Anda di halaman 1dari 67

Hermin Batong

PERANAN HJ. ST. MAEMUNAH DALAM PERJUANGAN

KEMERDEKAAN DI MANDAR 1945-1950

Oleh: Hermin Batong1

A. Pendahuluan

Penulisan biografi atau riwayat hidup seorang tokoh pejuang/

pemimpin telah berkembang dengan pesat terutama setelah kemerdekaan

Republik Indonesia. Namun masih banyak di antara pemimpin atau tokoh-

tokoh pejuang yang telah berjasa bagi bangsa dan Negara, khusus-nya yang

telah berjuang mempertahankan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945

tidak lagi dikenal karena biografi tentang dirinya belum terungkap secara

luas di masyarakat. Konsekuensinya adalah suatu kerugian bagi

masyarakat sebab peranan mereka sebagai pemimpin bangsa pejuang di

zaman revolusi atau pembaharu di zaman kemerdeka-an tidak lagi dikenal

di kalangan masyarakat. Itulah sebabnya Presiden Soekarno

memperingatkan bahwa hanya bangsa yang tahu menghormati dan

menghargai jasa para pahlawannya yang dapat tumbuh menjadi bangsa

yang besar.2

Istilah atau sebutan tokoh yang diberikan secara umum bagi diri

seseorang karena dinilai positif oleh lingkungan masyarakatnya. Tokoh

1 Staf Peneliti Aspek Kesejarahan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Makassar.
2 Sagimun M.D., 1983 Mengapa Biografi Dan Kesejarahan Jilid II. Jakarta: Depdikbud,

hlm. 67, Muh. Amir, 2001. Karaeng Polongbangkeng Padjonga Daeng Ngalle. Makassar: Balai
Kajian Jarahnitra Makassar.

95
Hermin Batong

adalah seorang yang memiliki kelebihan atau keunikan dalam kehidupan-

nya di dalam masyarakat. Masyarakat mengakui jasa-jasanya dalam

mening-katkan dan mengembangkan kehidupan masyarakat. Itulah

sebabnya penulisan biografi seorang tokoh mutlak perlu menonjolkan

kepahlawanan, keunikan atau kelebihan seseorang yang sedang disoroti.3

Oleh karena itu salah satu upaya untuk menghormati dan

menghargai jasa seseorang pada masa hidupnya karena terdorong oleh rasa

cinta tanah air, sehingga dianggap berjasa dalam memimpin suatu kegiatan

yang bertujuan menentang penjajahan di Indonesia, melawan musuh dari

luar atau berjasa baik di bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan

ataupun di bidang ilmu pengetauan. Oleh karena itulah sehingga sangat

wajar untuk ditulis biografinya agar dapat dikenal orang. Karena itulah

dalam merekonstruksi biografi sangat diperlukan imajinasi yang besar agar

daaptdibuat sulaman yang indah dari biodata yang tersedia tentu saja

tanpa menyimpang dari faktor historis.4

Indonesia sebagai negara kepulauan telah mengalami berbagai

goncangan revolusi. Hal ini dapat dilihat dari sejarah perjalanan bangsa

Indonesia, terutama saat deru api revolusi yang memanasi seluruh persada

nusantara. Tindakan manusia menjadi timbul dalam usaha

mempertahankan kemerdekaan, baik sebagai pahlawan ternama maupun

3 Suwadji Syafei, 1982/1983. “Pemikiran Biografi dan Kesejarahan “ Suatu


Kumpulan Prasaran Lokakarya Jakrta: Depdikbud, hlm.33.
4 Sartono Kartodirdjo, 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.

Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, hlm.33.

96
Hermin Batong

sebagai pahlawan tak dikenal. Seorang pejuang tak pernah meminta

dirinya untuk diberi nama, tetapi setidaknya kita sebagai generasi pelanjut

dalam era pembangunan bangsa dan negara hendaknya berusaha

menempatkan seorang tokoh pada posisi yang sebenarnya. Itulah sebab-

nya dalam karya para sejarawan sering menampilkan pernyataan bahwa

setiap orang adalah sejarawan bagi dirinya sendiri. Dalam konteks ini

Edward H. Car menyatakan bahwa sejarah adalah percakapan yang tiada

berakhir antara sejarawan dan sumber-sumbernya.5 Dasar-dasar pemikir-

an seperti Edward H. Car lebih lanjut mengatakan bahwa sejarah akan

menuju ke proses tercapainya kemanusiaan yang tertinggi. Kenyataan ini

menjadi motivasi utnuk berusaha menelusuri lebih lanjut peristiwa yang

terjadi masa lampau khususnya perjuangan Hj. St. Maemunah dalam

kurung waktu 1945-1950 tentang keterlibatannya dalam Perang Kemer-

dekaan Republik Indonesia di Mandar-Sulawesi Barat.

Salah satu tokoh pejuang atau pemimpin di antara sekian tokoh

pejuang di Sulawesi Barat yang menarik untuk disimak lebih lanjut adalah

Hj. St. Maemunah. Sebab, tokoh pejuang ini mempunyai peranan penting

dalam perjuangan mempertahanakan kemerdekaan. Ketika itu Hj. St.

Maemunah dalam perjuangannya didampingi oleh suaminya H. Muh. Jud

Pance bersama-sama memimpin wadah perjuangan yang diberi nama

GAPRI 5.3.1 (Gabungan Pemberontakan Rakyat Indonesia 5.3.1). Beliau

5 Edward.H. Car, 1981.What Is Hitory? Hardmondsworth: Peguin Books, hlm.30.

97
Hermin Batong

pada masa perjuangan merebut kemerdekaan dan masa setelah

kemerdekaan itu terus melakukan perjuangan. Ia bukan sekedar figur yang

berdiri pada garis belakang, tetapi wanita yang berada di garis depan

dengan pekikan merdeka demi bangsaku. 6 Semangat patriotisme, karakter

kempemimpinan, sikap dan prinsip perjuangannya mengandung makna

dan nila-nilai luhur yang patut untuk dikenang dan diteladani oleh kita

semua dalam mengisi kemerdekaan.

Mengingat pentingnya pengetahuan akan kejadian di masa lampau

itu telah mendorong penulis berusaha mengungkapkan peristiwa perla-

wanan untuk mempertahankan kemerdekaan di Majene. Perjuangan

mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Majene oleh kelaskaran

GAPRI 5.3.1 di bawah pimpinan Hj. St. Maemunah, Raden Ishaq, Muh.

Saleh Banjar dan lain-lain. Hj. St. Maemunah adalah anak pertama dari

Muhammad Saleh dan Habibah yang berasal dari masyarakat biasa.

Sekalipun ia seorang wanita karena memiliki kepri-badian yang kuat maka

dia ditampilkan sebagai tokoh memegang peranan penting dalam

masyarakat. Perjuangan yang dilakukan terhadap Belanda untuk

mempertahankan dan memperjuangkan daerah itu agar terhindar dari

usaha Belanda untuk menaklukkan dan menguasainya nampak terpusat

dari pribadi Hj. St. Maemunah. Atas dasar inilah usaha untuk

6 Aminah Hamzah dkk, 1991. Biografi Pahlawan H.Depu Mara’dia Balania. Ujung
Pandang: Depdikbud, hlm.34; Ahmad Asdy, dkk., 2003. Mandar Dalam Kenangan Tentang
Latar Belakang Keberadaan Arajang Balanipa ke 52, hlm.160.

98
Hermin Batong

mengungkapkan dan menjelaskan peristiwa perjuangan yang

ditempuhnya dibuat dengan judul “Peranan Hj. St. Maemunah dalam

Perjuangan Kemerdekaan di Mandar 1945-1950”.

Penulisan ini merupakan suatu studi yang diarahkan untuk meng-

ungkapkan dan menjelaskan suatu peristiwa tertentu. Dalam hal ini

perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Majene yang dilakukan oleh

Hj. St. Maemunah tahun 1945-1950. Dalam hal ini kata “peranan” dapat

diinterpretasikan dengan pengertian segala aspek kegiatan yang dilakukan

dalam menentang penjajahan asing. Peranan dimaksud adalah peranan

aktif tokoh wanita yang secara fisik, baik dalam bentuk organisasi maupun

secara pribadi terlibat langsung dalam perjuangan menentang penjajahan.7

Penulisan biografi Hj. St. Maemunah bukanlah satu-satunya sosok

wanita pejuang yang perlu ditonjolkan, akan tetapi melihat dari adanya

beberapa kriteria pada diri Hj. St. Maemunah yang perlu dibahas lebih

lanjut. Diantaranya pengetahuan aktivitas tokoh Hj. St. Maemunah di masa

hidupnya, berupa karier, latar belakang hidupnya dan pendidikan.

Keikutsertaan Hj. St. Maemunah melebur diri dalam keanggotaan GAPRI

5.3.1 sebagai sosok wanita pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan

7 Rabiatun Idris dkk., 1983/1984. Peranan Wanita Di Sulawesi Selatan Dalam


Menentang Penjajahan Asing. Makalah pada Seminar Sejarah Perjuangan Rakyat Sulawesi
Selatan Menentang Penjajahan Asing, diselenggarakan di Ujung Pandang 8 s/d 11
Desember 1982. Jakarta: Depdikbud, hlm. 277.

99
Hermin Batong

Indonesia, sekalipun ia telah menyadari resiko yang bakal menimpa

dirinya.

Hj. St. Maemunah telah menyadari kodratnya sebagai wanita, tetapi

hal itu bukanlah menjadi penghalang bagi dirinya untuk tetap harus

mempertaruhkan segalanya demi mempertahankan kemerdekaan bangsa

Indonesia yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Bertolak dari uraian singkat itu, maka yang menjadi persoalan dalam kajian

ini adalah: 1) sejauhmana keterlibatan Hj. St. Maemunah dalam perjuangan

menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan, utamanya di daerah

Majene dan sekitarnya, 2) apakah yang melatar belakangi sehingga ia mau

meng-gabungkan diri dalam keanggotaan GAPRI 5.3.1 menentang kaum

penjajah Belanda, dan 3) bagaimana latar belakang kehidupan Hj. St.

Maemunah sebagai seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia

khususnya di daerah Mandar.

Berdasarkan rumusan persoalan itu, maka kajian ini bertujuan

untuk: 1) mengetahui sejauh mana keterlibatan Hj. St. Maemunah dalam

perjuangan mempertahankan kemerdekaan di daerah Mandar, 2)

mengetahui latar-belakang sehingga beliau rela menggabungkan diri

dengan GAPRI 5.3.1 di Mandar untuk menentang penjajah Belanda, dan 3)

mengetahui latarbelakang kehidupan Hj. St. Maemunah sebagai sosok

pejuang wanita di daerah Mandar. Karena itu, kajian ini tidak hanya

diharapkan dapat bermanfaat dalam menanamkan semangat persatuan

dan kesatuan bangsa serta membangkitkan semangat nasionalisme dan

100
Hermin Batong

kebangsaan nasional, tetapi juga dalam melestarikan jiwa dan semangat

kepahlawanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penulisan tentang perjuangan Hj. St. Maemunah di Mandar yang

dituangkan dalam bentuk biografi menuntut adanya penggunaan metode

sejarah. Penulisan seperti ini akan dapat mengungkapkan peristiwa-

peristiwa masa lampau secara mendalam. Dalam hubungannya dengan

objek studi ini, maka diperlukan penelitian sumber-sumber sejarah,

kemudian dari sumber itu diolah menjadi fakta sejarah, hasil dari fakta itu

kemudian disusun menjadi sebuah historiografi. Dalam usaha

pengumpulan sumber guna menghimpun data berdasarkan ruang lingkup

materi, maka akan dilakukan; pengumpulan data atau informasi yang

relevan melalui sumber tertulis. Mengadakan penelitian pada Badan Arsip

dan Perpustakaan Propinsi Sulawesi Selatan, Kantor Legium Veteran

Republik Indonesia Sulawesi Selatan dan Tenggara. Di samping itu, juga

dikumpulkan sumber-sumber yang berupa; dokumen pribadi, majalah dan

sebagainya. Serta dilakukan pula wawancara terhadap beberapa orang

yang hidup hampir sejaman dengan beliau.

B. Latar Belakang Keluarga


Sitti Maemunah dilahirkan tahun 1916 di Majene tepatnya di

Baruga, kurang lebih lima km dari kota Majene. Ia adalah puteri dari

pasangan Muhammad Saleh dengan Habiba. Perkawinan antara

Muhammad Saleh dengan Habiba kemudian dikarunai 3 orang anak,

101
Hermin Batong

diantarannya dua orang puteri dan satu orang putera.8 Ketiga putera puteri

Muhammad Saleh sebagai berikut; Sitti Maemuna lahir tahun 1916 di

Majene dan meninggal pada tahun 1995 di Ujung Pandang, H. Bahria

berdomisili di Makassar, dan H. Nurdin Saleh pensiun BNI berdomisili di

Makassar.

Setelah enam tahun Habiba meninggal yaitu ibu dari Maemunah,

ayahnya kemudian menikah lagi dengan Sohora yang kemudian dikaruniai

2 orang anak putera yaitu Mabrur dan Abrar yang keduanya berdomisili

di Makassar. Semasah kanak-kanak Maemunah dibesarkan dan dididik

secara bersahaja di Desa Baruga Kabupaten Majene. Ia dibesarkan dalam

lingkungan alam yang ramah dimana masyarakatnya memberikan sapaan

yang penuh dengan keakraban dan kekeluargaan. Pendidikan agama Islam

selalu ditanamkan kedua orang tuanya serta pandidikan nonformal berupa

adat istiadat yang berlaku dimasyarakat Mandar. Baliau sebagai anak

tertua batanggung jawab terhadap saudara-saudaranya. Tidak heran jika

orang di sekitar kehidupan beliau mangang-gap adik-adiknya sebagai anak

angkatnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, Maemunah dikenal sebagai anak

yang saleh taat beribadah dan pemberani. Sifat ini tertanam dari kedua

orang tuanya yang merupakan golongan masyarakat petani yang taat

8 H.Nurdin Saleh, wawancara pada hari Sabtu tanggal 8 Februari 2006 di


Makassar.

102
Hermin Batong

beribadah. Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, Maemunah selalu

bersikap hati-hati dalam bertindak karena dia adalah pola anutan keempat

orang adiknya. Ketika peringatan kemerdekaan Indonesia diproklamirkan

pada tanggal 17 Agustus 1945, Maemunah telah berusiah 29 tahun. Beliau

cukup banyak menerima cobaan dan pengalaman yang cukup mencekam

dan seolah hidupnya selalu dihantui maut setiap saat.

Ketika bangsa Indonesia di bawah kekuasaan penjajahan kolonial

Belanda, rakyat hidup dalam kekangan tanpa ada kebebasan kecuali bagi

golongan bangsawan. Demokrasi dalam pendidikan membuka pintu bagi

siapapun yang sanggup, bukanlah tujuann utama sekolah pemerintah.

Pada sekolah Belanda yang bersifat deskrimanitif, sehingga ras dan status

menjadi persoalan. Itulah salah satu pengalaman yang harus ditempu oleh

Maemunah ketika masuk sekolah. Tahun 1928 yaitu pada usia 12 tahun

Maemunah memasuki sekolah dasar 6 tahun di Majene. Setelah itu

kemudian melanjutkan pendidikan guru selama 2 tahun di tempat yang

sama. Tahun 1937 yaitu sekolah sambungan tujuannya untuk mendidik

tenaga-tenaga guru Cursus Voor Onderwija (CVO).9

Pada saat itulah Maemunah sudah merasakan adanya perlakuan

kurang adil di antara teman sekolahnya. Mereka bersama dengan teman-

teman yang berasal dari masyarakat biasa memperoleh berbagai tekanan

9 Sarita Pawiloy dkk., 1980/1981. Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Selatan.


Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan (IDKD), hlm.64; Maemunah catatan
pribadi tahun 1979 (koleksi pribadi H.Nurdin Saleh).

