Anda di halaman 1dari 16

Teladan Para

Tokoh Nasional Dan Daerah


Oleh : Kelompok 4
Halo semuanya
anggota kelompok

Helene Paquet
Frankleen Crhistian Gusti Sriwahyuningsih
Maria Rosa Rosita
Pendahuluan
Pahlawan nasional adalah individu yang telah memberikan
konttibusi besar dalam perjuangan kemerdekaan atau hak
hakraktyat Indonesia. Mereka dianggap sebagai simbol
keberanian dan kepatuhan terhadap nilai nilai nasionalisme.
Selain para pahlawan nasional setiap daerah di Indonesia
juga memiliki tokoh pahlawan nasional sendiri
tujuan
• Memahami peran pahlawan dalam membuentuk identitas
nasional dan daerah serta nilai nilai yang mereka miliki
Pahlawan nasional dari papua . Frans Kaisiepo
Frans Kaisiepo lahir di Wardo, Biak pada 10 Oktober 1921 dan meninggal pada 10 April 1979 di usia 57 tahun. Putra bangsa
berdarah Papua ini merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam kemerdekaan Republik Indonesia.
Frans berperan sebagai perwakilan dari Papua dalam Konferensi Malino tahun 1946 yang membahas tentang pembentukan Republik
Indonesia Serikat.
Dalam konferensi tersebut Frans mengusulkan nama Papua agar diganti menjadi Irian. Nama tersebut diambil dari bahasa Biak yang
memiliki arti "panas".
Selain sebagai orang pertama yang mengganti nama Papua, Frans juga merupakan orang pertama yang mengibarkan bendera Merah
Putih sekaligus menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya di Tanah Papua.
Selain itu, sosok Frans Kaisiepo juga pernah menjabat sebagai Gubernur Papua antara tahun 1964-1973.
Untuk mengenang perjuangan Frans Kaisiepo, namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak dan juga di
salah satu KRI yaitu KRI Frans Kaisiepo dengan nomor 368.
Selain itu, pada tanggal 19 Desember 2016, sosok Frans Kaisiepo diabadikan dalam uang kertas Rupiah pada pecahan Rp10 ribu.
Silas Papare
Silas Papare lahir di Serui pada 18 Desember 1918 dan meninggal pada 7 Maret 1979 di umur 60 di Serui, Papua. Dia menerima gelar
Pahlawan Nasional pada 14 September 1993 berdasarkan Surat Keputusan Presiden No.77/TK/1993.
Silas Papare merupakan sosok yang berjasa dalam sejarah Papua. Dia terlibat dalam perjuangan penyatuan Irian Jaya (Papua) ke dalam
wilayah Indonesia yang saat itu hendak dipisahkan oleh Belanda.
Dia juga mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta sebagai upaya membantu pemerintah Republik Indonesia dalam
memasukkan wilayah Irian Barat ke wilayah RI pada bulan Oktober 1949 di Yogyakarta.
Silas Papare merupakan salah satu delegasi dari Papua yang dipilih langsung oleh Soekarno dalam New York Agreement yang
ditandatangani pada 15 Agustus 1962.
Kemudian dia diangkat menjadi anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) setelah penyatuan Irian Barat dengan RI.
Untuk mengenang jasa perjuangan Silas Papare, namanya diabadikan dalam beberapa tempat seperti Monumen Silas Papare yang
berada di dekat pelabuhan Serui, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIPOL) Silas Papare yang berada di Jalan Diponegoro,
Jayapura.
Serta diabadikan dalam Kapal Perang Korvet kelas Parchim TNI AL KRI Silas Papare dengan nomor 386.
Marthen Indey
Marthen Indey adalah pahlawan asal Papua yang lahir di Doromena, Papua pada 14 Maret 1912. Ia wafat pada 17
Juli 1986. Gelar pahlawan nasional yang ia dapatkan telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Surat
Keputusan Presiden No. 077/TK/1993 tanggal 14 September 1993.
Marthen Indey dulunya merupakan seorang polisi Belanda, tetapi ia mendukung penuh Indonesia. Jiwa
nasionalisme Marthen Indey membawanya dalam sebuah pemberontakan melawan Belanda di Irian Barat pada
Desember 1945.
Marthen bersama beberapa kepala suku di Papua melakukan aksi protes terhadap pemerintah Belanda yang saat itu
berencana untuk memisahkan Irian Barat dari Kesatuan Indonesia. Atas aksinya tersebut, Marthen ditawan oleh
Belanda di hulu Digul selama tiga tahun.
Berkat jasa dan perjuangan yang dilakukan Marthen terhadap Indonesia, ia diangkat menjadi anggota MPRS
(Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada tahun 1963-1968.
Selain itu, Marthen juga menjabat sebagai mayor tituler dan kontrolir yang diperbantukan di Residen Jayapura
Para raja yang berkorban untuk bangsa
Sultan Syarif Kasim II

Keberlangsungan negara Indonesia pasca kemerdekaan tidak bisa lepas dari jasa Kesultanan Siak Indrapura. Indonesia
yang saat itu belum pulih pasca pemindahan kekuasaan mengalami kekurangan dana untuk keberlangsungan pemerintahan.

