Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“KOPING INDIVIDU TERHADAP STRESSOR”

Dosen Pembimbing

Anik Supriyani,S.Kep,Ns.,M.Kes

Nama Kelompok

1. Afifatussholikhah 0118004
2. Agustin Mega Astutik 0118005
3. Alifvia Nur Afisha 0118006
4. Diana Nur Azizah 0118010
5. Ela Farera 0118013
6. Irbah Syarof Agustin 0118019
7. Moh. Andi Darmawan 0118025
8. Moh. Holillurohman 0118026
9. Serly Prasetya Oktaviani 0118037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Koping Individu Terhadap
Stressor” dapat terselesaikan.

Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Anik


Supriyani,S.Kep,Ns.,M.Kes selaku Dosen pengajar Mata Kuliah Psiko Neuro Imunologi yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengajar penulis selama mengikuti
perkuliahan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Mojokerto, 12 September 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang di tujukan untuk
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan ego yang di gunakan untuk melindungi diri (Gail. W. Stuart,
2006)
Terbentuknya mekanisme koping dapat diperoleh melalui proses belajar. Pada saat
seseorang mengalami stress, mereka akan menggunakan koping tertentu untuk mengatur
emosi mereka (van der Veek, Kraaij & Garnefski, 2009 : 295). Terdapat berbagai tipe
koping dalam koping kognitif. Koping kognitif diartikan sebagai usaha kognitif untuk
mengelola suatu kejadian yang menimbulkan rangsangan emosi. Tipe koping kognitif
dibedakan menjadi sembilan, yaitu Self-blame, Other-blame, Rumination,
Catastrophizing, Putting Into Perspective, Positive Refocusing, Positive Reappraisal,
Acceptance dan Planning (Garnefski & Kraaij, 2006a : 1660).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Mekanisme Koping ?
2. Apa saja Model Koping ?
3. Apa yang dimaksud Eustress dan Distress ?
4. Apa Pengaruh Terhadap Hormonal ?
5. Bagaimana Adaptasi pada Tingkat Sel ?
6. Bagaimana Ekspresi Gen Terhadap Stress ?
7. Bagaimana Tingkatan structural ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Mekanisme Koping.
2. Untuk Mengetahui Model Koping.
3. Untuk Mengetahui Eustress dan Distress
4. Untuk Mengetahui Pengaruh Terhadap Hormonal.
5. Untuk Mengetahui Adaptasi Tingkat Sel.
6. Untuk Mengetahui Ekspresi Gen Terhadap Stress.
7. Untuk Mengetahui Tingkatan structural.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mekanismie Koping
1. Definisi Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang di tujukan untuk penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego
yang di gunakan untuk melindungi diri (Gail. W. Stuart, 2006).
Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan oleh individu dalam
menyelesaiakan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan, respon terhadap situasi
yang mengancam. Upaya individu ini dapat berupa kognitif , perubahan perilaku dan
perubahan lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan stress yang dihadapi.
Kemampuan koping diperlukan manusia untuk mampu bertahan hidup di lingkungannya
yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan pemecahan masalah dimana
seseorang menggunakannya untuk mengelola kondisi stress. Dengan adanya penyebab
stress / stressor maka orang akan sadar dan tidak sadar untuk bereaksi untuk mengatasi
masalah tersebut. Dalam keperawatan konsep koping sangat perlu karena semua pasien
mengalami stress, sehingga sangat perlu kemampuan untuk mengatasinya dan
kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stress yang merupakan faktor penentu yang
terpenting dalam kesejahteraan manusia ( Keliat, 2007)
Mekanisme koping merupakan perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan
psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan seseorang
untuk membantu melindungi terhadap perasaan yang tidak berdaya dan ansietas, kadang
mekanisme pertahanan diri menyimpang dan tidak lagi mampu untuk membantu
seseorang seseorang dalam menghadapi stressor. (Patricia & Anne Griffin, 2005).
Mekanisme pertahanan ego adalah reaksi individu untuk memperlunak kegagalan,
menghilangkan kecemasan, mengurangi perasaan yang menyakitkan karena pengalaman
yang tidak enak dan juga untuk mempertahankan perasaan layak serta harga diri.
(W.F.Maramis. 2005).
Koping itu sendiri dimaknai sebagai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk
menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan atau luka atau kehilangan atau
ancaman. Jadi koping lebih mengarah pada yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan
– tuntutan yang penuh dengan tekanan atau yang membangkitkan emosi. Atau dengan
kat lain koping adalah bagaimana reaksi orang ketika mengahadapi stress atau tekanan.
(siswanto, 2007).
Koping adalah semua aktivitas kognitif dan motorik yang di lakukan ole orang sakit
untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi tubuh yang
rusak dan membatasi kerusakan yang tidak bisa di pulihkan.( Z.J.Lpowski. 2011).
Koping adalah perubahan kognitif perilaku secara konstan dalam upaya mengatasi
tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber
individu. (Lazarus, 1976 dikutip siswanto).
Mekanisme koping adalah peroses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan
situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologis.(Rasmun, 2004).
2. Penggolongan Mekanisme Koping
a) Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan
mencapai tujuan.
Adaptif, jika memenuhi keriteria sebagai berikut:
1. Masih mengontrol emosi pada dirinya dengan cara berbicara pada orang lain
2. Melakukan aktifitas yang kontruktif
3. Memiliki persepsi yang luas
4. Dapat menerima dukungan dari orang lain
5. Dapat memecahkan masalah secara efektif