103
Hermin Batong

dan perlakuan kurang adil dibanding dengan temannya yang berasal dari

golongan pegawai pemerintah Kolonial. Wataknya yang keras nampak

menonjol dalam bidang pendidikan. Orang tuanya membimbingnya

dengan penuh kasih sayang bahkan diantar ke sekolah menggunakan obor

dari daun kelapa karena waktu masih subuh mereka harus berjalan kaki

sampai ke kota Majene. Mengingat jarak sekolah dan tempat tinggalnya

kurang lebih 5 km.10

Pada tahun 1940 Maemunah menikah dengan pemuda pilihannya

Muh. Jud Pance, mereka berdua satu profesi sebagai guru. Keduanya

bertugas dan menikah di Deteng-Deteng Majene namun dari hasil perka-

winannya mereka tidak dikaruniai anak.11 Sesungguhnya Maemunah

sudah diangkat sebagai kepala sekolah di Ba’babulo pada tahun 1937-1953.

Setahun kemudian yaitu 1938 para pemuda di Majene ikut mendirikan

organisasi sosial bernama PRAMA oleh H. Muh. Syarief dan kawan-kawan.

Tujuan pembentukan organisasi ini adalah menentang kedatangan Belanda

di Mandar yang berkubu di Majene. Para penjajah kemudian membakar

habis kubu dari organisasi tersebut yang oleh orang-orang Mandar disebut

“Boyang Soba”. Pada tanggal 24 Agustus 1945 atas persetujuan H. Muh.

Syarief, H. Muh. Jud Pance serta Maemunah, maka organisasi PRAMA

10 H.Nurdin Saleh, wawancara pada hari Sabtu, 18 Februari 2006 di Makassar: H.


Patani, wawancara pada bulan Februari 2006 di Majene.
11 Pada tahun 1951 ia melanjutkan pendidikan ke Makassar yaitu PSGB dan tahun

1953 kemudian melanjut-kan sekolah PSGA di tempat yang sama. Pada tahun 1957
kemudian masuk sekolah guru PGSLP dan ikut kursus tertulis BI di Makassar.

104
Hermin Batong

dirubah menjadi PERMAI (Perjuangan Masyarakat Indonesia). 12

Organisasi ini bertujuan memperjuangkan merah putih yang bergerak di

bawah tanah demi menyusun kekuatan untuk membela proklamasi 17

Agustus 1945. Selain itu, juga bergerak di bidang sosial, ekonomi dan

budaya.

Organisasi PERMAI inilah yang kemudian berubah menjadi

Kelaskaran GAPRI 5.3.1 (Gabungan Pemberontak Rakyat Indonesia).

Tujuannya menanamkan perasaan kebangsaan yang tinggi, perasaan cinta

tanah air dan bangsa Indonesia. Keikutsertaan Maemunah dalam berbagai

kegiatan organisasi perjuangan menandakan jiwa patriotnya yang tidak

memandang dirinya sebagai seorang wanita, yang lemah.

Dalam kegiatan GAPRI 5.3.1 ia mengorganisasikan para pejuang

baik dalam latihan kemiliteran, persediaan makanan, persediaan senjata

maupun turut dalam kencah pertempuran melawan Belanda. Dalam

kegiatan organisasi kelaskaran wanita, ia turut angkat senjata untuk

mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam kegiatan perjuangan

mempertahankan kemerdekaan di Mandar, nama Hj. Andi Depu, Ummi

Hani, Sitti Ara, Sitti Zaenab, Fatima dan lainnya telah memegang peranan

penting. Kehadiran para pejuang inilah yang berusaha membangkitkan

semangat kepahlawanan wanita di daerah Mandar.

12 Maemunah, Revolusi Membara Perjuangan Kelasykaran GAPRI 5.3.1 Menentang


Penjajahan di Mandar 1945-1949, hlm.13; A.M. Mandra, 2002. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan
Bangsa di Mandar. Majene: Pemerintah Daerah Kabupaten Majene, hlm.47.

105
Hermin Batong

Pada masa perang kemerdekaan berkecamuk tahun 1945 sampai

1949, beliau aktif dan bergabung dengan Raden Ishaq, Muhammad Saleh

Banjar, dan Muhammad Jud Pance. Ia berusaha menghimpun kaum

wanita, di antaranya; Sitti Habibah, Sitti Fatima, Jaizah, Hadara, Sitti

Maryam, mereka ini bertugas di bidang keuangan, perbekalan dan dapur

umum.13

Setelah kemerdekaan, St. Maemunah menjadi kepala SGB di Majene

(1954-1960) dan menjadi guru SGA berbantuan Muhammadiyah di

Makassar dengan pangkat guru ahli tingkat I sekolah lanjutan tingkat atas

(1960-1962). Tanggal 1 Januari 1963 berdasarkan keterangan dokter yang

menjelaskan bahwa Maemunah mengalami gangguan kesehatan sehingga

dipensiunkan. Setelah sebelas tahun beristirahat ia pun sembuh kemudian

dipanggil oleh H. Muhammadiyah menjadi karyawan di pabriknya “PT.

Air Tradding Compani” yang mengelola pabrik besi beton pertama di

Indonesia. Tanggal 1 Desember 1973, ia bertempat tinggal di Teluk Gong

terusan bendungan utara No.1 Jakarta Kota. Melalui tugas baru ini, Hj. St.

Maemunah mendapat pengalaman baru menghadiri konfrensi dan

pertemuan GAPBESI di berbagai tempat seperti di Krakatau Steel di

Cilegon, Trosteel Pulau Gadung. Pabrik Tradding Coy kemudian berubah

menjadi PT. Air Baja Indonesia. 14

13Ahmad, 1989. Sejarah Pelaku Perjuangan Dan Peristiwa Pertempuran di Tadolo Segeri
Kelurahan Baruga Kecamatan Banggae Kabupaten Majene. Majene: Depdikbud, hlm.31.

14 Catatan Pribadi Hj. St. Maemunah tahun 1979, koleksi pribadi H.Nurdin Saleh

106
Hermin Batong

C. Keterlibatan Hj. St. Maemunah Dalam Perjuangan Kemerdekaan

1. Sekitar Proklamasi Kemerdekaan

Majene adalah salah satu dari lima Kabupaten dalam wilayah

Provinsi Sulawesi Barat. Pada masa pemerintahan Jepang, wilayah ini

disebut dengan Mandar Ken Kanrikan dengan pusat pemerintahan di Majene

dan wilayahnya meliputi Majene, Polewai, Mamasa dan Mamuju. 15 Jepang

mulai masuk daerah Mandar akhir bulan Februari 1942. Mula-mula tentara

Jepang mulai mengadakan pendekatan kepada umat Islam sebagai umat

mayoritas di daerah Mandar. Pada awalnya mulailah dibentuk organisasi

Islam bernama Jamiah Islamiah berkedudukan di kota Majene.16 Organisasi

ini merupakan cabang dari Makassar yang diketuai oleh Umar Faisal

seorang muslim Jepang yang fasih berbahasa Arab dan mengerti agama

Islam. Khusus didatangkan pihak militer Jepang guna mengambil simpatik

rakyat setempat. Kesemuanya ini adalah propaganda belaka dalam usaha

mencari dukungan rakyat. Janji untuk memperbaiki rakyat dari

penindasam dan kerja paksa tidak tereali-sasi. Akibat kebijaksanaan politik

penguasa militer Jepang yang menim-bulkan penderitaan, maka timbullah

perlawanan rakyat di daerah Allu.17

15 Harun Kadir dkk., 1984. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Sulawesi


Selatan 1945-1950. Ujung Pandang: Kerjasama Bappeda Tk I Sul-Sel dan UNHAS, hlm.76.
16 Ibid., hlm.114; Darwas Rasyid, 1999/2000. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia

Di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950. Ujung Pandang: Laporan Penelitian Balai Kajian
Jarahnitra, hlm. 28-29.
17 Laporan Seminar Kebudayaan Mandar tanggal 31 Juli s/d 2 Agustus Di Majene

Tahun 1984, hlm.159-160.

107
Hermin Batong

Perlawanan rakyat Allu bermula ketika kaki tangan Jepang datang

menagih pajak di rumah warga. Ketika mendatangi rumah seorang warga

yang kebetulan tidak ada orang di rumah tersebut, lalu mengobrak-abrik

seluruh isinya. Salah seorang tokoh masyarakat yang bernama Muhammad

Saleh Puanna I Sudding marah atas perlakuan itu dan bersama

pengikutnya mengembara di hutan dan memerintahkan penduduk

mengosongkan desa. Dalam peristiwa penyerangan itu Jepang menderita

kekalahan, tiga orang polisi Jepang tewas. Peristiwa itu ternyata membakar

semangat pengikut-pengikut Muhammad Saleh sehingga mereka tidak

segan-segan melakukan penyerangan ke pos-pos Jepang . Tindakan mereka

sebagai aksi protes atas perlakuan Jepang pada rakyat yang tidak

berprikemanuasiaan. Hal itu memaksa pihak Jepang mengumumkan

bahwa Muhammad Saleh Puanna I Sudding adalah pemberontak dengan

harapan penduduk dapat memberikan bantuan untuk membinasakannya.

Namun demikian hingga akhir masa pemerintahan Jepang di Indonesia

Muhammad Saleh Puanna Sudding tidak berhasil dibinasakan.18 Namun

Muhamad Saleh didukung oleh saudaranya Pano Puanna I Turi dan Repas

Daenna I Hama menjadi penentang pertama bersama 20 orang.

Kebencian terhadap orang Jepang membangkitkan semangat perla-

wanan rakyat terhadap semua bentuk penjajahan asing.19 Suasana hati dan

18 Haru Kadir dkk., op. cit., hlm. 78-79.


19 Penjajahan asing adalah semua bentuk penindasan mulai dari Belanda,
mengingat bahwa bangsa Belanda menjajah paling lama dan menimbulkan, kemelaratan,
penderiataan dan korban yang cukup banyak. Rabiatun Idris dkk., op. cit., hlm.277.

108
Hermin Batong

pikiran mereka terfokus pada suatu situasi begaimana mengusir semua

pendudukan asing yang datang menjajah. Berita-berita tentang adanya

usaha mencapai Kemerdekaan Indonesia disambut baik seluruh rakyat

khususnya di Sulawesi Selatan. Namun karena Jepang masih berkuasa saat

itu, maka mereka berusaha menahan diri dan mempersiapkan siasat pada

waktu yang tepat.

Masyarakat Sulawesi Selatan dan Tenggara ketika itu hanya

memusatkan perhatian pada berita proklamasi kemerdekaan dan terus

mengantisipasi kedatangan tentara sekutu. Sementara pihak Indonesia

mempersiapkan kemerdekaannya, kedudukan pemerintah Jepang semakin

goyah akibat serangan terus-menerus pihak sekutu. Realisasi keinginan

rakyat kemudian dibentuklah wadah perjuangan untuk mencapai

Indonesia Merdeka, yang berkembang sampai ke pelosok Sulawesi.

Tujuannya adalah mampu meningkatkan semangat perjuangan dari

seluruh para pemimpin, bangsawan dan rakyat. Untuk mengambil hati

rakyat, mereka menciptakan suasana yang baik pada kelompok bangsawan

dalam pemerintahan. Usaha Umar Faisal dalam organisasi dapat

mensponsori pembangunan sekolah, rumah yatim piatu dan tempat tempat

ibadah. Setelah Umar Faisal meninggal kegiatan organisasi ini mengalami

kemunduran.20

20A.Syaiful Sinrang; Mengenal Mandar Sekilas Lintas diterbitkan; Yayasan


Kebudayaan Mandar Rewata Rio Ujung Pandang Tahun 1994.hlm.301.

109
Hermin Batong

Di Balanipa terjadi pemberontakan terhadap pemerintah Jepang atas

pemukulan yang dilakukan oleh tentara Jepang terhadap rakyat ketika

sedang menagih pajak. Di Pamboang, rakyat membongkar gudang

peninggalan Jepang akibat rakyat kekurangan sandang dan pangan.

Pimpinan pembongkaran gudang adalah Ua ‘Ase’ dan Anggocong

kemudian membagi-bagikan pada rakyat. Kedua pimpinan penyerbuan

dan pembongkaran gudang ditangkap dan divonis 3 tahun penjara. Oleh

Dewan Persekutuan Adat Mandar di Majene (hadat besar) tanpa

melibatkan Pabbicara Addolang, Pabbicara Bonde dan Andi Sinrang.

Beberapa hari kemudian setelah peristiwa itu Uwa ‘Ase’, I Anggocong

bersama beberapa orang rekannya dijemput di rumahnya oleh tentara

NICA di Majene yang dijadikan sebagai markas militernya.21 Kedua orang

ini Uwa ‘Ase’ dan Anggocong yang dianggap sebagai pimpinan dan

penanggung jawab maka keduanya dijatuhi hukuman selama 3 tahun

penjara, sedang rekannya diperhadapkan kepada pengadilan Hadat Besar

Mandar, di Majene tetapi mereka segera dibebaskan kembali.

Pernyataan Proklmasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus

1945 di Mandar, baru diketahui oleh rakyat setempat beberapa hari

kemudian setelah adanya peristiwa yang dipimpin oleh Uwa ‘Ase’ pada

pertengahan Agustus 1945 sebagaimana dikemukakan bahwa mula-mula

21 A.Syaiful Sinrang, 1994. op. cit., hlm.307, Laporan Hasil Seminar Sejarah
Kebudayaan Mandar 1984, hlm.161, dalam Darwas Rasyid, Balai Kajian Jarahnitra
Makassar 1999/2000.hlm.34.

110
Hermin Batong

disampaikan oleh seorang Kapten Angkatan Darat Jepang untuk daerah

Afdeling Mandar oleh Megasta Tico pada Mara’dia Balanipa, Ibu Depu dan

Riri Amin Daud Agustus 1945. 22 Demikian pula ibukota Afdeling Mandar

(Majene), berita proklamasi diterima oleh para tokoh-tokoh pergerakan dan

rakyat setempat hanya melalui radio Australia 20 Agustus 1945.

Selanjutnya beberapa hari kemudian siaran radio Kairo dalam bahasa Arab

di rumah Tambaru Pabbicara Banggae.

Berita Proklamasi Kemerdekaan tersebar diberbagai pelosok

wilayah Mandar dan sekitarnya. Berita itu ada yang disampaikan langsung

oleh Mara’dia Balanipa, Ibu Depu, Riri Amin Daud dan tokoh-tokoh

lainnya. Ada pula berita lewat siaran radio luar negeri yang disiarkan ke

pelosok daerah-daerah, rakyatpun menyambut dengan perasaan gembira

dan lega. Dimana-mana terdengar pekikan merdeka yang berkumandang

serta menjadi salam setiap adanya pertemuan.

Pemuda-pemuda Indonesia yang pernah dilatih dalam Heiho,

Seinendan, menjadi unsur-unsur utama dalam mempertahankan

kemerdekaan Indonesia. Mereka menggabungkan diri bersama-sama

dengan pemuda-pemuda progresif seperti Hizbul Wathan semuanya ikut

serta mendukung kemerdekaan. Semangat para pemuda berkobar-kobar

berhubung raja-raja dan bangsawan ikut menggabungkan diridengan

gerakan perjuangan kemerdekaan.

22 Muh.Yusuf; 1989. Perjuangan Kemerdekaan Indonesia Di Daerah Balanipa Mandar


1945-1950. Ujung Pandang: Skripsi Fakultas Sastra UNHAS, hlm.57.

111
Hermin Batong

Lambang merah putih mulai dipasang di baju/di dada menan-

dakan bahwa mereka adalah pendukung kemerdekaan. Tak kalah

pentingnya adanya pengibaran merah putih di daerah Mandar, Majene,

Mamuju dan Banggae. Suasana menyambut kemerdekaan di wilayah

Majene merupakan gerakan spontanitas rakyat dalam mempersiapkan diri

mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan rakyat di wilayah Mandar

pada periode ini sangat berlainan dengan perjuangan rakyat sebelumnya.

Perjuangan ini bersifat menyeluruh yaitu hampir seluruh rakyat Mandar,

para pemuda bekas Heiho mengajarkan penggunaan senjata api dan latihan

militer.

Untuk mengkoordinir perjuangan rakyat muncullah wadah per-

juangan yang berbentuk kelaskaran, seperti Partai Serikat Islam (PSII),

Muhammadiyah (Pandu Hisbul Wathan), Kelaskaran KRIS MUDA

(Kebaktian Rahasia Islam Muda), GAPRI 5.3.1 (Kelaskaran Gabungan

Pemberontak Republik Indonesia), ALRI (Kelaskaran Angkatan Laut

Republik Indonesia). Wadah perjuangan partai-partai politik membentuk

satu kesatuan terutama menyangkut perjuangan melawan penjajah. Per-

satuan nasional mendukung proklamasi pada awal kemerdekaan cukup

kuat dengan menyingkirkan soal menyangkut kepentingan pribadi.

Di daerah Mandar diadakan pembentukan kekuatan pemuda

dalam bulan Agustus 1945 di Campalagian, didirikan organisasi API

(Angkatan Pemuda Islam) susunan pengurusnya; M. Riri Amin Daud,

Lappas Bali dan Abdul Rasak. Pembentukan organisasi tersebut direstui

112
Hermin Batong

Ibu Depu dan KH. M. Tahir (Imam Lapeo). Organisasi ini jangkauannya

luas dan tujuan utamanya tidak lain menyambut kemerdekaan dan

kesiapan rakyat mempertahankan kemerdekaan.

Kunjungan ke daerah Majene oleh Abdul Rauf dan Rahman Tamma

16 September 1945 dan pemuda setempat A. Wahab Anas, A.Gani Saleh, A.

Gatie dan Suardi dengan membawa berita mengenai sikap para pemuda di

Makassar terhadap proklamasi. Penjelasan diterima dengan penuh

perhatian dan dilanjutkan dengan rencana penyusunan kekuatan. Semua

lapisan masyarakat diajak ikut serta tanpa kecuali. Tanggal 23 September

1945 diadakan pertemuan dan A. Tonra menyampaikan seruan pada

seluruh masyarakat agar memakai lambang merah putih di dada.23

Berita tentang pendaratan tentara Sekutu yang mengikut sertakan

NICA. Secara diam-diam membantu pihak Belanda mengembalikan

kekuasaannya, diketahui oleh tokoh-tokoh pemuda pergerakan. Para

pemuda seperti Riri Amin Daud, A. R. Tamma, selalu mengadakan kontak

dengan tokoh KRIS MUDA dan tokoh pemuda mengadakan pertemuan

dengan kepala distrik dan tokoh masyarakat lainnya. Hasil pertemuan

dirumuskan dalam bentuk pernyataan bahwa rakyat Mandar menentang

tentang kedatangan NICA dan tetap berdiri di belakang panji-panji

proklamasi 17 Agustus 1945.

23Srita Pawiloy, 1987. Arus Revolusi 45 Di Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: DHD
45 Sulawesi Selatan, hlm.188.

113
Hermin Batong

Setelah menduduki daerah-daerah Mandar, NICA mulai mencari

simpati serta dukungan dan menjalankan politik adu domba dalam

memperkuat kedudukannya. Cara lain dengan melakukan pendekatan

pada kepala-kepala distrik dan anggota zelbestuur. Sepak terjang NICA

tidak luput dari pengamatan tokoh masyarakat dan para pimpinan

organisasi. Pada tanggal 28 Oktober 1945 dimana tentara NICA secara

paksa berusaha menurunkan bendera Merah Putih yang sedang berkibar.

Insiden ini bermula dari kedatangan tentara NICA dan mengepung istana

Ibu Depu di Tinambung, hendak menurunkan bendera Merah Putih.

Dengan semangat heroiknya, Ibu Depu berlari dan memeluk tiang bendera

disambut oleh masyarakat ikut membantu dan berseru “Kalau kalian

bermaksud menebang tiang bendera ini, maka langkahi lebih dahulu

mayatku”.24

Kegagalan tentara NICA menurunkan bendera Merah Putih

kemudian melanjutkan perjalanan ke daerah Pambusuang. Kedatangan-

nya ke daerah ini menimbulkan tindak kekerasan tentara NICA dengan

pemuda KRIS MUDA yang dipimpin oleh Idrus dan KH. Ahmad Alwi

sehingga pemuda bernama Jattas dari Sawang Matoa mengalami luka

berat. Dari Pambusuang tentara NICA melanjutkan aksinya ke

Campalagian dan berhasil menurunkan bendera Merah Putih yang tidak

dijaga pemuda setempat.

24 Aminah Hamzah, dkk., op. cit. hlm.55.

114
Hermin Batong

Peristiwa yang baru terjadi itu mendorong Ibu Depu segera

mengeluarkan perintah ke seluruh daerah Mandar agar tetap siaga

mempertahankan Bendera Merah Putih agar tetap berkibar. Usaha lain

dengan mengirim utusan ke Makassar untuk menghubungi pimpinan

sekaligus meminta saran langkah apa yang harus dilakukan untuk

menyusun kekuatan rakyat.

Di Majene terjadi insiden untuk merebut bendera Merah Putih yang

berhasil diturunkan tentara NICA. Untuk menghindari tindakan kekerasan,

AndiTonra berusaha menenangkan massa kemudian berunding dengan

Kapten L. L. A. Maubrecher dan Letnan Riekma (Komandan KNIL) agar

bendera diserahkan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Akhirnya bendera Merah Putih kembali diserahkan tentara NICA kepada

para pemuda setempat.25

Pada akhir tahun 1945 penaikan Sang Merah Putih dinaikkan di

lokasi pasar Tinambung Pamboang oleh pemuda-pemuda. Sementara

pemuda kembali ke tempat masing-masing, tiba-tiba rombongan polisi

NICA datang untuk menurunkan Sang Saka Merah Putih, para pemuda

berusaha menghalangi tetapi tidak berhasil. Dua orang pemuda Idris

Radha dan Jamaluddin Pangerang bersama masyarakat berlari ke lokasi

tempat bendera berada, tetapi tidak berhasil dan bendera dibawa ke Majene

oleh tentara NICA. Sekitar 200 orang pemuda berkumpul dan bersenjata

25 Darwas Rasyid, op. cit., hlm.39.

115
Hermin Batong

tajam siap menyerang kepala Swapraja Pamboang, Andi Tonra Lipu jika

bendera Merah Putih tidak dikembalikan. Rakyat mengutus H. M. Idris

Radha, Baharuddin (Kepala Tinambung) dan Haedar Mahmud berangkat

ke Majene. Pertemuan dihadiri Husain Puang Limboro, Pabbicara Kambo,

Andi Tonra Banggae, Sulo Lipu, H.B.A. Sangkala dan Dee Leeuw. Berikut

ini dialog antara Idris Radha dan Andi Tonra Banggae, bahwa “Kenapa

saudara-saudara mau membunuh rajamu, kalau ada keberatan terhadap

rajamu beritahukan sama saya. Saya tahu dan mengerti keinginan saudara-

saudara”.26

Akhirnya Andi Tonra Banggae mengantar bendera ke Pamboang

dan berbicara di depan massa yang sedang menunggu dan menjelaskan

duduk persoalannya. Setelah mendengar penjelasan Andi Tonra rakyat

merasa lega dan segera membubarkan diri. Beberapa hari kemudian

tindakan balasan dilakukan dengan melempari mobil KNIL di daerah

Tinambung. Pada peristiwa ini seorang serdadu Belanda pecah kepalanya

dan ada pula yang patah tangan serta Abdul Waris mengalami luka parah.

Para pemuda yang ikut dalam penyerangan ini mundur ke daerah laut

Alimbumbung. Pada keesokan harinya Belanda berhasil menangkap

beberapa pelaku pelemparan, diantaranya Taiyeb, Haris, Kamil, Idris

Radha dan Pangerang dibawa ke Majene sebagai tawanan.

26 A.Syaiful Sinrang, op. cit., hlm.321.

116
Hermin Batong

Di Somba-Sendana dilakukan penaikan bendera Merah Putih oleh

Abdul Jalil, Kadhi Sendana, setelah itu polisi NICA datang menurunkan-

nya. Sebaliknya, para pemuda juga menurunkan bendera Belanda yang

sedang berkibar di atas kapal yang sedang berlabuh di Majene, merobek

warna birunya lalu menaikkan kembali yang berwarma merah putih.

Pengrusakan bendera dipelopori oleh Abd. Majid Salam. Di Majene

penaikan bendera Merah Putih di depan toko Purna (di depan kantor BRI

sekarang) dipelopoori oleh Aco Baharuddin, Mansyur dan Halang.

2. Peranan Dalam Perjuangan Kemerdekaan

Berpijak pada suatu organisasi kelaskaran GAPRI 5.3.1 Hj. St.

Maemunah memulai kehidupan polotisnya yang tentu mengandung

berbagai resiko, sehubungan dengan makin meluasnya pengaruh NICA di

daerah Majene. Oleh karena itu latihan-latihan bagi pemuda semakin

diaktifkan, sementara markas KRIS MUDA dipindahkan ke daerah Timbu.

Ketika Belanda kembali ingin menjajah Indonesia lewat tentara Sekutu,

maka para tokoh-tokoh dan pemuda-pemuda setempat di daerah Majene

dan sekitarnya (Mandar) pada umumnya secara terang-terangan segera

mempersatukan massa dalam satu wadah organisasi. Organisasi yang

didirikan pada tanggal 21 Agustus 1945 adalah bernama Kebaktian Rahasia

Islam Muda (KRIS MUDA). Wadah organisasi ini merupakan lanjutan dari

organisasi pergerakan Islam Muda. Terbentuknya organisasi KRIS MUDA

pada mulanya bertujuan mencapai Indonesia merdeka yang berdasarkan

azas Islam dipelopori oleh Riri Amin Daud dan A. R. Tamma dengan restu

117
Hermin Batong

Ibu Depu. Adapun susunan pengurusnya adalah: Ketua (Riri Amin Daud),

Wakil Ketua (A. R. Tamma), Sekretaris (Lappas Bali), Bendahara (S. Husen

Alwi), Wakil Bendahara (Abd. Rasak), dan Anggota Pengurus (Amin

Badawi, Sitti Ruwaedah).27

Kelaskaran GAPRI 5.3.1 mendapat sambutan dari rakyat Mandar

dan sekitarnya. Tujuan utamanya adalah menanamkan perasaan kebang-

saan, cinta tanah air, dan membangkitkan semangat perjuangan serta

keberanian untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. GAPRI 5.3.1

adalah singkatan dari Gabungan Pemberontak Rakyat Indonesia 5.3.1. Arti

5.3.1 adalah sambil berjuang tidak melalaikan sembahyang lima waktu (5),

bersedia memberi pengorbanan, pikiran, tenaga dan harta (3), serta

perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka (1).

Apabila menilik petumbuhan dan perkembangan ketiga organisasi

kelaskaran ini, pada hakekatnya adalah satu yaitu menuju Indonesia

merdeka. Bukti kesatuan ini lewat laporan mata-mata Belanda Nederland

East Indies Forse Intelligence Service (NEFIS). Umpamanya pengakuan para

pejuang di depan Nefis, bahwa Hammasaleh mengaku anggota KRIS

MUDA, dan juga anggota GAPRI 5.3.1. Demikian pula Angga Kepala

Mambi yang mengaku sebagai anggota organisasi KRIS MUDA dan GAPRI

5.3.1. Begitu pula dengan Hae Letnan Muda ALRI yang gugur di Pamboang

atas nama ALRI, juga tercatat sebagai Kommisaris GAPRI 5.3.1. Sementara

27 Arsip/Dokumen Kantor Ligium Veteran R.I Ujung Pandang No. Registrasi


63/III/1958.

118
Hermin Batong

Raden Ishaq mendirikan GAPRI 5.3.1 di Baruga Majene pada bulan Januari

1946. Adapun struktur kepengurusan organisasi perjuangan itu adalah:

Ketua (Raden Ishak), Penulis (Kanjuha), Benda-hara (Mustafa), dan

Kommisaris (Hae, dan Basong).28

Contoh lain tentang adanya kesatuan organisasi perjuangan itu,

adalah ketika polisi menangkap 29 orang di Soreang yang semuanya

memiliki kartu yang disertai stempel dari Angkatan Laut Republik

Indonesia. Stempel ini dicapkan di atas kartu-kartu tua dari GAPRI 531,

organisasi dari Hamma Saleh. 29 Selain itu, juga adanya bukti-bukti tertulis

dan pengakuan dari Kapten M. Amir, bahwa dirinya memiliki tiga kartu

anggota sekaligus yaitu GAPRI 5.3.1, KRIS MUDA dan ALRI.

“Pertama kali saya anggota GAPRI 5.3.1 kemudian diutus oleh KRIS
MUDA ke Jawa untuk latihan militer dan mengambil senjata,
akhirnya saya diangkat menjadi komandan pelopor ALRI daera I
Mandar, karena yang mula-mula menerima saya si Paciran Tuban
adalah kesatuan ALRI.30

Menilik catatan yang ada bahwa ketiga organsasi tersebut di atas

menunjukkan bahwa dari satu orang biasanya memiliki kartu anggota

organisasi 2 sampai 3 kartu. Organisasi kelaskaran diakui oleh masyarakat

bahwa memang ada dan berjuang secara fisik melawan Belanda di daerah

Mandar. Organisasi kelaskaran Gabungan Pemberontak Indonesia GAPRI

28 Laporan Nefis Boeter Kantor Makassar, No.25/SPN.ddo 30 Juli 1947.


29 Syaiful Sinrang op.cit.hlm.311-314.
30 Hasil wawancara A.Syaiful Sinrang dalam buku Mengenal Mandar Sekilas Lintas
hlm.312.

119
Hermin Batong

5.3.1 berdiri di Baruga Januari 1946 dengan susunan pengurusnya versi

Intelegent Belanda dan versi Hj. St. Maemunah

Laporan Intelegent Belanda bahwa Gabungan Pemberontak

Indonesia (GAPRI 531) berdiri di Baruga Majene Januari 1946 dengan

susunan pengurusnya: Ketua (Raden Ishak), Wakil Ketua (M. Saleh Banjar),

Sekretaris (Kanjuha), Bendahara (Mustafa), dan Kommisaris (Hae, Basong

dan Guru Badu). Sesudah pembentukan organisasi tersebut, Raden Ishak

kembali ke Jawa dan pulang dari Jawa pada tanggal 13 September 1946.

Ketika kembali dari Jawa langsung bergabung dengan M. Saleh Banjar,

Muhammad Saleh Guru dan M. Jud Pance di Baruga. Laporan Belanda ini

diperkuat oleh Hamma Saleh Puanna I Sudding dalam waawancara

dengan wartawan Pedoman Rakyat, Chairil Mada bahwa :

“Pada tahun 1946 saya (Hamma Saleh) menerima tanggung


jawab sebagai panglima kelasykaran Mandar yang berang-
gotakan seorang tentara Jepang bernama Yamamoto,
Muhammad Saleh Banjar, Harun, Haryono, Guru Muhammad
Saleh, Nuhun, Pangnge, Mustafa Kamal, Embu, Kadir, Pano
Puanna I Turi, Repas, I Angga, Aco Pocer, Yanna, Yohani, Kaco
Pua Sendeng, Tile, Kaludung, Enda dan Kora. 31

Arti Angka 5.3.1 versi Belanda, bahwa 5 artinya rukun Islam itu ada lima, 3

artinya tiga orang nama Muhammad, Abu Bakar dan Ali, dan 1 artinya

Tuhan Allah hanya Satu. Sedangkan versi Hj. St. Maemunah, bahwa

struktur kepengurusan GAPRI 5.3.1, adalah unsur-unsur pendiri dan

31 A.Syaiful Sinrang, op. cit., 313-314. Dikutif dari Arsip NIT, No.21/LTA do. 30
Juli 1947 Ketua GAPRI 531 Raden Ishak, Ketua Muda.M.Saleh Banjar, penulis. M.Saleh
guru Pajalele, Bendahara.Kanjuha dan Pembantu Mustafa.

120
Hermin Batong

pimpinan Hj. St. Maemunah, H. M. Jud Pance, H. Patani, Muh. Saleh Banjar,

Raden Ishak, Abdul Wahab Anas, Abd. Halim dan Muh.Syarif.

Segala macam pengorbanan yang telah diberikan untuk membela

bangsa dan tanah air Indonesia oleh GAPRI 5.3.1 membagi tiga bagian.

Pengorbanan pikiran, tenaga dan harta termasuk jiwa raga sesuai dengan

sumpah dalam angka tiga kelasykaran GAPRI 531. Lambang kelaskaran

dan arti kode 5.3.1 berbentuk segi empat panjang. Selain dari pada itu pada

pengertian yang telah disebutkan, ada juga memberikan pengertian bahwa

kode 5.3.1 adalah kode perjuangan yang tercantum dalam surat mandat

perjuangan yang diterima M. Saleh Banjar dari ekspedisi pejuang dari Jawa

yang mendarat di Kalimantan. Menurut yang tercantum dalam mandat

angka 5 berarti 5 pulau besar yakni; Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi Maluku dan Irian Jaya. Angka tiga berarti; angkatan darat,

angkatan laut, dan udara. Angka satu berarti darat, laut dan udara

diarahkan pada satu tujuan mempertahankan proklamasi kemerdekaan

Republik Indonesia 17 Agustus 1945.32

Adapun lambang kelaskaran GAPRI 5.3.1 berbentuk segi empat

panjang, disebelah atas tertulis dengan huruf besar “GAPRI”. Di bawah

tulisan itu terdapat gambar keris, di tengah terdapat gambar tombak

bersilang, di sebelah atas persilangan terdapat gambar tengkorak manusia.

Di sebelah kiri gambar tombak terdapat angka lima, di samping kanannya

32 Ahmad, op. cit., hlm.18.

121
Hermin Batong

angka tiga dan di sebelah bawah persilangan tombak tertera angka satu,

tulisan huruf besar paling bawah adalah kata “Merdeka”.33

Daerah pergerakan perjuangan laskar GAPRI 5.3.1 berada dalam

wilayah afdeling Mandar, yakni Majene, Polewali, Mamuju bahkan

anggota-anggotanya tersebar di luar Mandar yang melakukan kerja sama

dengan pejuang-pejuang lainnya di Makassar, misalnya Muh. Daali Puaq

Sisa, Hasan Tata Bida, Bandacok yang gugur di Batoa dan Yasin Puaq, Sitti

Laha yang gugur di Kampung Gusung Makassar, Kumeh dkk. di

Balikpapan. Nama-nama Pimpinan/Komandan: a) Pelindung, kepala

distrik (A. Muh. Yusuf, Aco, Tambaru dan kawan kawan), dan kepala

kampong (Sulaeman, Daaming, Baharuddin, Basir dan kawan-kawan); b)

Penasehat, kadi/imam (Kiyai Abdul Jalil, KH. Ma’ruf, KH. Nuhung, Haji

Sanusi, Haji Jumdar, Haji Yahya dan lain-lain); dan c) Pimpinan/Pembina,

Haji Maemunah, pendamping Hamzah, Haji Muh. Jud Pance pendamping

Muh. Pua’ Budaer, H. Muh. Syarief, H. Abd. Gani Ahmad, H. Muh. Tahir,

H. Fatani, Sultan Mansyur, Abu P., Rugaiya, Aco, Ismail Riso, M. Tahir, H.

Bahra, Sitti Rabiah Syarief, H. Habibah, dan Siti Fatima.

Komandan Tempur: Komandan Besar (M. Saleh Banjar, Wakil Raden

Ishaq, mereka ini sering diutus ke Polombangkeng, Suppa Pare-Pare);

Pengawal (Aco Dola, Sumardi, dan Amin Syarief); Jago tembak eks KNIL

dari Balikpapan yang mewakili temannya seribu orang, datang terdahulu

33 Ibid, hlm.18-19.

122
Hermin Batong

dengan janji akan menyusul segera yang lain, misalnya Harun Haryono,

Sulaemana, Dose’, Habo, Jalaluddin dan Hammasa.

Pembiayaan organisasi pada awalnya ditanggung rakyat bersama-

sama dengan menggunakan modal perdagangan sarung sutera Mandar,

perdagangan beras dari Langnga Pare-Pare oleh Sawir, disalurkan pada

Kama’ Motar. Perdagangan gula pasir dari Baweang oleh Hamzah

(Hammasang). Sumbangan berupa natura, alat tulis menulis, bahan

sandang pangan, obat-obatan bahkan uang emas oleh Abunna Camba

Majene menyerahkan ringgit-ringgit emas, untuk pembelian senjata dari

Balikpapan dibawa Arief.34

Kegiatan-kegiatan organisasi kelaskaran berupa, pembentukan

markas dan dapur umum, latihan kemiliteran, usaha persenjataan, dan

pertempuran. Pembentukan Markas I sebagai tempat penampungan

pasukan yang sedang berlatih kemiliteran di Tombang Baruga. Markas ini

antara lain diperkuat oleh Aco Bulla, Hammasang, Suwardi dan lain-lain.

Markas II dengan adanya penyerangan polisi dua kali berturut-turut dan

atas desakan Muh. Tahir Pua’ Haeba Markas I ditinggalkan. Markas III

sehubungan dengan penyerangan ke Tangsi KNIL dan Polisi NICA di

Majene dibocorkan oleh Kaco Bela (seorang pemain kecapi) dan turut

dibocorkan rahasia Markas II. Atas desakan H. Habibah, Sitti Fatima

34 H.S. Maemunah, 1982. Sejarah Kelasykaran GAPRI 531 di Afdeling Mandar


Sulawesi Selatan 1945-1950. Makala pada Seminar Sejarah Perjuangan Rakyat Sulawesi
Selatan Menentang Penjajah Asing, hlm.3-4.

123
Hermin Batong

markas dipindahkan ke Pa’leo. Markas IV melakukan pertempuran di

Asing-Asing perbatasan Baruga Pallarangan di bawah pasukan Muh. Saleh

Banjar melawan patroli KNIL menyebabkan kebakaran rumah dan hutan

yang ada di sekitarnya serta emas kepunyaan Ammana Larissa dirampas

oleh musuh. Dalam peristiwa itu, tertangkap beberapa anggota kelaskaran

di antaranya, Muh. Saleh Bone guru agama Baruga, Sofyan guru agama

Baruga, Soleman kepala kampung Baruga, Daaming kepala kampung

Segeri Baruga, Abdul Jalil Kadi Sendana, Hamidong guru Baruga, H.

Habibah Baruga, Sitti Fatima Baruga, Muh Jafar, Hanafi dan Haji

Smanuddin.35

Markas I, dihuni hanya lima bulan lamanya. Bulan April 1946

dikepung oleh polisi NICA, sehingga Muh. Tahir Pua’ Haeba mengusul-kan

agar markas dipindahkan ke Tubu perkampungan nenek Haji Puaq

Maingarang. Pada Markas II diadakan pertemuan dengan Muhammad

Saleh Puanna I Sudding dengan pasukannya kurang lebih 100 orang

disiapkan menyerang tangsi KNIL di Majene. Pasukan berangkat menuju

Majene berada sekitar rumah sakit umum. 36

Pada bulan September 1945, M. Jud Pance berusaha memperoleh

senjata dari Kalimantan Timur, Balikpapan berupa Kalewang Australia dan

pakaian militer. Pada bulan November diperoleh sepucuk senjata karaben

sumbangan salah seorang pejuang dari luar Mandar yang bersimpati pada

35 H.S.Maemunah, op. cit., hlm.5-6.


36 A.M.Mandra dkk, op. cit., hlm.55-56.

124
Hermin Batong

GAPRI 531. Selama dua bulan Mustafa Kamal seorang bekas Heiho melatih

48 orang pemuda pelajar. Pada umumnya peserta latihan berasal dari

Baruga, Simulu dan Rusung. Hanna seorang bekas Heiho melatih kurang

lebih 100 orang pemuda di Tombang Baruga.37

Kelaskaran KRIS MUDA dan GAPRI 5.3.1 masing-masing meng-

atur kegiatan operasi sendiri secara otonom. Wilayah operasinya meliputi

Majene sampai Mamuju. Sementara KRIS MUDA induk dan badan

perjuangan di Mandar, bergerak di sekitar Tinambung ke arah selatan

hingga perbatasan Sawitto/Pinrang. Konsolidasi KRIS MUDA Mandar

dilakukan dengan mengadakan perjalanan ke pedalaman pada tokoh-

tokoh adat dan pimpinan masyarakat. Muhammad Saleh Puanna I Sudding

telah melakukan perlawanan pada masa pendudukan militer Jepang

bergabung dalam kesatuan KRIS MUDA pimpinan Andi Parenrengi.

Wilayah operasinya di daerah Limboro. Di daerah Afdeling Mandar

dinyatakan sebagai bagian terkena SOB (keadaan darurat dan perang) oleh

Belanda. Selama bantuan TRI ekspedisi dari Jawa, pesisir Mandar ditempati

pasukan dari Jawa kelompok ALRI -PS pimpinan Abdul Hae, Amir dan

Letnan Ks. Ma’sud.38

Untuk meningkatkan perlawanan terhadap NICA, maka diadakan

latihan militer bagi para pejuang di kampung Timbu yang dipimpin oleh

Raden Ishaq, Kapten GAPRI Muhammad Saleh Banjar, Muhammad Saleh

37 Sarita Pawiloy, op. cit., hlm.196.


38 Ibid., hlm.196-197.

125
Hermin Batong

Guru, Panu Karana, Musafa Kamal dan Kanjuha Karama. Latihan

berlangsung lima hari dan hal itu diketahui aparat NICA, sehingga mereka

lari ke kampung Pasu Majene dan tinggal disana.39 Bulan April 1946

Kanjuha sebagai sekretaris terus mengedarkan kartu anggota untuk daerah

Pamboang yang dikoordinir oleh Abdul HaE dan H. Jumi Hasyim. Daerah

Bonde Pamboang dan Soreang Banggae dikoordinir oleh M. Jud Pance dan

Hj. St. Maemunah.40

Bulan April 1946 terjadi pertempuran di Segeri melawan kaki tangan

Belanda. Para pejuang itu, antara lain Basong, Kayo, Yalle, Labora, M. Amin

Syarif, M. Amin Rusung dan Yonggang. Pada peristiwa ini menyebabkan

39 Arsip NIT No. 140. Koleksi Badan Arsip dan Perpustakaan Propinsi Sulawesi
Selatan.
Tanggal 29-30 Februari 1947, kira-kira dua hari atau tiga hari sebelum pasukan
40

Westerling datang di Mandar, Inspektur Polisi De Leuw dan rombongan telah menangkap
30 orang aggota GAPRI 5.3.1 di Soreang Majene. Selang dua hari M. Jud Pance datang
menyerah di kantor Pabbicara Baru. Mula-mula dibawa ke kantor Letnan Riempa dan De
Leuw menyepak satu kali. Jika sekiranya Pance ditangkap oleh sudah merdeka selamanya,
Maemunah tidak tahu bersyukur pada Tuhan. Mengapa Pance menyerah laporan Belanda
tertanggal 26 Juli 1947 No.6/HBA Geheim“Atas penahanan Maemunah, Pance
menyerahkan diri dan dijatuhi hukuman lima setengah tahun. Pembelaan Maemunah
terhadap Jud Pance sangat dihargai karena sehari sesudah Pance ditahan maka Maemunah
datang pada Tuan Sangkala dan menceritakan mimpinya hendak jatuh ke jurang bersama
suaminya tetapi ditolong Tuan Sangkala dan permohonan tersebut dikabulkan.
Maemunah dikembalikan ke tahanan sambil menunggu proses verbal. Pada tanggal 12
Februari 1947 beberapa orang pimpinan partai ikut ditangkap di antaranya Andi Tonra,
Suradi, Mallawa, Sawawy Yahya, Johra, ummi Hani, Halim Ae. Setibanya di tangsi tentara
KNIL lalu menyiksa para tawanan. Tiga hari kemudian Maemunah dijemput Salaka
seorang nafis untuk kepentingan pemeriksaan, Van Alven membawa dua helai kertas yang
memuat nama-nama yang dianggap penting yang sudah diberi garis merah sebanyak 19
orang di antaranya ; Muh.Jud Pance, W. Abdul Anas, M.T.Rahmat, Andi Tonra, Nuhun,
Solaemana Pale, Samaila, Sako Pua Mina, A.Rahman, Salaka. Laporan Belanda Arsip NIT
Registrasi 140 GAPRI 531 Majene 2 Juli 1947 No.5/H.B.A.G, A.Syaiful Sinrang op.cit.316,
Pokok pendakwaan H. Sitti Maemunah.

126
Hermin Batong

Siada, kepala Kampung Segeri menjadi korban. Bulan Mei 1946 dilakukan

penyerangan pada mata-mata musuh di Pangale Majene dan kutir jadi

korban. Pertempuran dengan polisi di Rotte Abaga Baruga oleh M. Gaus,

Madani, Sisa, Daremi, dan seorang pengamanan polisi yang bernama

Hindong, ditawan. Di daerah Tarring Baruga terjadi pertem-puran

melawan KNIL, ketika Nonci, Sukuran, Sumardi dan Hambas kedapatan

mengangkut makanan ke Majene sumbangan Husain Klerek untuk rumah

sakit Majene.

Bulan Juni 1946 pasukan yang dipimpin oleh Basong dan Tande

menyerang Renggeang, Balanipa dan berakhir korban dipihak musuh.

Bulan Juli 1946 dua orang KNIL suku Jawa diserang oleh Baduk Papak Suki,

Hambas dan Palawai di jembatan Simullu yang hampir mengor-bankan

keduanya. Namun ternyata mereka hendak menggabungkan diri pada

pasukan GAPRI 5.3.1, keduanya menyerahkan dua pucuk pistol dan

menyampaikan amanah dari Kopral Kaliman atas kesediaannya mem-

bantu GAPRI 5.3.1.

Bulan Juli 1946 terjadi serangan kecil-kecilan oleh kelompok M.

