Melalui telegram dan amanat ini, sangat terlihat sikap nasionalisme Sultan Hamengku Buwono IX. Bahkan
melalui perbuatannya.
Sultan Syarif Kasim II (1893-1968). Sultan Syarif Kasim II dinobatkan menjadi raja Siak Indrapura pada
tahun 1915 ketika berusia 21 tahun.Sultan Syarif Kasim II membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak,
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik Hindia Belanda, mengangkatnya sebagai
“Sultan Boneka” Belanda, Sultan Syarif Kasim II tentu saja menolak. Ia tetap memilih bergabung dengan
pemerintah Republik Indonesia.Atas jasanya tersebut, Sultan Syarif Kasim II dianugerahi gelar Pahlawan
Nasional oleh pemerintah Indonesia.
4) Perempuan Pejuang
Opu Daeng Risaju
Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, dari hasil
perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu menunjukkan
gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu. Dengan demikian Opu Daeng Risaju merupakan keturunan dekat dari
keluarga Kerajaan Luwu
Setelah dewasa Famajjah kemudian dinikahkan dengan H. Muhammad Daud, seorang ulama yang pernah
bermukim di Mekkah. Opu Daeng Risaju mulai aktif di organisasi Partai Syarekat Islam Indonesia
(PSII)melalui perkenalannya dengan H. Muhammad Yahya, seorang pedagang asal Sulawesi Selatan yang
pernah lama bermukim di Pulau Jawa.H. Muhammad Yahya sendiri mendirikan Cabang PSII di Pare-Pare.
Ketika pulang ke Palopo, Opu Daeng Risaju mendirikan cabang PSII di Palopo. PSII cabang Palopo resmi
dibentuk pada tanggal 14 Januari 1930 melalui suatu rapat akbar yang bertempat di Pasar Lama Palopo
(sekarang Jalan Landau).
Pada tanggal 10 Februari 1964, Opu Daeng Risaju meninggal dunia. Beliau dimakamkan di pekuburan raja-
raja Lokkoe di Palopo.