b) Mekanisme Koping Maladaptif


Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Maldaptif, jika memenuhi keriteria sebagai berikut:
1. Perilaku cenderung merusak
2. Melakukan aktifitas yang kurang sehat seperti obat-obatan dan alkohol.
3. Tidak mampu berfikir apa-apa atudisorientasi
4. Perilaku cenderung menghindar atau menarik diri
5. Tidak mampu menyelesaikan masalah. (Stuart & Sudden, 2008)
B. Bentuk-bentuk Strategi/ Model Koping
Lazarus dan Folkman (Gerald C.Davison, 2010: 276) mengidentifikasikan dua
bentuk strategi koping, yaitu:
a. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) mencakup
bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang
relevan dengan solusi. Contohnya adalah menyusun jadwal untuk menyelesaikan
berbagai tugas dalam satu semester sehingga megurangi tekanan pada akhir
semester.
b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) merujuk pada
berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap
stres, contohnya dengan mengalihkan perhatian dari masalah, melakukan
relaksasi, atau mencari rasa nyaman dan orang lain.

Mengatasi stres yang diarahkan pada masalah yang mendatangkan stres (problem
focused coping) bertujuan untuk mengurangi tuntutan hal, peristiwa, orang, keadaan
yang mendatangkan stres atau memperbesar sumber daya untuk menghadapinya.
Metode yang dipergunakan adalah metode tindakan langsung. Sedangkan pengatasan
stres yang diarahkan pada pengendalian emosi (emotion focused coping) bertujuan
untuk menguasai, mengatur, dan mengarahkan tanggapan emosional terhadap situasi
stres. Pengendalian emosi ini dapat dilakukan lewat perilakunegatif seperti
menenggak minuman keras atau obat penenang, atau dengan perilaku positif seperti
olahraga, berpaling pada orang lain untuk meminta bantuan pertolongan. Cara lain
yang dipergunakan dalam penanganan stres lewat pengendalian emosi adalah dengan
mengubah pemahaman terhadap masalah stres yang di hadapi (Bart Smet, 1994: 143-
145).

Dari bentuk-bentuk tingkah laku dalam menghadapi stres tersebut, Taylor


mengembagkan teori koping dari Folkman dan Lazarus (Bart Smet, 1994; 145)
menjadi 8 macam indikator srtategi koping yang tergabung dalam kedua strategi
diatas, yaitu :

a. Problem focused coping, yang terdiri dari 3 macam yaitu :


1. Konfrontasi: individu berpegang teguh pada pendiriannya dan
mempertahankan apa yang diinginkannya. Mengubah situasi secara
agresif dan adanya keberanian mengambil resiko.
2. Mencari dukungan sosial: individu berusaha untuk mendapatkan bantuan
dari orang lain.
3. Merencanakan pemecahan permasalahan: individu memikirkan, membuat
dan menyusun rencana pemecahan masalah agar dapat terselesaikan.
b. Emotional focused coping, yang terdiri dari 5 macam yaitu:
1. Kontrol diri: menjaga keseimbangan dan menahan emosi dalam dirinya.
2. Membuat jarak: menjauhkan diri dari teman-teman dan lingkungansekitar.
3. Penilaian kembali secara positif: dapat menerima masalah yang sedang
terjadi dengan berfikir secara positif dalam mengatasi masalah.
4. Menerima tanggung jawab: menerima tugas dalam keadaan apapun saat
menghadapi masalah dan bisa menanggung segala sesuatunya.
5. Lari atau penghindaran: menjauh dan menghindar dari permasalahan yang
dialaminya.
Pembagian koping stres yang dikemukakan oleh Aldwin dan Revenson, dengan
menguraikan dalam dua bagian utama, yaitu koping stres yang berpusat pada
pemecahan masalah dan berpusat pada emosi. koping stres yang berpusat pada
masalah (problem focused coping), yaitu:
1. Kehati-hatian: merencanakan dengan baik sebelum bertindak atau melakukan
sesuatu
2. Tindakan instrumental atau tindakan secara langsung: usaha yang secara
langsung dilakukan untuk memecahkan suatu masalah.
3. Negosiasi: usaha yang memusatkan perhatian pada taktik untuk memecahkan
masalah secara langsung dengan orang lain dengan harapan masalah dapat
terselesaikan.

Koping stres yang berpusat pada emosi (emosional focused coping), yaitu:

1. Pelarian diri dari masalah: suatu usaha dari individu untuk meninggalkan
masalah dengan membayangkan hal-hal yang baik.
2. Meringankan beban masalah: usaha untuk mengurangi, merenungkan suatu
masalah dan bertindak seolah tidak terjadi apa-apa.
3. Menyalahkan diri sendiri: suatu tindakan pasif yang berlangsung dalam batin,
kemudian baru pada masalah dihadapinya dengan jalan menganggap bahwa
masalah itu terjadi karena kesalahannya.
4. Mencari arti: usaha untuk menemukan kepercayaan baru atau sesuatu yang
penting dari kehidupan.

C. Eustress dan Distress

1. Eustress

Jenis stres yang positif adalah eustress karena saat mengalami eustress seseorang


akan lebih produktif dan banyak melakukan hal positif. Karena sumber stres jenis
ini akan memotivasi seseorang untuk mencapai target yang ingin diraih hingga ia
meraih hal tersebut, hingga akhirnya banyak orang yang menilai
bahwa eustress merupakan stres yang menyenangkan.

Sama halnya dengan stres yang lain, eustress bekerja dengan cara meningkatkan


kewaspadaan pada sistem saraf pusat, yang akan membuat orang tersebut menjadi
lebih waspada dan sadar. 

Berikut adalah cara untuk mengaplikasikan eustess dalam kehidupan sehari-hari:

 Keluar dari zona nyaman;


 Mencoba hal baru;
 Ingatlah tujuan di masa depan.

2. Distress

Berbeda dengan eustress yang akan membuat seseorang menjadi lebih


produktif, distress merupakan stres yang bersifat negatif, seseorang akan
merasa kesulitan terhadap suatu hal, yang akhirnya berdampak pada
kesehatan mentalnya. Distress sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu stres akut
dan stres kronis.

Stres akut dapat muncul dan hilang dalam waktu singkat dan sering muncul.
Sementara stres kronis adalah stres yang membutuhkan waktu yang lama
untuk disembuhkan. Dilansir dari Help Better, berikut adalah dampak
dari distress:
 Mudah lelah dan lesu;
 Emosional dan lebih sensitif;
 Jam tidur yang tidak teratur;
 Merasa bersalah dan mudah putus asa;
 Hingga akhirnya kinerja menurun.

