II.2 Etiologi
Genus Bordetela mempunyai empat spesies yaitu B. Pertusis, B.parapertusis,
B.bronkiseptika dan B.avium. Penyebab pertusis adalah Bordetella pertussis dan perlu
dibedakan dengan sindrom pertusis yang disebabkan oleh Bordetella parapertussis dan
adenovirus tipe 1,2,3 dan 5. Bordetella pertussis termasuk kokobasilus, gram negatif, kecil,
ovoid, ukuran panjang 0.5-1 µm dan diameter 0.2-0.3 µm, tidak bergerak, tidak berspora.
Dengan perwarnaan toloidin biru, dapat terlihat granula bipoler metakromatik dan
mempunyai kapsul. Untuk melakukan biakan Bordetella pertussis, diperlukan suatu media
pembenihan yang disebut bordet gengou (potato blood glycerol agar) yang ditambah
penisilin G 0.5 µg/ml untuk menghambat pertumbuhan organisme lain.
Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf
aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila
salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa
oleh saraf aferen ke pusat batuk yaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf
eferen. Reseptor batuk terdapat pada farings, larings, trakea, bronkus, hidung (sinus
paranasal), telinga, lambung, dan perikardium sedangkan efektor batuk dapat berupa otot
farings, larings, diafragma, interkostal, dan lain-lain.Proses batuk terjadi didahului inspirasi
maksimal, penutupan glotis, peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis terbuka dan
dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran
respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya
sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang
bertujuan mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini
terjadi kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan
intratorakal tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi. 5 Setelah tekanan intratorakal dan
intraabdomen meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan terjadinya ekspirasi
yang cepat, singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak
diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah fase tersebut maka otot respiratorik akan
relaksasi yang dapat berlangsung singkat atau lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila
diperlukan batuk kembali maka fase relaksasi berlangsung singkat untuk persiapan batuk.
Selama stadium ini, sejumlah besar organisme tersebar dalam inti droplet dan
penderita sangat infeksius, namun tidak tampak sakit. Pada tahap ini kuman paling
mudah di isolasi. Batuk yang timbul mula – mula malam hari, kemudian pada siang
hari dan menjadi semakin hebat. Sekret pun banyak dan menjadi kental dan
melengket. Pada bayi lendir dapat viskuos mukoid, sehingga dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas, bayi terlihat sakit berat dan iritabel.
Ketika terjadinya serangan batuk, muka akan memerah dan terjadi sianosis,
mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan adanya distensi vena leher
bahkan sampai terjadi petekia diwajah. Pada batuk paroksismal dapat terjadi secara
terus menerus hingga mucous plug pada saluran nafas menjadi hilang. Pada stadium
ini, sesudah terjadinya batuk dapat menyebabkan muntah yang menjadi salah satu ciri
khasnya, sehingga menyebabkan kecurigaan apakah anak memang benar adanya
menderita pertusis walaupun tidak disertai dengan bunyi whoop. Keadaan klinis anak
dapat menyebabkan penurunan berat badan dan anak menjadi acuh tak acuh pada
lingkungan sekitarnya disertai dengan stress emosional dan perubahan aktivitas fisik.