PENGKAJIAN KESEHATAN
PADA SISTEM IMUNOLOGI
Oleh Kelompok II :
Ainul Yakin Salam (22020115410012)
Noor Fitriyani (22020115410013)
Nia Firdianty Dwiatmojo (22020115410014)
Agus Putradana (22020115410015)
Niken Setyaningrum (22020115410018)
Sigit Harun (22020115410070)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab atas rahmat dan
hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas ini. Tugas ini berjudul
Pengkajian Kesehatan Pada Sistem Imunologi.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Untung Sujianto,
S.Kp, M.Kes selaku koordinator mata kuliah Pengkajian Kesehatan Pada
Keperawatan Dewasa yang telah memberikan tugas ini, sehingga kami memiliki
kesempatan untuk menambah wawasan tentang Pengkajian Kesehatan Pada
Sistem Imunologi.
Kami sangat menyadari dalam penyusunan tugas ini terdapat banyak
kesalahan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik maupun sarannya. Sehingga
di kemudian hari kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan Penulisan
D. BAB IV Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem pertahanan tubuh manusia yang kompleks dalam mencegah
serangan terhadap penyakit sangat kompleks. Sistem pertahanan pada
manusia terdiri dari mekanisme dan respon non spesifik serta respon imun
spesifik. Imunocompetence pada sistem imun dalam tubuh dapat
mengidentifikasi serta menginaktifkan atau menghancurkan substansi asing.
Bila sistem imun tidak responsive, maka dapat terjadi infeksi berat, penyakit
immunodefisiensi serta keganasan. Bila sistem imun bereaksi berlebihan, akan
terjadi gangguan – gangguan hipersensitivitas, seperti alergi dan penyakit
autoimmun lainnya.
Menetapkan masalah keperawatan yang terkait dengan sistem imun,
maka perawat perlu melakukan pengkajian sistem imun yang sistematis,
mencakup anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
Pengkajian keperawatan harus dilakukan secara komprehensif dikarenakan
sangat penting dalam menentukan penegakan diagnosis keperawatan.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Memberikan gambaran tentang pengkajian sistem imunologi pada
asuhan keperawatan dewasa.
2. Tujuan Khusus :
a. Memberikan gambaran tentang konsep pada sitem imun.
b. Memberikan gambaran tentang anamnesa yang diperlukan pada
sistem imun.
c. Memberikan gambaran tentang pemeriksaan fisik yang diperlukan
pada sistem imun.
d. Memberikan gambaran tentang pemeriksaan diagnostik pada
sistem imun.
BAB II
PENGKAJIAN UMUM SISTEM IMUNOLOGI
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama
dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan
penyakit, seperti bakteri, jamur dan virus.
Sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan
terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk
virus, bakteri, protozoa dan parasit..
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh
luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme.
Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh
dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel
yang teraberasi menjadi tumor. Jika sistem kekebalan bekerja dengan baik,
maka dapat melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Namun jika sistem
kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam
dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan
pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah
dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Sistem imunologi terdiri dari sel darah khusus (limfosit dan monosit) dan
struktur khusus, termasuk diantaranya nodus limfe, spleen, thymus, bone
marrow, tonsil, tonsil, adenoid, dan appendiks. Darah merupakan bagian
terpenting dari sistem proteksi ini. Meskipun darah dan sistem imun memiliki
perbedaan, keduanya pada dasarnya saling berhubungan karena sel – selnya
memiliki asalnya yang sama, yaitu sumsum tulang belakang. Selain itu sistem
imun menggunakan aliran darah untuk mentransport komponen sistem imun
ke tempat invasinya.
1. Nodus Limfe
Sistem ini terdiri atas pembuluh limfatik yang terdifusi di seluruh
tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu pada
pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan
berpatroli di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening
tempat limfosit berenang di dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh
limfatik.
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening
dalam pembuluh limfatik menyebar di seluruh tubuh dan berkontak
dengan jaringan yang berada di sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan
getah bening yang kembali ke pembuluh limfatik sesaat setelah melaku-
kan kontak ini membawa serta informasi mengenai jaringan tadi.
Informasi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh
limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini
akan diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening.
2. Lien (Limpa)
a. Anatomi Lien
Lien/spleen/limfa merupakan organ RES (reticuloendothelial system)
yang terletak di cavum abdomen pada regio hipokondrium/
hipokondriaka sinistra. Lien terletak sepanjang costa IX, X, dan XI
sinistra dan ekstremitas inferiornya berjalan kedepan sampai sejauh
linea aksilaris media. Lien juga merupakan ogan intra peritonial.
b. Morfologi Lien
Lien mempunyai 2 facies, facies diaphragmatica yang berbentuk
konvex dan facies viscelais yang berbentuk lebih datar. Facies
diaphragmatica lin berhadapan dengan diphragma dan costa IX-XI
sinistra. Sedangkan facies viceralis memiliki 3 facies, yaitu facies
renalis yang berhadapan dengan ren sinistra, facies gastric yang
berhadapan dengan gaster, dan facies colica yang berhadapan dengan
flexura coli sinistra.
c. Vaskularisasi Lien
Lien di vaskularisasi oleh arteri renalis yang merupakan cabang dari
truncus coeliacus/tripel hallery bersama arteri hepatica communis dan
arteri gastric sinistra. Tripel hallery sendiri merupakan cabang dari aorta
abdominalis yang di cbangkan setinngi vertebra thoracal XII –vertebra
lumbal I
d. Innervasi Lien
Lien diinervasi oleh persyarafan simpatis nervus sympaticus sngmen
thoracal VI – X dan persarafan parasimpatisnya oleh nervus fagus.
Fisiologis Lien : Organ limfoid terbesar, tempat pembentukan sel darah
saat fetus, tempat perombakan HB. Sewaktu janin limpa atau lien
membentuk sel darah merah dan mungkin pada orang dewasa juga
masih mengerjakannya apabila fungsi sum-sum tulang rusak. Sel darah
merah yang telah rusak di pisahkan dari sirkulasi. Limpa juga
menghasilkan limfosit yang berfungsi juga dalam perlindungan
terhadap penyakit dan mengasilkan zat-zat antibodi. Pada seluruh
jaringan dan organ-organ tubuh terdapat sel-sel tertentu yang dapat
memakan (fagositose) benda- benda asing dan bakteri atau virus.
Mereka terutama berpusat dalam kelenjar limfe, lien, hati, dan sum-sum
tulang belakang. Sel-sel ini memiliki kemampuan besar untuk
berkembng biak dan bertalian dengan limfosit dan dengan organ-organ
pembentuk darah yang bertugas dalam perlindungan tubuh terhadap
infeksi.
3. Sumsum tulang
Sumsum tulang (bahasa Inggris: bone marrow, medulla ossea)
adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang
merupakan tempat produksi sebagian besar sel darah baru. Ada dua jenis
sumsum tulang:
a. Sumsum merah, dikenal juga sebagai jaringan myeloid. Sel darah
merah, keping darah, dan sebagian besar sel darah putih
dihasilkan dari sumsum merah.
b. Sumsum kuning. Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih dan
warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak
dikandungnya.
Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak
pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu lahir, semua sumsum tulang
adalah sumsum merah. Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak
yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata
2,6 kg sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah.
Sumsum merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang
pinggul, tulang dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung,
tulang belikat, dan pada bagian lunak di ujung tulang panjang femur
dan humerus. Sumsum kuning ditemukan pada rongga interior bagian
tengah tulang panjang. Pada keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah
yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah kembali menjadi
sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel darah.
4. Tymus
Pada masa kanak-kanak, tymus merupakan organ yang mengisi
sebagian besar mediastinum superius. Tymus terdiri dari jaringan
lymphoid berbentuk agak gepeng, mempunyai 2 lobi dan tampak
berbenjol-benjol. Letaknya di belakang os sternum, tetapi pada bayi baru
lahir, dapat mencapai daerah leher melewati aperturthoracis superior
sehingga terdapat di depan pembuluh darah besar. Pada anak yang lebih
besar dan pubertas, thymus akan mengecil. Pada orang dewasa hamper
tidak dapat ditemukan lagi kecuali sebagai nodulus kecil terbungkus
jaringan ikat jarang. Thymus mendapat darah dari arteria thyroidea
inferior dan arteria thoracica interna. Fungsi thymus adalah membentuk T-
lymphocytes yang berhubungan dengan proses imunologi
5. Cincin Waldeyer
Merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur
yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-
kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, dibawah mukosa
dinding posterior faring dan dekat orifisium tubaeustachius.
