FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO A. Implementasi Komite Keperawatan Melalui Penerapan Caring Dalam Organisasi (Dr. Lucy Dwiantoro, S.Kp., M.Kep)
Dalam pembukaan UUD RI Tahun 1945 disebutkan bahwa salah satu
tujuan nasional Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum. Tujuan tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya pembangunan kesehatan. Penyelanggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui penyelenggraan pelayanan kesehatan termasuk juga pelayanan keperawatan. Tujuan pelayanan keperawatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal Sehingga berdampak pada kepuasan dan keselamatan klien di rumah sakit. Untuk menjamin hal tersebut maka diperlukan pelayanan keperawatan yang profesional, etis dan bermutu. Pelayanan keperawatan meruapakan salah satu pelayanan kesehatan yang sangat diperlukan di rumah sakit. Hal tersebut sangat beralasan karena kita tahu bahwa secara kuatitas/jumlah tenaga kesehatan yang paling banyak di rumah sakit adalah perawat. Proporsi jumlah tenaga keperawatan di rumah sakit adalah 60% dari total tenaga kesehatan. Disamping itu waktu pelayanan keperawatan merupakan pelayanan yang bersiklus 24 jam lamanya. Jadi ada korelasi antara pelayanan keperawatan dengan kepuasan dan keselamatan pasien di rumah sakit. Walaupun perkembangan keperawatan secara teori sudah sangat pesat namun pada kenyataanya masih banyak ditemukan pelayanan keperawatan yang kurang profesional, etis dan bermutu karena sering tidak sesuai dengan standar asuhan keperawatan. perawat cenderung untuk melakukan tugas rutin yang sebenarnya bukan merupakan tugas murni perawat bahkan tugas perawat sering kali merupakan tugas pendelegasian yang tidak jelas tangggung jawab dan tanggung gugatnya. Perawat kurang berkomitmen terhadap perkembangan profesi dan cenderung acuh. Perawat kurang belajar terus menerus (long live education) dan pengembangan diri bukan menjadi perhatian utama untuk meningkatkan mutu layanan keperawatannya. Tidak adanya motivasi dari perawat untuk mengembangkan diri dan kesempatan yang terbatas dalam pengembangan diri. Tidak hanya itu, tidak ada pembinaan etika profesi sehingga tidak jarang perawat mengalami masalah yang berkaitan dengan konflik dalam aspek etik di rumah sakit Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan suatu komite keperawatan yang membina dan mengawasi perawat sehingga mutu layanan praktik keperawatan dapat dipantau. Komite keperawatan adalah wadah non struktural rumah sakit yang mempunyai fungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi. Komite juga memiliki peran untuk mengawal pelaksanaan peraturan internal staf keperawatan (nursing staff by laws) untuk menciptakan tata kelola klinis (clinical governance) serta memberikan dasar hukum bagi mitra bertari (peer group) dalam pengambilan keputusan. Sebagai organisasi yang sangat krusial dan penting dalam keperawatan maka komite keperawatan harus menjadi sistem yang memiliki leadership yang baik. Untuk menciptakan sistem organisasi komite keperawatan yang baik maka sistem tersebut harus memiliki sifat caring dalam setiap kebijakan maupun pelaksanaannya. Caring adalah perilaku merawati adalah cara asuhan yang berhubungan dengan orang lain yang bernilai dengan memiliki rasa komitmen dan tanggung jawab pribadi (Swanson, 1999 dalam Alligood, 2010). Tahapan perilaku caring adalah knowing, being with, doing for, enabling dan maintaining belief. Leadership adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi yang dimaksud dengan Caring in Leadership adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama dengan menerapkan perilaku caring. Jadi pada intinya adalah komite keperawatan yang selama ini merupakan sebuah sistem dan menjadi leader (pemimpin) dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan haruslah memiliki sifat caring pada setiap sub-sistemnya baik yang berupa kebijakan maupun implementasinya.
B. Overview Clinical Privilege di Bidang Keperawatan (Prof. Dr. Dr.
Herkutanto, Sp. F (K), SH, LLM, FALCM) Keperawatan merupakan suatu organisasi profesional dan mandiri. Sebagai sebuah organisasi yang profesional dan mandiri sudah seharusnya anggota profesi memiliki kemampuan untuk berperilaku yang profesional dan mandiri. Profesional diartikan sebagai suatu perilaku yang sesuai dengan aturan, standar yang berlaku. Profesional dalam keperawatan dapat diartikan sebagai perilaku perawat untuk dapat bertindak memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar, baik itu standar pelayanan, standar etik, dan atau standar prosedur operasional. Hakekat profesionalisme adalah proses “MEMBAYAR HUTANG” atau disebut dengan clinical privilage yang diteriima melalui suatu sistem dengan menjaga moralitas (aspek afektif) dan juga kompetensi (aspek kognitif) dan berfokus pada klien bukan pada kepentingan diri perawat. Prinsip regulasi profesi keperawatan adalah : proteksi masyarakat (protecting the people) yaitu dengan suatu proses registrasi perawat. Jadi agar pelayanan keperawtan menjadi pelayanan prima maka harus ada mekanisme penerimaan (registrasi) perawat sehingga seorang perawat dapat dikatakan layak untuk merawat. Dua komponen utama profesionalisme adalah pertama adalah perilaku (aspek afektif), yaitu dengan menerapkan sikap yang empati, yaitu merasakan perasaan orang lain/pasien tanpa harus hanyut dalam perasaan tersebut dan caring yaitu perilaku merawati seseorang/pasien. Kedua adalah kompetensi/kecakapan (aspek kognitif), yaitu perawat harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang aik dalam bidang keperawatan dan memiliki fisik yang kompeten dalam menjalankan tugas memberikan asuhan keperawatan. Untuk menjadi perawat yang profesional perawat harus memiliki good clinical governance (penguasaan klinik yang baik). Baik atau tidaknya kompetensi perawat maka harus dinilai dengan suatu metode yang disebut dengan proses kredensial. Kredensial adalah penilai keterampilan klinik yang dimiliki oleh perawat sehingga dapat dikatakan layak untuk merawat pasien. Yang berhak melakukan penilaian kredensial adalah komite keperawatan sub komite kredensial. Proses kredensial akan melibatkan mitra bestari (peer group), praktisi medis dan clinical privilaege sehingga perawat memiliki ijin untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang tercantum pada daftar clinical privilege. Target akhir kredensial adalah perawat memiliki surat “clinical appoitment” dari rumah sakit sesuai dengan clinical privilege berdasarkan mekanisme credentialling. Hanya perawat yang memiliki clinical appoitment sajalah yang diperbolehkan melakukan tindakan medis di rumah sakit. Kesimpulannya adalah hanya perawat yang profesional yang boleh melakukan asuhan keperawatan melalui mekanisme kredensial dan clinical appoitment. Profesionalisme perawat dijaga oleh komite keperawatan memalui tiga instrumen, yaitu clinical privilege, white paper, dan mitra bestari (peer group).
C. Pengembangan Profesional Keperawatan (Dr. Prayetni, S.Kp., M.Kes)
Profesi keperawatan diakui menjadi sebuah profesi pada tahun 1983. perkembangan keperawatan dari tahun ke tahun memiliki trend yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pendidikan keperawatan, perkembangan organisasi profesi, perkembangan pelayanan keperawatan di fasilitas pelayanan keperawatan dan perkemabangan regulasi keperawatan. saat ini keperawatan dinilai sebagai sebuah profesi yang mandiri dan profesional. Terdapat dua belas aspek seseorang dapat dikatakan profesional, yaitu : be civil (memperlakukan orang dengan hormat/respect), be ethical (berdasarkan kode etik), be honest (berkata jujur), be the best (melakukan yang terbaik), be consistent (sejalan dengan nilai dan keyakinan), be communicator (galang ide, opini dan feedback dari pasien), be accountable (lakukan apa yang dikatakan), be collaborative (bermitra dengan profesi lain), be forgiving (memberi kesempatan), be current (mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan terkini), be involved (aktif dalam skala lokal dan nasional), be a model (apa yang diperbuat memcerminkan profesi). Tantangan global saat ini menuntut seorang perawat untuk menjadi perawat yang profesional. Sekarang telah ada kerjasama MRA di Indonesia dan negara ASEAN lainnya. MRA akan memiliki kebijakan untuk saling bertukar perawat di negara ASEAN, pertukaran informasi dan keterampilan dan kualifikasi. Untuk itu diperlukan kompetensi berkelanjutan yang secara terus menerus dari perawatan dalam mengintegrasikan dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, pertimbangan/penilaian dan atribut personal (sikap, nilai, kepercayaan) yang diperlukan agar praktik keperawatan aman dan etis pada peran dan tahapan yang sesuai/dirancang. Kompetensi berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan kebutuhan akan akuntabilitas, perubahan dalam praktik dan peran pelayanan kesehatan, perubahan cepat pada informasi dan teknologi dan untuk melaksankan pembelajaran sepanjang masa (live long learning). Metode-metode profesional development antara lain : Workplace assesment (pengkajian tempat kerja), Case study (studi kasus), consultation (konsultasi), coaching (pelatihan), communities of practice (komunikasi dalam perawatan), lesson study (pembelajaran), mentoring (proses pengajaran), reflecting supervision (supervisi) dan technical assistance. Kesimpulan yang dapat diambil adalah profesi keperawatan terus berkembang seiring dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat sehingga perawat harus dapat menyesuaikan diri dengan melakukan pengembangan diri baik secara ilmu pengetahuan dan keterampilan. Komite keperawatan hendakanya dapat membina perawat dlam rangka pengembanga diri perawat. Menerapkan budaya ilmiah dalam praktik sehari-hari.
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu