Anda di halaman 1dari 14

A.

)PAHLAWAN NASIONAL DARI PAPUA

1. FRANS KAISIEPO

Frans Kaisiepo adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari

Papua. Frans Kaisiepo sangat berperan aktif dalam mempertahankan bangsa


Indonesia khususnya di tanah Papua. Ia terlibat langsung dalam konferensi Malino
pada 1946 di Sulawesi Selatan sebagai perwakilan dari Papua. Pada konferensi
tersebut, ia mengusulkan nama Irian untuk mengganti nama Papua. Tahukah kamu
siapa Frans Kaisiepo? Dilansir disitus Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, Frans
Kaisiepo lahir di Wardo, Biak, 10 Oktober 1921. Frans Kaisiepo dikenal juga sebagai
Gubernur Irian Barat pada 1964 hingga 1973. Sejak muda, Kaisiepo sudah dikenal
sebagai aktivis gerakan kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Papua. Baca juga:
Biografi Hasan Sadikin, Sosok di Balik Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Dapatkan
informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Kaisiepo menjadi tokoh
penting dalam pergerakan anti Belanda waktu itu. Bersama rekan-rekannya, ia berjuang
untuk menyatukan wilayah Papua ke pangkuan Indonesia setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia.

Dikutip dari Antaranews, pada masa perjuangan tiga hari menjelang


Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, Frans Kaisiepo dan beberapa rekannya
mendengarkan lagu Indonesia Raya di Kampung Harapan Jayapura pada 14 Agustus
1945. Beberapa hari sesudah proklamasi tepatnya, 31 Agustus 1945, Kaisiepo dan
rekan-rekan perjuangan melaksanakan upacara pengibaran bendera Merah Putih dan

1
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia. Pencetus nama Irian Pada 10 Juli 1946,
Frans Kaisiepo yang juga pahlawan Trikora membentuk Partai Indonesia Merdeka.
Pada bulan yang sama mengikuti Konferensi Malino di Sulawesi Selatan sebagai salah
satu delegasi Indonesia. Ia tercatat sebagai satu-satunya putra Papua yang hadir
diperundingan yang penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Baca juga: Biografi
Dokter Sutomo: Pendiri Budi Utomo dan Kisah Cinta Beda Agama  Pada konferensi
Malino, Frans Kaisiepo  mengusulkan nama Irian sebagai pengganti nama Papua.

Irian berasal dari bahasa Biak yang berati semangat persatuan masyarakat
agar tidak mudah takluk di tangan Belanda. Ia juga menolak atas skenario usulan
pembentukan Negara Indonesia Timur. Frans Kaisiepo menjadi tokoh penting dalam
pergerakan anti Belanda. Di mana sebagai pencetus pergerakan melawan Belanda di
Biak pada 1948. Ditangkap Frans Kaisiepo pernah dijebloskan ke penjara oleh Belanda.
Ini dampak dari penolakan saat ditunjuk sebagai wakil Belanda untuk wilayah Nugini
dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Nederland, Belanda. Ia menolak dengan
alasan tidak mau didikte oleh Belanda. Ia ditahan sebagai tahanan politik mulai 1954
hingga 1961. Setelah keluar penjara, Kaisiepo mendirikan partai politik Irian. Di mana
dengan tujuan utama menggabungkan wilayah Nugini sebagai bagian Indonesia. Pada
waktu, ia juga membantu dan melindungi prajurit Indonesia yang menyelundup pada
masa Trikora.

Pada waktu itu merupakan salah satu masa yang penting dalam sejarah
Indonesia dengan dibentuknya Tiga Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno
pada 19 Desember 1961. Hasil utama Trikora adalah Perjanjian New York pada 15
Agustus 1963 yang memaksa Belanda harus menyerahkan kekuasaan Irian Barat ke
Indonesia. Dikutip situs Kementerian Pendidikan Indonesia (Kemendikbud), Frans
Kaisiepo diangkat sebagai Gubernur Irian Jaya pada 1964. Ia berusaha agar Irian Jaya
bersatu kembali dengan bangsa Indonesia. Rakyat Papua memutuskan untuk
bergabung dengan Indonesia setelah diselenggara Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera).. Gelar pahlawan Frans Kaisiepo meninggal pada 10 April 1979. Ia
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih, Jayapura. Pada 1993, Frans
Kaisiepo dikenang sebagai pahlawan nasional. Ini tertuang dalam Keputusan Presiden
Nomor 077/TK/1993. Pada 19 Desember 2016, Frans Kaisiepo diabadikan dalam uang
kertas rupiah pecahan Rp 10.000. Frans Kaisiepo juga diabadikan sebagai nama
bandara di Biak, dan nama kapal Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut
(AL). 