Namun, hal itu dapat diselamatkan berkat jasa dari seorang raja. Dialah Sultan Syarif Kasim II yang menjadi sultan
terakhir Kesultanan Siak.

Sultan Syarif Kasim II menyumbangkan 13 juta gulden atau setara dengan 1 triliun rupiah untuk Indonesia yang baru
merdeka. Tidak hanya itu, sebagai seorang raja, dia juga menyatakan kesediaannya untuk bergabung dengan NKRI.
Diketahui, wilayah Siak meliputi Kerajaan Melayu Deli, Serdang, Bedagai hingga Provinsi Riau dan Kepulauan Riau.
Wilayah yang kaya akan hasil alam ini mampu menghidupi Indonesia, bahkan hingga kini.
Sultan Hamengkubuwono IX

Saat Belanda kembali mendatangkan teror ke Indonesia, Raja Hamengkubuwono IX datang


sebagai penyelamat dengan memberikan izinnya untuk menjadikan Yogyakarta sebagai ibu kota.
Tanpa basa-basi, hal itu tentunya langsung disetujui oleh Soekarno-Hatta. Berkat Yogyakarta,
Indonesia dapat terus berdiri dan diselamatkan. Sama seperti Sultan Syarif Kasim II, Raja
Hamengkubuwono IX pun turut berpartisipasi dalam kemerdekaan Indonesia dengan
memberikan sejumlah hartanya.

Raja dari Kesultanan Yogyakarta ini memberikan sumbangan kepada bangsa Indonesia sebesar
6,5 juta gulden Belanda. Sumbangan tersebut digunakan Indonesia untuk menjalani roda
pemerintahan selama ibu kota berada di Yogyakarta..
Mewujudkan Integrasi Melalui seni dan sastra
Dilansir dari Ensiklopedi Nasional Indonesia (1990) karya Balai Pustaka, profesi sebagai
seniman tidak menghalangi Ismail Marzuki untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme
di Indonesia. Ismail Marzuki tercatat selalu ada dalam beberapa pertempuran seperti Bandung
Lautan Api dan kedatangan NICA di Jakarta pada September 1945. Sikap perlawanan Ismail
Marzuki juga terlihat melalui penolakannya terhadap tawaran Belanda yang memintanya menjadi
penyiar musik di Radio Omroep In Overgangstijd. Meski dengan iming-iming fasilitas rumah
mewah, mobil dan gaji yang besar yang ditawarkan pihak Belanda, Ismail Marzuki tetap teguh
dengan pendiriannya untuk menolak bekerja sama dengan Balanda.
Perempuan Pejuang
Pahlawan di Dua Zaman
Opu Daeng Risadju merupakan pahlawan wanita yang berjuang di dua zaman. Yakni zaman kebangkitan kemerdekaan
dan masa revolusi kemerdekaan Indonesia.
Opu Daeng Risadju melakukan gerakan kemerdekaan melalui PSII. Ia juga diketahui berperan dalam jajaran TNI.
Namun, sumber-sumber yang menceritakan kiprahnya di TNI sangat terbatas. Kendati demikian kiprah Opu Daeng
Risadju di TNI dibuktikan dengan surat keterangan pemberhentian Opu Daeng Risadju dalam jajaran TNI. Surat
keterangan tersebut tertulis "Berdasarkan Instruksi KSAD tanggal 23/1-1950 No. l/lnstr/KSAD/50, dan Perintah Harian
tanggal 4/3- 1950 No. 229/Su/PH/50, dinyatakan mengembalikan ke masyarakat para anggota TNI dalam rangka
diadakannya rasionalisasi tentara dalam tubuh Angkatan Perang.
Maka berdasarkan Surat Keputusan Pemberhentian tertanggal 25 Maret 1950 0066/Kmd/SKP/XVI/50, Opu Daeng
Risadju dengan pangkat pembantu letnan diberhentikan dengan hormat dari jabatan Anggota Staf (Intelegence)."
Nilai yang patut di teladani
1. semangat Patriotisme dan nasionalisme yang tingg
2. Keberanian
3. Menbela Keadilan dan kebenaran
4. Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan
5. Rela berkorban demi kepentingan bersama
foto terkait
adakahpertanyaan?
Arigatou
gouzaimasu

Anda mungkin juga menyukai