D. Pengaruh Terhadap Hormon


Anda tentunya sering mendengar bahwa stres itu berbahaya untuk kesehatan. Tidak
jarang pula stres dihubungkan dengan munculnya berbagai penyakit serius pada tubuh
manusia.
Di saat stres, tubuh menghasilkan lebih banyak hormon kortisol sebagai bentuk
kompensasi. Kortisol adalah hormon steroid yang umumnya diproduksi oleh kelenjar
adrenal. Hormon ini mempengaruhi berbagai organ tubuh seperti jantung, sistem saraf
pusat, ginjal, dan kehamilan. Selain itu, hormon kortisol juga terlibat pada respon
stres, sistem kekebalan tubuh, peradangan, metabolisme karbohidrat, pemecahan
protein, mengatur kadar elektrolit darah dan perilaku.
Pada prinsipnya, kortisol diproduksi di hati dan dipecah pada jaringan otot dan
lemak untuk meningkatkan gula darah. Oleh karena itu, kortisol dikatakan memiliki
sifat diabetogenik karena dapat meningkatkan produksi glukosa melalui metabolisme
karbohidrat/glukosa.
a. Peran Hormon Kortisol pada Tubuh
Pada rongga tubuh, kortisol dapat menghambat pembentukan kolagen. Kelebihan
glukokortikoid termasuk kortisol dapat mengakibatkan penipisan lapisan kulit
dan jaringan yang menopang pembuluh darah kapiler sehingga membuat tubuh
rentan mengalami cedera.
Pada jaringan tulang, kortisol menghambat dan menurunkan pembentukan tulang
baru karena sifatnya yang menghambat penyerapan kalsium pada saluran
pencernaan. Inilah mengapa dalam jangka panjang memiliki kadar kortisol yang
tinggi dapat mengakibatkan osteoporosis.
Pada sistem kardiovaskular, kortisol diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan tekanan darah dengan pemeliharaan fungsi jantung dan respon
pembuluh darah.
Pada sistem saraf pusat, kortisol dapat mempengaruhi perilaku dan aspek
psikologis. Kasus depresi merupakan hal yang sering dijumpai pada terapi
hormon glukokortikoid. Penderita depresi tanpa terapi ini sering menunjukkan
peningkatan dan perubahan pola waktu sekresi kortisol yang diikuti dengan
perubahan jam biologis.
Pada kehamilan, kortisol berperan terhadap kematangan sistem saraf pusat, retina,
kulit, saluran pencernaan, dan paru-paru pada bayi yang berada dalam
kandungan. Bayi yang lahir prematur terkadang mendapatkan terapi
glukokortikoid sebagai stimulan pertumbuhan.
Sebagai glukokortikoid, kortisol memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
peradangan dan sistem kekebalan tubuh. Kortisol akan menghambat
pembentukan asam arachidonic yang berperan dalam menghasilkan leukosit dan
sistem kekebalan tubuh. Kortisol juga menghambat produksi tromboksana dan
prostaglandin saat terjadi inflamasi sehingga sistem kekebalan tubuh akan
menurun.
b. Peran Hormon Kortisol pada Metabolisme
Hormon kortisol berperan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein,
dimana kortisol dapat meningkatkan kadar glukosa darah sehingga merangsang
pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa ke dalam sel otot.
Peningkatan produksi glukosa ini diikuti oleh bertambahnya ekskresi nitrogen,
dimana hal tersebut menunjukkan terjadinya pemecahan protein menjadi
karbohidrat/glukosa. Peningkatan kadar insulin merangsang pembentukan lemak
dan menghambat pemecahan lemak sehingga mengakibatkan peningkatan
cadangan lemak, peningkatan pelepasan asam lemak, dan gliserol ke dalam darah.
Hormon ini juga menyebabkan pembentukan glukosa pada jaringan perifer dan
hati. Di perifer steroid, kortisol mempunyai efek katabolik. Efek katabolik inilah
yang menyebabkan terjadinya pembesaran pada jaringan limfoid, pengurangan
massa otot, osteoporosis tulang, penipisan kulit, dan keseimbangan nitrogen
menjadi negatif.
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut:
1. Merangsang pembentukan glukosa dengan cara meningkatkan enzim
terkait dan pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama
dari otot.
2. Menurunkan pemakaian glukosa oleh sel.
3. Peningkatan kadar glukosa darah dan “diabetes adrenal” dengan
menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.
Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan protein sel.
2. Meningkatkan protein hati dan protein plasma.
3. Meningkatkan kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam
amino ke sel-sel ekstra hepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino
ke sel-sel hati.
 
Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut:
1. Mobilisasi asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam
sel lemak sehingga menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan.
2. Obesitas akibat kortisol berlebihan karena penumpukan lemak yang
berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah “moon
face”. Kondisi ini disebabkan oleh perangsangan berupa asupan makan
secara berlebihan disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh
yang berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya.
c. Sekresi Hormon Kortisol
Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh hipotalamus dan hipofisis
anterior. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior merangsang
korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol.
Tingkat kortisol dalam darah bervariasi sepanjang hari. Pada pagi hari, kortisol
berada pada tingkat paling tinggi karena membantu tubuh untuk bangun dan
menyediakan energi di siang hari. Kemudian tingkat kortisol semakin menurun
dan mencapai titik terendah setelah tengah malam. Kortisol akan meningkat 20-
30 menit setelah bangun tidur mencapai 77%, hal ini berkaitan dengan kelenjar
hipofisis adrenal untuk menghadapi stres.
Kadar kortisol rata-rata pada pagi hari adalah 5-23 mikrogram per desiliter
(mcg/dL), atau 138-635 nanomol per liter (nmol/L), sedangkan
kadar kortisol rata-rata pada sore hari adalah 3-16 mcg/dL atau 83-441 nmol/L.
Pada dasarnya kortisol bukanlah hormon yang ‘jahat’, karena tubuh
membutuhkan hormon ini untuk berfungsi normal. Walau begitu, kelebihan
kortisol dapat berakibat buruk untuk kesehatan. Untuk itu, milikilah manajemen
stres yang baik agar kadar kortisol tubuh tetap terkendali.

E. ADAPTASI TINGKAT SEL


a. Pengertian Adaptasi
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar
organisme dapat bertahan hidup (Sarafino, 2005). Sedangkan menurut Gerungan
(2006) menyebutkan bahwa adapatasi atau penyesuaian diri adalah mengubah diri
sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan
keadaan (keinginan diri).
b. TujuanAdaptasi
1) Menghadapi tuntutan keadaan secara sadar.
2) Menghadapi tuntutan keadaan secara realistic
3) Menghadapi tuntutan keadaan secara obyektif
4) Menghadapi tuntutan keadaan secara rasional
c. Macam-Macam Adaptasi
1. Adaptasi fisiologis
Adalah proses dimana respon tubuh terhadap stresor untuk mempertahankan
fungsi kehidupan, dirangsang oleh faktor eksternal dan internal, respons dapat dari
sebagian tubuh atau seluruh tubuh serta setiap tahap perkembangan punya stresor
tertentu.
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu
suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal seperti
penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respons adaptif seperti mulai mengigil
untuk membangkitkan panas tubuh.
Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam menghadapi stressor
dikontrol oleh medula oblongata, formasi retikuler dan hipofisis. Riset klasik yang
telah dilakukan oleh Hans Selye (1946,1976) telah mengidentifikasi dua respons
fisiologis terhadap stres, yaitu: Riset klasik yang telah dilakukan oleh Hans Selye
(1946,1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres, yaitu:
a). LAS ( Lokal Adaptasion Syndrome)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stres, responnya
berjangka pendek Karakteristik dari LAS:
(1). Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem.
(2). Respons bersifat adaptif,diperlukan stresor untuk menstimulasikannya
(3). Respons bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
(4). Respons bersifat restorative.
b). GAS (General Adaptasion Syndrom) Merupakan respons fisiologis dari seluruh
tubuh
terhadap stres. Respons yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan
sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem
Neuroendokrin.
GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut:
1. Fase alarm
melibatkan pengerahan mekanisme pertahan dari tubuh dan pikiran
untuk menghadapi stresor seperti pengaktifan hormon yang berakibat
meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan
respons melawan atau menghindar. Respons ini bisa berlangsung dari menit
sampai jam. Bila stresor menetap maka individu akan masuk kedalam fase
resistensi.
2. Fase resistensi (melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan
psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha
menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan
tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi, gejala
stres menurun atau normal. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada
tahapan terakhir dari GAS yaitu: Fase kehabisan tenaga.
3. Fase exhaustion (kelelehan)
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi
pada fase sebelumnya. Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis,
akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidakmampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada
kematian individu tersebut.

2. Adaptasi psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk
menghadapi stresor, diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan melalui
pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian perilaku yang dapat
diterima dan berhasil.
Perilaku adaptasi psikologi dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif
membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik. Perilaku
destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah,
kepribadian dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi.
Perilaku adaptasi psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping.
Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan teknik
pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman atau dapat juga
mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional
dan dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stres.
Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak
langsung.
a). Task oriented behavior Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan
kemampuan kognitif untuk mengurangi stres, memecahkan masalah,
menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 2005).
Tiga tipe umum perilaku yang berorientasi tugas adalah:
(1). Perilaku menyerangAdalah tindakan untuk menyingkirkan atau mengatasi
suatu
stresor.
(2). Perilaku menarik diri Adalah menarik diri secara fisik atau emosional dari
stresor.
(3). Perilaku kompromi Adalah mengubah metode yang biasa digunakan,
mengganti
tujuan atau menghilangkan kepuasan terhadap kebutuhan untuk memenuhi lain
atau untuk menghindari stres.
b). Ego Dependen Mekanism
Perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap
peristiwa yang menegangkan (Sigmund Frued). Mekanisme ini sering kali
diaktifkan oleh stressor jangka pendek dan biasanya tidak mengakibatkan
gangguan psikiatrik.
Ada banyak mekanisme pertahanan ego, yaitu:
1. Represi
Menekan keinginan, impuls/dorongan, pikiran yang tidak menyenagkan ke
alam tidak sadar dengan cara tidak sadar.
2. Supresi
Menekan secara sadar pikiran, impuls, perasaan yang tidak menyenangkan
ke alam tidak sdar.
3. Reaksi formasi
Tingkah laku berlawanan dengan perasaan yang mendasari tingkah laku
tersebut.
4. Kompensasi Tingkah laku
Menggantikan kekurangan dengan kelebihan yang lain :
a) Kompensasi langsung
b) Kompensasi tidak langsung
5. Rasionalisasi
Berusaha memperlihatkan tingkah laku yang tampak sebagai pemikiran
yang logis bukan karenakeinginan yang tidak disadari.
6. Substitusi
Mengganti obyek yang bernilai tinggi dengan obyek yang kurang bernilai
tetapi dapat diterima oleh masyarakat.
7. Restitusi
Mengurangi rasa bersalah dengan tindakan pengganti.
8. Displacement
Memindahkan perasaan emosional dari obyek sebenarnya kepada obyek
pengganti.
9. Proyeksi
Memproyeksikan keinginan, perasaan, impuls, pikiran pada orang
lain/obyek lain/lingkungan untuk mengingkari.
10. Simbolisasi
Menggunakan obyek untuk mewakili ide/emosi yang menyakitkan untuk
diekspresikan.
3. Adaptasi Perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan
tersebut. Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat
kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk ekstrem,
stres yang terlalu berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stresor di rumah. Jika diasuh
dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan
harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat
(Haber et al, 2002) Anak- anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa
kecukupan. Mereka mulai menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan
penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan, dan harga diri
berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi diantara teman. Pada
tahap ini, stress ditunjukan oleh ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk
mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu
yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem
pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap stresor, tetapiremaja tanpa sistem pendukung sosial
sering menunjukan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 2002).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke
tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab
pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas. Usia
setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier
yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat
mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan
pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga
dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa
tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi
fisiologis.
4. Adaptasi sosial budaya
Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup
penggalian tentang besaranya, tipe dan kualitas dari interaksi sosial yang ada.
Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien
atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 2003).
5. Adaptasi spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stresdalam
banyak cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres
yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin
memandang stresor sebagai hukuman