6. GALT (Gutassosiated lymphoid tissue)
Sistem kekebalan saluran pencernaan yang sering disebut sebagai GALT
(Gutassosiated lymphoid tissue) dan bekerja untuk melindungi tubuh dari
invasi. Para saluran pencernaan merupakan komponen penting dari
tubuh sistem kekebalan tubuh. Bahkan, usus memiliki massa terbesar
dari jaringan limfoid dalam tubuh manusia. The GALT terdiri dari
beberapa jenis jaringan limfoid yang menyimpan sel-sel kekebalan tubuh,
seperti T dan limfosit B, yang melakukan serangan dan membela terhadap
patogen. Penelitian baru menunjukkan bahwa GALT mungkin terus
menjadi situs utama HIV kegiatan, bahkan jika terapi obat telah
mengurangi jumlah HIV dalam darah perifer.
7. BALT (bronchial-associated lymphoid tissue)
Bronkus-Associated limfoid Tissue (BALT) adalah struktur
limfoid yang dapat ditemukan di daerah peribronchial, perivaskular dan
interstisial paru-paru. BALT terdiri dari agregat limfosit yang menonjol,
sering ditandai oleh proliferasi sel B dan germinal center, didukung oleh
jaringan dendritik folikular sel pusat. Sel T dan sel dendritik Interfollicular
terletak di bawah epitel folikel terkait (FAE) dan terletak di sekitar daerah
sel B . Konstituen penting lainnya dari jaringan limfoid khusus adalah
limfatik dan venula endotel tinggi (HEVs) mengungkapkan vaskular
seluler-molekul adhesi-1 (VCAM-1).
B. IMUNITAS
1. Definisi
Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk melawan invasi organisme
dan toksin, sekaligus mencegah kerusakan jaringan dan organ.
Untuk melaksanakan fungsi ini secara efisien, sistem imun menggunakan
3 (tiga) strategi dasar, yaitu :
a. Barier fisik dan kimiawi terhadap infeksi.
b. Respon peradangan.
c. Respon kekebalan.
Barier fisik, seperti kulit dan membran mukosa mencegah invasi
hampir semua organisme ke dalam tubuh. Organisme yang melakukan
penetrasi pada barier yang pertama akan mencetuskan respon peradangan
dan kekebalan. Kedua respon meliputi sel–sel (semua variasi dari sel
primitif dalam sumsum tulang belakang).
2. Tipe Imunitas
Pertahanan atau host terhadap substansi asing adalah sama.
Sebaliknya, mikroorganisme khusus atau molekul dapat mengaktivasi
respon imun spesifik dan mengawali keterlibatan sekumpulan sel – sel
imun. Respon spesifik ini diklasifikasikan sebagai kekebalan humoral
atau cell-mediated. Respon ini diproduksi oleh Lymphocytes (sel B dan
sel T).
a. Imunitas Humoral
Pada tahapan ini terjadi respon, adanya invasi antigen yang
menyebabkan sel B membelah dan berdifferensite ke sel plasma.
Akibatnya setiap sel plasma memproduksi dan mensekresi sejumlah
besar antigen spesifik imunoglobulin (Ig) ke dalam aliran darah.
Immunoglobulin terdiri dari 5 tipe – IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM.
Setiap tipe melaksanakan fungsi yang khusus dan berbeda :
1) IgA, IgG, dan IgM melindungi terhadap invasi bakteri dan virus.
2) IgD bertindak sebagai reseptor antigen dari sel B.
3) IgE menyebabkan respon alergi.
b. Imunitas Cell-mediated
Kekebalan jenis ini melindungi tubuh dari infeksi bakteri, virus,
dan jamur. Juga
1. BONE MARROW 2. STEM CELLS 3. THYMUS
The site in the body These cells have the An organ located in the
where most of the cells
potential to chest which instructs
of the immune system differentiate and immature lymphocytes to
are produced as mature into the become mature T-
immature or stem cells.
different cells of the lymphocytes.
immune system.
4. B-LYMPHOCYTES 5. TLYMPHOCYTES 6. T-SUPPRESSOR
These lymphocytes These lymphocytes LYMPHOCYTES
arise in the bone arise in the bone These specialized
marrow and marrow but migrate to lymphocytes "suppress" T-
differentiate into the thymus where they helper lymphocytes and
plasma cells which in are instructed to thereby turn off the
turn produce mature into T- immune response.
immunoglobulins lymphocytes.
(antibodies).
7. T-HELPER 8. PLASMA CELLS 9.IMMUNOGLOBULINS
LYMPHOCYTES These cells develop These highly specialized
These specialized from B-lymphocytes protein molecules, also
lymphocytes "help" and are the cells that known as antibodies, fit
other T-lymphocytes make foreign antigens, such as
and B-lymphocytes to immunoglobulins. polio, like a lock and key.
perform their Their variety is so
functions. extensive that they can be
produced to match all
possible microorganisms
in our environment.
C. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan Sekarang.
Keluhan umum yang dialami oleh pasien yang mengalami
gangguan imunologi termasuk diantaranya fatigue atau kekurangan energi,
kepala terasa ringan, sering mengalami memar, dan penyembuhan luka
yang lambat.
Ajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail
tentang penyakit pasien, seperti :
a. Apakah anda menyadari adanya pembesaran nodus limpha?
b. Apakah anda pernah mengalami kelemahan atau nyeri sendi? Jika iya,
Kapan anda pertama kali merasakan keluhan tersebut? Apakah hal itu
menimpa sebagain dari tubuh anda atau keduanya?
c. Pernahkah dalam waktu dekat ini anda menderita rash, perdarahan
abnormal, atau slow healing sore?
d. Pernahkah anda mengalami gangguan penglihatan, demam, atau
perubahan dalam pola eliminasi?
2. Riwayat Kesehatan Dahulu.
Eksplorasi penyakit utama yang pernah diderita oleh pasien,
penyakit ringan yang terjadi secara berulang, kecelakaan atau cedera,
tindakan operasi, dan alergi. Tanyakan jika ia pernah mengalami tindakan/
prosedur yang berdampak terhadap sistem imun, seperti transfusi darah
atau transplantasi organ
3. Riwayat Keluarga dan Sosial
Klarifikasi jika pasien memiliki riwayat kanker dalam keluarga
atau gangguan hematologi atau imun. Tanyakan tentang lingkungan
dimana ia bekerja dan tinggal untuk membantu menentukan jika ia
terpapar oleh bahan kimia berbahaya atau lainnya.
4. Pemeriksaan Fisik
Efek dari gangguan sistem imun biasanya sulit untuk diidentifikasi
dan dapat berdampak pada semua sistem tubuh. Berikan perhatian khusus
pada kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa.
a. Inspeksi
1) Observasi terhadap pallor, cyanosis, dan jaundice. Juga cek
adanya erithema yang mengindikasi inflamasi lokal dan plethora.
2) Evaluasi integritas kulit. Catat tanda dan gejala inflamasi atau
infeksi, seperti kemerahan, pembengkakan, panas, tenderness,
penyembuhan luka yang lama, drainage luka, induration
(pengerasan jaringan) dan lesi.
3) Cek adanya rash dan catat distribusinya
4) Observasi tekstur dan distribusi rambut, catat adanya alopecia.
5) Inspeksi kuku terhadap warna, tekstur, longitudinal striations,
onycholysis, dan clubbing.
6) Inspeksi membran mukosa oral terhadap plak, lesi, oedem gusi,
kemerahan, dan perdarahan.
7) Inspeksi area dimana pasien melaporkan pembengkakan kelenjar
atau ‘lump’ terutama abnormalitas warna dan pembesaran nodus
lymp yang visible.
8) Observasi respiratory rate, ritme, dan energi yang dikeluarkan
saat melakukan upaya bernafas. Catat posisi pasien saat bernafas.
9) Kaji sirkulasi perifer. Inspeksi adanya Raynaud’s phenomenon
(vasospasme arteriol pada jari tangan & kaki –terkadang teling
dan hidung- secara intermitten).
10)Inpeksi inflamasi pada anus atau kerusakan permukaan mukosa.
b. Palpasi
1) Palpasi nadi perifer, dimana seharusnya simetris dan regular.
2) Palpasi abdomen, identifikasi adanya pembesaran organ dan
tenderness.
3) Palpasi joint, cek pembengkakan, tenderness, dan nyeri.
4) Palpasi nodus lymph superfisial di area kepala, leher, axilla,
epitrochlear, inguinal dan popliteal. Jika saat palpasi reveals
pembesaran nodus atau kelainan lain, catat lokasi, ukuran, bentuk,
permukaan, konsistensi, kesimetrisan, mobilitas, warna,
tenderness, suhu, pulsasi, dan vaskularisasi dari nodus.
c. Perkusi
Perkusi anterior, lateral, dan posterior dari thorax. Bandingkan satu
sisi dengan sisi lainnya. Bunyi dull mengindikasikan adanya
konsolidasi yang biasa terjadi pada pneumonia. Hiperesonan
(meningkatnya bunyi perkusi) dapat dihasilkan oleh udara yang
terjebak seperti pada asthma bronchial.
d. Auskultasi
1) Auskultasi diatas paru untuk mengecek suara tambahan yang
abnormal. Wheezing bisa ditimbulkan oleh asthma atau respon
alergi. Crackles disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
seperti pneumonia.
2) Auskultasi bunyi jantung diatas precordium. Auskultasi normal
reveals hanya bunyi jantung 1 dan 2.
3) Auskultasi abdomen untuk bunyi bowel. Gangguan autoimmun
yang menyebabkan diare, bunyi bowel meningkat. Scleroderma
(pengerasan dan penebalan kuit dengan degenerasi jaringan
konektif) dan gangguan autoimmun lainnya yang menyebabkan
konstipasi, bunyi bowel menurun.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Aglutinin, Febrile/Cold
Nilai normal :
1) Febrile aglitinin : tidak ada penggumpalan pada titer ≤ 1:180
2) Cold aglutinin : tidak ada penggumpalan pada titer ≤ 1:16
Rasional :
Febrile/cold aglutini adalah antibodi yang menyebabkan
agregasi sel darah merah dalam suhu panas atau dingin. Hal ini
dipercaya disebabkan oleh organisme infeksus yang mempunyai
grup antigenik sama dengan beberapa yang diteui oleh RBC.
Normalnya, aglutinin terjadi pada konsentrasi serum kurang dari
1:30 pengenceran
3) Febrile aglutinin terjadi pada infeksi salmonella, ricketsia,
bruselosis dan tularemia, neoplasma/leukimia.
4) Cold aglutinin terjadi pada infeksi mycoplasma pneumonia,
infulensa mononukleosis, RA, limpoma, hemolitik anemia.
Faktor yang mempengaruhi :
Faktor yang mempengaruhi teter aglutinin adalah beberapa
antibiotik (penicilin dan sevalosporin) yang mempengaruhi cold
aglutinin.
Implikasi keperawatan :
1) Sebelum pemeriksaan
Jelaskan pada pasien bahwa pemeriksaan tidak memerlukan
waktu yang lama. Pengaturan temperatur penting untuk
pemeriksaan ini; untuk col aglutinin tube dihangatkan sampai suhu
370 c sebelum diisi dengan spesimen. Untuk febrile aglutinin, tube
di dinginkan.
2) Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena pungsi.
Pastikan spesimen dikirimkan segera ke laboratorium sehingga
tidak terjadi homolisis. Lakukan pendinginan pada cold aglutinin
dan pemanasan untuk febril aglitinin. Pastikan pasien tidak terpapar
pada temperatur abnormal, yang akan mempengaruhi hasil tes.
b. Acquired immunodeficiency syndrome AIDS serology (AIDS
screening, HIV antibody tes, western blot tes untuk HIV dan
antibody, ELISA untuk HIV dan antibody)
Tipe tes : darah yang didapat dari pungsi vena sebanyak 7 ml
Nilai normal : tidak ada HIV antigen atau antibodi
Rasional :
AIDS serologi tes digunakan untuk mendeteksi antibodi HIV, virus
yang menyebabkan AIDS. HIV diketahui sebagai Human T-
lyphotropic virus tipe III (HTLV-III) atau Lymphadenopathy-
asociated virus (LAV).
Karena dampak sosial dan medis tes positif HIV antibodi, hasil tes
dan interpretasi harus akurat. Individu yang terinveksi HIV setelah
EIA screening positif diulang dan tes lain (western blot atau IFA)
untuk memvalidasi hasil positif.
ELISA untuk tes antibodi HIV dalam serum atau plasma karena ini
tidak mendeteksi antigen virus, sehingga tidak dapat mendeteksi
sebelum antibodi tebentuk. Sensitivitas ELISA tes berkisar 99% untuk
darah dari orang terinfekasi HIV 12 minggu atau lebih. Kemungkinan
false negatif bila infeksi terjadi pada minggu pertama.
P24 antigen capture asay dapat mendeteksi lebih cepat dari 2-6
minggu setelah infeksi
Faktor yang mempengaruhi hasil serologi AIDS:
1) False positif Autoimun disease, limpoploriferatif disease, leukimia,
limpoma, sipilis, alkoholik
2) False negatif pada masa awal inkubasi atau akhir AIDS
Implikasi keperawatan :
1) Sebelum pemeriksaan
Jelaskan pada pasien bahwa pemeriksaan tidak memerlukan
waktu yang lama. Ikuti pentunjuk institusi untuk menjelaskan
kerahasiaan dan informed consent. Kebanyakan pasien akan cemas
saat tes, pertahankan penjelasan yang tidak menghakimi dan
berikan waktu pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Perhatikan universal precaution untuk badan dan darah, pakai
sarung tangan saat mengambil darah. Sarung tangan yang robek
memungkinkan sebagai temap masuk virus.
2) Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena pungsi.
Ikuti kebijakan institusi untuk menyampaikan hasil tes. Hasil tidak
diberikan lewat telpon
Jika hasil tes positif, jelaskan pada pasien bahwa
dimungkinkan akibat paparan dari virus dalam tubuh. Hasil positif
tidak mengindikasikan pasien terjangkit AIDS karena tidak semua
pasien dengan antibodi positif diikuti dengan AIDS
Implikasi keperawatan
1) Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
2) Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena pungsi.
Instruksikan pasien dengan inffeksi mononukleus untuk megikuti
aspek perawatan diri: bed rest selama periode panas, gunakan
analgesik (aspirin) untuk ketidaknyamanan umum dan demam, dan
gunakan pelega tenggorokan dan berkumur dengan air hangat
untuk mengatasi tenggorokan sakit.
k. Erythrocyte sedimentation rate (ESR)
Tipe tes : darah pungsi vena perifer 5-10 ml
Nilai normal
Metode westergren
1) Pria ≤ 15 mm/jam
2) Perempuan ≤ 20 mm/jam
3) Anak ≤ 10 mm/jam
4) Bayi 0-2 mm/jam
Rasional
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah tes non-spesifik
untuk mendeteksi penyakit yang dihubungkan dengan akut atau kronik
infeksi, inflamasi (penyakit vaskuler kolagen), neoplasma, nekrosis
jaringan infark.
ESR mengukur endapan RBC dalam larutan saline atau plasma
dalam periode spesifik. Karena inflamasi, neoplasma, infeksi dan
nekrosis meningkatkan protein (terutama fibrinogen) yang mengisi
plasma, RBC cenderung bertumpuk satu dengan yang lain., yang
meningktakan berat dan menyebabkan turun dengan cepat.
Faktor yang mempengaruhi
1) Terlambat melakukan testing; hasil rendah akan terjadi ketika
spesimen dibiarkan berdiri lebih dari 3 jam sebelum tes
2) Kehamilan (trimester 2 dan 3) menyebabkan elevasi hasil
3) Menstruasi, menyebabkan elevasi hasil
4) Beberapa anemia akan menyebabkan peningkatan palsu nilai ESR
5) Polisitemia akan menurunkan nilai ESR
6) Penyakit yang meningkatkan prtein akan menunjukan peningkatan
semu ESR.
Implikasi keperawatan
1) Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
2) Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena pungsi.
l. Human lymphocyte antigen (HLA)
Tipe tes : darah vena sekitar 10 ml dalam heparin.
Nilai normal : negatif
Rasional:
Human lymphocyte antigens (HLAs) berada di permukaan WBC
dan semua nukleus sel di jaringan lainnya., HLA selalu mendeteksi
lebih mudah permukaan limfosit. Keberadaan dan kehilangan antigen
ini dijelaskan oleh 4 gen kromosom 6. Kontrol gen lain menunjukan
atau menutupi adanya HLA-A, B, C atau D.
Sistem HLA antigen digunakan untuk mengindikasikan
kompatibilitas jaringan dengan transpalntasi jaringan. Jika HLA
antigen donor tidak kompatibel dengan resipien, resipien akan
membuat antibodi untuk antigen tersebut dan mempercepat penolakan.
Survival transplanatsi jaringan meningkat jika kecocokan HLA baik.
HLA sistem juga digunakan untuk membantu mendiagnosa
beberapa penyakit. Contohnya; HLA-B27 menunjukan 80% pasien
dengan reiters sindrom.
Implikasi keperawatan
1)Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama.
2)Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena pungsi.
m. Human T-cell lymphotropic virus I/II antibody (HTLV)
Tipe tes : darah vena 7 ml
Nilai normal : negative
Rasional
Beberapa tipe HTLV, retrovirus, affect human. Virus endemik di
Jepang, pulau Karibia, Amerika selatan, dan Afrika. HTLV-I di
asosiasikan dengan T-sel leukimia dewasa/limpoma dan penyakit
neurologik seperti Spastik tropikal paraparesis. HTLV_II di
asosiasikan dengan adult hairy cell leukimia.
Meskipun HTLV dan HIV keduanya agen HIV, dan keduanyya
retrovirus, infeksi HTLV tidak dihubungkan dengan AIDS. Transmisi
HTLV hampir sama dengan transmisi HIV (cairan tubuh
terkontaminasi, obat IV, kontak seksual, menyusui).
Implikasi keperawatan
1) Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
2) Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena pungsi.
n. Imunoglobulin electrophoresis (Gamma Globulin Electrophoresis)
Tipe tes : darah pungsi vena 7 ml
Nilai normal
IgG:
Dewasa :565-1765 mg/dl
IgA:
Dewasa : 85-385 mg/dl
IgM:
Dewasa :55-375 mg/dl
IgD dan IgE : minimal
Rasional
Protein serum terdiri dari albumin dan globulin. Beberapa tipe
globulin, salah satu diantaranya adalah gamma globulin. Antibodi
berisi gama globulin protein yang dinamakan imunoglobulin
(antibodi). IgG memberikan 75% dari semua serum imunoglobulin,
merupakan mayoritas antibodi serum sirkulating. IgA 15% dalam
imunoglobulin tubuh dan terutama didalam saliva, kolostrum, sekresi
respirasi dan gastrointestinal. IgM adalah imunoglobulin terutama
berespon terhadap grup ABO darah dan rematoid faktor. IgM tidak
melewati plasenta, jadi jika ada peningkatan IgM pada bayi baru lahir
menunjukan adanya infeksi intrauterin. (rubela, sitomegalovirus, atau
STI). IgE selalu memperantarai respon alergi dan diukur untuk
mengetahui penyakt alergi. IgD yang memberikan jumlah terkecil
dalam imunoglobulin jarang dievaluaisi atau didetektsi.
Serum imun elektriforesis digunakan untuk mendetksi dan
monitoring penyakit, termasuk hipersensitifitas, defisiensi imun,
penyakit autoimun, penyakit kronik, myeloma multipel, infeksi viral
kronik, infeksi fetal intrauterin.
Implikasi keperawatan
1) Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
2) Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena pungsi.
o. Lymphocyte immunophenotyping
Tipe tes : darah pungsi vena 10 ml dalam sodium heparin, 5
ml dalam EDTA.
Nilai normal
Sel Prosentase (%) Jumlah sel/μl
Sel T 60-95 800-2500
Thelper (CD4) 60-75 600-1500
T suppressor (CD8) 25-30 300-1000
Sel B 4-25 100-450
Natural killer cell 4-30 75-500
CD4/CD8 rasio >1.0
Rasional
Semua limfosit berasal dari sel stem dalam sumsum tulang. Limfosit
yang matang di bone marrow dinamakan limfosit sel B. Limfositt ini
menyediakan humoral antibody (memproduksi antibody). Limfosit
yang mature di thymus dinamakan limfosit T, dan berespon terhadap
imunitas seluler. CD4 helper dan CD8 supresor merupakan contoh
limfosit T. Limfosit yang tidak mempunyai T atau B dinamakan
natural killer cell dan penyerang bahan kimia asing atau kanker.
Faktor yang menghambat
1)Variasi diurnal; meskipun ini tidak selalu signifikan, mungkin ada
beberapa sebab ketika limfosit rendah. Hasil yang lebih tinggi
dihitung ketika diperkirakan akhir pagi.
2)Penyakit viral ayang ada, dapat menurunkan jumlah total limfosit
3)Nikotin dan aktifitas berat dapat menurunkan limfosit, meskipun
data ini pada akhit\rnya masih menjadi pertanyaan.
4)Styeroid dapat meningkatkan jumlah limfosit
5)Obat imunosupresi akan menurunkan jumlah limfosit.
Implikasi keperawatan
1) Sebelum pemeriksaan
Jelaskan prosedur pemeriksaan pada pasien. Katakan bahwa
pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
Pertahankan sikap tidak menghakimi terhadap praktek seksual
pasien
Berikan waktu bagi pasien untuk mngekspresikan perasaannya
terkait dengan kemungkinan hasil tes
2) Setelah pemeriksaan
Berikan tekanan pada bekas vena pungsi untuk mencegah
perdarahan. Awasi adanya perdarahan pada tempat vena pungsi.
Anjurkan pasien untuk memperhatikan tempat vena pungsi.
Pasien dengan AIDS atau resipien organ adalah imunocompromi
dab mudah untuk infeksi. Minta pasien untuk mendiskusikan
harapannya terhadap informasi prognosa yang dapat ditunjukan
dari hasil tes ini.
Interpretasi hasil
CD4 = sel T helper
CD4 = 500-1600, normal
CD4 <500, TBC, diare, kandidiasis oral , limfadenopati
CD4 <200, gejala AIDS, disertai gangguan susunan syaraf pusat
CD4 <50, peningkatan probabilitas mortalitas
EUMATOID
8. Pengkajian Artritis Reumatoid
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi
(bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan
pembengkakan.
2) Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi
synovial.
a) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi).
b) Catat bila ada krepitasi.
c) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan.
3) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral.
a) Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang.
b) Ukur kekuatan otot.
4) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya.
5) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari.
b. Data Dasar Pengkajian
1) Aktivitas/Istirahat
a) Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan,
memburuk dengan stress pada sendi : kekakuan pada pagi
hari, Keletihan
b) Tanda: Malaise, Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot,
kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot
2) Kardiovaskuler
Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun
3) Integritas Ego
Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya
finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, factor-faktor
hubungan, keputusasaan dan ketidak berdayaan, ancaman
pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya
ketergantungan pada orang lain
4) Makanan dan Cairan
a) Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan/
mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat : mual,
anoreksia, kesulitan untuk mengunyah
b) Tanda: Penurunan berat badan, Kekeringan pada
membran mukosa
5) Hygine
Gejala: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
pribadi, ketergantungan pada orang lain.
6) Neurosensori
a) Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki,
hilangnya sensasi pada jari tangan
b) Tanda: Pembengkakan sendi
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala: fase akut dari nyeri, terasa nyeri kronis dan
kekakuan
8) Keamanan
Gejala: Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga, Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9) Interaksi Sosial
Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan
peran: isolasi
Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Lewis, Sharon Mantik et al. (2004). Medical Surgical Nursing Vol. 2. Mosby
Year Book. St. Louis, Missouri.
Sneltzen, Suzanne C. & Brenda G. Bare. (1996). Medical – Surgical Nursing 8th
edition. Lippincot. Philadelphia.