Anda di halaman 1dari 2

Ilyas Yakup, Pahlawan Nasional Dari Pesisir Selatan

Oleh Afrizal

Ilyas Yakub merupakan Pahlawan Nasional dari Pesisir Selatan. Ia menjadi satu-satunya
putera Pesisir Selatan yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah.
Ilyas Yakub (juga dieja Ilyas Yacoub) dikenal sebagai ulama, pejuang kemerdekaan, politisi
dan wartawan dari Pesisir Selatan. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat
Keputusan Presiden No. 074/TK/1999 tertanggal 13 Agustus 1999.
Selain itu, ia juga dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana atas jasanya
mempertahankan prinsip-perinsip kemerdekaan dari ancaman kolonialisme Belanda sekaligus
menggerakkan kemerdekaan RI dengan risiko dibuang Belanda ke Digul (di Papua –
Indonesia sekarang) serta beberapa tempat seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Australia dll.
Sebelumnya, ia juga dikukuhkan sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Republik
Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Sosial nomor Pol-61/PK/1968.
Dilansir dari berbagai sumber , Ilyas Yakub lahir di Asam Kumbang, Kecamatan Bayang
Utara, Kabupaten Pesisir Selatan pada 14 Juni 1903.

Ilyas Yakub merupakan anak ketiga dari pasangan Haji Ya’kub-Siti Hajir. Di masa kecilnya,
Ilyas belajar dengan kakeknya, Syekh Abdurrahman yang merupakan ulama besar di Bayang.
Ayah Ilyas Yakub merupakan seorang pedagang kain. Ilyas Yakub mengecap pendidikan di
Gouvernements Inlandsche School. Setelah lulus, Ilyas mencoba bekerja sebagai juru tulis
selama dua tahun di perusahaan tambang Oembilin Steenkolenontginning (Tambang
Batubara Ombilin) Sawahlunto.

Ilyas hanya bekerja selama dua tahun di perusahaan itu. Lantaran ia protes terhadap pimpinan
perusahaan yang kasar terhadap buruh kontrak.

Selanjutnya Ilyas memutuskan memperdalam ilmu agama ke Mesir pada tahun 1923. Di
Mesir, Ilyas Yakub aktif di sejumlah organisasi dan partai politik seperti Hizb al-Wathan
(Partai Tanah Air) yang didirikan oleh Mustafa Kamal, Perkumpulan Mahasiswa Indonesia
dan Malaysia (PMIM), Jam’iyat al-Khairiyah, dan lainnya.
Selain aktif di organisasi pergerakan di Mesir, ia juga aktif memimpin majalah Seruan Al-
Azhar dan Pilihan Timur. Majalah Seruan Al-Azhar adalah majalah mahasiswa, sementara
majalah Pilihan Timur adalah majalah politik. Kala itu, kedua majalah tersebut banyak dibaca
mahasiswa Indonesia-Malaysia di Mesir.

Gerakan Ilyas Yakub dalam jurnalistik dan politik antipenjajah di Mesir ternyata tercium oleh
Belanda. Pemerintah Belanda berusaha melunakkan sikap radikal Ilyas Yakub. Namun,
upaya itu gagal total. Sejak itu, Belanda menganggap Ilyas Yakub sebagai radikalis dan
ekstremis.
Belanda berupaya membendung gerakan Ilyas Yakub. Saat berniat kembali ke Tanah Air,
Ilyas dipaksa transit di Singapura, bahkan nyaris nyasar di Jambi. Sesampainya di Tanah Air,
Ilyas Yakub kemudian bertemu teman-temannya yang bergerak di PNI dan PSI. Ilyas Yakub
kemudian berkeinginan untuk menyandingkan asas Islam dan kebangsaan.
Ilyas Yakub kemudian mendirikan PERMI (Persatuan Muslimin Indonesia) dengan asas
Islam dan kebangsaan dengan tujuan menegakkan Islam dan memperkuat wawasan
kebangsaan dalam rangka mewujudkan kemerdekaan.

Sebagai alat propaganda ia menerbitkan sebuah surat kabar yang bernama “Medan Rakyat”.
PERMI menjalankan sikap politik nonkooperatif dan tak kenal kompromi dengan bangsa apa
pun yang kental punya perilaku imperialisme dan kolonialisme. Karena itu pula, PERMI
secara prinsipil mencap bahwa kapitalisme dan imperalisme merupakan penyebab
penderitaan rakyat Indonesia.
Gerakan nonkooperatif yang diusung PERMI menyebabkan Ilyas Yakub harus berhadapan
langsung dengan pemerintah Belanda. Kala itu Ilyas Yakub dianggap menyebarkan
kebencian. PERMI dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dibekukan. Tokoh-tokohnya
pun ditangkap. Ilyas Yakub bersama dua temannya yakni Mukhtar Luthfi dan Jalaludin Thaib
ditangkap dan dipenjarakan. Setelah sembilan bulan di Penjara Muaro Padang, ia diasingkan
ke Bouven Digul, Papua, pada 1934-1944.

Selama di Digul, Ilyas Yakub yang didampingi sang istri, Tinur, sering sakit-sakitan. Pada
masa awal penjajahan Jepang di Indonesia, kondisi para tahanan Digul kian memprihatinkan.
Mereka dipindahkan ke pedalaman Papua, yakni di Kali Bina Wantaka, kemudian diasingkan
ke Australia.

Pada Oktober 1945, ketika berlabuh di Tanjung Priok, Ilyas Yakub kembali ditahan dan
diasingkan. Selama sembilan bulan, dia dan istrinya berpindah-pindah, antara lain ke
Kupang, Serawak, Brunei Darussalam, dan Labuhan, Singapura.
Tahun 1946, setahun setelah Indonesia merdeka, masa tahanan Ilyas Yakub berakhir. Dia
kembali bergabung dengan kaum republik. Ilyas juga bergerak pada masa Pemerintah Darurat
Republik Indonesia (1948-1949). Tahun itu juga, Ilyas Yakub menjabat Ketua DPR Sumatera
Tengah. Kemudian, dia terpilih lagi sebagai anggota DPRD wakil Masyumi dan merangkap
sebagai penasihat Gubernur Sumatera Tengah bidang politik dan agama.
Ilyas Yakub meninggal dunia pada 2 Agustus 1958 pada usia 55 tahun dan dimakamkan di
Koto Berapak, Bayang, Pesisir Selatan.

Atas jasa-jasanya, nama Ilyas Ya’kub diabadikan sebagai nama jalan utama dan gedung
olahraga di ibukota Pesisir Selatan, Painan. Selain itu, pemerintah setempat juga membangun
sebuah patung Ilyas Yakub di perempatan jalan saat memasuki Painan dari kota Padang.

Anda mungkin juga menyukai