F. EKSPRESI GEN TERHADAP STRESS


Ekspresi gen adalah rangkaian proses penggunaan informasi dari suatu gen
untuk sintesis produk gen fungsional. Produk-produk tersebut dapat berupa protein,
juga gen penyandi non-protein seperti transfer RNA (tRNA) atau gen RNA inti kecil
(snRNA) yang mana keduanya merupakan produk RNA fungsional. Gen
diekspresikan dengan cara ditranskripsi menjadi RNA, dan transkrip ini kemudian
dapat diterjemahkan menjadi protein melalui proses translasi. Proses ekspresi gen
digunakan oleh semua makhluk hidup termasuk eukariota, prokariota (bakteri dan
arkea), dan dimanfaatkan oleh virus - untuk menghasilkan mesin makromolekul untuk
kelangsungan hidupnya.
Beberapa tahapan dalam proses ekspresi gen yaitu transkripsi, penyambungan
atau splicing RNA, translasi, dan modifikasi pasca-translasi dari protein. Regulasi gen
memberikan kontrol sel terhadap struktur dan fungsi, dan merupakan dasar untuk
diferensiasi sel, morfogenesis, dan keserbagunaan dan kemampuan beradaptasi dari
setiap organisme. Regulasi gen juga dapat berfungsi sebagai substrat untuk perubahan
evolusioner, karena kontrol waktu, lokasi, dan jumlah ekspresi gen dapat memiliki
efek besar pada fungsi (aksi) gen dalam sel atau dalam organisme multiseluler. Dalam
genetika, ekspresi gen merupakan tingkat paling mendasar yang mana genotipe
memunculkan fenotipe, yaitu sifat yang dapat diamati. Kode genetik yang disimpan
dalam DNA "ditafsirkan" oleh ekspresi gen, dan sifat-sifat ekspresi tersebut
memunculkan fenotipe organisme. Fenotipe semacam itu sering diekspresikan oleh
sintesis protein yang mengendalikan bentuk organisme, atau yang bertindak sebagai
enzim yang mengkatalisasi lintasan metabolisme spesifik yang menjadi ciri
organisme. Regulasi ekspresi gen dengan demikian penting untuk perkembangan
suatu organisme.
Gen adalah bentangan DNA yang menyandikan informasi. DNA genomik
terdiri dari dua untai antiparalel dan untai komplementer balik, masing-masing
memiliki ujung 5' dan 3'. Terkait dengan gen, kedua untai tersebut dapat diberi label
"untai cetakan," yang berfungsi sebagai cetak biru untuk produksi transkrip RNA, dan
"untai penyandi," yang termasuk versi DNA dari sekuens transkrip. "Untai penyandi"
secara fisik tidak terlibat dalam proses penyandian karena "untai cetakan"-lah yang
dibaca selama transkripsi. Produksi salinan RNA dari DNA disebut transkripsi, dan
dilakukan di dalam nukleus oleh RNA polimerase, yang menambahkan satu
nukleotida RNA sekaligus ke untai RNA yang tumbuh sesuai dengan aturan basa
yang saling melengkapi. RNA ini komplementer dengan untai cetakan DNA 3 '→ 5',
[1] yang dengan sendirinya melengkapi komplemen untai penyandian 5 '→ 3'. Oleh
karena itu, untai RNA 5 '→ 3' yang dihasilkan identik dengan untai penyandian DNA
dengan pengecualian bahwa timin diganti dengan urasil (U) dalam RNA. Pembacaan
untai penyandian DNA "ATG" secara tidak langsung ditranskripsi melalui untai non-
coding sebagai "UAC" dalam RNA.
Pada prokariota, transkripsi dilakukan oleh satu jenis RNA polimerase, yang
membutuhkan sekuens DNA yang disebut kotak Pribnow serta faktor sigma (faktor σ)
untuk memulai transkripsi. Pada eukariota, transkripsi dilakukan oleh tiga jenis RNA
polimerase, yang masing-masing membutuhkan sekuens DNA khusus yang disebut
promoter dan satu set protein pengikat DNA — faktor transkripsi — untuk memulai
proses. RNA polimerase I bertanggung jawab untuk transkripsi gen RNA ribosom
(rRNA). RNA polimerase II (Pol II) mentranskripsikan semua gen protein-coding
tetapi juga beberapa RNA non-coding (misalnya snRNA, snoRNA, atau RNA non-
coding panjang). Pol II termasuk domain terminal-C (CTD) yang kaya akan residu
serin. Ketika residu ini terfosforilasi, CTD mengikat berbagai faktor protein yang
mendorong pematangan dan modifikasi transkrip. RNA polimerase III mentranskripsi
RRNA 5S, mentransfer gen RNA (tRNA), dan beberapa RNA kecil non-coding
(misalnya 7SK). Transkripsi berakhir ketika polimerase menemukan sekuens yang
disebut terminator.

G. TINGKATAN STRUCTURAL
Sedangkan Patel menjelaskan adanya berbagai jenis tingkat stress yang
umumnya dialami manusia meliputi:
1. Too Litle stress MIALI
Dalam kondisi ini, sesorang belum mengalami tantangan yang berat dalam
memenuhi kebutuhan pribadinya. Seluruh kemampuan belum sampai
dimanfaatkan, serta kurangnya stimulasi mengakibatkan munculnya kebosanan dan
kurangnya makna dalam tujuan hidup.
2. Optimum Stres
Seseorang mengalami kehidupan yang seimbang pada situasi "atas maupun
"bawah" akibat proses menajemen yang baik oleh dirinya. Kepuasan dan perasaan
mampu individu dalam meraih prestasi menyebabkan seseorang mampu menjalani
kehidupan dan pekerjaan sehari-hari tanpa menghadapi masalah yang terlalu
banyak atau rasa lelah yang berlebihan.
3. Too Much Stres
Dalam kondisi ini, seseorang merasa telah melakukan pekerjaan yang terlalu
banyak setiap hari. Dia mengalami kelelahan fisik maupun emosional, serta tidak
mampu menyediakan waktu untuk beristirahat atau bermain. Kondisi ini dialami
secara terus-menerus tanpa memperoleh hasil yang diharapkan.
4. Breakdown Stres
Ketika pada tahap too much stress, individu tetap meneruskan usahanya
pada kondisi yang statis. Kondisi akan berkembang menjadi adanya kecenderungan
neurotis yang kronis atau munculnya rasa sakit psikosomatis. Misalnya pada
individu yang memiliki perilaku merokok atau kecanduan minuman keras,
konsumsi obat tidur, dan terjadinya kecelakaan kerja. Ketika individu tetap
menerusk an usahanya ketika mengalami kelelalhan, ia akan cenderung mengalami
breakdown baik secara fisik maupun psikis (Wulandari, 2008: 09).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan oleh individu dalam
menyelesaiakan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan, respon terhadap situasi
yang mengancam. Upaya individu ini dapat berupa kognitif , perubahan perilaku dan
perubahan lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan stress yang dihadapi.
Kemampuan koping diperlukan manusia untuk mampu bertahan hidup di lingkungannya
yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan pemecahan masalah dimana
seseorang menggunakannya untuk mengelola kondisi stress. Dengan adanya penyebab
stress stressor maka orang akan sadar dan tidak sadar untuk bereaksi untuk mengatasi
masalah tersebut. Dalam keperawatan konsep koping sangat perlu karena semua pasien
mengalami stress, sehingga sangat perlu kemampuan untuk mengatasinya dan
kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stress yang merupakan faktor penentu yang
terpenting dalam kesejahteraan manusia.
Mekanisme koping merupakan perilaku tidak sadar yang memberikan
perlindungan psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini
digunakan seseorang untuk membantu melindungi terhadap perasaan yang tidak berdaya
dan ansietas, kadang mekanisme pertahanan diri menyimpang dan tidak lagi mampu
untuk membantu seseorang seseorang dalam menghadapi stressor.

B. Saran
Demi kesempurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran
yang bersifat membangun ke arah kebaikan demi kelancaran dan kesempurnaan penulis
ini. Makalah ini tidak luput dari banyak kekurangan. Maka dari itu, marilah kita cari dan
bacalah buku tentang Psiko Neuro Imunologi yang lain di berbagai buku-buku atau dari
internet agar wawasan kita mengenai Koping Individu Terhadap Stressor bisa
dikembangkan lebih luas.

Daftar Pustaka

Dr. Suparyanto, M.Kes.2013. SEKILAS TENTANG MEKANISME KOPING.http://dr-


suparyanto.blogspot.com/2013/04/sekilas-tentang-mekanisme-koping.html. Diakses pada
tanggal 10 september 2020.

Endah Murniaseh. 2020.Apa yang Dimaksud Eustress, Distress dan Neustress.


https://tirto.id/apa-yang-dimaksud-eustress-distress-dan-neustress-eNVl. Diakses pada
tanggal 10 september 2020.

Novia Akmaliyah, S.Gz.2015.Efek Hormon Stres.http://lagizi.com/efek-hormon-stres/..


Diakses pada tanggal 10 september 2020.

Gail W. Stuart. 2006. (Ed. 5.Cet 1). Buku Saku Keperawatan jiwa. Jakarta : EGC

Potter, Patricia A.; Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep,
proses, dan praktik. Jakarta: Penerbit EGC

Rasmun, 2004. Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai