Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara komponen-
komponen system pembelajaran (Tim pengembangan kurikulum, 2011:190).
Learning is a process of active construction; that learning is a social
phenomenon, as well as an individual experience; and that learner differences
are resources, not obstacles (Wilson dan Petersen, 2006:1). Pembelajaran
memiliki makna luas dari istilah pengajaran. Kata pengajaran mengandung
makna bahwa kegiatan atau prosesnya hanya ada di dalam konteks pengajar
dan pembelajar di kelas secara formal, kata pembelajaran tidak hanya ada
dalam konteks pengajar dan pembelajar di kelas formal, akan tetapi juga
meliputi kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri oleh pengajar secara
fisik. Di dalam kata pembelajaran ditekankan bahwa kegiatan belajar
pembelajar melalui usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-
sumber belajar agar proses belajar mengajar dapat terlaksana.

Kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang paling penting dalam


implementasi kurikulum. Untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi
pembelajaran, dapat diketahui melalui kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran tersebut seorang pengajar sudah
seharusnya mengetahui bagaimana membuat kegiatan pembelajaran berjalan
dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran Untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien diperlukan adanya suatu inovasi untuk
mengembangkan model-model pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar
Dalam mengembangkan model-model pembelajaran, seorang pengajar harus
tahu apakah yang dimaksud dengan model pembelaran, dan pol-pola apa
pembelajaran yang ada, kemudian apakah cirri-ciri model pembelajaran yang
dapat diterima secara umum, serta bagaimana menerapkan model-model
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. (Tim Pengembangan
kurikulum, 2011:198)

Berkaitan dengan cara atau metode apa yang akan dipilih dan
digunakan dalam kegiatan pembelajaran,seorang guru harus terlebih dahulu

1
memahami berbagai pendekatan,strategi,dan model
pembelajaran.Pemahaman tentang hal ini akan memberikan tuntutan kepada
guru untuk dapat memilah,memilih,dan menetapkan dengan tepat metode
pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana prinsip-prinsip pembelajaran?
b) Bagaimana pendekatan,model,strategi dan metode pembelajaan?
c) Bagaimana jenis-jenis pendekatan,model,strategi dan metode
pembelajaran?
C. Tujuan dan Manfaat
Diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk menjadi bahan bacaan
yang berkualitas tentang pendekatan,model,strategi dan metode pembelajaran.
Manfaat penulisan makalah ini yaitu kita dapat mengetahui apa itu
pendekatan,model,strategi dan metode pembelajaran dan apa saja jenis-
jenisnya,sehingga kita bisa menentukan tindakan apa yang akan kita terapkan
dalam pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Menurut Chaedar Alwasilah dalam (Tim Pengembangan kurikulum.,
2011:182) , dengan memerhatikan bahwa hakikat pembelajaran adalah
“interaksi antara siswa dengan lingkungan pembelajaran agar tercapai tujuan
pembelajaran (perubahan perilaku)”, maka terdapat beberapa prinsip umum
pembelajaran, yaitu:
1) Prinsip Umum Pembelajaran
a) Belajar menghasilkan perubahan perilaku siswa yang relatif permanen.
b) Siswa memiliki potensi, gandrung, dan kemampuan yang merupakan benih
kodratif untuk ditumbuhkembangkan.
c) Perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami, linear,
dan sejalan dengan proses kehidupan.
2) Prinsip Khusus Pembelajaran
a) Prinsip Perhatian dan Motivasi
Perhatian adalah memusatkan pikiran dan perasaan emosional
secara fisik dan psikis terhadap sesuatu yang menjadi pusat perhatiannya.
Perhatian dapat muncul secara spontan atau karena direncanakan. Dalam
pembelajaran, perhatian akan muncul dari diri siswa apabila pelajaran
yang diberikan menarik dan dibutuhkan oleh siswa.
Perhatian dalam proses pembelajaran memiliki peranan sebagai
langkah awal dalam memicu aktivitas-aktivitas belajar. Untuk
memunculkan perhatian siswa, maka perlu disusun sebuah rancangan
bagaimana menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Gage dan
Berliner (1984) mengemukakan bahwa berdasarkan kajian teori belajar
pengolahan informasi tanpa adanya perhatian tidak mungkin akan terjadi
belajar.
Seseorang yang memiliki minat terhadap materi pelajaran tertentu,
biasanya akan lebih intensif memerhatikan dan selanjutnya timbul
motivasi. motivasi adalah dorongan atau kekuatan yang dapat
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut H. L. Petri

3
(1986), “motivation is the concept we use when we describe the forces
acting or on within an organism to initiate and direct behaviour”.
Perhatian dan motivasi seseorang tidak selamanya stabil, intensitasnya bisi
tinggi, sedang, bahkan menurun.
Motivasi dapat bersifat internal (motif intrinsik), artinya muncul
dari dalam diri sendiri tanpa ada intervensi dari yang lain, misalnya
harapan, cita-cita, minat, dan aspek lain yang terdapat dalam diri sendiri.
Motivasi juga dapat bersifat eksternal (motif ekstrinsik), yaitu muncul
karena adanya stimulus dari luar dirinya, misalnya kondisi lingkungan
kelas, sekolah, reward, pujian, dan rasa takut oleh hukuman. Motivasi
dalam belajar merupakan hal yang sangat penting dalam proses
pembelajaran.
Motivasi dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk menimbulkan
atau meningkatkan dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang
terarah pada pencapaian tujuan. Perilaku belajar yang terjadi dalam proses
pembelajaran merupakan pencapaian tujuan dan hasil belajar.
b) Prinsip Keaktifan
Anak merupakan makhluk yang aktif. Anak memiliki dorongan
untuk melakukan sesuatu, memilikin kemauan, dan keinginan. Belajar
pada hakikatnya adalah proses aktif dimana seseorang melakukan kegiatan
secara sadar untuk mengubah suatu perilaku, adanya respons terhadap
setiap pembelajaran. Proses pembelajaran, siswa harus aktif belajar dan
guru hanya membimbing dan mengarahkan. Gage dan Berliner Teori
kognitif menyatakan bahwa belajar menunjukan adanya jiwa yang aktif
dan tidak sekedar merepsons informasi, namun jiwa mengolah dan
melakukan transformasi informasi yang diterima. (Tim Pengembang
Kurikulum 2011:185).
Berdasarkan kajian teori tersebut, maka siswa sebagai subjek
belajar memiliki sifat aktif, kontruktif, dan mampu merencanakan,
mencari, mengolah informasi, menganalisis, mengidentifikasi,
memecahkan, menyimpulkan, dan melakukan transformasi kedalam
kehidupan yang lebih luas. Menurut McKeachie, individu merupakan

4
manusia yang aktif dan selalu ingin tahu, dapat menjadi masukan bahwa
dalam proses pembelajaran, guru dapat menggali dan mengembangkan
aktivitas-aktivitas pembelajaran yang berpusat pada siswa.
c) Prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Prinsip ini berhubungan dengan prinsip aktivitas, bahwa setiap
individu harus melihat secara langsung untuk mengalaminya. Hal ini
sejalan dengan pernyataan “I hear and I forget, I see and I remember, I do
and I understand”. Pendekatan pembelajaran yang mampu melibatkan
siswa secara langsung akan menghasilkan pembelajaran lebih efektif
sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Setiap kegiatan belajar
harus melibatkan diri (setiap individu) terjun mengalami. Edgar Dale
melalui penggolongan pengalaman belajarnya (kerucut pengalaman)
menyatakan bahwa “belajar yang paling baik adalah melalui pengalaman
langsung.”
Idealnya, setiap belajar harus terjadi suatu proses internalisasi bagi
pihak yang belajar, sebab belajar bukan hanya sekadar proses mengahapal
sejumlah konsep, prinsip atau fakta. Pendekatan pembelajaran yang
mampu melibatkan siswa secara langsugn secara aktif melakukan
perbuatan belajar, hasilnya akan lebih efektif dibandingkan dengan
pendekatan yang hanya sekadar menuangkan pengetahuan/informasi.
d) Prinsip Pengulangan
Teori yang dapat dijadikan sebagai petunjuk pentingnya prinsip
pengulangan dalam belajar, antara lain adalah dalil-dalil belajar yang
dikemukakan oleh Edward L. Thorndike. Kesimpulan penelitiannya telah
memunculkan tiga dalil belajar, yaitu “Law of Effect, Law of Exercise, and
Law of Readiness”.
Law of effect mengindikasikan bahwa hubungan antara stimulus
dan respons menguat dalam keadaan yang memuaskan, dan sebaliknya
akan melemah dalam keadaan yang menyebalkan. Law of Exercise
mengindikasikan bahwa hubungan antara stimulus dan respons menguat
ketika digunakan/dilakukan, dan sebaliknya akan melemah ketika praktik
dihentikan/tidak digunakan. Law of Readiness mengindikasikan bahwa

5
ketika siswa siap untuk melakukan, maka akan dilakukan dengan keadaan
memuaskan, sebaliknya bila tidak siap/terpaksa melakukan, maka akan
dilakukan dengan keadaan yang menyebalkan.
Teori lain yang berhubungan adalah teori Psikologi Gaya, manusia
memiliki sejumlah daya seperti mengamati, menanggapi, mengigat,
mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Oleh karena itu,
menurut teori ini belajar adalah melebihi daya-daya tersebut dengan
pengulangan, agar setiap daya yang dimiliki manusia dapat terarah
sehingga menjadi lebih peka dan berkembang.
e) PrinsipTantangan
Teori medan (Field Theory) menurut Kurt Lewin, mengemukakan
bahwa siswa dalam setiap situasi belajar berada dalam suatu medan atau
lapangan psikologis, siswa menghadapai suatu tujuan yang harus dicapai.
Untuk mencapai tujuan tersebut siswa dihadapakan pada sejumlah
hambatan/tantangan, yaitu materi/bahan belajar. Maka timbulah motif
untuk mengatasi hambatan tersebut dengan mepelajarinya. Pembelajaran
yang memberikan kesempatan pada siswa untuk turut menemukan konsep-
konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa
berusaha mencari dan menemukannya.
Bila dilihat dari segi penggunaan metode pembelajaran, maka
metode-metode tersebut memiliki karakteristik yang menantang yang
dapat menimbulkan motivasi belajar. Begitu pula penguatan diberikan
terhadap setiap hasil belajar siswa, apakah penguatan positif/negatif akan
menantang siswa, dan dapat menimbulkan motif belajar untuk
memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman.
f) Prinsip Balikan dan Penguatan
Seperti ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.
F. Skinner, menurutnya siswa akan belajar lebih semangat apabila
mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Apalagi hasil yang baik
merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha
belajar selanjutnya. Namun, dorongan belajar itu tidak saja oleh penguatan
positif, tetapi juga negatif. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah

6
belajar melalui pengamatan melalui metode-metode pembelajaran yang
menantang akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan
bersemangat.
g) Prinsip Perbedaan Individual
Proses belajar yang terjadi pada setiap individu berbeda satu
dengan yang lain, baik secara fisik maupun psikis. Untuk itu dalam proses
pembelajaran mengandung implikasi bahwa setiap siswa harus dibantu
untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan selanjutnya
mendapat perlakukan dan pelayanan sesuai dengan kemampuan siswa itu
sendiri. Untuk dapat memberikan bantuan belajar terhadap siswa, maka
guru harus dapat memahami dengan benar ciri-ciri para siswanya, baik
dalam menyiapkan dan menyajikan pelajaran maupun dalam memberikan
tugas-tugas dan bimbingan belajar terhadap siswa tersebut.

B. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran adalah suatu upaya mengahmpiri makna
pembelajaran melalui suatu cara pandang dan pandangan tertentu atau
aplikasi suatau cara oandang dan pandangan tertentu dalam memahami
makna pembelajaran. Berbagai pendekatan dalam rangka memahami makna
pembelajaran, antara lain : a) pendekatan filasafati, b) pendekatan psikologi,
dan c) pendekatan sistem.
a. Pendekatan Filasafati terhadap Pembelajaran
Sebagaimana telah diuaraikan pada pokok bahasan “Landasan-
landasan Pengembangan Kurikulum”, di dalam filsafat terdapat
berbagai aliran, antara lain: Idealisme, Realisme, Pragmatisme,
Eksistensialisme, dan sebagainya. Sehubungan dengan ini G. F. Kneller
(1971), E.J. Power (1982), Callahan dan Cark (1989) mengemukakan
adanya berbagai aliran filsafat pendidikan. Setiap aliran filsafat tersebut
memiliki konsepsi dan makna pembelajaran berdasarkan pendekatan
beberapa aliran filsafat pendidikan yang berbeda tersebut dipaparkan
sebagai berikut:

7
1) Idealisme: Pembelajaran adalah kegiatan tanya jawab antara guru
dengan siswa, melatih keterampilan berpikir siswa, serta
pemberian teladan dalam hal pengetahuan, nilai dan moral dalam
keyakinan dan tingkah laku guru, agar siswa dapat menemukan
jawaban atas masalah yang dihadapinya sehingga dapat menguasai
pengetahuan yang esensial yang sudah diterima benar dan berlaku
sepanjang zaman, serta dapat mengembangkan karakter dan bakat-
bakatnya.
Dalam pembelajaran, Idealisme menghendaki
diaplikasikannya strategi penemuan melalui tanya jawab dan
berpikir deduktif. Jadi, guru tidak menyajikan pesan atau materi
pembelajaran yang telah selesai diolah tuntas olehnya sendiri.
Sebaliknya, sekalipun pembelajaran ini sesungguhnya berpusat
pada bahan ajar, maka pembelajaran dalam konsepsi ini bersifat
pragmentaris atau tidak terpadu.
2) Realisme: Pembelajaran adalah kegiatan guru menciptakan
kondisi lingkungan dengan disiplin tgertentu untuk dialami siswa,
agar siswa menguasai pengentahuan yang esensial dan terbentuk
kebiasaan-kebiasaan, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, serta mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial.
Realisme menghendaki pembelajaran dan penggelolaan
kelas yang berpusat pada guru. Siswa diharapkan belajar dari
pengalaman langsung maupun tidak langsung melalui strategi
inquiry, discovery, pembiasaan, dan berpikir induktif.
Pembelajaran seperti ini sebgaimana dilakukan oleh penganut
psikologi behaviorisme yang menjadi dasar untuk model
pembelajaran modifikasi tingkah laku. Terdapat kesamaan antara
konsepsi pembelajaran menurut Realisme dengan konsepsi
pembelajaran menurut Idealisme, yaitu bahwa pembelajaran
bersifat pragmentaris atau tidak terpadu. Pembelajaran menurut

8
Realisme dapat menggunakan strategi heuristik, tetapi mungkin
pula ekspositorik.
3) Pragmatisme: pembelajaran adalah kegiatan guru memfasilitasi
dan membimbing siswa belajar memecahkan masalah melalui
aktivitas/kerja, inquiry dan, atau discovery seesuai minat, bakat
dan kebutuhan siswa, yang dilakukan secara terpadu dan
kontekstual dengan realitas yang dipandang selalu berubah, agar
siswa mampu memecahkan masalah berbagai masalah hidup
pribadi dan sosial yang dihadapinya secara demokratis.
Berbeda dengan realisme, Pragmatisme menghendaki
pembelajaran yang berpusat pada siswa, berpusat pada masalah,
berpusat pada altivitas dan bersifat interdisipliner atau terpadu.
Karena Pragmatisme menghendaki kurikulum pendidikan yang
tidak boleh terpisahkan dari keadaan masyarakat dimana siswa
berada, maka pembelajarannya juga bersifat kontekstual dan
berbasis pada masyarakat. Pragmatisme menyarankan
pembelajaran melalui problem solving, discovery dan inquiry.
Dengan demikian, Pragmatisme menyarankan strategi heuristik
dan mengutamakan strategi berpikir deduktif-induktif.
4) Konstruktivisme: Pembelajaran adalah kegiatan guru
memfasilitasi dan membimbing siswa berpikir, agar siswa dapat
mengembangkan konsep dan pengertian tentang sesuatu sebagai
hasil konstruksi aktif siswa sendiri melalui pengalaman yang
sesuai dengan situasi dunia nyata siswa.
Bagi penganut konstruktivisme, pembelajaran merupakan
suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun
pengetahuannya sendiri. Jadi pembelajaran bukanlah kegiatan
guru mentransfer pengetaahuan kepada siswa. Sebagaimana
Pragmatisme, Konstruktivisme menghendaki pembelajaran yang
berpusat pada siswa, berpusat pada masalah, berpusat pada
aktivitas, bersifat intidisipliner dan kontekstual. Sebab itu, dalam
pembelajaran siswalah yang dituntut aktif belajar atau mengolah

9
pesan. Rorty menilai Konstruktivisme sebagai salah satu bentuk
Pragmatisme (Paul Suparno. 1997).
5) Eksistensialisme: Pembelajaran adalah kegiatan guru
mendampingi siswa belajar berdasakan minat bakat dan
kebutuhan-kebutuhannya untuk sampai pada penyadaran diri dan
mengembangkan komitmen yang berhasil mengenai sesuatu yang
penting dan bermakna bagi eksistensi keberadaannya.
Eksistensialisme menyarankan pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Pembelajaran demikian adalah sebagaimana
diaolikasikan oleh para penganut psikologi humanisme yang
menjadi dasar bagi model pembelajaran personal.
6) Filsafat Pendidikan Nasional (Pancasila): Pembelajaran adalah
interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar lainnya pada
suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan pembelajaran meliputi berbagai kompetensi
yang dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional dan diarahkan
kepada pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
b. Pendekatan Psikologi terhadap Pembelajaran
Ada berbagai aliran psikologi yang dapat digunakan dalam
mendekati makna pembelajaran, tiga aliran pokok di antaranya adalah
Behaviorisme, Kognitif dan Humanisme. Yelon dan Weinstein dalam
karyanya A Teacher’s World Psychology in the Classroom (1977)
mengidentifikasikan implikasi teori belajar menurut ketiga aliran
psikologi tersebut terhadap pendidikan. Apabila kita mendekati
pembelajaran dengan menggunakan cara pandang dan pandangan
tentang belajar menurut ketiga aliran psikologi tadi, maka akan didapati
makna pembelajaran yang berbeda-beda.

10
Berikut konsepsi tentang pembelajaran berdasarkan pendekatan
ketiga aliran psikologi tersebut:
1) Behaviorisme: Pembelajaran adalah kegiatan guru menciptakan ondisi
lingkungan sebagai stimulus – berupa tugas, disiplin dan sebagainya atau
latihan setahap demi setahap secara rinci, yang diikuti dengan penguatan
secara terus-menerus, agar terjadi modifikasi tingkah laku sehingga siswa
menguasai kemampuan melakukan sesuatu. Konsep pembelajaran ini
menjadi dasar bagi model pembelajaran modifikasi tingkah laku.
2) Kognitif: Pembelajaran adalah kegiatan guru membimbing siswa melakukan
proses internal yang kompleks berupa pemrosesan informasi, inquiry dan
discovery, agar siswa dapat mengembangkan kemampuan atau fungsi-
fungsi kognitifnya secara optimal, kemampuan hubungan sosial, dan
menggunakan kecerdasannya secara bijaksana. Konsep pembelajaran ini
menjadi dasar bagi model pembelajaran pemrosesan informasi dan model
interaksi sosial.
3) Humanisme: Pembelajaran adalah kegiatan guru memfasilitasi dan
membimbing siswa belajar melalui proyek-proyek terpadu yang
menekankan pada studi-studi sosial yang didasarkan atas pemuasan
kebutuhan dan kepribadian siswa, agar siswa memperoleh pemahaman dan
pengertian, bukan hanya memperoleh pengetahuan dalam rangka
pengembangan sosial, pengembangan keterampilan berkomunikasi serta
kemampuan untuk tanggap terhadap kebutuhan kelompok dan individu,
yang pada akhirnya diarahkan untuk dapat mencapai kesempurnaan diri.
Konsep pembelajaran ini antara lain menjadi dasar bagi model pembelajaran
personal.
c. Pendekatan Sistem terhadap Pembelajaran
Berdasarkan pendekatan sistem, pembelajaran dapat dipandang
sebagai suatu keseluruhan terpadu yang terdiri atas berbagai komponen
yang saling berinteraksi secara fungsional dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Terdapat berbagai komponen yang
terlibat di dalam pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran itu
adalah tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, materi pembelajaran yang

11
akan disajikan, metode pembelajaran yang digunakan, alat bantu/media
pembelajaran yang dipakai, dan penilaian. Sebagai suatu sistem, semua
komponen pembelajaran hendaknya berinteraksi satu dengan yang lainnya
sesuai dengan fungsinya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Berdasarkan pendekatan sistem,
pembelajaran didesain melalui suatu model pembelajaran yang dulu dikenal
dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional.

C. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah pola umum rencana interaksi antara siswa
dengan guru dan sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, bila kita menganalisis
berbagai konsepsi pembelajaran, khususnya berdasarkan pendekatan filsafat
dan pendekatan psikologi, maka dapat dipahami adanya berbagai strategi
pembelajaran.
Berbagai jenis strategi pembelajaran yang dimaksud dapat dipilah
berdasarkan karakteristik sebagai berikut: a) berdasarkan rasio guru dan siswa
yang terlibat dalam pembelajaran; b) berdasarkan pola hubungan guru dan
siswa dalam pembelajaran; c) berdasarkan peranan guru dan siswa dalam
pengelolaan pembelajaran; d) berdasarkan peranan guru dan siswa dalam
mengolah pesan atau materi pembelajaran; dan e) berdasarkan proses berpikir
dalam mengolah pesan atau materi pembelajaran. Berbagai jenis strategi
pembelajaran tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh T. Raka Joni
(1980). (Tim Pengembangan Kurikulum, 2011:198)
a. Berdasarkan Rasio Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
Berdasarkan rasio guru dan siswa yang terlibat dalam pembelajaran
terdapat lima jenis strategi pembelajaran, yaitu:
1) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap sekelompok besar (satu kelas) siswa.
2) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap sekelompok kecil (5-7 orang) siswa.
3) Pembelajaran oleh seorang guru terhadap seorang siswa.
4) Pembelajaran oleh satu tim guru terhadap sekelompok besar (satu kelas) siswa.
5) Pembelajaran oleh satu tim guru terhadap sekelompok kecil (5-7 orang) siswa.

12
Strategi pembelajaran di atas merupakan alternatif yang mungkin dipilih
dan digunakan oleh setiap guru. Guru yang mendekati pembelajaran dari aliran
filsafat manapun, aliran psikologi manapun maupun guru yang menggunakan
pendekatan sistem, mempunyai kemungkinan untuk memilih salah satu dari
strategi di atas untuk digunakan pada sesi-sesi tertentu dari seluruh rangkaian
kegiatan pembelajaran yang diselenggarakannya.
b. Berdasarkan Pola Hubungan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
Berdasarkan hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran, terdapat tiga
jenis strategi pembelajaran, yaitu:
1) Pembelajaran tatap muka.
2) Pembelajaran melalui media.
3) Pembelajaran tatap muka plus melaui media.
Strategi pembelajaran di atas merupakan alternatif yang mungkin dipilih
dan digunakan oleh setia guru. Guru yang mendekati pembelajaran dari aliran
filsafat manapun, aliran psikologi manapun, maupun guru yang menggunakan
pendekatan sistem, mempunyai kemungkinan untuk memilih salah satu dari
strategi di atas untuk digunakan pada sesi-sesi tertentu dari seluruh rangkaian
kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan.
c. Berdasarkan Peranan Guru dan Siswa dalam Pengelolaan Pembelajaran
Ditinjau berdasarkan peranan guru dan siswa dalam pengelolaan
pembelajaran, pada umumnya orang mengemukakan ada dua jenis strategi
pembelajaran, yaitu:
1) Pembelajaran yang berpusat pada guru.
2) Pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada guru merupakan pilihan bagi
guru yang menggunakan pendekatan filsafat Realisme dan pendekatan
psikologi Behaviorisme. Sedangkan guru yang menggunakan pendekatan
filsafat Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Konstruktivisme. Selain itu,
strategi pembelajaran berpusat pada siswa juga merupakan pilihan bagi guru
yang menggunakan pendekatan psikologi Kognitif dan Humanisme.
Apabila kita menganalisis lebih dalam makna pembelajaran berdasarkan
pendekatan filsafat pendidikan nasional (Pancasila), khususnya berdasarkkan

13
peranan guru dan siswa yang terkandung dalam semboyan “ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karso dan tut wuri handayani”, maka kita dapat
menemukan satu strategi pembelajaran yang berbeda dari kedua strategi
pembelajaran di atas, yaitu strategi pembelajaran yang bersifat moderat.
Pembelajaran yang bersifat moderat ini maksudnya adalah pembelajaran yang
tidak ekstrem mengharuskan pembelajaran berpusat pada guru saja, tidak pula
secara ekstrem mengharuskan berpusat pada siswa saja.
Alasan untuk hal di atas anatara lain bahwa: pembelajaran yang berpusat
pada siswa perlu diperhatikan dan dilaksanakan mengingat kita meyakini
bahwa siswa adalah makhluk individual, ia adalah pribadi yang ingin menjadi
dirinya sendiri (memiliki tujuannya sendiri), memiliki berbagai bakat dan
kemampuannya sendiri. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa anak (siswa)
adalah makhluk yang bebas dan memiliki kodrat alamnya sendiri. Sebab itulah
guru hendaknya “tut wuri handayani”, guru hendaknya memberikan
kesempatan agar siswa belajar secara mandiri, kita menerima Konesp Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA). Namun demikian, karena kita juga memiliki
nilai-nilai dan norma-norma tersendiri serta memiliki dasar dan tujuan
pendidikan yang jlas, maka selain berperan untuk “ing madya mangun karso”,
guru pun punya peran untuk “ing ngarso sung tulodo” bagi para siswa sesuai
dengan dasar dan tujuan pendidikan yang diakui orang tua, masyarakat dan
bangsa. Sebab itu, memang benar kita perlu memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar mandiri sesuai dengan tujuan, minat dan bakatnya masing-
masing (pembelajaran berpusat pada siwa). Tatapi kita tidak dapat sepenuhnya
membiarkan siswa mencari dan memilih nilai-nialinya sendiri, agar tidak
menyimpang dari dasar dan tujuan pendidikan yang diharapkan. Karenanya,
guru pun harus memiliki peran untuk memberikan teladan, bimbingan dan
arahan sesuai dengan dasar dan tujuan pendidikan yang diakui (pembelaran
berpusat pada guru).

14
d. Berdasarkan Peranan Guru dan Siswa dalam Mengolah Pesan atau Materi
Pembelajaran.
Berdasarkan peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan atau materi
pembelajaran, terdapat dua jenis strategi pembelajaran, yaitu:
1) Pembelajaran ekspositorik.
2) Pembelajaran heuristik.
Setiap pembeljaran diarahkan untuk mencapai suatu tujuan, dan berkaitan
dengan pesan atau materi pembelajaran (pengetahuan, sikap, keterampilan,
nilai) tertentu. Pesan tersebut dapat diolah tuntas oleh guru sebelum
disampaikan kepada siswa, atau sebaliknya, pesan tersebut harus diolah sendiri
oleh para siswa dengan bantuan sedikit/banyak dari guru. Pembelajaran yang
menyampaikan pesan dalam keadaan telah siap atau telah diolah tuntas oleh
guru dimana siswa tinggal menerima saja disebut pembelajaran ekspositorik.
Sebaliknya, pembelajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan sendiri
disebut pembelajaran heuristik. Sebagaimana dikemukakan T. Raka Joni
(1980), strategi pembelajaran heuristik selanjutnya dibedakan lagi menjadi dua
jenis, yaitu: (a) Pembelajaran Penemuuan (Discovery) dan (b) Pembelajaran
Inkuiri (Inquiry).
Strategi heuristik merupakan strategi pembelajarn bagi guru yang
menggunakan pendekatan filsafat Pragmatisme, Eksistensialisme,
Konstruktivisme, bahkan Idealisme. Sedangkan strategi ekspositorik
merupakan strategi pembelajaran bagi guru yang menggunakan pendekatan
filsafat Realisme. Strategi pembelajran heuristik adalah pilihan bagi guru
penganut pendekatan psikologi Humanisme dan Kognitif, sedangkan strategi
ekspositorik adalah pilihan bagi guru penganut pendekatan Behaviorisme.
e. Berdasarkan Proses Berpikir dalam Mengolah Pesan atau Materi Pembelajaran
Berdasarkan proses berpikir dalam mengolah pesan atau materi
pembelajaran, terdapat tiga jenis, yaitu: 1) Pembelajaran deduktif, 2)
Pembelaaran induktif, 3) Pembelajaran deduktif-induktif. Stategi pembelajaran
deduktif merupakan pilihan bagi guru yang menganut pendekatan filsafat
Idealisme. Strategi Induktif adalah pilihan bagi guru penganut pendekatan

15
filsafat Realisme. Sedangkan strategi deduktif-induktif adalah pilihan utama
bagi guru penganut filsafat Pragmatisme..

D. Model Pembelajaran
Dorin dalam e-learning (Mudur, 2005:2) A model is a mental pictures
that helps us understand something we cannot see or experience directly. Tyler
(1986) dalam (Mulyasa, 2013) yang mengemukakan bahwa belajar adalah
“...interaction between the leamer and the external condition “.Model
pembelajaran adalah pedoman atau rangkaian strategi, pedekatan pembelajaran
berdasarkan pengajar (NC State University, 2006). Model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang
pembelajaran tatap muka didalam kelas atau dalam latar tutorial dan dalam
membentuk materiil-materiil pembelajaran termasuk buku-buku, film-film, pita
kaset, dan program media komputer, dan kurikulum (serangkaian studi jangka
panjang).
Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2009: 31)
mengemukakan bahwa model pembelajaran dibagi ke dalam empat kelompok
diantaranya adalah: Kelompok Model Pengajaran Memproses Informasi (the
information-processing family), Kelompok Model Pengajaran Sosial (the
social family), Kelompok Model Pengajaran Personal (the personal family),
dan Kelompok Model Pengajaran Sistem Perilaku (the behavioral systems
family). Model pembelajaran berdasarkan teori belajar, yaitu: model interaksi
sosial, model proses informasi, model personal, dan model modifikasi tingkah
laku. (Hamalik, 2010). Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
2) Mempunyai misi atau tujuan Pendidikan tertentu.
3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan KBM di kelas.
4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) system sosial, dan
(4) system pendukung.
5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran yang meliputi
dampak pembelajaran dan dampak pengiring.

16
6) Membuat persiapan mengajar (desai instruksional) dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilihnya.

a. Model Pembelajaran Berdasarkan teori


1) Model interaksi sosial
Model ini didasari oleh teori belajar Gestalt (field-theory). Model ini
menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat
(learning to life together). Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau
peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Makna suatu objek/peristiwa adalah terletak pada
keseluruhan bentuk (gestalt) dan bukan bagian-bagiannya. Pembelajaran akan
lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-bagian.
Aplikasi teori Gestalt dalam pembelajaran adalah:
a) Pengalaman Insight/ Tilikan. Dalam proses pembelajaran siswa hendaknya
memiliki kemampuan insight yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-
unsur dalam suatu objek. Pengajar hendaknya mengembangkan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah dengan insight.
b) Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam
suatu objek akan menunjang pembentukan pemahaman dalam proses
pembelajaran. Content yang dipelajari siswa hendaknya memiliki makna yang
jelas baik bagi dirinya maupun bagi kehidupannya di masa yang akan datang.
c) Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan. Perilaku disamping
adanya kaitan dengan SR-bond, juga terkait erat dengan tujuan yang hendak
dicapai.
d) Prinsip ruang hidup (life space). Dikembangkan oleh Kurt Lewis (teori
medan/field theoty). Perilaku siswa terkait dengan lingkungan/medan di mana
ia berada. Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi
lingkungan berada (CTL).
Model Interaksi Sosial ini mencakup Strategi Pembelajaran/ metode
pembelajaran sebagai berikut:

17
a) Kerja kelompok, bertujuan mengembangkan keterampilan, berperan serta
dalam proses bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan
interpersonal dan discovery skill dalam bidang akademik
b) Pertemuan kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri
dan rasa tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
kelompok.
c) Pemecahan masalah sosial (Inquiry Social), bertujuan untuk mengmbangkan
kemampuan memecahkan masalah –masalah sosial dengan cara berpikir logis.
d) Model Laboratorium, bertujuan untuk mengembangkan kesadaran pribadi dan
keluwesan dalam kelompok.
e) Bermain peranan, bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa
menemukan nilai-nilai sosial dan pribadi melalui situasi tiruan.
f) Simulasi sosial, bertujuan membantu siswa mengalami berbagai kenyataan
sosial serta menguji reaksi merek.
Rumpun Model Interaksi Sosial

No Model Tokoh Tujuan


1 Penentuan Herbert Perkembangan
Kelompok Telen & keterampilan untuk
John Dewey partisipasi dalam
proses sosial
demokratis melalui
penekanan yang
dikombinasikan pada
keterampilan-
keterampilan antar
pribadi (kelompok)
dan keterampilan-
keterampilan
penentu akademik.
Aspek
perkembangan
pribadi merupakan

18
hal yang penting
dalam model ini.
2 Inkuiri Sosial Byron Pemecahan masalah
Massialas & sosial, terutama
Benjamin melalui penemuan
Cox sosial dan penalaran
logis.
3 Metode Bethel Perkembangan
Laboratori Maine keterampilan antar
(National pribadi dan
Teaching kelompok melalui
Laboratory) kesadaran dan
keluwesan pribadi.
4 Jurisprudential Donald Dirancang terutama
Oliver & untuk mengajarkan
James P. kerangka acuan
Shaver jurisprudensial
sebagai cara berfikir
daan penyelesaian
isu-isu sosial.
5 Bermain Fainnie Dirancang untuk
Peran Shatel & mempengaruhi siswa
George agar menemukan
Fhatel nilai-nilai pribadi
dan sosial. Perilaku
dan nilai-nilainya
diharapkan anak
menjadi sumber bagi
penemuan
berikutnya.
6 Simulasi Sarene Dirancang untuk
Sosial Bookock & membantu siswa
Harold mengalami
Guetzkov bermacam-macam

19
proses dan
kenyataan sosial, dan
untuk menguji reaksi
mereka, serta untuk
memperoleh konsep
keterampilan
pembuatan
keputusan
Sumber : Rusman (2011). Pendekatan dan Model Pembelajaran.

2) Model Pemrosesan Informasi


Model ini berdasarkan Teori Belajar Kognitif (Piaget) dan berorientasi
pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki
kemampuannya. Pemrosesan informasi merujuk pada cara mengumpulkan/
menerima stimulus dari lingkungan: mengorganisasi data, memecahkan
masalah, menemukan konsep dan menggunakan simbol verbal dan visual.
Dipelopori oleh Robert Gagna (1985), asumsinya adalah pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan yang merupakan
hasil kumulatif dari pembelajaran. Pembelajaran merupakan keluaran dari
pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capibilities)
yag terdiri dari: (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi
kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.

Model Proses Informasi ini meliputi beberapa strategi pembelajaran,


diantaranya:
a) Mengajar induktif, yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan
membentuk teori.
b) Latihan inquiry, yaitu untuk mencari dan menemukan informasi yang
memang diperlukan.

c) Inquiry keilmuan, bertujuan untuk mengajarkan sistem penelitian dalam


disiplin ilmu, dan diharapkan akan memperoleh pengalaman dalam domai-
domain disiplin ilmu lainnya.

20
d) Pembentukan Konsep, bertujuan untuk mengembangkan intelegensi
umum, terutama berpikir logis, aspek sosial dan moral.

e) Advanced Organizer Model, bertuuan untuk mengembangkan kemampuan


memproses informasi yang efisien untuk menyerap dan menghubungkan
satuan ilmu pengetahuan secara bermakna

3) Model Personal
Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap
pengembangan diri individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini
menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan harmonis serta
mampu memproses informasi secara efektif. Model ini juga berorientasi pada
individu dan perkembangan keakuan. Menurut teori ini, guru harus berupaya
menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam
belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional maupun intelektual.
Implikasi teori humanistik dalam pendidikan adalah sebagai berikut:

a) Bertingkal laku dan belajar adalah hasil pengamatan.


b) TL yang ada, dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).
c) Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
d) Sebagian besar TL individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
e) Mengajar adalah bukan hal penting, tapi belajar siswa adalah sangat
penting (learn how to learn).
f) Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu
hubungan yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya
sebagai pribadi yang cakap.

Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran sebagai


berikut:
a) Pembelajaran non direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan
perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri)
b) Latihan kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
interpersonal atau kepedulian siswa.

21
c) Sinetik, untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan
masalah secara kreatif.
d) Sistem konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang
luwes.
4) Model Modifikasi Tingkah Laku

Model ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristik, yaitu bertujuan
mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar
dan membentuk TL dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement).
Model ini lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan
perilaku yang tidak dapat diamati. Karakteristik model ini adalah dalam hal
penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari siswa lebih efisien dan berurutan.
Ada empat fase dalam model modifikasi tingkah laku ini, yaitu fase mesin
pengajaran (CAI dan CBI), penggunaan media, pengajaran berprograma (linier
dan branching) Operant Conditioning, dan Operant Reinforcement.

5) Model Desain Pembelajaran

Model desain pembelajaran pada dasarnya merupakan pengelolaan dan


pengembangan yang dilakukan terhadap komponen-komponen pembelajaran.
Beberapa model pengembangan pembelajaran antara lain:

a) Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)

Model PPSI ini dilatarbelakangi oleh hal-hal di bawah ini:


 Berkembangnya paradigma “pendidikan sebagai suatu sistem” maka pembelajaran
menggunakan pendekatan sistem (PPSI).
 Pendidik/guru masih menggunakan paradigma “Transfer of Knowledge” belum
pada pembelajaran yang profesional.
 Tuntutan Kurikulum 1975 yang berorientasi pada tujuan, relevansi, efisiensi,
efektivitas dan kontinuitas.
Konsep dari PPSI ini adalah bahwa sistem instruksional yang
menggunakan pendekatan sistem, yaitu satu kesatuan yang terorganisasi, yang
terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sam lainnya
dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan fungsinya adalah
untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran

22
secara sistemik dan sistematis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi pendidik
dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

b) Model Glasser
Model Glasser adalah model yang paling sederhana. Ia menggambarkan
suatu desain atau pengembangan pembelajaran ke dalam empat komponen
yaitu:

INSTRUCTIONAL ENTERING INSTRUCTIONAL PERFOMANCE


OBJECTIVES BEHAVIOR PROCEDURES ASSESSMENT

Feedback
c) Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran
holistik yang bertujuan untuk membelajarkan siswa dalam memahami bahan
ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan
nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi,
maupun kultural. Sehingga siswa memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks
permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya. (Nanang, 2009).
Inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik
pembelajaran dengan kehidupan nyata. Pembelajaran konstektual memiliki 7
tahapan pokok yang harus dikembangkan oleh guru yaitu:

i. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam pendekatan
CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
ii. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari pendekatan CTL, melalui upaya
menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan

23
keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan
merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan
hasil menemukan sendiri.
iii. Bertanya (Questioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik utama CTL adalah kemampuan dan
kebiasaan untuk bertanya.
iv. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan
kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya.
v. Pemodelan (Modeling)
Kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan
segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami
hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan
model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar
siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu
mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
vi. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja
dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-
apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru
saja dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

vii. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)


Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa
memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.
Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL harus
mempertimbangkan karakteristik-karakteristik: 1) Kerja sama, 2) Saling
menunjang, 3) Menyenangkan dan tidak membosankan, 4) Belajar dengan
bergairah, 5) Pembelajaran terintegrasi, 6) Menggunakan berbagai sumber, 7)

24
siswa aktif, 8) Sharing dengan teman, 9) Siswa kritis guru kreatif, 10) Dinding
kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, 11) Laporan kepada
orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum,
karangan siswa dan lain-lain (Depdiknas, 2002:20). Program pembelajaran
konstektual hendaknya:
1) Nyatakan kegiatan utama pembelajaran, yaitu sebuah pernyataan kegiatan
siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan
indikator pencapaian hasil belajar.

2) Rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya.

3) Uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan


digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan.

4) Rumuskan skenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa
dalam melakukan proses pembelajarannya.

5) Rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada


kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat
berlangsungnya (proses) maupun setelah siswa tersebut selesai belajar.

E. Memilih Pendekatan, Strategi, dan Model Pembelajaran

Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.” Ini berarti Indonesia memiliki dasar filsafat
pendidikan tersendiri, yaitu Pancasila. Namun demikian, dalam rangka
mengembangkan dan memperkaya kebudayaan (pendidikan) nasional, kita
tetap perlu mengkaji, memilah dan memilih konsep filsafat dari aliran yang
lainnya. Sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD
1945, serta dapat mengembangkan dan memperkaya kebudayaan (pendidikan)
nasional.

Implikasi dari hal diatas, maka konsepsi pembelajaran yang kita anut
seharusnya konsepsi pembelajaranyang berdasarkan pendekatan filsafat

25
pendidikan Pancasila. Sebab itu, bagi kita pembelajaran hendaknya dipandang
sebagai interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar lainnya pada suatu
lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam interaksinya dengan siswa (dalam pembelajaran), peranan guru peranan
guru tersurat dan tersirat dalam semboyan “Ing ngarso sung tulodo, ing madya
mangun karso dan tut wuri handayani”.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prinsip pembelajaran terdiri dari prinsip umum pembelajaran, prinsip
pembelajaran khusus, prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman,
prinsip pengulangan, prinsip tantangan, prinsip balikan dan penguatan,
prinsip perbedaan individual. Terdapat juga pendekatan pembelajaran

26
yaitu pendekatan filsafati terhadap pembelajaran, penekatan psikologi
terhadap pembelajaran, pendekatan sistem terhadap pembelajaran. Strategi
pembelajaran meliputi: berdasarkan rasio guru dan siswa dalam
pembelajaran, berdasarkan pola hubungan guru dan siswa dalam
pembelajaran, berdasarkan peranan guru dan siswa dalam pengelolaan
pembelajaran, berdasarkan peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan
atau materi pembelajaran, berdasarkan proses berfikir dalam mengolah
pesan atau materi pembelajaran. Model pembelajaran terdiri dari model
interaksi sosial, pemrosesan informasi, personal, modifikasi tingkah laku,
desain pembelajaran.

B. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut, diperlukan pemahaman
khususnya bagi calon pendidik untuk mengetahui prinsip-prinsip
pembelajaran untuk diterapkan dalam pendekatan pembelajaran, strategi
pembelajaran, dan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Burder, Paul R. Brud, and David. M, (1999), Method of Effective Teaching.


Second Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Hamalik, O. (2010). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.


Joyce, Bruce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. (2009). Models of Teaching:
Model-Model Pengajaran (Edisi Delapan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

27
Kurniasih dan Syaripudin, Tatang. (2007). Landasan filosofis Pendidikan dan
Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKDP Landasan
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Mudyahardo, Redja. (2001). Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung:
Fakultas Ilmu Pendidikan

NC State University, (2006). Instructional System Design Models. [Online].


Tersedia : http://edutechwiki.unige.ch/en/Instructional_design_model. [13
November 2018]
Rusman, (2011). “Pendekatan Model dan Pembelajaran”. Jakarta: Tim
Pengembangan MKDP, Rajawali Pers.
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2011). Kurikulum &
Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2011). Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Rajawali.
Wilson, Suzanne M. dan Penelope L. Petersen. (2006). Theories of Learning and
Teaching What Do They Mean for Educators?. Washington DC: National
Education Association.

28

Anda mungkin juga menyukai