketika Frans masih berusia 2 tahun. Frans pun kemudian dititipkan
pada bibinya sehingga ia tumbuh besar bersama sepupunya, Markus.

Teman-teman dan penonton semuanya, saya akan lanjutkan mengenai pendidikan Frans Kaisepo

Frans Kaisepo besar di kampong Wardo yang terdapat di pedalaman Biak, tapi perlu teman-teman
tahu ia menempuh pendidikan di sekolah dengan system pendidikan Belanda.

Pada tahun 1928-1931, Frans bersekolah di Sekolah Rakyat. Selulusnya dari sana, ia melanjutkan ke
LVVS di Korido hingga tahun 1934 kemudian ke Sekolah Guru Normalis di Manokwari. Kemudian
setelah lulus, Frans Kaisepo sempat mengikuti kursus kilat Sekolah Pamong Praja di Kota Nica,
sekarang namanya Harapan Jaya selama bulan Maret hingga Agustus 1945.

Frans Kaisepo bertemu dengan seorang aktivis sekaligus pengajar di Taman Siswa bentukan Ki Hajar
Dewantara yaitu Soegoro Atmoprasodjo. Pada tahun 1935, ia dibuang ke Boven Digoel, Papua
karena dituduh terlibat dalam pemberontakan Partai Komunis Indonesia terhadap Belanda. Hingga
setelah Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang, kebersamaan Soegoro semakin menambah rasa
cinta Frans Kaisepo terhadap Indonesia.

Tentang pernikahan Frans Kaisepo

Frans pertama kali menikah dengan Anthomina Arwam dan dikarunia tiga orang anak. Setelah
istrinya meninggal dunia, ia menikah lagi dengan seorang perempuan dari Demak, Jawa Tengah yang
bernama Maria Magdalena Moorwahyuni. Dari pernikahan yang terjadi pada 12 November 1973 itu,
keduanya dikaruniai seorang putra bernama Victor Kaisepo.

Semasa Frans Kaisepo Meninggal Dunia

Penyebab kecurigaan tentang wafatnya Frans Kaisepo adalah karena beberapa hari sebelumnya ia
terlihat tengah berobat di rumah sakit. Namun, mendadak Maria dikabari kalau suaminya itu
meninggal dunia karena serangan jantung. Loh, lalu bagian mana yang mencurigakan, ya?

Rupanya teman-teman, saat itu Frans Kaisepo tengah berusaha mengungkap kebenaran tentang
adanya penipuan dalam pelaksanaan Pepera. Namun mendadak ia dikabarkan meniinggal dunia.
Meskipun begitu, tidak ada yang tahu dengan pasti apakah kematiannya itu normal atau ada yang
membunuhnya.

Masa ketika Frans Kaisepo ikut serta dalam Penyatuan Irian Barat dan Indonesia

Pada tanggal 15 hingga 25 Juli 1946, ikut dalam Konferensi Malino. Di konferensi itu pula, ia
mengusulkan nama Papua menjadi Irian. Nama Irian diambil dari bahasa Biak yang artinya panas.
Hal tersebut dilakukan dengan harapan kalau Irian bias menjadi cahaya penerang yang mengusir
kegelapan di Indonesia.
Frans Kaisepo juga ikut memberikan bantuan sebisa mungkin terhadap operasi militer
penggabungan Papua dan Indonesia yang diberi nama operasi Trikora (Tri Komando Rakyat)
karena baginya operasi tersebut sejalan dengan keinginannya. Sehingga ia mendirikan sebuah
partai politik bernama Irian Sebagian Indonesia (ISI).
Pada tahun 1964, diangkat sebagai gubernur Papua. Saat menjabat sebagai gubernur,
pertumbuhan dan tingkat pendidikan masyarakat Papua meningkat.
Peran serta pada Pepera dan Penyatuan Papua dengan Indonesia. Tak hanya itu Frans Kaisepo
pun dipilih sebagai delegasi Indonesia untuk menyaksikan pengesahan hasil Pepera di markasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.
Setelah pensiun sebagai gubernur Papua, Frans Kaisepo diminta untuk pindah ke Jakarta oleh
pemerintah Indonesia dan diangkat sebagai pegawai di Kementerian Dalam Negeri dan anggota
majelis MPR. Selain itu, ia juga diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
untuk periode 1973-1979.

Penghargaan Beliau sebagai Pahlawan Nasional

Hingga kini, Frans Kaisepo sebaga pahlawan nasional atas jasa-jasa beliau. Selain itu juga nama
pahlawan yang berasal dari Biak ini juga diabadikan menjadi nama salah satu kapal perang TNI AL
dan bandara Internasional yang terdapat di Pulau Biak. Bahkan, pada tahun 2016, pemerintah dan
Bank Indonesia merilis uang lembar nominal 10.000 dengan gambar Frans Kaisepo di salah satu
sisinya.

Teman-teman dan penonton sekalian,

Betapa bangganya kita terhadap pahlawan-pahlawan Indonesia, termasuk salah satunya Frans
Kaisepo. Seorang putra daerah kebanggan Papua. Sudah sepatutnya kita menghargai jasa beliu dan
jasa para pahlawan yang telah gugur mendahului kita demi negara kita Negara Indonesia.

Terima kasih,
Saya Nadien Astiya Noorsy, bangga pada pahlawan nasional Indonesia, bangga menjadi anak
Indonesia. Merdeka!

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan Selamat Pagi


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Perkenalkan saya Silvia Anggel Lahamini berasal dari SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong,
pada kesempatan kali ini saya akan bercerita tentang perjuangan salah satu tokoh pahlawan
nasional, yaitu Ki Hajar Dewantara.

Perjuangan melawan penjajah tidak mesti dengan senjata. Itulah yang dicontohkan oleh Ki
Hajar Dewantara. Pahlawan yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Ki Hajar
Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat. Beliau dibesarkah dalam lingkungan Keraton Paku Alam di Yogyakarta.

Karena terlahir dalam kalangan bangsawan, maka Soewardi kecil bersekolah di ELS atau
Sekolah Dasar Eropa Belanda. Lalu melanjutkan pendidikan ke Stovia atau Sekolah Dokter
Batavia. Namun, karena kondisinya yang sempat sakit kala itu. Maka, Beliau tidak
menamatkan pendidikannya.

Soewardi muda lalu bekerja sebagai jurnalis di beberapa surat kabar. Beliau termasuk
penulis yang handal karena semua tulisannya begitu komunikatif, tajam dan penuh
semangat. Selain menulis, Beliau juga aktif berorganisasi pada tahun 1912 bersama
Douwes Dekker dan Dr. Cipto Mangunkusumo mendirikan Indische Partij yaitu partai politik
pertama di Hindia Belanda dan bertujuan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia.
Mereka dijuluki Tiga Serangkai.

Salah satu tulisannya yang terkenal dalam bahasa Belanda berjudul “Als Ik een Nederlander
Was” yang artinya “Bila Aku Seorang Belanda” yang isinya sangat menusuk persaan
Belanda saat itu sehingga membuat Ki Hajar Dewantara dipanggil, ditangkap serta
diasingkan.

Masa pengasingan oleh Belanda dimanfaatkan Soewardi untuk mendalami dunia pendidikan
dan pengajaran. Beliau kembali ke tanah air pada tahun 1916. Tiga tahun berselang
tepatnya pada 2 Juli 1922 Beliau mendirikan Sekolah Taman Siswa di Yogyakarta. Sekolah
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan dan hak pendidikan yang sama bagi para
rakyat Indonesia. Artinya semua kalangan bisa turut mengenyam yang namanya dunia
pendidikan. Beliau pun melepas gelar kebangsawanannya dan menggunakan nama Ki Hajar
Dewantara agar perjuangannya lebih mudah diterima masyarakat Indonesia. Ki Hajar
Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta.

Ki Hajar Dewantara juga menciptakan 3 buah semboyan yang sampai saat ini masih
digunakan di dunia pendidikan. Ketiga semboyan itu adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani yang berarti di depan memberi contoh, di
tengah memberi semangat dan di belakang memberi dorongan. Ketiga semboyan
peninggalan Ki Hajar Dewantara tersebut sampai kini menjadi semboyan dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Bahkan bagian dari semboyan ciptaanya yaitu Tut Wuri Handayani
menjadi bagian dari logo Kementerian dan Kebudayaan Indonesia. Dan hari kelahirnyaa itu
pada tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional.

Demikian cerita singkat saya tentang Pahlawan Nasional Indonesia yaitu Ki Hajar
Dewantara. Semoga dapat bermanfaat dan mulai sekarang mari kita belajar dengan tekun
agar terus mendukung dan memajukan pendidikan di Indonesia.

Bagaimanapun juga, sudah sepantasnya kita semua berusaha mengenali dan menghormati
setiap pahlawan yang ada di Indonesia. Karena tanpa keberadaan pahlawan, Indonesia tak
akan menjadi Negara yang merdeka seperti sekarang.

Terima kasih

Saya Silvia Anggel Lahamini, bangga pada pahlawan nasional Indonesia, bangga menjadi
anak Indonesia. Merdeka!

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


“Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat
menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.” – Raden Ajeng Kartini

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Teman-teman dan Bapak/Ibu Guru
Perkenalkan saya Meysia Melita berasal dari SD Muhammadiyah 2 Kota Sorong, pada kesempatan
kali ini saya akan bercerita tentang perjuangan salah satu tokoh pembangkit emansipasi wanita,
seorang Ibu bangsa yaitu Raden Ajeng Kartini.

Pada tahun 1879 tepatnya tanggal 21 April di Jepara, lahirlah seorang bayi cantik nan jelita. Ia adalah
Raden Ajeng Kartini. Dilahirkan dari kalangan priyayi atau bangsawan. Ayahnya bernama Raden Mas
Adipati Ario Sosroningrat. Seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara. Dan ibunya bernama
Raden Ajeng Ngasirah. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat menjadi Bupati pada
usia 25 tahun. Salah satu Bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.

Pada masa kecilnya Kartini bersama saudara kandung dan tirinya. Kartini adalah anak ke-5 dari 11
bersaudara. Dari semua saudara kandung, Kartini adalah anak perempuan tertua.

Ayah Kartini berpikiran maju. Beliau mengizinkan Kartini bersekolah sampai usia 12 tahun di ELS
(Europese Lagere School) Sekolah Belanda. Di sekolah Kartini belajar banyak hal, salah satunya
adalah bahasa Belanda. Namun, karena adat dan budaya yang sangat kuat maka Kartini harus
dipingit. Pingitan sangat bertentangan dengan hati nurani Kartini. Maka Kartini memohon kepada
ayahnya,

“Ayah, izinkan saya melanjutkan sekolah”, Kata Kartini. “Saya ingin menjadi guru, Ayah, saya ingin
mendidik perempuan Jawa agar perempuan memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki”,
lanjutnya.

Tetapi ayah Kartini tidak mengizinkan.

“Tidak Kartini! Cukup bagimu bersekolah sampai Sekolah Dasar. Pamali bagi seorang perempuan
beraktivitas di luar rumah. Kamu harus dipingit!” Seru Ayah Kartini.

Keputusan Ayah membuat Kartini sedih. Tapi cita-citanya terus membara. Dia ingin memajukan hak
kaum perempuan di sekitarnya.

Dalam masa pingitan, Kartini menggunakan waktunya untuk membaca dan menulis. Kartini belajar
melalui buku-buku, koran dan majalah Eropa karena Kartini tertarik pada kemajuan berpikir
perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi yang jauh tertinggal.
Kartini pandai berbahasa Belanda. Kartini menulis surat untuk sahabat pena dari Belanda. Salah
satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Tulisan-tulisan Kartini bahkan ada
yang dimuat di majalah Belanda. Salah satunya dimuat di De Hollandsche Lelie (Surat Kabar
Belanda). Kartini tidak hanya menulis tentang emansipasi wanita , tetapi juga masalah sosial. Kartini
berjuang agar agar memperoleh kebebasan.

Di balik perjuangannya yang hebat, Kartini memiliki kisah lain dalam masalah percintaanya. Oleh
orang tuanya, Kartini dijodohkan dengan Bupati Rembang, Kanjeng Raden Mas Adipati Ario Singgih
Djojo Adhiningrat yang sejatinya sudah pernah memiliki tiga orang istri secara sah. Tapi takdir berkata
lain, suami Kartini mendukung penuh perjuangannya. Setelahnya, Kartini mendirikan sekolah wanita
pertamanya di Komplek Kadipaten Rembang.

Singkat cerita Kartini menikah dan melahirkan. Kartini meninggal pada usia muda yaitu 25 tahun.
Setelah Kartini wafat Mr. Abendanon seorang Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia
Belanda mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan Raden Ajeng Kartini
pada teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “Door Duisternis Tot Licht” yang artinya “Dari
Kegelapan Menuju Cahaya”. Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya ulang buku tersebut
dengan judul baru yang diterjemahkan. Buku itu berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Salah satu tulisan Kartini yang begitu menginspirasi rakyat Indonesia terkhusus kaum wanitu yaitu:

“Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus menerus terang cuaca.
Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam.” –
Raden Ajeng Kartini

Meski Kartini telah meninggal tapi pemikiran dan tulisan Kartini menginspirasi tokoh-tokoh perjuangan
Indonesia. Salah satunya adalah menginspirasi Wage Rudolf Supratman untuk membuat lagu
berjudul “Ibu Kita Kartini”.

Demikian cerita singkat saya tentang Pahlawan Nasional Indonesia yaitu Raden Ajeng Kartini.
Semoga dapat bermanfaat dan mulai sekarang mari kita belajar dengan tekun agar terus mendukung
dan memajukan pendidikan di Indonesia.

Saya Meysia Melita, bangga pada pahlawan nasional Indonesia, bangga menjadi anak Indonesia.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Anda mungkin juga menyukai