Gaus, Nonci, Yalle melawan aparat NICA yang berakhir dengan penang-

kapan rakyat dan disiksa. Beberapa hasil kegiatan seperti adanya

penangkapan mata-mata musuh di Rusung, sergapan terhadap patroli

KNIL di Pamboang dan kontak senjata melawan operasi KNIL di Asi-Asing

Baruga dipimpin oleh Muh. Saleh Banjar. Pada bulan yang sama, M. Tahir

kembali dari Kalimantan dan membawa tiga pucuk senjata dan tiga bekas

127
Hermin Batong

KNIL yang ingin bergabung yaitu; Harun, Mariono, dan Sukirno. Kegiatan

pertempuran di Asi-Asing Baruga di dalamnya tergabung wanita: Sitti

Patima, Sitti Habibah dan Yaisa.41

Berikutnya terjadi peristiwa besar di Tonyaman pada malam Sabtu

sekitar jam dua malam, bulan Agustus 1946, yaitu terjadinya penyerangan

dari gabungan pasukan KRIS MUDA dan GAPRI 5.3.1 dengan pasukan

pejuang dari Pajalele Pinrang (BPRI). Dalam pertempuran berhasil menjadi

korban Kontroleur Polewali yaitu Monses dan dua orang KNIL.42

Pada Bulan September penghadangan patroli polisi di Deteng-

Deteng yang dipimpin oleh Kamal mengakibatkan gugurnya pasukan

Hamma, Daaming, Rusung, Rasani berlanjut penyerangan mata-mata

musuh di Segeri Buttu Baruga. Pada waktu yang sama, terjadi pula perla-

wanan terhadap patroli KNIL di Simbang oleh Hanna dan kawan-kawan.

Dilanjutkan penyerangan terhadap patroli KNIL di Kaloli Buttu Samang

yang dipimpin oleh Yalle dan kawan-kawan. Karena itu, pasukan musuh

baik KNIL, Polisi NICA melakukan penyerangan balik secara gencar,

penangkapan dan pembunuhan rakyat yang sedang berjuang menentang

aparat NICA. Markas pejuang di Baruga dijadikan tempat pertahanan dan

taktik yang digunakan dalam perlawanan dengan cara mendatangi musuh

di tangsi ini terjadi setelah melalui perhitungan yang mantap.

41 Ibid., hlm.71, Sarita Pawiloy, op. cit., hlm.299.


42 A. Muis Mandra, op. cit., hlm.69-70.

128
Hermin Batong

Sementara itu, Abdul Hae bersama rombongan ALRI tiba dari Jawa

pada bulan Oktober 1946. Mereka kemudian segera bergabung di markas

GAPRI 5.3.1 di Baruga, Paleo, dan Pumbuke di bawah komando Muh. Saleh

Banjar. Tidak lama kemudian bergabung pula Zainuddin, kepala distrik

Bonde bersama satu Karaben Jepang, satu pistol dan peluru. Pada waktu

yang sama Abd. Rahim kepala distrik Adolang memiliki sepucuk Karaben

Jepang, sepucuk pistol Broming dan peluru dengan perantaraan Abd. Hae,

Hanusi, H. Amin Syarief. Pada bulan yang sama, mereka di bawah

pimpinan oleh Labora penghadangan KNIL di Camba dan di

Pallarangngang oleh Dose dan kawan-kawan, menyusul penyerangan di

distrik Bonde oleh Abdul Hae, Hammasa, M. Amin Syarif, pihak musuh

menyerahkan senjata tanpa perlawanan. Dilanjutkan penyerangan ke

distrik Adolang tanpa perlawanan yang berarti.

Berita keganasan Westerling di Makassar telah tersebar di kalangan

rakyat Mandar dan sekitarnya, termasuk di Markas GAPRI 5.3.1 di Baruga.

Ada tiga orang yang lolos dari pembunuhan di kota Makassar, di

antaranya Daming Saeba, Harun Pua Ramalang dan Hasan Tata Bida

melapor pada pimpinan GAPRI 5.3.1 pada tanggal 20 Desember 1946.

Berita yang dibawa mereka dan sekaligus melaporkan cara pembunuhan

sadis yang dilakukan oleh Westerling, bahkan daerah Mandar akan

dijadikan sasaran pembantaian.

Mendahului kedatangan pasukan Westerling, pasukan GAPRI 5.3.1

di bawah pimpin Kanjuha merencanakan penyerbuan ke Pamboang pada

129
Hermin Batong

tanggal 25 Desember 1946. Sebelem penyerangan itu dilakukan, didahului

pengguntingan kawat telepon yang menghubungkan Pamboang Majene

oleh kelaskaran ALRI, M. Daali, Abd.Waris, Mattona, Yahya yang

menyebabkan Yuddin luka parah dan meninggal dunia. Bulan Desember

1946 pertempuran melawan KNIL dan polisi NICA di Majene yang

didahului dengan melakukan pengrusakan mesin listrik, menyebabkan

tertembaknya seorang wanita pamili Haji Taropong di Lipu.43

Perlawanan-perlawanan pemuda di Majene terhadap tentara NICA/

KNIL, tidak memudarkan mereka dalam upaya untuk memulihkan kem-

bali kekuasannya. Pemerintah NICA/KNIL dengan gencarnya menyebar-

kan mata-mata ke seluruh pelosok dan menangkap pemuda pejuang,

misalnya Andi Tonra, Andi Depu, Andi Parenrengi, Abdul Wahab Anas,

Jud Pance, Hj. St. Maemunah, Amin Daud, Abu Syamsi, Rahman Haddad,

Celling, Muh. Jafar, Sanusi, Aco Kecil, Sahide, Sirajuddin, Selan, Hasan,

Mallawa, Sawabi, R. Suradi, Rugaeda, Umi Hani. Para pemuda pejuang

yang ditangkap diperlakukan dengan kasar dan disiksa yang mengkibat-

kan gugurnya Suradi karena disiksa dengan cara digantung di tangsi

Majene sampai mati.44

Meskipun demikian, usaha peningkatan gerakan para pejuang terus

dilakukan mengingat pada akhir tahun 1946 dengan dimulainya aksi

43 A.Syaiful Sinrang, op .cit., hlm.347, A.Muis Mandra, op. cit., hlm.72, Hj. St.
Maemunah, op. cit., hlm.32, Srita Pawiloy, op. cit., hlm.300.
44 Ahmad. op. cit., hlm.16; H.Patani, wawancara di Majene pada hari Kamis 23

Februari 2006.

130
Hermin Batong

pembantaian di bawah Kapten Raimon Westerling. Tanggal 11 Desember

adalah hari dimulainya pembantaian terhadap rakyat di sekitar Makassar

seperti; Jongaya, Kalukuang, Tallo, Gusung dan Gunung Sari. Sementara

daerah luar Makassar yang menjadi sasaran berikutnya mulai dari

Bulukumba sampai ke Mandar.45

Aksi-aksi perlawanan yang dilakukan oleh para pejuang membuat

tentara NICA/KNIL Belanda beserta antek-anteknya merasa tidak aman dan

terancam kedudukannya. Usaha mengantisipasi aksi perlawanan para

pemuda pejuang, maka Gubernur Jenderal Hindia Belanda menge-luarkan

SK No.139 tahun 1946 yaitu Keadaan Darurat Perang (SOB) untuk wilayah

Afdeling Makassar, Bantaeng, Parepare, dan Mandar. Alasan itulah yang

dijadikan payung hukum pihak Belanda melakukan pemban-taian melalui

serdadu Speciale Tropen di bawah pimpinan Kapten Raymond Westerling

dalam melakukan aksinya.

Pembersihan terhadap tokoh-tokoh pejuang bahkan terhadap rakyat

biasa sekalipun. Akibat wewenang yang dianggap sebagai kekuatan

hukum, maka terjadilah peristiwa yang lasim disebut “Korban Empat

Puluh Ribu Jiwa”. Gerakan pembersihan pasukan Westerling dimulai 11

Desember 1946 bersamaan berlakunya SOB sebagai keadaan Darurat

Perang di Sulawesi Selatan. Gerakan pembersihan sampai ke daerah

Radik Djawardi Cs., 1972. Naskah Sejarah Corps Hasanuddin Prajurit Tempur dan
45

Pembangunan. Makassar: CORHAS, hlm.29.

131
Hermin Batong

Mandar pada tanggal 1 Februari 1947 di bawah pimpinan Mayor Stupkons

dari Korps Speciale Tropen (KST).46

Sebelum pasukan Westerling sampai di Mandar, para pejuang di

wilayah Mandar KRIS MUDA dan GAPRI 5.3.1 berjaga-jaga sejak tanggal

30 Januari 1947. Sebab, Westerling dan pasukannya sudah menduduki kota

Makassar dan sekitarnya. Kapten KNIL diberi tugas dan kewenangan

berbuat apa saja yang bisa dilakukan pasukannya agar rakyat aman dan

tidak menolak lahirnya NIT. Pihak NICA melihat bahwa meskipun NIT

dinyatakan berdiri 1946 namun rakyat masih membantu pejuang

kemerdekaan pro Republik Indonesia. Apalagi dari Yogjakarta ber-

datangan pasukan ekspedisi yang membentuk Devisi Kesatuan Tempur,

dipimpin Andi Mattalatta.

Aksi pembersihan kemudian dilanjutkan ke daerah Bulukumba

pada tanggal 3 Januari 1947. Lokasi aksi pembersihan dilanjutkan ke pulau

Barrang Lompo, Barrang Ca’di dan Tana Keke. Pada tanggal 13 Januari

1947 aksi pembersihan diarahkan ke daerah utara Makassar mulai Barru,

Pare-Pare, Rappang, Majene, Mandar. Aksi pembersihan Kapten

Westerling menggunakan metode tembak di tempat tanpa proses.47

46 Natsir Said, 1979. SOB, 11 Desember 1946 Sebagai Hari Korban 40000 Sulawesi
Selatan. Ujung Pandang: Team penelitian Sejarah Perjuangan Rakyat Sulselra Kerjasama
Kodam XIV Hasanuddin, UNHAS dan IKIP Ujung Pandang, hlm.67; Ahmad M. Sewang,
KRIS MUDA Suatu Kajian Tentang Perjuangan Kemerdekaan di Mandar 1945-1950,
hlm.45; Barbara Sillars Harvey, 1989. Pemberontakan Kahar Muzakkar dari Tradisi ke DI/TII.
Jakarta: P.T.Temprint, hlm.134.
47 Harun Kadir dkk., op.cit.hlm.203.

132
Hermin Batong

Beberapa anggota dan unsur pimpinan pejuang ditangkap dan

ditawan musuh atas laporan mata-mata musuh. Dua orang penghubung

pejuang yaitu Sulaeman dan Daming mendapat informasi dari M. Yusuf

kepala distrik Baru yang menyebutkan bahwa Westerling akan segera tiba

dan membunuh semua tawanan apabila pejuang kemerdekaan masih

memilih Republik Indonesia. Berita tersebut disampaikan pada laskar

GAPRI 5.3.1, yaitu Muh. Jud Pance lalu diinstruksikan M. Saleh Banjar yang

bermarkas di Pumbeke mempersiapkan pasukan. 48 Pasukan segera dibagi

sembilan kelompok yakni diluar markas dan di dalam markas adapun

susunan kelompok: Labonda oleh kelompok M. Saleh Banjar, Pamboang

oleh kelompok Abd. Hae, Pa’leo oleh kelompok Kanjuha dan Sitti Patimah,

Tande oleh kelompok Jalaluddin Kaco, Galung oleh kelompok Koye,

Puawang oleh kelompok Labora, dan Tappalang oleh kelompok Sapar

Rahim dan Muis.

Gerakan pembersihan sampai ke daerah Mandar pada tanggal 1

Februari 1947 dipimpin oleh Mayor Stupkons dari Korps Speciale Tropen

(KST). Keesokan harinya penduduk Baruga, Segeri, Soreang, Lena,

Lombok, selanjutnya dijejer disiram senjata otomatis. Peristiwa ini lasim

disebut Peristiwa Korban Empat Puluh Ribu Jiwa di Galung Lombok.

Sementara peristiwa penyapuan berlangsung di Galung Lombok, terjadi

48 Muh. Abduh, 1993. Perjuangan dan Pengorbanan Rakyat Sulawesi Selatan


Menegakkan Kemerdekaan Suatu Pemikiran Tentang Reinterpretasi Nilai Sejarah Peristiwa
Korban 40000 Jiwa di Sulawesi Selatan. Seminar Sejarah Regional Indonesia Timur Ujung
Pandang Tahun 1993, hlm. 10-11; Sarita Pawiloy, op. cit., hlm.301.

133
Hermin Batong

juga penghadangan tentara NICA di Talolo Segeri oleh GAPRI 5.3.1. Para

pejuang dan penduduk digiring dan ditampung di Galung Lombok lewat

jalan menuju Tande, dilakukan juga penyiksaan-penyiksaan. Kondisi para

pejuang kemudian dilaporkan pada komandan lasykar GAPRI 5.3.1 Muh.

Saleh Banjar di Markas Pumbeke. Di antara kelompok pasukan terdapat

suatu kelompok yang berjumlah 9 orang; Harun, Basong, Haryono,

Sukirno, Sulaemana, Kume, Habo, Dose, Yonggang dan Hammasa. Para

pasukan perlawanan melakukan penghadangan pasukan Westerling yang

akan menggiring para pejuang dan penduduk ke Galung Lombok melalui

jalan ke Talolo. Kesembilan komandan tempur berangkat ke Talolo

menunggu pasukan Westerling yang akan lewat menggiring para

penduduk menuju Galung Lombok. Sesaat serdadu Belanda tiba di

penghadangan, saat itu pula senjata dari kedua belah pihak berbunyi.

Pada tanggal 2 Februari 1947 pagi rakyat Baruga , Segeri, Soreang,

Lena, Lombok, Karumbanan dan Tinambung baik laki-laki, wanita, anak-

anak dikumpulkan di Galung Lombok, suatu lahan persawahan yang

digenangi air terletak antara Polmas dan Majene. Dalam sekejap areal

persawahan berubah menjadi lautan darah oleh keganasan Westerling.

Penembakan secara massal dimulai dari para tawanan tentara NICA yang

berada dalam tangsi. Selanjutnya berturut-turut Andi Yusuf, Pabbicara

Baru (kepala distrik Baru) ia ditembak kepalanya ketika menolak

memberitahukan teman seperjuangannya. Kepala kampung Baruga

Sulaeman, Daaming kepala kampung Segeri dan imam kampung Haji

134
Hermin Batong

Ma’ruf dan H. Nuhun, Haji Yahya, Haji Sanusi, Haji Jundara, Haji Hadang,

Haji Kanna Paesa, M. Saleh dan Sofyan. Rakyat yang selamat dari

pembantaian diperintahkan Westerling segera menimbun mayat yang telah

dipersiapkan lubang sebelumnya.49

Pasukan Westerling menuju markas Pumbeke (Baruga), Sumullu,

Segeri, Lembang dan Tande dan apabila suatu tanda berbunyi pada setiap

pejuang kalau ada kepulan asap ke langit berarti perlawanan dimulai.

Penduduk Camba, Majene, di tepi pantai sekitar pasar Camba, sekarang

membunuh puluhan penduduk Pangale, Tamo, Banrang sekitar pekuburan

Cina sekarang. Di dalam kota Majene Westerling melakukan penembakan

terhadap penduduk di sekitar jalan raya menuju pekuburan Islam Saleppa

(di depan kantor Depag sekarang).50

Serdadu Belanda kalah posisi dan akhirnya mereka tidak dapat

bertahan dan mengundurkan diri. Pasukan GAPRI 531 yang gugur dalam

pertempuran itu adalah Sukirno dan Yonggang. Penghadangan yang

menewaskan tiga tentara NICA di Talolo Segeri membuat mereka semakin

ganas dan melanjutkan pembunuhan ke Pattuanginan Deteng-Deteng

Majene, Galung-Galung Pamboang dan Totoli Sendana. Dalam pertem-

puran ini tewas tiga orang Belanda yakni Van Euw Sersan Mayor, Dikson

Prajurit, satu tidak diketahui namanya. Seorang anggota pasukan menyeret

49 Ahmad, op. cit., hlm.21.


50 Hasil wawancara Ahmad terhadap Abana Sumarlin kepala kampung palipi
Soreang 1 Nopember 1989 di Soreang, Darwas Rasyd, op . cit., hlm.50.

135
Hermin Batong

Subaedah hendak diperkosa di Talolo Segeri, Harun memerin-tahkan Habo

menembak namun meleset dan Subaedah berhasil selamat. 51

Tanggal 3 Februari 1947 pertempuran di perbatasan Simullu Baruga

oleh Muh. Saleh Banjar melawan serdadu Westerling menyebab-kan

gugurnya Muh. Saleh Banjar, Mariletung, Tamanynya, Taaco, Sabarang,

Takung dan Saenab istri Muh.Saleh Banjar diseret polisi Kolonial ke

Panggaleng. Saat itu Saenabyang sedang menunggu mayat Muh.Saleh

Banjar diseret pasukan Belanda ke semak belukar dan selanjutnya di bawah

ke tangsi dimasukkan penjara sebagai tawanan. Peristiwa yang dialami

oleh Saenab diceriterakan pada Maemunah dalam tahanan. Sementara

ceritera Saenab berlangsung Maemunah dipanggil Sersan Van Alvin

meninggalkan tahanan untuk pemeriksaan anggota GAPRI 5.3.1 di rumah

Tuan Salaka.

Perlawanan GAPRI 5.3.1 dan KRIS MUDA terus berlanjut melawan

tentara NICA di markas Andulang Allu menyebabkan gugurnya Rukka

dan Bicu. Pertempuran di Kalumammang melawan tentara KNIL dan Polisi

mengakibatkan tewasnya seorang tentara KNIL. Pada hari yang sama

pertempuran di Banua Baruga menyebabkan gugurnya Dahlan, Yannong

dan Sapaya. Pada tanggal 4 Februari 1947 HBA. Sangkala dan beberapa

polisi datang di Baruga rumah Maemunah mancari Pance suaminya.

51Ahmad M. Sewang, KRIS MUDA Suatu Kajian Tentang Perjuangan


Kemerdekaan Di Mandar 1945-1950. Seminar Regional Ujung Pandang tahun 1993 hlm.45,
Maemunah, op. cit., hlm.33; Ahmad, op. cit., hlm.23.

136
Hermin Batong

Maemunah memberitahu bahwa Pance pergi di kampung Langnga Pare-

Pare untuk berdagang, HBA. Sangkala terus menempeleng Maemunah

hingga ia terjatuh dan pingsan. Rumah Maemunah digeledah kemudian

dibongkar lalu disuruh naik oto jip dan dibawa ke Majene untuk ditahan.

Tiga hari Maemunah dalam tahanan di kantor polisi yakni tanggal 7

Februari 1947 Pance datang dari Langnga langsung menemui Maemunah

ditahanan dan hari itu juga ia ditahan. Besok tanggal 8 Februari 1947

Maemunah kemudian dilepas dari tahanan.52 Diantara tahanan yang lain

ada dua orang bersaudara yaitu Sitti Patima dan Habibah yang juga dari

Baruga.

Setelah komandan pasukan Westerling memerintahkan anak buah-

nya mengadakan perlawanan ke Talolo, tetapi sebelum mereka tiba,

pasukan bantuan GAPRI 5.3.1 di bawah pimpinan Tanre terlebih dahulu

tiba di Talolo. Dalam pertempuran tembakan dari pihak Tanre menyebab-

kan satu mobil jip yang ditumpangi pasuka Westerling masuk jurang.

Pasukan Westerling yang masih ada tetap mengandalkan jumlah senjata

yang jauh lebih baik mengakibatkan Tanre gugur bersama 5 orang kawan-

nya. Adanya pertempuran di Talolo mengakibatkan banyaknya korban dan

kerugian di pihak pasukan Westerling lalu memperkuat serangan ke

markas GAPRI 5.3.1, sehingga pasukannya mulai mengun-durkan diri dan

ada yang bergabung dengan KRIS MUDA ke daerah Polewali.

52 Arsip NIT. Registrasi 140.GAPRI 531.

137
Hermin Batong

Peristiwa teror tersebut berlangsung selama kurang lebih lima bulan

yaitu sampai ditariknya kembali pasukan Westerling dari Sulawesi Selatan

pada tanggal 22 Mei 1947. Kekejaman Westerling menurut Barbara berakhir

ketika Westerling ditarik kembali ke Jawa pada bulan Februari 1947. Dan

Westerling mengaku bahwa ia bertanggung jawab langsung atas

pembunuhan kurang dari 600 orang teroris. Pemerintahan Belanda

dilaporkan telah mengakui bahwa sekitar 2000 orang terbunuh selama

kampanye pasifikasi. Dalam laporan NIT untuk komisi jasa-jasa PBB 30.000

korban telah didaftar dalam suatu perincian mengenai kerugian panduduk

Selebes Selatan (Sulawesi Selatan) selama pembersihan.53 Dalam teks

laporan diperkirakan jumlah orang yang terbunuh antara bulan Desember

1946 sampai Maret 1947 meski pada mulanya istilah kerugian atau korban

mungkin mencakup tidak hanya yang meninggal tetapi juga yang terluka

dan pengungsi, tetapi telah menjadi kepercayaan umum dan dogma resmi

di Republik Indonesia bahwa 40.000 orang telah tewas di Sulawesi Selatan

selama kampanye pasifikasi Westerling.

Setelah peristiwa Galung Lombok di Mandar penduduk diliputi rasa

takut apalagi pembunuhan yang dilakukan pihak Belanda sengaja

dipertontonkan. Tokoh pejuang seperti Abd. Hae dan Buraera ketika

tertangkap dalam pertempuran di Nuta Simbang Pamboang keduanya

disiksa, dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya di depan umum.

53 Barbara Sillars Harvey, op. cit., hlm.136.

138
Hermin Batong

Kekejaman tentara NICA kembali terjadi di Pamenggalan April 1947 saat

Haru dan anggotanya gugur Jarase dan Sallei. Kepala mereka dipenggal

dan dipertontonkan yang sebelumnya dipisahkan dari tubuh. Cara seperti

ini tidak lain untuk mematahkan semangat para pejuang namun pejuang

tidak luntur semangatnya oleh keadaan yang dihadapinya.54

Pertempuran di Tappalang Mamuju oleh komandan tempur Harun

menyebabkan gugurnya Harun dan temannya, kepalanya dibawa ke

Pallang-Pallang Sendana. Pertempuran di Pamenggalang Majene menye-

babkan gugurnya Maryono dan kawannya kepalanya dipenggal dan

dibawa ke tangsi polisi NICA di Majene dijadikan tontonan. Pertempuran

berlangsung melawan opersai gabungan KNIL/Polisi NICA. Kekejaman

Belanda mem-bangkitkan semangat perlawanan rakyat Majene.55

Pimpinan perlawanan laskar GAPRI 5.3.1 masing-masing Sulae-man

dan Kanjuha terus melakukan perlawanan sampai Maret tahun 1948. pada

akhirnya di bulan yang sama di dalam suatu pertempuran Maret 1948

Kanjuha, Tanre, Yalle sementara Sulaemana dan Hammasa masih terus

melakukan perlawanan sampai bulan April 1948.56 Sementara itu, Pance

ditahan dalam tahanan militer selama lima puluh sembilan hari dan tidak

didapatkan bukti kejahatan yang dilakukan dalam penyelidikan militer,

maka pada tanggal 6 April 1947 atas perintah paduka Letnan Majene

54 Darwas Rasyid MS, op. cit., hlm.50-51.


55 Sarita Pawiloy, op. cit., hlm.304.
56 Arsip NIT No. Registrasi 140.GAPRI 531.

139
Hermin Batong

bersama tuan H.P.B (Ubink) ikut membebaskan 32 orang tahanan militer

dengan ketentuan:

Pada hari ini kamu semua orang tahanan 32 orang banyaknya atas
persetujuan saya bersama H.P.B (Ubink) Majene membebaskan
kepada kamu tentang tuduhan-tuduhan atau fitnah dan bila kamu
keluar dan berbuat kejahatan lagi maka kamu tidak akan
diampuni.57

Tiga hari setelah Pance dibebaskan dari tahanan, maka hari Rabu

tanggal 9 April 1947 Politie Majene menangkap kembali dan langsung

ditahan. Perlakuan Politie Majene terhadap Pance sudah tidak

berprikemanusiaan, maka Hj. St. Maemunah berangkat ke Makassar

menghadap memohon pertimbangan pada yang berwenang bisa meninjau

kembali hukuman Pance.58

Tertangkapnya Pance tidak mengurungkan semangat para pemuda

baik KRIS MUDA maupun GAPRI 5.3.1 tetap melanjutkan perlawanan

demi Indonesia merdeka. Sejumlah wilayah yang ikut bergabung dalam

perlawan-an menentang aksi Westerling di antaranya Pamboang, Totolisi,

Onang, Camba Pambusuang dan lainnya. Penduduk yang terbunuh ada

yang resmi sebagai pemegang kartu anggota GAPRI dan KRIS MUDA

tetapi banyak pula yang berasal dari rakyat biasa. Aksi ini ditunggangi

Belanda/NICA di Mandar, sementara pertempuran dan peristiwa yang

57 Nasehat Paduka Tuan Letnan Majene kepada 32 tahanan sebelum mereka


dibebaskan.
58 Surat Permohonan H.Maemunah pada Politie Majene dan seterusnya ke

Makassar dalam rangka penahanan Pance yang tidak beralasan dalam Arsip NIT No.12
FG 140.

140
Hermin Batong

berkaitan dengan perlawanan bersenjata umumnya terjadi di Majene

daerah operasi KRIS MUDA dan GAPRI 5.3.1. Peristiwa yang sama terjadi

di Polewali Mamasa, Balanipa ibukota Tinambung tidak luput dari

serangan NICA.

Perlawanan pemuda sesudah aksi Westerling agak menurun penye-

babnya pimpinan telah cukup banyak gugur dan ditawan musuh. Selain itu

banyak senjata dirampas musuh, bahan logistik mulai suli diperoleh. 59

Pimpinan yang masih hidup menbggunakan sistem perang gerilya sebagai

taktik melawan musuh yang dianggap kuat. Bulan Februari 1947 kelompok

GAPRI 5.3.1 yang bermarkas di Arandanan mendapat serangan gabungan

antara polisi dan tentara KNIL dibantu polisi kampung. Dalam

pertempuran ini tangan Dose’ kena peluru. Pasukan yang lain dapat

meloloskan diri dan berhasil berkumpul di Beuas Polmas. Dua orang

lainnya Rukka Ali dan Ricu meneruskan perjalanan-nya menuju Majene

Timur di tengah jalan di Andulang Allu mereka mendapat serangan dan

keduanya gugur. Di Beuas mereka sempat menggabungkan diri dengan

pasukan Moh. Saleh Puanna Sudding dan jumlah pasukan mereka semakin

besar jumlahnya. Pasukan meren-canakan perjalanan di Kaida dalam

perjalanan mereka mendapat serangan musuh mengakibatkan 7 orang

tewas. Selanjutnya mengadakan penyebrangan di sungai Mapilli dipimpin

oleh polisi Pode bersama Safei wakil kepala distrik Mapilli mereka

59 Sarita Pawiloy, op. cit., hlm.303.

141
Hermin Batong

mendapat serangan menyebabkan Haerun guru di Bussu Rappang

kecamatan Wonomulyo tewas. Perjalanan dilanjutkan ke Buttu Landi dan

mendapat serangan gabungan polisi dan serdadu KNIL serta polisi

kampung dipimpin oleh Pode dan Safei tidak ada yang gugur.

Penyerangan laskar GAPRI 5.3.1 terhadap tentara KNIL ke

Sibonoang, dipimpin oleh Kanjuha menyebabkan gugurnya Laundu.

Perlawanan di Galung Pa’ara (Pamboborang) menewaskan seorang tentara

KNIL. Penye-rangan polisi kampung terhadap pasukan GAPRI 5.3.1 di

Puttok menyebabkan gugurnya Maryono. Kepalanya dipenggal lalu

dibawa ke Majene dipertontonkan. Bulan April 1947 perlawanan GAPRI

5.3.1 di bawah pimpinan Harun di Pamenggalan mengakibatkan gugurnya

Harun, Jarase dan Sellei sementara Pandi patah lengannya kena peluru.

Kepala Harun, Jarase dan Sellei dipenggal dipertontonkan di Pallang-

Pallang Sendana. Beberapa hari setelah ketiganya terbunuh tidak jauh dari

Palla-Pallang Rijang terbunuh kepalanya dipenggal diperton-tonkan pada

rakyat.

Dalam pertempuran ini senjata yang sebelumnya dirampas di Talolo

berupa senjata api LE dirampas kembali tentara KNIL bersama peluru milik

Muhammad Jalah Sosso Puanna I Sudding. Tanggal 8 Juni terjadi

pertemuan Harun, Pandi, Haruna dan Kora, mengabarkan bahwa Maryono

sudah meninggal di Tappalang dipasung oleh militer. Per-temuan dengan

Harun dan mereka tidak membicarakan tentang penja-rahan karena

mereka takut. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke Petoosang

142
Hermin Batong

melewati kampung Sarro, Allu sehingga orang-orang kampung mulai

memukul gendang tanda bahaya dan mereka mau melawan hal ini

menyebabkan Harun marah lalu membakar rumah kepala kampung Sosso

dan beberapa rumah penduduk. Sekalipun Hamma Saleh melarangnya

mereka tidak peduli. Menjelang malam mereka melewati kampung

kalimammang, maka kepala kampung dan polisi kampung Kalimam-mang

membakar sendiri rumahnya semata dilakukan untuk mefitnah para

pemuda. Keesokan harinya mereka tiba di Limboro Cendrana bahwa

biarpun kami menyerah tetap dibunuh. Terpaksa mereka sembunyi dan

mendapat tembakan satu kali ti Talogo, karena kelaparan terpaksa

meminta makanan para penduduk setempat dan meneruskan perjalanan

ke Cendrana.60 Akhir Juni 1947 rombongan pasukan Kanjuha bertempur di

Batu Siopa Segeri tetapi tidak ada yang gugur.

Sementara itu, di pedalaman Balanipa M.Saleh Puangna I Sudding

ikut memimpin dan melakukan serangan bersama pasukannya yang

berjumlah sekitar 20 orang. Himpunan orang bersenjatakan 6 pucuk

karaben dalam bulan Maret ia melakukan serangan dibeberapa tempat.

Mula-mula melakukan serangan di Simullu, Tubbi, Landi, Passokkorang,

Buttu Sumbajo dan di Batu-Batu Puawang bersama Labora semuanya

dilakukan dalam bulan Maret 1947. Pasukan Muh. Saleh Puangna I Suding

menderita kerugian di Panggala karena tiga anggotanya gugur dan 2 pucuk

60 Arsip NIT No. Registrasi 140 GAPRI 531.

143
Hermin Batong

keraben jatuh di tangan musuh dalam pertempuran 28 Juni 1947. Muh.

Saleh Puangna I Suding tertawan di Allu 24 Juli 1947 sesudah kontak

senjata di Buttu Kaiyang. Pada tanggal 28 Juni 1947 di Limboro mendapat

penghadangan dengan tiba-tiba mengakibatkan 3 orang gugur yaitu Harun

dan 2 orang Mandar, yang lain lari ke gunung dan 1 orang luka yaitu Pandi.

Sementara Repas Mai menyerah, tetapi Sapu, Dorong, Haruna dan Kara

mereka ini ditangkap lalu ditahan, kecuali yang tinggal 13 orang selamat. 61

Tanggal 24 Juli 1947 pagi para pemuda bertemu T. Tundung bekas

pabicara Kaiyang Balanipa, M. Nur Asma Salina dan Rundung saudara

Hamma Saleh. Mereka disuruh menyerah dan tuan Rundang bertanggung

jawab atas keselamatan asal mereka menyerah padanya. Tuan Rundang

akan menjaga keamanan, petunjuk yang baik terutama selalu berpihak

pada kebenaran, sementara itu ada 4 orang temannya belum menyerah. M.

Saleh Guru Pajalele, Posa Sendeng, Julani dan Dallar mereka hanya

menyerah apabila melihat bukti, berupa janji Tuan Rundung. Kabar lain

menyebutkan ada 3 orang temannya bersembunyi di Pamboang yaitu

Kanjuha, Madoza dan Hammasa. Akhir Juli 1947 rombongan Kanjuha yang

sisa 12 orang bertempur lagi di Passauang Sereal Segeri. Dalam

pertempuran ini tidak ada yang mengalami korban kemudian kembali ke

Arandangan.62

3. Ditangkap dan Dipenjara

Arsip NIT No. Registrasi 140; Sarita Pawiloy, op. cit., hlm. 304.
61

Arsip NIT No.Registrasi 140.GAPRI 531, A.Syaiful Sinrang op.cit.hlm.356.


62

A.Muis Mandra op.cit.hlm.87

144
Hermin Batong

Memasuki Desember 1946 merupakan saat kebrutalan pasukan

NICA di Sulawesi Selatan. Sementara para pemuda pejuang kemerdekaan

tidak tinggal diam terus melancarkan sabotase dan penghadangan dimana-

mana yang dianggap strategis. Perlawanan yang tidak henti-hentinya

dilakukan oleh pemuda KRIS MUDA dan GAPRI 531 ternyata membuat

NICA makin gencar melancarkan gerakan untuk melemahkan perlawanan.

Pasukan NICA mengadakan aksi teror dengan menangkap para pemimpin

atau para simpatisan GAPRI 531 dan KRIS MUDA.

Namun para pemuda semakin nekad melancarkan serangan-

serangan secara mendadak seperti dilakukan di Mandar Majene dan

sekitarnya. Di pihak NICA tidak lepas dari kekuatiran akibat dari gugurnya

beberapa pasukannya. Sikap dan keberaniaan para pemuda membuat

pasukan NICA semakin cemas, menghadapi situasi pertempuran yang

tidak menentu. Kecemasan pasukan NICA diwujudkan dengan cara

menggeledah secara intensip rumah-rumah penduduk bahkan dengan

sengaja, membakar dan membongkarnya apalagi kalau tempat itu

dijadikan markas pertahanan. Di Majene Baruga merupakan markas inti

kelaskaran GAPRI 5.3.1 diporak-porandakan tentara NICA demikian juga

halnya dengan tidak berhasilnya melumpuhkan semangat para pemuda

pejuang seperti pada peristiwa Merah Putih di Tinambung. Para pemuda

yang lolos dari serangan dan penangkapan pasukan NICA, melarikan diri

ke daerah pedalaman atau masuk hutan dalam rangka menyusun

kekuatan.

145
Hermin Batong

Daerah-daerah yang merupakan basis para pemuda pejuang,

penduduknya disapuh bersih tanpa pandang bulu seperti daerah Mandar,

Polewali, Pinrang, Suppa, Rappang, Pare-pare, Enrekang, Barru Tanete,

Pangkajene dan Maros. Demikian pula dengan wilayah Makassar-Gowa,

Polongbangkeng, Takalar, Jeneponto, Bonthain, Bulukumba, Selayar dan

beberapa daerah lainnya.63 Bertepatan dengan dimulainya aksi pember-

sihan, di bidang politik sedang diselenggarakan Konprensi Denpasar

tanggal 17-24 Desember 1946 yang merupakan lanjutan dari Konprensi

Malino yang berlangsung pada tanggal 15-25 Juli 1946. Pada saat itu pula

dilakukan penyerbuan oleh tentara NICA terhadap para pemuda yang

tergabung dalam kelaskaran dan rakyat biasa semuanya ditangkap, disiksa

dan ditahan diberbagai tempat. Siksaan yang mereka alami dalam bentuk

siksaan sangat memprihatinkan dan tak berpri-kemanusiaan.

Pada tanggal 4 Februari 1947 polisi NICA datang di Baruga mencari

Muh. Pance, karena tidak menemukan lalu Sitti Maemunah ditangkap dan

ditahan di Majene. Tiga hari kemudian Pance pulang dari Langnga

Parepare langsung ke Majene menemui Sitti Maemunah di tahanan pada

tanggal 7 Februari 1947 dan saat itu juga Muh. Pance ditahan. Besok tanggal

8 Februari Sitti Maemunah lalu dilepas dari tahanan Majene. Tuduhan yang

dialamatkan pada Muh. Jud Pance bahwa turut serta membuat

63 Radik Djawardi Cs, op. cit., hlm.30.

146
Hermin Batong

propaganda dalam gerakan perampok GAPRI 5.3.1 (Gabungan

Pemberontak Indonesia Sulawesi) merajalela di Mandar.64

Di Baruga, dilakukan penjagaan ketat karena berita berkembang

bahwa sasaran utamanya adalah markas inti. Diadakanlah ronda malam

dipimpin oleh H. Waris, Muh. Pua Budair. Ketika jam menunjukkan 4.30,

Sitti Maemunah kembali ke atas rumah. Keesokan hari penduduk dikum-

pulkan di halaman masjid Baruga disamping rumah Sitti Maemunah.

Beberapa orang disiksa di antaranya Hayya Pua Seko, Pua Hayya

Lambongan dan Haji Yahya Pua Haris. Sitti Maemunah ditangkap seorang

KNIL suku Ambon. Penangkapan Stti Maemunah disaksikan ibu

kandungnya Habibah dan adiknya Bahria. Pada kesempatan itu, Sitti

Maemunah berusaha kabur mendaki gunung, tetapi tiba-tiba diberondong

senjata KNIL dari arah masjid dan tidak ada korban. Para tawanan anggota

GAPRI 5.3.1 dari penjara Majene berjumlah 100 orang, sebanyak 32 orang

kemudian dijejer dan ditembak di pinggir lobang yang telah disediakan. 65

Meskipun demikian, perlawanan terus berlangsung, begitu pula

penembakan terus berlangsung di Camba 2 kilometer dari kota Majene

sebanyak 47 orang. Di Pambusuang 7 orang, di perkuburan Cina 32 orang,

di pamboang kampung Galung 69 orang, di Sendana Totolisi 63 orang.66

Dua kepala distrik Bonde dan Adolang, Zainuddin dan Abd. Rahim diikat

64 Arsip NIT, Registrasi 140 GAPRI 531.


65 H.S. Maemunah, op. cit., hlm.57-58.
66 Ibid., hlm.67; A.Syaiful Sinrang, op. cit., hlm.349.

147
Hermin Batong

kemudian ditarik oleh mobil sampai mati. Pada malam ketiga, dalam

tahanan Sitti Maemunah ingin melarikan diri tetapi cepat diketahui polisi.

Muh. Jud Pance disiksa ditendang sampai jatuh di depan Sitti Maemunah

demikian juga dengan Habibah, Sitti Patimah, Sultani Mansyur

diperlakukan tidak wajar tentara KNIL.

Letnan Ritma seorang Belanda terus berteriak menyiksa Muh. Jud

Pance karena kasihan Ummi Hani juga seorang tawanan mengajak

beberapa tawanan berdiri sembahyang hajat mohon kepada Yang Maha

Kuasa semoga Muh. Jud Pance tetap dilindungi. Ada berita lain dari Letnan

Ritma dan L. Dick bahwa pelaksanaan penembakan Muh. Jud Pance akan

segera dilaksanakan. Pagi-pagi St. Maemunah berangkat ke Baruga

bertemu ayah dan ibunya serta kaum kerabat mohon pamit karena

pelaksanaan hukuman tembak segera dilaksanakan. Setelah bertemu kedua

orang tuanya pesan mereka berdua :

“Bahwa membunuh diri sendiri “haram”, tetapi bilamana


engkau dibunuh adalah syahid. Demikian pernyataan yang
keluar dari hati yang ikhlas dari seorang ibu mereka akan
adanya di Medan Perang.”67

Selesai pertemuan Sitti Maemunah kembali ke tahanan dan membuat surat

permohonan, bahwa mendengar berita resmi dari H.B.A. Sangkala dan

Haji Haris kemarin, bahwa suami tercinta Muh. Jud Pance akan mengalami

hukuman tembak hari ini, selambat-lambatnya besok untuk ini kalau berita

67 Surat Permohonan St. Maemunah pada LetnanDickdi Majene tanggal 23 Maret


1947.

148
Hermin Batong

ini memang benar, saya bermohon untuk ditembak berdua. Demikianlah

pernyataan ini disampaikan dalam keadaan sadar, pikiran waras dengan

segala keikhlasan yang bermohon Sitti Maemunah. Surat ini diantar ke

rumah Letnan Dick kira-kira 350 meter sebelah barat Kantor Afdeling

Mandar.

Surat itu dibaca Letnan Dick menjawab bahwa saya berjanji untuk

melepaskan baik Muh. Jud Pance atau Sitti Maemunah serta kawan-

kawannya. Apa yang pernah dilontarkan Letnan Dick bahwa Koningen

(Ratu Belanda) marah kalau menembak seorang perempuan, sehingga

dengan dasar itulah akhirnya awal April 1947 Muh. Jud Pance dibebaskan

dari tahanan. Atas protes HBA. Sangkala Muh. Jud Pance ditangkap

kembali tanggal 13 April 1947. Muh. Jud Pance dan St. Maemunah yang

sebenarnya masih berkesempatan menghindar, namun tidak dilakukan

akibat rasa berdosa pada ayahandanya yang harus menanggung resiko.

Tanpa berpikir panjang St. Maemunah melepaskan ayahnya dari siksaan,

membela Muh. Saleh yang sudah lemah dan St. Maemunah ditangkap.

Berbagai siksaan dialaminya sampai St. Maemunah pingsan dihadapan

ayahnya dan kerabatnya.68 Saat ayah St. Maemunah disiksa Muh. Jud Pance

ingin membelanya tetapi tidak dilakukannya karena St. Maemunah

melarangnya sebab perjuangan yang mereka rintis membutuhkan tenaga

dan pemikiran serius. St. Maemunah hanya berpesan:

68 A.Muis Mandra, op. cit., hlm.89-91.

149
Hermin Batong

“Perjuangan kita masih lebih penting dan masih membutuhkan kita.


Pergilah kakanda dan lanjutkan perjuangan kita. Andaikata saya
meninggal lebih dulu engkaulah kakanda pengganti diriku kepada
orang tuaku.”69

Dengan perasaan sedih Muh. Jud Pance menuruti permintaan St.

Maemunah. Pada tanggal 25 Maret 1948 sejumlah komandan seperti

Kanjuha, Basong, Tonra, Sulaeman, Yusuf, Bausu ditangkap setelah terlebih

dahulu komandan lainnya seperti Maryono, meninggal di Tappalang

Mamuju Harun, Jarase dan Sellei.

Sisa-sisa pasukan terpencar di hutan-hutan dan setiap mendapat

kesempatan terjadi pengacauan setelah hukuman tembak tidak

diberlakukan pada tawanan KNIL melainkan dimasukkan dalam penjara.

Para tahanan mulai diadili ada yang mendapat hukuma seumur hidup, 25

tahun, 20 tahun, dan 15 tahun. Para tahanan mulai dikirim ke Mamasa,

Mamuju dan Makassar. Kedua tahanan Muh. Jud Pance dan M.T. Rahmat

diborgol dan dikirim ke Mamasa dengan beberapa pasukan lainnya. Sitti

Maemunah berhasil meloloskan diri ke Lembang kurang lebih 2 km dari

kota Majene. Rencananya akan berangkat ke Makassar dan terlebih dahulu

singgah di Parepare di rumah Haji Lauseng. Sifat yang keras dibayangi oleh

resiko yang tinggi namun iapun tak gentar, menghhadpi keadaan sesulit

apapun. Di terminal Sitti Maemunah kebetulan ketemu HBA. Zaenal

Abidin baru kembali menjalani cuti dari Bone. Zaenal Abidin menegur Sitti

Maemunah kenapa disini kamu orang tawanan barang kali kamu lari.

69 Ibid., hlm.91-92.

150
Hermin Batong

Dengan penuh keberanian Sitti Maemunah memberi alasan bahwa dirinya

sudah enam hari mendapat kebebasan. Sesampainya di Makassar Sitti

Maemunah tinggal di Mariso bahkan sering berpindahke Jl. Datumuseng

untuk menghindari kejaran polisi. Sitti Maemunah mendengar dari

familinya pulang pergi ke Makassar-Majene memberi tahu bahwa foto-foto

Sitti Maemunah sudah disebar supaya ditangkap dan dibawa ke Majene.

Abdullah dan Maryam datang memberi kabar bahwa Ibu St. Mae-

munah, yaitu Habibah sakit keras dan berpesan supaya St. Maemunah

segera kembali ke Majene. Besok pagi-pagi ia berangkat ke Majene di atas

mobil St. Maemunah berlagak sebagai seorang sakit keras, kepala diikat,

rambut tidak disisir dan membawa beberapa peralatan makan dan minum

dibantu oleh Muhammad dan Abdullah. Keadaan St. Maemunah terus

disaksikan oleh penumpang lain. Setiap mobil ditahan pos penjagaan dan

semua penumpang diturunkan untuk diperiksa, St. Maemunah terus dibela

orang di atas mobil bahwa dia sedang sakit. Pada akhirnya Sitti Maemunah

selamat sampai ke Majene terus ke Baruga bertemu ibunya Habibah.

Setelah pertemuan selesai Memunah bersembunyi sebelum ketahuan polisi

NICA. St. Maemunah pamit pada ibunya dan berangkat menjumpai

Kanjuha dan kawan-kawan seperjuangan di markas. Seterus-nya ke

Mamasa menjumpai suaminya Muh. Jud Pance di penjara. Perte-muan

Kanjuha dan St. Maemunah dipelopori oleh Hammasa di Penamula di

rumah M. Ali Puang Aco membicarakan seputar perkembangan per-

juangan di Makassar dan kegiatan kelaskaran di Majene dan sekitarnya.

151
Hermin Batong

Perjalanan menuju Mamasa sempat bermalam di Polmas di rumah

mertua Ridha Maelo selama dua hari menanti mobil. Setibanya di Mamasa

langsung ke Penjara, namun Muh. Jud Pance sedang mengambil wudhu di

sungai dan St. Maemunah istirahat di rumah jaksa Johari.70 Pertemuan

kedua suami istri pertama-tama melaporkan kegiatan kelas-karan selama

ditahan mengabarkan keadaan keluarga di Baruga Majene. Sekembalinya

St. Maemunah dari Mamasa keadaan ibunya mulai pulih dan tak disangka-

sangka seorang pegawai Belanda asal Ambon Tahapari mendatangi

rumahnya di Baruga. Tahapari mengusulkan membawa St. Maemunah dan

ibunya yang sedang sakit ke Makassar setelah terlebih dahulu menghadap

Controleur. Keesokan harinya St. Maemunah dijem-put di Baruga dan

beberapa orang lainnya ikut bersama, Haji Leuseng, Rundang (bekas

kepala distrik Polewali) dan Abdullah Pua Marjan.

Di Makassar ibunya langsung dibawa ke rumah sakit dan St.

Maemunah diserahkan pada Dr. Smokil bertempat tinggal di Jl. Dr.

Ratulangi (sekarang) dekat menara air minum. Ruangan pemeriksaan

dihiasi warna merah putih dan St. Maemunah langsung diintrogasi. Selesai

pertemuan dengan Smokil lalu menganjurkan supaya St. Maemu-nah

menghadap ke Kantor Yustisi untuk kepentingan proses verbal.71 Sesudah

disumpah St. Maemunah ditetapkan wajib lapor dua kali seminggu di

Kantor Yustisi ,demikian juga di rumah Oditur Smokil. Setiap datang

70 H.S. Maemunah, op. cit., hlm.94-95.


71 A. Muis Mandra, op. cit.,hlm.100; H.S. Maemunah, op. cit., hlm.96.

152
Hermin Batong

melapor hanya mengobrol bersama istri Oditur mengenai situasi

perjuangan. Keadaan seperti ini bukan pancingan, tetapi dalam setiap

perbincangan terpancar wajah bersinar kebersihan dan berbalik manilainya

sebagai seorang yang berperasaan kebangsaan. Setiap sugu-hannya

menampakkan kedaerahan yang sangat tradisional seperti kolak pisang

dan ubi dan tidak menyuguhkan yang berbau mentega dan keju.

Situasi seperti inilah yang membuat St. Maemunah semakin berani

mengikuti urusan-urusan perjuangan berkerja sama dengan para pemuda

pejuang di Makassar seperti Sutrisno, Setiabudi, Sangkala Bella, Mappe

Daeng Mallaba dan ikut partai dimana-mana. Keikut sertaan beberapa

tokoh-tokoh wanita Musdalipa Daeng Te’ne, Ny. Towollu, Ny. Salawati

Daud dan Ny. Sikado daeng Nai.72

Selain itu, urusan kelaskara GAPRI 5.3.1 tetap dilakukan adanya

pembelian senjata yang dikirim ke Mandar sebagai daerah yang masih

bergolak karena masih banyak pemuda pejuang belum tertangkap. Di

daerah Mandar Laskar KRIS MUDA dan GAPRI 5.3.1 masih melakukan

perlawanan singkat, sampai bulan Maret 1948, misalnya terjadi kontak

senjata di bawah pimpinan kelompok Kanjuha, Tanre dan Yalle. Pasukan

Sulaeman, Hammasa, Yande, Puelo, Kaba, Siama, Sumaela, dan Husain

ditangkap mengingat mereka sudah beberapa hari tidak makan. 73

72 Ibid., hlm.100-101; Sarita Pawiloy, op. cit., hlm.304.


73 Robongan pemuda yang tinggal 11 orang mendapat serangan di Solo Baruga
menyebabkan kaki Yolle tembus peluru sehingga tidak sanggup menghindar akhirnya
tertangkap.

153
Hermin Batong

Setelah tertangkap 12 orang pemuda berakhirlah operasi tentara

KNIL, Polisi NICA dalam daerah Afdeling Mandar.74 Seluruh rakyat yang

mengungsi diizinkan kembali ke kampung masing-masing. Daerah

Mandar yang tadinya kacau telah dinyatakan aman dan status daerah

darurat perang juga telah dicabut. Pemuda masih banyak yang belum

tertangkap tetapi Belanda tidak kuatir karena senjata tidak ada lagi.

Tertawannya Kanjuha dianggap akhir perlawanan kemerdekaan dan tahun

1949 patroli KNIL mulai mendapat gangguan lagi. Pengacau oleh aparat

NICA disebut “paggorak”, perlawanan terjadi di Taramau 8 Februari 1949

di bawah pimpinan Yanto bekas Heiho diangkat menjadi komandan

kelompok dalam kelaskaran GAPRI 5.3.1.75

Di pihak KRIS MUDA pucuk pimpinan perlawanan di daerah

Mandar Ibu Depu, Riri. A. Daud dan A.R. Tamma ditahan dalam penjara

oleh NICA sejak aksi Westerling berlangsung. Pihak NICA berpendapat

dengan tertangkapnya Ibu Depu yang sangat berpengaruh, maka

perlawanan rakyat akan terhenti. Pendapat ini meleset karena pengikut Ibu

Depu tetap mengadakan perlawanan di bawah pimpinan Andi Parenrengi

anaknya sendiri. Tempat penahanan Ibu Depu selalu ber-pindah-pindah

terakhir di Hogepad Makassar dan tanggal 27 Desember 1949 beliau

74 Daerah Afdeling Mandar meliputi Polewali Mamasa, Majene dan Mamuju


75 Sarita Pawiloy, op. cit.,hlm.305; A.Syaiful Sinrang, op. cit., hlm.360.

154
Hermin Batong

dibebaskan dari tahanan bertepatan adanya penyerahan kedaulatan dari

pemerintah Belanda kepada pemerintah Indonesia.76

Setelah pembebasan berangkatlah Ibu Depu, St. Maemunah, Sarifa

Daeng Ngai, R.A. Daud, A.R. Tamma, Kanjuha menuju Polmas, Majene dan

Mamuju April 1950. Ibu Depu dan A.R. Tamma tiba di Tinambung

memeriksa tawanan yang baru dibebaskan. St. Maemunah dan rombongan

tiba di Majene terus ke Baruga. Keadaan daerah Majene masih diliputi rasa

tidak aman dengan adanya pertemuan antara bekas tawanan dan pemuda

yang baru kembali dari Kalimantan, yaitu rombongan Hasan Basri Rustam

dan Kusumajaya. Kota Majene dikuasai kembali oleh para pemuda

pejuang, dan mulai menyerang yang dianggap penghalang kemerdekaan.

Menguasai tangsi KNIL dan adanya sebagian pemuda serentak

meninggalkan Majene langsung ke kapal peristiwa ini dikenal dengan

“Aksi Polisi Timur” komandannya bernama Mose.77 Dibentuk polisi

darurat dalam rangka pengamanan dalam kota dan bermarkas di dalam

tangsi.

Di Makassar bulan Mei 1950 bekas tawanan dari Nusakambangan

dengan rombongan Muh. Jud Pance, sedang Sitti Maemunah yang masih

di Majene mendapat panggilan lewat Aco Juri agar segera ke Makassar

karena Muh. Jud Pance dan rombongan telah tiba. Setelah menerima berita

itu, Sitti Maemunah, Sarifa Daeng Ngai, dan Kanjuha segera berangkat ke

76 Aminah Hamzah, dkk., op. cit., hlm.59-60.


77 H.S. Maemunah, op .cit., hlm.98.

155
Hermin Batong

Makassar. Setelah berpisah dengan Muh. Jud Pance selama tiga setengah

tahun dan pasukan Muh. Jud Pance siap menggabungkan diri dengan

pemuda pejuang dari Harimau Indonesia (HI).

Kegiatan St. Maemunah dalam perjuangan telah beberapa kali

mengalami penangkapan yaitu tanggal 4 Februari 1947 di kampung Baruga

oleh serombongan polisi dipimpin oleh H.B.A. Sangkala kemudian ditawan

di Majene. Beberapa bulan kemudian sempat meloloskan diri atas bantuan

polisi Jaelani dan Salaka seorang Nefis menuju Makassar. Akhir tahun 1947

tertangkap kembali oleh Aco Kalaki di Jl. Nuri No.11 Makassar dan berhasil

lolos. Pada awal tahun 1948 tertangkap kembali di Baruga oleh Ajudan

Tahapari dibawa ke Makassar atas persetujuan Controlleur Majene. Di

Makassar diserahkan pada Oditur Militer Dr. Smokil dalam suatu

pemeriksaan. Besoknya diserahkan kepada Abdullah Daeng Mappuji di

Kantor Yustisi Makassar langsung diproses verbal. Hasil pemeriksaan Sitti

Maemunah diberikan status tahanan luar dan setiap dua kali seminggu

harus melaporkan diri.

Atas jasa-jasanya dalam perjuangan Sitti Maemunah diberikan

pengakuan sebagai veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia

menurut UU No.75 tahun 1957 Lembaran Negara Tahun 1957 dengan

golongan A. Tanda jasa dari Departemen Keamanan Panglima Angkatan

Bersenjata oleh Laksamana TNI Soedomo tanggal 31 Juli 1982. Selain itu,

atas jasa-jasanya pemerintah setempat mendirikan tugu perjuangan di

bekas rumahnya di Baruga. Peresmian tugu perjuangan kemerdekaan oleh

156
Hermin Batong

Pemerintah Daerah Kabupaten Majene Tanggal 14 November 1981. Lokasi

tugu perjuangan kemerdekaan Kabupaten Daerah Tingkat II Majene di

Baruga diresmikan oleh Bupati Alim Bahri pada HUT Pahlawan Ke-XXXVI.

St. Maemunah meninggal di Makassar 21 Juli 1995 dan dimakamkan di

pekuburan Dadi Makassar.

D. Penutup

Perjuangan rakyat Sulawesi Selatan melawan bangsa asing sebelum

dan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

adalah pergerakan patriotisme yang telah mengukir sejarah nasional

Indonesia. St. Maemunah telah berjuang tanpa pamrih untuk kemer-

dekaan rakyat di Mandar (Majene). Walaupun dalam kondisi yang sulit

dan ia seorang wanita tetap berbaur dengan kaum laki-laki demi

mempertahankan tanah air tercinta.

Ia sosok wanita yang berhasil lolos dari maut walaupun berkali-kali

disiksa dan keluar masuk tahanan. Ia benar-benar mengabdikan diri

terhadap bangsa dan negara sejak mudanya. Sejak menjadi guru di

Bababulo, bahkan rela meninggalkan tugasnya sebagai guru dan ikut

bergabung dengan kelaskaran GAPRI 5.3.1 di Majene. Dalam melak-

sanakan tugasnya ia tekun dengan penuh tanggung jawab bahkan ikut

melakukan gerakan-gerakan rahasia bersama rekan seperjuangannya

dalam kelasykaran GAPRI 5.3.1.

Para pejuang kemerdekaan telah mengikuti keberadaannya sebagai

pejuang revolusi terbukti adanya pemberian adanya tanda-tanda jasa dari

157
Hermin Batong

Depertemen Keamanan Panglima Angkatan Bersenjata oleh Laksamana

TNI Soedomo. Diberikannya pengakuan sebagai veteran pejuang kemer-

dekaan Republik Indonesia menurut UU No.75 Tahun 1957 Lembaran

Negara Tahun 1957 dengan golongan A. Juga Menteri Pertahanan

Keamanan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia beserta Ny.

E. Yusuf. Terima kasih dan penghargaan telah pula diberikan pemerintah

atas perjuangannya dalam menegakkan dan mengamankan negara

Republik Indonesia tanggal 5 Oktober 1982.

Daftar Pustaka
Ahmad, 1989. Sejarah Pelaku Perjuangan Dan Peristiwa Pertempuran Di Talolo
Segeri Kelurahan Baruga Kecamatan Banggae Kebupaten Majene, Kantor
Depdikbud Kabupaten Majene.

Ahmad Sewang, 1982. Seminar Sejarah Perjuangan Rakyat Menentang


Penjajah di Sulawesi Selatan. Makassar: diterbitkan Balai Kajian
Jarahnitra Makasar.

A. Muis Mandra, dkk., 2002. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Di


Mandar. Majene: Pemda Majene.

A. Sayful Sinrang, 1994. Mengenal Mandar Sekilas Lintas Perjuangan Rakyat


Mandar Melawan Belanda 1667-1949. Ujung Pandang: Yayasan
Kebudayaan Mandar Rewata Rio.

Barbara Sillars Harvey 1989. Pemberontakan Kahar Muzakar Dari Tradisi ke


DI/TII. Jakarta: P.T. Temprint.
Darwas Rasyid MS, 1999/2000. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia Di
Daerah Polewali Mamasa 1945-1950. Makassar: Balai Kajian Jarahnitra
Makassar.

Hanabi Rizal, dkk., 2004. Profil Raja dan Pejuang Sulawesi Selatan. Makassar:
Penerbit Bima.

Hanawiah, 1990. Biografi Siti Hasnah Nu’mang. Ujung Pandang: Skripsi


Jurusan Sejarah dan Arkeologi Fakultas Sastra UNHAS.

158
Hermin Batong

H. Ahmad Asdy, dkk., 2000. Mandar Dalam Kenangan. Makassar: Yayasan


Maha Putra Mandar.

H.M. Sanusi Dg. Mattata, 1962. Luwu Dalam Revolusi, Makasar: Yayasan
Pem-bangunan Asrama Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu
(IPMIL).

H.S. Maemunah, 1982. Ringkasan Sejarah Kelasykaran GAPRI 531 DI Afdeling


Mandar Periode 1945-1949, Panitia Seminar Sejarah Perjuangan
Rakyat Sulawesi Selatan Menentang Penjajahan Asing 8 s/d 11
Desember 1982 Di Ujung Pandang.

H.S. Maemunah, 1950. Revolusi Membara Perjuangan Kelasykaran GAPRI


5.3.1 Menentang Penjajahan Di Mandar Sulawesi Selatan 1945-1949.

Ibrahim Abbas, 1999/2000. Pendekatan Budaya Mandar. Makassar: U.D.


Hijrah Grafika Makassar.

Lahadjdji Patang, 1975. Sulawesi dan Pahlawan-pahlawannya. Jakarta: Yaya-


san Kesejahteraan Generasi Muda Indonesia (YKGMI).

Muhammad Syariat Tajuddin, 2004. Membaca Mandar Hari Ini Dalam Jejak
Alegori Budaya. Polewali: Mammesa (Media Masyarakat Tarnspa-
ransi Indonesia) kerjasama Pemkab. Polewali Mamasa.

Muhammad Amir, 2001. Karaeng Polongbangkeng; Pajonga Daeng Ngalle.


Makassar: Balai Kajian Jarahnitra Makassar.

Muh. Rusbi Hamid, 2003. Sendana Dari Masa Ke Masa. Majene: Pemerintah
Daerah Kabupaten Majene Kerja Sama Yayasan Anak Bangsa-Indesc
(Institude of Development And Communication Studies).

M. Natsir Said, 1985. Korban 40000 Jiwa Di Sulawesi Selatan. Bandung:


P.T.Alumni Team Penelitian Sejarah Perjuangan Rakyat Sulselra
Kerjasama Kodam XIV Hasanuddin UNHAS dan IKIP Ujung
Pandang.

Nugroho Notosusanto, 1970. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta:


Idayu.

Nursina Ali, 1982. Frofil Pejuang Wanita Di Daerah Sulawesi Selatan. Ujung
Pandang: Skripsi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya UNHAS.

159
Hermin Batong

Ny. Amaniah Hamzah, dkk., 1991. Biografi Pahlawan Hajjah Andi Depu
Maradia Balanipa. Ujung Pandamg: Pemerintah Daerah TK I Propensi
Sulawesi Selatan.

Radik Djarwadi Cs., 1972. Naskah Sejarah Corps Hasanuddin Pasukan Tempur
Dan Pembangunan diterbitkan Sekretaris Djenderal CORHAS
MCMLXXII.

Rabiatun Idris, dkk., 1983/1984. Peranan Wanita di Sulawesi Selatan Dalam


Menentang Penjajahan Asing, Seminar Sejarah Perjuangan Rakyat
Sulawesi Selatan Di Ujung Pandang 8 s/d 11 Desenber 1982
Depdikbud Proyek IDKD Sejarah Nasional.

Sagimun M.D., 1987. Mengapa Biografi “Pemikiran Biografi Dan Kesejarahan


Jilid II. Jakarta: Depdikbud.

Sarita Pawiloy, 1987. Arus Revolusi 45 Sulawesi Selatan. Ujung Pandang:


DHD. Angkatan 45 Sulawesi Selatan.

Sarita Pawiloy, dkk., 1981. Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Selatan.


Jakarta: Depdikbud.

Suwadji Safei, 1982/1983. Pemikiran Biografi Dan Kesejarahan “Suatu


Kumpulan Prasaran Dan Lokakarya. Jakarta: Depdikbud.

160
Hermin Batong

161

Anda mungkin juga menyukai