Anda di halaman 1dari 16

Nama : Reinhard Natan

NIM : G70119074

Kelas : C

TUGAS FARMAKOGNOSI

Soal :

1. Sebutkan bagian-bagian tanaman dalam bahasa latinnya


2. Deskripsikan secara lengkap tentang jamu (obat tradisional), obat herbal
terstandar dan fitofarmaka, kemudian jelaskan arti dari bagian-bagian
lambangnya
3. Jelaskan cara pengolahan simplisia dari 5 tanaman (daun, akar, rimpang,
buah dan biji)

Jawab :

1. Bagian- bagian tananaman


 Radix : Akar
 Rhizome : Rimpang
 Bulbus : Umbi lapis
 Tubera : Ubi
 Flos : Bunga
 Fructus : Buah
 Semen : Biji
 Lignum : Kayu
 Cortex : Kulit kayu
 Caulis : Batang
 Folia : Daun
 Herba : Seluruh bagian tanaman
 Amylum : Pati

2. Pertama yaitu jamu, jamu adalah obat tradisional berbahan dasar


tumbuhan yang diolah menjadi bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan
langsung minum. Umumnya obat tradisional ini dibuat dengan mengacu
pada resep warisan leluhur. Anda bisa membuat jamu sendiri di rumah
menggunakan tanaman obat keluarga (TOGA) atau dibeli dari penjual jamu
gendong.

Satu macam jamu bisa terbuat dari campuran 5-10 macam tanaman, bahkan
mungkin lebih. Setiap bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, kulit, buah,
dan bijinya bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan jamu.

Ambil contoh yang paling umum adalah jamu kunyit asam.Jamu kunyit asam
diyakini dapat membantu meredakan nyeri haid sebab kunyit mengandung
kurkumin yang mengurangi produksi hormon prostaglandin penyebab kejang otot
pada rahim. Selain itu, jamu ini juga cukup sering digunakan sebagai obat pegal-
pegal dan ramuan penghilang bau badan.

Contoh jamu umum lainnya adalah jamu beras kencur dan jamu temulawak.Jamu
beras kencur diolah dari campuran beras, kencur, asam jawa, serta gula merah
sering digunakan sebagai penambah stamina dan nafsu makan.Jamu beras kencur
juga dapat mengatasi masalah pencernaan, sesak napas, pilek, hingga sakit
kepala.Sementara itu, jamu temulawak juga berpotensi untuk mengobati masalah
osteoarthritis.

Berdasarkan Ketentuan Kepala BPOM, jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah


sampai uji klinis di laboratorium. Sebuah ramuan tradisional bisa dikatakan jamu
apabila keamanan dan khasiatnya telah terbukti berdasarkan pengalaman
langsung pada manusia selama ratusan tahun.

Bentuk lingkaran pada logo jamu melambangkan sebuah proses dan menyatakan
bahwa produk jamu tersebut termasuk dalam kategori aman. Warna hijau
merupakan perwujudan kekayaan sumber daya alam Indonesia, kemudian jari –
jari daun melambangkan serangkaian proses yang sederhana yang merupakan
visualisasi proses pembuatan jamu.

2. Obat herbal terstandar (OHT)

Obat herbal terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang terbuat dari ekstrak
atau sari bahan alam  dapat berupa tanaman obat, sari binatang, maupun mineral.
Berbeda dengan jamu yang biasanya dibuat dengan cara direbus, cara pembuatan
OHT sudah menggunakan teknologi maju dan terstandar. Produsen OHT harus
memastikan bahwa bahan-bahan baku yang digunakan dan prosedur ekstraksinya
sudah sesuai standar BPOM. Tenaga kerjanya pun harus memiliki keterampilan
dan pengetahuan mumpuni tentang cara membuat ekstrak.

Selain itu, produk OHT juga harus melalui uji praklinis di laboratorium untuk
menguji efektivitas, keamanan, dan toksisitas obat sebelum diperjualbelikan.

Sebuah produk obat tradisional komersil resmi tergolong OHT jika mencantumkan


logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” berupa lingkaran berisi jari-jari
daun 3 pasang dan ditempatkan pada bagian atas kiri dari wadah, pembungkus,
atau brosurnya.

Contoh produk OHT di Indonesia adalah Kiranti, Antangin, dan Tolak Angin.

Logo OHT berupa jari – jari daun yang trediri dari 3 pasang terletak di dalam
lingkaran dan ditempatkan di bagian atas kiri, aturan peletakan logo ini juga
berlaku untuk penandaan jamu dan fitofarmaka. Logo dicetak warna hijau dengan
dasar putih atau warna lain yang menyolok / kontras dengan warna logo,
kemudian harus dicantumkan tulisan “Obat Herbal Terstandar”. Tulisan harus jelas
dan mudah dibaca, serta dicetak dengan warna hitam.
3. Fitofarmaka

Sama seperti OHT, produk fitofarmaka terbuat dari ekstrak atau sari bahan alam
berupa tanaman, sari binatang, maupun mineral.Bedanya, fitofarmaka adalah
jenis obat bahan alam yang efektivitas dan keamanannya sudah dapat
disejajarkan dengan obat modern.

Proses produksinya sama-sama berteknologi maju dan sudah terstandar seperti


OHT, tapi produk fitofarmaka harus melewati satu lagi tahan proses pengujian
tambahan. Setelah melalui proses uji praklinis, produk OBA fitofarmaka harus
menjalani uji klinis langsung pada manusia guna menjamin keamanannya.

Sebuah produk obat tradisional boleh dipasarkan ke masyarakat jika sudah


melewati uji praklinis dan klinis.Produk fitofarmaka juga harus
mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” berupa lingkaran berisi jari-jari
daun membentuk bintang dan ditempatkan pada bagian atas kiri dari wadah,
pembungkus, atau brosurnya.

Hampir sama dengan jamu dan OHT, Bentuk lingkaran melambangkan sebuah
proses dan tanda aman. Warna hijau dan kuning merupakan perwujudan
kekayaan sumber daya alam. Stilisasi jari – jari daun yang membentuk bintang
melambangkan serangkaian proses yang cukup kompleks dalam pembuatan
fitofarmaka.

3. Tahapan pembuatan simplisia sebagai berikut:


1. Pengumpulan bahan baku
Bahan baku simplisia harus mengutamakan kwalitas untuk menghasilkan khasiat
yang terbaik dan menghindari terbentuknya zat beracun.
2. Sortasi basah
Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan asing yang tidak berguna
atau berbahaya saat pembuatan simplisia.

3. Pencucian
Pencucian berguna untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi
mikroorganisme yang menempel pada bahan.
4. Pengubahan bentuk (pengirisan)
Pengubahan bentuk dilakukan untuk memperluas permukaan sehingga lebih cepat
kering tanpa pemanasan yang berlebihan.
5. Pengeringan
Faktor yang mempengaruhi pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban
udara, aliran udara, waktu pengeringan (cepat), dan luas permukaan bahan.
6. Sortasi kering
Tujuan sortasi adalah memisahkan benda asing, seperti bagian-bagian yang tidak
diinginkan dan kotoran lain yang masih ada dan tertinggal.
7. Pengemasan dan penyimpanan
Simplisia dapat disimpan di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari
sinar matahari langsung.Penhemasan dan penyimpanan yang tepat dapat
mengindari simplisia dari kontaminasi jamur.
a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,
tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama
akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan
dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada
kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia
yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga
diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.


Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan keearah yang tidak diinginkan.

c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.


Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang
pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai
dengan persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.


Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang
digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam
berat dan lain-lain.

TAHAP PEMBUATAN

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :


A. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan.
2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di
dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada
saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah
yang terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau
tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa
belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam
tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah pada batang yang
masih hijau. Pada tahun kedua batang mulai berlignin dan kadar
hiosiamina mulai menurun sedang pada daun kadar hiosiamina makin
meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I dalam pucuk
tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat
tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh lain,
tanaman Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl
daunnya. Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini
dicapai pada saat tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz
camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua.
Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan
secara tepat memerlukan penelitian. Di samping waktu panen yang
dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari.
Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada
pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari
perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas sinar matahari.
Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :
1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah
mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar,
yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak
(Ricinus cornrnunis).
2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan
sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan
terjadinya perubahan pada buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal
labu merah (Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam
(Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa
belimbi), jeruk nipis (Citrui aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya
mentimun (Cucurnis sativus), pare (Mornordica charantia).
3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan
dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari
vegetatif ke generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam
kondisi tinggi, sehingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman
yang diambil daun pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).
4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang
diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang
atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut
terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal
sembung (Blumea balsamifera).
5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan
dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat
pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada
musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim
kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan
dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan
pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).
7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan
dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas
tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen
dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan
mesin. Dalam ha1 ini keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh
simplisia yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak
tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih
yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila
diperkirakan akan merusak senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida
dan sebagainya.
B. SORTASI BASAH
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang
dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah,
kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran
lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba
dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari
tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.

C. PENCUCIAN
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,
misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian
agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier
(1978), pencucian sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari
jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah
mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian
tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air
pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba
awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor,
maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah
dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat
pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umuln terdapat dalam air adalah
Pseudomonas, Proteus,Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan
Escherishia. Pada simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan
pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena
sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan
simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan
pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.

D. PERAJANGAN
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil
jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang
khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang
dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu
tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat
yang mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang
diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu
giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang
terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama
perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran
sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi
antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari
selama satu hari.
E. PENGERINGAN
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan
simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan
suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia
tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan
bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh
simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan.
Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face
hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu
tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang
menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada
difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan
menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening"
dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang
dikeringkan.

1. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji
dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil.
Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia
merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas
tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan
aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung
kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang
udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan.
b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman
yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa
aktif mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar
matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan
menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban,
tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah
sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu,
kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam
ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah
disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan
suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang
cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia
dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan
waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca.

G. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN


Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai
faktor luar dan dalam, antara lain :
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan
perubahan kimia pada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi
dan sebagainya.
2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami
perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan
perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk simplisia, misalnya, yang
semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan
sebagainya.
3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat
disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-
oksidasi dan sebagainya.
4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka
simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga
rnakin lama makin mengecil (kisut).
5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila
disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga
menjadi kempal basah atau mencair.
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai
sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing
(misalnya minyak yang tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).
7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada
simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya.
Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa
metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang
bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat
berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan
simplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang dikandung dan
malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai