Anda di halaman 1dari 19

MATERI HUKUM KESEHATAN

PRODI GIZI POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN

MENGENAL HUKUM DAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Oleh:

MASRUDI MUCHTAR, S.H.,M.H.

A. Indonesia Sebagai Negara Hukum

Indonesia mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum sebagaimana tercantum di

dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Ini berarti bahwa Indonesia adalah

negara yang berdasarkan atas hukum. Indonesia sebagai negara hukum memiliki

kedaulatan dan wilayah hukum yang telah diakui internasional.

Negara Indonesia sebagai negara hukum tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan

belaka, selain itu juga berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini

berarti Negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga

negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib

menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa ada kecualinya. Pernyataan bahwa

Indonesia merupakan negara hukum juga mempunyai konsekuensi, bahwa Negara

Indonesia menerapkan hukum sebagai idiologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan,

keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara, sehingga hukum itu bersifat mengikat bagi

setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya.

1
Negara hukum harus memenuhi beberapa unsur antara lain pemerintah dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya, harus berdasar hukum atau peraturan perundang-

undangan, adanya jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan

dalam Negara, adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.

Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,

kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang

sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang

berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang

lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peraturan perundang-undangan merupakan unsur yang sangat esensial dalam

sebuah negara hukum. Peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang

dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh lembaga dan atau pejabat negara yang mempunyai

(menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku (Rosjidi

Ranggawidjaja, 1998:18).

Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang

memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh

lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

Peraturan Perundang-undangan.

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan

pada asas Pembentukan PeraturanPerundang-undangan yang baik, yang meliputi:

2
a. Kejelasan Tujuan;

Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan

yang jelas yang hendak dicapai.

b. Kelembagaan Atau Pejabat Pembentuk Yang Tepat;

Setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara

atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang.

Peraturan perundang-Undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum

apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

c. Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan;

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar

memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki

peraturan perundang-undangan.

d. Dapat Dilaksanakan;

Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan

efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik

secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

e. Kedayagunaan Dan Kehasilgunaan;

Setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar

dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

f. Kejelasan Rumusan; dan

Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis

penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah,

3
serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan,

penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan

bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat

mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam

pembentukan

peraturan perundang-undangan.

Sedangkan berkaitan dengan materi muatan, Setiap Peraturan Perundang-undangan

harus mencerminkan asas:

a. Pengayoman;

Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi

memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Kemanusiaan;

Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan

pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap

warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

c. Kebangsaan;

Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat

dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip negara

kesatuan republik indonesia.

d. Kekeluargaan;

4
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan

musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Kenusantaraan;

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan

kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-

undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

f. Bhinneka Tunggal Ika;

Materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman

penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

g. Keadilan;

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

h. Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan;

Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal

yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku,

ras, golongan, gender, atau status sosial.

i. Ketertiban Dan Kepastian Hukum; dan/atau

Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan

ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

j. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan.

5
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,

masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, jenis dan

hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau yang biasa

disebut dengan istilah konstitusi merupakan hukum dasar dalam Peraturan

Perundang-undangan.

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Ketetapan MPR merupakan putusan MPR yang ditetapkan dalam sidang MPR, yang

terdiri dari 2 (dua) macam yaitu : Ketetapan yaitu putusan MPR yang mengikat baik

ke dalam atau keluar majelis, Keputusan yaitu putusan MPR yang mengikat ke dalam

majelis saja.

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah PeraturanPerundang-undangan yang

ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

d. Peraturan Pemerintah;

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

e. Peraturan Presiden;

6
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih

tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang

dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan

bersama Bupati/Walikota.

Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah

Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,

lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau

Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,

Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala

Desa atau yang setingkat.

Didalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hierarchie (urutan). Pada

hakikatnya tata urutannya berjenjang dan sesuai tingkatannya. Ada peraturan yang lebih

tinggi dan ada peraturan yang lebih rendah. Tata urutan peraturan tersebut tidak

menghendaki adanya konflik atau pertentangan satu sama lain. Tidak lain diadakannya

hierarki itu sendiri, karena memang tujuannya tidak dikehendakinya suatu ketidakpastian

7
hukum, dimana setiap aturan memiliki porsinya, memiliki kekuatannya. Adapun dalam

prosesnya, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang

lebih tinggi; mengenai aturan yang sama. Apabila terjadi konflik, munculnya dua aturan

mengenai hal yang sama, maka peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang

lebih rendah. Hakikatnya, peraturan yang rendah tersebut tidak boleh bertentangan dengan

peraturan yang lebih tinggi. Hal ini dikenal dengan prinsip/asas hukum Lex Superior

Derogat Legi Inferiori.

Pasal 2 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 merumuskan Pancasila merupakan

sumber segala sumber hukum negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala

sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan

Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara,

sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan

dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila”

Hal tersebut dapat dipahami karena cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam

Pancasila yang oleh para Bapak Pendiri Negara Republik Indonesia ditetapkan sebagai

landasan kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur dasar organisasi negara

sebagaimana dirumuskan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila

adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengungkapkan pandangan bangsa

Indonesia tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama manusia, serta

manusia dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual

di dalam masyarakat dan alam semesta.

8
B. Mengenali Hukum Dan Sumber Hukum Di Indonsia

Pada hakekatnya hukum tidak lepas dari kehidupan manusia, maka untuk

membicarakan hukum kita tidak dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia.

Setiap manusia mempunyai kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan

atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.

Sudah menjadi sifat pembawaannya bahwa manusia hanya dapat hidup dalam

masyarakat. Manusia adalah zoon politikon atau makhluk sosial dan manusia tidak dapat

hidup tanpa bantuan manusia yang lainnya. Di dalam masyarakat manusia selalu

berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi,

kontak atau hubungan satu sama lain. Kontak dapat diartikan hubungan yang

menyenangkan atau menimbulkan pertentangan atau konflik. Untuk menghindari konflik

itu maka diperlukan suatu aturan untuk mengatur tingkah laku manusia yang disebut

hukum.

Hukum merupakan suatu hal yang penting dalam mengatur dan menciptakan

ketertiban dalam masyarakat kiranya dapat teratasi, sehingga dapat dikatakan bahwa

hukum merupakan sekumpulan peraturan mengenai tingkah laku dalam masyarakat yang

harus ditaati untuk mencapai suatu tujuan.

Berkaitan dengan fungsinya sebagai pelindung kepentingan manusia dalam

masyarakat, dalam tujuan tersebut hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai,

dimana hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antara perorangan di dalam

masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta

memelihara kepastian hukum itu sendiri. Dalam fungsinya sebagai perlindungan

kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak

9
dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,

menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam

masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujannya

itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat,

membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara

kepastian hukum.

Pada Prinsipnya hukum berisi serangkaian peraturan yang berisi perintah dan/atau

larangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Peraturan-peraturan yang hidup di

masyarakat itulah yang dinamakan kaedah hukum. Agar peraturan-peraturan hidup

kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga menjadi kaedah hukum. Maka

peraturan kemasyarakatan tersebut harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan

demikian, hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa setiap orang supaya mentaati

tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman)

terhadap siapa saja yang tidak mau mematuhinya.

Istilah tentang apa yang dimaksud sebagai hukum, tergantung pada sudut pandang

apa yang digunakan seseorang. Hukum dapat diartikan juga dalam artian yang metaforis

seperti misalnya jika kita mengatakan tentang hukum-hukum fisika atau hukum-hukum

kimia, demikian pula hukum benda-benda, artinya jika yang memandangnya seorang

sosiolog, atau seorang sejarawan, seorang filosof, maka sudut pandangnya akan berbeda-

beda, tergantung ia menganut aliran hukum apa.

Para pakar mendifinisikan arti hukum berbeda-beda, hal tersebut karena sangat sulit

untuk membuat sebuah definisi tentang hukum yang sempurna, sebagai pengantar tidak

10
ada salahnya dikemukakan beberapa pengertian hukum dari para pakar hukum, di

antaranya (CST. Kansil:1979:35-36):

1. E.M. Mayers dalam bukunya ”De Algemene Begrippen van Het Burgerlijk

Recht”“Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,

ditujukan kepada tingkah laku dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi

peguasa-penguasa negara dalam melakukan tujuannya”.

2. Leon Duguit

“Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang ada

penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai

jaminan kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi

bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”

3. Immanuel Kant

“Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari

orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain,

menurut peraturan hukum tentang kemerdekaan”.

4. Utrecht

“Hukum itu himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-

larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati

oleh masyarakat itu”.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur

hukum ialah:

a) Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;

b) Peraturan itu diadakan atau di buat oleh badan-badan resmi yang berwajib;

11
c) Peraturan itu bersifat memaksa;

d) Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Pada hakikatnya hukum merupakan suatu hal yang penting dalam mengatur dan

menciptakan ketertiban dalam masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum

merupakan sekumpulan peraturan mengenai tingkah laku dalam masyarakat yang harus

ditaati untuk mencapai suatu tujuan.

Berkaitan dengan fungsinya sebagai pelindung kepentingan manusia dalam

masyarakat, dalam tujuan tersebut hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai,

dimana hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antara perorangan di dalam

masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta

memelihara kepastian hukum itu sendiri. Dalam fungsinya sebagai perlindungan

kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak

dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,

menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam

masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujannya

itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat,

membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara

kepastian hukum.

Pada Prinsipnya hukum berisi serangkaian peraturan yang berisi perintah dan/atau

larangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Peraturan-peraturan yang hidup di

masyarakat itulah yang dinamakan kaedah hukum. Agar peraturan-peraturan hidup

kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga menjadi kaedah hukum. Maka

peraturan kemasyarakatan tersebut harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan

12
demikian, hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa setiap orang supaya mentaati

tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman)

terhadap siapa saja yang tidak mau mematuhinya.

Berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh hukum, Berbagai pakar di

sanitariang hukum maupun sanitariang ilmu sosial lainnya, mengemukakan pandangannya

masing-masing tentang tujuan hukum, sesuai dengan titik tolak serta sudut pandang

mereka, diantaranya (R.Soeroso,1996:56-57):

1. Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum”

mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan,

kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat.

2. Subekti, dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan” mengemukakan

bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan

kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya, dengan cara menyelenggarakan

“keadilan” dan “ketertiban”.

3. Apeldoorn, dalam bukunya “Inleiden tot de studie van het Nederlandse recht”

menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat

secara damai dan adil.

4. Aristoteles, dalam bukunya “Rhetorica”, mencetuskan teorinya bahwa, tujuan

hukum menghendaki semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh

kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.

5. Jeremy Bentham, dalam bukunya “Introduction to the morals and legislation”

mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.

6. Van Kan, berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap

13
manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

7. Rusli Effendy mengemukakan bahwa tujuan hukum dapat dapat dikaji melalui

tiga sudut pandang, yaitu :

a. Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititik beratkan pada

segi kepastian hukum.

b. Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada

segi keadilan.

c. Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan

pada segi kemanfaatan.

Berbicara tentang hukum tentu tidak bisa dilepaskan mengenai pembahasan tentang

sumber hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo (1991:63), sumber hukum adalah tempat

kita dapat menemukan atau menggali hukum. Sedangkan menurut Suroso (1996:117),

sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan

memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang

tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Menurut Sudikno Mertokusumo (1991:63), kata

sumber hukum sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu:

• Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya
kehendak tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.

• Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan kepada hukum yang sekarang

berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi.

• Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada

peraturan hukum (penguasa, masyarakat)

14
• Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undang-

undang, lontar, batu bertulis dan sebagainya.

• Sebagai sumber terjadinya hukum; sumber yang menimbulkan aturan hukum.

Beberapa ahli hukum membagi sumber hukum yang masing-masing memiliki

konsep pengertian yang berbeda antara yang satu dengan lainnya, Van Apeldoorn

membedakan empat macam sumber hukum yaitu: 1). Sumber hukum dalam arti historis,

2). Sumber hukum dalam arti teleologis, 3). Sumber hukum dalam arti filosofis, 4). Sumber

hukum dalam arti formil. Achmad Sanoesi membagi sumber hukum menjadi dua

kelompok, yaitu: 1). Sumber hukum normal (terbagi menjadi sumber hukum yang langsung

atas pengakuan undang-undang), 2). Sumber hukum abnormal. Algra membagi sumber

hukum menjadi 1). Sumber hukum materiil, dan 2). Sumber hukum formil (Sudikno

Mertokusumo,1991:63).

Dari berbagai konsep pembagian sumber hukum diatas, yang umum dipakai adalah

pembagian sumber hukum sebagai mana yang disampaikan oleh Algra, yakni sumber

hukum materiil dan sumber hukum formil. Berikut penjelasan singkatnya:

1. Sumber Hukum Materiil

Sumber hukum materiil merupakan tempat dari mana materi hukum itu diambil.

Sumber hukum materiil merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum,

seperti situasi sosial, politik, ekonomi, keagamaan dan sebagainya.

2. Sumber Hukum Formil

Merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan

hukum. Sumber hukum formil berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan

peraturan hukum itu formal berlaku. Pada hakikatnya Sumber hukum formil

15
membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk

hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formil ini merupakan

sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.

Sumber hukum formil dapat juga dipandang sebagai cara terjadinya hukum dalam

sebuah negara. Sumber formil yang melihat dari mana hukum berlaku dan mengikat

hakim serta penduduk. Sumber hukum inilah yang paling penting di dalam

mempelajari hukum. Adapun yang termasuk Sumber-sumber Hukum Formal adalah:

a. Undang-undang;

Undang-undang di sini identik dengan hukum tertutlis (ius scripta) sebagai lawan

dari hukum yang tidak tertulis (ius non scripta). Pengertian hukum tertulis sama

sekali tidak dilihat dari wujudnya yang ditulis dengan alat tulis. dengan perkataan

lain istilah tertulis tidak dapat kita artikan secara harfiah, namun istilah tertulis di

sini dimaksudkan sebagai dirumuskan secara tertulis oleh pembentukan hukum

khusus (speciali rechtsvormende organen).Dengan kata lain undang-undang

merupakan peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara, dan

tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

b. Kebiasaan;

Kebiasaan merupakan perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang

dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat,

dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga

tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran

perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan hukum, yang

oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum. Contoh tanda menyerah dalam

16
suatu peperangan adalah adalah dengan cara mengibarkan bendera (kain)

berwarna putih. Cara ini bersumber dari kebiasaan internasional, sehingga setiap

negara/tentara yang melanggarnya dapat dijatuhi sanksi.

c. Perjanjian (traktat/treaty);

Apabila dua orang atau dua pihak mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang

sesuatu hal, maka mereka lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian tersebut,

mereka terikat pada isi perjanjian yang telah dibuatnya.Termasuk perjanjian

antarnegara dan perjanjian antarwarganegara. Dalam masalah perjanjian dikenal

istilah Pacta Sunt Servanda, artinya bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang

mengadakannya atau perjanjian harus ditaati dan ditepati. Perjanjian yang dibuat

oleh negara disebut perjanjian antarnegara atau perjanjian internasional (traktat).

Traktat juga mengikat warga negara dari negara-negara yang bersangkutan. Jika

traktat hanya diadakan/dibuat oleh dua negara, traktat tersebut disebut traktat

bilateral dan bersifat tertutup. Apibila diadakan/dibuat oleh lebih dari dua negara

disebut traktat multilateral. Traktat ini memberikan kesempatan kepada negara-

negara yang tidak menandatangani traktat untuk menggabungkan atau

mengikatkan diri dengan traktat tersebut, maka traktat tersebut adalah traktat

kolektif atau traktat terbuka, contoh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

d. Yurisprudensi;

Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan hakim sebelumnya yang

dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh hakim berkutnya dalam

mengambil keputusan.

e. Doktrin;

17
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum yang terkemuka yang besar

pengaruhnya terhadap hakim dalam mengambil keputusan. Seringkali hakim

dalam keputusannya menyebut pedapat para sarjana hukum sebagai dasar

pertimbangan dalam memutuskan perkara tertentu. Untuk menjadi sumber hukum

formil, doktrin harus memenuhi syarat tertentu yakni doktrin menjelma menjadi

keputusan hakim.

Jika dikatakan bahwa hukum pada hakikatnya merupakan norma, dan tiap-tiap

norma pasti mengandung nilai, maka sekilas segera terjawab bahwa isi dari hukum

sesungguhnya adalah nilai. Nilai yang dimaksud disini tidak lain adalah etika atau moral (

dalam pengertian lebih luas moralitas).

Sebagaimana penulis jelaskan sebelumnya bahwa etika atau moral merupakan hasil

penilaian tentang baik-buruk manusia sebagai manusia. Pengertian manusia di sini baik

secara pribadi (individu) maupun secara berkelompok (masyarakat). Penilaian di sini

berarti suatu tindakan memberi nilai atau meletakkan suatu kualitas tertentu terhadap

seseorang atau masyarakat. Pada prinsipnya etika atau moral ( dalam pengertian lebih luas

moralitas) pada diri seseorang atau suatu masyarakat digunakan dalam dua hal, yakni:

1. Sebagai standar normatif evaluasi (normative standards of evaluation), dan

2. Aturan normatif perilaku (normative rules of conduct)

Dari pengertian standar normatif evaluasi dan aturan normatif perilaku, dapat

disimpulkan bahwa yang pertama berkaitan dengan aktivitas menilai dalam arti proses, dan

kedua dalam arti produk.

Isi dari norma hukum adalah nilai-nilai, yaitu etika atau moral ( dalam pengertian

lebih luas moralitas) yang digunakan seorang individu atau sekelompok masyarakat dalam

18
dua hal tersebut. Norma hukum dapat digunakan untuk mengevaluasi sikap dan perilaku

yang pernah dibuat, atau untuk mengukur sikap dan perilaku tertentu yang akan dilakukan.

Etika atau moral ( dalam pengertian lebih luas moralitas) adalah isi atau substansi

dari norma hukum. Etika atau moral ( dalam pengertian lebih luas moralitas) mengandung

nilai-nilai yang ingin ditegakkan. Etika atau moral inilah yang menunjukkan misi yang

diemban oleh tiap-tiap norma hukum. Norma hukum dibuat oleh manusia dan untuk

manusia. Sehingga, norma hukum tanpa misi etika atau moral di dalamnya, ia akan

bertentangan dengan hakikat kemanusiaan itu sendiri.

19

Anda mungkin juga menyukai