Anda di halaman 1dari 10

AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I + LABORATORIUM

FORUM PERTEMUAN KE 3

DOSEN

Agustin Fadjarenie, Dr. M.Ak, CA, Ak

DISUSUN OLEH

Resty Arum Pambayu (43218010091)

UNIVERSITAS MERCU BUANA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

AKUNTANSI

2019/2020
PENDAHULUAN

Kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi

untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada

indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan

keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu. Rasio keuangan dapat

digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan (Toto, 2011:332).

Terdapat tiga faktor penyebab kebangkrutan atau kegagalan perusahaan yaitu (Sartono, 1994):

1. Perusahaan yang menghadapi technically insolvent, jika perusahaan tidak dapat

memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo tetapi asset perusahaan nilainya lebih

tinggi daripada hutangnya.

2. Perusahaan yang menghadapi legally insolvent, jika nilai asset perusahaan lebih rendah

daripada nilai utang perusahaan.

3. Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan yaitu jika tidak dapat membayar utangnya

dan oleh pengadilan dinyatakan pailit.

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar

arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk: Insolvensi Teknis dan

Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat dianggap

gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Jika perusahaan

mencapai tahap tidak solvabel, pada dasarnya ada dua pilihan, yaitu likuidasi (kebangkrutan)

atau reorganisasi.
PEMBAHASAN

A. HUKUM DI INDONESIA TENTANG KEBANGKRUTAN

Bangkrut atau pailit berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 2 ayat 1

tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang menjelaskan, sita umum atas

semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator

dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana di atur dalam undang undang ini.

Kebangkrutan bukan hanya ketidakmampuan suatu perusahaan bersaing, melainkan perjanjian

kerjasama dengan perusahaan lain yang dibuat oleh suatu perusahaan dapat juga menjadi

penyebabnya. Hal ini dapat terjadi apabila ada suatu perusahaan melakukan suatu perjanjian

kerjasama dengan perusahaan lain, ternyata setelah perjanjian tersebut berlangsung beberapa

waktu, perusahaan yang menjadi debitur tidak dapat membayar utangnya kepada pihak kreditor

sebagaimana mestinya dan utang tersebut telah dinyatakan jatuh tempo.

Ada beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban

pembayaran utang.

 Pertama, untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada

beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur.

 Kedua, untuk menghindari adanya kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang

menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan

kepentingan debitur atau para kreditur lainnya.

 Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah

seorang kreditur atau debitur sendiri.


Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya bahwa tujuan dari kepailitan adalah guna memberikan

bagian kepada kreditur terhadap kekayaan debitur berdasarkan besaran hak masing-masing

kreditur. Oleh karena itu mekanisme serta persyaratan pengajuan kepailitan di dalam Undang-

Undang No. 37 Tahun 2004 di permudah agar para kreditur tidak mengalami kesulitan yang

berarti dalam proses untuk mendapatkan piutangnya.

B. PERLAKUAN AKUTANSI

Suatu perusahaan dinyatakan pailit maka segala pengelolaan kekayaan dilakukan oleh

kurator dan diawasi oleh hakim pengawas, proses pailit dilanjutkan ke proses likuidasi ketika

tidak diperoleh kesepakatan antara debitur dan kreditur. Kemudian Tim likuidasi dibentuk.

Kurator (Trustee) adalah perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili

diwilayah Indonesia yang memiliki kehlian khusus untuk melakukan pengurusan dan

pemberesan harta pailit dan telah terdaftar di Depkeh.

Penjualan assets dalam proses likuidasi oleh tim likuidasi harus memperhatikan hal-hal berikut:

 Assets debitur pailit tidak memiliki cacat hukum dan marketable,

 Harga patokan merupakan harga penilaian dari penilai independent.

 Assets yang dilelang sebaiknya ditawar/ diminati oleh lebih dari satu penawar

(bidder)

 Penawaran dilakukan secara tertulis.

 Keputusan penjualan diputuskan setelah memperoleh persetujuan seluruh anggota tim

likuidasi.
Akuntansi tim likuidasi, setelah data finansial perusahaan pailit diketahui maka dengan

dasar data tersebut harta pailit diserahkan kepada tim likuidasi sebagai pihak yang menangani

perusahaan pailit tersebut untuk:

 Mengelola perusahaan pailit.

 Menjual assets-assets.

 Membayar kreditur.

 Mengembalikan dana pemilik jika terdapat efisiensi assets terhadap kewajiban.

Dengan jurnal yang dilakukan oleh tim likuidasi maka pengelolaan perusahaan pailit ada

pada tim likuidasi. Selanjutnya setiap transaksi yang terkaitdengan operasional perush pailit

dicatat, transaksi tersebut antara lain:

 Penjualan harta pailit.

 Pembayaran kpd kreditur.

 Penghapusan aktiva yang tidak dp direalisasi dr pembukuan.

 Pembayaran biaya operasional perush pailit.

 Pembayaran honorariumtim likuidasi.

C. PEMBAHASAN CHAPTER 18

Tujuan utama undang-undang kepailitan adalah untuk mencegah kreditur individual

memberikan tekanan untuk melakukan likuidasi (forcing to liquidation) terhadap perusahaan

nilainya lebih berharga apabila perusahaan tersebut tetap menjalankan bisnisnya. Hal tersebut

ditujukan juga agar tekanan menyebabkan kerugian bagi pemangku kepentingan lainnya.
Hukum kepailitan bersifat fleksibel karena menyediakan ruang untuk negosiasi antara

perusahaan, kreditor, angkatan kerja, dan pemegang sahamnya. Sebuah kasus dibuka dengan

mengajukan sebuah petisi dengan salah satu dari 291 pengadilan kebangkrutan yang melayani 90

distrik peradilan. Petisi tersebut dapat bersifat sukarela atau tidak disengaja; Itu bisa diajukan

baik oleh manajemen perusahaan atau oleh para krediturnya. Setelah mengajukan pengajuan,

sebuah komite kreditur tanpa jaminan kemudian ditunjuk oleh Kantor UE untuk melakukan

negosiasi dengan manajemen untuk reorganisasi, yang dapat mencakup restrukturisasi hutang.

Di bawah Bab 11, wali amanat akan ditunjuk untuk mengambil alih perusahaan jika

pengadilan menganggap manajemen saat ini tidak kompeten atau jika kecurigaan dicurigai.

Biasanya, manajemen yang ada tetap memegang kendali. Jika tidak ada reorganisasi yang adil

dan layak dapat dilakukan, hakim kebangkrutan akan memerintahkan agar perusahaan tersebut

dilikuidasi berdasarkan prosedur yang dijabarkan di Bab 7 dari Undang-Undang Kebangkrutan,

dalam hal ini wali amanat akan selalu ditunjuk.

Dalam kasus likuidasi Bab 7 dan kasus reorganisasi Bab 11, perusahaan debitur diharuskan

untuk melakukan hal-hal berikut:

1. Ajukan daftar kreditor, jadwal aset dan liabilitas, dan laporan debitur urusan keuangan.

2. Bekerjasama dengan wali sebagaimana diperlukan untuk memungkinkan wali amanat

untuk melakukan tugasnya.

3. Menyerahkan semua properti kepada wali amanat, termasuk buku, dokumen, catatan,

makalah yang berkaitan dengan perkebunan dalam kasus yang melibatkan wali amanat.

4. Muncul di persidangan sesuai kebutuhan.


Identifikasi kreditor dan pengarsipan dokumen mungkin memakan waktu beberapa bulan. Ini

adalah tugas penting karena kreditor yang telah diberitahu tentang proses kebangkrutan hanya

dapat menerima sebagian dari klaim mereka. Para kreditor yang tidak diberitahu berhak untuk

jumlah penuh.

D. PERBANDINGAN DENGAN PEMBAHASAN CHAPTER 18

Peraturan perundangan yang mengatur tentang kepailitan di Indonesia, yaitu Undang-

undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang mulai berlaku sejak 18 Oktober 2004. Tujuan

utama dari kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan

debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau

eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama

sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai hak masing-masing.

Hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia memiliki banyak perbedaan dengan hukum

kepailitan yang berlaku di AS. Perbedaan tersebut meliputi sistematika dalam hukum kepailitan

masing-masing negara. Demikian pula dengan perbedaan terkait pihak-pihak yang dinyatakan

pailit, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, prosedur dan tata cara pengajuan

permohonan pernyataan kepailitan, penundaan kewajiban pembayaran utang, jangka waktu yang

harus ditempuh, hukum acara yang dipergunakan, reorganisasi perusahaan dan lain-lain.

Di samping perbedaan di atas, terdapat beberapa persamaan yang ada dalam hukum

kepailitan yang berlaku di Indonesia dengan hukum kepailitan yang berlaku di AS. Di antaranya

adalah terkait dengan definisi pengertian antara kreditor, debitor, dan kurator. Selain itu, terdapat
persamaan dalam hal lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia dengan

Reorganizarion di Amerika Serikat. Dalam hukum kepailitan di Indonesia dan AS juga sama-

sama memungkinkan kreditor dan debitor untuk menyelesaikan sengketa kepailitan di luar

pengadilan.
PENUTUP

Kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk

melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada

indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan

keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu.

Bangkrut atau pailit berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 2 ayat 1 tentang

kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang menjelaskan, sita umum atas semua

kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana di atur dalam undang undang ini.

Undang-undang kebangkrutan AS pertama kali diberlakukan pada tahun 1898. UU tersebut

kemudian dimodifikasi secara substansial pada tahun 1938 dan 1978, serta beberapa penyesuaian

dilakukan pada tahun 1986. Pada tahun 2005, Kongres mengubah ketentuan kebangkrutan lebih

lanjut, mempercepat proses kebangkrutan bagi perusahaan dan,mengatur proses yang lebih sulit

bagi konsumen untuk memanfaatkan ketentuan yang bisa menghapus hutang tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

 Penjelasan umum UU 37 2004 tentang kepailitan dan PKPU.

 Toto, Prihadi. 2011. Analisis Laporan Keuangan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PPM.

 Mahardika Budi, Restrukturisasi & Kebangkrutan.

http://fe.um-surabaya.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Pertemuan-MK-13-Revisi.pdf, (Diakses

pada tanggal 19 September 2020).

 Hermawati Maulia, Likuidasi Perseroan Dan Reorganisasi.

https://id.scribd.com/presentation/412933218/Likuidasi-Perseroan-Dan-Reorganisasi (Diakses

pada tanggal 19 September 2020).

Anda mungkin juga menyukai