Anda di halaman 1dari 5

RESUME SEMINAR

Tugas Individu
AINUL YAQIN SALAM
(22020115410012)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
A. Implementasi Komite Keperawatan Melalui Penerapan Caring Dalam
Organisasi (Dr. Lucy Dwiantoro, S.Kp., M.Kep)

Dalam pembukaan UUD RI Tahun 1945 disebutkan bahwa salah satu


tujuan nasional Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum. Tujuan
tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya pembangunan kesehatan.
Penyelanggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui penyelenggraan
pelayanan kesehatan termasuk juga pelayanan keperawatan. Tujuan pelayanan
keperawatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal Sehingga berdampak pada kepuasan dan keselamatan klien di rumah
sakit. Untuk menjamin hal tersebut maka diperlukan pelayanan keperawatan yang
profesional, etis dan bermutu.
Pelayanan keperawatan meruapakan salah satu pelayanan kesehatan yang
sangat diperlukan di rumah sakit. Hal tersebut sangat beralasan karena kita tahu
bahwa secara kuatitas/jumlah tenaga kesehatan yang paling banyak di rumah sakit
adalah perawat. Proporsi jumlah tenaga keperawatan di rumah sakit adalah 60%
dari total tenaga kesehatan. Disamping itu waktu pelayanan keperawatan
merupakan pelayanan yang bersiklus 24 jam lamanya. Jadi ada korelasi antara
pelayanan keperawatan dengan kepuasan dan keselamatan pasien di rumah sakit.
Walaupun perkembangan keperawatan secara teori sudah sangat pesat
namun pada kenyataanya masih banyak ditemukan pelayanan keperawatan yang
kurang profesional, etis dan bermutu karena sering tidak sesuai dengan standar
asuhan keperawatan. perawat cenderung untuk melakukan tugas rutin yang
sebenarnya bukan merupakan tugas murni perawat bahkan tugas perawat sering
kali merupakan tugas pendelegasian yang tidak jelas tangggung jawab dan
tanggung gugatnya. Perawat kurang berkomitmen terhadap perkembangan profesi
dan cenderung acuh. Perawat kurang belajar terus menerus (long live education)
dan pengembangan diri bukan menjadi perhatian utama untuk meningkatkan mutu
layanan keperawatannya. Tidak adanya motivasi dari perawat untuk
mengembangkan diri dan kesempatan yang terbatas dalam pengembangan diri.
Tidak hanya itu, tidak ada pembinaan etika profesi sehingga tidak jarang perawat
mengalami masalah yang berkaitan dengan konflik dalam aspek etik di rumah
sakit
Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan suatu komite keperawatan
yang membina dan mengawasi perawat sehingga mutu layanan praktik
keperawatan dapat dipantau. Komite keperawatan adalah wadah non struktural
rumah sakit yang mempunyai fungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan
profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan
mutu profesi dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi. Komite juga memiliki
peran untuk mengawal pelaksanaan peraturan internal staf keperawatan (nursing
staff by laws) untuk menciptakan tata kelola klinis (clinical governance) serta
memberikan dasar hukum bagi mitra bertari (peer group) dalam pengambilan
keputusan.
Sebagai organisasi yang sangat krusial dan penting dalam keperawatan
maka komite keperawatan harus menjadi sistem yang memiliki leadership yang
baik. Untuk menciptakan sistem organisasi komite keperawatan yang baik maka
sistem tersebut harus memiliki sifat caring dalam setiap kebijakan maupun
pelaksanaannya. Caring adalah perilaku merawati adalah cara asuhan yang
berhubungan dengan orang lain yang bernilai dengan memiliki rasa komitmen dan
tanggung jawab pribadi (Swanson, 1999 dalam Alligood, 2010). Tahapan perilaku
caring adalah knowing, being with, doing for, enabling dan maintaining belief.
Leadership adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Jadi yang dimaksud dengan Caring in
Leadership adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang
diatur untuk mencapai tujuan bersama dengan menerapkan perilaku caring. Jadi
pada intinya adalah komite keperawatan yang selama ini merupakan sebuah
sistem dan menjadi leader (pemimpin) dalam peningkatan mutu pelayanan
keperawatan haruslah memiliki sifat caring pada setiap sub-sistemnya baik yang
berupa kebijakan maupun implementasinya.

B. Overview Clinical Privilege di Bidang Keperawatan (Prof. Dr. Dr.


Herkutanto, Sp. F (K), SH, LLM, FALCM)
Keperawatan merupakan suatu organisasi profesional dan mandiri.
Sebagai sebuah organisasi yang profesional dan mandiri sudah seharusnya
anggota profesi memiliki kemampuan untuk berperilaku yang profesional dan
mandiri. Profesional diartikan sebagai suatu perilaku yang sesuai dengan aturan,
standar yang berlaku. Profesional dalam keperawatan dapat diartikan sebagai
perilaku perawat untuk dapat bertindak memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan standar, baik itu standar pelayanan, standar etik, dan atau standar
prosedur operasional.
Hakekat profesionalisme adalah proses “MEMBAYAR HUTANG” atau
disebut dengan clinical privilage yang diteriima melalui suatu sistem dengan
menjaga moralitas (aspek afektif) dan juga kompetensi (aspek kognitif) dan
berfokus pada klien bukan pada kepentingan diri perawat.
Prinsip regulasi profesi keperawatan adalah : proteksi masyarakat
(protecting the people) yaitu dengan suatu proses registrasi perawat. Jadi agar
pelayanan keperawtan menjadi pelayanan prima maka harus ada mekanisme
penerimaan (registrasi) perawat sehingga seorang perawat dapat dikatakan layak
untuk merawat.
Dua komponen utama profesionalisme adalah pertama adalah perilaku
(aspek afektif), yaitu dengan menerapkan sikap yang empati, yaitu merasakan
perasaan orang lain/pasien tanpa harus hanyut dalam perasaan tersebut dan caring
yaitu perilaku merawati seseorang/pasien. Kedua adalah kompetensi/kecakapan
(aspek kognitif), yaitu perawat harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang aik dalam bidang keperawatan dan memiliki fisik yang kompeten dalam
menjalankan tugas memberikan asuhan keperawatan.
Untuk menjadi perawat yang profesional perawat harus memiliki good
clinical governance (penguasaan klinik yang baik). Baik atau tidaknya
kompetensi perawat maka harus dinilai dengan suatu metode yang disebut dengan
proses kredensial. Kredensial adalah penilai keterampilan klinik yang dimiliki
oleh perawat sehingga dapat dikatakan layak untuk merawat pasien. Yang berhak
melakukan penilaian kredensial adalah komite keperawatan sub komite
kredensial. Proses kredensial akan melibatkan mitra bestari (peer group), praktisi
medis dan clinical privilaege sehingga perawat memiliki ijin untuk melakukan
tindakan sesuai dengan yang tercantum pada daftar clinical privilege. Target akhir
kredensial adalah perawat memiliki surat “clinical appoitment” dari rumah sakit
sesuai dengan clinical privilege berdasarkan mekanisme credentialling. Hanya
perawat yang memiliki clinical appoitment sajalah yang diperbolehkan melakukan
tindakan medis di rumah sakit.
Kesimpulannya adalah hanya perawat yang profesional yang boleh
melakukan asuhan keperawatan melalui mekanisme kredensial dan clinical
appoitment. Profesionalisme perawat dijaga oleh komite keperawatan memalui
tiga instrumen, yaitu clinical privilege, white paper, dan mitra bestari (peer
group).

C. Pengembangan Profesional Keperawatan (Dr. Prayetni, S.Kp., M.Kes)


Profesi keperawatan diakui menjadi sebuah profesi pada tahun 1983.
perkembangan keperawatan dari tahun ke tahun memiliki trend yang cukup baik.
Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pendidikan keperawatan, perkembangan
organisasi profesi, perkembangan pelayanan keperawatan di fasilitas pelayanan
keperawatan dan perkemabangan regulasi keperawatan. saat ini keperawatan
dinilai sebagai sebuah profesi yang mandiri dan profesional.
Terdapat dua belas aspek seseorang dapat dikatakan profesional, yaitu : be
civil (memperlakukan orang dengan hormat/respect), be ethical (berdasarkan kode
etik), be honest (berkata jujur), be the best (melakukan yang terbaik), be
consistent (sejalan dengan nilai dan keyakinan), be communicator (galang ide,
opini dan feedback dari pasien), be accountable (lakukan apa yang dikatakan), be
collaborative (bermitra dengan profesi lain), be forgiving (memberi kesempatan),
be current (mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan terkini), be
involved (aktif dalam skala lokal dan nasional), be a model (apa yang diperbuat
memcerminkan profesi).
Tantangan global saat ini menuntut seorang perawat untuk menjadi
perawat yang profesional. Sekarang telah ada kerjasama MRA di Indonesia dan
negara ASEAN lainnya. MRA akan memiliki kebijakan untuk saling bertukar
perawat di negara ASEAN, pertukaran informasi dan keterampilan dan
kualifikasi.
Untuk itu diperlukan kompetensi berkelanjutan yang secara terus menerus
dari perawatan dalam mengintegrasikan dan menerapkan pengetahuan,
keterampilan, pertimbangan/penilaian dan atribut personal (sikap, nilai,
kepercayaan) yang diperlukan agar praktik keperawatan aman dan etis pada peran
dan tahapan yang sesuai/dirancang. Kompetensi berkelanjutan diperlukan untuk
meningkatkan kebutuhan akan akuntabilitas, perubahan dalam praktik dan peran
pelayanan kesehatan, perubahan cepat pada informasi dan teknologi dan untuk
melaksankan pembelajaran sepanjang masa (live long learning).
Metode-metode profesional development antara lain : Workplace
assesment (pengkajian tempat kerja), Case study (studi kasus), consultation
(konsultasi), coaching (pelatihan), communities of practice (komunikasi dalam
perawatan), lesson study (pembelajaran), mentoring (proses pengajaran),
reflecting supervision (supervisi) dan technical assistance. Kesimpulan yang
dapat diambil adalah profesi keperawatan terus berkembang seiring dengan
perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat sehingga perawat harus dapat
menyesuaikan diri dengan melakukan pengembangan diri baik secara ilmu
pengetahuan dan keterampilan. Komite keperawatan hendakanya dapat membina
perawat dlam rangka pengembanga diri perawat. Menerapkan budaya ilmiah
dalam praktik sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai