24 / XII IPS 2
FRANS KAISIEPO
Frans Kaisiepo adalah pria kelahiran Wardo, Biak, Papua pada 10 Oktober 1921. Pahlawan
Nasional yang satu ini mempunyai jasa besar khususnya terhadap kehidupan masyarakat
di Papua, sebab ia pernah menyandang status sebagai Gubernur Papua ke-4. Ia jugalah
yang berada di belakang asal-usul nama Irian.
Ayah Frans yang bernama Albert Kaisiepo merupakan seorang ahli pandai besi sekaligus
kepala suku Biak Numfor, sedangkan ibunya yang bernama Alberthina Maker sudah
meninggal sejak usianya 2 tahun. Dari pernikahan pertama Frans dengan Anthomina
Arwam, mereka dikaruniai 3 orang anak, yaitu Beatrix Kaisiepo Wanma, Susana Kaisiepo
Manggaprouw, dan Manuel Kaisiepo. Pasca kematian Arwam, Frans menikah dengan
dengan Maria Magdalena Moorwahyuni dan dikaruniai 1 orang anak yang bernama Victor
Kaisiepo.
Perjuangannya untuk tanah papua sangatlah besar, diantaranya Pada 31 Agustus 1945,
ketika Papua masih diduduki Belanda, Frans termasuk salah satu orang menegakkan
eksistensi Republik Indonesia dan orang pertama yang mengibarkan Bendera Merah
Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di Papua.
Pada Juli 1946, Frans menjadi utusan Nederlands Nieuw Guinea dan satu-satunya orang
asli Papua pada Konferensi Malino di Sulawesi Selatan. Ia menentang keras niat Belanda
yang ingin menggabungkan Papua dengan Maluku dan menjadikan Papua bagian dari
Negara Indonesia Timur (NIT). Frans bersikeras bahwa wilayah Papua seharusnya
dipimpin oleh orang-orang Papua sendiri daripada dipimpin oleh orang lain. Frans juga
mengusulkan agar nama Papua atau Nederlands Nieuw Guinea diganti dengan ‘Irian’ yang
berasal dari bahasa asli Biak yang berarti “Cahaya yang mengusir kegelapan”. Hal ini
dilatar belakangi oleh kata Papua yang awalnya merupakan sebutan pua-pua yang artinya
“keriting”. Frans merasa bahwa sebutan ini merendahkan orang-orang lokal Papua dan
berkehendak untuk menghentikan sebutan itu. Kata Irian kemudian dipolitisasi kelompok
nasionalis Indonesia di Papua sebagai akronim dari “Ikut Republik Indonesia Anti
Nederlands”.
Perjuangan Frans Kaisiepo di bidang politik terus berlanjut. Pada tahun 1946, Ia
mendirikan Partai Indonesia Merdeka di Biak. Frans terus memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia di tanah Papua meski Indonesia telah resmi
memproklamirkan kemerdekaannya. Karena perlawanannya, dia dipenjarakan oleh
belanda dari tahun 1954 hingga 1961.
Pada tahun 1961, Frans Kaisiepo mendirikan partai Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang
bertujuan untuk menuntut penyatuan Papua dengan Republik Indonesia. Pada tahun yang
sama, Presiden Soekarno membentuk Tiga Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember
1961. Tujuan komando itu adalah:
• membatalkan pembentukan "negara Papua" yang diciptakan oleh kekuasaan
kolonial Belanda.
• mengibarkan bendera Indonesia di Irian Barat, dengan demikian menegaskan
kedaulatan Indonesia di daerah tersebut
• mempersiapkan mobilisasi untuk "mempertahankan kemerdekaan dan penyatuan
tanah air"
Frans dinyatakan wafat pada 10 April 1979 karena serangan jantung. Untuk menghormati
jasa-jasa Frans terhadap bangsa dan negara, selain dari pemberian predikat “pahlawan
nasional” oleh Pemerintah Indonesia pada 14 September 1993 dan pengabadian wajah
Frans pada cetakan uang Rp10.000, versi terbaru yang dirilis oleh Bank Indonesia pada
2016 lalu, namanya juga diabadikan sebagai salah satu nama kapal milik Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan nama bandara di Biak, Papua.