2
2. MARTHEN INDEY

 Marthen Indey adalah Pahlawan Nasional


Indonesia yang berasal dari Papua.  Marthen Indey
pernah ditugaskan di Tanah Merah (Digul) untuk
menyiapkan pemberontakan melawan Belanda di
Irian Barat pada akhir Desember 1945.  Lalu, pada
Oktober 1946, ia menjadi anggota dari Komite
Indonesia. 

Marthen Indey lahir di Doromena, Papua, 16


Maret 1912.  Nama kelahirannya adalah Soroway
Indey, sebelum akhirnya ia dibaptis menggunakan
nama Marthen.  Ayahnya adalah seorang pemimpin
desa adat atau Ondoafi. 

Di awal kehidupannya, Indey sangat dipengaruhi oleh seorang misionaris Ambon


yang dikirim Belanda untuk menyebarkan agama Kristen di New Guinea.  Ia adalah
Johannes Bremer.  Indey bersama dengan beberapa saudaranya menghabiskan
sebagian masa kecil mereka bersama dengan keluarga Bremer di Ambon.  Saat duduk
di bangku sekolah dasar, Indey meningkatkan penguasaan bahasa Melayunya.  Saat
itu, bahasa Melayu bukanlah menjadi bahasa umum yang digunakan di banyak bagian
timur Hindia.  Pada 1926, Indey berhasil menyelesaikan sekolahnya.  Kemudian ia
melanjutkan di sekolah Angkatan Laut di Makassar, yaitu Kweekschool voor Indische
Schepelingen.  Ia pun lulus dari sekolah tersebut pada 1932.  Setelah menjalankan
tugas pelayaran pertamanya, Indey memutuskan meninggalkan karier angkatan
lautnya. Ia menjadi perwira polisi. Pada 1934, ia pun mendaftar di akademi polisi di
Sukabumi, Jawa Barat. Ia menyelesaikan pelatihannya sampai pada 1935. 

Pada akhir 1935, ia dikirim untuk menjadi anggota detasemen polisi Ambon di
Nugini.  Selama di sana, ia terlibat dalam berbagai kampanye Belanda untuk
mematahkan perlawanan suku-suku lokal Papua.  Kemudian, selama tahun 1940
sampai 1941, Indey bekerja di polisi kolonial klandestin untuk melacak pergerakan agen
Jepang di Manokwari.  Diyakini agen Jepang ini tengah mengintai wilayah tersebut
untuk diinvasi dengan menyamar sebagai nelayan dan pekerja perkebunan.  Pada
1941, sebagai anggota terpercaya polisi kolonial, Indey lebih bebas daripada
kebanyakan orang non-Eropa untuk berinteraksi dengan para tahanan politik.  Bahkan,
Indey berteman dengan beberapa tahanan tersebut, seperti Sukarjo, Sugoro
Atmoprasodjo, dan Hamid Siregar.  Pada Juli 1943, Indey bersama dengan 32 pegawai

3
sipil berlayar dari Teluk Tanah Merah ke Brisbane.  Selama di sana, ia dan anggota
lainnya dilatih dalam taktik penerjun payung.  Ia pun direkrut menjadi pasukan Sekutu
guna melancarkan serangan di Pasifik Selatan dan Filipina.  Pada April 1944, saat
Jepang kalah, NICA, pemerintahan sipil Hindia Belanda, berniat membangun kembali
kontrol Belanda atas koloni.  Indey dan pasukannya pun merencanakan untuk
menyerang Belanda di Nugini pada 25 Desember 1945.  Sayangnya, rencana mereka
diketahui oleh Belanda. Indey, Sugoro, Silas Papare, dan Luksa Rumkorem pun
ditangkap dan dipenjarakan. Setelah bebas, pada Januari 1947, Indey melakukan
perjalanan ke Ambon untuk bergabung melawan Belanda di sana.  Pada Maret 1947, ia
kembali ditangkap oleh Belanda dan dipenjara selama 4,5 tahun.  Pada akhir 1950
sampai awal 1960, Indey tinggal di Jayapura.  Kemudian pada 1962, ia terlibat dalam
infiltrasi profil tinggi pasukan komando Indonesia dari RPKAD atau Resimen Para
Komando Angkatan Darat yang mendarat di Nugini.  Ia pun dikirim ke New York untuk
berpartisipasi dalam negosiasi yang menghasilkan Perjanjian New York, di mana Irian
Jaya bergabung ke Indonesia

Marthen Indey wafat pada 17 Juli 1986 di Jayapura.  Berkat jasanya, ia pun
dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 14 September 1993.  Namanya juga
dijadikan sebagai nama rumah sakit tentara di Jayapura. 

4
3. SILAS PAPARE

Silas Papare merupakan salah satu


Pahlawan Nasional asal Papua yang gigih
memperjuangkan pengembalian Papua ke NKRI.
Dalam Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey
dan Silas Papare (1997) karya Onni Lumintang
dan kawan-kawan, Silas Papare lahir di kampung
Ariepi (Serui) Yapen Waropen pada 18 Desember
1918. Semasa kecil Silas Papare berada di
lingkungan keluarga yang sederhana, harmonis,
dan taat beragama. Si kecil Silas Papare dididik
dengan nilai-nilai agama. Silas Papare masuk
Sekolah Desa (Volkschool) saat berumur
sembilan tahun dan bersekolah selama 3 tahun
dengan bahasa pengantar adalah bahasa daerah.
Sekolah Desa tersebut ternyata untuk
menghasilkan kaum tani dan kaum buruh terpelajar.

Tamat sekolah, Silas Papare tidak langsung melanjutkan sekolah ketingkat yang
lebih tinggi. Namun membantu orangtuanya selama satu tahun Berkat masukan
orangtuanya, akhirnya Silas Papare melanjutkan sekolah dan masuk ke sekolah juru
rawat di Serui.

Meski selama menjadi juru rawat, Silas Papare tidak didukung dengan
pendidikan militer secara khusus, tetapi berkat penguasaan mendan yang bagus telah
dipercaya Belanda sebagai tenaga inteljen. Banyak prestasi yang diraih Silas Papare
selama bekerja sebagai inteljen Belanda. Pada masa pendudukan Sekutu dan
Belanda sesudah Perang Dunia ke II, Silas Papare diangkat menjadi tentara Sekutu
dengan pangkat sersan Persteklas. Sejak Sekutu meninggalkan Irian Jaya dan
digantikan oleh Belanda, Silas Papare tidak lagi menjadi tentara dankembali sebagai
tenaga medis. Akhri tahun 1945, Silas Papare diangkat sebagai Kepala Rumah Sakit
Zending di Serui.

Dilansir dari buku Kumpulan Pahlawan Indonesia (2012) oleh Mirnawati,


mendengar Indonesia telah merdeka, Silas Papare segera keluar dari pekerjaannya
dan mengadakan perlawanan kepada Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan.
Desember 1945, Silas bersama pemuda Irian Barat tergabung dalam Batalyon Papua
berencana mengadakan pemberontakan. Namun, informasi tersebut bocor dan gagal

5
dilaksanakan. Silas ditangkap dan dipenjara oleh Belanda. setelah bebas dia kembali
merencanakan pemberontakan lagi, namum kembali gagal. Ketika dipenjara ke Serui,
Silas bertemu dengan Dr Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi Selatan yang juga
diasingkan. November 1946, Silas mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian
(PKII). Hal tersebut membuat dirinya kembali ditahan Belanda. Berkat kelihaiannya,
Silas berhasil melarikan diri ke Kota Yogyakarta dan membentuk Badan Perjuangan
Irian pada Oktober 1949. Cita-cita Silas Papare, yaitu mengakhiri kekuasaan Belanda
di tanah leluhurnya dan mempertahankan kemerdekaannya.

15 Agustus 1962, Silas Papare dipercaya menjadi wakil delegasi RI dalam


penandatangan persetujuan New York. Akhirnya 1 Mei 1963, Irian Barat resmi menjadi
wilayah Republik Indonesia. Tanggal 7 Maret 1978, Silas Papare meninggal dunia di
Serui, Irian Jawa. Pemerintah mengeluarkan keppres No 77/TK/1993 untuk
menganugerahi Silas Papare gelar Pahlawan Indonesia pada 14 September 1993.

6
B.)ISMAIL MARZUKI/SASTRA DAN SENI

Siapa yang tidak pernah mendengar tembang Rayuan Pulau Kelapa, Sepasang Mata
Bola dan Halo Halo Bandung? Ya, tembang-tembang klasik dengan semangat
kebangsaan dan perjuangan di atas adalah karya Ismail Marzuki, salah satu komponis
besar Indonesia yang menghasilkan karya-karya luar biasa. Bahkan, karyanya masih
dinyanyikan hingga kini oleh para musisi Indonesia. Begitu pula namanya yang
diabadikan sebagai nama gedung kesenian di Jakarta. Pada hari ini, 107 tahun yang
lalu, tepatnya pada 11 Mei 1914, sang maestro musik Indonesia tersebut dilahirkan di
Jakarta. Melansir laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Ismail Marzuki mendedikasikan
dirinya untuk Tanah Air lewat karya-karyanya.

Mengenal kembali siapa Ismail Marzuki menjadi langkah untuk menyelami tokoh-
tokoh sejarah. Sebab, karya-karyanya abadi dan tak terlupakan serta berperan besar
dalam kemajuan musik Indonesia.
Ismail Marzuki lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Marzuki, hanya wiraswasta
kecil-kecilan di wilayah Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Sejak kecil, Ismail Marzuki tak
pernah sekalipun melihat senyum dan merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu.
Ia tumbuh besar dalam asuhan ayah. Maklum, ibunda tercinta meninggal tatkala ia
dilahirkan. Demikian pula dengan kedua kakaknya. Hanya ada ia dan ayahnya yang
tersisa di keluarga kecil itu. Dunia musik sudah menyelimuti hari-hari Ismail kecil. Sang
ayah yang juga seorang pemain rebana yang biasa dinamakan seni berdendang.

Sambil melantunkan kalimat zikir dan menabuh rebananya, suara Ismail Marzuki begitu

7
menggema. Ada pesona dengan gaya cengkoknya yang khas. Tak heran, dia biasa
tampil di acara sunatan, perayaan pengantin, cukuran anak, dan lain-lain. Ibarat
pepatah "buah jatuh tak jauh dari pohonnya", lewat sang ayahlah benih-benih bakat
Ismail Marzuki tumbuh. Kemampuan Ismail Marzuki akan dunia musik tidak datang
secara instan. Saat berusia 17 tahun, pria yang sering disapa Ma'ing ini mengasahnya
dengan berlatih. Pada 1923, ia bersama teman-temannya menjadi anggota
perkumpulan musik Lief Java yang sebelumnya bernama Rukun Anggawe Santoso.
Dari perkumpulan tersebut, bakatnya berkembang dengan baik sebagai instrumentalis,
penyanyi, penyair lagu dan juga mulai mengarang lagu-lagu.

Ia pun betah berlama-lama memutar seribu macam lagu pada gramofon dan
mendengarnya tanpa bosan. Jika sebagian orang hanya
mendengarkan lagu-lagu baru, Ismail Marzuki lebih suka
meresapi lagu selama puluhan kali dan berulang-ulang.
Bukan cuma musik Hollywood dan jazz, ia juga menjadikan
lagu-lagu daerah sebagai inspirasinya. Sebut saja lagu
daerah Maluku, Minahasa, Bugis, Melayu, Minang, tembang
Cianjuran, gambus, kroncong, serta lagu-lagu ciptaan
komponis agung bangsa Eropa dari Schubert, Mozart,
Schumann, Mendellshon dan lain sebagainya. Semuanya
menjadi sumber keindahan baginya. Semasa hidupnya, Ismail
Marzuki menghasilkan ratusan karya lagu, baik hasil
ciptaannya sendiri atau lagu yang ia aransemen ulang.
Beberapa di antaranya Oh Sarinah, Rayuan Pulau Kelapa,
Melancong di Bali, Halo-halo Bandung, Mars Arek-arek
Surabaya, Indonesia Tanah Pustaka, Gugur Bunga di Taman Bhakti, Sepasang Mata
Bola, Selamat Datang Pahlawan Muda, Selendang Sutra dan sebagainya.

Ada peribahasa yang mengatakan kalau "gajah mati meninggalkan gading,


harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama". Demikian
pula yang terjadi pada Ismail Marzuki. Semasa hidup, ia tidak sedikitpun memiliki
gengsi sebagai pahlawan, saudagar besar atau dapat menarik banyak orang yang
berpamrih di sekitarnya. Hanya ada kumpulan-kumpulan karya yang dapat ia
dendangkan. Racikan musiknya begitu merasuk ke hati, hingga pada akhir hayatnya
pun Ismail Marzuki begitu dikenal sebagai maestro musik Indonesia. Pada 1950-an,
agaknya menjadi tahun-tahun yang cukup sulit bagi Ismail Marzuki. Terlebih ada
beberapa pihak yang berusaha untuk memecah usahanya untuk mengembangkan
kesenian daerah. Berulang kali, ia dicecar dengan kata-kata dan kalimat yang sinis.

Beruntung, ada sang istri, Eulis, dan Rahmi Asiah, anak adopsi mereka yang
selalu menghibur juga memberikan keceriaan tersendiri di bahtera rumah tangga Ismail
8
Marzuki. Di masa-masa tersebutlah, kesehatan pria tamatan sekolah belanda
Hollandsch Inlandsche School (HIS) ini mulai terganggu hingga akhirnya ia
mengundurkan diri dari kegiatan orkestra. Aktivitasnya pun hanya terbatas pada karya
komposisi saja. Rupanya, siang hari pada 25 Mei 1958, menjadi hari terakhir Ismail
Marzuki untuk bertatap muka dengan keluarga kecilnya. Usai makan siang, sang
komponis ini bercengkrama dengan Rahmi dan tak luput berbaring di pangkuan sang
istri seperti kebiasaannya yang sudah-sudah.

Eulis merasa Ismail Marzuki tertidur pulas. Dibelai rambut suaminya dengan
penuh kehangatan. Namun ia tidak bergerak, tak ada pula sepatah kata yang
diucapkan. Ia telah kembali ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa tanpa pamit, pesan
dan meninggalkan gejala apa pun. Ada duka yang mendalam bagi Eulis dan putrinya.
Ismail Marzuki meninggal pada usia 44 tahun. Ismail Marzuki dimakam di TPU Karet
Bivak, Jakarta. Pada batu nisannya dipahatkan lagu Rayuan Pulau Kelapa. Beberapa
puluh tahun setelahnya, pemerintah berniat untuk memindahkan makamnya ke Taman
Makan Pahlawan di Kalibata. Namun keluarga menolak dan menganggap jika hal
tersebut bukanlah kepentingan yang mendesak. Bagi pihak keluarga, di mana pun
jasadnya dikubur, karya abadi Ismail Marzuki tetaplah bertumpu di hati rakyat
Indonesia.

9
C.)SULTAN HAMENGKUBOWONO IX DAN
SULTAN SYARIF KARIM

1. SULTAN HAMENGKUBOWONO IX

Sri Sultan Hamengkubuwono IX memiliki nama lahir yaitu


Gusti Raden Mas Dorodjatun. Beliau lahir di Yogyakarta
(Ngayogyakarta Hadiningrat) pada 12 April 1912.

Sebagai keluarga bangsawan, Sri Sultan Hamengkubuwono


IX merupakan seorang putra dari pasangan Sri Sultan
Hamengkubuwono VIII dan permaisuri Kangjeng Raden Ayu
Adipati Anom Hamengkunegara.

Beliau lahir pada masa pemerintahan Hindia-Belanda di


Ngayogyakarta Hadiningrat (sekarang Yogyakarta).

Karena lahir dari keluarga Kesultanan, Sri Sutan Hamengkubuwono IX diangkat


menjadi Raja Kesultanan Yogyakarta ke-9 pada 18 Maret 1940.

Ketika berumur 4 tahun, Hamengkubuwono IX tinggal pisah dengan keluarganya.


Pendidikan pertama yang dijalani di Europeesche Lagere School (ELS) di Yogyakarta.
Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikannya Hoogere Burgerschool (HBS) di Semarang
HBS Bandung pada tahun 1925.
Setelah menamatkan pendidikannya di HBS, ia melanjutkan pendidikannya dengan
berkuliah di Rijkuniversiteit (Universitas Leiden) di Belanda.

Gusti Raden Mas Dorodjatun merupakan anak keturunan Sultan. Pada 18 Maret 1940,
beliau diangkat menjadi Raja Kesultanan Yogyakarta ke-9 dengan gelar “Ngarsa Dalem
Sampéyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Sénapati ing Ngalaga
Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga ing
Ngayogyakarta Hadiningrat”.
Sebagai Raja Kesultanan, beliau sangat menentang penjajah Belanda dan bertujuan
untuk mendorong Kemerdekaan Indonesia.

Beliau juga mendorong agar daerah yang ia pimpin, yaitu Yogyakarta agar mendapat
predikat “Istimewa” dengan cara bernegosiasi dengan Pemerintah Indonesia.

Ketika Indonesia sudah merdeka, keadaan perekonomiannya sangat buruk.


Penyebabnya yaitu pihak Belanda memblokade ekonomi perdagangan dengan luar
negeri.

10
Akhirnya, Hamengkubuwono IX ikut berperan dengan menyumbangkan 6 juta Gulden
untuk Pemerintahan, kehidupan para pemimpin serta pegawai Pemerintahan yang lain.

Kemudian terjadilah perundingan Renville pada tanggal 19 Desember 1948. Kolonial


Belanda melakukan Agresi Militer yang ke-2 untuk menyerbu Yogyakarta.

Pada akhirnya, Hamengkubuwono IX ditangkap Belanda, karena gelarnya tersebut


takut mengancam keberadaan Belanda di Yogyakarta.

Bersamaan dengan kejadian tersebut, para tokoh bangsa seperti Soekarno, Moh. Hatta
dan Sutan Syahrir ditangkap Belanda serta diasingkan ke Pulau Bangka.
Pihak Belanda pernah melakukan negosiasi dengan Hamengkubuwono IX untuk
bekerjasama, namun ditolak.

Pada akhirnya, Hamengkubuwono IX menuliskan sebuah surat, yang berisi


“meletakkan jabatan” sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan diikuti oleh Sri
Paku Alam.

Tujuannya agar masalah keamanan di wilayah Yogyakarta menjadi beban tentara


Kolonial Belanda.

Sementara itu, Sultan tetap bergerak di belakang dalam memperjuangkan


kemerdekaan. Hamengkubuwono IX diam-diam membantu para pejuang Indonesia
dengan cara memberi bantuan logistik.

Selain itu, beliau juga memberikan tempat perlindungan bagi kesatuan-kesatuan TNI di
lingkungan keraton.

Setelah banyaknya perjuangan, akhirnya pada 27 Desember 1949, ketika di Belanda


berlangsung penyerahan kedaulatan, lalu Istana Merdeka juga terjadi penyerahan
kedaulatan dari Wakil Tinggi Mahkota Belanda kepada Pemerintahan RIS.

Setelah kejadian tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono IX kembali mendapatkan


kepercayaan untuk menerima penyerahan kedaulatan sebagai Wakil dari Pemerintahan
RIS.

Pada saat di Amerika Serikat, pada tanggal 2 Oktober 1988, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX menghembuskan nafas terakhirnya di George Washington
University Medical Center, Washington DC.

Setelah itu, jenazahnya dikebumikan di pemakaman para Sultan Mataram di Imogiri,


Kapubaten Bantul, DI Yogyakarta.

Itulah biografi singkat Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sebagai keturunan darah
bangsawan, beliau tetap optimis dengan tujuannya untuk memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia dan menjadi Raja yang bijak.

(Sumber: Wikipedia)

11
2. SULTAN SYARIF KARIM II

Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil


Syarifuddin atau yang dikenal dengan Sultan Syarif
Kasim II merupakan sultan yang terakhir atau sultan
yang ke-12 Kerajaan Siak.
Dia memimpin  selama 30 tahun, yakni dari tahun
1915 sampai 1945. Syarif merupakan anak dari
Sultan Syarif Hasyim I yang merupakan sultan ke
11 Kerajaan Siak hasil pernikahan dengan
permaisuri Tengku Yuk.
Untuk mengenang jasa jasanya, Pemerintah
Provinsi Riau mengabadikan namanya pada
Bandara Internasional di Pekanbaru dengan nama
Sultan Syarif Kasim II yang semula bernama
Bandar Udara Simpang Tiga.
Bandara Simpang tiga ini pertama kali sultan
Syarif Kasim melakukan pendaratan perdana dan meresmikannya pada tahun 1943
bersama dengan Permaisuri Tengku Agung Sultanah Latifah dan pembesar pemerintah
Belanda.
Sultan Syarif Kasim II dilahirkan di Siak pada tanggal 1 Desember 1893. Setelah
ayahnya, Sultan Assyaidin Hasyim I Abdul Jalil Syaifuddin wafat pada 1908, Syarif
Kasim II dinobatkan sebagai sultan ketika usianya masih 16 tahun.
Namun, karena belum cukup umur dan tengah menempuh pendidikan di Batavia, Syarif
Kasim II dinobatkan sebagai Sultan Kerajaan Siak Indrapura pada 13 Maret 1915
dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin.
Di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim II, Siak menjadi ancaman bagi
Pemerintah Hindia Belanda. Soalnya, dia secara terang-terangan menunjukkan
penentangannya terhadap penjajahan.
Dengan lantangnya, Syarif Kasim II menolak Sri Ratu Belanda sebagai pemimpin
tertinggi para raja di kepulauan Nusantara, termasuk Siak.
Sultan yang amat menyadari pentingnya pendidikan sebagai tonggak bagi perubahan
suatu kaum, mencoba mencerdaskan rakyatnya dengan mendirikan sekolah-sekolah di
Siak. Putra-putri Siak yang cerdas dan berprestasi, mendapat beasiswa untuk
menempuh pendidikan ke Medan dan Batavia.
Sultan Syarif Kasim II dihormati orang tidak hanya karena kedudukan sebagai raja,
tetapi karena satunya kata dengan perbuatan. Beliau tidak hanya mendukung NKRI
dengan maklumat dan pernyataan politik saja, tetapi juga dengan menyumbangkan
harta miliknya dalam jumlah sangat besar kepada negara.

12
Dia tidak hanya menyayangi rakyatnya dengan kata dan ungkapan, tetapi juga dengan
mencerdaskannya lewat penyediaan sekolah. Syarif mendukung perjuangan lewat
seruan di istana, tapi juga hadir dalam kancah perjuangan dengan bantuan yang
konkrit.
Pada saat peringatan hari kematiannya atau Haul ke 119, Sultan Syarif Kasim II
mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Penetapannya tanggal 6 November 1998, melalui keputusan presiden nomor
109/TK/1998, yang di tanda tangani presiden BJ Habibie, Sultan Syarif Kasim II juga
mendapat tanda kehormatan bintang Mahaptra Adipradana

13
D.)PEREMPUAN PEJUANG (DAENG RISAJU)

Opu Daeng Risaju adalah pejuang wanita


asal Sulawesi Selatan yang menjadi Pahlawan
Nasional Indonesia. Ketika kecil akrab dikenal
sebagai Famajjah yang lahir di Palopo tahun 1880
dari pasangan Opu Daeng Mawellu dan
Muhammad Abdullah to Barengseng. Famajjah
hanya belajar mengaji Alquran tanpa sekolah
formal. Ia lantas menikah dengan Haji Muhammad
Daud, dan dikenal dengan nama Opu Daeng
Risadju.

Masa Perjuangan

Pada tahun 1927, Opu tertarik memasuki


organisasi politik dengan menjadi anggota Partai
Sarekat Islam Indonesia cabang Pare-Pare. Karena
keaktifannya, ia terpilih sebagai ketua PSII Wilayah
Tanah Luwu Daerah Palopo, pada 14 Januari
1930.

Belanda menahan Opu untuk tidak melanjutkan perjuangannya di PSII, karena


Belanda tidak ingin Opu mendapatkan dukungan rakyat yang besar. Pihak Belanda
bersama dengan Controleur Afdeling Masamba menganggap bahwa Opu sudah
menghasut rakyat agar tidak percaya kepada pemerintah. Akhirnya, Opu diadili dan
dicabut gelar kebangsawanannya dan dipenjara selama 14 bulan pada tahun 1943.

Akhir Hayat

Pada masa Revolusi, Opu kembali aktif bersama pemuda Sulawesi Selatan
untuk melawan NICA yang ingin menjajah Indonesia. Karena keberaniannya melawan
NICA, Opu menjadi buronan Belanda di Sulawesi Selatan dan akhirnya menyiksa Opu
hingga ia menjadi tuli dan dijadikan tahanan luar. Opu menghembuskan nafas
terakhirnya pada tanggal 10 Februari 1964. Atas segala jasanya, Opu Daeng Risaju
diberikan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional.

14

Anda mungkin juga menyukai